BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini menggunakan bahan dasar velg racing sepeda motor bekas kemudian velg tersebut diremelting dan diberikan penambahan Si sebesar 2%,4%,6%, dan 8%. Pengujian yang dilakukan dari penelitian tersebut ialah pengujian komposisi kima, pengujian tarik, pengujian kekerasan brinell, dan pengamatan struktur mikro. 4.1 Hasil Uji Komposisi Kimia. Hasil pengujian komposisi kimia dengan menggunakan alat spectrometer memberikan hasil pembacaan secara otomatis kandungan rata-rata (average) komposisi kimia seperti pada Tabel 4.1 di bawah ini: Tabel 4.1 Data hasil uji komposisi kimia aluminium paduan Al-Si dengan menggunakan cetakan pasir. UNSUR Al Si Fe Cu Mn Mg Cr Ni Zn Sn Ti Pb Be Ca Sr V Zr
Penambahan Si 0% 92,3 6,59 0,167 0,158 <0,02 <0,05 <0,015 <0,02 0,458 0,112 0,0393 <0,03 0,0001 0,0031 0,0133 0,0139 0,0238
32
33
Komposisi kimia pada aluminium paduan yang dicetak menggunakan cetakan pasir diperoleh sebanyak 17 unsur penyusun pada aluminium paduan hasil remelting. Adapun unsur yang paling dominan antara lain: Aluminium (Al), dan Silikon (Si). Dengan prosentase masing-masing adalah: Al 92.3%. dan Si 6,59%. Berdasar prosentase unsur penyusunnya jenis aluminium paduan ini dikategorikan ke dalam aluminium paduan casting alloy, dengan nomor seri mendekati 4xx.x (Al-Si). Dengan adanya unsur paduan silikon pada aluminium paduan akan dapat memperbaiki sifat fisis dan mekanis dari material aluminium tersebut. Dalam aluminium paduan Al-Si unsur silikon (Si) memberikan pengaruh baik diantaranya mampu cor baik, meningkatkan ketahanan korosi, memperbaiki sifat coran, menurunkan penyusutan dalam coran. Akan tetapi silikon (Si) juga berpengaruh buruk diantaranya menurunkan keuletan material terhadap beban kejut dan material akan rapuh jika kandungan silikon terlalu tinggi (Saputro, 2014). 4.2 Hasil Pengamatan Struktur Mikro. Hasil pengamatan struktur mikro dengan menggunakan alat Olympus Stereo Microscope SZX. Pengamatan dilakukan setelah spesimen rata dan digosok menggunakan autosol, kemudian dilakukan pengetsaan dengan menggunakan larutan Aquades 47,5ml; HNO3 1,25ml; HCl 0,75ml, dan HF 0,5 ml. Pengamatan struktur mikro pada paduan Al-Si dilakukan untuk mengetahui distribusi penyebaran partikel. Hasil pengamatan memperlihatkan penyebaran partikel yang seragam pada paduan Al-Si. Foto hasil pengujian struktur mikro paduan Al-Si 0% Si yand ditunjukkan pada Gambar 4.1 (a) terlihat bahwa persebaran butir tidak merata ukuran butiran besar. Gambar 4.1 (b), (c), (d), dan (e) menunjukkan pengaruh penambahan Si menyebabkan persebaran butir merata dan bentuk ukuran butir mengecil. Diketahui bahwa ukuran butir dari paduan Al-Si mengecil dikarenakan adanya penambahan unsur Si pada paduan Al-Si membuat penyebaran butir sehingga ukuran serta kerapatannya berubah. Begitu juga pada penambahan 4% Si yang mengakibatkan ukuran butir menjadi kecil dan semakin merapat.
34
α-Al
Al-Si
α-Al
Al-Si 50μm
50μm
(a)
(b) α-Al
Al-Si
α-Al Al-Si 50μm
50μm
(c)
(d) Al-Si
α-Al
α-Si 50μm
(e) Gambar 4.1 Foto Struktur Mikro Paduan Al-Si (a) 0% Si, (b) 2% Si, (c) 4% Si, (d) 6% Si, dan (e) 8% Si. Struktur butiran coran semakin kecil dan merapat seiring bertambahnya silikon sebesar 6% seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.1 (d). Gambar 4.1 (e) menunjukkan butiran mengecil, dan semakin rapat, hal ini membuktikan bahwa penambahan silikon pada spesimen aluminium paduan lebih optimal pada penambahan 8% Si. Struktur butiran dan berpengaruh pada kekuatan dan sifat mekanik pada benda coran. Spesimen yang memiliki struktur butiran kecil dan rapat memiliki keuletan dan kekuatan yang lebih tinggi bila dibandingkan spesimen dengan struktur butiran lebih besar. Coran yang memiliki butiran yang halus, kecil, rapat dan padat maka coran tersebut akan mempunyai, keuletan, ketahanan impak, dan berat jenis yang tinggi serta porositas yang rendah (Mudjijana dan Hadrizal, 1997).
35
Struktur utama dari komposisi paduan ini adalah berupa fasa α-Al yang kaya akan kandungan aluminium. Struktur ini muncul pada tiap fasa yakni hypoeutektik, eutektik, dan hypereutektik.Selain fasa α-Al juga terdapat fasa-fasa yang merupakan partikel kristal silikon yang tidak larut pada fasa α-Al. Gambar 4.1 (a) dan (b) merupakan paduan hypouetektik, fasa tersebut menghasilkan silikon primer yang bentuknya kasar. Di daerah hypoeutektik, kandungan Si kurang dari 11% dapat dipastikan Si terlarut semua. Keuntungan dari aluminium dengan kondisi hypoeutektik adalah machinability dan ketangguhan mesin yang baik. Sedangkan kerugiannya adalah kekuatan dan kekerasannya lebih rendah, sehingga bila diaplikasikan pada dunia industri produk akhir akan memiliki kekerasan yang tidak optimal. Struktur mikro pada Gambar 4.1 (c) dan (d) merupakan paduan eutektik dimana butiran berbentuk jarum panjang. Gambar 4.1 (e) menunjukkan struktur mikro paduan hypereutektik, dengan kandungan Si lebih dari 13% . Dengan adanya silikon primer dan silikon bebas yang tidak terlarut dalam fasa ini menambah ketahanan aus dan menjadikannya cocok untuk aplikasi dengan suhu tinggi karena memiliki ekspansi thermalrendah. Keuntungan paduan hypereutektik yaitu ketahanan aus, flowability, kekuatan, kekerasan, ketahanan hot tears (retak panas) meningkat dan ekspansi termal rendah. Kerugiannya adalah machinability buruk sebagai akibat dari terbentuknya kristal Si sehingga penggunaanya dibatasi dalam casting alloy. 4.3
Hasil Pengujian Tarik. Pengujian tarik digunakan untuk menguji kekuatan suatu bahan/material
dengan cara memberikan beban gaya yang sesumbu. Pengujian tarik digunakan untuk mengukur ketahanan suatu material terhadap gaya statis yang diberikan secara lambat. Data perhitungan kekuatan tarik dan pertambahan panjang dapat dilihat pada Lampiran 2 dan Lampiran 4. Berikut ini adalah contoh perhitungan tegangan maksimum Al-Si terhadap persentase silikon pada variasi penambahan 2% Si pada spesimen kedua: Tegangan tarik maksimum;
36
σm =
(N/mm2) (N/mm2)
=
= 133,58 N/mm2 Dimana, F = beban yang didapat setelah pengujian. Regangan tarik;
Ɛ = ,x 100%
ΔL = L1-L0 = 53,52 – 50,0
=
x 100% = 0,0704%
Tegangan Tarik (N/mm2)
= 3,52 mm 150 140 130 120
126.24
133.58
137.94
2%
4%
144.66 134.19
110 0%
6%
8%
Persentase Silikon (%) Gambar 4.2 Grafik penambahan Si pada Aluminium Paduan Al-Si terhadap kekuatan tarik.
Regangan (%)
0.09 0.06 0.03
0.072
0.0704
0.07
0.06667
0.065667
0%
2%
4%
6%
8%
0 Persentase Silikon (%)
Gambar 4.3 Grafik penambahan Si pada Aluminium Paduan Al-Si terhadap pertambahan panjang. Tegangan tarik minimum terjadi di paduan Al-Si dengan penambahan 2% Si di mana kekuatan tariknya 133,58%N/mm2. Grafik 4.2 menunjukkan kekuatan
37
tarik maksimum berada pada paduan Al-Si dengan penambahan 6% dengan kekuatan tarik 144,66%N/mm2, kemudian dengan penambahan Si sebesar 8% mengalami penurunan menjadi 134,19 N/mm2. Nilai kekuatan tarik pada penambahan 8%Si menurun, ini disebabkan oleh cacat coran lubang gas (gas hole defect).Cacat cor ini disebabkan oleh proses pengecoran atau proses penuangan bahan yang telah dilebur kurang sempurna (Kiryanto, 2012).
Gambar 4.4 Cacat coran pada spesimen uji tarik. Cacat lubang gas (gas hole defect) adalah cacat pada hasil coran berbentuk bulat atau lubang atau rongga dengan permukaan yang halus.Cacat lubang gas dapat muncul sebagai lubang pada permukaan atau didalam coran. cacat lubang gas disebabkan oleh beberapa hal antara lain : cetakan belum sepenuhnyakering, logam cair yang teroksidasi, temperatur penuangan yang rendah, penuangan yang terlalu lambat, lubang angin yang tidak memadai pada inti. Gambar 4.3 menunjukkan penambahan pertambahan panjang pada aluminium paduan Al-Si dengan 0% silikon memiliki elongasi terbesar dan seiring bertambahnya silikon pada paduan Al-Si pertambahan panjang semakin menurun. Hal ini disebabkan oleh semakin rapuhnya benda dikarenakan penambahan silikon yang terlalu banyak menurunkan keuletan material. Alumunium memiliki titik mulur yang sangat tinggi jika tidak dipadukan dengan unsur lain, hal ini disebabkan karena kandungan aluminiumnya yang sangat tinggi. Kekuatan tarik dipengaruhi oleh unsur-unsur paduan yaitu silisium dan magnesium. Semakin tinggi kandungan silisium dan magnesium maka nilai kekuatan tarik akan semakin meningkat akan tetapi paduan tersebut akan menjadi rapuh apabila kandungan silisium terlalu tinggi, (Mudjijana dan Hadrizal,1997). Kekuatan tarik pada paduan Al-Si yang memiliki kandungan Si tinggi akan meningkatkan kekuatan tarik material. Penambahan Si sendiri bersifat
38
memperbaiki sifat karakteristik coran, tetapi apabila penambahan Si terlalu banyak akan mengurangi keuletan material ( Saputro, 2014). 4.3.1. Karakteristik Perpatahan Material.
RETAK
RETAK
(a)
(b)
RETAK
RETAK
(c)
(d) RETAK
(e)
Gambar 4.5 Karakteristik Perpatahan Paduan Al-Si (a) 0% Si, (b) 2% Si, (c) 4%Si (d) 6%Si, dan (e) 8%S Hasil pengujian tarik di dapat patahan pada spesimen, patahan-patahan tersebut kemudian diamati dengan foto makro dengan perbesaran 2x lensa obyektif. Gambar 4.5 menunjukkan, material yang belum ditambah silikon atau 0% silikon, material tampak patah ulet dibuktikan dengan adanya retakan yang cukup besar yang terjadi atau dengan kata lain material masih ulet meskipun telah
39
dilakukan proses remelting. Gambar 4.5 (e) menunjukkan bahwa
keretakan
menurun pada material. Patahan ini terjadi karena material yang sudah bertambah kekerasannya. Penambahan variasiSi pada paduan Al-Simembuat persebaran Sisemakin meratayang mampu memperhalus ukuran butiran dan mengurangi keuletan sehingga menghasilkan retakanyang lebih kecil. Spesimen dengan penambahan silikon 8% mengalami penurunan kekuatan tarik dikarenakan adanya cacat pada coran yang mengakibatkan benda patah pada bagian yang terdapat cacat coran. Penelitian yang dilakukan (Saputro, 2014) penambahan Si yang lebih banyak pada material akan menyebabkan penurunan tingkat keuletan material. 4.4 Hasil Uji Kekerasan Brinell. Pengujian kekerasan brinell dilakukan dengan cara penekanan benda uji dengan indentor dengan gaya tekan dan waktu indentasi yang ditentukan. Hasil penyajian data yang diperoleh dari pengujian kekerasan dengan metode brinell ini adalah dalam bentuk angka. Pengujian ini dilakukan satu kali pengujian dengan lima penekanan disetiap titik pada tiap spesimen. Data perhitungan pengujian kekerasan dapat dilihat pada Lampiran 6. Berikut ini adalah contoh perhitungan kekerasan brinell pada Al-Si terhadap variasi penambahan 2% Si pada spesimen ketiga: HB atau HBN =
√
= =
√ √
= = 56,41 kg/mm2 Pengujian kekerasan dilakukan dengan menggunakan alat uji kekerasan Brinell, yang terdiri dari lima titik pada spesimen dengan letak secara acak. Berdasarkan data hasil pengujian kekerasan Brinell pada aluminium paduan daur ulang yang dicetak dengan menggunakan cetakan pasir, diketahui bahwa harga kekerasan meningkat seiring penambahan kadar silikon sebesar 2%,4%,6% dan
40
8% wt dapat dilihat pada Gambar 4.6 yang menunjukkan hubungan kekerasan tiap spesimen. Gambar 4.6 menunjukkan nilai kekerasan tertinggi pada variasi penambahan Si 8%wt sebesar 67,18 BHN dan terendah pada variasi penambahan Si 2%wt sebesar 51,12 BHN. Hasil pengujian kekerasan ini dapat disimpulkan bahwa aluminium paduan Al-Si dengan penambahan kadar silikon 2%, 4%, 6%, dan 8% mempunyai harga kekerasan yang lebih baik jika dibandingkan dengan aluminium paduan Al-Si tanpa penambahan silikon. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Saputro (2014) yang menyebutkan bahwa penambahan Si yang semakin banyak menyebabkan material semakin rapuh dan penyebaran butiran Si merata (homogen) diseluruh permukaan material ukuran butir yang menjadi halus, sehingga
diameter
penumbuk
piramidnya semakin kecil
maka
tingkat
kekerasannya akan meningkat dan begitu pula sebaliknya, jika diameter penumbuk piramidnya besar maka kekerasannya menurun.
80 70 60
HBN
50 40 30 51.12
53.91
55.47
0%
2%
4%
64.28
67.18
6%
8%
20 10 0 Penambahan Si (% wt)
Gambar 4.6 Grafik hubungan antara nilai kekerasan rata-rata tiap spesimen dengan kadar penambahan silikon. Peningkatan kandungan silikon pada suatu paduan akan mengakibatkan kekuatan tarik dan kekerasan meningkat, koefisien gesek yang baik dan memiliki ketahanan aus yang tinggi (Jaber dkk, 2010). Tingkat kekerasan selain
41
dipengaruhi oleh faktor kepadatan logam juga dipengaruhi oleh faktor besar butir dan struktur mikronya. Suatu logam yang mempunyai struktur butiran yang kasar dan besar, maka tingkat kekerasan logam semakin rendah jika dibandingkan dengan logam sejenis yang memiliki struktur butiran yang halus. Logam yang memiliki struktur butiran yang lebih halus, dislokasi yang terjadi akan terhalang oleh batas butir yang rapat, sebaliknya pada logam yang memiliki struktur butiran yang kasar dan besar maka dislokasi yang timbul pada logam tersebut akan mengalir dengan cepat tanpa dihalangi oleh batas butir lain dalam struktur logam tersebut (Van Vlack, 1983). Peningkatan kandungan silikon akan meningkatkan nilai kekerasan paduan Al-Si. Peningkatan nilai kekerasan ini disebabkan oleh fluiditas logam cair yang semakin baik seiring dengan penambahan jumlah kandungan silikon (Bahtiar dan Soemardji, 2012). Hubungan yang didapatkan dari kedua jenis pengujian mekanik adalah, pengujian sifat mekanis mengalami peningkatan kekuatan dan kekerasan seiring penambahan unsur Si. Penambahan unsur silikon mengakibatkan fluidity suatu benda akan mengalami peningkatan sehingga logam cair akan mudah mengisi rongga cetakan sehingga kekuatan dan kekerasan benda tersebut meningkat. Silikon mempunyai kelarutan terbatas dalam aluminium. Kelarutan maksimum Si adalah 1,65 %wt pada temperatur 577ºC. Paduan yang memiliki 5-7 %wt Si umumnya digunakan untuk proses pengecoran yang memiliki laju pendinginan lambat seperti pada cetakan plester, investment, dan pasir. Paduan yang memiliki komposisi 7-9 %wt biasanya dicor dalam cetakan permanen dan paduan dengan kandungan 8-12 %wt Si digunakan untuk proses die casting. Pada penelitian ini kekuatan tarik menurun dari penambahan 6% Si ke 8% Si dikarenakan adanya cacat cor lubang gas (gas hole defect) sehingga mempengaruhi kekuatan tarik pada benda tersebut. Cacat cor lubang gas dapat muncul sebagai lubang pada permukaan atau di dalam coran, terutama sedikit di bawah permukaan yang merupakan ronggarongga bulat. Mereka mempunyai warna yang berbeda-beda sesuai dengan sebab terjadinya cacat, yaitu warna karena oksidasi atau karena tidak oksidasi. Pada besi cor dan baja cor berwarna hitam atau biru, pada paduan tembaga, berwarna coklat atau kuning (Surdia dan Chijiiwa, 2000).