BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Performansi Kerja Membran Distilasi Vakum (VMD) Beberapa parameter yang mempengaruhi kinerja MD adalah sifat properti membran yakni porositas, tortositas, dan lainnya beserta kondisi operasinya seperti temperatur, tekanan, atau laju alir. Membran distilasi vakum (VMD) menekankan produktivitasnya akibat tekanan operasi vakum yang digunakan beserta temperatur umpannya, karena hal tersebut memiliki pengaruh langsung terhadap transfer massa uap air dari umpan ke permeat, sesuai dengan yang ditunjukkan pada persamaan aliran Knudsen. 4.1.1 Fluks dan Efisiensi Kerja VMD Pengaruh variasi temperatur operasi terhadap performansi kerja VMD ditunjukkan pada gambar 4.1. Temperatur operasi tersebut dipilih tidak terlalu tinggi karena bertujuan mendapatkan pengamatan kinerja VMD ketika temperaturnya moderat. Pada temperatur tersebut, panas sinar matahari atau panas buang industri dapat diterapkan sebagai sumber energi. Fluks yang diperoleh pada titik terakhir pengambilan adalah mendekati 0 mL/m2h pada temperatur umpan 30oC, 20 mL/m2h pada temperatur 40 oC, dan 40 mL/m2h pada temperatur 50oC. 60
fluks (ml/m2h)
50 40 T = 30oC
30
T = 40oC 20
T = 50oC
10 0 0
20
40
60 80 t (menit)
100
120
Gambar 4.1 Kurva fluks terhadap waktu B.67.3.04
55
Kecenderungan umum penurunan fluks setelah beberapa waktu operasi ditunjukkan pada penelitian ini, sebagaimana pula terjadi pada penelitian lain yang terpublikasikan. Hal tersebut disebabkan oleh adanya peningkatan polarisasi konsentrasi dan temperatur serta kemungkinan adanya pembasahan parsial pada permukaan membran akibat konsentrasi solut yang semakin meningkat dan jenuh hingga membentuk padatan. Hasil berbeda yang ditunjukkan pada temperatur 40oC diakibatkan oleh adanya konsentrasi solut (garam) yang tertinggal setelah dilakukan pembersihan membran. Keadaan tak sempurna tersebut menyebabkan fluks membran menjadi sangat rendah pada awal pengoperasian VMD sebelum akhirnya mencapai kesetimbangan baru yang sesuai pada temperatur 40oC dan menghasilkan fluks rasional.
Gambar 4.2 Polarisasi temperatur dan konsentrasi pada MD Polarisasi temperatur adalah keadaan dimana terjadi perbedaan suhu pada temperatur masukan/keluaran dan temperatur ruah (bulk) dengan temperatur pada permukaan membran. Hal yang sama juga terjadi pada konsentrasi dan dinamakan polarisasi konsentrasi. Karena terjadinya polarisasi dapat menurunkan fluks, maka untuk mengukur efisiensi dapat menggunakan koefisien polarisasi sebagai indikator. Ilustrasi terjadinya hal tersebut dapat dilihat pada gambar 4.2.
B.67.3.04
56
0,090 0,080 0,070
τ
0,060 0,050 0,040 0,030 0,020 0,010 0,000 25
30
35
40 T (oC)
45
50
55
Gambar 4.3. Koefisien polarisasi temperatur pada berbagai suhu Pada gambar 4.3, diperoleh bahwa koefisien polarisasi temperatur (TPC) menunjukkan nilai yang sangat rendah, bahkan tidak mencapai nilai 0,1 (dibandingkan dengan hasil literatur yang menunjukkan nilai antara 0,4 hingga 0,7). TPC yang mendekati nol terbatasi oleh transfer massa saja, sedangkan TPC yang mendekati satu terbatasi oleh transfer panas. Dengan kata lain, pada TPC rendah transfer panas dalam bentuk uap air yang berpindah bernilai rendah pula. Nilai yang sangat rendah tersebut disebabkan oleh sistem modul MD yang tidak efisien dan terbuka sehingga membuang panas sangat banyak ke lingkungan. Pada sisi lain, gambar TPC menunjukkan adanya peningkatan sebanding dengan kenaikan temperatur. Dapat diartikan, TPC akan terus naik hingga sampai titik dimana membran VMD bekerja pada temperatur optimum, dan akan menurun kembali setelah titik tersebut tercapai akibat kenaikan temperatur pada permeat dan permukaan membran. Tabel 4.1 Jumlah hilang panas per satuan fluks
B.67.3.04
T (oC)
Qloss/J (Joule/kg)
Q/J (Joule/kg)
30
30238
30815
40
24575
25157
50
20139
20726 57
Keterangan : Qloss = panas yang hilang dan tak terkonversi ke fluks Q
= panas umpan
Dengan nilai TPC yang sangat rendah, dapat diperkirakan panas yang hilang juga sangat besar. Panas ini dapat direduksi menjadi sangat kecil jikalau sistem dapat dibuat lebih tertutup dan terdapat heat recovery. 4.1.2 Perbandingan Kinerja VMD dengan Literatur Untuk mengukur kinerjanya dengan hasil penelitian lain, berikut ditampilkan grafik perbandingan. 1,80 1,60
Fluks (L/m2.h)
1,40 1,20
PP-1
1,00
PP-2
0,80
PP-3
0,60
Percobaan Teoritis
0,40 0,20 0,00 35
40
45
50
55
Gambar 4.4 Perbandingan hasil penelitian dengan perhitungan teoritis dan literatur lain (M. Li et.al, 2003) Perhitungan teoritis diperoleh dari persamaan fluks yang berlaku pada membran distilasi. Persamaan yang dipilih adalah persamaan transfer berdasarkan aliran Knudsen saja karena mean free path-nya lebih besar dibanding dengan radius pori-porinya serta berlaku dalam keadaa vakum. Artinya aliran lain seperti aliran viskos dan molekular dapat diabaikan. Hasil grafik menunjukkan hasil penelitian lebih rendah dari nilai teoritisnya karena B.67.3.04
58
memang terdapat inefisiensi pada transfer panasnya. Hasil tersebut juga lebih rendah dari literatur lain karena selain kinerjanya yang kurang baik juga terdapat perbedaan pada laju alir umpannya. Pada penelitian menggunakan laju alir umpan 9 liter/jam dan tekanan vakum 16 cmHg, sedangkan pada literatur menggunakan laju air umpan 20 liter per jam. Perolehan fluks yang lebih rendah juga dapat dialamatkan ada pengaruh karakteristik membran yang juga lebih rendah.
Tabel 4.2 Perbandingan karakteristik membran untuk penelitian dengan literatur (M. Li et.al, 2003) Inner diameter (μm)
Tebal (μm)
Porositas (%)
Diameter pori (x 10-2 μm)
PP-1
342,5
50
53,3
7,4
PP-2
275,0
65
50,0
4,4
PP-3
357,5
42
47,3
5,6
Penelitian
280,0
50
43
10,0
Membran
Penurunan fluks secara cepat yang diakibatkan oleh polarisasi temperatur dan konsentrasi menyebabkan diharuskannya perubahan pada membran agar dapat bekerja dengan lebih baik, sehingga membran distilasi dapat menjadi lebih komersial. Membran distilasi dapat beroperasi pada larutan garam dengan konsentrasi ekstrem dengan fluks yang rasional (konsentrasi 150 g/l kristal NaCl dan water recovery 74% sebelum epsomit mengendap). Namun terjadi penurunan tajam pada suasana membran dengan derajat konsentrasi lewat jenuh ataupun kritis sebab pertumbuhan yang cepat sejumlah kristal terdeposisi pada pori-pori/permukaan membran dan selanjutnya membran akan kehilangan permeabilitas. Kondisi kritis di atas terjadi pada derajat konsentrasi sedikit lebih rendah dari umpan lewat jenuh untuk garam dengan koefisien solubilitas-temperatur bernilai positif. Kondisi ini menyebabkan harusnya ada pengaturan konsentrasi garam agar proses membran distilasi menuju steady-state. 4.2. Performansi Kerja Membran Osmosis Balik Vakum (VRO) Membran osmosis balik vakum (VRO) merupakan suatu cara pengaturan konsentrasi garam. Dalam integrasi membran, VRO merupakan umpan dari MD yang berfungsi B.67.3.04
59
menjaga agar kondisi MD lebih stabil. MD akan bekerja lebih baik jika umpan yang masuk tidak terlalu fluktuatif dan konsentrasi MD dijaga pada rentang nilai tertentu dalam mana batasannya adalah tidak terjadi pembentukan garam dalam membran. Pembasahan secara cepat yang terjadi akibat deposit garam menurunkan derajat hidrofobisitas dari membran distilasi (terutama jika membrannya VMD) mengarahkan terbentuknya situasi permeasi langsung dari larutan umpan. Beberapa peneliti seperti Khayet mencegah kondisi ini dengan menciptakan membran komposit yang terdiri dari dua lapis (hidrofilik-hidrofobik ataupun hidrofobik-hidrofilik). Manfaatnya membran menjadi lebih kuat dan berfluks tinggi, namun kelemahannya membran menjadi lebih sukar dirawat. Pencegahan derajat hidrofobisitas dapat juga dilakukan dengan menerapkan VRO. 4.2.1 Definisi Membran Osmosis Balik Vakum (VRO) Membran osmosis balik vakum merupakan membran RO (hidrofilik) bertekanan sangat rendah pada umpannya (mendekati 0 atm gauge) dan bertekanan vakum pada permeatnya serta temperaturnya di atas suhu kamar. Produk berupa cairan dengan konsentrasi yang lebih rendah dari umpannya. Kondisi VRO ini dapat diilustrasikan sebagai situasi membran komposit ataupun situasi intermediat antara membran distilasi dengan osmosis balik. 4.2.2 Fluks dan Rejeksi VRO Gambar di bawah menunjukkan hasil fluks dari VRO. Konsentrasi umpan yang dipilih merupakan rentang dari umpan garam laut sebesar 3,5% hingga sebelum titik konsentrasinya pada nilai antara 25-27%. Konsentrasi umpan tersebut yakni 3%, 7%, 10%, 15%, dan 20%. Pada konsentrasi lebih rendah penurunan fluks terjadi dengan drastis sedangkan pada konsentrasi lebih tinggi fluks malah cenderung konstan meskipun jumlah fluksnya tetap lebih kecil. Situasi ini menggambarkan VRO bertindak mirip membran distilasi pada konsentrasi 3-7%. Pada sisi lain fluks VRO stabil pada konsentrasi lebih tinggi.
B.67.3.04
60
0,9 0,8 0,7 fluks (lmh)
0,6
Feed 3%
0,5
Feed 7%
0,4
Feed 10%
0,3
Feed 15% Feed 20%
0,2 0,1 0 0
20
40
60
80
100
120
140
t (menit)
Gambar 4.5 Fluks terhadap waktu dalam berbagai konsentrasi Jika karakteristik MD sama pada semua konsentrasi dan kurang baik pada konsentrasi mendekati jenuh, sedangkan VRO cenderung stabil pada konsentrasi tinggi. Kemungkinan kombinasi membran tersebut dapat diterapkan.
100% 90% 80% rejeksi NaCl
70% 60%
feed 3%
50%
Feed 7%
40%
Feed 10%
30%
Feed 15%
20%
Feed 20%
10% 0% 0
20
40
60
80
100
120
140
t (menit)
Gambar 4.6 Rejeksi NaCl terhadap waktu dalam berbagai konsentrasi B.67.3.04
61
Kecenderungan fluks VRO juga terlihat mirip pada rejeksinya meskipun dengan derajat yang berbeda. Jika diamati, akan terdapat dua titik asimtot pertemuan pada konsentrasi 3-7% dan pada konsentrasi 10-20%. Penafsiran ini memang membutuhkan penelitian lebih lanjut, namun untuk sementara dapat disimpulkan bahwa VRO memiliki kelakukan sedikit berbeda pada konsentrasi 3-7% dengan konsentrasi 10-20%. 4.3 Kemungkinan Pengembangan ke Depan Penelitian ini menunjukkan adanya VRO yang potensial dimanfaatkan untuk mendukung kinerja membran distilasi dalam pengaturan konsentrasi garam. Pemilihan konsentrasi umpan garamnya yang sangat tinggi serta temperaturnya yang moderat merupakan ilustrasi dari kondisi bahwa MD dan VRO digunakan untuk mengelola retentat dari reverse osmosis pada suatu sistem membran terintegrasi. Sedangkan pemilihan temperatur yang moderat adalah supaya datanya lebih aplikatif pada pemakaian panas buang industri dan/atau panas matahari.
Gambar 5.7 Contoh integrasi membran B.67.3.04
62
Kemungkinan pengembangan ke depan meliputi: a. Penggunaan VRO dalam sistem integrasi membran. b. Pemanfaatan panas buang dan panas matahari sebagai sumber energi. c. Penggunaan heat recovery sebagai bentuk efisiensi energi. d. Pengembangan, riset, dan penelitian atas sistem membran terintegrasi.
B.67.3.04
63