BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.
Hasil Pengumpulan Data
Dari berbagai data yang tersedia, maka untuk keperluan penelitian ini dikumpulkan data yang terkait dengan topik penelitian dan telah diuraikan kegunaannya pada bab sebelumnya. Pada garis besarnya data tersebut meliputi data rencana produksi, yang merupakan kebutuhan (demand) angkutan dan data prasarana jalan rel yang merupakan supply dalam suatu sistem transportasi serta dibedakan atas data utama dan data tambahan. Data utama adalah data yang akan digunakan untuk analisis, sedangkan data tambahan adalah informasi lain yang digunakan untuk membantu proses analisis. Data tambahan berupa deskripsi atau informasi besaran-besaran teknis yang sebelumnya telah ditentukan.
4.1.1. Data Rencana Produksi
PT. Bukit Asam merencanakan untuk melakukan produksi batubara pada salah satu wilayah tambangnya di Banko Tengah Sumatera Selatan, secara bertahap selama masa konsesi penambangan 20 tahun. Besarnya rencana produksi dari tahun ketahun hingga akhir masa konsesi disampaikan dalam tabel dibawah ini.
35
36
Tabel 4. 1 Rencana Produksi Batubara No.
Tahun ke
Juta Ton /Tahun (MTA)
1
1
5
2
2
8
3
3
10
4
4 sampai dengan 20
20
( Sumber: Railway Feasibilty Study, PT Dardela & Ing Rail BV )
4.1.2. Data Prasarana Jalan Rel
Data geometri jalan rel berupa gambar alignment horisontal (plan) maupun alignment vertikal (profile) dari rencana trace track. Alignment dihitung dari lokasi titik masuk Train Port Terminal (TPT) di Srengsem sebagai KM 0 + 000 dan lokasi titik masuk Train Loading System (TLS) di Banko Tengah sebagai akhir jalan rel dengan notasi KM 307 + 476. Pada trace geometri juga terletak stasiun antara TLS dan TPT. Alignment horisontal (plan) dan alignment memanjang (profile) keseluruhan panjang jalan rel secara umum disampaikan dalam gambar berikut. Untuk alignment horisontal per bagian atau ruas disampaikan dalam Lampiran.
37
Profile 200
Elevation (m)
180 160 140 120 100 80 60 40 20 0 0
30000
60000
90000
120000
150000
180000
210000
240000
270000
Location (m)
Gambar 4.1 Alignment Horisontal dan Potongan Memanjang Jalan Rel
300000
330000
38
Diantara data prasarana jalan rel, yang penting dan akan digunakan dalam analisis adalah nama stasiun, nomer dan jarak antar stasiun seperti dalam tabel 4.2. berikut. Tabel 4. 2 Data Stasiun No
Stasion
Km
Jarak ke stasion berikutnya 14200
1
SRENGSEM
0+800
2 3 4
SUKABUMI PEMANGGILAN SUKARAME
15+000 31+000 45+000
16000 14000 16000
5 6 7 8 9 10
SUMBEREJO KALIRANDU TANJUNG IMAN KOTABUMI BARU KENDALISODO NEGARARATU BARU
61+000 77+000 91+000 106+236 119+000 134+500
16000 14000 15236 12764 15500 12500
11
TULUNGBUYUT BARU
147+000
13500
12 13 14 15
NEGERIAGUNG BARU PAHUNG WAYTUBA BARU MARTAPURA BARU
160+500 175+175 190+747 206+500
14675 15672 15753 14000
16 17
GILAS BARU TALANG PUSAR
220+500 236+560
16060 9940
18 19 20 21 22 23
PELAWAN GUNUNGMERAKSA PRABUMENANG SINARLUBAI SUBANJERO BANKO TENGAH
246+500 262+000 276+000 290+500 305+176 307+476
15500 14000 14500 14676 2300
Fungsi -
Train Unloading Train Depart Train Sub Depot Crossing Crossing Crossing MOW Equipment Stabling Ballast Depot Crossing Crossing Crossing Crossing Crossing Crossing Train Crew Mess Crossing MOW Equipment Stabling Ballast Depot Crossing Crossing Crossing Crossing MOW Equipment Depot Ballast Depot Track Warehouse Crossing Crossing MOW Equipment Stabling Ballast Depot Crossing Crossing Crossing Crossing Crossing Train Loading Train Depart Train Depot
39 4.1.3. Data Sarana
Dalam kegiatan perkeretaapian , yang termasuk sarana adalah lokomotif, kereta penumpang (coach), gerbong barang (wagon), KRL dan KRD. Dalam lingkup obyek pembahasan, sarana adalah lokomotif dan wagon saja, karena kereta ini direncanakan khusus untuk mengangkut batubara, bukan untuk mengangkut penumpang. Hasil kajian khusus oleh PT. Bukit Asam maka telah menentukan rangkaian kereta yang akan digunakan seperti dalam Tabel 4.3.berikut. Tabel 4. 3 Spesifikasi Rangkaian Kereta
Besaran No. Jenis Satuan 1. Lokomotif Unit 1 Type DF8 2. Gerbong Unit 55 Type K18N Hopper Car 3. Kapasitas gerbong Ton/gerbong 60 4. Kapasitas Angkut Rangkaian Ton/kereta 3.300 ( Sumber: Railway Feasibility Study, PT Dardela & Ing Rail BV ) Lokomotif type DF8 yang akan digunakan disampaikan dalam gambar berikut.
Gambar 4.2. Lokomotif Type DF 8 ( Sumber: Railway Feasibility Study, PT Dardela & Ing RailBV )
40 Adapun jenis gerbong type K18N Hopper Car adalah seperti tampak dalam gambar berikut.
Gambar 4.3. Gerbong Type K18N Hopper Car ( Sumber: Railway Feasibility Study, PT Dardela & Ing Rail BV )
4.1.4. Kecepatan Rata-rata
Kecepatan rata-rata operasi kereta diperoleh dari total jarak dibagi waktu tempuh rata-rata sepanjang jalur rel yang ditinjau. Waktu tempuh yang dimaksud merupakan fungsi ruling gradient. Besarnya kecepatan rata-rata merupakan hasil studi yang dilakukan khusus oleh PT. Bukit Asam saat melakukan pemilihan rangkian kereta yang melibatkan berbagai jenis lokomotif dan gerbong pengangkut batubara yang tersedia di pasaran dunia. Dalam penelitian ini digunakan nilai kecepatan rata-rata dari hasil studi tersebut yaitu sebesar 46 km/jam.
4.1.5. Waktu Muat dan Waktu Bongkar
Waktu muat adalah waktu yang diperlukan oleh rangkaian kereta api sejak datang di TLS hingga siap berangkat kembali setelah dimuati batubara. Waktu muat terdiri dari waktu langsir untuk pemuatan dan waktu inspeksi.
41 Waktu bongkar adalah waktu yang diperlukan oleh rangkaian kereta api sejak kedatangan di TPT untuk membongkar muatan dan memutar kembali siap melanjutkan perjalanan. Waktu bongkar terdiri atas waktu langsiran penurunan muatan dan waktu inspeksi. Baik waktu muat maupun waktu bongkar merupakan topik atau obyek kajian lain terkait dengan pemilihan kapasitas peralatan muat bongkar. Dalam kajian ini waktu muat dan waktu bongkar digunakan data dari PT. Bukit Asam yang telah memilih sistem bongkar muat tertentu yang hasilnya sebagai berikut: Waktu muat:
Waktu langsir untuk pemuatan
= 20 menit
Waktu inspeksi
= 25 menit
Waktu muat keseluruhan
= 45 menit
Waktu bongkar:
Waktu langsir penurunan muat
= 118,8 menit
Waktu inspeksi
= 25 menit
Waktu bongkar keseluruhan
= 143,8 menit
4.1.6. Konfigurasi Minimum Jalur Rel di Stasiun
Jalur rel untuk kereta api batubara antara Banko Tengah dan Srengsem merupakan jalur tunggal yang tidak memungkinkan terjadinya persilangan antara kereta berlawanan arah ataupun penyusulan kereta searah. Persilangan maupun penyusulan hanya mungkin dilakukan pada sepur simpang di stasiun. Oleh karena itu perlu ditetapkan konfigurasi minimum tata letak jalur rel di stasiun yang menunjukkan adanya sepur simpang yang berguna tidak hanya untuk
42 persilangan dan penyusulan saja, tetapi juga sebagai jalur cadangan apabila terjadi gangguan pada suatu kereta yang dapat dimasukkan ke dalam sepur simpang tersebut agar tidak mengganggu jalur utama. Studi tata letak jalur rel yang telah dilakukan memberikan informasi tentang hal tersebut seperti disampaikan dalam gambar 4.8.
Gambar 4.4. Konfigurasi Minimum Tata Letak Jalur Rel di Stasiun ( Sumber:Railway Feasibility Study, PT Dardela & Ing Rail BV )
4.2
Pengolahan Data
Sesuai dengan tujuan optimasi yaitu untuk mengetahui alternatif keputusan terbaik antara pembangunan langsung dengan kapasitas penuh dan membangun bertahap, maka pengelolaan data dilakukan berdasarkan target produksi tahun pertama dan tahun ke 4 - 20 saja. Pembangunan bertahap per tahun sesuai rencana produksi dianggap tidak realistis dari segi kepraktisan pelaksanaan konstruksi.
4.2.1
Perhitungan Target Jumlah Angkutan
Target jumlah angkutan adalah sasaran jumlah produksi yang harus terangkut sesuai dengan tahun produksi yang ditinjau, yaitu tahun pertama dan tahun keempat hingga keduapuluh. Besarnya target jumlah angkutan dihitung dengan menggunakan faktor keamanan berupa tambahan 20% dari rencana
43 produksi, sehingga target jumlah angkutan adalah 1,2 kali rencana produksi, perhitungan dan hasilnya disampaikan dalam tabel 4.3. berikut : Tabel 4. 4
Target Jumlah Angkutan
Tahun Produksi Tahun 1 Tahun 4-20
Produksi (MTA) 5 20
Tambahan 20% (MTA) 1 4
Jumlah Angkutan (MTA) 6 24
4.2.2. Perhitungan Hari Kerja Efektif
hari kerja efektif digunakan untuk mengetahui jumlah hari setahun dimana kereta pasti dapat beroperasi. Perhitungan dilakukan untuk tiap tahun produksi yang ditinjau : Untuk tahun produksi ke 4 – 20 1. Jumlah hari kalender
: 365 hari
2. Jumlah hari libur
:
3. Hari kerja per tahun
: 358 hari
4. Jam kerja per hari
:
5. Jam kerja per tahun
: 8.592 jam
6. Pengurangan jam kerja
:
7 hari
8 jam
a. Akibat Pemeliharaan =
Lx1000 12 / F x KapasitasMTT JumlahMTT
L
=
panjang keseluruhan jalan rel = 320 Km
F
=
frekuensi pemeliharaan per tahun = 6 bulan
Kapasitas MTT
=
400 meter/jam
Jumlah MTT
=
3 buah
Maka pengurangan akibat pemeliharaan = 533,33 jam/tahun
44 b. Akibat Hari Jelek Untuk Operasi Hari jelek untuk operasi didefinisikan sebagai hari dengan cuaca ekstrem yang menyebabkan operasi perjalanan kereta api tidak dapat dijalankan dengan aman sesuai dengan standard keselamatan yang berlaku. Menurut praktek umum dalam bidang perkeretaapian, diambil keadaan dengan cuaca jelek tersebut selama 4 hari atau sama dengan 96 jam/tahun. c. Akibat Keterlambatan yang Tidak Diharapkan Operasi kereta api umumnya sudah dilengkapi dengan berbagai peraturan operasi untuk mengantisipasi berbagai keterlambatan perjalanan. Namun begitu masih terdapat berbagai hal diluar jangkuan manusia yang tidak dapat tercakup dalam peraturan tersebut dan biasanya keterlambatan tersebut dialokasikan sebagai cadangan dengan besaran umumnya 5% dari jam kerja per tahun, yaitu = 5 % x 8.592 = 429,60 jam/tahun d. Akibat kecelakaan yang tidak diharapkan Besarnya pengurangan jam kerja per tahun akibat kecelakaan yang tidak diharapkan biasanya diambil 5% dari jumlah jam kerja per tahun yaitu 429,60 jam. Dengan demikian jumlah pengurangan jam kerja adalah : 533,33 + 96 + 429,60 + 429,60 = 1.488,53 jam kerja per tahun Maka jam kerja efektif = 8.592 – 1.488,53 = 7.103,47 jam kerja/tahun atau sama dengan 295 hari.
45 •
Untuk tahun produksi pertama, perbedaan perhitungan hanya terletak pada pengurangan jam kerja akibat pemeliharaan dimana cukup digunakan peralatan MTT 1 unit dengan perioda pemeliharaan 3 bulan. Sehingga jam kerja per tahun akibat pemeliharaan adalah : 320 x 1000 x 12/3 400 1
= 3.200 jam
Maka jam kerja efektif = 8.592 – 4.155,20 = 4.436,8 jam/tahun atau 184 hari. •
Dengan cara perhitungan seperti diuraikan diatas, maka proses selanjutnya dapat dilakukan sacara tabelaris yang disampaikan dalam tabel 4.5.
Tabel 4. 5 Perhitungan Hari Kerja Efektif No. Hari Kerja
1 2 3 3 4 5
Hari Kalender Hari libur setahun Hari keja per tahun Jam kerja per hari Jam kerja per tahun Pengurangan jam kerja a. Pemeliharaan jalan rel − Jumlah keperluan MTT − Kapasitas MTT per jam − Frekwensi pemeliharaan − Pengurangan jam kerja b. Hari dengan cuaca jelek − Estimasi jumlah hari − Ekivalensi jumlah jam c.Akibat keterlambatan diluar perhitungan − Estimasi prosentase thd total − Ekivalensi jumlah jam per tahun
6
d. Akibat kecelakaan − Estimasi prosentase − Ekivalensi jumlah jam per tahun Hari Kerja Efektif a. Jumlah pengurangan jam kerja b. Jam kerja efektif per tahun c. Hari kerja efektif per tahun
Satuan
Tahun 1
Tahun 4-20
Hari Hari Hari Jam Jam
365 7 358 24 8.592
365 7 358 24 8.592
Unit m/jam Bulan Jam/th
1 400 3 3.200
3 400 6 533.33
4 96
4 96
% Jam/th
5 429,60
5 429,60
% Jam/th
5 429,60
5 429,60
Jam/th Jam/th
4.155,20 4.436,80
1.488,53 7.103,47
Hari/th
184
295
Hari Jam/tahun
46
4.3.
Analisis Operasi Perjalanan Kereta Api
4.3.1. Frekuensi Perjalanan Kereta
Dari hasil perhitungan target jumlah angkutan pada subbab 4.2.1 dan hari kerja efektif pada sub bab 4.2.2 dapat dihitung kebutuhan kapasitas angkut per tahun yang besarnya = target jumlah angkutan / hari kerja efektif Perhitungan dan hasil untuk tiap target tahun produksi adalah seperti tabel berikut : Tabel 4. 6
Perhitungan Kebutuhan Kapasitas Angkut
Tahun Produksi Tahun 1 Tahun 4 - 20
Target Jml. Angkutan (MTA)
Hari Kerja Efektif
6 24
184 295
Kebutuhan Kapasitas Angkut (ton/hari) 32.608,70 81.355,93
Dengan kebutuhan kapasitas angkut yang diperoleh diatas, maka dapat dihitung frekuensi kereta bermuatan (loaded) yang diperlukan dengan menggunakan kapasitas rangkaian satu kereta api sebesar 3.300 ton seperti diuraikan pada bab 4.1.3 , sehingga: Frekuensi = kebutuhan kapasitas angkut / kapasitas angkut rangkaian Hasil perhitungan tiap tahun yang ditinjau disampaikan dalam tabel berikut : Tabel 4. 7
Kebutuhan Frekuensi Kereta
Tahun Produksi Tahun 1 Tahun 4 - 20
Kebutuhan Kapasitas Angkut (ton/hari) 32.608,70 81.355,93
Kapasitas Angkut Rangkaian (ton) 3.300 3.300
Kebutuhan Frekuensi Kereta (KA/hari) 9,88 24,65
47 Hasil perhitungan menunjukkan bahwa frekwensi kereta bukan merupakan bilangan bulat. Hal ini pasti tidak bisa diterapkan dalam praktek operasi perjalanan. Oleh karena itu dilakukan pembulatan kebawah untuk mendapatkan frekuensi perjalanan kereta, sehingga untuk masing-masing tahun produksi diperoleh hasil sebagai berikut. Frekuensi perjalanan kereta
4.3.2
−
Tahun produksi 1
−
Tahun produksi 4-20 = 24 kereta/hari.
= 9 kereta/hari
Penentuan Headway
Headway adalah selang waktu antara keberangkatan satu kereta dengan kereta berikutnya. Operasi pengangkutan batubara direncanakan berlangsung menerus 24 jam, sehingga nilai headway dapat diperoleh dari pembagian waktu operasi dengan jumlah kereta rencana. Nilai headway tersebut merupakan harga maksimum yang tidak boleh terlampaui agar derajat pelayanan angkutan yang diinginkan masih dapat dipertahankan. Hasil penentuan nilai headway maksimun dengan anggapan distribusi headway adalah seragam selama 24 jam sehari disampaikan dalam tabel berikut : Tabel 4. 8
Besaran Headway Maksimum
Tahun Produksi
Frekuensi Perjalanan
Tahun pertama
9
Tahun keempat dst.
24
Headway Maksimum 24 * 60 = 160 menit 9 24 * 60 = 60 menit 24
48 4.3.3
Penelusuran Perjalanan Kereta
Penelusuran perjalanan kereta adalah analisis mengikuti jejak perjalanan kereta api baik untuk yang berangkat dari Tanjung Enim, yaitu lokasi TLS (Train Loading System) menuju ke Srengsem tempat beradanya TPT (Train Port System) ataupun sebaliknya dari TPT menuju TLS. Perhitungan dilakukan dari titik masuk TLS hingga titik masuk TPT dengan panjang jalan rel 307.476 m atau 307,476 Km. Proses setelah titik masuk kedua tempat tersebut dinyatakan sebagai waktu muat di TLS dan waktu bongkar di TPT. Panjang keseluruhan jalan rel termasuk dalam sistem TLS dan TPT adalah 320 Km. Faktor-faktor yang di perhitungkan dalam proses penelusuran meliputi : −
Kecepatan operasi V = 46 Km/jam
−
Waktu bongkar di TLS = 45 menit (termasuk inspeksi)
−
Waktu bongkar di TPT = 143,8 menit (termasuk waktu inspeksi)
−
Waktu pergantian awak kereta
= 15 menit (untuk kereta bermuatan) = 2 menit (untukkereta kosong)
−
Waktu crossing (waktu tunggu bersilang) = 15 menit (untuk kereta kosong)
Proses Perhitungan a. Kereta bermuatan dari TLS menuju TPT
Bila posisi stasiun A = X1 (dalam meter) Bila posisi stasiun B = X2 (dalam meter) Maka jarak antara stasiun A ke stasiun B = XAB =
Waktu perjalanan antara A ke B = TAB =
X V
AB
X −X 1
2
49 j =TPT
Waktu kumulatif antara TLS ke TPT =
∑ Tij + 15'+TL
i =TLS
b. Kereta kosong dari TPT menuju TLS
Stasiun A = X1 (dalam meter) Stasiun B = X2 (dalam meter) Jarak antara stasiun A ke stasiun B = XAB =
Waktu perjalanan antara A ke B = TAB =
X −X
X
1
2
AB
+ 15’
V j =TLS
Waktu kumulatif dari TPT sampai TLS =
∑ Tij + 2'+TUL
i =TPT
Perhitungan selanjutnya untuk produksi tahun ke 4 sampai ke 20 dilakukan secara tabelaris yang disampaikan dalam tabel berikut :
50
Tabel 4. 9
Perhitungan Waktu Perjalanan Kereta Api
ITEM OPERASI KA
SATUAN
Waktu Perjalanan Chainage, patok km Jarak antar stasion (jarak sebenarnya) Gradien hela
KM+000 Meter %o
Km/jam menit menit menit menit menit jam
KA BERMUATAN (Dari TLS) Kecepatan rata2 Langsiran untuk muat Inspeksi (pemeriksaan) Waktu berjalan Pergantian awak KA Kumulatif waktu perjalanan KA KOSONG (Dari TPT) Kecepatan rata2 Waktu bongkar muatan Inspeksi (pemeriksaan) Waktu berjalan Waktu berpapasan (waktu tunggu di sta) Pergantian awak KA Kumulatif waktu perjalanan RINGKASAN Loko KA bermuatan Loko KA kosong Kumulatif Waktu siklus lokomotif Gerbong bermuatan Gerbong kosong Kumulatif
Waktu putar gerbong (WPG)
Km/jam menit menit menit menit menit menit jam
TPT
PERHITUNGAN WAKTU PERJALANAN KERETA API STASIUN 6 7 8 9 10 11 12
2
3
4
5
800
15000 14200
31000 16000
45000 14000
61000 16000
77000 16000
46
46
46
46
46
46
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22 TLS
91000 106236 119000 134500 147000 160500 175175 190747 206500 220500 236560 246500 262000 276000 290500 305176 14000 15236 12764 15500 12500 13500 14675 15572 15753 14000 16060 9940 15500 14000 14500 14676
46
46
46
46
46
46
46
46
46
46
46
46
46
46
46
46
19.873 16.6487 20.2174 16.3043 17.6087 19.1413 20.3113 20.5474 18.2609 20.9478 12.9652 20.2174 18.2609 18.913 19.1426 15 342.36 322.487 305.838 285.621 254.317 236.708 217.567 197.255 176.708 158.447 137.499 124.534 104.317 86.0557 67.1426
3
307476 2300
20 25 18.5217 20.8696 18.2609 20.8696 20.8696 18.2609 460.012 441.49 420.621 7.66687 425.012 46
46
402.36
46
381.49 360.621
46
46
46
46
46
46
46
46
46
46
46
46
46
46
46
46
48
45
46
46
18.913 19.1426 15 15
3
46
118.8 25 18.5217 20.8696 18.2609 20.8696 20.8696 18.2609 15 15 15 15 15 15
19.873 16.6487 20.2174 16.3043 17.6087 19.1413 20.3113 20.5474 18.2609 20.9478 12.9652 20.2174 18.2609 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 2 143.8 177.322 213.191 246.452 282.322 318.191 351.452 386.325 417.974 455.191 486.496 519.104 553.246 588.557 624.104 657.365 693.313 721.278 756.496 789.757
823.67 857.812 860.8122 14.34687
menit jam
18.5217 20.8696 18.2609 20.8696 20.8696 18.2609 19.873 16.6487 20.2174 31.3043 17.6087 19.1413 20.3113 20.5474 18.2609 20.9478 12.9652 20.2174 18.2609 18.913 19.1426 3 45 143.8 33.5217 35.8696 33.2609 35.8696 35.8696 33.2609 34.873 31.6487 37.2174 31.3043 32.6087 34.1413 35.3113 35.5474 33.2609 35.9478 27.9652 35.2174 33.2609 33.913 34.1426 3 162.322 216.713 270.843 324.974 381.713 435.843 488.977 540.499 592.365 660.887 709.8 761.55 816.003 871.861 925.67 979.878 1028.79 1076.97 1130.45 1182.63 1235.68 1272.82 1320.824 22.01374
menit jam menit jam
18.5217 20.8696 18.2609 20.8696 20.8696 18.2609 19.873 16.6487 20.2174 31.3043 17.6087 19.1413 20.3113 20.5474 18.2609 20.9478 12.9652 20.2174 18.2609 18.913 19.1426 3 45 143.8 33.5217 35.8696 33.2609 35.8696 35.8696 33.2609 34.873 31.6487 37.2174 31.3043 32.6087 34.1413 35.3113 35.5474 33.2609 35.9478 27.9652 35.2174 33.2609 33.913 34.1426 3 162.322 216.713 270.843 324.974 381.713 435.843 488.977 540.499 592.365 660.887 709.8 761.55 816.003 871.861 925.67 979.878 1028.79 1076.97 1130.45 1182.63 1235.68 1272.82 1320.824 118.8 1,439.6 24.0
Dari tabel diatas diperoleh waktu peredaran kereta (WPK) = 1.320,82 menit
51
c. Penelusuran Perjalanan Kereta
Tujuan penelurusan perjalanan kereta api untuk mengetahui kemungkinan penerapan operasi pelaksanaannya pada jaringan jalan rel yang direncanakan. Proses penelusuran dimulai dengan mengikuti keberangkatan kereta pertama dari TLS pada pukul 00.00 disusul oleh kereta-kereta berikutnya dengan selang waktu setiap 1 jam. Setiap perjalanan kereta di plot waktu kedatangan maupun keberangkatannya pada stasiun yang dilewati. Hasil ploting semua perjalan kereta api dalam waktu sehari semalam (24 jam) digambarkan dalam diagram waktu ruang. Diagram ini biasanya juga disebut sebagai Gapeka (grafik perjalanan kereta). Untuk tahun produksi ke 4-20 diagram waktu ruang seluruh perjalanan kereta api dapat dilihat pada gambar berikut :
52
Tabel 4. 10 Penelusuran Perjalanan Kereta Api DIAGRAM WAKTU RUANG Time (hour) 0
SRENGSEM
0
SUKABUMI
15
PEMANGGILAN
29
SUKARAME
44
SUMBEREJO
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
58
KALIRANDU TANJUNGIMAN
73
KOTABUMI BR
102
KENDALISODO
116
87
NEGERIRATU BR 131 TULUNGBUYUT BR 145 NEGERIAGUNG BR 160 PAHUNG
174
WAYTUBA BR
189
MARTAPURA BR
203
GILAS BR
218
TALANGPUSAR PELAWAN
232 247
GUNUNGMERAKSA 261 PRABUMENANG
276
SINARLUBAI
290
SUBANJERO
305
BANK0TENGAH
319 TRANS01 TRANS25
TRANS03 TRANS27
TRANS05 TRANS29
TRANS07 TRANS31
TRANS09 TRANS33
TRANS11 TRANS35
TRANS13 TRANS37
TRANS15 TRANS39
TRANS17 TRANS41
TRANS19 TRANS43
TRANS21 TRANS45
TRANS23 TRANS47
23
24
53 Dari hasil penelusuran maupun Gapeka diatas, dapat disimpulkan bahwa pola operasi perjalanan kereta api dengan frekuensi 24 keberangkatan kereta bermuatan pulang pergi selama masa operasi 24 jam sekali dapat dijalankan dengan aman.
4.4
Produksi Angkutan
Setelah mengetahui dari hasil penelusuran dan Gapeka bahwa semua pola operasi perjalanan yang direncanakan, baik untuk tahun produksi pertama maupun produksi tahun ke 4 – 20 dapat dilakukan dengan aman, maka dari pola operasi tersebut dapat dihitung hasil produksi angkutan. Perhitungan hasil produksi angkutan dimaksudkan untuk mengetahui apakah target setiap tahun produksi yang direncanakan dapat semuanya terangkut. Hasil produksi angkutan hanya dihitung untuk hari efektif dengan rumus : Produksi angkutan = jumlah hari efektif x kapasitas angkut rangkaian x frekuensi perjalanan. Untuk setiap tahun produksi yang ditinjau, perhitungan dan hasil produksi angkutan dilakukan dalam tabel berikut :
Tabel 4. 11 Produksi Angkutan Tahunan
Th. Produksi Th.1 Th 4 - 20
Hari Efektif Kap.Rangkaian 184 295
3300 ton 3300 ton
Frekuensi 9 24
Prod. Tahunan (MTA) 5,4648 23,364
Target Produksi (MTA) 5 20
54 Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pola operasi pertama dengan frekuensi 9 kereta per hari serta pola operasi kedua dengan 24 frekuensi kereta api per hari dapat memenuhi target produksi.
4.5
Analisis Optimasi
Sasaran utama tujuan penelitian adalah untuk melakukan optimasi pola perjalanan kereta api. Optimasi dilakukan dengan menetapkan hasil akhir produksi angkutan sebagai fungsi dari pola operasi, atau : Produksi angkutan = f (pola operasi) Hasil akhir adalah produk angkutan sejak tahun pertama hingga tahun ke 20, yaitu akhir masa konsesi penambangan. Setiap pola operasi yang dihitung berdasarkan tahun target produksi tertentu mempunyai hasil akhir yang berbeda. Disamping itu setiap pola operasi yang dibebani dengan jumlah angkutan tertentu akan menghasilkan produksi angkutan yang berbeda. Untuk pola operasi pertama, dengan dasar perhitungan tahun target operasi keempat, hasil produksi angkutan tahun pertama hingga tahun ketiga terbatas sebesar target produksi, sedangkan tahun ke 4 – 20 maka kapasitas yang tersedia baru dapat dimanfaatkan sepenuhnya. Untuk pola operasi kedua, dihitung berdasar tahun target operasi pertama, hasil produksi angkutan baru bisa ditingkatkan mulai tahun keempat karena pelaksanaan konstruksi dan penyesuaian operasi yang diperkirakan perlu waktu setidaknya 2 tahun, kecuali pola operasi tersebut tidak dirubah seterusnya.
55 Apabila S menyatakan strategi tiap pola operasi, maka : −
−
−
Strategi 1 = S1 Produksi angkutan
= 23,4 MTA
Headway
= 60 menit
Pelaksanaan
= mulai tahun 1 dan seterusnya,
Strategi 2 = S2 Produksi angkutan
= 5,5 MTA
Headway
= 160 menit
Pelaksanaan
= mulai tahun 1dan seterusnya,
Strategi 3 Produksi angkutan
= 23,4 MTA
Headway
= 60 menit
Pelaksanaan
= mulai tahun 4 setelah S2
Pernyataan alternatif strategi pola operasi dalam data optimasi dan hasil akhir pada tahun ke 20 adalah :
Tabel 4. 12 Alternatif Strategi Kapasitas Angkut
Hasil Produksi Angkutan MTA Strategi Pola Operasi S1 : Kapasitas 23.4 MTA, H = 60’, mulai th. 1 S2 : Kapasitas 5.5 MTA, H = 160, th. 1 s/d 3, Kapasitas 23.4 MTA, H = 60’, mulai th. 4 dst. S3 : Kapasitas 5.5 MTA, H = 160, th.1 dst.
Total MTA
Th.1
Th. 2
Th.3
Th.4 20
5,5
11,5
20,0
23,4
434,8
5,5
5,5
5,5
5,5
110,0
5,5
5,5
5,5
23,4
414,3
56 Untuk menentukan strategi optimum, digunakan metoda pohon keputusan deterministik tahap ganda yang menggunakan maksimasi hasil akhir sebagai kriteria strategi optimum. Analisis optimasi dalam pohon keputusan untuk alternatif strategi diatas
Ka pa si ta s Pr An od gk uk ut si 23 5. .4 5 M MT TA A ,
H
=6 0'
adalah sebagai berikut :
60 =1 ,H A TA T M .5 M 5 5. i 5 g ks An du p ro Ka P '
Gambar 4.5 Pohon Keputusan Deterministik Tahap Ganda
Dari analisis dalam gambar diatas dapat disimpulkan bahwa alternatif strategi pertama (S1) merupakan strategi optimum. Hal ini berarti bahwa bila PT. Bukit Asam membangun fasilitas prasarana, sarana maupun operasi berdasarkan kapasitas angkutan kereta api yang dapat menampung target
57 produksi terbesar, yaitu 20 MTA. Maka strategi tersebut merupakan pilihan terbaik yang akan memberikan keuntungan terbesar.
4.6
Pemeriksaan Kapasitas Lintas
Pada umumnya, analisis penelusuran perjalanan sudah memberikan informasi yang cukup akurat mengenai kemungkinan teknis pelaksanaan operasi perjalanan kereta api. Namun begitu untuk mendapatkan kepastian tentang kelancaran pelaksanaan operasi maka perlu dilakukan pengecekan terhadap kapasitas lintas. Pemeriksaan kapasitas ini membandingkan antara jumlah frekuensi perjalanan yang direncanakan dengan batas kemampuan frekuensi perjalanan yang dapat ditampung dalam satu ruas jalan rel. Frekuensi perjalanan yang dimaksudkan adalah dalam dua arah pulang pergi. Analisis sebelumnya menunjukan bahwa strategi pertama merupakan pola operasi optimum dengan frekuensi 24 perjalanan kereta bermuatan tiap 24 jam berarti akan terdapat 48 perjalanan pulang pergi. Bila hasil pemeriksaan ternyata frekuensi kereta pulang pergi masih dibawah kapasitas lintas, maka pola tersebut bisa dijalankan dengan aman, sebaliknya bila nilainya diatas kapasitas lintas, maka pola operasi harus dirubah. Jalur rel pada obyek penulisan skripsi ini merupakan jalur tunggal dan panjang rangkian kereta lebih dari 500 m. Rumus kapasitas yang sesuai dengan keadaan jalur rel dan rangkaian adalah : N=
1440 ⎛ Lx 60 ⎞ ⎜ ⎟ + 7,5 ⎝ V ⎠
58 Dimana : N = kapasitas Lintas (kereta/hari) L = jarak terpanjang antara dua stasiun yang berurutan = 15 km V = Kecepatan operasi kereta = 46 Km/jam Sehingga : N=
1440 = 53 kereta / hari ⎛ 15 x60 ⎞ ⎜ ⎟ + 7,5 ⎝ 46 ⎠
Ternyata jumlah perjalanan pulang pergi (frekuensi) sebesar 48 kereta/hari masih dibawah kapasitas lintas 53 kereta/hari. Berarti pola operasi sesuai strategi 1 bisa diterapkan dengan aman.
4.7
Penetapan Pola Operasi Terpilih dan Gapeka
Pola operasi yang terpilih adalah pola perjalanan kereta api dalam waktu 24 jam yang telah diuji melalui analisis optimasi dan telah diperiksa kemungkinan pelaksanaannya secara teknis melalui pemeriksaan kapasitas lintas. Gapeka yang sesuai dengan pola operasi yang terpilih adalah diagram waktu ruang seluruh perjalanan kereta api selama 24 jam yang memenuhi pola operasi terpilih tersebut. Dari hasil optimasi serta pemeriksaan kapasitas pada uraian sebelumnya maka pola operasi pada strategi 1 yang disusun berdasarkan skenario tahun produksi 4 hingga 20 merupakan alternatif optimum rencana pembangunan sistem angkutan kereta khusus batubara dan dapat ditetapkan sebagai pola operasi terpilih.
59 Diagram waktu ruang yang telah diperoleh dari analisis penelusuran perjalanan kereta pada bab sebelumnya adalah gapeka yang sesuai dengan pola operasi terpilih.
4.8
Pembahasan Hasil
Hasil analisis yang telah dilakukan memberikan gambaran beberapa hal, yaitu : a. Pola operasi optimum yang layak untuk diterapkan sebagai strategi pembangunan sistem angkutan khusus batubara di Sumatra Selatan adalah pola operasi dengan frekuensi perjalanan 24 kereta/hari, headway 60 menit. Pola operasi tersebut akan memberikan hasil produksi angkutan terbesar yang memenuhi kriteria target produksi PT. Bukit Asam. b. Dengan diperolehnya pola operasi optimum yang memberikan hasil produksi angkutan maksimum dapat dianggap akan memberikan hasil komersial terbesar bagi PT. Bukit Asam, karena permasalahan produksi yang ada merupakan fungsi transportasi atau angkutan hasil tambang bukan pada jumlah deposit batubara maupun teknologi penambangannya. c. Dalam menjalankan pola operasi tersebut sebaiknya dibarengi dengan beberapa usaha untuk memperbesar ataupun memberikan kelonggaran nilai keuntungan yaitu : −
Penyediaan sarana berupa lokomotif dan gerbong, bisa dilakukan bertahap sesuai target produksi tahunan.
−
Penyelenggaraan operasi bisa disesuaikan dengan frekuensi kereta terutama pada tahap awal tahun produksi
60 d. Diagram waktu ruang yang diperoleh merupakan hasil analisis dengan mengambil nilai headway maksimum. Pada operasi perjalanan yang sebenarnya nilai headway ini masih bisa diatur, misalnya dengan membagi menjadi jam sibuk dan bukan, tetapi frekuensi perjalanan dan kapasitas lintas tidak boleh di lampaui. e. Pentahapan target produksi dengan selang waktu yang pendek akan menyulitkan pelaksana konstruksi, karena perlu memperhatikan faktor kelangsungan produksi selama masa konstruksi. Apabila faktor pelaksanaan konstruksi menjadi bahan pertimbangan, maka pentahapan target produksi harus mampu menampung keperluan waktu konstruksi.