BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Daerah Penelitian 1. Kondisi Fisik Daerah Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Secara astronomis Kecamatan Depok terletak pada 7043’50” - 7048’16”LS dan Antara 110022’10” 110026’53” BT dengan ketinggian tempat pada kisaran 90-200 mdpal. Letak Kecamatan Depok berbatasan langsung dengan Kota Yogyakarta yang berjarak 5,5 Km dari Ibu Kota Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan berjarak 10 Km dari Ibu Kota Kabupaten Sleman. Kecamatan Depok mempunyai luas 3555 Ha yang terdiri dari Desa Caturtunggal memiliki luas wilayah 1104 ha, Desa Condongcatur 950 ha, dan Desa Maguwoharjo memiliki luas wilayah sebesar 1501 ha. Kecamatan Depok terdiri dari 58 Dusun yaitu 20 dusun terletak di Desa Caturtunggal, 18 dusun terletak di Desa Condongcatur, dan 20 dusun terletak di Desa Maguwoharjo. Secara administratif Kecamatan Depok dibatasi oleh : a. Sebelah Utara : Desa Wedomartani Kecamatan Ngemplak dan Desa Minomartani Kecamatan Ngaglik b. Sebelah Selatan: Kecamatan Gondokusuman Kota Yogyakarta dan Kecamatan Banguntapan 47
48
c. Sebelah Barat: d. Sebelah Timur:
Desa Sinduadi Kecamatan Mlati Desa Purwomartani Kecamatan Kalasan
Kecamatan Depok sebagai salah satu kecamatan yang berbatasan langsung dengan Kota Yogyakarta memiliki posisi strategis, sehingga fungsi-fungsi kekotaan di Kecamatan Depok ikut tumbuh dan berkembang. Kecamatan Depok Merupakan kawasan strategis yang tumbuh sangat cepat. Kebijakan yang dikembangkan adalah pengendalian kepadatan bangunan serta sarana prasarana infrastruktur wilayah. Peta administrasi dan peta citra Kecamatan Depok dapat dilihat pada peta berikut ini :
49
Gambar 3. Peta Administrasi Kecamatan Depok
50
Gambar 4. Peta Citra Quickbird Kecamatan Depok
51
2. Hidrologi Berdasarkan kondisi akifernya Kecamatan Depok memiliki kondisi air tanah yang baik. Akifer di Kecamatan Depok juga mempunyai permeabilitas yang tinggi dengan kedalam sumur yang bervariasi antara 7 m sampai 15 m. Daerah penelitian ini juga dilalui beberapa jaringan sungai. Di Desa Caturtunggal dan Condongcatur di lewati oleh dua buah sungai di sebelah barat di lewati oleh sungai Gajah Wong dan di sebelah timur dilewati oleh sungai Tambakbayan, sementara itu untuk selokan di wilayah ini juga dilalui oleh saluran irigasi selokan Mataram. Air dari selokan Mataram dimanfaatkan oleh penduduk untuk keperluan pertanian, akan tetapi pertanian di Desa Caturtunggal hanya sebagian kecil saja. Kondisi air tanah di daerah penelitian cukup baik, hal ini dibuktikan dengan sebagian besar masyarakat yang memanfaatkan sumur sebagai sumber air minum dan sumur tersebut pada musim kemarau tidak kering. Di wilayah Desa Maguwoharjo di sebelah barat dilewati oleh sungai Sembung dan sungai Tambakbayan dan di sebelah timur dilewati oleh sungai Keming, selain itu Desa Maguwoharjo juga dilewati oleh selokan Mataram. Air dari sungai maupun dari selokan tersebut oleh penduduk dimanfaatkan untuk keperluan pertanian. Kondisi air tanah di Desa Maguwoharjo ini cukup baik yang dibuktikan dengan sebagian besar
52
masyarakat yang memanfaatkan sumur sebagai sumber air untuk keperluan sehari-hari. Berikut disajikan dalam tabel berikut : Tabel 16. Nama Sungai Yang Melintasi Kecamatan Depok Desa Sungai Caturtunggal Gajahwong, Tambakbayan, Pelang, Code Maguwoharjo Tambakbayan. Buntung, Pelang Condongcatur Pelang, Buntung, Gajahwong, Tambakbayan Sumber : Kecamatan Depok Dalam Angka 2011 3. Jumlah dan Kepadatan Penduduk Menurut data kecamatan dalam angka yang disajikan pada Tabel 13 penduduk Kecamatan Depok pada tahun 2011 sebanyak 126.553 jiwa dengan total luas wilayah 35,55 Km2, sehingga kepadatan penduduk di Kecamatan Depok sebesar 3.560 Jiwa/Km2 dengan kepadatan penduduk tertinggi di Desa Caturtunggal yaitu 5.594 Jiwa/Km2. Sedangkan kepadatan penduduk terendah berada di Desa Maguwoharjo dengan jumlah 1.899 jiwa/Km2. Tabel 17. Luas Wilayah, Jumlah Penduduk, dan Kepadatan Penduduk Menurut Desa di Kecamatan Depok Tahun 2011 Total Jumlah Penduduk/Jiwa
Kepadatan Jiwa/Km2
29.165
61.764
5.594
15,01 14.611 13.898 Maguwoharjo 9,50 18.355 17.925 Condongcatur 35,55 65.565 60.988 Jumlah Sumber : Kecamatan Depok Dalam Angka 2011
28.509
1.899
36.280 126.553
3.819 3.560
Luas (Km2)
Desa Caturtunggal
11,04
Jumlah Penduduk Laki-Laki
32.599
Jumlah Penduduk Perempuan
Jumlah dan kepadatan penduduk yang tinggi pada suatu wilayah akan berdampak pada peningkatan kebutuhan akan lahan untuk permukiman dan sarana prasana. Dengan adanya kepadatan penduduk yang tinggi
53
memerlukan penambahan sarana sosial ekonomi seperti : peningkatan kebutuhan permukiman, penambahan fasilitas lapangan kerja, sarana pendidikan dan peningkatan sarana serta pelayanan kesehatan. Desa Caturtunggal merupakan wilayah yang mempunyai jumlah penduduk paling besar dibandingkan dengan desa-desa yang lainnya yaitu sebesar 61.764 jiwa. Adanya jumlah penduduk yang tinggi tersebut menyebabkan peningkatan kebutuhan permukiman sementara lahan yang tersedia sempit sehingga mengakibatkan semakin padatnya permukiman. 4. Fasilitas Ekonomi Perkembangan fisik Kota Yogyakarta yang meningkat setiap tahunnya memberikan dampak terhadap perkembangan dari berbagai fasilitas yang ada di Kecamatan Depok. Konsentrasi jumlah fasilitas yang terdapat di Kecamatan Depok pada tahun 2011 yang tertinggi terdapat di Desa Caturtunggal sebanyak 1.982 fasilitas. Hal tersebut disebabkan oleh jumlah penduduk yang tinggi terdapat di Desa Caturtunggal sehingga pertumbuhan fasilitas ekonomi juga meningkat sedangkan di Desa Condongcatur jumlah fasilitas ekonomi sebanyak 1.901 di dominasi oleh fasilitas ekonomi warung kios sebanyak 1.004 dan terendah di Desa Maguwoharjo yaitu sebanyak 1.639 dan didominasi oleh warung kios sebanyak 972 (lihat tabel 18 ).
54
Tabel 18. Jumlah Fasilitas Ekonomi Menurut Desa di Kecamatan Depok Tahun 2011 Desa Caturtunggal
Pasar umum 2
Pertoko Warung an kios 642 1.211
Restoran 118
2 591 972 72 Maguwoharjo 1 809 1.004 83 Condongcatur 5 2.042 3.187 273 Jumlah total Sumber : Kecamatan Depok Dalam Angka 2011
Bank Jumlah /KUD fasilitas 9 1.982 2
1.639
4 15
1.901 5522
Berdasarkan dari Tabel jenis warung kios sangat mendominasi di Kecamatan Depok yaitu sejumlah 3.187. Dengan adanya fasilitas ekonomi akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat karena membuka peluang kerja bagi masyarakat. Fasilitas ekonomi yang terdapat di Desa Caturtunggal lebih banyak dibandingkan dengan Desa Maguwoharjo dan Desa Condongcatur. Hal ini dikarenakan letak Desa Caturtunggal yang dekat dengan Kota Yogyakarta. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa Desa Caturtunggal mempunyai peluang besar dalam bidang ekonomi dibandingkan dengan Desa Maguwoharjo dan Desa Condongcatur. 5. Fasilitas Pendidikan Fasilitas pendidikan yang terdapat di Kecamatan Depok dikategorikan sangat maju dengan adanya berbagai sekolah maupun perguruan tinggi. Fasilitas pendidikan di Kecamatan Depok telah tersedia dengan lengkap mulai dari TK hingga perguruan tinggi. Tersedianya fasilitas pendidikan telah menjadikan Kecamatan Depok berkembang pesat dibandingkan dengan kecamatan lainnya. Hal ini terlihat dengan meningkatnya bangunan fisik berupa permukiman yang dimanfaatkan untuk rumah huni,
55
kos/kontrakan, rumah makan, warung/ pertokoan dan lain sebagainya. Perkembangan ini tidak hanya dari fasilitas fisik saja tetapi juga pertambahan jumlah masyarakat tiap tahunnya, sebab meningkatnya warga pendatang terutama siswa/ mahasiswa baru tiap tahunnya. Tabel 19. Jumlah Fasilitas Pendidikan Menurut Desa Di Kecamatan Depok Tahun 2011 SD
SMP
SMA
S
N
S
N
S
PT
14 7
2
5
2
5
19
Jumlah Fasilitas 78
1 16 12 2 2 2 Maguwoharjo 2 15 11 6 2 1 Condongcatur Jumlah Total 4 57 37 15 6 8 Sumber : Kecamatan Depok Dalam Angka 2011
2
4
6
47
4
3 12
7 32
47 172
Desa
SLB
TK
N
Caturtunggal
1
26
Berdasarkan Tabel
jenis sarana pendidikan di Desa Caturtunggal
secara keseluruhan berjumlah 78 unit yang terdiri dari TK sebanyak 26 unit , Sekolah Dasar (SD) sebanyak 21 unit , SLTP sebanyak 7 unit, SLTA 7 unit , dan Peguruan Tinggi sebanyak 19 unit. Adanya salah satu perguruan tinggi negeri yang cukup terkenal yaitu Universitas Gadjah Mada dan Universitas Negeri Yogyakarta menjadikan daya tarik dari wilayah ini sehingga menyebabkan orang dari luar Yogyakarta tertarik untuk datang untuk tinggal menetap maupuan tinggal sementara di Kecamatan Depok. Dengan banyaknya para pendatang maka menjadikan Kecamatan Depok semakin padat yang berdampak pada peningkatan akan kebutuhan permukiman. Secara keseluruhan jumlah fasilitas pendidikan di Desa Maguwoharjo dengan Desa Condongcatur cukup berimbang jumlahnya. Adanya fasilitas
56
pendidikan yang lengkap akan membawa kemajuan daerah ini karena penduduk akan lebih mudah untuk memperoleh pendidikan dan tidak perlu bepergian jauh untuk mendapatkan pendidikan. Dengan pendidikan penduduk yang tinggi maka diharapkan akan dapat memajukan daerah ini, upaya tersebut dapat dicapai dengan menyediakan sarana pendidikan yang memadai. 6. Fasilitas Kesehatan Fasilitas kesehatan merupakan salah satu fasilitas yang sangat penting, hal ini berkaitan dengan kesejahteraan penduduk yaitu kesehatan penduduk karena kualitas dari sumberdaya manusia dapat dilihat dari aspek kesehatan masyarakat. Kecamatan Depok
telah memiliki pusat
kesehatan dengan persebaran yang merata di tiap desanya seperti, puskesmas sebanyak 3 buah, puskesmas pembantu sebanyak 2 buah, poliklinik umum sebanyak 11 buah serta RS bersalin sebanyak 5 buah dan yang paling banyak adalah tempat praktek dokter sebanyak 420 buah. Berikut disajikan dalam tabel sebagai berikut : Tabel 20. Jumlah Fasilitas Kesehatan Menurut Desa Di Kecamatan Depok Tahun 2011 Desa Caturtunggal
Puskesmas 1
Puskesmas Pembantu 0
1 1 Maguwoharjo 1 1 Condongcatur 3 2 Jumlah Sumber : Kecamatan Depok Dalam Angka 2011
Praktek Dokter 201
Poliklinik 5
RS Bersalin 2
107
3
1
112 420
3 11
2 5
57
Menurut Tabel fasilitas kesehatan yang paling banyak adalah tempat praktek dokter sekitar 420 buah. Desa Caturtunggal merupakan desa yang mempunyai tempat praktek dokter paling tinggi yaitu 201 buah, hal ini disebabkan banyaknya penduduk di Desa Caturtungal sehingga diperlukan fasilitas kesehatan yang banyak pula. Desa Condongcatur sebanyak 112 buah dan Desa Maguwoharjo sebanyak 107 buah. Adanya fasilitas kesehatan yang lengkap merupakan salah satu alasan perkembangan permukiman.
Semakin
bertambahnya
jumlah
masyarakat
maka
membutuhkan fasilitas kesehatan yang beragam dan sesuai dengan kebutuhannya. 7. Sarana Transportasi Sarana Transportasi merupakan sarana penting dalam menunjang pembangunan
wilayah.
Hal
ini
dikarenakan
sarana
transportasi
mendukung kebutuhan penduduk dalam mobilitas serta pergerakan arus barang dan jasa yang memberikan kebutuhan penduduk dalam suatu wilayah. Sarana trasportasi juga merupakan faktor penting dalam menunjang pembangunan antar wilayah dengan terciptanya hubungan antar satu wilayah dengan wilayah lain sehingga mempercepat proses pembangunan. Sarana transportasi yang paling penting adalah jalan, karena sebagai penghubung moda transportasi. Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 21 dibawah ini :
58
Tabel 21. Panjang Jalan Menurut Jenis Jalan Per Desa Di Kecamatan Depok Tahun 2011 (Km) Desa
Jalan Aspal 6,693
Caturtunggal
Jalan Diperkeras 6,994
3,346 6,428 Maguwoharjo 4,162 7,010 Condongcatur 14,201 20,432 Jumlah Sumber : Kecamatan Depok Dalam Angka 2011
Jalan Tanah
Jumlah
1,624
15,311
2,103
11,877
1,024 4,751
12,196 39,384
Tabel 22. Panjang Jalan Menurut Status Jalan Di Kecamatan Depok Tahun 2011 (Km) Jenis Jalan
Panjang (Km)
Jalan Negara 14 Jalan Propinsi 14 Jalan Kabupaten 38 Jalan Desa 267 Sumber : Monografi Kecamatan Depok Tahun 2011 Sarana transportasi di Kecamatan Depok sudah memiliki kualitas yang sangat baik hal ini terlihat dengan adanya jalan aspal dengan panjang 14,201 km, jalan diperkeras dengan panjang 20,432 km, dan Jalan tanah dengan panjang 4,751 km. Hal ini dikarenakan Kecamatan Depok merupakan
daerah
aglomerasi
perkotaan,
pusat
pendidikan
dan
perekonomian sehingga keadaan jalan di wilayah ini sangat baik. Beberapa jalan yang memiliki status seperti Jalan Negara dengan panjang 14 Km kemudian Jalan Propinsi 14 Km, Jalan Kabupaten 38 Km dan Jalan Desa 267 Km. Dengan aksesibilitas yang cukup tinggi menjadikan Kecamatan Depok semakin maju dan juga memberikan daya tarik kepada masyarakat untuk membuat permukiman.
59
B. Interpretasi Penggunaan Lahan Permukiman dan Non Permukiman 1. Penggunaan Lahan Penggunaan lahan di suatu wilayah merupakan suatu pencerminan upaya manusia memanfaatkan dan mengelola sumberdaya lahan. Penggunaan lahan menunjukkan adanya dinamika dari eksploitasi oleh manusia terhadap sumber daya alam untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Oleh karena itu, penggunaan lahan dapat dipandang sebagai hasil akhir dari pengaruh timbal balik yang terjadi dalam tempat lingkungan hidup manusia. Penggunaan lahan yang ada di Kecamatan Depok pada tahun 2011 sebagian besar didominasi oleh bangunan dengan jumlah total 1892,32 ha. Hal ini karena Kecamatan Depok merupakan wilayah aglomerasi perkotaaan yang berbatasan langsung dengan Kota Yogyakarta dimana wilayah ini dipusatkan sebagai pusat pendidikan, perdagangan dan jasa. Sedangkan penggunaan lahan sawah sebesar 506,00 ha dan tanah kering berjumlah 217,68 ha. Berikut disajikan dalam tabel berikut : Tabel 23. Penggunaan Lahan di Kecamatan Depok Tahun 2011
Desa
Sawah (Ha)
Tanah Kering (Ha)
Bangunan (Ha)
Lainlain (Ha)
Jumlah (Ha)
Caturtunggal
44,80
52,02
798,92
208,26
1104
Maguwoharjo
343,00
113,39
536,60
508,01
1501
Condongcatur
118,20
49,27
556,80
225,73
950
Jumlah
506,00
217,68
1892,32
942,00
3555
Sumber : Kecamatan Depok Dalam Angka 2011
60
Wilayah yang paling padat oleh bangunan yaitu Desa Caturtunggal seluas 798,92 ha. Luas lahan pertanian di Desa Caturtunggal sangat sempit sementara itu peruntukan lahan untuk bangunan sangat besar dari waktu ke waktu. Penyempitan lahan pertanian yang terjadi di Desa Caturtunggal dikarenakan wilayah tersebut merupakan daerah pinggiran kota yang terkena dampak perkembangan kota paling besar sehingga pembangunan pada wilayah ini juga semakin cepat. Pembangunan tersebut dapat berupa pembangunan rumah, sekolah, pertokoan, jalan dan fasilitas-fasilitas lainnya.
Dari
pembangunan
tersebut
yang
paling
besar
adalah
pembangunan rumah/ permukiman. Rumah mukim yang dibangun dimanfaatkan sebagai tempat usaha ataupun sebagai tempat tinggal yang menyebabkan lahan menjadi semakin sempit dan harganya menjadi semakin mahal. Akibat semakin banyaknya pembangunan rumah maka menyebabkan semakin padatnya permukiman. Di Desa Maguwoharjo lahan pertanian masih cukup luas yaitu seluas 343 ha. Hal tersebut dikarenakan wilayah yang berkembang hanya yang dekat dengan jalan utama saja. Lahan kosong yang tersedia di Desa Maguwoharjo juga masih cukup luas dibandingkan dengan Desa Caturtunggal maupun Desa Condongcatur sehingga masih memungkinkan untuk dibangun permukiman baru. Objek penggunaan lahan yang digunakan dalam penelitian berupa blok permukiman, sehingga data yang digunakan dibagi menjadi dua yaitu :
61
a) Penggunaan Lahan Untuk Blok Permukiman Unsur-unsur intrepretasi citra untuk mengenali pemukiman ini diantaranya : 1) Warna : coklat atau orange ( dilihat dari kenampakan atap bangunan biasanya terbuat dari genteng) 2) Bentuk : persegi panjang 3) Ukuran : umumnya berukuran hampir sama atau seragam. 4) Asosiasi : permukiman di didirikan dekat jalan untuk memudahkan aksesibilitas. 5) Pola : mengikuti arah jalan (pola rumah mukim biasanya menghadap ke arah jalan) Tabel 24. Hasil Interpretasi Penggunaan Lahan Untuk Permukiman Kenampakan di citra
Pola teratur
Pola semi teratur
Pola tidak teratur
Sumber : Citra Quickbird Kecamatan Depok 2010 b) Penggunaan Lahan Untuk Bangunan Non Permukiman Penggunaan
lahan
bangunan
non
permukiman
merupakan
bangunan yang didirikan yang mempunyai fungsi selain rumah tinggal antara lain : gedung kantor, pom bensin. Pasar, bangunan sekolah/
62
kampus dan sebagainya. Unsur-unsur interpretasi untuk mengenali non pemukiman ini diantaranya : 1) Gedung sekolah/kampus/perkantoran, pada citra dikenali dengan ukuran bangunan yang besar. Bentuk bangunan berupa huruf U, L, I atau bentuk persegi panjang. Untuk gedung sekolah terdapat lapangan dan tiang bendera. 2) Pom bensin, melalui citra tampak bentuk dan ukuran yang seragam, dimana letaknya berada di tempat yang strategis, mempunyai ruang yang luas sebagai tempat antrean. 3) Pasar dan pertokoan melalui citra tampak bentuk dan ukuran atap yang seragam yaitu mempunyai jarak antar atap yang relatif rapat dan teratur, kondisi ramai dan dekat dengan jalan utama. Tabel 25. Hasil Interpretasi Penggunaan Lahan Untuk Non Permukiman Kenampakan di citra
Sekolah Pom Bensin Pasar Sumber : Citra Quickbird Kecamatan Depok 2010 c) Penggunaan Lahan Non Permukiman Objek penggunaan lahan selain bangunan permukiman dan bangunan non permukiman masuk dalam penggunaan lahan non bangunan, karena pada umumnya objek tersebut berupa lahan yang
63
pemanfaatannya bukan untuk mendirirkan bangunan. penggunaan lahan non bangunan diantaranya yaitu : 1) Sawah, pada citra tampak bertekstur halus dan teratur, bentuknya berupa empat persegi panjang atau berupa petak-petak, berwarna hijau dan terdapat pematang. 2) Bandara, pada citra tampak jalur penerbangan dan ada pesawat yang sedang parkir, dan berupa lahan kosong yang sangat luas. 3) Lapangan sepak bola, melalui citra tampak berwarna hijau (rumput) atau berona cerah ( tanah) mempunyai tektur halus dan seragam Tabel 26. Hasil Interpretasi Penggunaan Lahan Untuk Permukiman Kenampakan di citra
Sawah Bandara
Stadion sepak bola
Sumber : Citra Quickbird Kecamatan Depok 2010 C. Uji Akurasi Interpretasi Citra Quickbird Hasil interpretasi citra perlu dilakukan uji akurasi guna mengetahui tingkat persentase akurasi data yang dihasilkan dari interpretasi citra on screen pada Citra Quickbird. Variabel penelitian yang perlu untuk dilakukan uji akurasi antara lain : kepadatan permukiman, pola
64
permukiman, jenis atap permukiman, lebar jalan masuk, dan kualitas permukaan jalan. Lebih jelasnya disajikan dalam tabel 27 berikut : Tabel 27. Uji Akurasi Hasil Interpretasi Citra
Kategori Lapangan Kepadatan permukiman Pola permukiman Jenis atap permukiman Lebar jalan masuk Kualitas permukaan jalan Jumlah
Kategori Hasil Interpretasi
Ketelitian
Pola Jenis atap Lebar Kualitas Jumlah Interpretasi Kepadatan permukiman permukiman jalan permukaan (%) permukiman masuk jalan
15
1
16
90
10
10
95
10
90
10
100
1
9 10
16
12
Ketelitian dari citra =
9 15+10+9+10+6 54
2
6
12
6
80
54
92
x 100 = 92 %
Hasil uji akurasi hasil interpretasi citra yaitu sebesar
92 %.
Kategori pada tabel yang berupa variabel penelitian selanjutnya akan diuji akurasi amasing-masing, sehingga akan diperoleh hasil uji akurasi pada tiap-tiap kategori. 1. Uji Akurasi Kepadatan Permukiman Kepadatan permukiman diidentifikasi dari jumlah rumah pada tiap satuan blok permukiman pada citra Quickbird. Hasil interpretasi kepadatan permukiman selanjutnya di cek lapangan dan di buat uji ketelitian guna mengetahui tingkat akurasi dan ketelitian hasil
65
interpretasi citra. Pada variabel kepadatan permukiman tingkat ketelitian interpretasi untuk kategori kepadatan rendah adalah 75 %, kepadatan sedang adalah 69 %, dan kepadatan tinggi adalah 85 %. Lebih jelasnya disajikan dalam tabel 28 sebagai berikut : Tabel 28. Uji Akurasi Kepadatan Permukiman
Kategori Lapangan
Kategori Hasil Interpretasi Jumlah Rendah Sedang Tinggi
Rendah 3 1 0 4 Sedang 0 9 0 9 Tinggi 0 1 6 7 Jumlah 3 11 6 20 Sumber: Hasil interpretasi dan cek lapangan 2014 Ketelitian dari citra =
3+9+6 20
Omisi Komisi Ketelitian Interpretasi (%) 25 0 75 0 50 69 14 0 85
x 100 = 90 %
Hasil uji ketelitian interpretasi untuk kepadatan permukiman yaitu sebesar 90 %. Kesalahan saat interpretasi yang terjadi disebabkan oleh perkiraan jumlah rumah dalam satuan blok permukiman. Hal ini dikarenakan batas antara permukiman tidak jelas dan ukuran permukiman bervariasi terutama di daerah kepadatan tinggi dan kepadatan sedang. 2. Uji Akurasi Pola Permukiman Pola permukiman diidentifikasi dari keteraturan tata letak permukiman terhadap jalan dalam satuan blok permukiman. Uji ketelitian pola permukiman teratur adalah 100 %, pola permukiman semi teratur adalah 88 % dan pola permukiman tidak teratur adalah 80 %. Lebih jelasnya disajikan dalam tabel 29 sebagai berikut :
66
Tabel 29. Uji Akurasi Pola Permukiman
Kategori Lapangan
Kategori Hasil Interpretasi Semi Tidak teratur Teratur teratur
Ketelitian Omisi Komisi Interpretasi Jumlah (%)
Teratur 7 0 0 7 Semi 0 8 0 8 teratur Tidak 0 1 4 5 teratur Jumlah 7 9 4 20 Sumber: Hasil interpretasi dan cek lapangan 2014 Ketelitian dari citra =
7+8+4 20
0 0
0 12,5
100 88
20
0
80
x 100 = 95 %
Hasil uji ketelitian interpretasi untuk pola permukiman sebesar 95 %. Membuktikan bahwa data yang diperoleh dari hasil interpretasi citra Quickbird termasuk ke dalam tingkat akurasi dan kepercayaan tinggi, sehingga dapat di analisis. Tingkat ketelitian yang tinggi di karenakan mudahnya interpretasi pola permukiman menggunakan citra Quickbird. Hal ini dikarenakan pola permukiman dapat di asosiasikan dengan jalan dan penampakan permukiman yang berjejer rapi sangat jelas terlihat dari citra. Kesalahan dalam identifikasi pola permukiman terjadi disebabkan oleh permukiman dengan ukuran yang bervariasi dalam satuan blok permukiman, terutama daerah permukiman padat.
67
3. Uji Akurasi Jenis Atap Permukiman Interpretasi jenis atap berdasarkan rona dan warna atap yang menandakan tingkat gelap/ cerah dan warna abu-abu/ coklat sehingga dapat diidentifkasi jenis atap dari seng dengan rona cerah berwarna abu-abu dan genteng dengan rona gelap berwarna coklat. Berdasarkan hasil uji ketelitian jenis atap diperoleh tingkat ketelitian sebagai berikut Tabel 30. Uji Akurasi Jenis Atap Permukiman Kategori Hasil Interpretasi Kategori Omisi Komisi Ketelitian Jumlah Buruk Lapangan Baik Sedang Interpretasi (%) 10 0 0 10 0 0 100 Baik Sedang
0
5
2
7
28
0
71
Buruk
0
0
3
3
0
66
60
Jumlah 10 5 5 20 Sumber: Hasil interpretasi dan cek lapangan 2014 Ketelitian dari citra =
10+5+3 20
x 100 = 90 %
Dalam tabel dapat diketahui bahwa presentase jenis atap baik adalah 100%, jenis atap sedang adalah 71 % dan jenis atap buruk adalah 60%. Ketelitian hasil interpretasi secara menyeluruh adalah 90%. 4. Uji Akurasi Lebar Jalan Masuk Permukiman Lebar jalan masuk permukiman diidentifikasi dari keberadaan jalan yang
menghubungkan
antara
permukiman
dalam
satu
blok
permukiman dengan jalan utama. Hasil uji ketelitian diperoleh bahwa kategori jalan dengan lebar 3-6 m mempunyai presentase ketelitian 100
68
% dan kategori jalan dengan lebar < 3 m mempunyai presentase ketelitian 100 %. Lebih jelasnya disajikan dalam tabel 31 sebagai berikut : Tabel 31. Uji Akurasi Lebar Jalan Masuk Permukiman
Kategori Lapangan
Kategori Hasil Interpretasi Omisi Komisi Ketelitian Interpretasi Jumlah Lebar 3 - 6 Lebar < 3 (%) meter meter
Lebar 3 - 6 10 0 10 meter Lebar < 3 0 10 10 meter Jumlah 10 10 20 Sumber: Hasil interpretasi dan cek lapangan 2014 Ketelitian dari citra =
10+10 20
0
0
100
0
0
100
x 100 = 100 %
Hasil uji ketelitian lebar jalan masuk permukiman adalah 100 %. Hal ini dikarenakan mudahnya dalam identifikasi jalan pada saat interpretasi citra. Sangat jelas terlihat perbedaan antara jalan dengan lebar 3-6 m dibandingkan dengan jalan dengan lebar < 3 m. jalan dengan lebar 3-6 m umumnya dekat dengan jalan utama, sedangkan jalan dengan lebar < 3 m jauh dari jalan utama. 5. Uji Akurasi Kualitas/ Kondisi Permukaan Jalan Masuk Permukiman Kualitas permukaan jalan berkaitan dengan kondisi fisik jalan. Berdasarkan uji ketelitian diketahui bahwa kualitas permukaan jalan kategori baik adalah 88 %, kategori sedang 62 %, dan kategori buruk 50 %. Lebih jelasnya disajikan dalam tabel 32 sebagai berikut :
69
Tabel 32. Uji Akurasi Kualitas/ Kondisi Permukaan Jalan Masuk Permukiman Kategori Hasil Interpretasi Baik
Sedang
Buruk
Jumlah
Kategori Lapangan Baik 8 1 0 9 Sedang 0 5 1 6 Buruk 0 2 3 5 Jumlah 8 8 4 20 Sumber: Hasil interpretasi dan cek lapangan 2014 Ketelitian dari citra =
8+5+3 20
Omisi Komisi Ketelitian Interpretasi (%) 11 0 88 16 50 62 40 20 50
x 100 = 80 %
Hasil uji ketelitian kualitas permukaan jalan adalah 80 %. Kesalahan yang banyak terjadi karena identifikasi kondisi permukaan jalan di wilayah permukiman agak sulit karena banyaknya penghalang berupa pohon dan bangunan. Perbedaan waktu perekaman citra juga sangat mempengaruhi kondisi di lapangan. Data yang digunakan berupa citra quickbird perekaman yahun 2010, sedangkan cek lapangan dilakukan tahun 2014, hal ini membuat banyak perbedaan saat cek lapangan. 6. Uji Akurasi Tingkat Kerentanan Kebakaran Permukiman Hasil kerentanan kebakaran permukiman juga perlu untuk dilakukan uji akurasi guna mengetahui tingkat akurasi data. Sampel yang digunakan Metode pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan Systematic Random Sampling. Dengan jumlah titik sampel yang akan di cek dilapangan 54 titik. Kemudian 54 titik sampel
70
dibagi menjadi 3 kategori klas, yaitu tidak rentan dengan jumlah 1 sampel, agak rentan dengan 20 sampel, dan rentan dengan 33 sampel. Untuk lebih jelasnya disajikan dalam tabel 33 sebagai berikut : Tabel 33. Matrik Konfusi Uji Akurasi Tingkat Kerentanan Kebakaran Permukiman Kategori Hasil Interpretasi
Kategori Lapangan
Tidak rentan
Agak rentan
Omisi Jumlah Rentan
Ketelitian (%)
Komi si
0 0 Tidak rentan 1 0 0 1 10 % 20 % Agak rentan 0 18 2 20 12,5 % 6% Rentan 0 4 28 32 Jumlah 1 20 33 54 Sumber: Pengolahan Citra Quickbird dan Survey Lapangan 2014
100 % 75 % 82 % 87 %
Tabel 34. Perhitungan Omisi Komisi Akurasi Interpretasi Klasifikasi Omisi Komisi Akurasi Interpretasi Tidak rentan Agak rentan Rentan
0
𝑥100 = 0% 1 2 20 4 32
𝑥100 = 10% 𝑥100 = 12,5%
0
1
𝑥100 = 0% 1 4 20 2 32
1+0+0
𝑥100 = 20% 𝑥100 = 6%
𝑥100 = 100 %
18 18+2+4 28 28+4+2
𝑥100 = 75% 𝑥100 = 82%
Sumber : Pengolahan Citra Quickbird dan Survey Lapangan 2014 Dari tabel diatas terlihat bahwa untuk ketelitian tingkat kerentanan kebakaran permukiman akurasi interpretasi
berkisar antara 75%
sampai dengan 100% dan akurasi keseluruhan adalah 87% dengan kesalahan omisi/komisi maksimal sebesar 20%. Hal ini menunjukkan untuk tingkat kerentanan kebakaran permukiman metode indentifikasi
71
secara keseluruhan dapat diterima menurut kriteria Short
dengan
tingkat akurasi interpretasi keseluruhan >85% dan omisi/komisi <20%. Uji ketelitian terhadap tingkat kerentanan kebakaran permukiman didapatkan Nilai ketelitian tidak rentan 100%, agak rentan 75% dan rentan 82%, sehingga dapat diketahui tingkat ketelitian seluruh hasil peta tingkat kualitas lingkungan permukiman sebesar 87% Matriks kesalahan pada tabel 33 dihitung akurasinya sebagai berikut: Producer Accuracy
User Accuracy
A = 1/1 = 100%
A = 1/1 = 100%
B = 18/20 = 90%
B = 18/20 = 90%
C = 28/33 = 85%
C = 28/32 = 87%
Overall Accuracy =
1+18+28 54
× 100% = 87%
Nilai user accuracy pada kelas tidak rentan adalah sebesar 100% yang berarti 100% peluang bahwa piksel yang terklasifikasi pada citra sebagai daerah yang tidak rentan kebakaran adalah benar-benar daerah tidak rentan kebakaran pada kenyataan di lapangan. Nilai producer accuracy pada kelas tidak rentan adalah 100% yang berarti ada 100% daerah tidak rentan kebakaran di lapangan pada area penelitian diklasifikasikan secara benar. Nilai user accuracy pada kelas agak rentan adalah sebesar 90% yang berarti 90% peluang bahwa piksel yang terklasifikasi pada citra sebagai daerah yang agak rentan kebakaran adalah benar-benar daerah agak rentan kebakaran pada kenyataan di lapangan. Nilai producer accuracy pada kelas tidak
72
rentan adalah 90% yang berarti ada 90% daerah agak rentan kebakaran di lapangan pada area penelitian diklasifikasikan secara benar. Nilai user accuracy pada kelas rentan adalah sebesar 87% yang berarti 87% peluang bahwa piksel yang terklasifikasi pada citra sebagai daerah yang rentan kebakaran adalah benar-benar daerah rentan kebakaran pada kenyataan di lapangan. Nilai producer accuracy pada kelas rentan kebakaran adalah 85% yang berarti ada 85% daerah rentan kebakaran di lapangan pada area penelitian diklasifikasikan secara benar. Tingkat overall accuracy sebesar 87 % yang berarti keseluruhan data yang digunakan dapat dipercaya dan sesuai dengan kenyataan di lapangan. Perhitungan akurasi dengan Indeks Kappa (IK) adalah sebagai berikut: IK = (54 x 47) – (1 x1) + (20 x 20) + (33 x 32) x 100 = 90 % 54² - (1 x1) + (20 x 20) + (33 x 32) Hasil perhitungan Indeks Kappa adalah 90 % yang berarti hasil klasifikasi tersebut mampu menghindari 90% kesalahan yang muncul. Indeks Kappa merupakan multivariansi diskrit yang digunakan untuk menentukan akurasi. Nilai indeks kappa menunjukkan konsistensi akurasi hasil klasifikasi. (Lillesand & Kiefer,2008:590)
73
D. Hasil dan Pembahasan 1. Pemetaan Potensi Kebakaran Permukiman a. Variabel Kepadatan Permukiman Variabel kepadatan permukiman dibagi menjadi 3 kelas yaitu kepadatan
tinggi,
kepadatan
sedang,
dan
kepadatan
rendah.
Permukiman dengan kepadatan tinggi mudah diidentifikasi melalui citra karena kondisi objek permukiman yang saling berdekatan atau berdempetan antar bangunan rumah mukim. Kepadatan sedang diidentifikasi dari jarak antar rumah yang jarang, diantara bangunan rumah yang satu dengan yang lainnya masih terdapat pohon yang merupakan halaman samping. Kepadatan jarang diidentifikasi dengan letak permukiman yang saling berjauhan karena adanya pemisah seperti halaman yang luas. Lebih jelasnya dapat dilihat perbandingan kenampakan pada citra dengan kenampakan di lapangan pada tabel dibawah ini:
74
Tabel 35. Hasil Interpretasi Variabel Kepadatan Permukiman No
Kenampakan obyek pada citra
Kenampakan obyek di lapangan
Kelas
1 Kepadatan tinggi
2 Kepadatan sedang
3 Kepadatan rendah
Sumber : Citra Quickbird Kecamatan Depok 2010 Pemberian nilai/harkat pada kepadatan permukiman dengan cara membatasi blok permukiman dan menafsir jumlah atap pada tiap rumah
mukim
kemudian
membandingkan
dengan
luas
blok
permukiman. Tiap blok permukiman dibatasi oleh satuan jalan, sehingga memudahkan untuk memberikan batas dan memberi penilaian kepadatan permukiman. Persebaran blok permukiman berdasarkan kepadatan permukiman di Kecamatan Depok dapat dilihat pada gambar Peta Kepadatan Permukiman berikut ini :
75
Gambar 5. Peta Kepadatan Permukiman Kecamatan Depok
76
Berdasarkan gambar Peta Kepadatan Permukiman dapat diketahui tingkat atau persentase kepadatan permukiman di tiap kelurahan. Berikut disajikan dalam tabel : Tabel 36. Luas dan Persentase Variabel Kepadatan Permukiman Kecamatan Depok No Kelas
Luas (Ha) Persentase (%)
1
Kepadatan tinggi
749,333
25,47
2
Kepadatan sedang 384,915
13,08
3
Kepadatan rendah 461,062
15,67
4
Non Permukiman
1346,222
45,77
Total
2941,532
100
Sumber : Hasil analisis data, 2014 Tabel 37. Jumlah Blok Permukiman Berdasarkan Kepadatan Permukiman Desa Caturtunggal No Kriteria
Jml
Desa Condongcatur
Luas (Ha) Jml
Blok
Luas (Ha)
Blok
Desa Maguwoharjo Jml
Luas (Ha)
Blok
1
Kepadatan tinggi
304
361,493
388
304,89
98
82,95
2
Kepadatan sedang
79
124,009
75
94,976
90
165,93
3
Kepadatan rendah
65
65,826
104
122,821
130
272,415
Total
448
551,328
567
522,687
318
521,295
Sumber : Hasil analisis data, 2014
77
Berdasarkan
hasil
analisis
perhitungan
pada
tabel
dapat
disimpulkan bahwa blok permukiman di Kecamatan Depok didominasi oleh kepadatan bangunan tinggi dengan luas 749,333 Ha atau 25,47% dari luas Kecamatan Depok. Desa Caturtunggal mempunyai permukiman dengan kepadatan tinggi seluas 361,493 Ha. Kepadatan permukiman tinggi diakibatkan oleh banyaknya fasilitas pendidikan yang ada. Terdapat bangunan kampus besar seperti Universitas Negeri Yogyakarta dan Universitas Gadjah Mada merupakan alasan semakin banyaknya bangunan terbangun, umumnya digunakan rumah mukim seperti kos maupun digunakan untuk usaha seperti warung makan, toko, dan sebagainya. Permukiman dengan kepadatan sedang seluas 124,009 Ha dan Permukiman dengan kepadatan rendah seluas 65,826 Ha. Desa Condongcatur dengan permukiman paling padat seluas 304,89
Ha.
Adanya
fasilitas
kesehatan
seperti
rumah
sakit
Internasional Jogja, fasilitas pendidikan seperti kampus UPN, UII, AMIKOM juga memberikan pengaruh untuk mendirikan bangunan di sekitarnya. Selain banyaknya bangunan kampus dan fasilitas ekonomi, adanya jalan ringroad membuat aksesbilitas menjadi mudah dan cepat sehingga masyarakat mendirikan bangunan/ permukiman di sepanjang jalan. Permukiman dengan kepadatan sedang seluas 94,976 Ha dan Permukiman dengan kepadatan rendah seluas 122,821 Ha.
78
Desa Maguwoharjo mempunyai kepadatan permukiman dengan tingkat kepadatan tinggi hanya seluas 82,95 Ha, kepadatan sedang 165,93 Ha, dan kepadatan rendah seluas 272,415 Ha. Daerah Maguwoharjo merupakan daerah yang didominasi oleh penggunaan lahan sawah sehingga daerah permukiman mempunyai kepadatan rendah. Daerah permukiman dengan kepadatan tinggi hanya berada di sekitar jalan utama atau jalan ringroad. b. Variabel Pola Permukiman Pola permukiman adalah keteraturan bangunan rumah mukim dalam satu blok permukiman. Pola ini dibedakan menjadi 3 yaitu pola teratur, pola agak teratur dan pola tidak teratur. permukiman yang mempunyai pola tidak teratur umumnya kondisi bangunan satu sama lain tidak beraturan, dapat dilihat dari ukuran, bentuk atap bangunan dan luas bangunan tidak sama. Pola permukiman agak teratur dengan bangunan rumah mukim mempunyai kondisi bangunan dengan bentuk dan luas bangunan yang sama satu sama lain, terutama pada arah bangunan yang menghadap ke jalan. Lebih jelasnya dapat dilihat perbandingan kenampakan pada citra dengan kenampakan di lapangan pada tabel dibawah ini:
79
Tabel 38. Hasil Interpretasi Variabel Pola Permukiman No
Kenampakan obyek pada citra
Kenampakan obyek di lapangan
Kelas
1 Pola tidak teratur
2 Pola semi teratur
3 Pola teratur
Sumber : Citra Quickbird Kecamatan Depok 2010 Penilaian variabel tata letak bangunan dilakukan dengan cara menghitung jumlah bangunan rumah mukim yang tertata kemudian dibandingkan dengan jumlah bangunan rumah mukim yang ada dalam satu
blok
permukiman.
Setelah
dilakukan
identifikasi
blok
permukiman berdasarkan tata letak bangunan, maka persebaran di Kecamatan Depok dapat dilihat pada gambar Peta Pola Permukiman berikut ini
80
Gambar 6. Peta Pola Permukiman Kecamatan Depok
81
Berdasarkan gambar Peta Pola Permukiman dapat diketahui tingkat atau persentase pola permukiman di tiap kelurahan. Berikut disajikan dalam tabel Tabel 39. Luas dan Persentase Variabel Pola Permukiman Kecamatan Depok No Kriteria
Luas (Ha) Persentase (%)
1
Pola teratur
266,480
9,05
2
Pola semi teratur
471,340
16,02
3
Pola tidak teratur
857,490
29,15
4
Non Permukiman 1346,222
45,77
Total
100,00
2941,532
Sumber : Hasil analisis data, 2014 Tabel 40. Jumlah Blok Permukiman Berdasarkan Pola Permukiman
No Kriteria
Desa Caturtunggal
Desa Condongcatur
Desa Maguwoharjo
Jml
Jml
Jml
Luas (Ha)
Blok
Luas (Ha)
Blok
Luas (Ha)
Blok
1
Teratur
69
73,497
213
147,815
45
45,168
2
Semi teratur
143
165,074
198
215,499
61
90,767
3
Tidak teratur
236
312,757
156
159,373
212
385,36
Total
448
551,328
567
522,687
318
521,295
Sumber : Hasil analisis data, 2014 Pada tabel
dapat dilihat bahwa blok permukiman di daerah
penelitian mempunyai pola atau tata letak bangunan yang bervariasi. Blok permukiman di Kecamatan Depok dengan pola teratur
82
mempunyai luas 266,48 Ha atau sebesar 9,05% dari luas Kecamatan Depok. Blok ini banyak dijumpai sebagai blok perumahan yang mempunyai struktur bangunan yang teratur baik dari ukuran maupun posisi penempatannya satu dengan yang lain. Pola permukiman di Desa Caturtunggal, dilihat dari hasil analisis pada tabel didominasi dengan pola tidak teratur yaitu 312,757 Ha. Persebaran yang paling banyak dan mengelompok berada di sekitar kampus UGM dan UNY. Faktor tingginya kebutuhan akan bangunan rumah
mukim
dan
sempitnya
lahan
yang digunakan
untuk
dibangunnya permukiman baru menyebabkan tata letak bangunan menjadi tidak teratur. Desa Condongcatur merupakan daerah yang sangat dominan dengan pola semi teratur yaitu luasannya 215,499 Ha, dimana persebarannya sangat merata. Adanya jalan utama yaitu jalan ringroad memudahkan aksesibilitas dan mempengaruhi pola permukiman yang sebagian besar semi teratur menghadap jalan. Pola permukiman teratur seluas 147,815 Ha didominasi oleh perumahan kelas menengah ke atas. Pola permukiman di Desa Maguwoharjo umumnya pola tidak teratur dengan luas 385,36 Ha. Kondisi wilayah yang umumnya persawahan merupakan salah satu faktor yang menyebabkan pola permukiman menjadi tidak teratur. Masyarakat membangun rumah
83
saling berkelompok sesuai dengan jarak sawah yang dimiliki untuk memudahkan akses. c. Variabel Jenis Atap Permukiman Kualitas atap bangunan dilihat dari jenis bahan yang digunakan untuk atap bangunan dan daya tahan terhadap ancaman bahaya seperti kebakaran. Jenis bahan yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan atap antara lain seng, genteng, asbes, dan rumbia mempunyai pengaruh yang berbeda terhadap penjalaran api saat terjadi kebakaran. Atap bangunan dikatakan baik jika atap bangunan tersebut terhindar dari bahaya seperti kebakaran. Permukiman dengan jenis atap genteng dan asbes mempunyai daya tahan tinggi terhadap kebakaran dibandingkan jenis atap seng dan rumbia. Hasil interpretasi variabel kualitas atap dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 41. Hasil Interpretasi Variabel Jenis Atap Permukiman Kecamatan Depok No
Kenampakan obyek pada citra
Kenampakan obyek di lapangan
Kelas
1 Jenis atap genteng
2 Jenis atap asbes/seng
Sumber : Citra Quickbird Kecamatan Depok 2010
84
Penilaian jenis atap permukiman dilakukan dengan menjumlah rumah mukim yang menggunakan atap permanen di dalam blok permukiman kemudian dibandingkan dengan seluruh jumlah atap banguan di blok permukiman tersebut. Dari hasil interpretasi di Kecamatan Depok jenis atap yang gunakan ada dua yaitu terbuat dari genteng dan asbes. Sebagian besar rumah mukim menggunakan atap permanen terbuat dari genteng dan hanya sebagian kecil terbuat dari asbes dan umumnya bangunan industri. Untuk persebaran blok permukiman berdasarkan kualitas atap bangunan di Kecamatan Depok dapat dilihat pada peta kondisi atap permukiman Kecamatan Depok berikut ini :
85
Gambar 7. Peta Kondisi Atap Permukiman Kecamatan Depok
86
Berdasarkan Gambar di atas, jenis atap bangunan di Kecamatan Depok hanya ada 2 klas yaitu kelas baik dengan atap berupa genteng dan kelas sedang dengan atap berupa asbes dan seng. Diantara 2 klas tersebut, klas baik dengan atap permanen berupa genteng sangat mendominasi jumlah dan luasannya yaitu 1425,087 Ha atau 48,45 % dari luas Kecamatan Depok. Untuk mengetahui perbandingan luas masing-masing tiap desa dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 42. Luas dan Persentase Kondisi Atap Permukiman Kecamatan Depok No Kelas
Luas (Ha) Persentase (%)
1
Baik
1425,087
48,45
2
Sedang
170,223
5,79
3
Buruk
0
0,00
4
Non Permukiman 1346,222
45,77
Total
100
2941,532
Sumber : Hasil analisis data, 2014 Tabel 43. Jumlah Blok Permukiman Berdasarkan Kondisi Atap Permukiman Desa Caturtunggal Desa Condongcatur Desa Maguwoharjo No Kelas
Jml
Luas (Ha)
Blok 1
Baik
2 3
395
Jml
Luas (Ha)
Blok
Jml
Luas (Ha)
Blok
480,572
426
447,835
294
481,359
Sedang 53
70,756
141
74,852
24
39,936
Buruk
0
0
0
0
0
0
Total
448
551,328
567
522,687
318
521,295
Sumber : Hasil analisis data, 2014
87
Dilihat dari hasil analisis pada tabel diatas, umumnya yang digunakan berupa genteng, sedangkan atap dari rumbia sudah tidak ditemukan lagi. Sehingga untuk kelas kondisi atap buruk tidak ada. Dari tabel dan peta menunjukkan persebaran yang merata di tiap-tiap desa. Desa Caturtunggal mempunyai kondisi atap permukiman baik dengan jumlah permukiman sebanyak 395 blok dengan luas 480,572 Ha. Dan kondisi atap permukiman sedang dengan jumlah permukiman sebanyak 53 blok dengan luas 70,756 Ha. Desa Condongcatur mempunyai kondisi atap permukiman baik dengan jumlah permukiman sebanyak 426 blok dengan luas 447,835 Ha. Dan kondisi atap permukiman sedang dengan jumlah permukiman sebanyak 141 blok dengan luas 74,852 Ha. Sedangkan Desa Maguwoharjo mempunyai kondisi atap permukiman baik dengan jumlah permukiman sebanyak 294 blok dengan luas 481,359 Ha. Dan kondisi atap permukiman sedang dengan jumlah permukiman sebanyak 24 blok dengan luas 39,936 Ha. d. Variabel Kualitas Bahan Bangunan Rumah Mukim Kualitas bahan bangunan didasarkan pada jenis bahan yang digunakan dalam kontruksi bangunan dan daya tahan jenis bahan bangunan terhadap kebakaran. Bahan bangunan di utamakan yang mampu menahan penjalaran api saat terjadi kebakaran. Jenis bahan bangunan yang dianggap paling baik kualitasnya antara lain beton,
88
bata, dan batako karena tidak mudah menjalarkan api. Sedangkan bahan bangunan seperti kayu dan bambu mudah menjalarkan api saat terjadi kebakaran. Penilaian variabel kualitas bahan bangunan dilakukan dengan cara menghitung jumlah bangunan rumah mukim sesuai dengan jenis bahan bangunan kemudian dibandingkan dengan jumlah bangunan rumah mukim yang ada dalam satu blok permukiman. Setelah dilakukan identifikasi blok permukiman berdasarkan kualitas bahan bangunan, maka persebaran di Kecamatan Depok dapat dilihat pada gambar Peta kualitas bahan bangunan berikut ini :
89
Gambar 8. Peta Kualitas Bahan Bangunan Kecamatan Depok
90
Berdasarkan peta dapat diketahui bahwa kualitas bahan bangunan di Kecamatan Depok hanya ada 2 klas yaitu kelas tidak mudah terbakar dan kelas agak mudah terbakar. Permukiman dengan kualitas bahan bangunan tidak mudah terbakar dapat berupa bahan bangunan dari beton, bata dan batako. Sedangkan permukiman dengan kualitas bahan bangunan agak mudah terbakar berupa perpaduan antara bahan bangunan beton, bata dan batako dengan bahan bangunan dari kayu, bambu atau rumbia. Untuk lebih jelasnya disajikan pada tabel sebagai berikut : Tabel 44. Luas dan Persentase Kondisi Kualitas Bahan Bangunan Kecamatan Depok No Kelas
Luas (Ha) Persentase (%)
1
Tidak mudah terbakar 1415,087
48,10
2
Agak mudah terbakar
180,223
6,13
3
Mudah terbakar
0
0,00
4
Non Permukiman
1346,222
45,77
Total
2941,532
100
Sumber : Hasil analisis data, 2014 Tabel 45. Jumlah Blok Permukiman Berdasarkan Kualitas Bahan Bangunan Kecamatan Depok Desa Caturtunggal No Kelas
Desa Condongcatur
Desa Maguwoharjo
Luas (Ha)
Jml
Jml
392
480,326
426
447,835
288
478,733
55
71,002
141
74,852
30
42,562
Jml Blok
1 2
Tidak mudah terbakar Agak mudah
Luas (Ha)
Blok
Luas (Ha)
Blok
91
terbakar 3
Mudah terbakar
0
0
0
0
0
0
Total
448
551,328
567
522,687
318
521,295
Sumber : Hasil analisis data, 2014 Menurut tabel di Desa Caturtunggal mempunyai permukiman dengan kualitas bahan bangunan tidak mudah terbakar sebanyak 392 blok dengan luas 480,326 Ha. Sedangkan permukiman dengan kualitas bahan bangunan agak mudah terbakar sebanyak 55 blok dengan luas 71,002 Ha. Desa Condongcatur mempunyai
permukiman dengan
kualitas bahan bangunan tidak mudah terbakar sebanyak 426 blok dengan luas 447,835 Ha. Sedangkan permukiman dengan kualitas bahan bangunan agak mudah terbakar sebanyak 141 blok dengan luas 74,852Ha. Desa Maguwoharjo mempunyai
permukiman dengan kualitas
bahan bangunan tidak mudah terbakar sebanyak 288 blok dengan luas 478,733Ha. Sedangkan permukiman dengan kualitas bahan bangunan agak mudah terbakar sebanyak 30 blok dengan luas 42,562 Ha. e. Variabel Lebar Jalan Masuk Lebar jalan masuk yang dimaksud dalam penelitian ini adalah lebar jalan yang menghubungkan jalan lingkungan permukiman dengan jalan utama pada masing-masing blok permukiman. Lebar jalan masuk dipilih sebagai salah satu penentu kualitas lingkungan karena dari lebar jalan dapat dilihat apakah akses jalan menuju rumah mukim baik atau buruk dengan asumsi kemudahan transportasi dari dan ke permukiman.
92
Tabel 46. Hasil Interpretasi Variabel Lebar Jalan Masuk No
Kenampakan obyek pada citra
Kenampakan obyek di lapangan
Kelas
1 Agak lebar (Lebar jalan 3– 6 m )
2 Sempit (Lebar jalan < 3 m)
Sumber : Citra Quickbird Kecamatan Depok 2010 Penentuan variabel lebar jalan masuk dilakukan dengan cara mengidentifikasi kenampakan obyek pada citra kemudian diberi atribut klas lebar > 6 meter m dengan asumsi bahwa dapat dengan mudah dilalui oleh dua/tiga mobil secara bebas, masuk dalam kriteria baik dan diharkat dengan 3. Lebar jalan masuk 3 - 6 meter masuk dalam kelas jalan masuk agak lebar dan diberi harkat 2. Untuk klas blok permukiman dengan lebar jalan masuk < 3 meter dengan asumsi hanya bisa dijangkau dengan berjalan kaki maupun berkendaraan bermotor, diklasifikasikan dalam kelas jalan masuk sempit, kemudian diharkat dengan 1. Dari hasil identifikasi tersebut, kemudian dapat dilihat persebaran
blok
permukiman berdasarkan lebar
jalan masuk
permukiman pada Peta Lebar Jalan Masuk Kecamatan Depok berikut ini
93
Gambar 9. Peta Lebar Jalan Kecamatan Depok
94
Berdasarkan gambar Peta Lebar Jalan Masuk Kecamatan Depok dapat diketahui tingkat atau persentase jalan masuk di tiap kelurahan. Berikut disajikan dalam tabel 47 dan tabel 48 sebagai berikut : Tabel 47. Luas dan Persentase Variabel Lebar Jalan Masuk Permukiman Kecamatan Depok No Kriteria
Luas (Ha) Persentase(%)
1
Lebar jalan > 6 m
0
2
Lebar jalan 3 - 6 m 703,86
23,93
3
Lebar jalan < 3 m
891,45
30,31
4
Non Permukiman
1346,222
45,77
Total
2941,532
100
0
Sumber : Hasil analisis data, 2014 Tabel 48. Jumlah Blok Permukiman Berdasarkan Lebar Jalan Masuk Permukiman Desa Caturtunggal No
Kriteria
Jml Blok
Desa Condongcatur
Luas (Ha)
Jml Blok
Desa Maguwoharjo
Luas (Ha)
Jml Blok
Luas (Ha)
1
Lebar jalan 0 >6m
0
0
0
0
0
2
Lebar jalan 174 3-6m
223,82
240
248,947
90
111,463
3
Lebar jalan 274 <3m
327,508
327
273,74
228
409,832
Total
551,328
567
522,687
318
521,295
448
Sumber : Hasil analisis data, 2014 Dilihat dari hasil analisis pada tabel, lebar jalan masuk permukiman di Kecamatan Depok untuk kelas lebar > 6 m tidak ada.
95
Hal ini dikarenakan di Kecamatan Depok dilewati jalan arteri yaitu ring road utara dan jalan Solo, sehingga aksebilitas dari permukiman ke jalan utama tidak begitu jauh dan tidak lebar. Desa Caturtunggal, lebar jalan < 3 meter merupakan yang paling besar luasannya bila dibandingkan dengan lebar jalan 3-6 meter, yaitu 327,328 Ha. Padatnya permukiman di Desa Caturtunggal sangat mempengaruhi lebar jalan masuk permukiman. Dilewatinya jalan kolektor seperti jalan Gejayan dan jalan Solo, membuat lebar jalan masuk permukiman tidak begitu lebar. Lebar jalan masuk permukiman di Desa Condongcatur juga didominasi oleh lebar jalan < 3 meter. Hal ini karena banyaknya rumah kos yang saling berhimpitan, adanya jalan Kaliurang dan ring road utara membuat aksebilitas dari permukiman ke jalan utama tidak lebar dan tidak begitu jauh. Desa Maguwoharjo merupakan daerah dengan luasan paling besar untuk lebar jalan < 3 meter di Kecamatan Depok yaitu 409,832 Ha. Hal ini disebabkan banyak penduduk membuat jalan sendiri menuju jalan utama, persebarannya di sekitar jalan ring road utara dan menuju stadion Maguwoharjo. Jauhnya permukiman dengan fasilitas ekonomi dan perdagangan juga mempengaruhi kondisi lebar jalan. f. Variabel Kondisi Permukaan Jalan Masuk Permukiman Kondisi jalan berkaitan dengan kondisi fisik jalan. Penilaian kondisi permukaan jalan ditentukan menurut persentase jalan yang
96
telah diperkeras baik menggunakan aspal maupun cor semen. Untuk lebih jelasnya disajikan tabel dan gambar peta kualitas jalan sebagai berikut Tabel 49. Hasil Interpretasi Kualitas / Kondisi Permukaan Jalan Masuk Permukiman No
Kenampakan obyek pada citra
Kenampakan obyek di lapangan
Kelas
1 Jalan tanah
2 Jalan diperkeras dengan semen/ cone blok
3 Jalan diperkeras dengan aspal
Sumber : Citra Quickbird Kecamatan Depok 2010
97
Gambar 10. Peta Kualitas Jalan Kecamatan Depok
98
Berdasarkan persebaran kondisi permukaan jalan masuk permukiman di Kecamatan Depok pada gambar di atas, kondisi jalan diperkeras kategori klas sedang merupakan yang paling banyak persebaran dan luasannya. Hal ini dapat dilihat juga pada tabel berikut: Tabel 50. Luas dan Persentase Variabel Kondisi Jalan Masuk Permukiman Kecamatan Depok No
Kelas
Luas (Ha)
Persentase (%)
1
Baik (Jalan > 75 % diperkeras)
635,279
21,60
2
Sedang (Jalan 40% - 75 % diperkeras) 796,05
27,06
3
Buruk (Jalan < 40 % tidak diperkeras)
163,981
5,57
4
Non Permukiman
1346,222
45,77
Total
2941,532
100
Sumber : Hasil analisis data, 2014 Tabel 51. Jumlah Blok Permukiman Berdasarkan Kondisi Jalan Masuk Permukiman Desa Caturtunggal No Kelas
Jml Blok
Desa Condongcatur
Luas (Ha)
Jml Blok
Desa Maguwoharjo
Luas (Ha)
Jml Blok
Luas (Ha)
1
Baik (Jalan > 75 % diperkeras)
169
173,843
441
357,57
82
96,327
2
Sedang (Jalan 40% - 75 % diperkeras)
253
337,44
89
111,602
191
354,547
3
Buruk (Jalan < 40 % 26 tidak diperkeras)
40,045
37
53,515
45
70,421
Total
551,328
567
522,687
318
521,295
448
Sumber : Hasil analisis data, 2014
99
Kondisi permukaan jalan yang belum diperkeras yaitu berupa jalan tanah, dimana pada citra dapat dikenali dengan warna coklat dengan jumlah blok permukiman yang jarang. Sedangkan untuk kondisi jalan yang telah diperkeras aspal, pada citra akan tampak berwarna abu-abu gelap dan jalan yang menggunakan cor semen/ coneblok akan tampak berwarna putih cerah. Untuk klas kriteria baik di Kecamatan Depok mencapai 635,279 Ha atau 21,6% dari total luasan di Kecamatan Depok. Desa Caturtunggal, paling banyak kondisi jalannya adalah jalan Sedang (Jalan 40%-75 % diperkeras) seluas 337,44 Ha. Persebarannya berada di sekitar kampus UGM, UNY dan Jalan Gejayan. Walaupun berdekatan dengan Kota Yogyakarta dan banyaknya fasilitas-fasilitas ekonomi dan pendidikan, tetapi kondisi jalannya termasuk dalam kelas sedang. Hal ini karena daerah tersebut banyak dibangun permukiman padat yang membutuhkan akses jalan, sehingga tiap blok permukiman membuat jalan dengan cor semen/coneblok. Desa Condongcatur merupakan daerah yang paling besar dalam kelas kondisi jalan yang baik yaitu 441 blok dengan luas 357,57 Ha. Persebarannya banyak dijumpai di sekitar jalan ring road utara dan jalan kaliurang. Hal ini disebabkan karena daerah tersebut merupakan daerah dengan permukiman yang teratur dan juga banyak fasilitas perdagangan seperti toko dan swalayan sehingga kondisi jalan yang
100
baik juga akan memberikan pengaruh besar terhadap perkembangan wilayah tersebut. Luasan pada klas sedang dan klas buruk yang paling besar di Kecamatan Depok berada di Desa Maguwoharjo yaitu 354,547 Ha dan 70,421 Ha. Memang untuk kondisi jalan masuk permukiman, Desa Maguwoharjo kurang begitu baik bila dibandingkan dengan Desa Caturtunggal dan Condongcatur. Jarak dari pusat kota dan masih banyaknya lahan non permukiman sangat mempengaruhi kondisi jalan yang ada di Desa Maguwoharjo. Belum banyak dan menyebarnya fasilitas ekonomi maupun perdagangan juga berdampak pada aksebilitas dan kondisi jalan. g. Variabel Instalasi Listrik Pemasangan listrik di wilayah permukiman di atur dan di awasi oleh Perusahaan Listrik Negara (PLN). Sehingga pemasangan listrik harus secara resmi mendapat ijin dari PLN. Kaitan antara kebakaran permukiman dengan listrik yaitu adanya korsleting listrik yang menyebabkan kebakaran. Dalam hal ini berkaitan dengan penggunaan instalasi listrik yang tidak sesuai standar yang di tetapkan PLN, antara lain pemasangan terminal T yang berlebihan pada stop kontak, penambahan daya listrik yang dilakukan secara pribadi (tanpa ijin PLN). Penggunaan instalasi listrik di Kecamatan Depok dapat dilihat pada gambar peta dan tabel sebagai berikut :
101
Gambar 11. Peta Instalasi Listrik Kecamatan Depok
102
Tabel 52. Luas dan Persentase Variabel Instalasi Listrik
No 1
2 3 4
Kelas
Luas (Ha)
Baik (>50% permukiman dengan penggunaan listrik sesuai standar PLN) 0 Sedang (25 %-50 % permukiman dengan penggunaan listrik sesuai 50.638 standar PLN)
Persentase (%)
0
1,72
Buruk (<25 % permukiman dengan penggunaan listrik sesuai standar PLN) Non Permukiman
1544,672 1346,222
52,51 45,77
Total
2941,532
100
Sumber : Hasil analisis data, 2014 Tabel 53. Jumlah Blok Permukiman Berdasarkan Instalasi Listrik Desa Caturtunggal No Kelas
Jml Blok
Desa Condongcatur
Luas (Ha)
Jml Blok
Desa Maguwoharjo
Luas (Ha)
Jml Blok
Luas (Ha)
1
Baik (>50% permukiman dengan penggunaan listrik sesuai standar PLN)
0
0
0
0
0
0
2
Sedang (25 %-50 % permukiman dengan penggunaan listrik sesuai standar PLN)
0
0
120
50.638
0
0
3
Buruk (<25 % permukiman dengan penggunaan listrik sesuai standar PLN)
448
551,328
447
472,049
318
521,295
Total
448
551,328
567
522,687
318
521,295
Sumber : Hasil analisis data, 2014
103
Permukiman di Desa Caturtunggal termasuk dalam kelas penggunaan listrik buruk. Seluruh blok permukiman yaitu 448 blok dengan luas 551,328 Ha masuk dalam kelas penggunaan buruk. Hal ini diperoleh data sekunder secara langsung di lapangan. Umumnya tiap permukiman menggunakan instalasi listrik yang tidak sesuai standar. Banyaknya permukiman yang di fungsikan sebagai kos dan rumah makan/ toko merupakan salah satu alasan banyaknya penggunaan listrik. Permukiman di Desa Condongcatur termasuk dalam kelas penggunaan listrik sedang dan buruk. Permukiman dengan penggunaan listrik kelas sedang sebanyak 120 blok seluas 50.638 Ha, daerah ini merupakan daerah kompleks permukiman elit. Permukiman yang didirikan telah memenuhi standar dalam hal bangunan dan instalasi listrik. Permukiman dengan kelas buruk sebanyak 447 blok dengan luas 472,049 Ha. Permukiman di Desa Maguwoharjo juga termasuk dalam kelas penggunaan listrik buruk. Seluruh blok permukiman yaitu 318 blok dengan luas 521,295 Ha masuk dalam kelas penggunaan buruk.
104
2. Penilaian Klasifikasi Potensi Kebakaran Permukiman Potensi kebakaran menunjukkan kemampuan permukiman untuk mengalami kebakaran. variabel yang digunakan merupakan variabel yang berkaitan dengan kondisi permukiman saat terjadinya kebakaran. Penentuan klasifikasi didasarkan pada jumlah skor total yang merupakan penjumlahan dan perkalian masing-masing variabel dengan faktor pembobot. Lebih jelasnya disajikan dalam tabel sebagai berikut : Tabel 54. Faktor Pembobot Variabel Potensi Kebakaran Permukiman No Variabel Kerentanan Kebakaran Faktor Pembobot 1 Kepadatan permukiman 3 2 Pola permukiman 2 3 Kualitas bahan bangunan 3 4 Jenis atap permukiman 2 5 Lebar jalan 2 6 Kualitas/ kondisi permukaan 1 jalan masuk permukiman 7 Penggunaan listrik 3 Sumber :Suharyadi, 2000, dengan perubahan a. Penentuan klasifikasi potensi kebakaran permukiman dengan rumus sebagai berikut : Klasifikasi = (kepadatan permukiman x 3) + (pola permukiman x 2) + (kualitas bahan bangunan x 3) + (jenis atap permukiman x 2) + (lebar jalan x 2) + (kondisi permukaan jalan x 1) + (pelanggan listrik x 3)
Perhitungan pada klasifikasi dengan bobot tiap variabel = 3 Nilai tertinggi = (3 x 3) + (3 x 2) + (3 x 3) + (3 x 2) + (3 x 2) + (3 x 1) + (3 x 3) = 48
105
Perhitungan pada klasifikasi dengan bobot tiap variabel = 1 Nilai terendah = (1 x 3) + (1 x 2) + (1 x 3) + (1 x 2 ) + (1 x 2) + (1 x 1) + (1 x 3) = 16
b. Penentuan interval kelas potensi kebakaran permukiman dengan rumus IK =
nilai tertinggi −nilai terendah kelas
=
48 −16 3
= 10,6
( interval kelas = 10) Tabel 55. Klasifikasi Potensi Kebakaran Permukiman No Klasifikasi Total harkat 1 Rendah 16 – 26 2 Sedang 27 – 37 3 Tinggi 38 - 48 Sumber : Hasil analisis data, 2014 Pada tabel 44. Klasifikasi Potensi Kebakaran Permukiman di peroleh klasifikasi potensi kebakaran rendah apabila tiap variabel di kali pembobot dan di jumlahkan seluruh variabel, sehingga diperoleh nilai nilai total 1626. klasifikasi potensi kebakaran sedang apabila dihasilkan nilai total antara 27-37 klasifikasi potensi kebakaran tinggi apabila dihasilkan nilai total 38-48. Untuk lebih jelasnya disajikan dalam peta dan tabel sebagai berikut :
106
Gambar 12. Peta Potensi Kebakaran Permukiman Kecamatan Depok
107
Tabel 56. Luas dan Persentase Potensi Kebakaran Permukiman Kecamatan Depok Luas (Ha)
No Kelas
Persentase (%)
1 2 3
Rendah 71,164 Sedang 1362,74 Tinggi 161,406 Non 4 Permukiman 1346,222 Total 2941,532 Sumber : Hasil analisis data, 2014
2,42 46,33 5,49 45,77 100
Tabel 57. Jumlah Blok Permukiman Potensi Kebakaran Permukiman Kecamatan Depok Desa Caturtunggal No Kelas
Jml Blok
Desa Condongcatur
Luas (Ha)
Jml Blok
Desa Maguwoharjo
Luas (Ha)
Jml Blok
Luas (Ha)
1
Rendah
17
10,864
34
44,52
7
15,78
2
Sedang
389
438,99
471
442,89
295
480,86
3
Tinggi
42
101,474
62
35,277
16
24,655
Total
448
551,328
567
522,687
318
521,295
Sumber : Hasil analisis data, 2014 Potensi kebakaran permukiman di bagi menjadi tiga kelas yaitu potensi rendah, sedang, dan tinggi. Dari peta dan tabel dapat dilihat bahwa daerah dengan potensi kebakaran permukiman di Desa Caturtunggal sangat beragam. Potensi rendah dengan jumlah permukiman yaitu 17 blok dengan luas 10,864 Ha. Potensi kebakaran sedang dengan jumlah permukiman
108
389 blok dengan luas 438,99 Ha. Potensi kebakaran tinggi dengan jumlah permukiman 42 blok dengan luas 101,474 Ha. Desa Condongcatur mempunyai potensi kebakaran rendah dengan jumlah permukiman yaitu 34 blok dengan luas 44,52 Ha. Potensi kebakaran sedang dengan jumlah permukiman 471 blok dengan luas 442,89 Ha. Potensi kebakaran tinggi dengan jumlah permukiman 62 blok dengan luas 35,277 Ha. Desa Maguwoharjo mempunyai potensi kebakaran rendah dengan jumlah permukiman yaitu 7 blok dengan luas 15,78 Ha. Potensi kebakaran sedang dengan jumlah permukiman 295 blok dengan luas 480,86 Ha. Potensi kebakaran tinggi dengan jumlah permukiman 16 blok dengan luas 24,655 Ha. Potensi kebakaran permukiman di Kecamatan Depok masuk dalam kelas sedang dengan luas 1362,74 Ha atau 46,33 % dari total wilayah. 3. Pemetaan Fasilitas Pemadam Kebakaran a. Variabel Fasilitas Air Hidran Satuan pemetaan ketersediaan hidran adalah blok permukiman berdasarkan buffer jarak permukiman terhadap lokasi hidran. Hidran untuk pemadam kebakaran umumnya di sediakan oleh bangunan fasilitas ekonomi seperti hotel, pom bensin dan mall, dan fasilitas sosial seperti rumah sakit. Untuk lebih jelasnya disajikan dalam gambar peta fasilitas air hidran dan tabel sebagai berikut :
109
Gambar 13. Peta Fasilitas Pemadam Kebakaran Buffer Lokasi Hidran Kecamatan Depok
110
Tabel 58. Luas dan Persentase Variabel Fasilitas Air Hidran Untuk Pemadam Kebakaran
No
Luas (Ha)
Kelas
Dekat (<500 m lokasi permukiman yang terlayani oleh air hidran) Agak jauh (500 m-1000m lokasi permukiman yang 2 terlayani oleh air hidran) Jauh (>1000 m lokasi permukiman yang terlayani 3 oleh air hidran) 4 Non Permukiman Total Sumber : Hasil analisis data, 2014 1
Persentase (%)
243,689
8,28
502,557
17,08
849,094 28,86 1346,222 45,77 2941,532 100
Tabel 59. Jumlah Blok Permukiman Berdasarkan Fasilitas Air Hidran Untuk Pemadam Kebakaran Desa Caturtunggal No
Kelas
Luas (Ha)
Jml
2
3
Dekat (<500 m lokasi permukiman yang terlayani oleh air hidran) Agak jauh (500 m1000m lokasi permukiman yang terlayani oleh air hidran) Jauh (>1000 m lokasi permukiman yang terlayani oleh air hidran) Total
131
168,544
154
Desa Maguwoharjo
Luas (Ha)
Jml
50
51,528
16
23,617
194,827
180
178,388
71
129,342
163
187,957
337
292,771
231
368,366
448
551,328
567
522,687
318
521,295
Jml Blok
1
Desa Condongcatur
Sumber : Hasil analisis data, 2014
Blok
Blok
Luas (Ha)
111
Fasilitas pemadam kebakaran khususnya hidran umumnya di sediakan oleh fasilitas ekonomi dan sosial, untuk memenuhi syarat pencegahan apabila terjadi kebakaran bangunan. Lokasi hidran di Kecamatan Depok di ambil di beberapa tempat antara lain rumah sakit, hotel, bangunan kampus, dan mall. Fasilitas hidran di Kelurahan Caturtunggal dengan kelas dekat mancakup permukiman 131 blok dengan luas 168,544 Ha, merupakan blok permukiman yang paling banyak karena berada di lokasi kampus UGM dan UNY, serta fasilitas ekonomi lainnya. Kelas agak jauh mancakup permukiman 154 blok dengan luas 194,827 Ha. Kelas jauh mancakup permukiman 163 blok dengan luas 187,957 Ha. Fasilitas hidran di Kelurahan Condongcatur dengan kelas dekat mancakup permukiman 50 blok dengan luas 51,528 Ha. Kelas agak jauh mancakup permukiman 180 blok dengan luas 178,388 Ha.. Kelas jauh mancakup permukiman 337 blok dengan luas 292,771 Ha. Fasilitas hidran di Kelurahan Maguwoharjo dengan kelas dekat mancakup permukiman 16 blok dengan luas 23,617 Ha. Kelas agak jauh mancakup permukiman 71 blok dengan luas 129,342 Ha. Kelas jauh mancakup permukiman 231 blok dengan luas 368,366 Ha. b. Fasilitas Alat Pemadam Kebakaran Ringan (APAR) dan Alat Pemadam Kebakaran Berjalan (APAB) Lebih jelasnya disajikan dalam gambar 14 dan tabel 60 sebagai berikut :
112
Gambar 14. Peta Fasilitas Pemadam Kebakaran APAR dan APAB Kecamatan Depok
113
Tabel 60. Luas dan Persentase Variabel Fasilitas Alat Pemadam Kebakaran Ringan (APAR) dan Alat Pemadam Kebakaran Berjalan (APAB) No Kelas
Luas (Ha) Persentase (%)
1 2 3 4
Lengkap 0 Agak lengkap 0 Tidak lengkap 1595,31 Non Permukiman 1346,222 Total 2941,532 Sumber : Hasil analisis data, 2014
0 0 54,23 45,77 100
Tabel 61. Jumlah Blok Permukiman Berdasarkan Fasilitas Alat Pemadam Kebakaran Ringan (APAR) dan Alat Pemadam Kebakaran Berjalan (APAB) Desa Caturtunggal No
Kelas
Jml Blok
Desa Condongcatur
Luas (Ha)
Jml Blok
Desa Maguwoharjo
Luas (Ha)
Jml Blok
Luas (Ha)
1
Lengkap
0
0
0
0
0
0
2
Agak lengkap
0
0
0
0
0
0
3
Tidak lengkap
448
551,328
567
522,687
318
521,295
Total
448
551,328
567
522,687
318
521,295
Sumber : Hasil analisis data, 2014 Satuan pemetaan alat pemadam kebakaran APAR dan APAB adalah ketersediaannya di blok permukiman/ bangunan. Alat pemadam kebakaran berupa APAR dan APAB tidak di jumpai di wilayah permukiman, dengan alasan bukan barang wajib yang harus di miliki/ sediakan, selain itu harganya yang mahal menjadi kendala bagi masyarakat untuk membelinya.
114
Fasilitas pemadam kebakaran APAR dan APAB di Kecamatan Depok termasuk kelas tidak lengkap dengan luas 1595,31 Ha atau 54,23 % dari total luas wilayah. Hal ini membuktikan kurangnya kesadaran masyarakat
dalam
hal
penanganan
dini/
mitigasi
kebakaran
permukiman. Sehingga apabila terjadi kebakaran akan memberikan kerugian yang besar. c. Fasilitas Tandon Air Satuan pemetaan tandon air adalah buffer jarak lokasi tandon terhadap permukiman. Tandon air untuk pemadaman kebakaran umumnya di sediakan oleh bangunan fasilitas ekonomi seperti hotel ,dan fasilitas sosial seperti rumah sakit. Tandon air hanya berfungsi sebagai penyedia air saat terjadi kebakaran di suatu permukiman, sehingga pemanfaatan tandon air tidak diperuntukkan untuk konsumsi rumah tangga. Hal ini ditujukan untuk selalu tersedianya air di dalam tandon, agar saat terjadi kebakaran dapat langsung digunakan untuk pemadaman kebakaran. Letak tandon air umumnya di tempatkan di atas gedung, kemudian disalurkan melalui pipa-pipa ke bawah gedung sehingga memudahkan untuk penyaluran air secara mudah dan cepat. Untuk lebih jelasnya disajikan dalam gambar peta fasilitas air hidran dan tabel 62 sebagai berikut :
115
Gambar 15. Peta Fasilitas Pemadam Kebakaran Buffer Lokasi Tandon Air Kecamatan Depok
116
Tabel 62. Luas dan Persentase Variabel Fasilitas Tandon Air No Kelas
Luas (Ha) Persentase (%)
1 2 3 4
Dekat 175,506 Agak jauh 482,277 Jauh 932,794 Non Permukiman 1346,222 Total 2941,532 Sumber : Hasil analisis data, 2014
5,97 16,39 31,71 45,77 100
Tabel 63. Jumlah Blok Permukiman Berdasarkan Fasilitas Tandon Air Desa Caturtunggal No
Kelas
Jml Blok
Desa Condongcatur
Luas (Ha)
Jml Blok
Desa Maguwoharjo
Luas (Ha)
Jml Blok
Luas (Ha)
1
Dekat
99
130,333
47
37,612
6
7,561
2
Agak jauh
153
222,107
178
162,723
51
97,447
3
Jauh
196
194,155
342
322,352
261
416,287
Total
448
551,328
567
522,687
318
521,295
Sumber : Hasil analisis data, 2014 Lokasi tandon air di Kecamatan Depok di ambil di beberapa tempat antara lain rumah sakit, dan hotel. Fasilitas tandon air di Kelurahan Caturtunggal dengan kelas dekat mancakup permukiman 99 blok dengan luas 130,333 Ha. Kelas agak jauh mancakup permukiman 153 blok dengan luas 222,107 Ha.. Kelas jauh mancakup permukiman 196 blok dengan luas 194,155 Ha.
117
Fasilitas tandon air di Kelurahan Condongcatur dengan kelas dekat mancakup permukiman 47 blok dengan luas 37,612 Ha. Kelas agak jauh mancakup permukiman 178 blok dengan luas 162,723 Ha.. Kelas jauh mancakup permukiman 342 blok dengan luas 322,352 Ha. Fasilitas tandon air di Kelurahan Maguwoharjo dengan kelas dekat mancakup permukiman 6 blok dengan luas 7,561 Ha. Kelas agak jauh mancakup permukiman 51 blok dengan luas 97,447 Ha.. Kelas jauh mancakup permukiman 261 blok dengan luas 416,287 Ha. 4. Penilaian Klasifikasi Fasilitas Pemadam Kebakaran Penentuan klasifikasi didasarkan pada jumlah skor total yang merupakan penjumlahan dan perkalian masing-masing variabel dengan faktor pembobot.
No 1 2
Tabel 64. Faktor Pembobot Variabel Fasilitas Pemadam Kebakaran Variabel Fasilitas Pemadam Faktor Kebakaran Pembobot Fasilitas Air hidran untuk 2 pemadam kebakaran Fasilitas alat pemadam 2 kebakaran (APAR dan APAB)
3 Fasilitas air tandon Sumber :Suharyadi, 2000, dengan perubahan
1
a. Penentuan klasifikasi dengan rumus sebagai berikut Klasifikasi = (air hidran x 2) + (alat pemadam x 2) + (air tandon x 1)
Perhitungan pada klasifikasi dengan bobot tiap variabel = 3 Nilai tertinggi = ( 3 x 2) + ( 3 x 2) + ( 3x 1) = 15
Perhitungan pada klasifikasi dengan bobot tiap variabel = 1
118
Nilai terendah = ( 1 x 2) + ( 1 x 2) + ( 1 x 1) = 5 b. Penentuan interval kelas fasilitas pemadam kebakaran dengan rumus IK =
nilai tertinggi −nilai terendah kelas
=
15 −5 3
= 3,3 ( interval kelas = 3)
Tabel 65. Kelas Kondisi Fasilitas Pemadam Kebakaran No Kelas Total harkat 1 Baik 5–8 2 Sedang 9 – 12 3 Buruk 13 – 15 Sumber : Hasil analisis data, 2014 Pada tabel klasifikasi kondisi fasilitas pemadam kebakaran di peroleh klasifikasi baik apabila tiap variabel di kali pembobot dan di jumlahkan seluruh variabel, sehingga diperoleh nilai nilai total 5-8. klasifikasi fasilitas pemadam kebakaran sedang apabila dihasilkan nilai total antara 9 – 12 klasifikasi fasilitas pemadam kebakaran buruk apabila dihasilkan nilai total 13 – 15. Untuk lebih jelasnya disajikan dalam peta dan tabel sebagai berikut :
119
Gambar 16. Peta Kondisi Fasilitas Pemadam Kebakaran Kecamatan Depok
120
Tabel 66. Luas dan Persentase Variabel Fasilitas Pemadam Kebakaran Kecamatan Depok No
Kelas
Luas (Ha) 1 Buruk 945,809 2 Sedang 644,766 3 Baik 0 4 Non Permukiman 1346,222 Total 2941,532 Sumber : Hasil analisis data, 2014
Persentase (%) 32,15 21,9 0 45,77 100
Tabel 67. Jumlah Blok Permukiman Berdasarkan Fasilitas Pemadam Kebakaran Kecamatan Depok Desa Caturtunggal No
Kelas
Jml Blok
Desa Condongcatur
Luas (Ha)
Jml Blok
Desa Maguwoharjo
Luas (Ha)
Jml Blok
Luas (Ha)
1
Buruk
209
201,709
316
314,578
270
429,522
2
Sedang
239
344,884
251
208,109
48
91,773
3
Baik
0
0
0
0
0
0
Total
448
551,328
567
522,687
318
521,295
Sumber : Hasil analisis data, 2014 Variabel fasilitas pemadam kebakaran di bagi menjadi tiga kelas yaitu buruk, sedang, dan baik. Desa Caturtunggal mempunyai fasilitas pemadam kebakaran dengan kelas buruk dan kelas sedang. Kelas buruk dengan jumlah permukiman 209 blok dengan luas 201,709 Ha. Sedangkan kelas sedang dengan jumlah permukiman 239 blok dengan luas 344,884 Ha. Desa Condongcatur mempunyai fasilitas pemadam kebakaran dengan kelas buruk dengan jumlah permukiman 316 blok dengan luas 314,578
121
Ha. Sedangkan kelas sedang dengan jumlah permukiman 251 blok dengan luas 208,109 Ha. Desa Maguwoharjo mempunyai fasilitas pemadam kebakaran dengan kelas buruk dengan jumlah permukiman 270 blok dengan luas 429,522 Ha. Sedangkan kelas sedang dengan jumlah permukiman 48 blok dengan luas 91,773 Ha. Tingkat kondisi fasilitas pemadam kebakaran di Kecamatan Depok didominasi oleh kelas buruk dengan luas 945,809 Ha atau 32,15 % dari luasan total wilayah. Hal ini menunjukkan kurangnya kesadaran masayarakat akan penyediaan fasilitas pemadam kebakaran guna mengantisispasi terjadinya kebakaran yang lebih besar. Sehingga perlu perhatian khusus dari seluruh masyarakat maupun pemerintah daerah, agar apabila terjadi kebakaran di wilayah permukiman tidak berdampak besar dan menimbulkan kerugian. 5. Identifikasi Kerentanan Kebakaran Permukiman Kerentanan kebakaran merupakan hasil overlay/ gabungan antara variabel potensi kebakaran permukiman dengan variabel fasilitas pemadam kebakaran. Kerentanan kebakaran digunakan untuk identifikasi mengenai tingkat kemudahan suatu permukiman mengalami kebakaran. Klasifikasi kerentanan menggunakan 3 kelas yaitu tidak rentan, agak rentan, dab rentan. Untuk lebih jelasnya disajikan dalam gambar dan tabel sebagai berikut :
122
Gambar 17. Peta Kerentanan Kebakaran Permukiman Kecamatan Depok
123
Tabel 68. Luas dan Persentase Kerentanan Kebakaran Permukiman Kecamatan Depok No Kelas Jumlah Luas Persentase (%) blok (Ha) 1 Tidak rentan 22 30,481 1,03 2 Agak rentan 487 582 19,78 3 Rentan 824 982,828 33,41 4 Non Permukiman 1346,222 45,77 Total 1333 2941,532 100 Sumber : Hasil analisis data, 2014 Tabel 69. Jumlah Blok Permukiman Berdasarkan Kerentanan Kebakaran Permukiman Kecamatan Depok Desa Caturtunggal No
Kelas
Jml Blok
Desa Condongcatur
Luas (Ha)
Jml Blok
Desa Maguwoharjo
Luas (Ha)
Jml Blok
Luas (Ha)
1
Tidak rentan
5
3,763
15
26,315
2
0,403
2
Agak rentan
215
297,990
220
182,268
52
101,743
3
Rentan
228
249,575
332
314,104
264
419,149
Total
448
551,328
567
522,687
318
521,295
Sumber : Hasil analisis data, 2014 Daerah yang tidak rentan terhadap bahaya kebakaran di Kecamatan Depok berjumlah 22 blok permukiman dengan luas 30, 481 Ha atau 1,03 % dari total luas wilayah. Kelas tidak rentan tersebar di Desa Caturtunggal dengan jumlah blok permukiman 5 blok luas 3,763 Ha. Sedangakan di Desa Condongcatur dengan jumlah permukiman yaitu 15 blok dengan luas 26,315 Ha. Dan Desa Maguwoharjo dengan jumlah permukiman yaitu 2 blok dengan luas 0.403 Ha.
124
Daerah agak rentan terhadap kebakaran permukiman berjumlah 487 blok permukiman dengan luas 582 Ha atau 19,78 % dari luas total Kecamatan Depok. Dengan sebaran di Desa Caturtunggal dengan jumlah blok permukiman 215 blok luas 297,990 Ha. Sedangakan di Desa Condongcatur dengan jumlah permukiman yaitu 220 blok dengan luas 182,268 Ha. Dan Desa Maguwoharjo dengan jumlah permukiman yaitu 52 blok dengan luas 101,743 Ha. Daerah rentan terhadap kebakaran permukiman berjumlah 824 blok permukiman dengan luas 982,828 Ha atau 33,41 % dari luas total Kecamatan Depok. Dengan sebaran di Desa Caturtunggal dengan jumlah blok permukiman 228 blok luas 249,575 Ha. Sedangakan di Desa Condongcatur dengan jumlah permukiman yaitu 332 blok dengan luas 314,104 Ha. Dan Desa Maguwoharjo dengan jumlah permukiman yaitu 264 blok dengan luas 419,149 Ha. Tingkat kerentanan kebakaran permukiman di Kecamatan Depok didominasi oleh kelas rentan dengan luas 982,828 Ha atau 33,41% dari total luas wilayah. Hal ini menunjukkan bahwa Kecamatan Depok mempunyai resiko yang tinggi
terjadinya kebakaran permukiman.
Banyaknya daerah yang merupakan potensi terjadinya kebakaran terutama daerah dengan kepadatan permukiman tinggi, serta kurangnya fasilitas pemadam kebakaran menjadikan Kecamatan Depok rentan terhadap kebakaran permukiman.