26
BAB IV: HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Tentang Dua Putusan Hakim nomor: 101/Pid.B/ 2012/PN.GTLO dan putusan nomor: 192/Pid.B /2011/PN.GTLO 4.1.1 Putusan Nomor: 101/Pid.B/2012/PN.GTLO. 1. Posisi Kasus Awal terjadinya kejadian ialah pada hari kamis tanggal 17 Mei 2012 pukul 03.00 wita, bertempat di Kelurahan Wongkaditi, Kecamatan Kota Utara, Kota Gorontalo, lelaki (TN), dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita (SRH) bersetubuh dengannya dengan cara mendatangi saksi korban yang sedang tidur di kamar kost kakak saksi korban yang merupakan pacar dari terdakwa dan tidur dalam kamar kost.Terdakwa(TN) yang melihat saksi korban(SRH) dan kakak saksi korban (WH) yang sudah tidur, lalu mendekati saksi korban(SRH) kemudian membuka pakaian saksi korban(SRH) dan duduk di atas paha saksi korban lalu meraba payudaranya. Saksi korban yang terbangun melihat terdakwa diatas saksi korban berusaha mendorong terdakwa, namun terdakwa mengancam dengan mengatakan, “ kalau ngana mo kase bangun dia (saksi WN) kita mo pukul pa ngana” sambil mencekik leher korban (SRH).Terdakwa berusaha memasukan alat kelamin terdakwa ke alat kelamin saksi korban,namun karena tidak bisa masuk, terdakwa mengoleskan air liur terdakwa pada alat kelamin terdakwa (TN) lalu memasukkan alat kelaminnya kedalam alat kelamin saksi korban (SRH) sambil menggoyang-goyangkan pantat
27
dengan gerakan naik turun hingga terdakwa merasa puas dan mengeluarkan sperma pada alat kelamin saksi korban(SRH). Setelah itu terdakwa mengatakan” jangan bilang sama OSIN kalo tida kita mo pukul pa ngana”. 2. Dakwaan Penuntut Umum Adapun isi dari dakwaan Penuntut Umum terhadap pelaku perkosaan, terdakwa (TN) adalah sebagai berikut : Primair : Bahwa Terdakwa TN, pada hari kamis tanggal 17 Mei 2012 pukul 03.00 wita, atau setidak-tidaknya pada waktu dalam tahun 2012, bertempat di kelurahan wonggaditi, Kecamatan Kota Utara, Kota Gorontalo, atau setidak-tidaknya pada suatu tempat yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadian Negeri Gorontalo, dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita (SRH) bersetubuh dengannya dengan cara mendatangi saksi korban yang sedang tidur di kamar kost kakak saksi korban yang merupakan pacar dari terdakwa dan tidur dalam kamar kost.Terdakwa(TN) yang melihat saksi korban(SRH) dan kakak saksi korban(WH) yang sudah tidur, lalu mendekati saksi korban(SRH) kemudian membuka pakaian saksi korban(SRH) dan duduk di atas paha saksi korban lalu meraba payudaranya. Saksi korban yang terbangun melihat terdakwa diatas saksi korban berusaha mendorong terdakwa, namun terdakwa mengancam dengan mengatakan, “ kalau ngana mo kase bangun dia (saksi WN) kita mo pukul pa ngana” sambil mencekik leher korban (SRH).Terdakwa berusaha memasukan alat kelamin terdakwa ke alat kelamin saksi korban,namun karena tidak bisa masuk, terdakwa mengoleskan air liur terdakwa pada alat kelamin terdakwa (TN)
28
lalu memasukkan alat kelaminnya kedalam alat kelamin saksi korban (SRH) sambil menggoyang-goyangkan pantat dengan gerakan naik turun hingga terdakwa merasa puas dan mengeluarkan sperma pada alat kelamin saksi korban(SRH). Setelah itu terdakwa mengatakan” jangan bilang sama OSIN kalo tida kita mo pukul pa ngana”. Bahwa terhadap saksi korban (SRH) telah dilakukan pemeriksaan dengan hasil tampak robekan lama pada selaput dara pada posisi jam satu koma jam empat koma jam tujuh sebagaimana yang diuraikan dalam Visum et Repertum Nomor : 357/Perk/RS/291/2012 tanggal 05 Juni 2012, yang dibuat dan ditanda tangani oleh dokter I GUSTI N. SUPARWATA, Sp.OG, Dokter pada Rumah Sakit Umum Kota Gorontalo pendapat/ kesimpulan selaput dara tidah utuh. Perbatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 285 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Subsidair : Bahwa Terdakwa (TN), pada hari kamis tanggal 17 Mei 2012 pukul 03.00 wita, atau setidak-tidaknya pada waktu dalam tahun 2012, bertempat di kelurahan wonggaditi, Kecamatan Kota Utara, Kota Gorontalo, atau setidak-tidaknya pada suatu tempat yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadian Negeri Gorontalo, dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita (SRH) bersetubuh dengannya dengan cara mendatangi saksi korban yang sedang tidur di kamar kost kakak saksi korban yang merupakan pacar dari terdakwa dan tidur dalam kamar kost.Terdakwa(TN) yang melihat saksi korban(SRH) dan kakak saksi korban(WH) yang sudah tidur, lalu mendekati saksi korban(SRH)
29
kemudian membuka pakaian saksi korban(SRH) dan duduk di atas paha saksi korban lalu meraba payudaranya. Saksi korban yang terbangun melihat terdakwa diatas saksi korban berusaha mendorong terdakwa, namun terdakwa mengancam dengan mengatakan, “ kalau ngana mo kase bangun dia (saksi WH) kita mo pukul pa ngana” sambil mencekik leher korban (SRH).Terdakwa berusaha memasukan alat kelamin terdakwa ke alat kelamin saksi korban,namun karena tidak bisa masuk, terdakwa mengoleskan air liur terdakwa pada alat kelamin terdakwa (TN) lalu memasukkan alat kelaminnya kedalam alat kelamin saksi korban (SRH) sambil menggoyang-goyangkan pantat dengan gerakan naik turun hingga terdakwa merasa puas dan mengeluarkan sperma pada alat kelamin saksi korban (SRH). Setelah itu terdakwa mengatakan” jangan bilang sama OSIN kalo tida kita mo pukul pa ngana”. Bahwa terhadap saksi korban (SRH) telah dilakukan pemeriksaan dengan hasil tampak robekan lama pada selaput dara pada posisi jam satu koma jam empat koma jam tujuh sebagaimana yang diuraikan dalam Visum et Repertum Nomor : 357/Perk/RS/291/2012 tanggal 05 Juni 2012, yang dibuat dan ditanda tangani oleh dokter I GUSTI N. SUPARWATA, Sp.OG, Dokter pada Rumah Sakit Umum Kota Gorontalo pendapat/ kesimpulan selaput dara tidah utuh. Perbatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 289 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. 3. Tuntutan Penuntut Umum Mengenai tuntutan Penuntut umum terhadap kasus perkosaan oleh terdakwa (TN) kepada saksi korban (SRH), maka penuntut umum mengajukan
30
kepada Majelis Hakim Pengadilan Negeri Gorontalo yang memeriksa dan mengadili perkara ini menjatuhkan putusan sebagai berikut : 1.
Menyatakan terdakwa TN bersalah melakukan tindak pidana “dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh dengannya di luar perkawinan” sebagaimana yang diatur dalam pasal 285 KUHP dalam dakwaan primair kami ;
2.
Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa (TN) dengan pidana penjara selama 10 (sepuluh) tahun penjara dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan sementara. :
3.
Menetapkan agar terdakwa (TN), supaya dibebani membayar biaya perkara sebesar Rp. 2.000.- (dua ribu rupiah):
4. Amar Putusan Adapun amar putusan dalam perkara ini adalah sebagai berikut : MENGADILI : 1.
Menyatakan terdakwa TN bersalah melakukan tindak pidana “dengan kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia di luar perkawinan”
2.
Menjatuhkan pidana kepada terdakwa TN dengan pidana penjara selama 8 (delapan) tahun penjara
3.
Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani oleh terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan:
4.
Menetaapkan terdakwa tetap berada dalam tahanan
31
5.
Membebankan terdakwa membayar biaya perkara ini sebesar 2.000,(dua ribu rupiah)
4.1.2 Putusan Nomor: 192/Pid.B/2011/PN.GTLO 1. Posisi Kasus Awal terjadinya kejadian ialah pada hari rabu tanggal 26 Januari 2011 sekira pukul 21.00 wita bertempat di Kelurahan Botu Kec. Kota Timur Kota Gorontalo terdakwa (AM) “Dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa perempuan yang bukan istrinya bersetubuh dengan dia ’’yakni saksi korban (HK) yang dilakukan oleh Terdakwa dengan cara Terdakwa mengajak Korban untuk kenalan sambil meminta nomor handphone Saksi Korban. Bahwa setelah mendapat nomor handphone Saksi Korban pada tanggal 26 Januari 2011 Terdakwa menghubungi Saksi Korban dan mengajak korban untuk jalan-jalan menonton konser. Bahwa kemudian Terdakwa menjemput Saksi Korban dengan menggunakan sepeda motor dengan maksud untuk menonton konser di Limboto namun kemudian Terdakwa yang sudah berniat lain mengatakan kepada korban bahwa akan mengisi bensin dan ternyata Terdakwa menghentikan motornya disebuah rumah yang merupakan rumah milik neneknya Terdakwa yakni Saksi ASMA IBRAHIM. Bahwa setelah berada didalam rumah Terdakwa yang sudah tidak tahan akan nafsunya langsung mengatakan suka kepada Saksi Korban sehingga Terdakwa langsung sambil mengatakan akan bertanggung jawab jika terjadi apa-apa padahal Terdakwa bukanlah merupakan suami dari Saksi Korban. Setelah korban mendengar perkataan dan rayuan dari Terdakwa, Saksi Korban tidak mau atau menolak ajakan Terdakwa kemudian Terdakwa langsung menarik
32
paksa tangan Saksi Korban menuju kamar Terdakwa, sehingga tangan Saksi Korban sempat lecet dikarenakan terkena kuku dari jari Terdakwa, setelah berada dikamar Terdakwa langsung mendorong Saksi Korban ketempat tidur kemudian menutup pintu kamar Terdakwa yang sudah tidak bisa menahan nafsunya masih mendorong Saksi Korban yang pada saat itu dalam posisi duduk di tempat tidur sehingga korban jatuh dalam posisi tidur di tempat tidur. Bahwa Terdakwa masih membujuk Saksi Korban untuk melakukan hubungan badan dengannya dan juga mengatakan bahwa jika terjadi apa-apa maka Terdakwa akan bertanggung jawab namun Saksi Korban menolaknya dan sempat menendang Terdakwa dengan mengunakan kaki Saksi Korbansehingga Terdakwa langsung menahan dan memegang kaki korban dengan menggunakan tangan kanannya sedangkan tangan kiri Terdakwa menutup mulut Saksi Korban, mengancam jika Saksi Korban tidak akan melakukan hubungan dengan Terdakwa Maka Saksi Korban akan diantar dan diturunkan ditempat yang gelap. Mendengar hal tersebut , Saksi Korban yang sudah takut dan tidak bisa berbuat apa-apa hanya pasrah dimana setelah berada di tempat tidur Terdakwa langsung membuka pakaian Saksi Korban hingga dalam keadaan telanjang kemudian Terdakwa membuka baju dan celananya setelah berada diposisi atas Terdakwa menutup mulut korban dengan menggunakan tangan kirinya. Terdakwa langsung menyetubuhi dengan cara memasukkan kelamin Terdakwa kedalam Vagina Saksi Korban dan mengoyang-goyang pinggulnya sehingga Saksi Korban merasakan kesakitan. Bahwa Saksi Korban yang pada saat mendapatkan kesempatan dimana tangan Terdakwa terlepas dari mulut Saksi Korban memanfaatkan untuk berteriak namun karena rumah dalam
33
keadaan kosong sehingga tidak ada yang mendengar dan Terdakwa langsung menutup kembali mulut korban dengan menggunakan tangannya. Setelah beberapa saat kemudian Terdakwa langsung mencabut kelaminnya dari kelamin Korban dan menumpahkan spermanya diatas perut Saksi Korban.Setelah selesai melakukan hubungan badan Saksi Korban langsung memakai pakaiannya dan pergi keruang tengah, sedangkan terdakwa pergi keluar dengan alasan mengantar penumpang di Tapa, sehingga pada pukul 23.00 wita karena Terdakwa belum pulang sehingga Saksi Korban tidur dikamar depan. 2. Dakwaan Penuntut Umum Bahwa ia Terdakwa ANWAR MISILU alias ANWAR pada hari rabu tanggal 6 Januari 2011 sekira pukul 21.00 wita atau setidak-tidaknya pada waktu tertentu dalam tahun 2011 bertempat di kelurahan Botu Kec. Kota Timur Kota Gorontalo atau setidak-tidaknya ditempat tertentu yang masih termasuk dalam daerah Hukum Pengadilan Negeri Gorontalo “dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa perempuan yang bukan istrinya bersetubuh dengan dia’’ yakni Korban (HP) yang dilakukan oleh Terdakwa dengan cara dan keadaan sebagai berikut : -
Bahwa awalnya Saksi bertemu dengan Terdakwa Pada tanggal 24 Januari 2011 setelah itu Terdakwa mengajak Korban untuk kenalan sambil meminta nomor handphone Saksi Korban. Bahwa setelah mendapat nomor handphone Saksi Korban pada tanggal 26 Januari 2011 Terdakwa menghubungi Saksi Korban dan mengajak korban untuk jalan-jalan menonton konser
34
-
Bahwa
kemudian
Terdakwa
menjemput
Saksi
Korban
dengan
menggunakan sepeda motor dengan maksud untuk menonton konser di Limboto namun kemudian Terdakwa yang sudah berniat lain mengatakan kepada korban bahwa akan mengisi bensin dan ternyata Terdakwa menghentikan motornya disebuah rumah yang merupakan rumah milik neneknya Terdakwa yakni Saksi ASMA IBRAHIM ; -
Bahwa setelah berada didalam rumah Terdakwa yang sudah tidak tahan akan nafsunya langsung mengatakan suka kepada Saksi Korban sehingga Terdakwa langsung sambil mengatakan akan bertanggung jawab jika terjadi apa-apa padahal Terdakwa bukanlah merupakan suami dari Saksi Korban;
-
Bahwa setelah korban mendengar perkataan dan rayuan dari Terdakwa, Saksi Korban tidak mau atau menolak ajakan Terdakwa kemudian Terdakwa langsung menarik paksa tangan Saksi Korban menuju kamar Terdakwa, sehingga tangan Saksi Korban sempat lecet dikarenakan terkena kuku dari jari Terdakwa, setelah berada dikamar Terdakwa langsung mendorong Saksi Korban ketempat tidur kemudian menutup pintu kamar Terdakwa yang sudah tidak bisa menahan nafsunya masih mendorong Saksi Korban yang pada saat itu dalam posisi duduk di tempat tidur sehingga korban jatuh dalam posisi tidur di tempat tidur. Bahwa Terdakwa masih membujuk Saksi Korban untuk melakukan hubungan badan dengannya dan juga mengatakan bahwa jika terjadi apa-apa maka Terdakwa akan bertanggung jawab namun Saksi Korban menolaknya dan
35
sempat menendang Terdakwa dengan mengunakan kaki Saksi Korban sehingga Terdakwa langsung menahan dan memegang kaki korban dengan menggunakan tangan kanannya sedangkan tangan kiri Terdakwa menutup mulut Saksi Korban, mengancam jika Saksi Korban tidak akan melakukan hubungan dengan Terdakwa Maka Saksi Korban akan diantar dan diturunkan ditempat yang gelap; -
Bahwa mendengar hal tersebut , Saksi Korban yang sudah takut dan tidak bisa berbuat apa-apa hanya pasrah dimana setelah berada di tempat tidur Terdakwa langsung membuka pakaian Saksi Korban hingga dalam keadaan telanjang kemudian Terdakwa membuka baju dan celananya setelah berada diposisi atas Terdakwa menutup mulut korban dengan menggunakan tangan kirinya;
-
Bahwa Terdakwa langsung menyetubuhi dengan cara memasukkan kelamin Terdakwa kedalam Vagina Saksi Korban dan mengoyang-goyang pinggulnya sehingga Saksi Korban merasakan kesakitan. Bahwa Saksi Korban yang pada saat mendapatkan kesempatan dimana tangan Terdakwa terlepas dari mulut Saksi Korban memanfaatkan untuk berteriak namun karena rumah dalam keadaan kosong sehingga tidak ada yang mendengar dan Terdakwa langsung menutup kembali mulut korban dengan menggunakan tangannya. Setelah beberapa saat kemudian Terdakwa langsung mencabut Kelaminnya dali kelamin Korban dan menumpahkan spermanya diatas perut Saksi Korban;
36
-
Bahwa setelah selesai melakukan hubungan badan Saksi Korban langsung memakai pakaiannya dan pergi keruang tengah , sedangkan terdakwa pergi keluar dengan alasan mengantar penumpang di Tapa, sehingga pada pukul 23.00 wita karena Terdakwa belum pulang sehingga Saksi Korban tidur dikamar depan;
-
Bahwa sekitar pukul 02.00 wita Kamis dinihari , nenek Saksi Korban yakni Saksi ASMA IBRAHIM membangunkan Saksi Korban dan mengatakan bahwa Terdakwa sudah berada di rumah , sehingga Saksi Korban keluar kamar dan mengatakan kepada Terdakwa yang pada saat itu berada di ruang tengah bermaksud untuk meminta uang bentor untuk pulang, namun Terdakwa menyuruh korban untuk memegang kelaminnya sementara Terdakwa memegang payudara Saksi Korban . setelah itu Terdakwa memaksa korban untuk menhisap kelamin Terdakwa , namun Saksi Korban menolaknya dan Terdakwa mengancam kembali Saksi Korban untuk diantar dan di turunkan di tempat yang gelap , Saksi Korban yang memaksa untuk pulang pada saat itu mencari sendal miliknya , namun Terdakwa menyembunyikannya sehingga Saksi Korban yang sudah dalam keadaan takut karena sudah tidak bisa pulang , langsung kembali tidur di kamar , sedangkan Terdakwa hanya tidur di ruang tengah;
-
Bahwa pada sekitar pukul 13.00 wita pada hari Kamis terdakwa mengantar pulang Saksi Korban dengan menggunakan bentor dan saat di tengah perjalanan, Terdakwa mengancam Saksi Korban untuk tidak menghubungi Terdakwa baik melalui HP atau mendatangi Terdakwa di rumahnya atau
37
dikampungnya untuk membuat keributan, sehingga Saksi Korban sempat mengatakan akan melaporkan perbuatan Terdakwa dan Terdakwa hanya mengatakan silahkan laporan; -
Berdasarkan visum Et Repertum No. 357/Perk/45/RS/2011 tanggal 1 Februari 2011 yang dibuat dan di tanda tangani oleh MAIMUN IHSAN,Sp OG Dokter Pemerintah pada Rumah Sakit Umum Prof. Dr. Aloei Saboe Kota Gorontalo dengan hasil pemeriksaan : - Tidak tampak tanda-tanda kekerasan di daerah Vulva/Vagina titik - Tampak robekan pada selaput darah pada arah jam satu titik Kesimpulan : - Selaput darah tidak intak lagi titik
3. Tuntutan Penuntut Umum Mengenai tuntutan Penuntut Umum terhadap kasus perkosaan oleh terdakwa (AM) kepada saksi korban (SP), maka penuntut umum mengajukan kepada Majelis Hakim Pengadilan Negeri Gorontalo yang memeriksa dan mengadili perkara ini menjatuhkan putusan sebagai berikut : 1. Menyatakan terdakwa ANWAR MISILU alias ANWAR bersalah melakukan tindak pidana sebagai mana diatur dan diancam pidana dalam pasal 285 KUHP 2. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa
ANWAR MISILU alias
ANWAR dengan pidana penjara selama 4 ( empat ) tahun dikurangi selama Terdakwa berada dalam tahanan sementara , dengan perintah Terdakwa tetap berada dalam tahanan
38
3. Menyatakan barang bukti berupa celana dalam dirampas untuk dimusnahkan 4. Menetapkan supaya Terdakwa membayar biaya perkara sebesar Rp. 1.000,- (seribu rupiah) 4. Amar Putusan Adapun amar putusan dalam tuntutan perkara ini adalah sebagai berikut : MENGADILI 1. Menyatakan Terdakwa ANWAR MISILU alias ANWAR telah terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “PERKOSAAN’’ 2. Menjatuhkan pidana oleh karena itu kepada Terdakwa dengan pidana penjara selama 3(tiga) tahun 3. Menetapkan masa penahanan yang telah di jalani Terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan 4. Menetapkan Terdakwa tetap berada dalam tahanan 5. Menetapkan barang bukti berupa 1(satu) buah celana dalam warna coklat, dirampas untuk dimusnahkan 6. Menetapkan Terdakwa dibebankan untuk membayar biaya perkara sebesar Rp 1.000,-
39
4.2
Analisis Putusan Nomor: 101/Pid.B/2012/PN.GTLO dan Putusan Nomor :192/Pid.B/2011/PN.GTLO.
4.2.1 Penerapan Sanksi Pidana terhadap Pelaku Tindak Pidana dalam Putusan Nomor : 101/Pid.B/2012/PN.GTLO dan Putusan Nomor: 192/Pid.B/2011/ PN.GTLO Surat dakwaan adalah dasar atau landasan pemeriksaan perkara di dalam sidang pengadilan sedangkan surat tuntutan adalah surat yang berisi tuntutan penuntut umum terhadap suatu tindak pidana. Adapun jenis-jenis dakwaaan yang dibagi menjadi 5(lima) yaitu: 1. Dakwaan tunggal, yaitu dakwaannya hanya satu/tunggal dan tindak pidana yang digunakan apabila berdasarkan hasil penelitian terhadap materi perkara hanya satu tindak pidana saja yang dapat didakwakan. Dalam dakwaan ini, terdakwa hanya dikenai satu perbuatan saja, tanpa diikuti dengan dakwaan-dakwaan lain. Dalam menyusun surat dakwaan tersebut tidak terdapat kemungkinan-kemungkinan alternatif, atau kemungkinan
untuk
merumuskan
tindak
pidana
lain
sebagai
penggantinya, maupun kemungkinan untuk mengkumulasikan atau mengkombinasikan tindak pidana dalam surat dakwaan. Penyusunan surat dakwaan ini dapat dikatakan sederhana, yaitu sederhana dalam perumusannya dan sederhana pula dalam pembuktian dan penerapan hukumnya. 2. Dakwaan komulatif, yaitu banyak dakwaan atau banyak pelanggaran (banyak
pasal). Dalam dakwaan ini, terdakwa didakwakan beberapa
40
tindak pidana sekaligus. Biasanya dakwaan akan disusun menjadi dakwaan satu, dakwaan dua dan seterusnya. Jadi, dakwaan ini dipergunakan dalam hal terjadinya kumulasi, baik kumulasi perbuatan maupun kumulasi pelakunya. Jaksa menerapkan dua pasal sekaligus dengan menerapkan kata sambung “dan”. 3. Dakwaan alternatif, yaitu ada beberapa banyak dakwaan, tetapi hanya satu yang harus dibuktikan tergantung dari hasil persidangan. Maksudnya dakwaan tersusun dari beberapa tindak pidana yang didakwakan antara tindak pidana yang satu dengan tindak pidana yang lain bersifat saling mengecualikan. Dalam dakwaan ini, terdakwa secara faktual didakwakan lebih dari satu tindak pidana, tetapi pada hakikatnya ia hanya didakwa satu tindak pidana saja. Biasanya dalam penulisannya
menggunakan
kata
“atau”.
Dasar
pertimbangan
penggunaan dakwaan alternatif adalah karena penuntut umum belum yakin benar tentang kualifikasi atau pasal yang tepat untuk diterapkan pada tindak pidana tersebut, maka untuk memperkecil peluang lolosnya terdakwa dari dakwaan digunakanlah bentuk dakwaan alternatif. 4. Dakwaan
subsidaritas (bersusun), dakwaan yang bersusun yaitu
dakwaan primer (yang harus dibuktikan terlebih dahulu atau dari segi ancaman pidana) dan dakwaan subsidair. Perkara yang sama tidak bisa dilakukan dua kali berdasarkan fakta-fakta di persidangan atau beberapa tindak pidana.
41
5. Dakwaan gabungan (kombinasi) dari dakwaan komulatif, dakwaan alternatif dan dakwaan subsidaritas. a.
Analisis penulis terhadap penerapan sanksi pada putusan nomor 101/Pid.B/2012/PN.Gtlo. Berdasarkan putusan nomor: 101/Pid.B/2012/Pn.Gtlo ini, Jaksa Penuntut
Umum membuat surat dakwaan berbentuk dakwaan subsidaritas yaitu primair melanggar Pasal 285 KUHP tentang perkosaan, subsidair melanggar pasal 289 KUHP tentang perbuatan cabul. Penerapan dakwaan subsidairitas ini, dikarenakan berdasarkan penelitian pada materi dakwaan ini dipergunakan karena, suatu akibat yang ditimbulkan oleh suatu tindak pidana menyentuh atau menyinggung beberapa ketentuan pidana. Oleh karena itu, penuntut umum memilih untuk menyusun dakwaan yang berbentuk subsider, dimana tindak pidana yang diancam dengan pidana pokok terberat yaitu pasal 285 KUHP, ditempatkan pada lapisan atas dan tindak pidana yang diancam dengan pidana yang lebih ringan dalam hal ini, pasal 289 KUHP ditempatkan di bawahnya. Konsekuensi pembuktiannya, jika satu dakwaan telah terbukti, maka dakwaan selebihnya tidak perlu dibuktikan lagi. Penerapan sanksi pidana terhadap terdakwa yaitu dengan dakwaan yang diberikan oleh Jaksa Penuntut Umum dalam Surat Dakwaan Penuntut Umum terhadap terdakwa Tulus Nugroho yaitu pidana penjara 10 tahun. Setelah dianalisis, tuntutan dakwaan dalam surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum ini sudah tepat karena sudah memenuhi syarat formil dan materill.
42
Sebagaimana fakta-fakta yang terungkap dipersidangan serta diperkuat dengan adanya alat bukti berupa keterangan saksi-saksi, hasil Visum Et Repertum serta keterangan terdakwa dan memperhatikan barang bukti yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum di persidangan dan semua itu dapat dipandang saling berhubungan satu sama lain maka majelis Hakim telah mempertimbangkan bahwa unsur-unsur dari pasal yang didakwakan telah sesuai dengan fakta-fakta yang ditemukan dalam persidangan tersebut. Adapun fakta-fakta tersebut adalah, di mana TN telah terbukti melakukan Delik Perkosaan, yaitu dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita yang dalam hal ini ialah SRN untuk bersetubuh dengan Terdakwa di luar perkawinan. SRN sudah berusaha melawan namun takut setelah terdakwa mengancam pada saat kejadian di kamar kost kakak korban SRN bertempat dikelurahan Wongkaditi, Kecamatan Kota Utara Kota Gorontalo pada tanggal 17 Mei 2012, pukul 03.00 wita. Saat kejadian korban merasakan sakit, dan korban merasa ketakutan dan trauma setelah kejadian tersebut, SRN sempat dirawat inap di RS Aloe Saboe Kota Gorontalo. Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Hakim Zifly Z. Adam mengenai penerapan sanksi pidana terhadap terdakwa, Hakim Zifly Z. Adam mengatakan bahwa “ setiap putusan melewati proses dakwaan, pemeriksaan saksi, pemeriksaan hasil visum et repertum, sampai pada pemeriksaan alat bukti lain. Dalam menerapkan sanksi pidana terhadap terdakwa, kami melihat dari berbagai sisi fakta dalam persidangan. Saya rasa putusan ini sudah benar atau sudah sesuai
43
karena kami hakim dalam memutus perkara ini telah melalui musyawarah dalam persidangan.”27 Sebagaimana fakta-fakta yang terungkap dipersidangan serta diperkuat dengan adanya alat bukti berupa keterangan saksi-saksi, hasil Visum Et Repertum serta keterangan terdakwa dan memperhatikan barang bukti yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum di persidangan dan semua itu dapat dipandang saling berhubungan satu sama lain maka majelis Hakim telah mempertimbangkan bahwa unsur-unsur dari pasal yang didakwakan telah sesuai dengan fakta-fakta yang ditemukan dalam persidangan tersebut. Maka dengan kata lain penerapan sanksi pidana perkosaan dalam perkara ini sudah sesuai dan tepat. b. Analisis penulis terhadap penerapan sanksi pada putusan no: 192/Pid.B/2011/PN.Gtlo. Berdasarkan hasil penelitian terhadap materi perkara ini, bentuk dakwaan yang dibuat oleh Jaksa Penuntut Umum dalam perkara ini adalah dakwaan tunggal. Dalam dakwaan ini, terdakwa hanya dikenai satu perbuatan saja, tanpa diikuti dengan dakwaan-dakwaan lain. Yaitu terdakwa didakwa melanggar pasal 285 KUHP tentang perkosaan. Dengan dakwaan
Penuntut Umum, hukuman
pidana penjara 4 tahun. Fakta-fakta tersebut adalah, terdakwa AM telah terbukti melakukan tindak pidana perkosaan, yaitu dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita yang dalam hal ini ialah HP untuk bersetubuh dengan Terdakwa di luar perkawinan. HP sudah berusaha menolak ajakan terdakwa dan melawan 27
Zifly Z. Adam, Hakim Pengadilan Negeri Gorontalo, Wawancara, tanggal 19 November 2013, diolah.
44
namun takut setelah terdakwa mengancam pada saat kejadian di kamar rumah nenek terdakwa bertempat di Kelurahan Botu Kota Timur Kota Gorontalo pada tanggal 26 Januari 2011, pukul 21.00 wita. Saat itu korban HP baru mengenal terdakwa setelah pada tanggal 24 Januari 2011 terdakwa mengajak kenalan sambil meminta nomor handphone korban. Setelah dianalisis oleh penulis, surat dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum yang hanya memberikan tuntutan 4 tahun pejara terhadap terdakwa dengan artian seperempat dari maksimal 12 tahun dalam hukuman tindak pidana perkosaan ini sudah sesuai aturan yang berlaku. Jika dilihat dari syarat materill surat dakwaan ini, tentang bagaimana tindak pidana itu dilakukan dan apakah yang mendorong terdakwa melakukan tindak pidana perkosaan tersebut, seperti yang sudah diuraikan dalam posisi kasus ini diatas maka disimpulkan bahwa pelaku melakukan tindak pidana perkosaan ini, Jaksa Penuntut Umum menilai adanya peranan korban dalam kasus ini. Korban telah memberikan peluang terhadap terdakwa secara tidak langsung, dengan kata lain korban sudah ada perasaan suka terhadap terdakwa, dan mau diajak jalan-jalan oleh terdakwa setelah sebelumnya pelaku dan korban sudah saling mengenal dan saling tukar nomor handpone. Hakim dalam memeriksa perkara pidana berusaha mencari dan membuktikan kebenaran materil berdasarkan fakta yang terungkap dalam persidangan, serta berpegang teguh pada apa yang dirumuskan dalam surat dakwaan penuntut umum. Berdasarkan posisi kasus sebagaimana telah diuraikan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa putusan dalam perkara tersebut diatas telah sesuai dengan
45
ketentuan baik hukum pidana formil maupun hukum pidana materil dan syarat dapat dipidananya seorang terdakwa, hal ini didasarkan pada pemeriksaan dalam persidangan, dimana alat bukti yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum, termasuk di dalamnya keterangan saksi yang saling bersesuaian ditambah dengan keterangan terdakwa yang mengakui secara jujur perbuatan yang dilakukannya. OIeh karena itu, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Gorontalo menyatakan bahwa unsur perbuatan terdakwa telah mencocoki rumusan delik yang terdapat dalam Pasal 285 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Dengan demikian perbuatan terdakwa merupakan yang bersifat melawan hukum dan tidak terdapat alasan pembenar. Terdakwa juga adalah orang yang menurut hukum mampu bertanggung jawab dan dia melakukan perbuatan dengan sengaja serta tidak ada absan pemaaf. Sehingga dengan demikian putusan majelis hakim yang memberikan pemidanaan sudah tepat. Sebagaimana maksud dari pemidanaan itu sendiri adalah bukan sematamata untuk membalas dendam (represif) atas perbuatan pidana yang telah dilakukan terdakwa, tetapi juga bertujuan edukatif dan korektif bagi terdakwa, agar terdakwa memperbaiki sikap dan perbuatannya sehingga bisa kembali menjadi warga masyarakat yang berguna, disamping itu pemidaan juga bersifat previntif yaitu untuk mencegah dilakukannya perbuatan pidana dan untuk mengayomi negara dan masyarakat. Pemidanaan tidak dimaksudkan untuk menderitakan dan tidak diperkenankan merendahkan martabat manusia, merupakan pemberian makna kepada pidana dalam sistem hukum Indonesia. Meskipun pidana itu pada hakikatnya merupakan suatu nestapa, namun
46
pemidanaan tidak dimaksudkan untuk menderitakan dan tidak diperkenankan merendahkan martabat manusia. 4.2.2
Pertimbangan hakim dalam memutus perkara putusan nomor: 101/Pid.B/2012/PN/ GTLO dibandingkan dengan putusan nomor: 192/Pid.B/2011/PN.GTLO. Secara normatif, pengadilan adalah tempat untuk mendapatkan keadilan.
Hal itu tersandang dari namanya “pengadilan” dan dari irah-irah putusan Hakim yang menjadi gawangnya. Menurut irah-irah itu, dalam menyelesaikan perkara Hakim tidak bekerja “demi hukum” atau “demi undang-undang”, melainkan “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Frase “Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” menjadi simbol bahwa Hakim bekerja mewakili Tuhan Yang Maha Esa. Frase itu juga menjadi jaminan bahwa Hakim dalam menyelesaikan perkara akan bekerja secara jujur, bersih, dan adil karena ia mengatas namakan Tuhan. Sebab jika tidak demikian, maka Hakim yang tidak berlaku jujur, bersih, dan adil, kelak di “pengadilan terakhir” ia harus mempertanggungjawabkan perbuatan dan perilakunya di hadapan Tuhan Yang Maha Adil. Dalam memeriksa dan mengadili suatu perkara, hakim terikat dengan hukum acara, yang mengatur sejak memeriksa dan memutus. Dan hasil pemeriksaan itulah nantinya yang akan menjadi bahan pertimbangan untuk mengambil putusan. Fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan merupakan bahan utama untuk dijadikan pertimbangan dalam suatu putusan, sehingga
47
ketelitian, kejelian dan kecerdasan dalam mengemukakan/ menemukan fakta suatu kasus merupakan faktor penting dan menentukan terhadap hasil putusan. 1. Pertimbangan Hukum Hakim dalam putusan nomor: 101/Pid.B/2012/ PN.GTLO. Hakim sebelum memutuskan suatu perkara memperhatikan dakwaan Jaksa Penuntut Umum, keterangan para saksi yang hadir dalam persidangan, keterangan terdakwa, alat bukti, syarat subjektif dan objektif seseorang dapat dipidana. Dalam amar putusan ini, hakim menyebutkan dan menjatuhkan sanksi berupa: 1.
Menyatakan terdakwa TN bersalah melakukan tindak pidana “dengan kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia di luar perkawinan”
2.
Menjatuhkan pidana kepada terdakwa TN dengan pidana penjara selama 8 (delapan) tahun penjara
3.
Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani oleh terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan:
4.
Menetaapkan terdakwa tetap berada dalam tahanan
5.
Membebankan terdakwa membayar biaya perkara ini sebesar 2.000,(dua ribu rupiah)
Hal-hal yang yang menjadi pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap perkara tersebut : 1.
Mempertimbangkan bahwa kejadian tersebut terjadi pada Kamis 17 Mei 2012.
48
2.
Bahwa terdakwa dalam melakukan keinginanya untuk menyetubuhi korban SRN dilakukan dengan ancaman kekerasan dan paksaan.
3.
Hakim mempertimbangkan berkas perkara atas nama terdakwa.
4.
Hakim mempertimbangkan barang bukti yang diajukan dalam persidangan dan telah dibenarkan oleh terdakwa.
5.
Bahwa hakim mempertimbangkan tuntutan Jaksa Penuntut Umum dengan nomor registrasi PDM-003/GORON/0712, tertanggal 11 September 2012.
6.
Hakim mempertimbangkan bahwan atas dakwaan Penuntut Umum tersebut
terdakwa
tidak
mengajukan
permohonan
keringanan
hukuman. 7.
Hakim mempertimbangkan bahwa atas permohonan keringanan hukuman pidana tersebut, Penuntut Umum tetap pada tuntutan pidananya, dan terdakwa tetap pada permohonannya.
8.
Hakim mempertimbangkan keterangan dari saksi-saksi yang telah memberikan keterangan di bawah sumpah.
Hal-hal yang memberatkan : - Pebuatan terdakwa meresahkan masyarakat - Perbuatan terdakwa merusak masa depan saksi korban - Terdakwa terbelit-belit dalam memberikan keterangan dipersidangan. Hal-hal yang meringankan : - Terdakwa belum pernah dihukum.
49
2. Pertimbangan Hukum Hakim dalam putusan nomor: 192/Pid.B/2011 /PN.Gtlo Berdasarkan amar putusan, hakim menyebutkan dan memutuskan sanksi berupa : 1.
Menyatakan terdakwa ANWAR MISILU alias ANWAR telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “ PERKOSAAN”
2.
Menjatuhkan pidana oleh karena itu kepada terdakwa dengan pidana penjara selama 3(tiga) tahun
3.
Menetapkan
masa
penahanan
yang
telah
dijalani
Terdakwa
dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan. 4.
Menetapkan terdakwa tetap berada dalam tahanan
5.
Menetapkan barang bukti berupa 1 buah celana dalam warna coklat, dirampas untuk dimusnahkan
6.
menetapkan terdakwa dibebankan untuk membayar biaya perkara sebesar Rp. 1.000,-
Hal-hal yang yang menjadi pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap perkara tersebut : 1.
Mempertimbangkan bahwa kejadian tersebut terjadi pada Rabu 26 Januari 2011.
2.
Bahwa terdakwa ANWAR dalam melakukan keinginanya untuk menyetubuhi korban HP dilakukan dengan paksaan.
3.
Hakim mempertimbangkan berkas perkara atas nama terdakwa.
50
4.
Hakim mempertimbangkan barang bukti yang diajukan dalam persidangan dan telah dibenarkan oleh terdakwa.
5.
Bahwa hakim mempertimbangkan tuntutan Jaksa Penuntut Umum.
6.
Hakim mempertimbangkan keterangan dari saksi-saksi yang telah memberikan keterangan di bawah sumpah.
Hal-hal yang memberatkan : - Perbuatan terdakwa telah merugikan Saksi Korban dan keluarganya - Perbuatan terdakwa dilakukan diluar ikatan perkawinan Hal-hal yang meringankan : -
Terdakwa mengakui kesalahan dan menyesali perbuatannya
-
Terdakwa bersikap sopan selama persidangan
-
Terdakwa belum pernah dihukum
-
Terdakwa masih berusia muda dan masih dapat dibina kembali.
Analisis penulis Tabel 1 Analisis Perbandingan Dua Putusan Hakim dalam Putusan Tindak Pidana Perkosaan Putusan no:
Putusan no:
101/Pid.B/2012/Pn.Gtlo
192/Pid.B/2011/Pn.Gtlo
Posisi kasus :
1. Posisi kasus :
Terdakwa TN dengan kekerasan
Terdakwa AM dengan kekerasan
dan ancaman kekerasan memaksa
dan ancaman kekerasan memaksa
seorang wanita (SRH) bersetubuh
seorang wanita (HP) bersetubuh
51
dengan terdakwa.
dengan terdakwa.
Sebelumnya korban sudah kenal
Korban
dengan terdakwa, terdakwa pacar
terdakwa,
dari kakak korban.
kenalan sambil meminta nomor
Korban
diperkosa
mengajak
korban diperkosa di dalam kamar
bertempat
sebuah rumah milik nenek dari
di pada
Kelurahan hari
kamis
terdakwa bertempat di Kelurahan
tanggal 17 Mei 2012 pukul 03.00.
Botu, pada tanggal 26 Januari
Terdakwa
2011 sekitar pukul 21.00.
melucuti
pakaian
korban yang pada saat itu dalam
Terdakwa
keadaan tertidur.
korban untuk mau melakukan
Korban terbangun dan berusaha
hubungan layaknya suami istri
melawan,
dan berjanji akan bertanggung
namun
terdakwa
sempat
membujuk
jawab dan korban menolak.
korban.
terdakwa
dengan
handphone korban.
dalam
mengancam dan mencekik leher
kenal
sebuah kamar kos kakak korban
Wonggaditi,
di
sudah
Terdakwa menarik tangan korban
Korban tidak berdaya karena takut
memaksa agar korban mau masuk
akan ancaman terdakwa, korban
dalam kamar dengan terdakwa,
merasakan kesakitan disetubuhi
korban menolak sehingga tangan
oleh terdakwa.
korban lecet kena kuku terdakwa.
Setelah
kejadian
itu
korban
Setelah di dalam kamar terdakwa
merasakan trauma dan sempat
mendorong korban dan langsung
dirawat dirumah sakit.
terbaring di tempat tidur
52
Terdakwa
masih
membujuk
korban untuk mau berhubungan badan
dan
berjanji
akan
bertanggung jawab namun korban menolak dan sempat menendang terdakwa dan terdakwa langsung menahan
kaki
korban
dan
menutup mulut korban.
Terdakwa
langsung
membuka
pakaian korban dan melakukan pemerkosaan.
Korban merasakan kesakitan
Hal-hal yang memberatkan :
Hal-hal yang memberatkan :
Perbuatan terdakwa meresahkan masyarakat.
merugikan saksi korban dan
Perbuatan terdakwa merusak masa
keluarganya.
depan saksi korban
Perbuatan terdakwa telah
perbutan terdakwa dilakukan diluar ikatan perkawinan.
Terdakwa berbelit-belit memberikan keterangan di persidangan.
3. Hal-hal yang meringankan :
3. Hal-hal yang meringankan :
Terdakwa belum pernah dihukum
Terdakwa mengakui kesalahan dan menyesali perbuatannya
53
4. Vonis Hakim 8 tahun penjara
Terdakwa bersikap sopan selama persidangan
Terdakwa belum pernah dihukum.
4. Vonis Hakim 3 tahun penjara.
Pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan harus mencerminkan rasa keadilan dan dituntut untuk mempunyai keyakinan berdasarkan alat-alat bukti yang sah dan berdasarkan keadlian yang tidak bertentangan dengan Pancasila dan Undang-undang yang mengatur dan menjadi dasar dari seluruh peraturan yang ada dalam Republik Indonesia. Seberat ataupung seringan apa pun pidana yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim, tidak akan menjadi masalah selama tidak melebihi batas maksimum atapun minimum pemidanaan yang yang diancamkan oleh pasal dalam Undang-undang tersebut. Putusan Hakim harus dapat memenuhi unsur keadilan bagi setiap pihak, walaupun nilai keadilan merupakan nilai yang objektif yang tidak dapat di ukur dengan standar apapun juga, maka dari itu sebelum menjatuhkan suatu putusan pidana, Hakim harus mempertimbangkan aspek keadilan dari: -
Sisi pelaku kejahatan.
-
Sisi korban kejahatan ( seberapa besar dampak yang diderita oleh korban)
-
Sisi perasaan keadilan masyarakat.
54
Tujuan pemidanaan adalah bukan semata-mata untuk membalas dendam atas perbuatan yang telah dilakukan oleh terdakwa, tetapi juga bertujuan edukatif dan korektif bagi terdakwa, agar terdakwa memperbaiki sikap dan perbuatannya sehingga dapat kembali menjadi warga masyarakat yang berguna, disamping itu pemidanaan juga bertujuan untuk mencegah dilakukannya perbuatan pidana dan untuk mengayomi negara dan masyarakat. Sebagaimana menurut Sholehuddin tujuan pemidanaan yaitu : 1. Memberikan
efek
penjeraan
dan
penangkalan.
Penjeraan
berarti
menjauhkan si terpidana dari kemungkinan mengulangi kejahatan yang sama, sedangkan tujuan sebagai penangkal berarti pemidanaan berfungsi sebagai contoh yang mengingatkan dan menakutkan bagi penjahatpenjahat potensial dalam masyarakat. 2. Pemidanaan sebagai rehabilitasi. Teori tujuan menganggap pemidanaan sebagai jalan untuk mencapai reformasi atau rehabilitasi pada si terpidana. Ciri khas dari pandangan tersebut adalah pemidanaan merupakan proses pengobatan sosial dan moral bagi seorang terpidana agar kembali berintegrasi dalam masyarakat secara wajar. 3. Pemidanaan sebagai wahana pendidikan moral, atau merupakan proses reformasi. Karena itu dalam proses pemidanaan, si terpidana dibantu untuk menyadari dan mengakui kesalahan yang dituduhkan kepadanya.28 Dalam menjatuhkan pemidanaan, Hakim juga harus mempertimbangkan beberapa aspek baik dari aspek yuridis, maupun pertimbangan dari aspek 28
Sholehuddin, Sistem Sanksi Dalam Hukum Pidana, Ide Dasar Double Track System & Implementasinya, Raja Grafindo Persada,Jakarta, 2003, hal. 45.
55
psikologis dan sosiologis.Aspek yurudis merupakan aspekyang pertama dan utama dengan berpatokan kepada undang-undang yang berlaku.29 Sebelum pertimbangan-pertimbangan yuridis ini di buktikan dan dipertimbangkan oleh Majelis Hakim, maka Majelis Hakim terlebih dahulu Majelis Hakim akan menarik fakta-fakta dalam persidangan yang timbul dan dan merupakan konklusi komulatif dari keterangan para saksi, keterangan terdakwa dan barang bukti yang diajukan dan diperiksa dipersidangan. Sebagaimana hasil wawancara penulis dengan Hakim Zifly Z. Adam, ia mengatakan bahwa” Menurut saya dan berdasarkan aturan yang berlaku pemberian vonis yang berbeda terhadap tindak pidana yang sama, yaitu tindak pidana perkosaan antara putusan nomor 101/Pid.B/2012/Pn.Gtlo dan putusan nomor 192/Pid.B /2011/Pn.Gtlo telah sesuai. Meskipun
perkara dalam dua
putusan ini sama bukan berarti vonis yang kami berikan juga harus sama. Banyak aspek pertimbangan yang kami lalui sebelum memutus dua perkara ini, Seperti faktor pertimbangan sosial, juga dari faktor psikologis. Disamping kami melihat dari berbagai fakta yang ada dalam persidangan.”30 Meskipun kedua putusan ini sama, dalam artian sama dakwaan yang diberikan oleh jaksa penuntut umum dan vonis dari hakim, yaitu sama-sama melanggar pasal 285 KUHP, akan tetapi besarnya hukuman dakwaan Penuntut Umum dan vonis Hakim berbeda, ini disebabkan oleh perbedaan dari aspek psikologis dan sosiologis. Dimana dalam putusan nomor 101/Pid.B/2012/Pn.Gtlo 29
Ahmad Rivai, Penemuan Hukum oleh Hakim Dalam Prespektif Hukum Progresif, Sinar Grafika,Jakarta, 2010, hlm.126 30 Zifly Z. Adam, Hakim Pengadilan Negeri Gorontalo, Wawancara, tanggal 19 November 2013, diolah.
56
setelah dianalisis oleh penulis dari segi posisi kasus atau dalam kronologis kejadian tindak pidana itu, korban tidak menyangka sama sekali akan terjadi musibah perkosaan yang menimpanya, karena awalnya dia dalam keadaan tidur. Maksudnya korban tidak sempat melakukan pencegahan terhadap dirinya untuk tidak menjadi calon korban perkosaan karena korban dalam keadaan tidur. Bila korban tidak dalam keadaan tidur, maka korban pasti akan melakukan tindakan pencegahan dengan tidak tidur bersama dalam artian sekamar dengan terdakwa. Sebagaimana kita tahu bersama bahwa kejahatan terjadi tidak hanya karena ada niat dari pelakunya, tetapi juga karena ada kesempatan,dan sayangnya kesempatan tersebut ada tapi tidak disengaja bukan oleh terdakwa tapi oleh korban. Sedangkan setelah dianalisis oleh penulis putusan nomor 192/Pid.B/2011 /Pn.Gtlo dibandingkan dengan putusan nomor 101/Pid.B/2012/Pn.Gtlo, pelaku tindak pidana dalam putusan tersebut hanya didakwa oleh penuntut umum selama 4 tahun penjara dan divonis hakim 3 tahun penjara. Hal ini disebabkan jika dilihat dari segi kronologis kejadia perkara nomor 192/Pid.B/2011/Pn.Gtlo dimana antara korban dengan terdakwa sudah saling kenal dan sudah dekat, karena korban mau diajak oleh terdakwa jalan-jalan (menonton konser). Bisa jadi korban sudah ada perasaan suka terhadap terdakwa. Terdakwa ANWAR sebelumnya telah kenal dengan korban karena, korban adalah langganan pengguna bentor miliknya. Jadi korban sudah ada perasaan suka terhadap terdakwa tetapi, oleh terdakwa ini dijadikan sebagai peluang membujuk korban agar mau berhubungan badan layakanya sepasang suami istri oleh terdakwa ANWAR. Jadi dengan kata lain korban dengan sadar atau tidak, tetap saja telah memberikan peluang besar
57
terhadap terdakwa agar bisa melaksanakan aksi bejatnya yaitu berhubungan badan dengan korban. Walaupun korban menolak ajakan terdakwa dan sempat menolak bahkan berteriak minta tolong. Hukum di Indonesia merupakan campuran dari sistem hukum hukum Eropa, hukum Agama dan hukum Adat. Sebagian besar sistem yang dianut, baik perdata maupun pidana, berbasis pada hukum Eropa Kontinental, khususnya dari Belanda karena aspek sejarah masa lalu Indonesia yang merupakan wilayah jajahan dengan sebutan Hindia Belanda (Nederlandsch-Indie). Dalam sistem peradilan Eropa Kontinental hakim tidak terikat pada putusan pengadilan yang pernah dijatuhkan mengenai perkara yang serupa.31 Dalam menjatuhkan pidana tersebut di atas adalah mengenai hal-hal yang meringankan dan memberatkan terhadap terdakwa. Hal ini sangat penting untuk di perhatikan, karena dalam menjatuhkan putusannya, hakim harus selalu berpegang pada hasil pembuktian di persidangan dan juga mempertimbangkan mengenai hal-hal yang meringankan dan memberatkan terhadap terdakwa dengan seksama.
Hal-hal
yang
meringankan
dan
menberatkan
tersebut
juga
mengakibatkan adanya perbedaan ancaman pidana terhadap terdakwa yang di muat dalam putusan hakim. Berkaitan dengan hal-hal apa saja yang harus di pertimbangkan oleh hakim sebelum menjatuhkan pidana, baik perundang-undangan, yurisprudensi, dan ilmu hukum tidak memberikan pedoman yang pasti dan mengikat mengenai
31
Fence M. Wantu, 2011, Kepastian Hukum, Keadilan dan Kemanfaatan(Implementasi dalam Proses Peradilan Perdata) cetakan pertama. Pustaka Pelajar, Yogyakarta, hlm. 211
58
hal tersebut bagi hakim. Memang dengan adanya kebebasan bagi hakim dalam pemidanaan tampaknya sangat mudah bagi hakim dalam menentukan pidana. Kebebasan yang dimiliki oleh hakim tersebut bukanlah berarti kebebasan yang mutlak yang tak terbatas dan tidak boleh mengakibatkan terjadinya kesewenangan hakim dalam menentukan pemidanaan. Hal ini karena, kebebasan yang di miliki oleh hakim tidak mengandung arti dan maksud untuk menyalurkan kehendaknya dengan kesewenang-wenangan subyektif, selain itu, ia harus memperhitungkan sifat dan seriusnya delik yang di lakukan, keadaan yang meliputi perbuatan-perbuatan yang di hadapkan kepadanya. Berdasarkan dua putusan diatas yang menjadi hal-hal yang memberatkan adalah: perbuatan terdakwa meresahkan masyarakat, perbuatan terdakwa merusak masa depan saksi korban, terdakwa berbelit-belit dalam memberikan keterangan dipersidangan, perbuatan terdakwa telah merugikan saksi korban dan keluarganya, perbuatan terdakwa dilakukan diluar ikatan perkawinan. Sedangkan di sisi lain, hampir semua pertimbangan yang meringankan merupakan hal-hal yang bersifat atributif bagi terdakwa atau dengan kata lain berkaitan dengan masalah teknis. Adapun hal-hal yang meringankan yaitu: terdakwa belum pernah dihukum, terdakwa mengakui kesalahan dan menyesali perbuatannya, terdakwa bersikap sopan selama dalam persidangan. Berdasarkan hal-hal yang meringankan dan memberatkan dalam kedua putusan yang telah diuraikan dalam tabel diatas, penulis menganalisis bahwa suatu hal yang menjadi pertimbangan hakim dalam mengambil suatu keputusan memutus perkara itu tidak sesuai dengan KUHP. Hakim terlalu berpatokan pada
59
fakta-fakta yang ada dalam persidangan. Menurut penulis para hakim sekarang telah mengikuti teori hukum Herbert Lionel Adolphus Hart yang menjelaskan bahwa keputusan-keputusan dapat dideduksikan secara logis dari peraturanperaturan yang sudah ada terlebih dahulu, tanpa perlu menunjuk kepada tujuantujuan sosial, kebijakan serta moralitas. Mengenai hal-hal yang memberatkan dan meringankan yang ada dalam putusan ini hanya mengikuti putusan-putusan yang memuat tentang hal yang meringankan dan memberatkan yang telah ada sebelumnya. Ini yang menyebabkan hukuman-hukuman khususnya dalam perkara perkosaan belum maksimal. Fakta yang terlihat dari hal-hal yang meringankan terdakwa dalam putusan yang memberikan vonis 3 tahun hukuman penjara yang telah diuraikan sebelumnya, menunjukkan bahwa putusan hakim bersifat subyektif. Hanya karena terdakwa bersikap sopan dan mengakui serta menyesali perbuatannya saja telah menjadikan ringannya vonis yang diterimanya. Tidak ada aturan tertulis yang menjelaskan tentang dasar yang menjadikan ukuran sikap sopan terdakwa dalam persidangan. Disparitas pemidanaan menjadi issu utama dalam sistem peradilan pidana, terutama berkaitan erat dengan pertanyaan apakah suatu putusan hakim sudah memenuhi rasa keadilan. Persoalan disparitas akan mengemuka terhadap kasuskasus yang menjadi sorotan publik atau yang nilai kerugian yang ditimbulkan besar. Makna disparitas pemidanaan akan tercermin dari putusan jumlah pidana yang dijatuhkan atas satu pelanggaran hukum yang sama, namun memperoleh hukuman yang berbeda. Lebih spesifik, disparitas pidana dapat terjadi dalam
60
beberapa kategori, yakni disparitas antara tindak pidana yang sama, disparitas pidana antara tindak pidana yang mempunyai tingkat keseriusan yang sama, disparitas pidana yang dijatuhkan oleh satu majelis hakim, dan juga disparitas antara pidana yang dijatuhkan oleh majelis hakim yang berbeda untuk tindak pidana yang sama. Karenanya disparitas dapat dipahami sebagai suatu keadaan yang berkenaan dengan adanya perbedaan dalam penjatuhan pidana untuk kasus yang serupa atau setara keseriusannya, tanpa ada alasan pembenaran yang jelas. Hakim
yang
menangani
kedua
putusan
ini
berbeda,
sehingga
pertimbangan hal-hal yang memberatkan dan hal-hal yang meringankan pun otomatis berbeda. Hal ini mengindikasikan bahwa putusan hakim bersifat subjektif. Dengan adanya kebebasan hakim dalam hal mempetimbangkan berat ringannya vonis terhadap terdakwa menjadikan hakim hanya melihat dari sisi terdakwa saja. Hakim hanya melihat dari fakta yang ada di persidangan. Kebebasan seorang hakim dalam menjatuhkan vonis terhadap terdakwa perkosaan, dalam mempertimbangkan berat ringannya putusan yang akan diberikan terkecoh dengan sikap sopan terdakwa dalam persidangan. Karena vonis yang diberikan belum menyentuh rasa keadilan utamanya bagi korban dan keluarganya. Semua pelaku kejahatan perkosaan adalah orang yang memiliki perilaku menyimpang. Menurut Bruce J. Kohen perilaku menyimpang adalah setiap perilaku yang tidak berhasil menyesuaikan diri dengan kehendak-kehendak
61
masyarakat atau kelompok tertentu dalam masyarakat.32 Maka dengan otomatis perilaku sopan tidak ada dalam diri pelaku perkosaan, terdakwa bersikap sopan dalam persidangan hanya untuk mengharapkan keringanan hukuman. Robert MZ. Lawang menyatakan bahwa penyimpangan sosial adalah semua tindakan yang menyimpang dari norma yang berlaku dalam sistem sosial dan menimbulkan usaha dari mereka yang berwenang dalam sistem itu untuk memperbaiki perilaku yang menyimpang itu.33 Dengan demikian hakim harus memutus perkara perkosaan dengan pidana yang mencerminkan keadilan, kepastian hukum, dan kemanfaatan. Sebagaimana teori terdahulu, teori Casera Beccaria yang merupakan tokoh yang paling menonjol dalam usaha menentang kesewenang-wenangan lembaga peradilan pada waktu itu. Didalam tulisannya tergambar delapan prinsip yang menjadi landasan bagaimana hukum pidana, hukum acara pidana dan proses penghukuman dijalankan, kedelapan prinsip tersebut adalah:34 1. Perlunya dibentuk suatu masyarakat berdasarkan prinsip social contract 2. Sumber Hukum adalah Undang-Undang dan bukan hakim 3. Tugas Hakim hanyalah menentukan kesalahan seseorang. 4. Menghukum adalah merupakan hak negara, dan hak itu diperlukan melindungi masyarakat dari keserakahan individu. 5. Harus dibuat skala perbandingan antara kejahatan dan penghukuman. 6. Motif manusia pada dasarnya didasarkan pada keuntungan dan kerugian.
2013.
32
Perilaku menyimpang, http://id.wikipedia.org/wiki/Perilaku_menyimpang, 3Desember
33
Ibid. Topo Santoso dan Eva A. Zulfa, Kriminologi, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2001, hlm.
34
5-6.
62
7. Dalam menentukan besarnya kerugian yang ditimbulkan oleh suatu kejahatan maka menjadi dasar penentuan hukuman adalah perbuatannya dan bukan niatnya. 8. Prinsip dari hukum pidana ada pada sanksinya yang positif. Jika dilihat kedua bentuk pertimbangan itu, perbedaannya sangat mencolok. Faktor-faktor yang memberatkan bobotnya jauh lebih besar dibandingkan dengan faktor-faktor yang meringankan. Melihat segi-segi yang dipertimbangkan seperti itu, maka dengan demikian penulis berpendapat bahwa sudah sepantasnya pelaku tindak pidana perkosaan dalam dua kasus ini dihukum berat. Terlepas dari beberapa hal yang telah diungkap sebelumnya, fakta-fakta ini mencerminkan adanya bias dalam menjatuhkan hukuman Untuk membuktikan dugaan ini, perlu dilihat orang-orang yang terlibat dalam proses peradilan itu. Berikut ini data tabel 2 tentang jenis kelamin aparat hukum dalam dua putusan ini. Tabel 2 Jenis Kelamin Aparat Hukum dalam dua Putusan Perkosaan Hakim
Hakim
Hakim
Penuntut
Ketua
Anggota
Anggota
Umum
101
Laki-laki
Laki-laki
Laki-laki
Perempuan
Perempuan
192
Laki-laki
Laki-laki
Laki-laki
Laki-laki
Laki-laki
Kasus
Panitera
Data pada tabel 2 menunjukkan bahwa dalam kasus 101 Hakim Ketua dan kedua Hakim Anggota adalah laki-laki sedangkan Penuntut Umum dan Panitera
63
perempuan. Di putusan lain yakni dalam kasus 192 keseluruhan aparat hukum adalah laki-laki. Komposisi ini penting dalam suatu proses peradilan, lebih khusus lagi dalam menentutakan berat ringannya putusan yang diberikan kepada terdakwa tindak pidana perkosaan, sebab perkosaan adalah kasus dengan korban perempuan sehingga pemahaman terhadap korban dengan segala deritanya menjadi faktor yang penting. Hal ini berpengaruh dalam kedua putusan ini. Dalam putusan nomor: 101/Pid.B/2012/Pn.Gtlo Penuntut Umum yang merupakan seorang perempuan mendakwakan hukuman penjara 10 tahun dan divonis hakim pidana penjara 8 tahun kepada terdakwa TN. Sedangkan dalam putusan sebelumnya, yaitu putusan nomor:192/Pid.B/2011/Pn.Gtlo dakwaan yang diberikan oleh jaksa penuntut umum (laki-laki) hanya 4 tahun dan diputus 3 tahun oleh Majelis Hakim. Memang tidak ada jaminan yang menyatakan bahwa penegak hukum perempuan lebih memahami masalah yang dihadapi korban perempuan, namun pada masyarakat yang belum sensitif dengan isu gender, peran kesamaan jenis kelamin ini sangatlah penting. Dalam memutus perkara, hakim mengikuti nalurinya dan tidak dapat dipengaruhi oleh siapapun dengan bertentangan dengan aturan yang berlaku. Jika dalam mempertimbangkan berat ringannya vonis yang diberikan dalam kasus perkosaan hakim menggunakan hati nuraninya, maka dengan demikian putusan yang diberikan oleh Hakim Ketua perempuan pasti akan lebih berat hukumannya dibandingkan dengan putusan Hakim laki-laki terhadap terdakwa pelaku perkosaan. Dugaan adanya bias dalam menjatuhkan hukuman diperkuat oleh pernyataan hakim yang mengadili perkara ini. Hasil wawancara dengan hakim
64
Jifly Z. Adam, dia memberikan pernyataan bahwa “ memutus perkara perkosaan bukan hal yang mudah, banyak aspek yang kami harus teliti, secara umum rasa keadilan mencakup keadaan korban dan terdakwa. Dengan kata lain hukuman tidak boleh dijatuhkan karena pertimbangan dari salah satu aspek saja. Seperti perkara 101 yang telah dipastikan bahwa korban tidak memberikan kontribusi terhadap terjadinya perkosaan itu. Ini berbeda dengan kasus 192 yang sudah terang bahwa korban telah berkontribusi, maksudnya telah memberikan peluang terhadap terdakwa
untuk melakukan perkosaan meskipun korban sempat
menolak.”35 Masalah psikologi seorang hakim dalam memutus perkara perkosaan sangatlah berpengaruh, hakim laki-laki tentunya psikologinya berbeda dengan hakim perempuan. Hakim perempuan cenderung lebih sensitif terhadap perkara perkosaan,karena korban adalah perempuan. Dengan kata lain hakim perempuan lebih mengerti dan lebih memperhatikan akibat perkosaan bagi korban, sehingga dapat memberatkan hukuman terhadap terdakwa tindak pidana perkosaan. Semua
faktor-faktor
yang
dipertimbangkan
cukup
memadai.
Permasalahannya bukan pada faktor-faktor yang menjadi pertimbangan, tetapi ada pada waktu memosisikan faktor-faktor tersebut. Faktor-faktor yang umumnya menjadi pertimbangan hakim dalam memutuskan hukuman adalah motif perkosaan, akibat perkosaan bagi korban, usia korban, latar belakang pemerkosa, latar belakang korban.36 35
Zifly Z. Adam, Hakim Pengadilan Negeri Gorontalo, Wawancara, tanggal 19 November 2013, diolah 36 M. Hisyam Syafioedin dan Faturochman, Hukuman Bagi Pemerkosa dan Perlindungan Bagi Korban(pdf), 6 Oktober 2013.