BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Lokasi 1.
Gambaran Umum Kota Surakarta Kota Surakarta atau lebih dikenal dengan nama kota “SALA” atau “SOLO” berada pada dataran rendah. Popularitasnya semakin menanjak dengan banyaknya nama, disebut dalam perjalanan sejarah Indonesia sebagai pusat kebudayaan Jawa maupun kesenian. Berada didataran rendah dengan ketinggian ± 92 meter diatas permukaan air laut, yang berarti lebih rendah atau sama tingginya dengan permukaan Bengawan Solo, dan dilalui beberapa sungai yaitu Kali Pepe, Kali Anyar dan Kali Jenes yang semuanya bermuara di Bengawan Solo. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten
Boyolali,
sebelah
Timur
berbatasan
dengan
kabupaten
Karanganyar dan Sukoharjo. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Sukoharjo dan Karanganyar. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Sukoharjo. Wilayah administrasi Kota Surakarta adalah sebagai berikut: a. Luas wilayah : ± 4.404.0593 M2 (+ 44,040 km2). b. Panjang maksimal : l 0,30 km (Utara - Selatan). c. Lebar maksimal : 7,50 km (Barat - Timur). d. Terbagi dalam 5 (lima) Kecamatan yang terdiri dari 51 Kelurahan, dengan 589 RW, 2.616 RT. 2.
Gambaran Keraton Surakarta Keraton Surakarta terletak di pusat Kota Solo, yaitu di Kelurahan Baluwarti, Kecamatan Pasar Kliwon, Kota Surakarta, Provinsi Jawa Tengah, Indonesia. Pembangunan Keraton dilakukan oleh Susuhunan Pakubuwono II dari tahun 1743 hingga 1745. Konstruksi bangunan keraton menggunakan bahan kayu jati yang diperoleh dari Alas Kethu di dekat kota Wonogiri. Arsitek keraton ini adalah Pangeran Mangkubumi (kerabat raja Solo yang memberontak dan mendirikan kesultanan Yogyakarta dengan gelar Sultan
41
Hamengku Buwana). Sehingga tidak mengherankan jika bangunan kedua keraton memiliki kesamaan. Keraton ini didirikan sebagai pengganti istana atau Keraton Kartasura yang porak-poranda akibat Geger Pecinan 1743. Istana terakhir Kerajaan Mataram didirikan di desa Sala (Solo) dan setelah resmi istana Kerajaan Mataram selesai dibangun, nama desa itu diubah menjadi Surakarta Hadiningrat. Jaman keemasan Keraton Surakarta dialami pada masa pemerintahan Sunan Paku Buwono X di tahun 1893-1939. Keraton Surakarta melakukan restorasi besar-besaran, dengan percampuran gaya arsitektur antara Jawa dan Eropa dalam nuansa putih dan biru. Beberapa pengertiaan Keraton menurut KRMH Suryo Adi Wijoyo, ada tujuh pengertian (saptawedha) yang tercakup dalam istilah Keraton. Pertama, Keraton berarti kerajaan. Kedua, Keraton berarti kekuasaan raja yang mengandung dua aspek: kenegaraan (staatsrechtelijk) dan kereligiusan (magischreligieus). Ketiga, Keraton berarti penjelmaan wahyu nurbuwat dan oleh karena itu menjadi pepunden dalam Kajawen. Keempat, Keraton berarti istana, kedaton Dhatulaya (rumah). Kelima, bentuk bangunan Keraton yang unik
dan
khas
mengandung
makna
simbolik
yang
tinggi,
yang
menggambarkan perjalanan jiwa ke arah kesempurnaan. Keenam, Keraton sebagai Cultuur historische instelling (lembaga sejarah kebudayaan) menjadi sumber dan pemancar kebudayaan. Ketujuh, Keraton sebagai Badan (juridische instellingen), artinya Keraton mempunyai barang-barang hak milik atau wilayah kekuasaan (bezittingen) sebagai sebuah dinasti. 3.
Kondisi Kepariwisataan Kota Surakarta Salah satu tolok ukur keberhasilan pariwisata adalah dilihat dari kunjungan wisata serta kontribusi aktifitas pariwisata dalam perekonomian di kawasan tersebut. Perkembangan pariwisata di Surakarta mengalami ketidakstabilan pada periode tahun 2010-2015.
42
Tabel IV.1 Jumlah Wisatawan Obyek Daya Tarik Wisata Di Kota Surakarta No. Tahun 1 2010 2 2011 3 2012 4 2013 5 2014 6 2015
Wisatawan Mancanegara 22.133 30.913 26.085 23.505 28.622 13.722
Wisatawan Domestik 988.615 1.695.731 2.125.698 2.454.188 3.236.482 2.310.456
Jumlah 1.010.748 1.726.644 2.151.783 2.477.693 3.265.104 2.324.178
Ket: Keraton Surakarta, Puro Mangkunegaran, Museum Radya Pustaka, Museum Batik Wuryongratan, Taman Balekambang, THR Sriwedari, Wayang Orang Sriwedari, Taman Satwa Jurug Sumber Data: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Surakarta, 2015
Wisatawan yang berkunjung ke Surakarta yaitu wisatawan mancanegara lebih banyak mengunjungi Puro Mangkunegaran dikarenakan terdapat berbagai peninggalan Jawa yang tidak banyak dipublikasikan oleh media yaitu gamelan, topeng-topeng tradisional, kitab-kitab kuno dari jaman Mataram, perhiasan emas kuno, kereta untuk upacara tradisional, pementasan wayang kulit, dan lukisan-lukisan kuno. Sedangkan wisatawan domestik banyak yang mengunjungi Taman Balekambang dikarenakan kondisi taman kota yang rindang dan alami serta banyaknya event yang diselenggarakan di Taman Balekambang seperti Sendratari Ramayana, Festival Payung dan Solo Java Jazz. Tabel IV.2 Jumlah Kunjungan Wisatawan Keraton Surakarta Tahun 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Jumlah Wisatawan Mancanegara Domestik 2316 30.767 1.201 30.882 810 47.331 1.504 66.652 5.251 63.410 581 53.962
Sumber Data: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Surakarta, 2015
43
Wisatawan mancanegara paling banyak mengunjungi Keraton Surakarta tahun 2014 dan wisatawan domestik paling banyak mengunjungi Keraton Surakarta pada tahun 2013. Wisatawan mancanegara paling banyak berkunjung ke Keraton Surakarta yaitu bulan Juni, Juli dan Agustus. Wisatawan mancanegara sebagian besar tertarik dengan sejarah keraton dan bangunan keraton yang unik. Sedangkan wisatawan domestik kunjungan paling banyak yaitu pada saat libur sekolah bulan Desember dan Juli, libur lebaran serta libur Natal dan Tahun Baru yaitu bulan Desember dan Januari. 4.
Struktur Lembaga Pengelola Keraton Surakarta Lembaga pengelola Keraton Surakarta dibentuk berdasarkan Kepmen. Pariwisata dan Budaya No. 10a/U/VII/1989 tanggal 15 Agustus 1989, namun sudah tidak lama aktif dan tidak efisien. Saat ini pengelolaan keraton dipegang oleh lembaga/organisasi yang dibentuk oleh pihak keraton dengan susunan sebagai berikut:
Gambar IV.1 Struktur Lembaga Pengelola Keraton Surakarta Sumber: Data sekunder, diolah Februari 2016
44
Struktur dari organisasi internal ini pada prinsipnya membagi habis fungsi serta kegiatan keraton menjadi 4 bidang pokok. Kedudukan setiap bidang masing-masing dibawah koordinasi seorang pengageng dan langsung dibawah pengawasan Sinuhun Paku Buwono XIII. Bidang-bidang utama kegiatan tersebut sebagai berikut: a. Parentah Keraton Dipimpin seorang pengageng dan lembaga ini membawahi 3 sub bidang yaitu: Sitoradyo (Sekretariat), Marduyagnyo (Pemerintahan) dan Pantiwardoyo (Perbendaharaan) dengan tugas: 1) Sitaradyo, mempunyai tugas-tugas utama meliputi personalia dan ganjaran; pertanahan, pesanggrahan dan rumah-rumah milik raja; kesehatan; dan ekspedisi (pengiriman surat-surat) umum. 2) Marduyagnyo, bertanggung jawab atas urusan umum; pranatan (peraturan-peraturan keraton); pengawasan (wismayana); keamanan keraton; kebersihan lingkungan keraton; listrik, air minum dan telepon. 3) Pantiwardoyo, mempunyai fungsi dan tugas untuk mengelola anggaran keuangan, potongan gaji, pensiunan abdi dalem dan janda abdi dalem, kas keraton (reksahardana). b. Parentah Keputren, bertanggung jawab atas kegiatan sesaji dan dapur keraton, bedaya (wanita penari), pesinden atau waranggana, reksawanita (semacam polisi wanita keraton), kesehatan (juru rawat). c. Sasana Wilapa, mempunyai tugas membuat surat-surat resmi dan meneruskan perintah raja. d. Kasentanan, urusan pekerjannya meliputi segala urusan yang menyangkut keperluan putra-putra raja serta membuat surat-surat keputusan yang berkaitan dengan kepentingan putra-putra raja. Dilihat dari struktur dan pembagian atau beban tanggung jawab, kedudukan Parentah Keraton dapat dikatakan paling pokok dan terkait erat dengan pengelolaan pariwisata, karena lingkup kerjanya meliputi pengembangan kesenian dan budaya, kehumasan, museum dan perpustakaan, pemeliharaan
45
gedung-gedung, kebersihan dan juga pengelolaan kas keraton yang didapat dari tiket masuk dan iuran para kerabat keraton. Didalam menjalankan pengelolaan museum dan pariwisata Keraton Surakarta, pengageng atau ketua dan wakil pengageng atau wakil ketua yang mengambil seluruh kebijakan pengelolaan pariwisata Keraton Surakarta. Kemudian pengelola museum dan pariwisata Keraton Surakarta mengalami metamorfosa dan mengadopsi perkembangan struktur organisasi modern karena pariwisata keraton tidak bisa dikelola sendiri oleh ketua dan wakil ketua, yaitu ditambah dengan pamitran atau sekretaris, bendahara, manajer baik itu manajer di kantor dan manajer lapangan yang bertugas mengawasi pegawa-pegawai seperti pemandu wisata, petugas tiket, pedagang, petugas parkir, dan petugas kebersihan. B. Hasil Penelitian 1. Keunggulan Wisata Budaya Keraton Surakarta Keraton Surakarta yang dibuka untuk obyek wisata budaya pada tahun 1963 adalah gambaran wisata budaya dengan berbagai keunggulan seperti masih adanya Raja yang memimpin, masih menjalankan berbagai upacara adat serta kegiatan budaya secara turun temurun, masih terdapat bangunan kokoh dengan unsur benda-benda peninggalan sejarahnya. a. Keunggulan Wisata Budaya Keraton Surakarta Menurut Pemaknaan Wisatawan Keraton Surakarta menjadi simbol yang identik dengan wisata budaya dan sejarah di tanah Jawa. Keraton Surakarta dalam pandangan wisatawan memiliki simbol-simbol yang dapat menjadi keunggulan dari obyek wisata budaya. 1) Daya Tarik di Obyek Wisata Budaya Keraton Surakarta Menurut wisatawan domestik dengan golongan usia muda dan dewasa, daya tarik obyek wisata Keraton Surakarta adalah arsitektur bangunan kuno perpaduan konsep Jawa dan Eropa di Keraton Surakarta yang terkesan megah dan dulunya menjadi pusat pemerintahan Jawa
46
namun sekarang sudah jarang ditemui bangunan dengan arsitektur seperti itu. Hal ini terungkap dalam beberapa pernyataan berikut:
Ibu Endang “Peninggalan sejarah dari jaman aku belum lahir, seneng aja lihat bangunan keratonnya yang masih klasik banget.” (Wawancara 11 Desember 2015) Ajeng “Bangunannya arsitekturnya klasik Jawa kuno banget. Cuma kalau museum nggak begitu tertarik.” (Wawancara 12 Desember 2015) Bapak Anwar “Ngelihat bangunannya arsitekturnya yang kuno dan jarang ada bangunan sekarang yang kayak gini. Tahu keraton kayak gini isinya apa aja silsilahnya bagaimana.” (Wawancara 12 Desember 2015) David “Kalau menurut saya karena kesan keraton sama bentuk bangunan jadul yang memang enak buat dilihat aja sih.” (Wawancara 10 Desember 2015) Pernyataan
wisatawan
domestik
yang
lebih
menyukai
bangunan dan arsitektur klasik dengan perpaduan Eropa dan Jawa di Keraton Surakarta ditambah dengan benda peninggalan sejarah sama halnya dengan pernyataan wisatawan mancanegara sebagai berikut: Leon “I googled Solo, and what come up first is Keraton, so I thought it’s must be good. And personally I’m into old building and stuff historical.” (Saya mencari di Google tentang Solo dan yang pertama muncul adalah keraton, jadi saya pikir itu bagus. Dan secara pribadi tertarik dengan bangunan tua dan benda sejarah, Wawancara 13 Januari 2016) Mr. Akio “I think it’s architecture and the relic in the museum.” (Saya pikir arsitekturnya dan barang peninggalan di museum, Wawancara 6 Desember 2015)
47
Sehingga beberapa wisatawan baik itu wisatawan domestik maupun wisatawan mancanegara tertarik untuk melihat obyek wisata budaya karena keunikan dari arsitektur bangunan Keraton Surakarta serta benda-benda peninggalan sejarah yang tersimpan di Museum Keraton Surakarta. Berwisata ke Keraton Surakarta tidak sebatas memandang bangunan dengan arsitektur kuno dan megah, tetapi wisatawan tertarik karena masih ada kekuasaan Raja Paku Buwono XIII dan dapat mempelajari budaya, sejarah, adat istiadat sebagai simbol non fisik. Hal ini terungkap pada pernyataan wisatawan domestik sebagai berikut:
Ibu Endang “Ada keraton yang masih ditinggalin raja sampai sekarang. Tahu kalau di Solo ada suatu peninggalan yang bisa dibanggakan. Dan kalau sama anakku aku selalu ngajak ke dalem keraton dulu, tempat tinggalnya, ada yang menikah, upacara, ada tamu yang dateng nanti acaranya di sini.” (Wawancara 11 Desember 2015) Simbol non fisik seperti budaya dan sejarah Jawa juga menjadi daya tarik wisatawan mancanegara, seperti terungkap dalam pernyataan para informan berikut:
Vanny “I think this nice, but there is no much place to go, I don’t know why i can’t go there. But it’s nice because I like the culture and the architecture” (Saya pikir ini bagus, tapi tidak banyak tempat untuk pergi, saya tidak tahu kenapa saya tidak dapat pergi ke sana. Tapi ini bagus karena saya suka dengan budaya dan arsitekturnya, Wawancara 12 Desember 2015) Anna “Because I like history so I like this place, and the building of course.” (Karena saya suka sejarah jadi saya suka tempat ini juga dan tentu saja bangunannya, Wawancara 12 Desember 2015)
48
Dari beberapa ulasan diatas wisatawan domestik tertarik pada arsitektur bangunan Keraton Surakarta, benda-benda peninggalan sejarah yang ada di Museum Keraton Surakarta, untuk mengetahui fungsi dari bangunan serta tertarik karena masih ada kekuasaan raja. Sedangkan wisatawan mancanegara lebih tertarik pada arsitektur bangunan Keraton Surakarta, benda-benda peninggalan sejarah, dan cerita sejarah serta budaya di Keraton Surakarta. Matrik IV.1 Daya Tarik di Obyek Wisata Keraton Surakarta No. 1.
Wisatawan Domestik
Wisatawan Mancanegara
Arsitektur bangunan Keraton Arsitektur bangunan Keraton Surakarta.
Surakarta yang terkesan kuno dan klasik.
2.
Benda-benda peninggalan
koleksi Benda-benda sejarah
sejarah
di
di Museum Keraton Surakarta.
Museum Keraton Surakarta. 3.
Pengetahuan
tentang
fungsi Sejarah
dan
budaya
di
dari bangunan di Keraton dan Keraton Surakarta. masih ada raja yang berkuasa. Sumber: Data primer, diolah Februari 2016
2) Motivasi Kunjungan Wisatawan ke Obyek Wisata Budaya Keraton Surakarta Wisatawan domestik dan wisatawan mancanegara yang berwisata ke keraton memiliki ketertarikan berbeda terhadap wisata keraton. Pengetahuan yang dimiliki wisatawan domestik dan wisatawan mancanegara tentang keraton sebagai obyek wisata dan sebagai pusat dari kebudayaan Jawa menimbulkan motivasi berwisata ke Keraton Surakarta. Menurut penuturan dari wisatawan domestik ketertarikan ini didasari oleh keingintahuan terhadap budaya Jawa dan keseluruhan isi
49
dari keraton serta mengenalkan Keraton Surakarta dan budaya Jawa kepada anak dan saudara atau disebut juga motivasi budaya. Motivasi budaya ini terungkap pada pernyataan berikut: Ibu Endang “Aku itu orang Jawa tapi nggak tahu kebudayaan sendiri, orang Solo kok belum pernah ke keraton. Kadangkadang aku pengen ngenalin ke anakku ke saudara. Kalau ada saudara sih ngajakin ke keraton soalnya kebanyakan belum pernah ke sini. Kalau anakku aku ajakin berkali-kali mereka seneng-seneng aja.” (Wawancara 10 Desember 2015) David “Karena mau tahu aja keraton gimana. Katanya keraton itu bagus, berhubung gue bukan orang Jawa jadi mau tahu, isi keraton apaan aja.” (Wawancara 13 Desember 2015) Sedangkan dari penuturan informan lainnya motivasi berwisata ke Keraton Surakarta adalah motivasi fisiologis yaitu mengisi waktu libur sekolah dan mengisi waktu libur di Solo. Hal ini terungkap dalam pernyataan beberapa informan berikut: Ajeng “Soalnya kan lagi liburan terus pengen tahu aja beda keraton di sini sama keraton di Jogja, ya ternyata gedhean yang Jogja, bagusan yang Jogja hahaha.” (Wawancara 10 Desember 2015) Bapak Anwar “Pengen lihat cagar budaya yang ada di Solo sama ngisi waktu luang selama di sini.” (Wawancara 12 Desember 2015) Perbedaan budaya dengan negara asal membuat wisatawan mancanegara tertarik dengan budaya tradisional Jawa yang sangat beragam dan masih dijaga oleh masyarakat Jawa sehingga menjadi identitas bangsa dan tertarik pada museum yang berkaitan dengan sejarah masa lampau dimana wisatawan dapat mengetahui kehidupan
50
dari suatu masyarakat tradisional di suatu tempat. Seperti terungkap pada pernyataan berikut: Leon “I interested in it’s culture. Because my brother told me that in Indonesia they keep the culture as their identity.” (Saya tertarik dengan budaya. Karena kakak saya berkata pada saya jika di Indonesia masyarakat menjaga budaya sebagai identitas mereka, Wawancara 13 Januari 2016) Mr. Akio “I have interest in traditional culture like in my country, and i heard that in Indonesia they have many-many traditional culture. And when I visited to Yogyakarta my tour guide says that Solo Java palace also.” (Saya tertarik dengan budaya tradisional seperti di negara saya, dan saya mendengar jika di Indonesia terdapat banyak budaya tradisional. Dan ketika saya berkunjung ke Yogyakarta pemandu wisata saya berkata bahwa Solo adalah keraton Jawa juga, Wawancara 6 Desember 2015) Anna “Because I like historical museum, so every time I visit some place, I go to their museum. And I like to know how they live in this place before.” (Karena saya suka museum sejarah, jadi setiap saya berkunjung ke suatu tempat, saya pergi ke museum. Dan saya suka untuk mengetahui bagaimana mereka hidup di tempat ini sebelumnya, Wawancara 12 Desember 2015) Dari wisatawan mancanegara tidak semua memiliki motivasi berkunjung ke keraton. Tanpa adanya motivasi ini disebabkan ketidaktahuan dan kurangnya informasi secara detail mengenai kota Solo, sehingga wisatawan mancanegara hanya mengikuti ajakan pemandu wisata lokal dari Solo untuk berkunjung ke Keraton Surakarta. Hal ini terungkap pada pernyataan informan berikut:
Vanny “I don’t know, because honestly I did not know anything about Solo, so I go find some local guide and they took me to this place.”
51
(Saya tidak tahu, karena jujur saya tidak tahu apa pun tentang Solo, jadi saya pergi untuk mencari pemandu wisata lokal dan mereka mengajak saya ke tempat ini, Wawancara 12 Desember 2015) Dari beberapa uraian diatas terjadi perbedaan motivasi dari wisatawan domestik maupun wisatawan mancanegara meskipun keduanya memiliki ketertarikan yang sama terhadap arsitektur bangunan keraton, koleksi benda di museum keraton atau ketertarikan terhadap budaya dan sejarah. Wisatawan domestik berkunjung ke Keraton Surakarta motivasinya adalah mengenalkan budaya Jawa dengan simbol fisik bangunan serta benda koleksi di museum keraton kepada anak dan saudaranya serta ingin mengetahui tentang keraton sebagai perwujudan dari budaya Jawa. Wisatawan domestik lainnya yang mengunjungi Keraton Surakarta motivasinya adalah untuk mengisi waktu luang atau waktu libur. Wisatawan mancanegara yang baru sekali berkunjung ke Keraton Surakarta mengaku tertarik pada simbol non fisik yaitu budaya Indonesia khususnya budaya Jawa, selain itu tertarik pada sejarah Keraton Surakarta dan masyarakat di tempat tersebut. Matrik IV.2 Motivasi Kunjungan Wisatawan Wisatawan Mancanegara 1. Motivasi a) Mengenalkan a) Ketertarikan terhadap budaya kebudayaan Jawa ke budaya tradisional anak dan saudara. Jawa. b) Ingin tahu tentang b) Ketertarikan terhadap Keraton Surakarta. sejarah dan kehidupan dari suatu tempat. 2. Motivasi a) Mengisi waktu luang a) Mengikuti ajakan fisiologis atau waktu libur. pemandu wisata lokal kota Solo. Sumber: Data primer, diolah Februari 2016 No. Jenis Motivasi
Wisatawan Domestik
52
3) Penilaian Wisatawan Terhadap Pengelolaan dan Pelayanan Obyek Wisata Budaya Keraton Surakarta Pengelolaan Keraton Surakarta dari segi penyajian daya tarik untuk wisatawan, baik itu koleksi di museum dan tata letaknya, bentuk bangunannya, tata letak loket, pedagang dan tempat parkir, serta rute masuk ke pelataran keraton dan museum keraton tidak ada yang berubah. Salah satu wisatawan domestik dan asli dari Kota Solo juga kurang memahami apakah penampilan obyek wisata Keraton Surakarta boleh diubah atau tidak dikarenakan dari aturan keraton sendiri atau karena dampak konflik dengan Pemerintah Kota Solo, sehingga pengelolaan Keraton Surakarta dan wisatanya terlihat tidak ingin mengembangkan produknya. Hal ini terungkap pada pernyataan berikut:
Ibu Endang “Kalau aku bilang monoton dari dulu sampai sekarang sama yang disajikan. Aku nggak ngerti sih termasuk baik apa nggak. Ini udah baik apa belum boleh direnovasi atau nggak, kayak terima apa adanya gitu. Dari keratonnya yang nggak boleh apa dari pihak pemerintah yang nggak klop sama keraton, kan punya aturan sendiri-sendiri juga.” (Wawancara 11 Desember 2015) Penilaian wisatawan lainnya mengenai pengelolaan obyek wisata Keraton Surakarta adalah keseluruhan dari bangunan yang dilihat oleh wisatawan kurang terawat, kurang dibersihkan dan kurang dikelola dengan baik oleh pihak keraton. Pada bagian dalam museum terdapat banyak sarang laba-laba yang tidak dibersihkan. Pengelola juga kurang memperhatikan dan memikirkan inovasi tampilan koleksi benda-benda sejarah Keraton Surakarta dikarenakan minimnya penerangan di museum yang menggunakan lampu pijar 5 watt. Kelemahan pengelolaan lainnya menurut wisatawan terutama saat kunjungan pertama adalah lokasi loket jauh dengan pintu masuk ke Keraton Surakarta. Seperti terungkap pada pernyataan beberapa informan berikut:
53
Ajeng “Kalau dari tempatnya dilihat kurang terawat. Terus kalau kayak loket kejauhan sih dari loket sampai ke tempat masuknya.” (Wawancara 12 Desember 2015) Bapak Anwar “Kalau pengelolaan agak kurang ya soalnya kan kalau dilihat dari kondisinya kurang dikelola dengan baik dari pihak keratonnya.” (Wawancara 12 Desember 2015) David “Kurang kayaknya, soalnya ini aja ada dua loket, sama banyak yang nggak keurus kebersihannya, masa ada kereta kuda di sudut museum yang nggak tahu bakal diapain, terus banyak sarang laba-laba, gelap lagi soalnya cuma pakai lampu pijar 5 watt.” (Wawancara 10 Desember 2015) Penilaian wisatawan domestik lebih menyoroti mengenai pengelolaan dari segi kebersihan, perawatan dan penampilan, sementara wisatawan mancanegara menyoroti tentang penggunaan bahasa Inggris di Keraton Surakarta. Banyak benda dan bangunan di keraton yang tidak ada penjelasan dalam Bahasa Inggris. Penggunaan bahasa Inggris juga tidak terdapat pada tanda arah masuk, rute wisata keraton, tata tertib di Keraton Surakarta. Pengelolaan yang buruk lainnya adalah penggunaan bahasa Inggris pada pemandu wisata dan pengelola yang mengawasi. Jika memang Keraton Surakarta diperuntukkan untuk wisatawan mancanegara maka seharusnya pegawai mulai dari pemandu wisata, petugas tiket, pedagang dan pengawas aktif dalam berbahasa Inggris sehingga wisatawan mancanegara tidak dibingungkan dengan berbagai pertanyaan seperti apa saja yang ada di Keraton Surakarta, bagaimana sejarah keraton dan bendabenda di museum, dan apa saja aturan masuk lingkungan pelataran Keraton Surakarta. Hal tersebut seperti terungkap pada pernyataan wisatawan mancanegara sebagai berikut:
Vanny “No it’s not good, just like I told you, just give some information.”
54
(Tidak cukup bagus, seperti yang saya bilang pada anda, hanya memberi sedikit informasi, Wawancara 12 Desember 2015) Anna “Yaaa I am not comfortable with this place because no body can speak English and no sign with English language.” (Yaaa saya tidak nyaman dengan tempat ini karena tidak ada seorang pun yang bisa bicara Inggris dan tidak ada tanda dengan bahasa Inggris, Wawancara 12 Desember 2015) Leon “If this place goal only for local tourist, I think it’s enough, but for foreign tourist like me, this place must change. Because I can’t find any sign written with English.” (Jika tempat ini tujuannya hanya untuk turis lokal, saya rasa sudah cukup, tapi untuk turis seperti saya tempat ini harus diubah. Karena saya tidak dapat menemukan tanda tertulis dengan bahasa Inggris, Wawancara 13 Januari 2016) Salah
satu
informan
mancanegara
tidak
terlalu
mempermasalahkan dengan tanda atau orang yang dapat berbahasa Inggris tetapi lebih menyoroti perawatan bangunan terlihat kurang terawat, berbeda dengan bangunan-bangunan kuno di negara Jepang. Seperti terungkap pada pernyataan berikut: Mr. Akio “As Japanese I think Indonesian people need to pay more attention to keep the building well. Because ini Japan old building such as palace was taken care well.” (Sebagai warga Jepang saya pikir orang Indonesia harus memberikan perhatian lebih untuk menjaga bangunan ini dengan baik. Karena di Jepang, bangunan kuno seperti keraton ini dijaga dengan baik, Wawancara 6 Desember 2015) Pengelolaan obyek wisata budaya tidak terlepas dari interaksi antara pengelola dan wisatawan. Interaksi itu melalui pelayanan pengelola terhadap wisatawan domestik dan wisatawan mancanegara. Pelayanan pengelola obyek wisata ini dapat terlihat dari beberapa hal yaitu pelayanan petugas parkir dalam mengatur kendaraan wisatawan, pelayanan petugas tiket dengan ramah dan memberi pengarahan jalan masuk, pelayanan
55
pedagang yang menyediakan minuman, makanan ringan, dan souvenir, pelayanan pemandu wisata yang menjelaskan sejarah serta makna di bangunan dan unsur keraton lainnya. Meskipun pengelolaan penampilan obyek wisata dari museum dan bangunan yang monoton, tetapi pelayanan pengelola terhadap wisatawan sudah lengkap perbagiannya yaitu ada petugas parkir, pedagang, toilet umum dan pengarahan dari loket ke pintu masuk, seperti terungkap pada pernyataan berikut ini: Bapak Anwar “Pelayanan udah oke. Ada petugas parkir, ada yang jual, ada toiletnya, diarahkan lewat sini pas di pintu masuk itu.” (Wawancara 12 Desember 2015) Interaksi melalui pelayanan pengelola yaitu pegawai terhadap wisatawan dapat terlihat dari pemandu yang menjelaskan keseluruhan isi dari Keraton Surakarta terhadap wisatawan domestik sehingga wisatawan tidak hanya melihat-lihat tapi tahu tentang maknanya. Seperti terungkap pada pernyataan berikut:
Ibu Endang “Kalau menurut aku baik. Kalau rombongan aku mau pakai guide biar ngerti ini apa ini apa. Guidenya pun jelasinnya bagus. Tapi kalau berdua gini apalagi sama anak muda terserah kamu mau lihat apa.” (Wawancara 11 Desember 2015) David “Cukup aja sih, cuman kalau mau tau isi keraton sama sejarahnya harus pake tourguide.” (Wawancara 10 Desember 2015) Untuk salah satu wisatawan yang baru pertama kali ke Keraton Surakarta, jarak antara loket dan pintu masuk kurang petunjuk yang jelas sehingga wisatawan tidak tahu harus berjalan ke arah mana jika tidak bertanya kepada petugas tiket dan informasi di Kori Roto, seperti pernyataan informan berikut:
56
Ajeng “Kurang gimana ya kalau yang belum pernah ke sini kayak nggak tahu jalannya. Pintu masuknya itu lewat mana.” (Wawancara 12 Desember 2015) Dikarenakan kurangnya petunjuk dalam bahasa Inggris baik itu dalam arah masuk, tata tertib wisatawan dan penjelasan tentang bangunan atau koleksi benda di museum, maka keseluruhan wisatawan mancanegara mengeluhkan tidak maksimalnya pelayanan pengelola obyek wisata budaya Keraton Surakarta terhadap wisatawan asing. Seolah-olah pengelola hanya mempersiapkan Keraton Surakarta untuk wisatawan domestik dan tidak melakukan persiapan matang untuk wisatawan mancanegara. Dengan sedikitnya penjelasan dalam bahasa Inggris dan sedikit yang berbahasa Inggris dengan aktif, maka pelayanan pengelola obyek wisata Keraton Surakarta dengan wisatawan mancanegara tidak cukup baik bahkan wisatawan mancanegara menjadi tidak tertarik dengan keraton. Hal ini terungkap pada pernyataan berikut:
Vanny “I think good enough, but for foreign tourist must put any sign with English.” (Saya pikir cukup bagus, tapi untuk wisatawan asing harus lebih banyak tanda dengan bahasa Inggris, Wawancara 12 Desember 2015) Leon “Not that good, but I think it’s ok. May be because there’s no tour guide that can explain this place with English well.” (Tidak cukup bagus tapi saya pikir tidak apa-apa. Mungkin karena tidak ada pemandu wisata yang dapat menjelaskan tempat ini dalam bahasa Inggris dengan baik, Wawancara 13 Januari 2016) Anna “Because there’s no who can speak English, I think I don’t like this place that much. (Karena tidak ada yang bisa berbicara bahasa Inggris, saya pikir saya tidak terlalu suka tempat ini, Wawancara 12 Desember 2015)
57
Berbeda dengan salah satu turis asing yang cukup puas dengan pelayanan keraton karena memiliki pemandu wisata sendiri sehingga dapat menerjemahkan
penjelasan
pemandu
wisata
Keraton
Surakarta
menggunakan bahasa Inggris. Namun informan tersebut mengaku jika datang tanpa didampingi pemandu yang dapat berbahasa Inggris secara aktif, maka tidak akan mengerti apa-apa tentang Keraton Surakarta. Seperti terungkap pada pernyataan berikut:
Mr. Akio “It’s satisfaction enough, because I got my own guide, but if I was alone it will be a different story. Because there is no any sign write in English, especially sign about this place.” (Cukup puas karena saya memiliki pemandu sendiri, tapi jika saya sendiri ceritanya akan berbeda. Karena banyak tanda yang tertulis tidak menggunakan bahasa Inggris, terutama tanda mengenai keraton, Wawancara 6 Desember 2015) Wisatawan mancanegara mengeluhkan tidak dikuasainya bahasa Inggris dalam berbagai petunjuk, penjelasan atau komunikasi antara wisatawan dengan pegawai. Petunjuk atau tanda dalam bahasa Inggris hanya digunakan pada beberapa papan peringatan saja seperti “Stop Batas Pengunjung” (Stop Limit Visitor). Tidak ada tanda yang menjelaskan bangunan serta benda koleksi di museum dalam bahasa Inggris, sehingga wisatawan kurang paham mengenai fungsi dari bangunan dan benda sejarah di Keraton Surakarta. Pengelolaan Keraton Surakarta dengan lahan yang begitu luas dan pegawai yang banyak tidak lepas dari masalah biaya operasional yang berkaitan dengan tarif masuk ke Keraton Surakarta, karena pada saat ini tiket masuk wisatawan Keraton Surakarta menjadi pendapatan utama dalam merawat keraton secara keseluruhan. Untuk wisatawan domestik, tarif masuk keraton dipatok sebesar Rp 10.000,00 dan hal ini sudah sesuai dengan apa yang didapat dan dilihat oleh wisatawan selama berwisata ke
58
Keraton Surakarta dari tampilan koleksi di museum dan bangunan keraton. Seperti terungkap pada pernyataan berikut:
Ibu Endang “Aku pribadi cukup. Nggak mahal.” (Wawancara 11 Desember 2015) Bapak Anwar “Kalau menurut saya sudah cukup. Karena dengan harga Rp 10.000 dibandingkan dengan kondisi lokasinya ya udah sebanding.” (Wawancara 12 Desember 2015) Sedangkan untuk wisatawan domestik terutama yang berusia muda tarif sebesar Rp 10.000,00 mahal jika dibandingkan dengan Kota Tua Jakarta sebesar Rp 5.000,00 dan dikarenakan koleksi benda-benda di museum yang sedikit, kurang terawat, serta akses wisatawan yang hanya sampai di pelataran Keraton Surakarta. Seperti ungkapan wisatawan berikut:
Ajeng “Kalau dari isinya museum yang belum sesuai sama tarif Rp 10.000 itu.” (Wawancara 12 Desember 2015) David “Mahal sih kalau cuman segini, dibanding sama museum di kota tua Jakarta, tapi ya nggakpapa lah sekalian ngisi kas keraton hehehehe.” (Wawancara 10 Desember 2015) Teruntuk wisatawan mancanegara tarif yang dipatok lebih mahal yaitu sebesar Rp 15.000,00 namun bagi wisatawan mancanegara tarif tersebut sudah cukup dan sesuai dengan tampilan koleksi benda-benda di museum keraton, keadaan bangunan keraton serta akses wisatawan di pelataran Keraton Surakarta. Seperti terungkap pada pernyataan berikut:
Vanny “Ya it’s enough and cheap.”
59
(Ya ini cukup dan murah, Wawancara 12 Desember 2015) Anna “About 1 dollar I think worth it with condition like this.” (Sekitar 1 dollar saya pikir setimpal dengan kondisi seperti ini, Wawancara 12 Desember 2015) Leon “I think its ok, worth it for me.” (Saya pikir ini setimpal untuk saya, Wawancara 13 Januari 2016) Mr. Akio “Worth it compared to this condition haha.” (Setimpal jika dibandingkan dengan kondisi seperti ini, Wawancara 6 Desember 2015) Matrik IV.3 Penilaian Wisatawan Terhadap Obyek Wisata Budaya Keraton Surakarta No. Kategori 1. Pengelolaan
Wisatawan Domestik Wisatawan Mancanegara a) Tidak ada perubahan penyajian a) Kurang tanda dan produk wisata untuk wisatawan. penjelasan terkait dengan b) Kurang terawat dan kurang terjaga informasi bangunan, benda, kebersihan di bagian museum dan dan tata tertib wisatawan bangunan. dalam bahasa Inggris. c) Kurang penerangan untuk museum Keraton Surakarta. d) Letak loket dan pintu masuk terlalu jauh. e) Tarif sudah sesuai dengan tampilan obyek wisata Keraton Surakarta untuk wisatawan dewasa. f) Tarif tidak sesuai dengan tampilan obyek wisata Keraton Surakarta untuk wisatawan muda. 2. Pelayanan a) Ada petugas parkir, pedagang dan a) Banyak pemandu wisata fasilitas seperti toilet umum. yang tidak bisa berbahasa b) Pengarahan rute wisatawan. Inggris. c) Kurang informasi arah dari loket b) Tarif sudah sesuai dengan dengan pintu masuk terutama untuk tampilan obyek wisata kunjungan pertama. Keraton Surakarta. d) Penjelasan pemandu wisata kepada wisatawan domestik sudah bagus. Sumber: Data primer, diolah Februari 2016
60
b. Keunggulan Obyek Wisata Budaya Keraton Surakarta Menurut Pemaknaan Pengelola Keraton Surakarta sebagai obyek dan daya tarik wisata budaya selalu menyajikan dua hal yaitu dari segi obyek wisata dan atraksi wisata budaya. Hal ini sudah digagas dan disadari oleh setiap pegawai dan pengelola bahwa keunggulan tersebut
yang dikomersilkan kepada
wisatawan. Dibalik penyajian produk-produk untuk wisatawan ada beberapa motif keraton dibuka untuk obyek wisata. 1) Motif Keraton Surakarta Menjadi Obyek Wisata Budaya Berbicara mengenai obyek wisata yang dulunya adalah kerajaan dan sampai saat ini masih ada Raja yang berkuasa, terdapat upaya untuk mengenalkan adat istiadat dan budaya Jawa yang kental dengan nilai, norma, sejarah serta tradisi kepada generasi penerus atau kepada masyarakat yang hidup dijaman modern. Hal ini diungkapkan oleh beberapa informan berikut:
Ibu Retno “Mungkin maksudnya biar masyarakat tahu adat budaya keraton itu seperti apa. Masalah sejarah keraton juga ada yang ingin tahu. Biar masyarakat umum mengerti tentang adat istiadat, ini kan jadi pusat kebudayaan.” (Wawancara 6 Desember 2015) Bapak Setiadi “Biar masyarakat tahu kadang-kadang kan masyarakat tahunya keraton itu sudah tidak ada. Keraton itu merupakan sumber budaya Jawa, budaya yang adiluhung. Biar masyarakat itu tahu betul, karena keraton itu merupakan sumber yang utama bahkan masyarakat seluruh dunia itu tahu. Sebelum ada obyek wisata masyarakat kesannya angker, setelah jadi wisata masyarakat jadi buat penelitian, buat belajar ya buat acuan jembatan budaya Jawa.” (Wawancara 17 Desember 2015) Ibu Eni “Karena mungkin memang masyarakat harus tahu sebenarnya budaya Jawa tidak hanya ceritanya saja itu seperti apa. Tidak hanya tahu ceritanya begini, bangunannya begini tapi tahu kalau budaya Jawa itu masih ada sampai sekarang dan dulu
61
itu ada campur tangan dari Sinuhun Paku Buwono XII.” (Wawancara 6 Januari 2016) Dari pernyataan diatas informan mengatakan bahwa latar belakang keraton dibuka untuk obyek wisata budaya adalah demi mempertahankan atau melestarikan dan mengenalkan pusat kebudayaan Jawa kepada masyarakat, sehingga masyarakat tidak hanya sekedar tahu bentuk bangunan dengan kesan kekunoan tetapi mengetahui dan paham benar mengenai sejarah dan kebudayaan Jawa. Motif Keraton Surakarta dibuka untuk obyek wisata dengan upaya pelestarian budaya Jawa juga diungkapkan oleh pernyataan informan pendukung sebagai berikut:
KGPH Puger “….tetapi semakin kesini agar menjaga budaya Jawa adat istiadat Jawa itu tidak hilang dengan berbagai terpaan modernisasi.” (Wawancara 14 Januari 2016) Hal lain yang menjadi motif Keraton Surakarta menjadi obyek wisata adalah perintah dari Sinuhun Paku Buwono XII untuk memanfaatkan ruang kadipaten menjadi museum Keraton Surakarta. Hal ini diungkapkan oleh pernyataan informan sebagai berikut:
KGPH Puger “Dulu itu dhawuh dari ayah saya Swarga Sinuhun Paku Buwono XII untuk memanfaatkan kadipaten yang sekarang jadi museum itu. Kemudian dibukalah keraton ini pada tahun 1963. (Wawancara 14 Januari 2016) KRMH Suryo Adi Wijoyo “Awal mulanya adalah ketika keraton itu mengalami metamorfosa yang dihadapi tetapi kurang siap. Ketika itu dhawuh dari Swarga Sinuhun Paku Buwono XII. Jadi beliau ndhawuhi setelah mengadakan rapat besar muncul dhawuh dalem dari Sinuhun disana di museumnya itu dulu adalah kadipaten, kadipaten itu adalah tempat adipati yang setelah itu menjadi Sinuhun. Jadi situ dulu adalah ndalem kadipatennya Sinuhun ke XII sebelum beliau diangkat menjadi raja. Setelah 62
itu muncul dhawuh daripada terbengkalai apalagi di keraton sendiri sudah tidak menjadi pusat pemerintahan kemudian Sinuhun diskusi dengan Sasana Wilapa siapa yang pas menjadi pengageng museum dan pariwisata keraton. Motif lainnya adalah perkembangan pariwisata di Indonesia yang menjadikan Keraton Surakarta sebagai ikon Kota Solo oleh Soekarno berbarengan dibukanya sebagai obyek wisata. Seperti terungkap pada pernyataan berikut:
KRMH Suryo Adi Wijoyo “…..karena dulu kongres pariwisata pertama di Solo terus dibukalah ini oleh Soekarno supaya menjadi ikon dari kota Solo.” (Wawancara 13 Januari 2016) Motif lain Keraton Surakarta disamping perintah Paku Buwono XII, pelestarian budaya, dan menjadi ikon Kota Solo adalah untuk bantuan sumber penghidupan abdi dalem karena keraton sudah tidak lagi menjadi pusat pemerintahan maka dalam hal pendanaan turut mengalami perubahan. Hal ini disampaikan oleh pernyataan informan berikut:
KGPH Puger “….selain itu untuk membantu penghidupan abdi dalem.” (Wawancara 14 Januari 2016) Berdasarkan pernyataan-pernyataan informan diatas, hal yang menjadi motif Keraton Surakarta menjadi obyek wisata adalah perintah dari Sinuhun Paku Buwono XII untuk memanfaatkan kadipaten yaitu rumah dari Adipati sebelum menjadi Sinuhun atau menjadi raja Keraton Surakarta, supaya tempat kadipaten tersebut tidak terbengkalai dikarenakan keraton sudah tidak lagi menjadi pusat pemerintahan di Jawa. Selain itu sedang ada Kongres Pariwisata pertama kali di Indonesia yang membuat Soekarno menjadikan keraton sebagai ikon kota Solo. Kemudian pelestarian kebudayaan Jawa agar tidak hilang terkena
63
modernisasi. Terakhir menjadi sumber bantuan biaya operasional untuk perawatan Keraton Surakarta seluas 10 hektar dan untuk gaji abdi dalem. Matrik IV.4 Motif Keraton Surakarta Menjadi Obyek Wisata Budaya No. 1.
Ditinjau dari Sejarah
Keterangan
wisata Menurut pengelola dan pegawai Keraton Surakarta,
Keraton Surakarta
latar belakang dibukanya keraton menjadi obyek wisata adalah perintah Sinuhun Paku Buwono XII untuk memanfaatkan ruangan kadipaten yang sekarang menjadi museum keraton.
2.
Pelestarian
Keraton Surakarta yang menjadi pusat kebudayaan
kebudayaan Jawa
Jawa harus dilestarikan seiring dengan terpaan modernisasi dan pengenalan kebudayaan Jawa secara lebih mendalam kepada masyarakat.
3.
Ikon wisata Kota Diresmikan oleh Soekarno menjadi ikon Kota Solo Solo
saat kongres pariwisata pertama di Indonesia dan berbarengan dibuka menjadi obyek wisata.
4.
Sumber pendanaan Untuk biaya operasional dan perawatan Keraton Keraton Surakarta
Surakarta seluas 10 hektar karena keraton sudah tidak menjadi pusat pemerintahan dan untuk menghidupi abdi dalem keraton.
Sumber: Data primer, diolah Februari 2016
2) Keunggulan Obyek Wisata Budaya Keraton Surakarta Ketertarikan wisatawan dapat berkembang dengan melihat fungsi sebenarnya dari bangunan tersebut seperti digunakan untuk pelaksanaan upacara adat, pernikahan keraton dan penerimaan tamu. Pihak pegawai Keraton Surakarta juga menuturkan bahwa arsitektur dan bangunan fisik keraton menjadi salah satu simbol untuk menarik wisatawan domestik dan wisatawan mancangera. Selain arsitektur dan bangunan Keraton Surakarta, pihak pengelola obyek wisata menampilkan
64
berbagai benda-benda sejarah seperti kereta kuno, kursi, perhiasan, baju khas keluarga Keraton dan lain-lain yang juga diunggulkan oleh pengelola. Hal ini terungkap pada pernyataan sebagai berikut: Bapak Dodi “Ya kalau keraton sajikan dari silsilahnya dari bangunannya yang masih sakral. Sama bangunan juga koleksi di museum. Nanti kan balik lagi ke wisatawan mau lihat apa.” (Wawancara 7 Desember 2015) Ibu Retno “Ya apa ya mungkin sejarahnya, bangunannya, acara suro itu.” (Wawancara 6 Desember 2015) Ibu Eni “Ya seperti yang dilihat sendiri di dalam yang disajikan bisa dilihat langsung oleh wisatawan museum dan koleksinya sama bangunan keraton. Kalau misalnya wisatawan ingin melihat gamelan atau koleksi buku-buku di keraton kan juga tidak bisa.” (Wawancara 6 Januari 2016) “Sepertinya bangunan, bangunan yang masih kuno dan belum berubah sama koleksi benda-benda di museum dan kalau wisatawan pakai guide jadi tau sejarahnya.” (Wawancara 6 Januari 2016) Simbol fisik berupa bangunan dan benda koleksi di museum sebagai daya tarik untuk wisatawan juga didukung oleh pernyataan informan sebagai berikut:
KGPH Puger “Bicara unggulan dan daya tarik itu banyak. Dari museumnya sendiri disitu ada benda-benda koleksi yang tidak hanya dipajang tetapi ada maknanya ada sejarahnya dan ada manfaat dijamannya. Kemudian dari bangunan keraton itu sendiri yang dibangun oleh Paku Buwono II tahun 1746 ada filosofinya juga.” (Wawancara 14 Januari 2016) KRMH Suryo Adi Wijoyo “.....barang-barang yang ada di keraton dulu dan sekarang sudah tidak diproduksi.” (Wawancara 13 Januari 2016)
65
Berbicara mengenai Keraton Surakarta tidak hanya mengenai arsitektur bangunan yang berdiri dengan kokoh dan megah. Tetapi pemaknaan simbol fisik tersebut adalah bangunan serta koleksi bendabenda di museum Keraton Surakarta dianggap sakral dan tidak boleh dipegang sembarangan. Benda-benda peninggalan sejarah di museum keraton seperti baju keraton, pusaka keraton, prasasti Jawa, senjata perang prajurit keraton, perhiasan putri keraton, miniatur rumah adat Jawa termasuk mobil kuno dan kereta kuno menjadi daya tarik wisata budaya selanjutnya dikarenakan benda-benda tersebut saat ini sudah tidak diproduksi lagi dan menjadi bukti bahwa benda-benda peninggalan sejarah memiliki masa jaya pada jamannya. Selain itu daya tarik yang ada di Keraton Surakarta adalah pengetahuan pada bidang seni yaitu seni karawitan, seni tari, seni wayang, seni bicara Jawa yang hanya bersumber di Keraton Surakarta. Seperti pernyataan informan berikut:
Bapak Setiadi “Yang disajikan sebagai daya tarik sebenarnya banyak sekali. Namun tidak semua orang tahu. Disini ada semua terutama dibidang seni, ada seni karawitan, seni tari, seni wayang, seni bicara Jawa kalau dikelola betul keraton sumbernya. Nah itu daya tarik untuk umum.” (Wawancara 17 Desember 2015) Berkaitan dengan obyek wisata Keraton Surakarta yang disajikan untuk pengunjung tidak hanya benda-benda dan bangunan, tetapi pihak pengelola juga menyajikan cerita sejarah, filosofi dan pengetahuan tentang keraton, unsur keaslian dari keraton seperti prajurit, filosofi bangunan, dan suasana masuk keraton. Seperti terungkap pada pernyataan berikut: KRMH Suryo Adi Wijoyo “Kita itu harus punya produk yang tidak keluar jalur dari aturan-aturan keraton supaya ada pengunjung. Dari segi histori terus ada guide juga salah satu produk yang harus kita 66
tonjolkan supaya jangan sampai kok keraton cuma gini-gini aja. Dan keraton itu banyak historisnya banyak pengetahuannya maka setiap pengunjung itu saya tawari guide kalau nggak mereka hanya tau bangunannya seperti itu saja kemudian foto udah. Jadi itu yang jadi unggulan dari cerita sejarahnya, filosofinya dan juga dari pengetahuannya.” (Wawancara 13 Januari 2016) “Daya tarik di keraton itu dari segi histori setelah itu yang asli dari keraton seperti prajurit kita tampilkan memang udah dari dulu ada di Brojonolo juga tidak hanya di Kori Kamandungan, jadi setiap titik perhentian abdi dalem mesti ada yang jaga. Dan juga setiap bangunan yang tinggi besar itu punya arti sendiri ada filosofinya. Selain itu kita juga menyajikan suasana, masuk keraton itu pagi siang sore malem itu situasinya beda-beda.” (Wawancara 13 Januari 2016) Simbol non fisik sebagai daya tarik wisata budaya keraton yang paling utama adalah cerita sejarah, filosofi dan pengetahuan, silsilah rajaraja Mataram dan raja Keraton Surakarta, serta makna disetiap bangunan dan benda-benda pusaka keraton, sehingga tersedia pemandu wisata yang akan menjelaskan secara detail makna dari bangunan dan benda dari setiap rute. Daya tarik wisata budaya keraton juga tersaji dalam suasana berbeda di lingkungan Keraton Surakarta dengan ketenangan yang akan didapat oleh wisatawan. Dari uraian diatas disebutkan bahwa Keraton Surakarta memiliki keunggulan wisata budaya yang kental akan suasana adat Jawa kuno dan disajikan untuk wisatawan. Beberapa hal dapat dilihat dan dapat dikunjungi setiap hari oleh wisatawan berupa simbol benda yaitu bangunan keraton dan benda-benda peninggalan sejarah keraton. Wujud budaya berupa kesenian menjadi daya tarik cukup kuat namun saat ini sudah mulai ditinggalkan masyarakat seperti seni wayang, seni karawitan, seni tari, seni musik berupa gamelan, dan seni berbicara Jawa. Namun daya tarik paling utama dan tidak kalah penting adalah cerita sejarah, filosofi serta pengetahuan dari setiap bangunan keraton dan benda-benda peninggalan sejarah keraton serta suasana masuk keraton.
67
Matrik IV.5 Keunggulan Obyek Wisata Budaya Keraton Surakarta No. 1.
Ditinjau dari Simbol Fisik
Obyek Wisata a) Arsitektur bangunan Keraton Surakarta. b) Benda-benda peninggalan sejarah Keraton Surakarta. c) Prajurit Keraton Surakarta.
2.
Simbol Non Fisik a) Sejarah, filosofi, pengetahuan Keraton Surakarta. b) Bidang seni (seni tari, seni karawitan, seni wayang, seni bicara Jawa) c) Suasana di Keraton Surakarta.
Sumber: Data primer, diolah Februari 2016
3) Keunggulan Atraksi Wisata Budaya Keraton Surakarta Disisi lain terlepas dari museum dan pariwisata keraton sebagai simbol fisik unggulan dan daya tarik wisata budaya, keraton secara rutin melaksanakan sekaten yang ditutup dengan turunnya gamelan yang ditabuh satu minggu di Masjid Agung kemudian dikeluarkannya gunungan yang disebut Gerebeg Mulud. Kegiatan budaya yang juga rutin diselenggarakan oleh keraton dan dilihat oleh wisatawan adalah adalah Kirab Pusaka 1 Suro, Gerebeg Idul Adha dan Gerebeg Pasa. Hal tersebut terungkap pada pada pernyataan informan berikut:
Bapak Dodi “.....upacara 1 Suro, sekaten” (Wawancara 11 Januari 2016) Bapak Setiadi “Daya tarik budaya contohnya turunnya gamelan selama seminggu ditabuh di Masjid Agung itu termasuk budaya yang setahun sekali ditampilkan. Puncaknya nanti ada gunungan. Kemudian sekaten, itu event yang paling besar. Namun daya tarik
68
paling besar ya keraton beserta isinya itu tadi.” (Wawancara 17 Desember 2015) Hal senada diungkapan pula oleh KGPH Puger selaku Pengageng Museum dan Pariwisata Keraton Surakarta sebagai berikut :
KGPH Puger “.....selain itu ada juga acara-acara budaya kirab pusaka, gerebeg mulud, yang sekaten itu juga.” (Wawancara 14 Januari 2016) Simbol berupa kegiatan adat dipercaya masih mengandung nilai tradisi dan kesakralan adat Jawa sehingga upacara adat tersebut tidak boleh hilang dan tetap dilestarikan. Mengingat keberadaan budaya Jawa sudah mulai hilang terkena arus modernisasi, sehingga dengan pelestarian diharapkan budaya Jawa yang bersumber di Keraton Surakarta tidak akan punah. Seperti terungkap dalam pernyataan informan berikut:
Bapak Setiadi “Ya itu tadi pelestarian, biar budaya tidak punah karena keraton sumber segala macam budaya.” (Wawancara 17 Desember 2015) Pelaksanaan upacara adat dan kebudayaan budaya dari jaman keraton masih dalam masa kejayaannya dan menjadi pusat pemerintahan sampai sekarang sudah tergantikan oleh pemerintahan modern, tidak ada yang berubah karena harus dilakukan pelestarian kebudayaan Jawa yang sesuai dengan aturan keraton dan hal ini diperkuat oleh pernyataan informan berikut:
KRMH Suryo Adi Wijoyo “Sedangkan kegiatan adat itu sebenarnya bukan masuk ranah museum dan pariwisata keraton tapi masuk ranah agenda tahunan wisata kalau wisata di keraton kan harian, kalau agenda itu seperti gunungan, sekaten, suro, wiyosan jumenengan yang 69
tidak boleh diubah-ubah supaya yang ditampilkan tetap sesuai dengan koridor keraton. Kegiatan budaya itu terutama jangan sampai hilang karena kalau hilang bahaya nanti, wong Jawa ilang Jawane. Kalau ditambahi malah nggakpapa tapi dalam koridor keraton seperti tarian, wayang, gamelan dan sebagainya.” (Wawancara 13 Januari 2016) Meskipun bukan termasuk ke dalam ranah pengelolaan museum dan pariwisata Keraton Surakarta, gelaran upacara adat dan kegiatan budaya menjadi agenda rutin keraton setiap tahun. Kegiatan budaya dan upacara adat tradisi menjadi sumber peradaban masyarakat Jawa. Sehingga upaya pelestarian harus tetap terlaksana mengingat sudah semakin terlupakan nilai luhur budaya Jawa. Pelestarian ini bertujuan untuk
mempertahankan
kebudayaan
Jawa
dan
diharapkan
ada
penambahan-penambahan kegiatan budaya dan diperkenalkan kepada masyarakat seperti tarian, gamelan, dan wayang sehingga mengedukasi masyarakat semakin menarik minat wisatawan untuk berwisata ke Keraton Surakarta. Berbeda dengan pernyataan informan sebelumnya, upacara adat dan kegiatan budaya sampai jaman modern ini tetap dilaksanan dan tidak diubah karena untuk menjaga kesakralan dari sebuah adat yang sudah diturunkan dari para leluhur Jawa. Pengubahan atau peniadaan upacara adat dikhawatirkan oleh pihak keraton akan mengganggu ketentraman dan keselamatan keluarga keraton hingga masyarakat karena masih kuatnya kepercayaan terhadap hal mistis. Hal ini tersampaikan pada pernyataan beberapa informan sebagai berikut:
Bapak Dodi “Kan dari dulu keraton itu sakral umpamanya dirubah kan nggak berani nanti kalau ada apa-apa resiko kan ada.” (Wawancara 21 Desember 2015) Ibu Retno “Itu nggak mungkin dirubah. Soalnya udah dari sana dari para leluhur harus seperti itu. Jadi mereka tidak berani merubahnya. Takut nanti ada apa-apa. Kayak suro kayak ngasih 70
bunga-bunga. Kalau nggak kok mesti ada kenapa-kenapa.” (Wawancara 6 Desember 2015) Ibu Eni “Udah dari jaman raja-raja dulu gitu jadi kalau mau merubah atau menghilangkan tidak berani.” (Wawancara 6 Januari 2016) Dari beberapa ulasan diatas upacara adat tradisi dan kegiatan budaya Jawa terus bersaing dengan budaya modern. Kecenderungan masyarakat saat ini hanyut dalam budaya modern tidak dapat ditekan lagi. Untuk itulah langkah yang diambil oleh Keraton Surakarta adalah melestarikan kebudayaan Jawa mulai dari upacara adat hingga kegiatan budaya yang berhubungan dengan kesenian dan dikemas dalam bidang pariwisata. Disamping dari sisi pelestarian, Keraton Surakarta tidak berani mengubah atau menghilangkan upacara adat dan kebudayaan Jawa karena berkaitan erat dengan nilai kesakralan dari budaya Jawa. Matrik IV.6 Keunggulan Atraksi Wisata Budaya Keraton Surakarta No. 1.
Atraksi Wisata
Tujuan Menjadi Agenda Rutin
Kirab Pusaka 1
a) Pelestarian budaya Jawa
Suro, Sekaten,
b) Menjaga
Gunungan, Upacara Gerebeg
nilai
kesakralan
kegiatan
budaya dan upacara adat tradisi c) Tidak
berani
merubah
atau
menghilangkan tradisi yang telah turun temurun Sumber: Data primer, diolah Februari 2016
4) Pemilihan Pengelola dan Pegawai Obyek Wisata Budaya Keraton Surakarta Konsistensi Keraton Surakarta untuk berada dikoridor adat Jawa dengan sedikit adopsi organisasi modern adalah kebijakan pengelola Museum dan Pariwisata Keraton Surakarta yang berasal dari keluarga
71
keraton seperti Pengageng Museum dan Pariwisata Keraton Surakarta merupakan adik dari Sinuhun Paku Buwono XIII, selain itu Wakil Pengageng, Sekretaris, Bendahara dan Manajer juga termasuk ke dalam keluarga keraton. Alasan utama pengelola museum dan pariwisata berasal dari keluarga keraton karena mengetahui seluk beluk, nilai, dan aturan Keraton Surakarta sehingga memahami betul apa saja yang harus disajikan kepada wisatawan. Tidak semua bagian dari Keraton Surakarta boleh dikomersilkan kepada wisatawan, karena tujuan utama dari pariwisata keraton adalah wisata pengetahuan supaya sumber budaya dan adat istiadat Jawa tetap terlestarikan. Pernyataan ini seperti yang disampaikan oleh KRMH Suryo Adi Wijoyo seperti berikut:
KRMH Suryo Adi Wijoyo “Karena keraton itu tidak disebut obyek wisata seperti Jurug, Sangiran katakanlah jadi tujuan orang lebaran pulang kampung atau lewat mampir dengan tujuan utama di Solo itu Klewer dan kuliner, kalau keraton jadi murni obyek wisata sini udah dirombak dikasih orang jualan atau apa. Soalnya kalau di sini dijadikan murni obyek wisata sumbernya orang Jawa nanti hilang, memang kita memarkan koleksi dari keraton ada mobil kuno, kereta jaman dulu tetapi di situ ada sisi historisnya dari setiap benda dan bangunan. Makanya kalau di keraton itu bukan wisata senang-senang tapi kaitannya dengan wisata pengetahuan.” (Wawancara 13 Januari 2016) Pada hakikatnya berwisata ke Keraton Surakarta adalah untuk wisata pengetahuan mengetahui histori dan filosofi budaya Jawa sehingga orang yang bekerja atau menjadi pengelola dari pariwisata keraton harus paham betul mengenai seluk beluk dari bangunan dan benda peninggalan sejarah. Untuk itulah bagi pegawai yang bekerja keraton tidak dapat sembarangan orang karena dapat menyebabkan salah persepsi jika informasi yang disampaikan kepada wisatawan tidak benar. Sehingga dalam hal ini pegawai yang bekerja di Keraton Surakarta direkrut sendiri oleh KGPH Puger selaku Pengageng Museum dan Pariwisata Keraton dengan pertimbangan dari pengelola lain namun yang
72
direkrut paling utama adalah abdi dalem yang sudah lama ikut keraton atau keluarganya menjadi abdi dalem dan merasa mampu bekerja sebagai pegawai museum dan pariwisata keraton. Cara pemilihan pegawai seperti ini kemudian turun temurun sejak keraton dibuka untuk obyek wisata. Seperti yang terungkap dalam pernyataan beberapa informan tersebut:
Bapak Dodi “Sini dulu kan pengunjung belum ramai, terus kebanyakan yang kerja di sini dari dulu udah ikut sama keraton jadi abdi dalem entah orangtuanya atau saudaranya terus diajak buat kerja di sini tapi istilahnya bukan kerja tapi mengabdi.” (Wawancara 7 Desember 2015) Ibu Retno “Kalau seperti guide itu ibaratnya ada yang turun temurun, dulu mbahnya guide turun temuurun itu ada. Ada yang dari pihak luar, dari pariwisata tapi jarang banget. Kebanyakan dari abdi dalem yang ada di sini mbak yang sudah lama kalau mereka merasa mampu mereka dapat direkrut jadi guide di sini. Dan mereka juga pegawai tetap. Kalau yang mengelola wisata keraton ini biasanya direkrut orang dalem, putra-putrinya PB XII dari jaman dulu mereka yang mengelola. Kayak Sasana Wilapa seperti struktur pemerintahan itu Gusti Wandansari, kalau kayak museum dan wisata ini Gusti Puger. Jadi masih orang keraton sendiri.” (Wawancara 6 Desember 2015) Bapak Setiadi “Itu yang menentukan Gusti Puger. Contoh saya sendiri mengabdi di Keraton dari tahun 1997 sampai 2000. Dulu saya pelukis kemudian saya dikasih rambu-rambu Gusti Puger untuk membuat lamaran biar nanti menjadi abdi dalem. Saya diberi tugas penjaga sampai tahun 2001 kemudian saya resmi menjadi abdi dalem. Terus tahun 2005 saya menjadi pemandu wisata.” (Wawancara 17 Desember 2015) Ibu Eni “Itu yang milih dari Gusti Puger langsung dengan pertimbangan dari anak-anaknya juga, karena anak-anaknya juga bantu menglola wisata keraton.” (Wawancara 6 Januari 2016)
73
Pemilihan pegawai Keraton Surakarta yang berasal dari abdi dalem atau orang terdekat Keraton Surakarta juga dibenarkan oleh pernyataan Pengageng Museum dan Pariwisata Keraton Surakarta yaitu Kanjeng Gusti Pangeran Haryo Puger sebagai berikut:
KGPH Puger “Kalau pemilihan itu dari musyawarah bersama, ada yang ditunjuk oleh saya dan sebagian besar abdi dalem, saya tanya mampu tidak kalau mereka mampu mereka pindah ke bagian museum dan pariwisata, tapi mereka harus tanggung jawab dengan tugasnya tidak boleh neko-neko.” (Wawancara 14 Januari 2016) Hal serupa juga diungkapkan oleh Manajer Museum dan Pariwisata Keraton Surakarta yaitu Kanjeng Raden Mas Haryo Suryo Adi Wijoyo jika yang bekerja sebagai pegawai museum dan pariwisata Keraton Surakarta berasal dari orang terdekat keraton yaitu dari pawiyatan atau sekolah pembicara khusus untuk Keraton Surakarta sehingga sudah paham mengenai keraton.
KRMH Suryo Adi Wijoyo “.....kalau pegawai-pegawai yang sudah ada ini kebanyakan dari pawiyatan atau sekolah yang mencetak pembicara khusus untuk keraton yang memang orang-orang terdekat, dan kalau sudah paham keraton maka sudah paham seperti ini, kalau untuk tiket seperti mbak Eni kita butuh penyegaran yang bisa memahami hak yang diterima segini aja kalau mau ya monggo.” (Wawancara 13 Januari 2016) Dapat disimpulkan bahwa pemilihan pengelola obyek wisata keraton merekrut dari keluarga Keraton Surakarta yang sedari kecil sudah paham mengenai keraton dan adat Jawanya, sedangkan untuk pegawai seperti pemandu wisata, petugas tiket, pedagang dan petugas parkir direkrut sendiri oleh ketua pengelola pariwisata yang berasal dari abdi dalem dan orang-orang terdekat Keraton Surakarta.
74
Matrik IV.7 Pemilihan Pengelola dan Pegawai Obyek Wisata Budaya Keraton Surakarta No. 1.
Cara Pemilihan Hubungan Keluarga
Keterangan Menjadi
Pengageng
Pengageng
(Wakil
(Ketua), Ketua),
Wakil Sekretaris,
Bendahara dan Manajer. 2.
Abdi Dalem
Menjadi pemandu wisata, petugas tiket dan informasi, pedagang, petugas parkir, serta petugas kebersihan.
Sumber: Data primer, diolah Februari 2016
5) Sumber Daya Manusia di Obyek Wisata Budaya Keraton Surakarta Dalam obyek wisata budaya ada peran dari sumber daya manusia yang mengorganisir, mengelola sekaligus melestarikan obyek wisata budaya. Pelestarian ini terwujud dalam dibukanya Keraton Surakarta menjadi obyek wisata dan agenda tahunan wisata keraton seperti Kirab Pusaka 1 Suro dan Sekaten yang dikelola oleh Sasana Wilapa dengan melibatkan seluruh keluarga keraton serta abdi dalem. Tanpa adanya sumber daya manusia, maka usaha keraton dalam melestarikan obyek wisata Keraton Surakarta tidak akan membuahkan hasil. Sumber daya manusia yang dipilih juga tidak sembarangan dan terbukti bahwa yang bekerja di Keraton Surakarta terutama dibagian museum dan pariwisata Keraton Surakarta sudah bekerja cukup lama sekitar 7 tahun sampai 18 tahun. Seperti yang terungkap dalam pernyataan berikut:
Bapak Dodi “Sudah berapa lama ya, pokok’e dari tahun 2000.” (Wawancara 7 Desember 2015)
75
Ibu Retno “Sudah 10 tahun nggih mbak.” (Wawancara 6 Desember 2015) Bapak Setiadi “Saya bekerja di sini tahun 1997. Jadi udah 18 tahun, kalau pemandu wisatanya berarti udah 10 tahun mbak.” (Wawancara 17 Desember 2015) Ibu Eni “Kerja di sini dari tahun 2008 jadi udah 7 tahun.” (Wawancara 6 Januari 2016) Cukup lamanya bekerja di Keraton dengan istilah mengabdi kepada Keraton Surakarta dan kepada Paku Buwono XIII membuktikan bahwa ada alasan lain pegawai-pegawai tersebut mampu bertahan bekerja di keraton dalam ranah pariwisata setelah sekian lama. Alasan bekerja di keraton adalah orangtua dulunya menjadi abdi dalem dan keraton sedang membutuhkan seseorang untuk menjadi penjaga parkir ketika mulai dibukanya keraton menjadi obyek wisata, kemudian menyebabkan pegawai parkir tersebut mengajukan diri dan sebagai bentuk pengabdian turun temurun, seperti terungkap dalam pernyataan berikut: Bapak Dodi “Dulu kan saya masih punya anak kecil terus orangtua saya abdi dalem di sini terus di sini butuh orang buat bantu bersih-bersih terus saya bantuin lama-lama butuh penjaga parkir juga akhirnya saya yang jaga parkir.” (Wawancara 7 Desember 2015) Alasan lain bekerja selama 10 tahun di Keraton Surakarta adalah mendapat kepercayaan langsung dari pihak pengelola museum dan pariwisata serta pihak keraton untuk mengelola barang jualan seperti minuman, cinderamata, buku sejarah keraton serta baju batik yang bekerja sama dengan putri keraton sekaligus mengawasi wisatawan. Seperti terungkap pada pernyataan berikut:
76
Ibu Retno “Apa ya saya ngikut suami mbak. Suami saya kan ikut Sinuhun istilahnya ajudannya. Terus kita dipercaya ngelola ini sambil ini lihat-lihat ngawasi gitu.” (Wawancara 6 Desember 2015) Selain turun temurun dari orang tua dan mendapat kepercayaan untuk mengelola barang jualan, alasan salah satu pemandu wisata ini adalah pengabdian dengan loyalitas tinggi kepada Keraton Surakarta dan kepada Paku Buwono XIII serta sudah lama menjadi abdi dalem Keraton Surakarta, seperti yang terungkap dalam pernyataan sebagai berikut:
Bapak Setiadi “Saya dulu abdi dalem. Jadi pengabdian kepada keraton.” (Wawancara 17 Desember 2015) Berbeda lagi dengan informan berikut yang mengenal salah satu keluarga keraton kemudian mendapat penawaran untuk bekerja di keraton, seperti terungkap pada pernyataan berikut ini:
Ibu Eni “Kalau saya ya dulu kenal lah sama salah satu keluarga keraton terus kemudian cerita kalau mau ada penambahan loket. Terus saya ditawarin mau nggak bekerja di keraton.” (Wawancara 6 Januari 2016) Sedangkan untuk pengelola Museum dan Pariwisata Keraton Surakarta yang berasal dari pihak keraton terjadi karena ada hubungan dekat yaitu bapak dan anak dengan Pengageng Museum dan Pariwisata serta memiliki gelar Sarjana Ekonomi sehingga ditugaskan untuk mengawasi bagian manajemen mulai dari administrasi, kinerja pegawai, personalia, hingga perputaran tiket. Selain adanya hubungan dekat dengan ketua museum dan pariwisata, pemilihan pengelola dari keluarga Keraton Surakarta didasarkan pada gelar sarjana yang dimiliki, sehingga dapat memberi masukan terhadap kinerja dan rencana kedepan dari
77
Keraton Surakarta dari sisi penyesuaian pengelolaan terhadap modernitas jaman. Seperti terungkap pada pernyataan berikut:
KRMH Suryo Adi Wijoyo “Saya itu dari tahun 2010 awal dan saya sebetulnya sama saya mendudukkan diri sebagai pegawai atau abdi dalem tetapi tatarannya karena saya ada gradenya otomatis saya diberi wewenang lebih karena dengan ilmu yang saya punya untuk mengawasi dan memanajemen dari perputaran tiket.” (Wawancara 13 Januari 2016) Bekerja di Keraton Surakarta berdasarkan pada pengabdian yang sudah turun temurun dari keluarga dan adanya hubungan deket antara keluarga Keraton Surakarta. Kemudian mengenai kesejahteraan pegawai wisata keraton sudah diperhatikan dan mengalami peningkatan setelah pengelolaan dibawah naungan Gusti Puger. Hal ini terungkap pada pernyataan pemandu wisata serta petugas tiket dan informasi sebagai berikut:
Bapak Setiadi “Itu diperhatikan oleh pihak keraton. Dibawah naungan Gusti Puger sudah ada peningkatan lagi.” (Wawancara 17 Desember 2015) Ibu Eni “Cukup diperhatikan kalau saya rasa tapi tidak tahu dengan pegawai lain.” (Wawancara 6 Januari 2016) Namun sangat berbeda dengan pernyataan diatas bahwa yang terjadi selama bekerja di Keraton Surakarta, kesejahteraan pegawai kurang diperhatikan oleh pihak keraton. Hal ini terjadi pada petugas parkir dan pedagang di lingkungan Keraton Surakarta dimana pegawai tersebut dibiarkan bekerja tanpa ada jaminan kesejahteraan seperti pelayanan kesehatan. Seperti terungkap pada pernyataan informan berikut:
78
Bapak Dodi “Ya kalau mau jaga parkir di sini silahkan, nggak silahkan. Jadi nggak diurus selama ini. Kan hasil dari parkir nggih masuk ke pengelola mbak.” (Wawancara 7 Desember 2015) Ibu Retno “Kurang untuk masalah kesejahteraan, kurang sekali. Mereka jarang memikirkan untuk masalah seperti itu. Dulu ya mbak denger-denger ada dokter tapi kok saya juga nggak pernah lihat. Terus kayak guide gitu mereka gajinya dikit cuma Rp 175.000,00 tapi kan dapet tip dari pengunjung” (Wawancara 6 Desember 2015) Kurang diperhatikannya kesejahteraan pegawai museum dan pariwisata Keraton Surakarta selama bekerja dibenarkan oleh informan pendukung berikut ini:
KRMH Suryo Adi Wijoyo “Kalau melihat kesejahteraan ya seadanya begini orang belum UMK yang diterima. Ya buat makan bisa kalau buat punya yang lain-lain nggak bisa.” (Wawancara 13 Januari 2016) Kesejahteraan pegawai kurang diperhatikan disebabkan karena gaji belum sesuai dengan UMK (Upah Minimum Kerja) Kota Solo. Selain itu pendanaan untuk gaji harus dikelola juga untuk abdi dalem keraton yang berjumlah 600 orang. Pegawai-pegawai di Keraton berjumlah 15 orang untuk pemandu wisata, 3 orang untuk pedagang, 2 orang petugas tiket, 3 orang petugas parkir. Dapat disimpulkan bahwa sumber daya manusia obyek wisata Keraton Surakarta memiliki latar belakang pendidikan berbeda, yaitu SD, SMP, SMA, dan Sarjana Strata-1, namun latar belakang pendidikan ini tidak berpengaruh pada alasan bekerja di Keraton Surakarta. Pengelola yang berlatarbelakang pendidikan Sarjana memang harus berasal dari keluarga keraton sedangkan untuk pegawai berdasarkan pengabdian kepada keraton, diminta pengelola untuk membantu dan menjadi
79
pegawai. Meskipun jenjang pendidikan beragam, tetapi kesejahteraan tidak terlalu diperhatikan karena gaji pegawai masih dibawah UMK. Matrik IV.8 Sumber Daya Manusia di Obyek Wisata Budaya Keraton Surakarta No
Lama Bekerja
1.
0-6 tahun
2.
7-12 tahun
2.
13-18 tahun
Alasan Bekerja
Kesejahteraan
a) Sebagai manajer pendidikan terakhir a) Kesejahteraan kurang Sarjana Strata 1, diberi wewenang karena gaji masih oleh keluarga Keraton Surakarta untuk dibawah UMK. memanajemen pengelolaan dan mengawasi perputaran tiket. a) Sebagai petugas tiket pendidikan a) Menurut petugas tiket terakhir SMA, bekerja di Keraton kesejahteraan Surakarta karena ditawari oleh diperhatikan. keluarga keraton. b) Sebagai pedagang pendidikan terakhir SMA, alasan bekerja karena suami b) Menurut pedagang sebagai ajudan Raja PB XIII sehingga kesejahteraan kurang diperintah untuk mengelola dagangan diperhatikan. dan mengawasi wisatawan. a) Sebagai petugas parkir pendidikan a) Menurut petugas parkir terakhir tidak tamat SD, menjadi kesejahteraan kurang pegawai di keraton karena sudah diperhatikan. membantu Keraton Surakarta sejak lama. b) Sebagai pemandu wisata pendidikan terakhir SMP, alasan bekerja sebagai b) Menurut pemandu bentuk pengabdian kepada Keraton wisata kesejahteraan Surakarta karena sedari dulu sudah diperhatikan. menjadi abdi dalem.
Sumber: Data primer, diolah Februari 2016
6) Fasilitas Obyek Wisata Budaya Keraton Surakarta Di Keraton Surakarta fasilitas memadai mulai dari adanya lahan parkir yang cukup luas untuk motor dan mobil, toilet umum untuk pria dan wanita, pedagang makanan dan minuman kemasan, cinderamata keraton, bahkan pedagang jamu tradisional, banyak tempat sampah mulai dari luar keraton hingga di dalam keraton, serta ada fasilitas tempat
80
istirahat bagi wisatawan mulai dari bagian luar hingga bagian pelataran keraton. Fasilitas pertama yang ada di Keraton Surakarta adalah tempat parkir. Keraton Surakarta memiliki dua lahan parkir, yaitu di dekat loket pertama dan di dekat pintu masuk. Lahan parkir di kedua tempat ini juga berbeda dimana lahan parkir di tempat pertama lebih luas untuk kendaraan roda dua, roda empat dan bus pariwisata, sedangkan lahan parkir di dekat loket kedua cukup sempit, hanya sanggup menampung beberapa motor pengunjung dan dipenuhi oleh banyak pedagang.
Gambar IV.2 Tempat Parkir 1
Gambar IV.3 Tempat Parkir 2
(Sumber: dokumentasi, Monica, 2015)
(Sumber: dokumentasi, Monica, 2015)
Fasilitas kedua yang ada di obyek wisata budaya Keraton Surakarta adalah toilet umum. Toilet ini terbagi menjadi dua yaitu satu untuk wanita dan satu untuk pria dengan jalur masuk cukup tertutup dan tertulis petunjuk dalam bahasa Inggris yaitu Gent dan Ladies. Kondisi toilet ini jauh dari kata bersih. Banyak debu dan kotoran yang menumpuk di sudut-sudut toilet. Kondisi pintu dan bak mandi juga jarang dibersihkan karena terlihat sangat kotor. Toilet umum yang berada di sebelah kiri pintu masuk juga timbul bau yang menyengat dan tidak diberi pengharum kamar mandi. Pengunjung yang menggunakan fasilitas toilet ini diwajibkan untuk membayar biaya kebersihan seikhlasnya tanpa dipatok tarif khusus.
81
Gambar IV.4 Toilet Umum (Sumber: dokumentasi, Monica, 2015)
Fasilitas ketiga adalah pedagang yang berada di sepanjang rute dari museum ke pelataran keraton. Pedagang ini menjual makanan ringan, minuman kemasan, baju batik, kain batik, buku-buku cerita keraton, dan cinderamata keraton yang sebenarnya adalah usaha dari salah satu keluarga keraton dan mengutus orang lain yaitu istri dari mantan ajudan PB XIII untuk mengelola.
Gambar IV.5 Pedagang di Dalam Lingkungan Keraton Surakarta (Sumber: dokumentasi, Monica, 2015)
Untuk lingkungan di luar Keraton Surakarta atau di dekat pintu masuk keraton, terdapat satu pedagang yang menjual makanan ringan, minuman kemasan, buku-buku cerita keraton, blangkon, kipas dan lainlain. Dulunya tempat ini adalah koperasi keraton namun tidak berjalan lagi sehingga dialihkan menjadi tempat berjualan. Selain pedagang yang menjual barang-barang khas keraton, banyak pedagang asongan yang
82
berjualan di sekitar tempat parkir kedua. Pedagang ini antara lain pedagang jamu, pernak-pernik, es krim, alat jahit, mainan anak.
Gambar IV.6 Pedagang di Luar Lingkungan Keraton Surakarta (Sumber: dokumentasi, Monica, 2015)
Gambar IV.7 Pedagang Asongan di Luar Lingkungan Keraton Surakarta (Sumber: dokumentasi, Monica, 2015)
Fasilitas yang keempat adalah tempat sampah. Di Keraton Surakarta ketersediaan tempat sampah cukup banyak dan letaknya strategis. Tempat sampah tidak tersedia dalam jenis organik dan anorganik, tetapi hanya tersedia untuk semua jenis sampah dan ada kantong sampah plastik, kayu hingga besi. Letak tempat sampah ini mulai dari pintu masuk di dekat pedagang, di dekat pintu masuk museum, di sudut museum hingga di sudut-sudut pelataran keraton. Dengan adanya tempat sampah ini maka pengunjung tidak akan kesulitan untuk membuang bungkus plastik bekas makanan atau minuman. Selain tempat sampah, pihak pengelola Keraton Surakarta juga menyediakan asbak puntung rokok di meja-meja tempat istirahat.
83
Gambar IV.8 Tempat Sampah di Keraton Surakarta
Gambar IV.9 Asbak di Keraton Surakarta
(Sumber: dokumentasi, Monica, 2015)
(Sumber: dokumentasi, Monica, 2015)
Fasilitas kelima adalah tempat istirahat. Tempat istirahat ini berupa kursi yang terbuat dari kayu untuk istirahat pengunjung setelah berkeliling keraton. Kursi-kursi dan meja ini tersedia dari dekat pedagang di pintu masuk dan beberapa di depan museum Keraton Surakarta.
Gambar IV.10 Kursi untuk Istirahat Wisatawan
Gambar IV.11 Kursi untuk Istirahat Wisatawan
(Sumber: dokumentasi, Monica, 2015)
(Sumber: dokumentasi, Monica, 2015)
Fasilitas yang tidak ada di Keraton Surakarta adalah fasilitas tempat makan. Wisata Keraton Surakarta yang buka mulai dari pukul 09.00 hingga 14.00 membuat wisatawan sering melalui jam makan siang saat masih di keraton, namun di Keraton Surakarta atau di luar keraton hanya tersedia pedagang makanan ringan. Fasilitas terakhir yang tidak mendukung obyek wisata Keraton Surakarta adalah tidak ada fasilitas keamanan dan fasilitas kesehatan. Fasilitas keamanan seperti satpam seharusnya
ada dikarenakan
pengunjung dapat mencapai ratusan baik itu wisatawan dari sekitar Solo, luar Solo hingga luar negeri. Fasilitas keamanan berguna untuk menjaga
84
ketenangan dan kenyamanan wisatawan selama berwisata di keraton. Dengan wisatawan berlatar belakang berbeda dan usia mulai dari anakanak hingga lansia, fasilitas kesehatan sudah sepatutnya disediakan pihak pengelola. Namun fasilitas kesehatan misalnya kotak P3K tidak tersedia di obyek wisata Keraton Surakarta. Fasilitas yang tidak ada selanjutnya adalah fasilitas transportasi atau dalam hal ini adalah kerjasama antara pihak pengelola Keraton Surakarta dengan jasa layanan transportasi seperti travel atau ojek dan bus. Jika ada kerjasama wisatawan yang ingin berkunjung ke keraton dapat memiliki akses yang mudah, karena satu-satunya transportasi yang dapat menjangkau hingga kawasan Keraton Surakarta adalah becak. Fasilitas jasa yang juga nihil adalah kerjasama antara pihak pengelola Keraton Surakarta dengan penyedia jasa penginapan. Wisatawan dari luar kota dan luar negeri biasanya bertanya kepada pihak penginapan seperti hotel tempat wisata khas dari Solo dan bagaimana cara untuk ke Keraton Surakarta. Jika ada kerjasama maka pihak penginapan dapat menyediakan jasa transportasi kemudian diantar sampai keraton sehingga dapat memudahkan akses wisatawan dan sekaligus menjadi media promosi Keraton Surakarta.
85
Matrik IV.9 Fasilitas Obyek Tarik Wisata Budaya Keraton Surakarta No. Fasilitas 1. Fasilitas tempat parkir 2. Fasilitas toilet umum
Kondisi Tersedia cukup luas. Tersedia dan terpisah antara pria dan wanita, tetapi kondisi kurang terjaga kebersihan. 3. Fasilitas pedagang Tersedia cukup banyak pedagang makanan ringan, minuman kemasan, dan cinderamata tentang Keraton Surakarta. 4. Fasilitas kebersihan Tersedia banyak tempat sampah dan asbak. 5. Fasilitas untuk istirahat Tersedia cukup banyak bangku untuk istirahat pengunjung. 6. Fasilitas untuk tempat makan Tidak tersedia. 7. Fasilitas keamanan Tidak tersedia. 8. Fasilitas kesehatan Tidak tersedia. 9. Fasilitas transportasi Tidak tersedia (tidak ada kerjasama dengan jasa penyedia layanan transportasi). 10. Fasilitas layanan jasa Tidak tersedia (tidak ada kerjasama dengan pihak penginapan). Sumber: Data Primer, diolah Februari 2016
7) Pemeliharaan Obyek Wisata Budaya Keraton Surakarta Di Keraton Surakarta dari bangunan hingga benda-benda di museum dibersihkan setiap hari oleh abdi dalem dan dibetulkan jika rusak. Hal ini terungkap pada pernyataan informan sebagai berikut: Bapak Dodi “Ya dari abdi dalem itu tiap hari rutin dibersihkan sampah-sampahnya. Kalau ada yang rusak dibetulin.” (Wawancara 7 Desember 2015) Ibu Eni “Karena saya dari pagi sampai siang di loket terus kurang tahu nggih mbak tapi yang jelas setiap hari dibersihkan
86
oleh abdi dalem. Dibagian loket sini saya juga bersihkan tiap pagi pas mau buka.” (Wawancara 6 Januari 2016) Abdi dalem yang setiap hari membersihkan bagian museum, pelataran keraton, serta bangunan keraton sudah memiliki kewajiban untuk membersihkan bagian tertentu seperti satu abdi dalem membersihkan satu benda koleksi, ada yang membersihkan bangunan museum dan bangunan keraton, dan ada pula yang menyapu di kawasan pelataran Keraton Surakarta. Seperti terungkap pada pernyataan sebagai berikut:
Ibu Retno “Kalau museum dan bangunan itu yang bersihin abdi dalemnya. Jadi ada tugas masing-masing ini bersihin ini gitu. Istilahnya gimana ya mbak tiap abdi dalem megang sendirisendiri yang dibersihkan apa.” (Wawancara 6 Desember 2015) Bapak Setiadi “Yang membersihkan itu abdi dalem sendiri. Ada yang diwajibkan membersihkan museum, kemudian pelataran. Ada tugasnya masing-masing.” (Wawancara 17 Desember 2015) Hal serupa juga diungkapkan oleh manajer museum dan pariwisata Keraton Surakarta, bahwa setiap hari tempat wisata ini selalu dibersihkan. Namun ada satu hal yang dulu sudah pernah dilakukan yaitu bersih-bersih museum dan area pelataran keraton setiap hari Jumat saat ini sudah tidak dilakukan lagi, tetapi kegiatan Jumat bersih tersebut rencananya dijalankan lagi dan melibatkan pegawai serta pengelola, seperti yang terungkap berikut:
KRMH Suryo Adi Wijoyo “Nah kalau masalah pemeliharaan sebetulnya dulu sudah tapi agak macet jadi saat libur hari Jumat itu kita adakan bersihbersih barang yang kita tampilkan, semua turun tangan dari pegawai sampai pengageng. Dari museumnya ketika mau buka mesti bersih-bersih.” (Wawancara 13 Januari 2016)
87
Dari seluruh informan baik itu pegawai maupun pengelola mengatakan bahwa Keraton Surakarta dibersihkan setiap hari. Tetapi berdasarkan hasil observasi banyak sampah terutama sampah daun di halaman depan museum, meskipun sudah dikumpulkan disatu sudut akan tetapi sampah tersebut tidak langsung dibuang. Selain itu meskipun sudah menyediakan cukup banyak tempat sampah, tetap ada pengunjung yang membuang sampah tidak pada tempatnya.
Gambar IV.12 Sampah Daun Berserakan (Sumber: dokumentasi, Monica, 2015)
Gambar IV.13 Sampah yang Menumpuk (Sumber: dokumentasi, Monica, 2015)
Pemeliharaan juga dapat terlihat dari penampilan bangunan dan benda koleksi. Berdasarkan hasil observasi atap di salah satu koridor depan museum mengalami kerusakan namun belum diperbaiki.
Gambar IV.14 Kerusakan Atap di depan Museum
Gambar IV.15 Kerusakan Atap di depan Museum
(Sumber: dokumentasi, Monica, 2015)
(Sumber: dokumentasi, Monica, 2015)
Selain atap di koridor depan museum, lantai di koridor depan museum salah satunya mengalami kerusakan namun tidak diganti dengan
88
ubin yang sama tetapi hanya diganti dengan kayu yang dibentuk menyerupai ubin.
Gambar IV.16 Kerusakan Lantai di depan Museum (Sumber: dokumentasi, Monica, 2015)
Benda-benda koleksi di Keraton Surakarta yang kurang terawat adalah beberapa kereta kuno yang dipajang di koridor musuem. Kondisi kereta sudah rusak dan catnya mengelupas. Padahal jika dirawat dengan baik kereta tersebut memiliki nilai artistik yang sangat indah.
Gambar IV.17 Kereta Kuno yang Terbengkalai (Sumber: dokumentasi, Monica, 2015)
Untuk bagian dalam museum keraton, berdasarkan hasil observasi ruangan terlihat tidak menarik karena pemasangan lampu yang tidak terang, cat tembok yang mengelupas, dan benda-benda koleksi di museum berdebu dan kotor.
89
Gambar IV.18 Ruang Display Museum yang Kurang Penerangan
Gambar IV.19 Cat Tembok yang Mengelupas (Sumber: dokumentasi, Monica, 2015)
(Sumber: dokumentasi, Monica, 2015)
Matrik IV.10 Pemeliharaan Obyek Wisata Budaya Keraton Surakarta No. 1.
Pemeliharaan Kondisi Dibersihkan setiap hari oleh Benda koleksi dan ruangan museum abdi
dalem
(petugas tetap berdebu.
kebersihan). 2.
Disapu setiap hari oleh abdi Masih dalem (petugas kebersihan).
3.
4.
Tersedia
banyak
ada
sampah
daun
yang
menumpuk.
tempat Masih ada beberapa sampah plastik
sampah.
yang menumpuk di hiasan.
Upaya perbaikan dan renovasi.
Kerusakan di bagian atap bangunan museum dan ubin di museum.
5.
Perawatan benda-benda koleksi.
Ada kereta kuno terbengkalai dengan kerusakan yang parah.
6.
Perawatan
ruangan
museum Ruangan museum terlihat gelap dan
Keraton Surakarta.
cat yang mengelupas.
Sumber: Data primer, diolah Februari 2016
8) Sumber Pendanaan Pengelolaan Obyek dan Daya Tarik Wisata Budaya Keraton Surakarta Terkait dengan sepinya obyek dan daya tarik wisata Keraton Surakarta dan setelah terjadinya kekisruhan antara calon Raja Keraton Surakarta pada beberapa tahun lalu, dampaknya dirasakan pada pembiayaaan pengelolaan obyek dan daya tarik wisata budaya mulai dari 90
gaji pegawai sampai biaya operasional Keraton Surakarta. Selain itu biaya operasional
Keraton
Surakarta
dalam
ranah
wisata
sepenuhnya
mengandalkan tiket masuk Museum dan Pariwisata Keraton Surakarta seharga Rp 10.000,00 untuk wisatawan domestik dan Rp 15.000,00 untuk wisatawan asing, seperti pernyataan salah satu informan tersebut: Ibu Eni “Itu saya kurang berkenan untuk menjawabnya tapi ya dari tiket masuk ini untuk mengelola yang di dalem sana terutama dari koleksi-koleksi yang dilihat pengunjung.” (Wawancara 6 Januari 2016) Pernyataan
dari
petugas
tiket
dan
informasi
mengenai
pembiayaan pengelolaan obyek dan daya tarik wisata budaya Keraton Surakarta diatas juga dikuatkan oleh pernyataan informan sebagai berikut:
KRMH Suryo Adi Wijoyo “.....dan biaya operasional itu tidak bisa ditipu, kalau misal pemerintah memberikan bantuan baru bisa jalan untuk semuanya, karena kalau hanya mengandalkan dari tiket ini nggak bisa jalan terus, kelihatan kan gimana jumlah wisatawan yang datang hariannya.” (Wawancara 13 Januari 2016) Dibenarkan bahwa sebagian besar biaya operasional Keraton Surakarta dan ranah pariwisatanya mengandalkan tiket masuk museum dan pariwisata Keraton Surakarta. Penjabaran lebih rinci lagi diungkapkan oleh pedagang yang berada di dalam keraton dimana dahulunya suami beliau menjadi ajudan Sinuhun Paku Buwono XIII sehingga cukup mengetahui mengenai
pembiayaan
pengelolaan
museum
dan parwisata serta
keseluruhan pembiayaan Keraton Surakarta. Sebelum terjadi konflik, keraton mendapat bantuan dana dari Pemerintah Provinsi Jawa Tengah sebanyak 1,4 Milyar untuk jangka waktu 1 tahun pembiayaan pengelolaan keraton secara keseluruhan, kemudian dari Pemerintah Kota Solo sebanyak 360 Juta. Namun yang terjadi bantuan biaya operasional baik dari Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan Pemerintah Kota Solo sudah 3
91
tahun tidak ada. Selain dari tiket masuk museum dan pariwisata Keraton Surakarta, pihak keraton mendapat bantuan dari UNICEF sebagai donatur dan dari kerabat-kerabat Keraton Surakarta yang semula dari pihak luar kemudian diberi gelar kehormatan oleh keraton sehingga ikut membantu dalam pembiayaan Keraton Surakarta. Hal ini terungkap pada pernyataan informan berikut:
Ibu Retno “Wah dulu sebelum keraton ini terjadi kekrisuhan itu dulu ya mbak dari provinsi dapat dana 1,4 M untuk 1 tahun untuk gaji karyawan untuk suro ya pokoknya untuk biaya ini pengelolaan keraton. Dari pemkot 360 juta tapi sekarang sudah hampir 3 tahun ini tidak keluar karena pernah denger kan antara Sinuhun dengan badan lembaga dewan adat tidak bersatu jadi distop. Sekarang ada donatur dari luar negeri ada yang bantu dari UNICEF. Terus dari kita memberi gelar itu kan nanti mereka istilahnya nyengkuyung keraton.” (Wawancara 6 Desember 2015) Pernyataan informan mengenai sumber pendanaan pengelolaan Keraton Surakarta juga dibenarkan oleh pernyataan KGPH Puger selaku Pengageng Museum dan Pariwisata Keraton Surakarta sebagai berikut:
KGPH Puger “Bicara masalah dukungan anggaran dulu sekitar 15 tahun yang lalu keraton mendapat subsidi dari Pemkot Surakarta dan Pemprop Jawa Tengah untuk pembiayaan upacara dan acara adat, gaji pegawai dan abdi dalem, dan atraksi budaya. Namun setelah ada konflik itu nggih kami memutuskan untuk mandiri dalam mengurusi semua dan kami tetap berusaha mendapatkan dana dari sumber lain, seperti dari tiket masuk ke obyek wisata karena tidak kena pajak, dari wewenang keraton memungut biaya penggunaan lahan di alun-alun saat sekaten dan bantuan dari kerabat-kerabat keraton. Dukungan anggaran tadi sampai sekarang masih terasa kurang apalagi dana untuk operasional keraton, untuk gaji pegawai dan abdi dalem, biaya pemeliharaan rutin, biaya sesaji dan upacara-upacara, biaya pengembangan kesenian dan kebudayaan di keraton sendiri secara rutin ada latihan keroncong, karawitan, menari dan masih banyak lainnya. Contoh ngeten mawon setiap hari Senin dan Kamis, keraton
92
mengeluarkan anggaran untuk membeli bunga segar itu untuk sajen sebesar Rp 3.000.000,00.” (Wawancara 14 Januari 2016) Permasalahan yang dihadapi oleh Keraton Surakarta adalah terkait dengan dukungan anggaran untuk biaya operasional keraton secara keseluruhuan. Setelah terjadinya konflik, pembiayaan pengelolaan dalam bentuk dana bantuan dari Pemerintah Kota Solo dan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah terhenti. Pemasukan dana untuk operasional Keraton Surakarta saat ini berasal dari tiket masuk obyek dan daya tarik wisata yang tidak kena pajak, wewenang keraton memungut biaya penggunaan lahan di alun-alun saat sekaten dan bantuan dari kerabat keraton yang diberi gelar kehormatan. Namun biaya operasional tersebut masih kurang karena digunakan untuk banyak hal meliputi gaji pegawai dan abdi dalem, biaya pemeliharaan rutin, biaya sesaji, upacara adat dan kegiatan budaya atau atraksi wisata, biaya pengembangan kesenian dan kebudayaan yang secara rutin diadakan. Matrik IV.11 Sumber Pendanaan Pengelolaan Keraton Surakarta No. 1.
Sebelum tahun 2012
Setelah tahun 2012
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah
-
sebesar 1,4 M. 2.
Pemerintah Kota Solo sebesar 360
-
Juta. 3.
-
Tiket masuk Keraton Surakarta
4.
-
Bantuan kerabat Keraton Surakarta
5.
Wewenang -
Keraton
Surakarta
memungut biaya penggunaan alunalun utara.
6.
-
Bantuan dana dari UNICEF.
Sumber: Data primer, diolah Februari 2016
93
9) Promosi Obyek dan Daya Tarik Wisata Budaya Keraton Surakarta Kunjungan wisatawan domestik dan mancanegara ke Keraton Surakarta terjadi karena adanya promosi. Promosi dilakukan melalui radio yaitu RRI Solo dan melalui spanduk atau baliho besar berisi jadwal kegiatan budaya seperti Sekaten, Gerebeg Mulud dan Kirab Pusaka. Atraksi wisata tersebut kebanyakan dilaksanakan di Keraton Surakarta atau di alun-alun utara, sehingga dengan promosi simbol wisata ini dapat menambah kunjungan wisatawan baik dari dalam negeri atau luar negeri. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh pemandu wisata sebagai berikut:
Bapak Setiadi “Promosi lewat radio RRI kadang lewat spanduk besar pengumuman untuk pengunjung ada event di keraton.” (Wawancara 17 Desember 2015) Selain promosi melalui radio lokal di Kota Solo, promosi dilakukan melalui media sosial seperti Facebook milik pegawai dan pengelola sendiri. Promosi juga dilakukan melalui kerjasama pengelola wisata Keraton Surakarta dengan biro-biro perjalanan seperti brosur wisata Kota Solo yang terdapat di setiap kantor biro perjalanan. Seperti terungkap pada pernyataan berikut:
KRMH Suryo Adi Wijoyo “Sebenarnya promosi sudah, lewat facebook dari temanteman kemudian dari biro-biro perjalanan. Nanti kan kedepannya kita juga memikirkan program-program untuk tiketnya gimana fasilitasnya gimana.” (Wawancara 13 Januari 2016) Lebih jelas lagi Pengageng Museum dan Pariwisata Keraton Surakarta menuturkan bahwa promosi obyek dan daya tarik wisata budaya Keraton Surakarta dilakukan melalui 4 macam, yang pertama yaitu bekerjasama dengan pengusaha batik dengan mengadakan pentas seni dan pameran berkaitan dengan batik khas Solo yang diselenggarakan di keraton dan hal tersebut bertujuan untuk menarik minat wisatawan
94
mengunjungi keraton. Kedua adalah tetap ada kerjasama dengan Pemerintah
Kota
Surakarta
yaitu
melalui
website
Kota
Solo
www.surakarta.go.id, dengan mencantumkan Keraton Surakarta sebagai salah satu destinasi wisata Kota Solo. Promosi ketiga adalah kerjasama dengan biro travel yaitu Keraton Surakarta menjadi salah satu tujuan destinasi wisata di biro travel tersebut. Promosi yang terakhir adalah melalui media yaitu media cetak seperti koran, majalah, dan brosur serta media elektronik yaitu televisi yang menayangkan bangunan beserta isinya serta upacara adat tradisi dan kegiatan budaya. Hal ini terungkap pada pernyataan berikut:
KGPH Puger “Untuk promosi sendiri nggih mbak ada beberapa hal yang sudah dilakukan oleh keraton. Pertama, bekerja sama dengan pengusaha-pengusaha batik. Misalnya gini dengan mengadakan pentas seni dan workshop-workshop tentang batik, nah nantinya kegiatan itu lokasinya di keraton sendiri dan dapat menarik pengunjung untuk melihat pentas batik tadi sekaligus mengunjungi Keraton. Kedua, pihak keraton mengadakan kerjasama dengan pemkot, kalau anda bisa lihat di website Surakarta salah satu tempat wisatanya adalah keraton. Yang ketiga, pihak keraton mengadakan kerjasama dengan biro travel, dengan cara memasukkan keraton jadi salah satu tujuan wisata di biro travel. Terakhir melalui media baik media cetak seperti koran, majalah, dan pamflet maupun media elektronik misalnya TV dan video yang menyuguhkan keraton dalam bentuk visual audio, jadi nanti calon wisatawan dapat melihat keindahan dan keanggunan keraton dan pada akhirnya mereka akan berkunjung ke keraton.” (Wawancara 14 Januari 2016) Dapat disimpulkan bahwa ada beberapa promosi yang dilakukan oleh pihak pengelola wisata keraton dalam memperkenalkan simbol obyek dan daya tarik wisata budaya kepada masyarakat. Promosi wisata Keraton Surakarta melalui media cetak seperti brosur, koran, majalah, dan baliho tentang event keraton, melalui media elektronik seperti televisi dan radio, serta melalui media online seperti Facebook dan website Pemerintah Kota Surakarta. Promosi lainnya adalah melalui kerjasama dengan pengusaha
95
batik untuk menampilkan karyanya di Keraton Surakarta dengan tujuan menarik minat wisatawan lebih banyak, tetapi promosi ini sudah lama tidak terlaksana mengingat anggaran dana yang menipis. Promosi terakhir adalah melalui kerjasama dengan biro perjalanan yaitu wisatawan yang menggunakan jasa travel diajak untuk berwisata ke Keraton Surakarta, tetapi promosi ini tidak begitu efektif dikarenakan banyak wisatawan yang tidak menggunakan jasa biro perjalanan. Sehingga promosi yang paling efektif adalah melalui media cetak, media elektronik, dan media online. Matrik IV.12 Promosi Wisata Budaya Keraton Surakarta No. 1.
Media Promosi Media cetak
Keterangan Melalui koran, brosur, majalah, baliho event Keraton Surakarta.
2.
Media elektronik
Melalui televisi dan radio.
3.
Media online
Melalui facebook dan website Pemerintah Kota Solo www.surakarta.go.id.
Sumber: Data primer, diolah Februari 2016
2. Perkembangan Tata Kelola Obyek dan Daya Tarik Wisata Budaya Keraton Surakarta a. Perkembangan Tata Kelola Menurut Pemaknaan Wisatawan Pengetahuan
wisatawan
yang
berpengaruh
pada
motivasi
mengunjungi Keraton Surakarta dapat terlihat dari segi frekuensi mengunjungi obyek wisata Keraton Surakarta, melihat atraksi wisata budaya serta manfaat yang diperoleh setelah berkunjung ke Keraton Surakarta. 1) Kunjungan Wisatawan ke Obyek Wisata Keraton Surakarta Wisatawan keraton dari sektor domestik dapat dikategorikan menjadi beberapa asal daerah seperti para informan asli dari Solo, asli dari luar Solo namun sedang kuliah di Solo, dan dari luar Solo yang sedang ada keperluan di Solo. Frekuensi kunjungan baik dari luar Solo
96
ataupun yang sudah cukup lama tinggal di Solo adalah satu kali. Hal ini diungkapkan dalam pernyataan berikut:
Ajeng “Baru pertama ini mbak.” (Wawancara 10 Desember 2015) Bapak Anwar “Baru pertama ini kalau (Wawancara 12 Desember 2015)
ke
keraton
Solo.”
David “Baru satu kali.” (Wawancara 13 Desember 2015) Sementara itu untuk warga Solo asli frekuensi mengunjungi dan berwisata ke Keraton Surakarta cukup sering dilakukan. Seperti pernyataan Ibu Endang berikut:
Ibu Endang “Sering sih, kalau dulu-dulu sering kalau sekarang jarang.” (Wawancara 10 Desember 2015) Untuk wisatawan mancanegara secara keseluruhan baru pertama kali berkunjung ke Keraton Surakarta. Pernyataan ini diungkapkan oleh beberapa infoman berikut: Vanny “This is my first time, but I’ve been here for three or four days.” (Ini pertama kalinya tapi saya sudah di sini tiga atau empat hari, Wawancara 12 Desember 2015) Anna “This is my first time.” (Ini pertama kalinya, Wawancara 12 Desember 2015) Leon “This is the first time. Because i came to Indonesia without planning it before.”
97
(Ini pertama kalinya. Karena saya datang ke Indonesia tanpa merencanakan sebelumnya, Wawancara 13 Desember 2015) Mr. Akio “First time been in Solo and this palace but second time been in Indonesia.” (Pertama kalinya di Solo dan keraton tapi kedua kalinya saya di Indonesia, Wawancara 6 Desember 2015) Frekuensi wisatawan domestik dan wisatawan mancanegara yang berkunjung ke keraton untuk pertama kali menandakan bahwa obyek wisata keraton Surakarta kurang begitu menarik minat wisatawan dikarenakan buruknya kondisi fasilitas, kondisi bangunan dan museum dan perawatan produk wisata. Selain itu disebabkan pula oleh pengetahuan dan motivasi pada diri wisatawan. Wisatawan yang ingin mengetahui budaya Jawa dan memperkenalkan budaya Jawa ke anak atau saudara lebih sering berkunjung ke keraton. Hal ini dapat disimpulkan bahwa perkembangan tata kelola dari segi kunjungan wisatawan tidak mengalami perkembangan yang signifikan karena kunjungan wisatawan hanya terjadi sekali.
Matrik IV.13 Kunjungan Wisatawan ke Obyek Wisata Budaya Keraton Surakarta No.
Kriteria
Wisatawan
Wisatawan
Domestik
Mancanegara
1.
Perempuan Gol. Dewasa
Lebih dari satu kali
Satu kali
2.
Laki-laki Gol. Dewasa.
Satu kali
Satu kali
3.
Perempuan Gol. Muda.
Satu kali
Satu kali
4.
Laki-laki Gol. Muda.
Satu kali
Satu kali
Sumber: Data primer, diolah Februari 2016
98
2) Motivasi Kunjungan Wisatawan Melihat Atraksi Wisata Budaya Keraton Surakarta Beberapa wisatawan domestik pernah melihat langsung atraksi wisata yaitu kegiatan budaya Keraton Surakarta seperti Kirab Pusaka 1 Suro, Sekaten, dan Gerebeg namun belum pernah melihat upacara adat karena aturan yang tidak boleh dilihat oleh masyarakat umum. Penuturan informan tersebut terungkap dalam pernyataan berikut ini:
Ibu Endang “Kalau buat yang kayak upacara adat di dalem keraton belum mbak, kan emang nggak boleh ya, tapi kalau kayak sekaten atau suro begitu pernah lihat.” (Wawancara 10 Desember 2015) Hal senada berkaitan dengan pernah menyaksikan langsung kegiatan budaya keraton disampaikan oleh pernyataan informan berikut:
Ajeng “Nggak pernah sih. Cuma kalau yang suro itu pernah sekali saja aku lihatnya.” (Wawancara 10 Desember 2015) Wisatawan domestik yang bertempat tinggal di Solo dan luar Solo belum pernah menyaksikan kegiatan budaya dan upacara adat tradisi. Seperti terungkap dalam pernyataan berikut:
David “Belum pernah sih kalau gue.” (Wawancara 13 Desember 2015) Bapak Anwar “Waduh belum pernah karena saya baru pertama ke Solo, tapi sering tahu ada acara tentang kegiatan-kegiatan yang diadain di keraton dari berita.” (Wawancara 12 Desember 2015)
99
Begitu pula dengan wisatawan mancanegara yang belum pernah melihat atraksi budaya karena keterbatasan waktu, seperti terungkap pada pernyataan berikut:
Vanny “No…..” (Tidak….., Wawancara 12 Desember 2015) Anna “No…..” (Tidak……, Wawancara 12 Desember 2015) Leon “No I haven’t.” (Belum pernah, Wawancara 13 Januari 2016) Mr. Akio “……so i have not seen any of that.” (…..jadi saya tidak melihat seluruh kegiatan budaya itu, Wawancara 6 Desember 2015) Bagi wisatawan yang pernah melihat kegiatan budaya seperti Sekaten dan Kirab Pusaka 1 Suro dikarenakan keingintahuan pada kesakralan benda-benda pusaka dan kerbau bule atau kerbau berwarna putih. Seperti terungkap pada pernyataan berikut:
Ajeng “Lebih ke pengen tahu yang ditampilin di kirab itu apa aja. Benda-benda yang masih sakral gitu sama kebonya kayak gimana.” (Wawancara 10 Desember 2015) Ibu Endang “Ya itu tadi jadi orang Jawa biar tahu kebudayaan Jawa, masih ada benda-benda peninggalan sama kebo bule yang disucikan terus dilihatin ke masyarakat.” (Wawancara 10 Desember 2015) Wisatawan domestik yang belum pernah melihat kegiatan budaya dan upacara adat tradisi memang tidak tertarik karena pengelola
100
kurang menjelaskan mengenai makna dan tujuan kirab. Seperti terungkap pada pernyataan berikut:
David “Soalnya emang nggak begitu tertarik. Gimana ya kayak kurang ngejelasin aja arti misal apa itu kirab tujuannya kenapa. Kalau yang sekaten itu pernah sih sekali aja.” (Wawancara 13 Desember 2015) Meskipun belum pernah melihat atraksi wisata budaya karena lokasi tempat tinggal di Tangerang tetapi informan tersebut mengakui bahwa yang dilihat dari berita atraksi wisata budaya seperti kirab dan sekaten menarik untuk masyarakat, sehingga masyarakat menjadi lebih tahu kebudayaan Jawa. Seperti terungkap pada pernyataan berikut:
Bapak Anwar “Jauh kalau mau lihat. Cuma ya dari berita itu emang menarik banget buat masyarakat. Masyarakat jadi tahu yang masih ada di keraton.” (Wawancara 12 Desember 2015) Wisatawan mancanegara belum pernah melihat atraksi budaya baik itu kirab pusaka, sekaten dan gerebeg karena di Indonesia selama beberapa hari saja dan jarak antara Indonesia dengan negara asal yang jauh. Seperti terungkap pada pernyataan informan sebagai berikut:
Vanny “…..because I only stay for 3 days.” (…..karena saya di Solo hanya 3 hari, Wawancara 12 Desember 2015) Anna “…..I visit solo for 1 day.” “…..saya berkunjung ke Solo hanya 1 hari.” Wawancara 12 Desember 2015) Leon “Cause Solo so far away from my town.”
101
(Karena Solo sangat jauh dari kota saya, Wawancara 13 Januari 2016) Mr. Akio “I have no much time in here…..” (Saya tidak punya waktu cukup banyak di sini….., Wawancara 6 Desember 2015)
Matrik IV.14 Frekuensi dan Motivasi Melihat Atraksi Wisata Budaya No.
Wisatawan Domestik
1.
Laki-laki Gol. Muda
2.
Perempuan Gol. Muda
3.
Laki-laki Gol. Dewasa
4.
Perempuan Gol. Dewasa
Frekuensi
Motivasi
Belum pernah melihat. Tidak tertarik karena kurang penjelasan tentang makna dan tujuan kirab pusaka dan sekaten. Pernah melihat Kirab Ingin tahu acara Kirab Pusaka, Pusaka. benda-benda pusaka dan kerbau bule. Belum pernah melihat. Lokasi tempat tinggal yang jauh dari Solo. Pernah melihat Kirab Ingin tahu budaya Jawa dengan Pusaka dan Sekaten. benda-benda pusaka dan kerbau bule yang sakral.
5.
Wisatawan Mancanegara Laki-laki Gol. Muda
Belum pernah melihat. Lokasi negara asal yang jauh.
6.
Perempuan Gol. Muda
Belum pernah melihat. Hanya di Solo 3 hari.
7.
Laki-laki Gol. Dewasa
Belum pernah melihat. Waktu di Indonesia terbatas.
Frekuensi
8.
Motivasi
Perempuan Gol. Belum pernah melihat. Hanya di Solo 1 hari. Dewasa Sumber: Data primer, diolah Februari 2016
102
3) Informasi Obyek Wisata Keraton Surakarta Promosi dengan berbagai cara dapat menjaring kunjungan wisatawan lebih banyak ke Keraton Surakarta. Untuk wisatawan domestik terutama dari Kota Solo dan sekitarnya, mengetahui obyek dan daya tarik wisata Keraton Surakarta karena sudah lama tinggal di Solo. Kemudian wisatawan tersebut menginformasikan serta mengajak saudara dari luar Solo untuk berwisata ke Keraton Surakarta. Seperti terungkap pada pernyataan berikut:
Ibu Endang “Kalau aku ya karena tinggal di Solo, tapi kalau saudara ada yang denger-denger ada juga yang tahu dari aku sendiri, aku ajakin kan belum pernah ke sini.” (Wawancara 11 Desember 2015) Untuk wisatawan domestik yang berasal dari luar Solo dan sedang berkuliah di Solo, informasi mengenai simbol wisata budaya Keraton Surakarta diperoleh dari teman yang berwisata ke keraton terlebih dahulu atau asli dari Solo. Seperti terungkap pada pernyataan informan berikut:
Ajeng “Tahunya kalau aku dari temen.” (Wawancara 12 Desember 2015) David “Dari temen kuliah, katanya nggak pas kuliah di Solo kalau nggak ke keraton.” (Wawancara 10 Desember 2015) Wisatawan domestik yang singgah sebentar di Kota Solo dengan tujuan wisata atau memiliki urusan bisnis mengetahui Keraton Surakarta melalui peta lokasi wisata di hotel tempat menginap dan mengetahui dari media elektronik yaitu televisi. Hal ini terungkap pada pernyataan berikut:
103
Bapak Anwar “Dari ini sih lihat lokasi wisata di hotel tapi sebelumnya udah pernah tahu lewat televisi cuma baru ini berkunjung ke sini. Kebetulan saya ke Solo ketemu rekan bisnis nginep di hotel dan ada lokasi wisata apa aja di Solo jadinya saya pengen lihat keraton kayak apa.” (Wawancara 12 Desember 2015) Akses informasi wisatawan domestik dengan wisatawan mancanegara tentunya berbeda. Untuk wisatawan mancanegara promosi yang telah dilakukan oleh pihak pengelola Keraton Surakarta tidak terakses secara langsung baik media online ataupun media cetak. Wisatawan mancanegara mengetahui dari orang lain yaitu dari saudara yang belajar di Indonesia, dari pemandu wisata saat berkunjung ke Yogyakarta, dari rekan sesama wisatawan asing dan dari orang Indonesia yang ditemui di penginapan. Hal tersebut terungkap pada pernyataan sebagai berikut:
Vanny “Nothing, I just met Spanish people and said I’ve been in Solo and it’s more quite than Yogyakarta.” (Tidak ada, saya bertemu dengan orang Spanyol dan berkata saya di Solo dan ini lebih sepi dibanding Yogyakarta, Wawancara 12 Desember 2015) Anna “I talked with the people in my hotel and I told that I like about historical and they tell me about this place.” (Saya berbicara dengan orang di tempatku menginap dan saya bilang saya suka tentang sejarah dan mereka memberitahu saya tentang tempat ini, Wawancara 12 Desember 2015) Leon “From my brother who studied in Indonesia.” (Dari saudaraku yang belajar di Indonesia, Wawancara 13 Januari 2016)
104
Mr. Akio “From my tour guide when I visited Yogyakarta.” (Dari pemandu wisataku saat saya sedang mengunjungi Yogyakarta, Wawancara 6 Desember 2015) Perkembangan tata kelola obyek dan daya tarik wisata berkaitan dengan promosi yang telah dilakukan oleh pengelola melalui media elektronik, media online, dan media cetak. Hal ini kemudian terakses oleh wisatawan sehingga mengetahui keberadaan wisata Keraton Surakarta. Namun usaha promosi pihak pengelola hanya terakses oleh satu wisatawan domestik yang melihat dari media elektronik yaitu televisi dan dari lokasi wisata Kota Solo dipenginapan. Wisatawan domestik dan wisatawan mancanegara lainnya mengetahui wisata keraton
melalui
mancanegara
teman,
yang
telah
saudara
atau
berkunjung
sesama ke
wisatawan
Keraton
dari
Surakarta.
Kenyataannya tersebut membuktikan bahwa perkembangan tata kelola dari usaha promosi memberikan hasil.
4) Kesesuaian Antara Pemikiran Wisatawan dengan Kondisi Obyek Wisata Budaya Keraton Surakarta Pengetahuan yang ada dibenak wisatawan yaitu Keraton Surakarta sebagai sumber kebudayaan Jawa dan sekarang menjadi obyek wisata dengan penyajian dan tampilan yang penuh dengan unsur Jawa mulai dari bangunan hingga benda-benda peninggalan sejarah khas dari suku Jawa sangat sesuai dengan pemikiran wisatawan yang baru pertama kali berkunjung ke Keraton. Seperti terungkap pada pernyataan berikut:
David “Sesuai lah sama bayangan saya, ada unsur-unsur Jawa macem keris sama yang lainnya. Pokoknya hal yang ditemuin dari suku Jawa, khas gitu.” (Wawancara 10 Desember 2015)
105
Keraton Surakarta yang penuh dengan unsur khas suku Jawa dalam penyajian dan tampilan obyek wisata, dalam hal perawatan bangunan dan benda-benda di museum tidak sesuai dengan pemikiran dibenak wisatawan domestik dari Kota Solo karena dari tahun ke tahun keadaan obyek wisata di Keraton Surakarta tampilannya tidak ada yang berubah. Seperti terungkap pada pernyataan berikut:
Ibu Endang “Dari dulu aku ke sini sampai sekarang kok keraton nggak terawat ya nggak ada yang berubah. Kalau denger berita keraton kayak pemasukan untuk perawatan kurang karena segini gedhenya.” (Wawancara 11 Desember 2015) Pemikiran wisatawan yang pertama kali berkunjung ke Keraton Surakarta juga tidak sesuai dengan kenyataan kondisi obyek wisata karena bangunan yang sudah sangat tua, penerangan museum yang kurang dan berbeda dengan foto di internet, bangunan dan museum yang kurang terawat seperti atap yang rusak dan koleksi benda di museum yang kotor. Hal ini terungkap pada pernyataan berikut:
Ajeng “Nggak sih kayak gimana ya udah tua bangunannya. Terus nyeremin museumnya beda sama kayak difoto-foto gitu, kan kalau di foto kelihatan terang.” (Wawancara 12 Desember 2015) Bapak Anwar “Belum, nggak terawat banget bangunannya sama isi museumnya. Padahal arsitektur klasiknya bisa jadi point wisatanya tapi ya bisa dilihat kalau banyak bangunan yang udah rusak atapnya jebol, koleksi museumnya yang kotor banget.” (Wawancara 12 Desember 2015) Begitu pula dengan wisatawan mancanegara yang baru pertama kali berwisata ke Keraton Surakarta pemikiran tentang sajian di keraton sesuai dengan kondisi yang ada karena obyek wisata tersebut sudah
106
lengkap dalam menyajikan arsitektur bangunan klasik dan kebudayaan Jawa. Seperti terungkap pada pernyataan berikut:
Leon “Because I like old building and culture, I think it is good enough.” (Karena saya suka bangunan tua dan budaya, saya pikir ini cukup bagus, Wawancara 13 Januari 2016) Untuk wisatawan mancanegara penting sekali petunjuk atau tanda dalam bahasa Inggris yang menjelaskan mengenai obyek wisata Keraton Surakarta seperti sejarah keraton, kegunaan benda-benda peninggalan sejarah, kegunanaan bangunan, dan gambaran keraton saat ini dengan raja yang masih berkuasa serta beberapa informasi dasar seperti tempat membeli tiket dan rute wisata keraton. Keraton Surakarta sangat menarik kunjungan wisatawan mancanegara jika beberapa informasi tersampaikan dengan jelas dan dapat dimengerti, seperti ungkapan berikut ini:
Vanny “I don’t know because I just arrived like 20 minutes ago. You know maybe they can put some information about this place. It’s nice to see this place, but they should put some basic information.” (Saya tidak tahu karena saya sampai di sini baru sekitar 20 menit yang lalu. Kamu tahu mungkin mereka (pengelola) dapat menaruh beberapa informasi mengenai tempat ini. Bagus untuk berkunjung ke tempat ini, tetapi mereka harus menaruh beberapa informasi dasar, Wawancara 12 Desember 2015) Wisatawan mancanegara juga membandingkan dengan Keraton Yogyakarta yang terlihat terawat, bersih dan penerangan yang cukup, tetapi saat berwisata ke Keraton Surakarta kondisinya tidak sesuai dengan pemikiran wisatawan sebelumnya karena banyak tempat
107
terutama di museum yang kurang penerangan. Seperti terungkap pada pernyataan berikut:
Mr. Akio “If compared to palace in Yogyakarta, I think this is didn’t like my expectation. This place is not so clean, and there is so many room that dark.” (Jika saya bandingkan dengan keraton di Yogyakarta, saya pikir ini tidak sesuai dengan ekspektasi saya. Tempat ini tidak bersih dan banyak ruangan yang gelap, Wawancara 6 Desember 2015) Kondisi Keraton Surakarta dalam penilaian pengelolaan dan pelayanan yang kurang terawat, penerangan ruang museum yang kurang, sedikitnya informasi dan pemandu wisata yang menggunakan bahasa Inggris membuat salah satu wisatawan mancanegara tidak akan merekomendasikan Keraton Surakarta kepada temannya. Hal ini terungkap pada pernyataan berikut:
Anna “Mmm not really. If my friend ask me, I will not recommend this place.” (Mmm tidak. Jika teman saya bertanya, saya tidak akan merekomendasikan tempat ini, Wawancara 12 Desember 2015) Dari beberapa ulasan diatas pengelolaan yang telah dilakukan oleh pihak pengelola Museum dan Pariwisata Keraton Surakarta dengan pemikiran wisatawan domestik dan wisatawan mancanegara yang beberapa kali berkunjung atau baru satu kali berkunjung sudah sesuai dengan keinginan yang ingin diperoleh wisatawan. Hal ini terlihat pada keinginan wisatawan untuk mengetahui budaya suku Jawa dengan arsitektur bangunan yang klasik serta benda-benda peninggalan khas suku Jawa seperti keris, baju, miniatur rumah, dan alat-alat tradisional lainnya. Namun bagi beberapa wisatawan obyek wisata Keraton Surakarta jauh dari pemikiran wisatawan karena kondisi bangunan yang 108
kurang terawat, kurang bersih, banyak kerusakan, penerangan untuk museum yang kurang, dan kurang informasi atau penjelasan dalam bahasa Inggris. Matrik IV.15 Kesesuaian Antara Pemikiran Wisatawan dengan Kondisi Obyek Wisata Budaya Keraton Surakarta No.
Kategori
1.
Sudah sesuai
Wisatawan Domestik Benda-benda
Wisatawan Mancanegara Arsitektur
bangunan
dan
peninggalan sejarah khas budaya Jawa yang kental. suku Jawa. 2.
Tidak sesuai
Bangunan
kurang Bangunan kurang terawat,
terawat,
kebersihan kebersihan
kurang,
kurang,
penerangan penerangan
museum
museum kurang.
kurang, sedikit informasi menggunakan
bahasa
Inggris. Sumber: Data primer, diolah Februari 2016
5) Manfaaat yang Diperoleh Wisatawan Setelah Berwisata ke Keraton Surakarta Pengelolaan terhadap simbol fisik dan simbol non fisik oleh pihak pengelola museum dan pariwisata Keraton Surakarta dapat tersampaikan dengan jelas kepada wisatawan. Wisatawan sudah tahu mengenai sejarah Keraton Surakarta, isi dari keraton itu sendiri, bendabenda peninggalan sejarah, adat istiadat Jawa, arsitektur bangunan yang megah, mengetahui bahwa masih ada raja yang berkuasa dan berbagai macam atraksi wisata. Penjelasan tersebut terungkap dalam pernyataan para informan sebagai berikut:
109
Ibu Endang “Kalau aku lebih tahu di Solo dulu ada kerajaan tahu sejarahnya yang sampai sekarang masih ditinggalin raja. Kalau ponakan aku yang aku ajakin sekarang dia kan dari Purwokerto baru pertama ke sini jadi dia tahu kalau Solo ada keraton yang bisa dibanggakan.” (Wawancara 11 Desember 2015) Ajeng “Cuma kayak udah tahu bangunanya kayak gimana, isinya apa aja gitu sih.” (Wawancara 12 Desember 2015) Bapak Anwar “Ya tahu sejarah kerajaan yang ada di Solo, jaman dulu benda-benda yang ada apa aja, tradisinya gimana, adatnya gimana.” (Wawancara 12 Desember 2015) David “Tahu kalau keraton Solo itu gimana, peninggalanya apa aja, sama tahu kalau rajanya ada sampai sekarang tapi nggak ada kekuasan macem kayak yang di Jogja.” (Wawancara 10 Desember 2015) Hal
serupa
mengenai
yang
didapat
oleh
wisatawan
mancanegara setelah berkunjung ke Keraton Surakarta juga terungkap dalam pernyataan wisatawan mancanegara sebagai berikut:
Leon “I feel amaze and start to like Indonesia because of it’s culture, especially about this palace, or keraton. Thanks to you for explain it to me. Because it believe there is not much foreign tourist know a fact that king of Solo is still alive.” (Saya merasa takjub dan mulai untuk menyukai Indonesia karena kebudayaan terutama tempat ini atau keraton. Terimakasih untuk anda yang telah menjelaskan pada saya. Karena hal itu saya percaya tidak banyak turis asing yang tahu fakta bahwa raja Keraton Solo masih hidup, Wawancara 13 Januari 2016) Mr. Akio “Now I know history about this place.” (Sekarang saya tahu sejarah tentang tempat tersebut, Wawancara 6 Desember 2015)
110
Wisatawan
mengaku
mendapat
pengetahuan
tentang
kebudayaan dan sejarah Jawa setelah berwisata keraton. Namun bagi beberapa wisatawan tidak mengerti tentang Keraton Surakarta dikarenakan kurangnya informasi mengenai bangunan dan benda-benda di keraton dalam bahasa Inggris, sehingga wisatawan mancanegara hanya melihat arsitektur bangunan Keraton Surakarta. Seperti ungkapan berikut:
Vanny “I get nothing information about this place. I just know that this place is one of building culture in Indonesia.” (Saya tidak mendapat informasi apa-apa tentang tempat ini. Saya hanya tahu bahwa tempat ini adalah salah satu bangunan budaya di Indonesia, Wawancara 12 Desember 2015) Anna “I get nothing, because you know theres no one who speaks English, so I get nothing.” (Saya tidak mendapat apa-apa, karena kamu tahu di sini tidak ada yang bisa berbicara bahasa Inggris, jadi saya tidak dapat apa-apa, Wawancara 12 Desember 2015) Meskipun penilaian terhadap Keraton Surakarta yang buruk berkaitan dengan pengelolaan dan pelayanan tetapi tata kelola yang diterapkan oleh pengelola supaya wisatawan mengetahui tentang kebudayaan Jawa tersampaikan dengan baik. Wisatawan domestik dan wisatawan mancanegara paham jika di Keraton Surakarta masih ada raja yang berkuasa, tahu simbol kejayaan pada masa lalu dalam bentuk bangunan, sejarah keraton, benda-benda peninggalan sejarah, kegiatan budaya dan upacara adat tradisi di Keraton Surakarta.
111
Matrik IV.16 Manfaaat yang Diperoleh Wisatawan Setelah Berwisata ke Keraton Surakarta No. 1.
Wisatawan Domestik
Wisatawan Mancanegara
Mengetahui ada raja yang Mengetahui ada raja yang masih masih berkuasa.
2.
Mengetahui
berkuasa.
sejarah
dan Mengetahui sejarah dan budaya
budaya Keraton Surakarta, Keraton Surakarta. benda-benda
peninggalan
sejarah, adat dan tradisi, isi Keraton Surakarta. Sumber: Data primer, diolah Februari 2016
b. Perkembangan Tata Kelola Menurut Pemaknaan Pengelola Kegiatan pariwisata Keraton Surakarta yang sudah mengalami metamorfosa terutama dari segi struktur organisasi berpengaruh cukup besar terhadap perkembangan kegiatan pariwisatanya. Dampaknya dapat terlihat dari perkembangan kegiatan pariwisata sebelum mengenal struktur organisasi modern dan setelah mengenal struktur organisasi modern. 1) Perkembangan Kegiatan Pariwisata Keraton Surakarta Keraton Surakarta sejak 1963 sudah dibuka menjadi tempat wisata hingga saat ini kondisi bangunan mengalami perubahan yang tidak terlalu signifikan. Pada dasarnya konstruksi bangunan, koleksi museum dan adat budaya di Keraton Surakarta harus berwujud asli sesuai dengan saat keraton berdiri. Dengan kondisi yang sudah berubah yaitu ditampilkannya Keraton Surakarta sebagai obyek wisata budaya, maka pengelolaan dari pertama kali beroperasi sampai sekarang sudah sekitar 50 tahun mengalami perubahan-perubahan terutama dalam cara mengelola obyek
wisata
keraton
demi
tujuan
pelestarian
penghidupan keluarga serta abdi dalem keraton.
112
kebudayaan
dan
Pengelolaan obyek wisata Keraton Surakarta yang dimulai sejak tahun 1963 sampai 2016 saat ini mengalami perbedaan. Pada saat awalawal keraton dibuka untuk obyek wisata, pengelolaan sangat bergantung pada perintah Paku Buwono XII yaitu keraton hanya dibuka begitu saja untuk obyek wisata dan tidak memikirkan strategi serta program kedepannya karena masih ada campur tangan pemerintah. Namun setelah terjadinya konflik internal di Keraton Surakarta, pemerintah sudah lepas tangan dan wisata keraton menjadi pendapatan utama untuk merawat seluruh kompleks Keraton Surakarta seluas 10 hektar dan menggaji ratusan abdi dalem. Untuk saat ini dibawah kepemimpinan Paku Buwono XIII dan KGPH Puger dan setelah mengadopsi struktur organisasi modern pada tahun 2009 yaitu pengelola pada bidang sekretaris, bendahara dan manajer menerapkan organisasi modern, sehingga pengambil kebijakan, pengawasan, pengelolaan keuangan tidak hanya berpusat pada pengageng saja. Seperti terungkap pada pernyataan berikut ini:
KRMH Suryo Adi Wijoyo “Jelas beda. Kalau dari pengelolaan itu kan banyak kita punya program kita punya pegawai, kalau dulu cuma dibuka begitu saja belum memikirkan kedepannya, pemerintah masih ambil bagian disitu. Setelah Paku Buwono ke XII pengelolaan beda karena menjadi pendapatan utama. Setelah itu dikaji kalau ini semua nggak cukup buat gaji abdi dalem buat merawat semua bangunan yang 10 hektar. Kemudian ada terobosan-terobosan dan pemikiran, kalau dulu kan belum melihat kearah itu, kalau sekarang sudah melihat karena pemerintah sudah lepas tangan. Dan dulu dhawuh dari Swarga Sinuhun Paku Buwono XII masih istilahnya jadi manut banget gitu, kalau sekarang kondisinya sudah seperti ini. Makanya saya kemudian ditunjuk sama beliau karena kita butuh satu pemikiran yang bisa memahamai jaman sekarang ya bisa memahami jaman dulu, kalau keraton harus dua arah itu.” (Wawancara 13 Januari 2016) Keraton Surakarta sejak awal berdiri menjadi obyek wisata budaya sudah memiliki pengelola yaitu abdi dalem keraton dan cara mengelola wisata keraton sudah mengalami banyak perbaikan. Perbaikan
113
pengelolaan sampai saat ini belum optimal dikarenakan pembenahan pola manajemen tidak cukup dengan pembentukan organisasi pengelola keraton tetapi perlu perencanaan yang matang dan visioner namun tetap melestarikan
dan
menjaga
keraton,
penempatan
personal
secara
profesional yang sesuai dengan kebutuhan sehingga tidak hanya merekrut dari pihak keluarga keraton, dan harus ada koordinasi dan pengawasan terhadap benda-benda koleksi di museum Keraton Surakarta. Hal ini terungkap pada pernyataan KGPH Puger sebagai berikut:
KGPH Puger “Jadi gini nggih awal berdirinya Keraton sebagai tempat wisata ini, sudah memiliki tenaga kerja dan pengurus yaitu abdi dalem keraton itu sendiri, tapi dengan upah yang diterima tidak besar, nah hal ini karena loyalitas mereka terhadap keraton yang sangat tinggi. Dan pengelolaan wisata keraton dulu dan sekarang sudah mengalami perbaikan tapi belum optimal dan belum mapan karena saya sendiri menyadari hal itu. Sebenarnya perlu adanya penyegaran sumber daya manusia karena secara situs, Keraton Surakarta landasannya sudah mapan. Untuk membenahi pola manajemen di Keraton Surakarta nggih mbak tidak cukup dengan pembentukan suatu badan pengelola saja tapi harus didukung dengan perencanaan yang matang, dengan langkah-langkah menempatkan keraton sebagai suatu cagar budaya yang harus dijaga dan dilindungi dari kepentingan apapun, jadi nggak boleh itu ada namanya misal ngerubah keraton supaya wisatawan bisa ngrasakke nginep di sini. Terus direkrutnya orang-orang profesional di bidangnya, yang bisa mengatur di manajemen, yang bisa itung-itungan di bendahara. Dan yang paling penting itu harus ada yang koordinir dan ngawasi koleksi benda di museum biar nggak jadi kepemilikan pribadi.” (Wawancara 14 Januari 2016) Keraton Surakarta dari pertama kali dibuka menjadi obyek wisata sampai saat ini tidak ada perubahan. Pada saat keraton mengalami kebakaran pada tahun 1985, pembangunan ulang juga serupa dengan bentuk bangunan awal. Di Museum Keraton Surakarta pun tidak ada perubahan atau inovasi pengemasan benda-benda koleksi dan hanya dibersihkan saja. Hal ini terungkap pada pernyataan petugas parkir berikut:
114
Bapak Dodi “Dari dulu sampai sekarang tetep seperti ini aja mbak. Dulu pas keraton terbakar tahun 85 dibangunnya seperti itu lagi. Museum juga nggak ada paling dibersih-bersihin.” (Wawancara 7 Desember 2015) Ada alasan yang melandasi yaitu Keraton Surakarta sampai saat ini masih dipimpin oleh Raja Paku Buwono XIII serta ada aturan dan ketetapan dari pertama Keraton Surakarta berdiri yang tidak boleh dilanggar bahkan diubah. Jika ada perubahan-perubahan bangunan atau batas tempat yang boleh dikunjungi wisatawan dikhawatirkan akan terjadi hal-hal tidak diinginkan karena kesakralan dari setiap sudut bangunan dan benda-benda masih terasa kental seperti menurut kepercayaan bahwa banyak penjaga keraton yang tidak kasat mata sehingga harus hati-hati dalam
setiap
perbuatan
dan
perkataan.
Masukan-masukan
yang
disampaikan oleh wisatawan selama ini hanya ditampung saja, tetapi untuk beberapa masukan seperti perbaikan bagian bangunan yang rusak dan tidak perlu perubahan secara menyeluruh hal itu dapat terealisasi. Seperi terungkap pada pernyataan pemandu wisata, pedagang, dan petugas tiket sebagai berikut:
Bapak Setiadi “Ya nggak ada itu kan sudah ketetapan dari keraton jadi tidak dirubah.” (Wawancara 17 Desember 2015) Ibu Retno “Duh apa ya mbak, kayaknya nggak ada. Saya lihat gitugitu aja, kalau dirubah mungkin takut kenapa-kenapa. Banyak yang kasih ide tapi ya ditampung aja.” (Wawancara 6 Desember 2015) Ibu Eni “Kalau yang diubah saya lihat nggak ada mbak, soalnya keraton ini kan masih ada rajanya sampai sekarang jadi masih jaga kesakralan. Kalau ada masukan dari pengunjung hanya diubah dibenahi sedikit tidak secara menyeluruh.” (Wawancara 6 Januari 2016)
115
Hal serupa juga diungkapkan oleh KRMH Suryo Adi Wijoyo selaku manajer dari obyek wisata Keraton Surakarta mengenai perubahan yang ada di Keraton Surakarta sebagai berikut:
KRMH Suryo Adi Wijoyo “Kalau keraton itu tetep jangan sampai diubah. Tapi kalau wisatawan ada masukan diperbaiki direnovasi dibuat lebih bagus ya kita tampung tapi harus tetap sesuai dengan aturan yang sudah ada di keraton.” (Wawancara 13 Januari 2016) Di Keraton Surakarta tidak terjadi perubahan baik pada bangunan dan koleksi museum ataupun penambahan kegiatan wisata. Keraton Surakarta sudah mempunyai tatanan aturan sendiri yang tidak boleh dilanggar atau diubah. Cikal bakal adat dan budaya Jawa tetap berada pada jalurnya sehingga yang disajikan untuk wisatawan sangat identik. Pengelolaan obyek wisata Keraton Surakarta sedari awal menampilkan museum dan pelataran keraton serta hanya ada penambahan tempat pembelian tiket dan informasi di dekat Kori Kamandungan Lor karena lokasinya strategis. Jika wisatawan sudah membeli tiket di loket pertama dan ingin berfoto dengan prajurit Keraton Surakarta maka disediakan fotografer dan foto bisa langsung dicetak. Jika tidak ingin berfoto, maka wisatawan berjalan sekitar 300 meter untuk sampai di pintu masuk dan menunjukkan tiket kepada pegawai pemeriksa tiket. Setelah itu wisatawan ditawarkan pemandu wisata dan jika tidak memakai pemandu wisata, wisatawan diarahkan untuk berbelok ke arah kanan untuk menuju pelataran keraton terlebih dahulu kemudian melihat-lihat koleksi benda di museum Keraton Surakarta. Rute masuk Keraton Surakarta dibuat seperti itu tujuannya agar wisatawan tahu mengenai sejarah Keraton Surakarta, makna dan filosofi Keraton Surakarta dari setiap bangunannya, serta norma-norma yang ada di Keraton Surakarta, terlebih lagi jika wisatawan memakai jasa pemandu wisata. Alasan lainnya karena bangunan keraton yang lain masih penuh dengan nilai kesakralan serta untuk menghormati privasi dari keluarga 116
Keraton Surakarta. Penjelasan tersebut terungkap pada pernyataan pemandu wisata sebagai berikut:
Bapak Setiadi “Pertama beli tiket dulu di depan, kemudian ke pelataran kemudian ke museum keraton. Biar tahu sejarah, maknanya apa, larangannya gimana. Biar wisatawan itu nggak bingung biar tahu semuanya. Dan memang wisatawan hanya boleh ke museum dan pelataran keraton saja, karena tempat yang lain masih sangat sakral dan menghormati privasi keluarga keraton.” (Wawancara 17 Desember 2015) Ungkapan pemandu wisata diatas diperjelas oleh pernyataan manajer museum dan pariwisata Keraton Surakarta mengenai rute masuk ke obyek wisata budaya Keraton Surakarta sebagai berikut:
KRMH Suryo Adi Wijoyo “Sebenarnya jalur masuk itu dari pagelaran yang sekarang jadi tempat pasar sementara, setelah itu naik ke Sitiinggil, setelah itu ke sini masuk ke Kori Lenteng, Kori Brajanala, setelah itu ke Kori Roto ke Kamandungan, setelah itu ke pelataran keraton baru masuk museum. Dari dulu sudah seperti itu jalurnya. Tapi karena situasi yang macet akhirnya masyarakat terkonsentrasi ke sini.” (Wawancara 13 Januari 2016) Manajer
Museum
dan
Pariwisata
Keraton
Surakarta
mengungkapkan rute masuk wisatawan ke Keraton Surakarta adalah dari pagelaran (tempat Pasar Klewer sementara), melewati Kori Lenteng dan Kori Brajanala, melewati Kori Roto dan Kori Kamandungan, kemudian ke pelataran Keraton Surakarta dan terakhir adalah museum Keraton Surakarta. Setelah melihat situasi yang semakin macet maka konsentrasi rute masuk Keraton Surakarta dimulai dari tempat membeli tiket di dekat Kori Roto dan berakhir di museum Keraton Surakarta. Perkembangan tata kelola suatu obyek wisata di daerah tidak lepas dari peran pemerintah kota. Di Keraton Surakarta pernah terjadi perebutan kekuasaan sehingga terjadi konflik dua kubu yang harus
117
didamaikan oleh pemerintah, tetapi tidak berakhir dengan damai, sehingga Pemerintah Kota Solo tidak lagi campur tangan mengenai urusan tata kelola wisata Keraton Surakarta meskipun sangat mendukung pelestarian budaya. Lepas tangan Pemkot Solo berdampak pada biaya operasional Keraton Surakarta mulai dari gaji abdi dalem, perbaikan dan perawatan bangunan, pelaksanaan upacara adat dan kegiatan budaya, hingga pengadaan untuk sesaji dilakukan secara mandiri oleh pihak Keraton Surakarta. Seperti terungkap pada pernyataan kedua informan berikut:
Bapak Setiadi “Pemkot akhir-akhir ini tidak ada peran untuk wisata keraton. Semua abdi dalem merasakan. Makanya keraton mandiri membiayai operasionalnya sendiri.” (Wawancara 17 Desember 2015) Ibu Retno “Sebetulnya mendorong sekali pelestarian budaya. Tapi ya itu mungkin karena kisruh ya. Makanya sekarang keraton mandiri wong dana distop.” (Wawancara 6 Januari 2016) Mengenai peran Pemerintah Kota Solo dalam pengelolaan obyek wisata budaya yang tidak aktif lagi juga didukung oleh pernyataan informan pendukung sebagai berikut:
KRMH Suryo Adi Wijoyo “Peran pemkot sebenarnya sudah dimasukkan ke dalam agenda utama wisata di Solo seperti gunungan, muludan, suro, sekaten sudah dimasukkan dan pemkot yang jadi pemangku kota Solo sudah mencoba masuk ke area keraton tapi masih belum bisa dibicarakan dengan duduk bersama beliau-beliau dari generasi dulu kan tidak mungkin kalau langsung dilimpahkan begitu saja ke generasi sekarang.” (Wawancara 13 Januari 2016) Sampai saat ini antara Pemerintah Kota Solo dan pihak Keraton Surakarta belum dapat membicarakan dampak konflik keraton secara bersama-sama sehingga Pemkot Solo sudah lepas tangan mengenai bantuan biaya operasional. Meskipun begitu tetap ada kerjasama dengan
118
memasukkan kegiatan budaya seperti gunungan, muludan, suro dan sekaten serta keraton itu sendiri ke dalam agenda utama wisata Kota Solo. Perkembangan kegiatan pariwisata yang terjadi di Keraton Surakarta dari pertama kali beroperasi tahun 1963 sampai 2008, pengelolaannya masih belum optimal. Terlihat dari pengelola yang belum memiliki program kerja, pegawai diangkat dari abdi dalem, obyek wisata hanya diawasi oleh abdi dalem, bangunan dan benda peninggalan sejarah tidak ada yang berubah, rute wisata keraton dari pagelaran (tempat Pasar Klewer sementara) dan mendapat bantuan dana untuk pemerintah. Tetapi mulai dari tahun 2009 atau setelah mengadopsi struktur organisasi modern, pengelola wisata keraton mulai menyusun program kerja, pegawai yang profesional dibidangnya, obyek wisata diawasi oleh pengelola, bangunan dan benda peninggalan sejarah diperbaiki, rute masuk hanya dari pelataran keraton lalu ke museum, obyek wisata keraton menjadi pendapatan utama dan peran Pemkot Solo sebatas membantu dalam bidang promosi. Matrik IV.17 Perkembangan Tata Kelola Obyek Wisata Keraton Surakarta No. 1.
Ditinjau dari Obyek Wisata Keraton Surakarta
Perkembangan Tata Kelola a) Direnovasi dan diperbaiki bagian yang rusak namun tidak merubah secara keseluruhan. b) Rute wisata Keraton mulai dari pelataran kemudian ke museum keraton. c) Obyek wisata keraton diawasi oleh pegawai dan pengelola. 2. Pengelolaan Keraton a) Memiliki program kerja. Surakarta b) Memiliki pegawai dengan direkrutnya orangorang profesional dibidangnya. c) Obyek wisata Keraton Surakarta menjadi pendapatan utama. d) Peran Pemerintah Kota Solo membantu dalam hal promosi obyek wisata dan atraksi wisata. Sumber: Data primer, diolah Februari 2016
119
2) Kunjungan Wisatawan Obyek Wisata Budaya Keraton Surakarta Karakteristik wisatawan obyek wisata budaya Keraton Surakarta berasal dari daerah dan latar belakang yang berbeda. Wisatawan Keraton Surakarta yang berasal dari Indonesia karakteristiknya adalah rombongan keluarga dan rombongan wisata dari kantor serta sekolah. Hal tersebut seperti ungkapan berikut ini:
Bapak Dodi “…..kalau dari orang Indonesia kebanyakan ngajak keluarganya yang merantau-merantau itu buat liburan.” (Wawancara 7 Desember 2015)
Ibu Retno “…..dari luar Solo, kalau dari Solo sendiri malah jarang ke sini, kalau nggak nganter saudara nggak kesini. Mungkin kurang promo ya kalau di dalem Solo kalau di luar Solo kan lihat dari internet bisa.” (Wawancara 6 Desember 2015) Ibu Eni “Kebanyakan dari keluarga ya biasa keluarga dari luar Solo belum pernah ke keraton atau dari rombongan wisata luar kota biasanya pakai bus itu mungkin acara dari sekolah.” (Wawancara 6 Januari 2016) Hal tersebut didukung oleh Manajer Museum dan Pariwisata Keraton Surakarta, seperti pernyataan berikut:
KRMH Suryo Adi Wijoyo “Kebanyakan itu malah akademisi dari TK, SD, SMP, SMA. Kalau dari reguler itu dari masyarakat yang masih paham dan yang bilang kalau dulu hidupnya di Solo terus datang ke Solo ke tempat saudara diajak ke keraton lagi.” (Wawancara 13 Januari 2016) Sedangkan wisatawan mancanegara berwisata ke Keraton Surakarta karena ingin tahu budaya dan sejarah keraton dan berasal dari Asia dan Eropa yaitu Jepang, Malaysia, dan Belanda, seperti terungkap dalam pernyataan berikut: 120
Ibu Retno “Kebanyakan yang banyak (Wawancara 6 Desember 2015)
dari
luar
negeri….”
Bapak Dodi “Ya banyak yang dari luar Indonesia itu biasanya mau tahu sejarahnya….” (Wawancara 7 Desember 2015) Bapak Setiadi “Kalau luar negeri itu paling banyak berasal dari Jepang, Belanda, Malaysia. Dari mereka kebanyakan ingin tahu budaya Jawa seperti apa.” (Wawancara 17 Desember 2015) Wisatawan dengan jumlah banyak pada saat hari libur nasional seperti libur sekolah, libur Idul Fitri, dan libur Natal serta tahun baru. Untuk hari Senin sampai Kamis, saat bulan puasa dan bulan suro jumlah pengunjung Keraton Surakarta sekitar 10 sampai 50 orang, namun mengalami peningkatan pada hari Sabtu dan Minggu yaitu kurang lebih 100 orang. Hal ini tersampaikan pada pernyataan berikut:
Bapak Dodi “Wah nggak tahu pastinya, kalau ramai bisa ramai banget kalau sepi ya sepi banget. Kalau sepi banget itu sehari cuma 10 orang kalau hari-hari sepi itu bulan puasa sama kalau bulan Jawa bulan suro. Kalau paling ramai habis lebaran, Natal, liburan anak sekolah.” (Wawancara 7 Desember 2015) Ibu Retno “Kalau kunjungan wisatawan itu kurang tahu berapaberapanya tapi ya yang paling ramai pas musim liburan.” (Wawancara 6 Desember 2015) Bapak Setiadi “Itu saya nggak tahu pastinya tapi paling ramai itu Sabtu Minggu. Kemudian setelah lebaran, liburan anak sekolah, Mei Juni itu wisatawan asing.” (Wawancara 17 Desember 2015) Ibu Eni “Nggak tentu tiap harinya, bisa dilihat hari ini aja hari Senin hanya sekitar 50an orang, tapi kalau Sabtu Minggu atau libur bisa sampai 100 orang.” (Wawancara 6 Januari 2016)
121
Hal serupa juga didukung oleh manajer Museum dan Pariwisata Keraton Surakarta bahwa ada sekitar 200 hingga 250 wisatawan saat musim libur panjang dan hanya 50 orang wisatawan saat hari Senin sampai Kamis sebagai berikut:
KRMH Suryo Adi Wijoyo “Ya seperti yang saya katakan tadi dengan keadaan seperti ini sekitar 50 orang tapi kalau ada rentetan liburan tadi apalagi ada kunjungan study tour dari sekolah-sekolah bisa sekitar 200 sampai 250 orang.” (Wawancara 13 Januari 2016)
Gambar IV.20 Wisatawan Pada Hari Senin
Gambar IV.21 Wisatawan Pada Hari Sabtu
(Sumber: dokumentasi, Monica, 2015)
(Sumber: dokumentasi, Monica, 2015)
Gambar IV.22 Wisatawan Pada Hari Minggu
Gambar IV.23 Study Tour SDN 2 Cirebon bulan Desember
(Sumber: dokumentasi, Monica, 2015)
(Sumber: dokumentasi, Monica, 2015)
Dengan tata kelola wisata Keraton Surakarta yang kurang optimal, kurang ada gagasan baru karena menjaga kesakralan serta kurang terawatnya bangunan maupun benda koleksi membuat jumlah wisatawan Keraton Surakarta semakin mengalami penurunan. Meskipun ada promosi
122
gencar-gencaran tetapi tidak semua wisatawan ingin berkunjung lagi ketika keadaan bangunan dan keadaan museum Keraton Surakarta kurang terkondisikan untuk obyek wisata. Pengelola seharusnya menjelaskan dan memberikan pengertian tujuan sebenarnya keraton dibuka untuk wisata yaitu untuk pengetahuan budaya Jawa, pengetahuan sejarah, dan filosofi sehingga wisatawan akan selalu didampingi oleh pemandu wisata. Selain itu jika pengelolaan terus mengandalkan pendapatan dari tiket masuk sementara tidak ada perbaikan produk untuk wisatawan maka semakin lama Keraton Surakarta dan budaya Jawa dilupakan masyarakat. Matrik IV.18 Kunjungan Wisatawan Obyek Wisata Budaya Keraton Surakarta No. 1.
2.
3. 4.
5.
Pada Saat Senin Selasa Rabu Kamis Bulan Puasa Sabtu Minggu Hari Libur Libur Lebaran Libur Natal dan Tahun Baru
Jumlah Wisatawan 20 wisatawan 25 wisatawan 35 wisatawan 50 wisatawan 10 wisatawan 100 wisatawan per hari.
Karakteristik Keluarga dan pelajar.
150 wisatawan per hari. 200 wisatawan per hari.
Libur Sekolah
250 wisatawan per hari.
Rombongan keluarga. Rombongan keluarga dan wisatawan mancanegara. Rombongan pelajar SD, SMP, SMA dari luar Kota Solo.
Keluarga dan pelajar.
Sumber: Data primer, diolah Februari 2016
3) Kunjungan Wisatawan Pada Saat Atraksi Wisata Budaya Antara obyek wisata dengan daya tarik wisata, kunjungan atau kondisi wisatawan lebih banyak pada saat atraksi wisata budaya seperti sekaten, kirab pusaka, dan gunungan. Hal ini karena atraksi-atraksi wisata tersebut hanya berlangsung sekali dalam setahun dan hanya atraksi wisata itulah yang dapat dilihat secara langsung oleh wisatawan. Atraksi wisatawan yang biasanya berlokasi di alun-alun, Masjid Agung, halaman depan keraton
123
atau arak-arakan di Jalan Slamet Riyadi disaksikan oleh ratusan orang, seperti terungkap pada pernyataan informan berikut:
Bapak Dodi “Wah nggak tahu pastinya tapi bisa ratusan orang.” (Wawancara 7 Desember 2015) Ibu Retno “Ya banyak banget mbak, apalagi kirab sama gunungan itu ramai banget sampai penuh.” (Wawancara 6 Desember 2015) Bapak Setiadi “Itu bisa diperkirakan lebih dari seratus orang. Mungkin bisa sampe 500 orang terutama saat rebutan gunungan itu, kirab dan sekaten.” (Wawancara 17 Desember 2015) Ibu Eni “Jelas banyak sekali. Berapa-berapanya saya nggak tahu.” (Wawancara 6 Desember 2015) Antusiasme masyarakat melihat atraksi wisata budaya Keraton Surakarta yang berjumlah ratusan orang didukung oleh pernyataan berikut:
KGPH Puger “Diperkirakan bisa mencapai 500 orang bahkan lebih, karena kegiatan itu diadakan setahun sekali jadi masyarakat antusias sekali.” (Wawancara 14 Januari 2016) KRMH Suryo Adi Wijoyo “Wah ya nggak ngitung saya mbak haha. Tapi yang jelas mencapai ratusan wisatawan. Antusiasme masyarakat sini tinggi sekali, terutama yang disajikan itu tidak bisa dilihat tiap hari kayak kirab pusaka, sekaten dan gunungan Gerebeg Mulud dan Gerebeg Besar Idul Adha.” (Wawancara 13 Januari 2016) Masyarakat atau wisatawan antusias menyaksikan gelaran kegiatan adat dan tradisi seperti sekaten, kirab pusaka, gunungan dan gerebeg yang diadakan setahun sekali. Beberapa kegiatan yang boleh dilihat secara langsung oleh wisatawan mendapat apresiasi yang tinggi terbukti setiap
124
gelaran kegiatan adat dan tradisi jumlah wisatawan yang melihat dapat mencapai ratusan orang. Melihat perkembangan tata kelola Keraton Surakarta dari segi sedikitnya jumlah wisatawan, maka tindakan yang diambil pihak pengelola Keraton Surakarta adalah memberikan pemahaman kepada wisatawan berupa pemahaman keraton dan pemahaman Jawa, sehingga wisatawan harus didampingi oleh pemandu wisata, serta perbaikan dari segi pelayanan kepada wisatawan mulai dari ketua pengelola wisata hingga pegawaipegawainya. Seperti terungkap pada pernyataan berikut:
KRMH Suryo Adi Wijoyo “Kalau langkah selanjutnya kita memberikan pemahaman keraton bukan pemahaman individu kepada masyarakat ketika berkunjung ke keraton didampingi dengan guide. Kita juga memberi perbaikan disegi pelayanan seperti istilahnya front office ini diberi pemahaman bagaimana seharusnya front office itu.” (Wawancara 13 Januari 2016) Tindakan pihak pengelola wisata Keraton Surakarta kedepannya selain pemaknaan pelestarian budaya Jawa dan perbaikan dari segi sumber daya manusia adalah terkait pembiayaan yang hanya mengandalkan tiket masuk wisata keraton serta bantuan dari kerabat Keraton Surakarta. Dalam hal ini pihak pengelola wisata Keraton Surakarta akan melakukan kerjasama dengan investor untuk mengelola dan berinvestasi dengan landasan pelestarian budaya. Tindakan yang digagas berikutnya adalah kerjasama dengan daerah lain seperti Yogyakarta dan Bali antara pemerintah daerah atau agen wisata untuk membuat rute perjalanan wisata. Hal tersebut terungkap pada pernyataan berikut Pengageng Museum dan Pariwisata Keraton Surakarta sebagai berikut:
KGPH Puger “Jadi gini sudah saatnya pihak pengelola wisata keraton memikirkan sumber pembiayaan lain dari yang sudah ada, tidak hanya mengandalkan kalau dulu masih ada subsidi pemerintah tapi kalau sekarang hanya tiket masuk saja. Nah salah satu cara yang 125
sebenarnya ingin sekali dilakukan adalah menggandeng investor atau pihak ketiga untuk ikut mengelola atau menanamkan investasinya, dalam kerangka ikut melestarikan budaya. Jangan sampai investor yang masuk menganggu atau merusak cagar budaya yang sudah ada. Disamping itu kerjasama dengan daerah sekitarnya yang sudah lebih maju wisatanya misal Yogyakarta atau Bali antara pemerintah daerah atau agen perjalanan wisata untuk menentukan rute perjalanan wisata.” (Wawancara 14 Januari 2016) Dengan pemaknaan pelestarian oleh pihak pengelola wisata Keraton Surakarta serta berbagai kendala yang dihadapi, sudah seharusnya Keraton Surakarta untuk berbenah diri dengan melirik inovasi-inovasi serta ajaran-ajaran ilmu modern dalam struktur organisasinya. Sumber daya manusia sudah selayaknya untuk diperbaharui dengan pemikiran yang lebih maju karena saat ini keraton menjadi obyek dan daya tarik wisata serta sumber budaya Jawa. Kerjasama dengan investor atau pemerintah daerah lain harus segera direalisasikan untuk meningkatkan kondisi obyek wisata keraton dan meningkatkan kunjungan wisatawannya.
C. Pembahasan Keraton Surakarta adalah peninggalan sejarah dan warisan budaya yang sampai saat ini masih dipimpin oleh Raja dan kaya dengan aset budaya, maka keraton menjadi tempat wisata yang kental akan simbol-simbol budaya. Keraton Surakarta menjadi simbol dari sumber kebudayaan Jawa dengan berbagai bentuk yaitu bangunan, benda sejarah, benda pusaka, kegiatan budaya dan upacara adat tradisi, bidang kesenian, bahasa, dan norma serta nilai yang melekat pada kehidupan masyarakat. Dalam mengkaji makna tersebut penulis menggunakan teori interaksionisme simbolik George Herbert Mead. Menurut Mead, tindakan sosial kemudian dilihat sebagai perilaku simbolik, dan interaksi lebih didasarkan pada makna-makna simbolik yang dibagi-bagi. Begitu pula dengan obyek dan daya tarik wisata budaya di Keraton Surakarta. Tindakan wisatawan untuk berwisata secara berkeluarga atau dari pihak akademisi merupakan perilaku simbolik dari keingintahuan terhadap warisan budaya Jawa. Tindakan wisatawan yang berwisata ke Keraton Surakarta 126
didasari pada ketertarikan terhadap unsur-unsur sejarah dan unsur-unsur budaya. Keraton Surakarta sejauh ini menyajikan dua simbol untuk wisatawan, yaitu simbol fisik berupa bangunan dan benda sejarah serta simbol non fisik yaitu kegiatan budaya, upacara adat, bidang kesenian, cerita sejarah, filosofi dari setiap bangunan dan ilmu pengetahuan Jawa. Dalam teori interaksionisme simbolik, menurut Mead mengkaji simbol dalam kehidupan manusia menjadi penting, disebabkan makna yang ditunjukkan. Bentuk-bentuk seperti objek, gagasan, keyakinan, orang, nilai-nilai dan kondisi sesuatu, semuanya bisa diakui keberadaannya oleh manusia. Begitu pula pemaknaan wisatawan terhadap simbol Keraton Surakarta yang terbagi dua simbol yaitu simbol fisik berupa bangunan keraton dan benda-benda-benda sejarah di museum keraton serta simbol non fisik berupa upacara adat, kegiatan budaya, bidang kesenian, aturan keraton, dan interaksi dengan keluarga keraton. Klasifikasi ini terjadi karena pengelola Keraton Surakarta menyajikan dua simbol tersebut kepada wisatawan. Semua ketertarikan wisatawan didasari oleh motivasi untuk berwisata ke Keraton Surakarta. Pemaknaan terjadi pada motivasi dan pengambilan keputusan wisatawan dalam berwisata ke Keraton Surakarta. Wisatawan dalam memutuskan berwisata ke Keraton Surakarta karena ingin melihat bangunan kuno, mengenal budaya Jawa, dan mengetahui cerita sejarah dari suatu tempat. Pemaknaan terhadap atraksi wisata budaya adalah sebagai kekayaan adat dan tradisi Jawa yang hanya dilihat wisatawan setahun sekali. Keragaman simbol di Keraton Surakarta dimaknai secara berbeda oleh pengelola obyek dan daya tarik wisata. Keragaman simbol baik simbol fisik dan simbol non fisik dimaknai oleh pengelola sebagai suatu hal yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan budaya Jawa. Simbol fisik berupa bangunan dan benda memiliki makna yaitu tempat megah yang menjadi simbol kekuasaan dan keluhuran budaya Jawa. Sedangkan simbol non fisik sebagai upaya menjaga upacara adat tetap berada pada aturannya, pelestarian budaya Jawa, menjaga keselamatan dan upaya pendekatan diri pada Tuhan. Pemaknaan simbol non fisik seperti sejarah Keraton Surakarta dan
127
pengetahuan budaya Jawa, bidang-bidang kesenian seperti tarian dan gamelan dipercaya bahwa nilai kesakralan masih ada dalam setiap unsurnya dan sebagai upaya pelestarian warisan budaya Jawa. Sama halnya dengan upacara adat dan kegiatan budaya. Kegiatan budaya seperti sekaten dan gerebeg mulud menjadi simbol ucap syukur terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan sebagai upaya pelestarian serta kirab pusaka 1 suro untuk memperingati tahun baru Jawa dan penyucian benda-benda pusaka serta kerbau bule. Sedangkan upacara adat seperti wiyosan jumenegan dalem menjadi simbol peringatan hari ulang tahun raja yang berkuasa dan ditampilkan tarian bedaya kethawang serta sesaji mahesa lawung sebagai simbol dari upacara untuk membangun kekuatan spiritual dalam menjaga keselamatan keraton dan masyarakat. Pemaknaan simbol non fisik oleh pengelola juga terwujud dalam komunikasi terhadap keluarga Keluarga Keraton Surakarta seperti Pengageng Museum dan Pariwisata dan Pengageng Sasana Wilapa. Bagi pihak-pihak luar keraton yang memiliki kepentingan, harus memberikan surat perijinan melalui bagian tiket dan informasi kemudian disampaikan kepada keluarga keraton yang terkait. Pihak-pihak berkepentingan tidak bisa secara langsung menemui keluarga keraton dikarenakan bangunan keraton yang masih sakral untuk dimasuki sembarangan orang, dan merupakan suatu bentuk penghormatan masyarakat kepada keluarga keraton karena masih ada anggapan bahwa keluarga keraton memiliki status lebih tinggi. Hal ini termasuk pemaknaan simbol non fisik yang berkaitan dengan bentuk penghormatan yang terpengaruh oleh kontruksi budaya Jawa. Bentuk penghormatan terhadap Keraton Surakarta dan adat istiadat Jawa juga terbentuk melalui pemaknaan simbol fisik berupa aturan-aturan tertulis dibenda-benda koleksi museum dan ditempat-tempat yang tidak boleh dilalui oleh wisatawan. Komunikasi secara tertulis ini berisi larangan untuk tidak memegang benda-benda peninggalan, duduk dibeberapa bangunan keraton atau melewati batas pengunjung. Hal ini merupakan interpretasi suatu tindakan dari pihak pengelola dalam menghormati sesuatu yang tidak kasat mata sekaligus mencegah hal-hal yang tidak diinginkan. Sedangkan larangan memegang benda-benda
128
koleksi museum untuk mencegah terjadinya kerusakan-kerusakan dan masih mengandung hal-hal mistis sehingga untuk mencegah sesuatu yang buruk pada wisatawan. Untuk itulah setiap simbol baik fisik berupa benda dan bangunan dan simbol non fisik berupa bidang kesenian, upacara adat dan kegiatan budaya tetap ditampilkan sesuai dengan aturan dari pertama kali Keraton Surakarta berdiri. Hal ini dikarenakan pengelola wisata percaya bahwa masih terdapat campur tangan hal mistis. Pengelola wisata memaknai unsur di Keraton Surakarta tidak hanya sebatas bangunan saja, tetapi sebagai suatu simbol dari budaya Jawa yang kaya cerita sejarah dan kaya pengetahuan yang sangat sakral sehingga menyebabkan tidak adanya perubahan simbol di Keraton Surakarta. Selain itu menjadi pengelola obyek dan daya tarik wisata tidak sebatas bekerja saja tetapi dimaknai oleh pengelola dan pegawai sebagai pengabdian yang tulus dan murni terhadap Keraton Surakarta. Adanya informasi yang diteruskan dari generasi-generasi baik secara tertulis maupun lisan merupakan sebuah bentuk interaksi dalam upaya membagikan makna-makna simbolik yang ada pada simbol tersebut. Simbol merupakan sesuatu yang sangat penting dalam kehidupan bermasyarakat utamanya dalam masyarakat multi etnik. Orang menggunakan simbol-simbol untuk
mengkomunikasikan
sesuatu
tentang
diri
mereka.
Dalam
teori
interaksionisme simbolik Mead, yang menjadi perhatian utama yaitu dampak dari arti-arti dan simbol-simbol dalam aksi dan interaksi manusia (Ritzer, 2010:294). Hal
ini
berkaitan
dengan
proses
interaksi
sosial,
dimana
manusia
mengkomunikasikan arti-arti melalui simbol-simbol, selanjutnya simbol-simbol tersebut diinterpretasikan oleh orang-orang lain yang akhirnya mengarahkan tingkah laku mereka berdasarkan interpretasi mereka yang telah dilakukan. Proses interaksi pengelola Keraton Surakarta yang masih menjadi bagian dari keluarga keraton dan telah mengalami proses sosialisasi serta penanaman pengetahuan keraton sejak kecil, menginterpretasikan hal tersebut kedalam tata kelola Keraton Surakarta. Dalam hal ini produk wisata untuk wisatawan disajikan unsur keasliannya beserta dengan makna-maknanya. Dalam pemaknaan simbol di
129
Keraton Surakarta antara pihak keraton dengan wisatawan terjadi secara lisan dan langsung melalui pemandu wisata. Melalui pengelola ini terjadi interaksi langsung kepada wisatawan untuk memberikan pemahaman dan pemaknaan mengenai ilmu pengetahuan tentang kehidupan masyarakat Jawa serta menjelaskan bangunan, benda koleksi, serta sejarah keraton dan silsilah raja-raja Keraton Surakarta. Interaksi juga terjadi saat kegiatan budaya dan upacara adat tradisi berlangsung. Pihak keraton mengenalkan secara langsung tradisi yang sudah temurun beserta unsur-unsurnya yaitu benda pusaka, kerbau bule, dan gunungan kepada masyarakat. Interaksi ini merupakan upaya Keraton Surakarta supaya wisatawan paham mengenai sejarah dan pengetahuan, seperti sejarah munculnya Keraton Surakarta, kegunaan benda-benda koleksi, fungsi dari bangunan museum keraton yang menjadi tempat kediaman calon raja berkuasa, silsilah raja yang berkuasa di Keraton Surakarta, nilai-nilai yang dianggap benar dan norma yang mengatur perilaku masyarakat. Pengelola berusaha untuk menyajikan tata kelola obyek dan daya tarik wisata sebagai suatu yang murni dari Keraton Surakarta dimana wisatawan dapat mengenal lebih dalam mengenai suatu tempat bersejarah. Disamping interaksi dengan pemandu wisata, pihak pengelola wisata Keraton Surakarta menerapkan aturan sebagai salah satu bentuk dari penghormatan terhadap keraton yang memiliki simbol budaya Jawa yang kentul. Aturan tersebut berupa aturan pakaian wisatawan yaitu wisatawan tidak boleh memakai sandal, memakai celana atau rok pendek, memakai kacamata hitam dan topi ketika memasuki pelataran keraton. Aturan ini mengandung unsur nilai kesopanan sebagai bentuk penghormatan terhadap keraton. Pihak pengelola ingin segala sesuatu yang berkaitan dengan budaya modern selaras dengan budaya Jawa. Tata kelola Keraton Surakarta yang masih menjunjung tinggi budaya Jawa dikatakan sebagai tindakan penyelaras. Yang berarti bahwa tata kelola Keraton Surakarta tidak hanya mementingkan nilai komersil tetapi lebih mementingkan dan menjaga pendekatan terhadap Tuhan, penyeberluasan pengetahuan budaya Jawa dan upaya pelestarian budaya, adat tradisi, serta nilai
130
dan norma. Pemaknaan simbolik Keraton Surakarta yakni sumber kebudayaan dan pusat pengetahuan budaya Jawa sudah sepantasnya untuk dilestarikan dan diajarkan kepada masyarakat modern. Matrik IV.19 Makna Simbol Keraton Surakarta No. Simbol Makna Pengelola Makna Wisatawan 1. Simbol fisik berupa Sebagai pengetahuan, filosofi, Sebagai simbol bangunan keraton. cerita sejarah, dan pelestarian kemegahan arsitektur budaya Jawa. kuno perpaduan Jawa dan Eropa dan pelestarian budaya jawa. 2. Simbol fisik berupa Wujud benda dengan fungsi Sebagai pelestarian benda peninggalan dijamannya dan pelestarian budaya Jawa. sejarah. peninggalan budaya Jawa. 3. Simbol non fisik Sebagai penghormatan terhadap Aturan dimaknai untuk berupa aturan di segala sesuatu yang tidak terlihat menjaga kesakralan lingkungan keraton. atau menjaga nilai kesakralan dan keraton. menjaga sikap hormat terhadap raja. 4. Simbol non fisik Upaya pendekatan pada kekuatan Sebagai penguatan berupa upacara adat spiritual, penghormatan kepada pengetahuan dan keraton. leluhur (raja-raja yang berkuasa), kekayaan moral budaya dan pelestarian budaya Jawa. Jawa. 5. Simbol non fisik Sebagai ungkapan syukur kepada Sebagai penguatan berupa kegiatan Tuhan Yang Maha Esa, pengetahuan dan budaya sekaten dan mendekatkan diri kepada Tuhan, kekayaan moral budaya kirab pusaka. menjaga keselamatan keraton dan Jawa. masyarakat, dan pelestarian budaya Jawa. 6. Simbol non fisik Wujud kekayaan ilmu Sebagai pengetahuan berupa bidang pengetahuan dan pelestarian kekayaan budaya Jawa. kesenian. budaya Jawa. 7. Simbol non fisik Sebagai bentuk penghormatan Sebagai adat istiadat berupa interaksi adat keraton yang turun temurun. yang menjadi kebiasaan. dengan keluarga keraton. 8. Simbol non fisik Sebagai bentuk pengabdian yaitu menjadi kepada Keraton Surakarta. pengelola dan pegawai wisata keraton. Sumber: Data primer, diolah Februari 2016
-
131