BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi wilayah PT. Cipta Frima Jaya adalah salah satu perusahaan yang bergerak dalam penanganan pasca panen (pembekuan) untuk hasil perikanan, yang merupakan milik Bapak H.Yusdin Abdullah dan sebagai pimpinan perusahaan adalah Bapak Azmar Podungge.PT. Cipta Frima Jaya terletak di Desa Huangbotu, Kecamatan Kabila Bone, Kabupaten Bone Bolango Propinsi Gorontalo.
Gambar 1. Gedung PT. Cipta Frima Jaya Gorontalo Pada tanggal 09 maret 2002 PT. Cipta Frima Jaya didirikan dan proses penanganan pasca panen hasil perikanan di Cipta Frima Jaya mulai beroperasi pada tahun 2003 serta memiliki 9 unit armada penangkapan ikan yang beroperasi dari perairan Gorontalo sampai perairan laut Sulawesi
Tengah, dengan tujuan utama yaitu untuk mendukung dan meningkatkan pertumbuhan industri perikanan lokal indonesia utamanya Provinsi Gorontalo. Karyawan yang ada di PT. Cipta Frima Jaya berjumlah 23 orang yang terdiri dari 2 orang bagian keamanan, karyawan dalam pabrik 12 orang, teknik mesin 2 orang, dan sopir 7 orang. 4.2 Bahan baku Faktor utama dalam proses penanganan pasca panen hasil perikanan di PT. Cipta Frima Jaya adalah menggunakan bahan baku ikan. Bahan baku ikan segar yang didapatkan merupakan hasil dari penangkapan kapal – kapal yang tidak lain milik dari PT Cipta Frima Jaya dalam Pemilihan bahan baku, ikan yang segar dapat mengurangi waktu pembusukan. Ikan – ikan segar meskipun
ada
bakteri
pembusuk
tetapi
tidak
cukup
kuat
untuk
menghancurkan daging ikan. Ketika pengaruh panas mulai ada maka jumlahnya bakteri bertambah, sehingga daging mulai lunak dan proses pembusukan mulai terjadi disebabkan proses perubahan karena aktifitas enzim (autolisis). Ketikan ikan mati ternyata enzim – enzim
ini masih
mempunyai kemampuan untuk bekerja secara efektif, sistem kerja enzim tidak terkontrol ketika ikan mati serta merusak organ tubuh lainnya, seperti dinding usus, otot daging serta mengurai senyawa kompleks menjadi senyawa sederhana. Peristiwa inilah yang disebut autolisis. Biasanya proses autolisis akan selalu diikuti dengan meningkatnya jumlah bakteri, sebab penguraian
enzim selama proses autolisis merupakan media yang sangat cocok untuk pertumbuhan bakteri dan mikroorganisme lainnya. Untuk menghindari proses autolisis sebaiknya dipanaskan pada suhu 60 – 80 0C dalam waktu relatif singkat sekitar 5 menit. Pemanasan ini dikenal dengan istilah blancing. Tujuan dari pemanasan ini untuk menonaktifkan enzim penyebab autolisis. Cara lain dengan menurunkan suhu hingga 00C atau lebih rendah lagi. Penggunaan suhu rendah lebih menguntungkan karena dengan cara ini kondisi ikan masih tetap segar (Kanisius, 1989). PT. Cipta Frima Jaya telah menerapkan dengan proses penurunan suhu. Oleh karena itu butuh cara yang tepat dalam hal menangani bahan baku. Bahan baku diterima pada perusahaan adalah ikan yang ditangani segar, bebas dari setiap bau yang menandakan pembusukan, ikan yang mengalami kontaminasi langsung dipisahkan dengan ikan segar. 4.3 Proses pasca panen Kesegaran ikan merupakan bagian penting dari pengolahan pasca panen hasil perikanan karena dapat mempengaruhi mutu. Berdasarkan hasil pengamatan
yang didapat di PT. Cipta Frima Jaya
yaitu untuk
mempertahankan mutu dan kesegaran dari bahan baku ikan tersebut dilakukan melalui beberapa proses penanganan pasca panen yaitu: mulai dari penyortiran, penimbangan pencucian, penyusunan di pan, penyusunan di rak, pembekuan, pengepakan, penyimpanan diruang cool storage.
4.3.1 Penyortiran Dari hasil pengamatan ciri – ciri ikan yang masuk ke pabrik dan disortir yaitu: kulit terang, mata cemerlang, insang berwarna merah, tekstur daging kenyal, bau masih khas ikan segar. Ikan yang masuk lewat jendela penerimaan diletakkan dimeja dan langsung disortir kemudian dimasukkan kedalam keranjang plastik yang mempunyai rongga dan sudah teratur rapi dimeja sortir. Ikan yang sudah mengalami kemunduran mutu dan tingkat kesegarannya rusak langsung dipisahkan dengan ikan yang masih segar. Hal ini dilakukan untuk menjaga agar tidak terjadi kontaminasi dengan ikan yang masih segar. penyortiran dilakukan berdasarkan jenis, ukuran, dan tingkat kesegaran. 4.3.2 Penimbangan Penimbangan dilakukan dengan menggunakan keranjang plastik yang mempunyai rongga – rongga udara dengan berat timbangan 10 kg agar dapat mempermudah dalam pencucian. 4.3.3 Pencucian Dalam proses pencucian, ikan dicuci didalam bak yang berisi air garam yang mengalir dengan tujuan agar pada saat penyusunan ikan dalam pan tidak terbawa benda asing dan kotoran serta ikan masih mempunyai bau khas ikan segar.
4.3.4 Penyusunan di pan Setelah proses pencucian selesai maka ikan tersebut dimasukkan kedalam pan aluminium untuk disusun secara rapi, kapasitas dari pan tersebut dapat menampung ikan 10 kg. Hal tersebut sesuai yang dikemukakan oleh (Hadiwiyoto, 1993) bahwa setiap pan pada umumnya memuat 10 – 15 kg ikan. PT. Cipta Frima Jaya telah menerapkan prosedur tersebut. Dalam penyusunan ikan kita harus memperhatikan posisi ikan yang akan disusun karena proses penyusunan yang baik akan mempengaruhi hasil dari ikan tersebut. Hal ini dilakukan dengan cara yakni bagian bawah perut ikan dihadapkan keatas, dan bagian atasnya dihadapkan kebawah dengan bertujuan agar ikan tidak rusak. Ikan yang sudah tersusun rapi dalam pan aluminium diberi label dan nama ikan tersebut. Pemberian label dan nama ikan bertujuan agar mempermudah proses pengepakan dan tidak mengalami kesulitan dalam penjualan. 4.3.5 Penyusunan di rak Setelah ikan tersusun rapi didalam pan aluminiun kemudian dimasukkan kedalam rak, tujuannya agar mempermudah pemindahan dari tempat penyusunan ikan keruang freezer untuk mendapatkan proses pembekuan.
4.3.6 Pembekuan Tujuan pembekuan ikan adalah menerapkan metode unggul guna mempertahankan sifat – sifat mutu pada ikan dengan teknik penarikan panas secara efefktif dari ikan agar suhu ikan turun sampai pada suatu tingkat suhu rendah yang stabil, dalam arti ikan itu hanya mengalami proses perubahan yang minimum selama proses penbekuan, penyimpanan beku dan distribusi, sehingga dapat dinikmati oleh konsumen akan nilai dan faktor mutunya dalam keadaan segar atau keadaan seperti yang dimiliki produk itu sebelum dibekukan (Nuryadin,2001). Hal ini telah diterapkan oleh PT. Cipta Frima Jaya, pembekuan ikan dilakukan dengan cara memasukkan ikan kedalam ruang frezeer dan memerlukan Waktu secara sempurna yaitu 12 jam dengan suhu -400C. Pembekuan dengan menggunakan sistem ABF (air blast frezeer). Air blast frezeer yang kita ketahui bersama adalah alat pembeku ikan dengan memanfaatkan aliran udara dingin sebagai refrigerant. Maksud dari pembekuan tersebut yakni agar ikan tetap awet dan bertahan lama serta ikan tersebut masih terjaga mutu dan kualitasnya. 4.3.7 Pengepakan ikan Sebelum pengepakan, ikan masih mendapatkan perlakuan sedikit yakni dimana ikan disiram dengan air tawar tetapi penyiramannya dilakukan jangan sampai ikan yang sudah beku menjadi cair hingga kristal – kristal yang terdapat diatas tubuh ikan keluar. Hal ini dilakukan agar menjaga ikan tetap beku dan tidak pisah dari satu sama lain. Setelah ikan dikeluarkan dari dalam
pan, ikan tersebut dimasukkan kedalam plastik jenis polyethylene kemudian dimasukkan ke dalam Master Carton untuk menjalani proses pengepakan. Bahan yang digunakan dalam proses pengepakan adalah bahan yang mengandung zat lilin. Tujuan dalam penggunaan bahan yang mengandung zat lilin adalah suhu yang dingin serta air yang terkandung pada ikan tidak meresap pada bahan tersebut dan tidak menganggu pada tahapan selanjutnya. Pengepakan ikan menggunakan mesin secara otomatis dan dibantu oleh para karyawan. 4.3.8 Penyimpanan di cool storage Penyimpanan produk bahan baku diruangan Cold Storage dengan suhu rendah diatur sedemikian rupa, sehingga memungkinkan udara dingin dapat merata keseluruh permukaan produk. Ketika ikan sudah berada cool storage dicatat kembali berapa banyak ikan yang sudah diperpak dan sebagai arsip. Dari banyaknya ikan yang disimpan dalam ruang cool storage maka ikan tersebut siap dipasarkan. Ruang cool storage bermanfaat sebagai tempat penyimpanan ikan yang sudah beku dan sudah mengalami proses pengepakan. Bagian lantai ruang cool storage dilapisi dengan papan – papan, hal ini bertujuan agar ikan yang sudah mengalami proses pengepakan tidak kontak langsung dengan lantai. Suhu yang digunakan pada ruang cool storage yaitu suhu dingin -300C, menurut (Hadiwiyoto 1993) bahwa suhu penyimpanan ikan beku dengan suhu pembekuan harus sama, jika suhu ruang penyimpanan lebih tinggi dari pada
suhu pada saat pembekuan maka akan terjadi pelelehan pada ikan yang sudah beku. Akan tetapi sesuai hasil pengamatan dilapangan mengatakan lain bahwa ikan yang sudah beku dengan ikan yang sudah disimpan tidak merubah kondisi ikan tersebut. Pada umumnya waktu yang diperlukan mulai dari penerimaan bahan baku, penyortiran, penimbangan, pencucian, penyusunan di pan masing – masing ± 5 menit, penyusunan di rak waktu yang diperlukan ± 10 menit hingga rak tersebut penuh, pembekuan 12 jam, pengepakan ± 5 menit, penyimpanan diruang coll storage itu berhari – hari hingga berbulan – bulan.