perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi kandungan rhodamin B pada pemerah pipi (blush on) yang beredar di Surakarta dan untuk mengetahui berapa kadar rhodamin B yang ada pada sampel. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dan metode sampling yang digunakan adalah purposive sampling. Sebanyak 5 sampel yakni sampel N, sampel R, sampel U, sampel I dan sampel C diambil dari beberapa toko kosmetik di Surakarta dengan berbagai macam merek. Sampel kemudian diekstraksi atau dimurnikan untuk diambil zat rhodamin B lalu dilakukan analisis kualitatif untuk mengidentifikasi kandungan rhodamin B pada sampel dengan menggunakan metode KLT (Kromatografi Lapis Tipis). Apabila sampel positif mengandung rhodamin B maka akan diuji lanjutan secara kuantitatif untuk mengetahui kadar rhodamin B pada masing
masing
sampel menggunakan Spektrofotometer UV-Visibel. A. Ekstraksi Sampel Ekstraksi merupakan suatu cara untuk menyari zat yang diinginkan. Sampel yang akan diekstraksi dihaluskan terlebih dahulu di dalam mortir dengan tujuan untuk memperluas permukaan sampel, sehingga luas permukaan kontak antara pelarut dengan sampel menjadi lebih besar dan proses ekstraksi akan lebih sempurna, setelah sampel menjadi halus kemudian ditimbang menggunakan timbangan analitik. Sampel direndam dengan larutan amonia 2% dalam etanol 70%. Prinsipnya sama seperti maserasi yaitu cairan penyari akan masuk ke dalam serbuk. Zat akan larut karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan
25
perpustakaan.uns.ac.id
26 digilib.uns.ac.id
dalam serbuk dengan di luar serbuk proses ini disebut dengan proses difusi. Larutan yang konsentrasinya tinggi akan terdesak keluar dan diganti oleh cairan penyari dengan konsentrasi rendah. Pelarut yang digunakan adalah amonia 2% dalam etanol 70%, karena rhodamin B mudah larut dalam etanol sehingga diharapkan rhodamin B dapat tersari. Amonia 2% untuk memberikan suasana basa sehingga diharapkan hanya zat yang bersifat basa saja yang tersari dalam etanol 70%, karena hanya senyawa yang bersifat basa yang akan terekstraksi atau terlaut ke dalam pelarut organik dalam suasana basa. Sampel direndam selama 24 jam, lalu sampel disaring menggunakan kertas saring Whatman no.42. Tujuannya untuk memisahkan serbuk dari larutannya, kemudian larutan sampel yang didapatkan diuapkan diatas waterbath (penangas air) sampai larutan menjadi pekat. Tujuannya adalah untuk menguapkan pelarut penyari. Larutan pekat ini kemudian dilarutan dalam aquadest sebanyak 15 mL dan diaduk sampai larut. Tujuan penambahan aquadest untuk memperbanyak volume larutan yang akan dipisahkan sehingga didapatkan hasil pemisahan yang lebih baik dan didapatkan hasil pemisahan yang optimal. Larutan ini kemudian dimasukkan kedalam corong pisah 250 mL untuk dilakukan pemisahan. Prinsip pemisahan rhodamin B pada corong pisah adalah ekstraksi cair cair, merupakan cara memisahkan zat terlarut melalui dua buah pelarut (biasanya cair) yang dapat melarutkan zat tersebut namun kedua pelarut ini tidak dapat saling melarutkan (immiscible). Sampel dilarutkan dalam rafinat yang berada dalam kontak dengan ekstraktan sehingga tejadi perpindahan molekul zat terlarut karena perbedaan kelarutan di dalam kedua jenis pelarut. Dengan demikian,
perpustakaan.uns.ac.id
27 digilib.uns.ac.id
pemisahan cara kimia terjadi secara alami dalam dua pelarut cair
cair
(Wonorahardjo, 2013). Prinsip pemisahan yang terjadi dalam corong pisah yaitu berdasarkan sifat kelarutan dari rhodamin B, dimana pada pelarut yang berbeda rhodamin B akan masuk atau terlarut dalam pelarut tersebut. Larutan yang telah dimasukkan kedalam corong pisah kemudian ditambah 3 mL NaOH 10% untuk membuat suasana menjadi basa. Suasana basa dapat menurunkan kelarutan rhodamin B, sehingga rhodamin B menjadi tidak larut dalam aquadest dan dapat tersari dalam pelarut dietil eter. 15 mL dietil eter ditambahkan akan membentuk 2 lapisan, lapisan atas disebut dengan lapisan eter dan lapisan bawah disebut dengan lapisan air. Rhodamin B dapat larut dalam dietil eter yang bersifat non polar karena pada rhodamin B terdapat gugus amina sekunder yaitu dietilamina. Gugus amina dapat membentuk ikatan hidrogen lemah dengan air karena atom nitrogen kurang elektronegatif sehingga mempengaruhi sifat kepolaran senyawa. Lapisan bawah (air) dibuang melalui kran corong pisah, setelah didapatkan lapisan eter kemudian ditambahkan 2,5 mL NaOH 0,5% untuk mencuci rhodamin B agar lapisan eter lebih murni. Penambahan NaOH 0,5% ini akan membentuk 2 lapisan kembali yaitu lapisan atas (lapisan eter) dan lapisan bawah, lalu lapisan bawah dibuang melalui kran bawah corong pisah. Lapisan eter yang diperoleh kemudian diekstraksi dengan HCl 0,1 N untuk menyari rhodamin B yang larut dalam lapisan eter. Rhodamin B yang lebih larut dalam suasana asam yaitu dengan penambahan HCl 0,1 N akan tersari kedalam
28 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
larutan HCl 0,1 N. Rhodamin B memiliki sifat basa sehingga dapat terlarut pada larutan yang bersifat asam, selain itu kelarutan rhodamin B dalam suasana asam lebih besar daripada dalam dietil eter. Tiap penambahan HCl 0,1 N sebanyak 5 mL sampai lapisan eter menjadi bening sehingga dapat dikatakan bahwa rhodamin B pada lapisan eter sudah tersari atau terlarut dalam HCl 0,1 N. Larutan rhodamin B yang didapat kemudian dimasukkan kedalam flakon untuk selanjutnya dilakukan uji kualitatif. B. Uji Kualitatif Sampel Sampel yang telah diekstraksi untuk selanjutnya dilakukan uji kualitatif untuk mengidentifikasi kandungan rhodamin B pada pemerah pipi (blush on). Parameter KLT yang digunakan identifikasi secara kualitatif dengan menyamakan nilai Rf antara senyawa yang diuji dengan senyawa standar. Dua senyawa dikatakan identik jika mempunyai nilai Rf yang sama jika diukur pada kondisi KLT yang sama. Prinsip dari KLT adalah komponen-komponen suatu campuran senyawa akan dipisahkan antara dua buah fase yaitu fase diam dan fase gerak. Fase diam akan menahan komponen campuran sedangkan fase gerak akan melarutkan zat komponen campuran. Komponen yang mudah tertahan pada fase diam akan tertinggal. Sedangkan komponen yang mudah larut dalam fase gerak akan bergerak lebih cepat. Fase diam yang digunakan pada penelitian ini adalah Silika Gel GF254 yang artinya Silika merupakan suatu produk yang mengandung silika gel, G artinya pengikat gipsum (CaSO4.
H20), F artinya ditambah bahan yang
29 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
berfluoresensi dan 254 untuk menunjukkan panjang gelombang eksitasi senyawa berfosforisensi yang ditambahkan. Menurut Adnan (1997) memang agak sukar untuk menemukan sistem pelarut yang cocok untuk pengembangan. Pemilihan sistem pelarut yang dipakai didasarkan atas prinsip like disolve like, tetapi akan lebih cepat dengan mengambil pengalaman para peneliti, yaitu dengan dasar pustaka yang sudah ada. Fase gerak yang digunakan pada penelitian ini mengacu pada penelitian yang pernah dilalkukan. Menurut Lidya dan Fatimawali (2013) fase gerak yang digunakan adalah amoniak : etil asetat : n-butanol (2,5 : 2 : 5,5). Fase gerak ini kemudian dimasukkan kedalam chamber untuk dilakukan penjenuhan sebelum digunakan untu mengelusi sampel. Fungsi penjenuhan ini bertujuan untuk menyamakan tekanan uap pada seluruh bagian bejana. Jika belum jenuh, maka saat pengembangan akan membentuk garis lengkung di pertengahan lempeng karena pergerakkan fase gerak di bagian tepi lebih cepat, sehingga akan menghasilkan kromatogram yang mengekor, akibatnya nilai Rf tidak sama dengan zat murninya. Menurut Kovar (1987) campuran digunakan
untuk
sekali
pengembangan
pelarut pengembang hanya boleh karena
berubah
selama
proses
pengembangan. Bejana ditutup selama 30 menit pada suhu kamar, selanjutnya lempeng yang telah siap untuk digunakan ditempatkan vertikal dalam bejana yang sudah jenuh itu dan segera ditutup kembali. Bejana tidak boleh dibuka selama pengembangan, bejana diletakkan di tempat bebas angin dan terlindung dari panas serta sinar matahari.
30 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Plat KLT dikeluarkan dari chamber dan dikeringkan dengan cara dianginkan
anginkan, kemudian plat KLT diamati dibawah sinar UV 254 nm
dan 366 nm. Hasil dari uji KLT sampel U, N dan R dapat dilihat pada Gambar 3, hasil uji KLT sampel I pada Gambar 4 dan sampel C pada Gambar 5. Rhodamin B standar
Spot sampel U
Gambar 3.a
Gambar 3.b
Gambar 3.c
Gambar 3. Hasil KLT dari 3 sampel yaitu sampel N, sampel R dan sampel U
Hasil dari Gambar 3 merupakan hasil KLT dari 3 sampel yaitu sampel N, sampel R dan sampel U. Gambar 3.a menunjukkan saat KLT dilihat di bawah lampu UV 366 nm, dimana noda (spot) akan berfluoresensi atau berpendar sedangkan pada Gambar 3.b saat KLT dilihat di bawah lampu UV 254 nm. Gambar 3 menunjukkan bahwa untuk sampel N dan sampel R tidak ada noda (spot) yang terlihat, sedangkan sampel U dapat dilihat noda (spot) sejajar dengan noda (spot) dari baku pembandingnya (rhodamin B) dan fluoresensinya sama seperti standar yaitu berwarna orange saat dilihat di bawah sinar UV 254 nm
31 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
maupun 366 nm. Saat dilihat secara visual, noda (spot) dari sampel U juga berwarna merah muda. Spot sampel I
Rhodamin B standar
Gambar 4.a
Gambar 4.b
Gambar 4.c
Gambar 4. Hasil KLT dari sampel I
Gambar 4 menunjukkan hasil KLT sampel I dengan baku pembanding, dimana noda (spot) dari sampel I apabila dilihat pada gambar sejajar dengan noda (spot) dari baku pembanding selain itu warna fluoresensi dari noda (spot) juga sama yaitu berwarna orange dan secara visual noda (spot) dapat dilihat pada Gambar 4.c juga berwarna merah muda. Gambar 4.a menunjukkan saat KLT dilihat di bawah sinar UV 254 nm dan Gambar 4.b di bawah sinar 254 nm. Pada Gambar 5.a merupakan hasil KLT sampel C saat dilihat pada sinar 366 nm sedangkan pada Gambar 5.b hasil KLT saat dilihat pada sinar 254 nm, dari kedua gambar tersebut noda sampel sejajar dengan baku pembandingnya (rhodamin B), selain itu noda memiliki warna flouresensi yang sama dengan baku pembandingnya yaitu menghasilkan warna orange. Hasil pada Gambar 5 juga menunjukkan bahwa sampel C juga positif mengandung rhodamin B, hal ini dapat
32 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dilihat pada gambar, noda (spot) dari sampel C sejajar dengan noda (spot) baku pembandingnya selain itu secara visual juga bisa dilihat bercak berwarna merah muda. Nilai Rf dari masing
masing sampel dapat dilihat pada Tabel I.
Spot sampel C
Gambar 5.c
Gambar 5.b
Gambar 5a
Gambar 5. Hasil KLT dari sampel C
Tabel I. Nilai Rf Masing - Masing Sampel
Sampel
Visual
Baku Pembanding Sampel N Sampel R Sampel U Baku Pembanding Sampel I Baku Pembanding Sampel C
Merah muda Merah muda Merah muda Merah muda Merah muda Merah muda
Deteksi Lampu UV 254 nm 366 nm Orange Orange Orange Orange Orange Orange Orange Orange Orange Orange Orange Orange
Tabel I menunjukkan nilai Rf dari masing
Rf 0,7875 0,7875 0,7125 0,7125 0,7125 0,7000
Hasil (-) (-) (+) (+) (+)
masing sampel dimana nilai
Rf sanpel dibandingkan dengan baku pembanding yaitu rhodamin B. Menurut Depkes (1988) hasil Rf dinyatakan positif bila warna bercak antara sampel dan baku pembanding sama dan harga Rf antara sampel dengan baku pembanding sama at
Sampel U dan baku
33 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pembanding memiliki nilai yang sama yaitu 0,7875, sehingga untuk sampel U postif mengandung rhodamin B, sedangkan sampel R dan N tidak menghasilkan bercak sehingga tidak dapat dihitung nilai Rf. Sampel I dan baku pembanding (rhodamin B), dari hasil perhitungan Rf yang ada, nilai Rf dari sampel I sama seperti baku pembandingnya yaitu 0,7125, sehingga dapat diketahui untuk sampel I juga positif mengandung rhodamin B. Nilai Rf sampel C dan baku pembanding hampir sama hanya selisih 0,0125 srtinya selisih Rf ini < 0,2 sehingga diketahui sampel C positif mengandung rhodamin B, kemungkinan dikarenakan pada saat elusi berlangsung fase gerak yang menguap atau bergerak ke atas tidak sama. Sampel C juga diketahui positif mengandung Rhodamin B. Ketiga sampel yang positif yaitu sampel U, sampel I dan sampel C selanjutnya akan di uji menggunakan spektrofotometer UV yang ada pada masing
Vis untuk mengetahui kadar Rhodamin B
masing sampel. C. Uji Kuantitatif Sampel
Pengujian ini dilakukan untuk sampel yang positif mengandung rhodamin B, untuk menentukan kadar rhodamin B yang ada di dalam sampel. Prinsip kerja dari alat ini adalah sinar dari sumber sinar dilewatkan melalui celah masuk, kemudian sinar dikumpulkan agar sampai ke prisma untuk didifraksikan menjadi sinar-sinar dengan panjang gelombang tertentu, selanjutnya sinar dilewatkan ke monokromator untuk menyeleksi panjang gelombang yang diinginkan. Sinar monokromatis melewati sampel dan akan ada sinar yang diserap dan diteruskan. Sinar yang diteruskan akan dideteksi oleh detektor. Radiasi yang diterima oleh
34 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
detektor diubah menjadi sinar listrik yang kemudian terbaca dalam bentuk transmitansi. Penelitian ini menggunakan sinar tampak (visible) karena panjang gelombang yang digunakan adalah 400
750 nm, sedangkan untuk sinar
ultraviolet mempunyai panjang gelombang antara 200
400 nm. Waktu
operasional (operating time) dilakukan untuk mengetahui waktu pengukuran yang menghasilkan absorbansi yang maksimal. Waktu operasional dilakukan dengan mengukur antara absorbansi larutan rhodamin B standar dengan waktu. Awal pengukuran, absorbansi larutan rhodamin B mengalami penurunan terus menerus, sehingga untuk mendapatkan hasil absorbansi yang maksimum, sampel yang telah selesai
dipreparasi,
langsung
dilakukan
pengukuran
untuk
mengetahui
absorbansinya pada spektrofotometer UV - Vis. Hasil dari pengukuran waktu operasional dapat dilihat pada lampiran V. Panjang gelombang yang digunakan untuk analisis kuantitatif adalah panjang gelombang maksimal dari rhodamin B untuk mendapatkan absorbansi yang maksimal. Menurut Rohman (2007) beberapa alasan mengapa harus menggunakan panjang gelombang maksimal, yaitu yang pertama, pada panjang gelombang maksimal, kepekaannya juga maksimal karena pada panjang gelombang maksimal tersebut, perubahan absorbansi untuk setiap satuan konsentrasi adalah yang paling besar. Kedua disekitar panjang gelombang maksimal, bentuk kurva absorbansi datar dan pada kondisi tersebut hukum lambert - beer akan terpenuhi. Ketiga jika dilakukan pengukuran ulang maka kesalahan yang disebabkan oleh pemasangan ulang panjang gelombang akan kecil
perpustakaan.uns.ac.id
35 digilib.uns.ac.id
sekali, ketika digunakan panjang gelombang maksimal. Selain itu apabila kita menggunakan panjang gelombang maksimal maka zat yang akan menyerap atau mengabsorbansi panjang gelombang juga spesifik atau zat yang kita inginkan. Larutan rhodamin B dengan konsentrasi 2 ppm digunakan untuk mencari panjang gelombang maksimal dan diperoleh panjang gelombang maksimal sebesar 556 nm. Hasil penentuan panjang gelombang maksimal dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Kurva penentuan panjang gelombang maksimum konsentrasi 2 ppm
Kurva baku ditentukan dengan cara membuat berbagai seri konsentrasi larutan, lebih baik dalam membuat kurva baku memiliki absorbansi antara 0,2 sampai 0,8. Menurut Rohman (2007) hal ini berdasarkan anggapan bahwa kesalahan dalam pembacaan T adalah 0,005 atau 0,5 % (kesalahan fotometrik). Seri konsentrasi yang dibuat dalam penelitian ini sebanyak lima titik. Data kurva baku selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran II. Hasil dari pembuatan kurva baku antara konsentrasi dengan absorbansi dapat dilihat pada Gambar 7.
perpustakaan.uns.ac.id
36 digilib.uns.ac.id
Hasil perhitungan kurva baku rhodamin B ini didapatkan persamaan y = 0,1326x
0,0132 dengan r yang didapat sebesar 0,996. Linieritas kurva baku
dapat dilihat dengan cara melihat daftar r tabel dengan n = 5. Diperoleh r tabel 0,959 untuk 1% dan untuk 5 % diperoleh 0,878, karena harga r hitung lebih besar dari r tabel baik untuk kesalahan 5% maupun 1% (0,996>0,959>0,878), maka dapat disimpulkan bahwa kurva baku yang didapat linier artinya dengan naiknya konsentrasi larutan maka absorbansi akan meningkat (Sugiyono, 2007).
Gambar 7. Kurva baku Rhodamin B dari berbagai seri konsentrasi
Sampel yang positif mengandung rhodamin B yaitu sampel U, sampel I dan sampel C diukur absorbansinya dengan replikasi sebanyak 3 kali. Hasil absorbansi yang diperoleh dilakukan perhitungan untuk mengetahui kadar rhodamin B pada tiap sampel, perhitungan secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran III. Kadar rhodamin B pada masing Tabel IV.
masing sampel dapat dilihat pada
37 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel II. Hasil Uji Kuantitatif Rhodamin B Pada Perona Pipi
No 1 2 3
Sampel Sampel I Sampel U Sampel C
Kadar Rhodamin (% b/b) ± SD 0,00548 ± 0,00013 0,02603 ± 0,00023 0,00023 ± 0,00002
Gambar 8. Kadar Rhodamin B Pada Masing
Masing Sampel
Tabel IV dan Gambar 8 menunjukkan bahwa pada masing
masing
sampel mengandung rhodamin B dengan kadar yang bervariasi, namun kadar paling tinggi terdapat pada sampel U yang mengandung rhodamin B sebesar 0,02603 % b/b yang artinya dalam 100 gram sampel terdapat 26 mg zat rhodamin B. Hasil kadar pada masing
masing sampel memiliki nilai SD yang kecil, ini
yang menunjukkan bahwa replikasi sampel yang dilakukan dengan menggunakan metode yang sama sudah akurat dan tepat. Semakin kecil nilai SD dari serangkaian pengukuran maka metode yang digunakan semakin tepat. Penggunaan rhodamin B di Indonesia pada makanan, minuman maupun kosmetik sudah dilarang oleh BPOM. Rhodamin B sendiri digunakan sebagai
perpustakaan.uns.ac.id
38 digilib.uns.ac.id
pewarna kertas, kapas, wool, serat kulit kayu, nilon, sabun dan industri tekstil sebagai pewarna bahan kain atau pakaian. Zat ini bila terhirup dapat mengiritasi saluran pernafasan, iritasi pada kulit, mata tampak kemerahan dan udem bahkan dapat menimbulkan kanker. Rhodamin B merupakan zat pewarna yang berbahaya bagi tubuh sehingga pemilihan kosmetika yang aman perlu diketahui. Hal-hal yang harus dilakukan untuk menghindari kosmetik yang menggunakan zat perwarna bahaya harus diperhatikan : setiap pembelian produk kosmetik baca jenis dan jumlah pewarna yang digunakan dalam produk tersebut, perhatikan label pada setiap kemasan produk dan pastikan di label tercantum izin dari BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan), jangan mudah tergiur dengan harga yang murah dan memilih produk yang telah terpercaya.