Bab IV. Hasil dan Pembahasan Bab ini memaparkan hasil sintesis, karakterisasi konduktivitas listrik dan struktur kirstal dari senyawa perovskit La1-xSrxFeO3-δ (LSFO) dengan x = 0,2 ; 0,4 ; 0,5 ; 0,6 ; 0,8 dan La1-x(Sr,Ca)xFeO3-δ (LSCFO) dengan x = 0,1 ; 0,3 ; 0,5. Karakterisasi untuk menentukan struktur kristal dilakukan pengukuran XRD dengan alat X-ray diffractometer dan hasilnya di-refine dengan menggunakan metode Le Bail melalui program Rietica. Selain pengukuran difraksi sinar-X, karakterisasi juga dilakukan dengan menggunakan SEM untuk melihat morfologi permukaan LSFO dan LSCFO yang dilengkapi dengan EDX untuk mengetahui komposisi unsurunsur dalam senyawa. Kemudian akhir dari karakterisasi dilakukan pengukuran konduktivitas listrik dengan menggunakan metode 4 titik (four point probes method). IV.1 Hasil Sintesis dan Penentuan Struktur Senyawa Sintesis dari senyawa perovskit LSFO dan LSCFO telah dilakukan dengan menggunakan metode sol gel. Adapun komposisi awal berdasarkan perhitungan komposisi pereaksi-pereaksinya dapat dilihat pada tabel IV. 1 di bawah ini. Tabel IV.1 Komposisi Awal Sintesis LSFO dan LSCFO Komposisi Awal Zat
Simbol
La0,8Sr0,2FeO3-δ
LSFO (1)
La0,6Sr0,4FeO3-δ
LSFO (2)
La0,5Sr0,5FeO3-δ
LSFO (3)
La0,4Sr0,6FeO3-δ
LSFO (4)
La0,2Sr0,8FeO3-δ
LSFO (5)
La0,9Sr0,1Ca0,1FeO3-δ
LSCFO (6)
La0,7Sr0,3Ca0,3FeO3-δ
LSCFO (7)
La0,5Sr0,5Ca0,5FeO3-δ
LSCFO (8)
Sintesis pada senyawa LSFO dan LSCFO dilakukan dengan pemanasan pada suhu 500 oC selama 1 jam pada proses kalsinasi dan pada suhu 900 oC selama 24 jam dalam bentuk pelet pada proses sintering. Lalu dilakukan karakterisasi terhadap hasil sintesis melalui pengukuran sinar-X serbuk (XRD), pengukuran SEM yang dilengkapi dengan EDX dan pengukuran konduktivitas listrik melalui metode 4 titik (four point probes method). Senyawa perovskit LSFO dan LSCFO adalah turunan dari senyawa LaFeO3 (lantanum ferit). Berdasarkan data Powder Diffraction File (PDF), LaFeO3 mempunyai struktur kristal yang berbentuk ortorombik dengan panjang sumbu a = 5,557 Å, b = 5,565 Å, c = 7,854 Å dengan sudut α = β = γ = 90o (PCPDFWIN, 1998). Adapun pola difraksi dari LaFeO3 yang diperlihatkan di Gambar IV.1.
Gambar IV. 1 Pola difraksi sinar-X pada struktur perovskit LaFeO3 15). Adapun posisi puncak-puncak pada harga 2θ yang merupakan kekhasan dari struktur perovskit LaFeO3 sekitar 22, 32, 39, 46, 52, 57, 67, dan 72o. Gambar IV. 2, di bawah ini, memperlihatkan pola difraksi sinar-X untuk La1xSrxFeO3-δ
yang telah disintesis dengan komposisi x = 0,2; 0,4; 0,5; 0,6: 0,8 dan
La1-x(Sr,Ca)xFeO3-δ dengan komposisi x = 0,1; 0,3 dan 0,5 sebelum dilakukan refinement.
Gambar IV.2 Pola difraksi sinar-X sebelum refinement dari La1-xSrxFeO3-δ (atas) dan La1-x(Sr,Ca)xFeO3-δ (bawah). Dari pola difraksi LSFO yang telah diukur dengan XRD di atas memperlihatkan posisi-posisi 2θ yang menjadi ciri khas dari senyawa perovskit La1-xSrxFeO3-δ dan La1-x(Sr,Ca)xFeO3-δ yaitu di sekitar 22, 32, 39, 46, 52, 57, 67, dan 72o. Intensitas difraksi sinar-X tertinggi dari senyawa LSFO dan LSCFO pada setiap komposisi terletak pada posisi 2θ di sekitar 32o. Kemudian dilakukan pengecekan pada data Powder Diffraction File (PDF) untuk melihat kecocokan antara pola difraksi dari data PDF dengan pola difraksi dari senyawa LSFO yang telah disintesis. Salah
satu data pola difraksi LSFO dengan harga x = 0,2 dari data PDF terdapat pada Gambar IV.3 berikut ini.
GambarIV.3 Pola difraksi sinar-X pada senyawa perovskit La0,8Sr0,2FeO3-δ dari data PCPDFWIN (PDF, 82-1960) Adapun posisi puncak-puncak pada harga 2θ yang merupakan kekhasan dari struktur perovskit La1-xSrxFeO3-δ sekitar 22, 32, 39, 46, 52, 57, 67, dan 72o. Dari puncak-puncak khas yang muncul pada harga 2θ untuk senyawa LSFO dan LSCFO menghasilkan puncak yang mirip dengan puncak-puncak yang dihasilkan oleh senyawa perovskit LaFeO3 (LFO). Hal ini menunjukkan bahwa LSFO dan LSCFO adalah turunan dari senyawa perovskit LaFeO3 yang disisipi dengan ion logam stronsium (Sr2+) dan ion logam kalsium (Ca2+). Hal ini menimbulkan cacat kristal akibat penyisipan ion Sr2+ dan Ca2+ pada posisi ion La3+ yang menyebabkan terjadinya kekosongan atau interstisi pada senyawa LSFO dan LSCFO. Terhadap data yang diperoleh dari hasil difraksi sinar-X, kemudian dilakukan refinement dengan menggunakan metode Le Bail melalui program Rietica. Program Rietica ini akan memberikan nilai Rp (%) dan Rwp (%) yang menunjukkan kesesuaian pola difraksi hasil kalkulasi dengan pola difraksi hasil pengukuran. Nilai yang diterima dari Rp (%) dan Rwp (%) pada proses refinement adalah ≤ 10%
16)
. Selain itu, melalui hasil refinement dapat menentukan puncak-
puncak pengotor dari senyawa yang telah disintesis. Berikut ini pola difraksi
sinar-X dari hasil refinement senyawa La1-xSrxFeO3-δ dengan harga x = 0,2 dan 0,4 yang terdapat pada Gambar IV.4.
a
b
Gambar IV. 4 Plot Le Bail untuk La0,8Sr0,2FeO3-δ (a) dan La0,6Sr0,4FeO3-δ (b). Tanda berwarna hitam merupakan data pengamatan hasil difraksi sinar-X, garis merah adalah hasil kalkulasi, garis vertikal berwarna biru adalah posisi Bragg yang diharapkan, garis hijau adalah perbedaan antara hasil kalkulasi dan data hasil pengamatan difraksi sinar-X (perbedaan antara tanda berwarna hitam dengan garis merah).
Hasil refinement dari data difraksi sinar-X untuk La0,8Sr0,2FeO3-δ pada rentang 2θ antara 10-80o menunjukkan bahwa kristal memiliki sistem berupa ortorombik dengan grup ruang Pbnm dengan Z = 4, parameter sel masing-masing adalah a = 5,575(2) Å, b = 5,559(1) Å, c = 7,8502(8) Å, dan V = 243,3(1) Å3 dengan nilai Rp (%) = 2,96 dan Rwp (%) = 3,22. Dari harga Rp dan Rwp yang kurang dari 10 % menunjukkan adanya kecocokan struktur antara data hasil pengamatan sinar-X dengan hasil kalkulasi. Berdasarkan data PDF, senyawa La0,8Sr0,2FeO3-δ masih terdapat pengotor yaitu puncak 2θ disekitar 44o berupa senyawa La4Sr3O9 15). Parameter sel untuk La0,6Sr0,4FeO3-δ dari hasil refinement terhadap pola difraksi sinar-X pada rentang 2θ antara 10-80o menunjukkan bahwa kristal memiliki sistem kristal rombohedral dengan grup ruang R3c dan nilai Z = 6, menunjukkan harga a = 5,537(2) Å, b = 5,537(2) Å, c = 5,537(2) Å dan V = 360,3(3) Å3. Nilai dari Rp (%) dan Rwp (%) adalah 2,86 dan 3,46. Dari harga Rp dan Rwp yang kurang dari 10% menunjukkan adanya kecocokan struktur antara data hasil pengamatan sinar-X dengan hasil kalkulasi. Berdasarkan data PDF, senyawa La0,6Sr0,4FeO3-δ masih terdapat pengotor yaitu puncak pada harga 2θ disekitar 44o yaitu berupa La4Sr3O9 15). Parameter sel untuk senyawa LSFO (1), LSFO (2), LSFO (3), LSFO (4), LSFO (5) berdasarkan hasil refinement dari program Rietica dapat dilihat pada Tabel IV. 2. Pada gambar IV. 5 di bawah ini, memperlihatkan hasil refinement pola difraksi sinar-X untuk LSFO dengan komposisi x = 0,5 ; 0,6 dan 0,8.
a
b b
c
Gambar IV. 5 Plot Le Bail untuk La0,5Sr0,5FeO3-δ (a), La0,4Sr0,6FeO3-δ (b) dan La0,2Sr0,8FeO3-δ (c). Keterangan garis dapat dilihat pada keterangan Gambar IV.4.
Tabel IV. 2 Parameter sel dari La1-xSr,xFeO3-δ Parameter
LSFO (1)
LSFO (2)
LSFO (3)
LSFO (4)
LSFO (5)
Sel
(x = 0,2)
(x = 0,4)
(x = 0,5)
(x = 0,6)
(x = 0,8)
Sistem Kristal Grup
Ortorombik Rombohedral Rombohedral Rombohedral Rombohedral Pbnm
R3c
R3c
R3c
R3c
a (Ǻ)
5,575(2)
5,537(2)
5,497(1)
5,477(1)
5,4388(8)
b (Ǻ)
5,559(1)
5,537(2)
5,497(1)
5,477(1)
5,4388(8)
c (Ǻ)
7,8502(8)
13,567(9)
13,517(5)
13,471(5)
13,389(3)
V (Ǻ )
243,3(1)
360,3(3)
353,7(1)
350,0(1)
343,0(1)
Rp (%)
2,96
2,86
2,16
2,97
2,71
Rwp (%)
3,22
3,46
2,60
3,16
4,70
Z
4
6
6
6
6
Ruang
3
Dari Tabel IV.2 di atas, senyawa perovskit LSFO (2), LSFO (3), LSFO (4) dan LSFO (5) menunjukkan bahwa kristal-kristal tersebut memiliki sistem kristal yang sama yaitu rombohedral dengan grup ruangnya adalah R3c. Senyawa perovskit untuk LSFO (5) menunjukkan nilai parameter a, b dan c lebih kecil dibandingkan dengan senyawa perovskit LSFO (4), LSFO (3) dan LSFO (2), sehingga volume ruang untuk senyawa perovskit LSFO (5) lebih kecil dibandingkan dengan LSFO (4), LSFO (3) dan LSFO (2). Hal ini disebabkan karena pengaruh komposisi dari interstisi (penyisipan) ion logam stronsium (Sr2+) pada senyawa LSFO (5) lebih banyak dibandingkan dengan senyawa LSFO (4) dan LSFO (3). Menurut Striker dkk, dengan meningkatnya komposisi ion stronsium (Sr2+) pada senyawa perovskit akan memperkecil volume selnya 17). Dari faktor komposisi dari Sr akan mempengaruhi nilai parameter sel a, b dan c adalah yang menyebabkan terjadinya defesiensi oksigen. Hal ini dapat dijelaskan, bahwa semakin banyak komposisi Sr yang ditambahkan pada senyawa LSFO maka semakin besar pula parameter
stoikiometri oksigen (δ) karena muatan kation Sr semakin besar. Dengan semakin besar nilai δ, maka semakin berkurang oksigen yang menyebabkan defesiensi oksigen semakin besar. Dengan defesiensi oksigen yang semakin besar mengakibatkan volume sel semakin kecil dengan bertambahnya komposisi Sr. Pada Gambar IV. 6 di bawah ini memperlihatkan grafik hubungan antara volume sel untuk senyawa LSFO (1), LSFO (2), LSFO (3), LSFO (4) dan LSFO (5) dengan seiring dengan bertambahnya nilai (x).
400
V olum e sel (A 3 )
350 300 250 200 150 100 50 0 0,2
0,4
0,5
0,6
0,8
komposisi x
Gambar IV.6 Grafik volume sel senyawa LSFO 1 (x = 0,2), LSFO 2 (x = 0,4), LSFO 3 (x = 0,5), LSFO 4 (x = 0,6) dan LSFO 5 (x = 0,8) terhadap bertambahnya nilai (x).
Dari Tabel IV.2 memperlihatkan nilai Rp dan Rwp dari senyawa perovskit LSFO (3),
LSFO (4) dan LSFO (5) <10% dengan masing-masing nilai Z = 6. Hal ini berarti senyawa-senyawa perovskit tersebut yang telah disintesis, menunjukkan kecocokan struktur antara data hasil pengamatan sinar-X dengan hasil kalkulasi. Pada hasil refinement terhadap senyawa-senyawa perovskit tersebut masih mengandung zat pengotor dengan intensitas yang relatif kecil. Adapun zat pengotor yang terdapat pada senyawa perovskit LSFO (1), LSFO (2), LSFO (3), LSFO (4) dan LSFO (5) terdapat pada Tabel IV.3 berikut ini.
Tabel IV. 3 Zat Pengotor pada Senyawa Hasil Sintesis La1-xSrxFeO3-δ Senyawa Hasil Sintesis
Zat Pengotor
Daerah 2Ө
LSFO 1 (x = 0,2)
La4Sr3O9
44o
LSFO 2 (x = 0,4)
La4Sr3O9
44o
LSFO 3 (x = 0,5)
La4Sr3O9
44o
La2Sr2O5
38o
La4Sr3O9
44o
Fe2O3
64o
La4Sr3O9
42, 44o
La2Sr2O5
67o
Fe2O3
78o
LSFO 4 (x = 0,6)
LSFO 5 (x = 0,8)
Pada Tabel IV.3 menunjukkan bahwa zat pengotor yang terdapat pada senyawa LSFO adalah berupa La4Sr3O9, La2Sr2O5, dan Fe2O3. Hal ini menunjukkan bahwa zat-zat pengotor tersebut adalah logis karena mengandung unsur-unsur yang terdapat pada senyawa LSFO. Setelah melakukan refinement pada senyawa LSFO, kemudian dilakukan refinement pada senyawa LSCFO dengan x = 0,1; 0,3 dan 0,5 (Gambar IV.7). Dari hasil refinement yang telah dilakukan, kemudian ditentukan parameter selnya untuk mengetahui nilai a, b, c, Z, Rp dan Rwp, sistem kristal dan grup ruang serta nilai volume sel dari senyawa LSCFO dengan berbagai konsentrasi yang terdapat pada Tabel IV.4.
a
b
c
Gambar IV.7 Plot Le Bail LSCFO 6 (a), LSCFO 7 (b), dan LSCFO 8 (c). Keterangan garis dapat dilihat pada keterangan Gambar IV. 4.
Tabel IV. 4 Parameter Sel dari La1-x(Sr,Ca)xFeO3-δ Parameter
LSCFO (6)
LSCFO (7)
LSCFO (8)
Sel
(x = 0,1)
(x = 0,3)
(x = 0,5)
Sistem Kristal
Ortorombik
Ortorombik
Ortorombik
Grup Ruang
Pbnm
Pbnm
Pbnm
a (Ǻ)
5,5517(2)
5,5084(8)
5,463(2)
b (Ǻ)
5,5226(1)
5,513(3)
5,492(1)
c (Ǻ)
7,7893(5)
7,795(2)
7,803(1)
V (Ǻ3)
238,82(2)
236,7(1)
234,1(1)
Rp (%)
2,35
2,67
2,19
Rwp (%)
3,07
4,25
3,06
Z
4
4
4
Pada Tabel IV. 4, senyawa LSCFO (6), LSCFO (7) dan LSCFO (8) menunjukkan tidak ada perubahan sistem kristal yaitu berupa ortorombik dengan grup ruangnya adalah Pbnm. Sistem kristal yang dimiliki oleh senyawa perovskit LSCFO ini sama halnya dengan sistem kristal yang dimiliki oleh senyawa perovskit LaFeO3 (lantanum ferit). Jika dilihat dari nilai parameter sel a, b, dan c, volume sel senyawa LSCFO (3), LSCFO (4) dan LSCFO (5) mengalami pengurangan seiring dengan bertambahnya komposisi x yang berupa ion logam stronsium (Sr2+) dan kalsium (Ca2+). Hal ini sama halnya dengan senyawa LSFO, volume sel semakin kecil dengan bertambahnya nilai x, kemungkinan disebabkan adanya defisiensi pada oksigen yang kekurangan elektron. Defiesiensi ini kemungkinan disebabkan adanya komposisi dari Sr dan Ca yang semakin bertambah yang menyebabkan parameter stoikiometri oksigen (δ) semakin besar sehingga mengakibatkan muatan kation semakin besar pula. Dengan semakin besar nilai δ, maka semakin banyak berkurangnya oksigen yang menyebabkan terjadinya defesiensi oksigen semakin besar. Hal ini yang membuat volume sel pada LSCFO semakin kecil seiring dengan bertambahnya nilai x. Pada Gambar IV.8 berikut ini, memperlihatkan pengaruh bertambahnya nilai x terhadap volume sel dari senyawa LSCFO.
240
3 volume sel (A )
239 238 237 236 235 234 233 232 231 0,1
0,3
0,5
kom posisi x
Gambar IV. 8 Grafik volume sel senyawa LSCFO 6 (x = 0,1), LSCFO 7 (x = 0,3) dan LSCFO 8 (x = 0,5) terhadap komposisi ion stronsium dan kalsium (x). Dengan meningkatnya komposisi x menyebabkan volume sel semakin kecil. Pada hasil refinement dari senyawa LSCFO dengan berbagai komposisi, diperoleh harga Rp (%) dan Rwp (%) < 10% dengan masing-masing Z = 4. Hal ini menunjukkan kecocokan struktur antara data hasil pengamatan difraksi sinar-X dengan hasil kalkulasi. Dari hasil refinement ini juga dapat diidentifikasi zat pengotor yang terdapat pada senyawa LSCFO. Pada Tabel IV. 5 berikut ini memperlihatkan beberapa zat pengotor yang terdapat pada senyawa LSCFO. Tabel IV.5 Zat pengotor pada Senyawa Hasil Sintesis La1-x(Sr,Ca)xFeO3-δ Senyawa Hasil Sintesis
Zat Pengotor
Daerah 2Ө
LSCFO 6 (x = 0,1)
La4Sr3O9
31o
Fe2O3
24o
La4Sr3O9
31, 42, 44o
Fe3O4
53o
CaO
37o
La4Sr3O9
31, 42, 44o
CaO
37o
LSCFO 7 (x = 0,3)
LSCFO 8 (x = 0,5)
IV.2 Hasil Analisis SEM/EDX Pengamatan bentuk morfologi dan analisa komposisi unsur dalam senyawa yang disintesis dilakukan dengan Scanning Electron Microscope (SEM) yang dilengkapi dengan Energy Dispersive X-Ray Spectroscopy (EDX). Adapun hasil SEM seperti pada Gambar IV. 9 di bawah ini.
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
Gambar IV.9 Gambar SEM dari a) LSFO (1), b) LSFO (3), c) LSFO (5), d) LSCFO (6), e) LSCFO (7), dan f) LSCFO (8) dengan perbesaran 10.000X.
Dari gambar SEM terlihat semua senyawa LSFO dan LSCFO memiliki morfologi kristal yang sangat berbeda. Pada senyawa LSFO (5) dengan x = 0,8 memiliki morfologi kristal yang lebih homogen daripada senyawa LSFO (1) dengan x = 0,1 dan LSFO (3) dengan x = 0,5. Morfologi kristal dari LSFO (5) dengan x = 0,8 lebih homogen karena ukuran kristal yang hampir sama dan merata serta penambahan komposisi ion Sr2+ yang semakin besar. Pada senyawa LSCFO, yang memiliki morfologi kristal yang lebih homogen adalah senyawa LSCFO (8) dengan x = 0,5 daripada LSCFO (7) dengan x = 0,3 dan LSCFO (6) dengan x = 0,1. Hal ini disebabkan karena penambahan komposisi ion Sr2+ dan Ca2+ yang semakin besar. Bila dibandingkan ukuran butiran antara senyawa LSFO dan LSCFO, maka ukuran butiran LSCFO lebih kecil daripada LSFO seiring dengan penambahan komposisi ion Sr2+ dan Ca2+. Untuk mengetahui penambahan komposisi unsur stronsium (Sr) dalam senyawa LSFO dan komposisi unsur stronsium (Sr), kalsium (Ca) pada senyawa LSCFO, diperoleh dari data EDX. Pada Tabel IV.6 memperlihatkan perbandingan komposisi massa unsur-unsur dalam senyawa LSFO dan LSCFO berdasarkan kalkulasi dan pengukuran EDX. Data EDX menunjukkan terjadinya kenaikan % massa unsur Sr pada senyawa LSFO dan % massa unsur Sr dan Ca pada senyawa LSCFO setelah penyisipan serta berkurangnya % massa unsur La baik pada senyawa LSFO dan LSCFO. Terjadi perbedaan % massa dari data pengamatan dan data perhitungan, hal ini diperkirakan karena adanya error pada alat yang digunakan saat melakukan pengukuran. Bila dilihat dari perbandingan komposisi Sr sebagai dopan antara % massa kalkulasi pada senyawa LSFO dengan % massa pengukuran memiliki perbedaan yang relatif kecil. Hal ini berarti, komposisi Sr dalam LSFO belum disisipi semua pada posisi La. Hal ini disebabkan kemungkinan komposisi Sr yang tidak tersisipi karena terbentuknya zat pengotor. Jadi massa unsur La, Sr dan Fe yang tidak sesuai dengan massa kalkulasi disebabkan mengalami dekomposisi membentuk zat lain yaitu zat pengotor. Untuk data EDX LSCFO, menunjukkan perbedaaan yang cukup besar antara % massa kalkulasi dengan % massa perhitungan terutama pada Sr dan Ca sebagai dopan dengan x = 0,1 dan 0,3. Hal
ini kemungkinan massa Sr dan Ca yang tidak tersisipi dalam senyawa LSCFO mengalami dekomposisi membentuk zat lain yaitu berupa zat pengotor. Tabel IV.6 Perbandingan komposisi massa unsur-unsur dalam senyawa La1-xSrxFeO3-δ dan La1-x(Sr,Ca)xFeO3-δ berdasarkan kalkulasi dan pengukuran EDX. Senyawa LSFO 1(x = 0,2) LSFO 3 (x = 0,5) LSFO 5 (x = 0,8)
LSCFO 6 (x = 0,1)
LSCFO 7 (x = 0,3)
LSCFO 8 (x= 0,5)
Unsur La Sr Fe La Sr Fe La Sr Fe La Sr Ca Fe La Sr Ca Fe La Sr Ca Fe
Massa Kalkulasi (%) 47,83 7,53 24,02 29,89 18,84 24,02 11,95 30,14 24,02 51,74 3,63 1,66 23,11 39,09 11,26 5,15 23,11 29,28 18,47 8,45 23,11
Massa Pengukuran (%) 52,73 5,21 24,87 35,49 18,31 28,54 15,57 33,92 32,36 56,01 2,51 0,84 23,45 42,53 9,64 3,94 25,71 31,99 15,45 8,12 25,54
Error (%) 0,60 0,48 0,45 0,82 0,59 0,59 0,98 0,61 0,68 0,74 0,60 0,26 0,56 1,07 0,80 0,37 0,79 0,78 0,53 0,27 0,56
IV. 3 Hasil Pengukuran Konduktivitas Listrik Pengukuran konduktivitas listrik dilakukan dengan menggunakan metode 4 titik (four point probes method). Pengukuran dilakukan pada sampel dengan ketebalan sekitar 0,1 cm dengan jarak masing-masing elektroda sekitar 0,3-0,4 cm. Rentang suhu pengukuran dilakukan antara suhu 51-375 oC. Dari data pengukuran, akan dilakukan plot antara suhu (K) dengan nilai konduktivitas (σ). Plot pengukuran
konduktivitas listrik pada senyawa LSFO dan LSCFO menghasilkan grafik seperti pada Gambar IV. 10 berikut ini.
a
b
Gambar IV.10 Grafik konduktivitas listrik senyawa LSFO (a) dan LSCFO (b).
Dari gambar IV.10 menunjukkan bahwa konduktivitas tertinggi pada senyawa LSFO dengan x = 0,2 dan LSCFO dengan x = 0,1. Jika dilihat dari nilai konduktivitas yang dihasilkan pada LSFO dan LSCFO menunjukkan nilai konduktivitasnya kecil dan dapat digolongkan bahwa senyawa LSFO ini dalam berbagai komposisi termasuk senyawa yang bersifat semikonduktor. Hal ini diketahui bahwa batas nilai konduktivitas untuk material semikonduktor adalah
10-5-102 S/cm 1). Untuk senyawa LSCFO dengan nilai x = 0,1 termasuk senyawa bersifat konduktor. Hal ini diketahui bahwa batas nilai konduktivitas untuk material bersifat konduktor adalah 103-105 S/cm
1)
. Untuk senyawa LSCFO
dengan x = 0,3 dengan nilai konduktivitasnya adalah 103,1207 S/cm termasuk senyawa yang bersifat semikonduktor sedangkan LSCFO dengan x = 0,5 memiliki nilai konduktivitas yang sangat kecil yaitu 3,9.10-6 S/cm menujukkan senyawa tersebut bersifat isolator. Material yang bersifat isolator apabila material memiliki batas nilai konduktivitas yaitu < 10-12 S/cm1). Pada gambar IV.10 menunjukkan bahwa nilai konduktivitas tertinggi baik senyawa LSFO maupun LSCFO terdapat pada temperatur tertinggi yaitu 638 K. Hal ini disebabkan karena konduktivitas terjadi hanya pada temperatur yang tinggi yang mengakibatkan konsentrasi cacat kristal menjadi semakin besar sehingga ion-ion oksida memiliki cukup energi termal untuk dapat berpindah/mengalami aktivasi. Nilai konduktivitas dan energi aktivasi dari LSFO dan LSCFO terdapat pada tabel IV.7 berikut ini.
Tabel IV.7 Nilai konduktivitas dan energi aktivasi LSFO dan LSCFO Senyawa La0,8Sr0,2FeO3-δ
σ (S/cm) 54,872
Ea (ev) 0,2912.10-5
La0,6Sr0,4FeO3-δ
6,0964
0,1818.10-5
La0,5Sr0,5FeO3-δ
0,0203
0,2835.10-5
La0,4Sr0,6FeO3-δ
5,2640
0,1629.10-5
La0,2Sr0,8FeO3-δ
0,9335
0,6774.10-1
La0,9Sr0,1Ca0,1FeO3-δ
5721,0063
1,4234.10-1
La0,7Sr0,3Ca0,3FeO3-δ
103,1207
1,6228.10-1
La0,5Sr0,5Ca0,5FeO3-δ
3,9.10-6
0,0916.10-1
Pada Tabel IV.7 menunjukkan nilai konduktivitas yang tertinggi dari kedua senyawa adalah LSCFO dengan x = 0,1. Dengan nilai konduktivitas yang tinggi akan memiliki nilai energi aktivasi yang kecil sehingga ion-ion tersebut dalam senyawa dapat melakukan migrasi dengan mudah. Pada umumnya, dengan melakukan penyisipan (doping) dan bertambahnya komposisi dopan dalam suatu
senyawa diharapkan dapat meningkatkan konduktivitas. Hal ini dapat dilihat pada tabel IV.7, bahwa senyawa LSCFO yang disisipi dengan stronsium dan kalsium memiliki konduktivitas yang lebih tinggi daripada senyawa LSFO yang disisipi dengan stronsium saja. Pada penambahan komposisi dopan memperlihatkan nilai konduktivitas yang tidak sesuai dengan yang diharapkan. Untuk senyawa LSFO, diharapkan senyawa LSFO dengan x = 0,8 memiliki nilai konduktivitas tertinggi tetapi dalam hasil penelitian memperlihatkan nilai konduktivitas tertinggi terdapat pada senyawa LSFO dengan x = 0,2. Sedangkan senyawa LSCFO, diharapkan dengan x = 0,5 memiliki nilai konduktivitas tertinggi tetapi pada hasil penelitian menujukkan nilai konduktivitas tertinggi dengan x = 0,1. Hal ini disebabkan kemungkinan faktor dari defesiensi oksigen yang mengakibatkan muatan pada kationnya semakin besar. Faktor lain yang dapat mempengaruhi konduktivas adalah morfologi permukaan senyawa LSFO dan LSCFO. LSCFO dengan x = 0,1 memiliki nilai konduktivitas tertinggi karena memiliki morfologi yang cukup baik, karena jarak antara partikel-partikel sudah mengalami penyatuan (sintering). Sedangkan LSCFO memiliki konduktivitas yang sangat kecil karena memiliki rongga-rongga kosong antarpartikel. Hal ini sangat mempengaruhi nilai konduktivitasnya karena migrasi ion-ion yang terjadi akan semakin lambat sehingga
diperlukan
energi
berpindah/mengalami aktivasi.
termal
yang
cukup
besar
untuk
dapat