Bab IV Hasil dan Analisis
BAB IV
HASIL DAN ANALISIS
4.1. Persiapan data dari sumbernya
Data yang digunakan untuk analisa tugas akhir ini diperoleh dari PT. Wijaya Karya sebagai kontraktor pelaksana pembangunan JORR W2 dan PT. Marga Lingkar Jakarta sebagai ownernya. Data – data yang diperoleh adalah sebagai berikut :
Flexural Strength atau kuat tarik lentur beton (fcf ) : 640 psi = 4,41 MPa, fc’
: 367,4 kg/cm²
CBR tanah dasar
:6%
Bahu beton
: Tidak
Ruji (dowel)
: Ya
Jenis Perkerasan
: Perkerasan Kaku Beton Bersambung Tanpa
Tulangan
Data Lalu lintas tahun 2010 yang diperoleh dari sumber :
Mobil Penumpang (Sedan, Jeep, Station wagon, pick up, truk kecil, bus kecil)
: 105.236 kend./hari
Bis besar 2 as
: 684 kend./hari
|IV - 1
Bab IV Hasil dan Analisis
Truk besar 2 as
: 1.595 kend./hari
Tronton 3 as
: 780 kend./hari
Truk Gandengan 4 as
: 319 kend./hari
Trailer 5 as
: 319 kend./hari
Umur Rencana (UR)
: 20 tahun
Pertumbuhan Lalu lintas (i)
: 5% per tahun
Dari data lalu lintas tersebut akan digunakan untuk merencanakan tebal perkerasan di tahun 2011, sehingga dikembangkan dengan rumus pertumbuhan lalu lintas sebagai berikut :
LHR 2011 = Ʃ LHR 2010 (1 + )
Dimana :
i = Pertumbuhan lalu lintas
n = Deviasi tahun yang ditentukan
n = 2011-2010
=1
|IV - 2
Bab IV Hasil dan Analisis
Dengan contoh perhitungan sebagai berikut :
Mobil penumpang = 105.236 (1 + 0,05)
= 110.498 kend./hari
Sehingga perhitungan selanjutnya dapat dianalogikan dengan tabel berikut :
Tabel 4.1. Perhitungan pertumbuhan lalu lintas
Jenis Kendaraan
LHR tahun 2010
LHR tahun 2011
105.236
110.498
Bis besar 2 as
684
718
Truk besar 2 as
1595
1675
Tronton 3 as
780
819
Truk Gandengan 4 as
319
335
Trailer 4 as
319
335
108.614
114. 380
Mobil Penumpang
Total
Dengan rencana jalan 2 jalur, dan 3 lajur perjalur dibuat dengan perkerasan beton bersambung tanpa tulangan (BBTT).
|IV - 3
Bab IV Hasil dan Analisis
4.2. Analisa lalu lintas
a. Menghitung jumlah sumbu berdasarkan jenis dan bebannya Tabel 4.2. Jumlah sumbu berdasarkan jenis dan bebannya
Konfigurasi beban sumbu (ton)
Jumlah kendaraan (buah)
Jenis Kendaraan RD
RB
1 MP Bis besar 2 as Truk besar 2 as Tronton 3 as tandem Truk gandengan 4 as Trailer 4 as Total
RGD
RGB
2
3
Jumlah STRT STRG STdRG Jumlah sumbu per sumbu BS JS BS JS BS JS kendaraan (buah) (ton) (buah) (ton) (buah) (ton) (buah) (buah) 4
1 3 7.2 6
1 6 11 19
0 0 0 0
0 0 0 0
110498 718 1675 819
0 2 2 2
5=3x4 0 1436 3350 1638
6
10
10
10
335
4
1340
6
10+18
0
0
335 114380
4 14
1340 9104
6
7 0 0 3 718 7.2 1675 6 819
8
9
0 6 11 0 10+10 6 335 10 6 335 10 3882
0 718 1675 0 670 335 335 3733
Keterangan:
RD = roda depan, RB = roda belakang, RGD = roda gandeng depan, RGB = roda gandeng belakang, BS = beban sumbu, JS = jumlah sumbu, STRT = sumbu tunggal roda tunggal, STRG = sumbu tunggal roda ganda, STdRG = sumbu tandem roda ganda. Penjelasan langkah perhitungan jumlah sumbu berdasarkan jenis dan bebannya : 1. Kolom 1, menjelaskan penggolongan jenis kendaraan. 2. Kolom 2, menentukan konfigurasi beban sumbu berdasarkan jenis kendaraan. 3. Kolom 3, jumlah kendaraan diambil dari data lalu lintas harian tahun 2011. 4. Kolom 4, jumlah sumbu per kendaraan. |IV - 4
10
11
0 0 0 19
0 0 0 819
18
335 1154
Bab IV Hasil dan Analisis
5. Kolom 5, jumlah sumbu didapat dari jumlah kendaraan (kolom 3) dikalikan dengan jumlah sumbu per kendaraan (kolom 4). Contoh : Jumlah Sumbu Bis besar 2 as = Jml. Kend. x Jml. Sumbu per kend. = 718 x 2 = 1436 bh 6. Kolom 6 s/d kolom 11, menentukan STRT, STRG, STdRG masing - masing jenis kendaraan. Contoh : Truk besar 2 as mempunyai STRT dengan beban sumbu 7,2 ton dengan jumlah sumbu 1675 buah dan mempunyai STRG dengan beban sumbu 11 ton dengan jumlah sumbu 1675 buah. 7. Menentukan jumlah total STRT, STRG, dan STdRG masing-masing jenis kendaraan. Contoh : Jumlah total STRT didapat dari hasil penjumlahan sumbu masing-masing jenis kendaraan. Jumlah total sumbu STRT = 718 + 1675 + 819 + 335 + 335 = 3882
|IV - 5
Bab IV Hasil dan Analisis
b. Menghitung JKSN rencana Jumlah Sumbu Kendaraan Niaga (JKSN) dengan umur rencana 20 tahun :
JKSN = 365 x JKSNH x R x C
R
=
=
(
)
(
,
) ,
= 33,06
Nilai C diperoleh dengan melihat
Tabel 4.3. Jumlah lajur berdasarkan lebar
perkerasan dan koefisien distribusi (C) kendaraan niaga pada lajur rencana
JKSN = 365 x JKSNH x R x C
= 365 x 9104 x 33,06 x 0,4
= 43942823,04
= 43,9 x 10
|IV - 6
Bab IV Hasil dan Analisis
Dimana :
JKSN
: Jumlah sumbu kendaraan niaga selama umur rencana.
JKSNH : Jumlah sumbu total kendaraan niaga per hari.
C
: Koefisien distribusi kendaraan.
R
: Faktor pertumbuhan kumulatif yang besarnya tergantung
daripertumbuhan lalu lintas tahunan dan umur rencana.
c. Menghitung repetisi yang terjadi. Tabel 4.4. Perhitungan Repetisi Sumbu yang terjadi
Jenis Sumbu
Beban Sumbu (ton)
Jumlah Sumbu
Proporsi Beban
Proporsi Sumbu
1
2
3
4
5
STRT
3 7.2 6 6 6
Total
STRG
6 11 10 10 10 10
Total STdRG Total Kumulatif
19 18
718 1675 819 335 335 3882 718 1675 335 335 335 335 3733 819 335 1154 8769
0.185 0.431 0.211 0.086 0.086 1.000 0.192 0.449 0.090 0.090 0.090 0.090 1.000 0.710 0.290 1.000
Lalu lintas Rencana
0.426 0.426 0.426 0.426 0.426
43.9 43.9 43.9 43.9 43.9
6 x 〖10〗^6 x 〖10〗^6 x 〖10〗^6 x 〖10〗^6 x 〖10〗^6
0.410 0.410 0.410 0.410 0.410 0.410
43.9 43.9 43.9 43.9 43.9 43.9
x 〖10〗^6 x 〖10〗^6 x 〖10〗^6 x 〖10〗^6 x 〖10〗^6 x 〖10〗^6
0.127 43.9 x 〖10〗^6 0.127 43.9 x 〖10〗^6
Repetisi yang terjadi 7=4x5x6 3.46 x 10^6 8.07 x 10^6 3.94 x 10^6 1.61 x 10^6 1.61 x 10^6 3.46 8.07 1.61 1.61 1.61 1.61
x 10^6 x 10^6 x 10^6 x 10^6 x 10^6 x 10^6
3.94 x 10^6 1.61 x 10^6 42.2 x 10^6
|IV - 7
Bab IV Hasil dan Analisis
Dengan penjelasan sebagai berikut :
1. Kolom 1, merupakan pengelompokan jenis kendaraan STRT, STRG, dan STdRG. 2. Kolom 2, beban sumbu masing-masing jenis kendaraan. 3. Kolom 3, penjumlahan sumbu yang memiliki beban sama, didapat dari tabel 4.2. kolom 6 dan kolom 7. 4. Kolom 4, Proporsi beban didapat dari jumlah sumbu masing-masing beban sumbu dibagi dengan total jumlah sumbu.
Contoh : Proporsi beban STRT = 718 : 3882 = 0.185 5. Kolom 5, Proporsi sumbu didapat dari jumlah total sumbu masing-masing jenis sumbu dibagi dengan Jumlah Kumulatif jenis sumbu. Contoh : Proporsi sumbu STRT = 3882 : 9104 = 0.426 6. Kolom 6, Lalu lintas rencana didapat dari hasil perhitungan Jumlah sumbu kendaraan niaga (JSKN). 7. Kolom 7, Repetisi yang terjadi diperoleh dari Proporsi Beban x Proporsi
|IV - 8
Bab IV Hasil dan Analisis
Sumbu x Lalu-lintas Rencana Contoh : Repetisi yang terjadi untuk STRT = 0.185 x 0.426 x (43.9x10^6) = 3.46x10^6 kendaraan.
4.3. Menghitung Tebal Perkerasan Beton
a. Menganalisa Faktor Keamanan Beban Tabel 4.5. Faktor Keamanan Beban
Untuk nilai Faktor Keamanan Beban, dapat dilihat peruntukan jalan yang sedang direncakanakan JORR W2 adalah jalan bebas hambatan utama major freeway dan jalan berlajur banyak dengan Faktor Keamanan Beban 1,2.
|IV - 9
Bab IV Hasil dan Analisis
b. Analisa nilai CBR efektif tanah dasar Dengan Kuat tarik lentur beton : 4,41 MPa, fc’ : 367,4 kg/cm²
Jenis dan tebal lapis pondasi
: Lean Concrete 100 mm
CBR tanah dasar
:6 %
CBR efektif
: 40 % (diperoleh dengan memplot kedalam
gambar grafik hubungan antara nilai CBR tanah dasar dengan tebal lapis pondasi atau campuran beton kurus setebal 100 mm).
Gambar 4.1. CBR tanah dasar efektif dan tebal lapis pondasi bawah
|IV - 10
Bab IV Hasil dan Analisis
c. Taksiran tebal perkerasan
Grafik 4.1. Grafik perencanaan untuk Lalu lintas dalam kota, fcf: 4,25 MPa, tanpa ruji dengan FKB 1,2. Dari gafik ini nilai fcf dan CBR efektif tanah dasar disesuaikan dengan data yang ada dan diperoleh taksiran tebal perkerasannya 225 mm. d. Analisa Fatik dan Erosi Tahap ini dimulai dengan mencari nilai Tegangan Ekivalen (TE), Faktor Erosi (FE) dan Faktor Rasio Tegangan (FRT). Tegangan Ekivalen dan Faktor Erosi dicari dengan memplot nilai taksiran tebal slab dan CBR efektif tanah dasar kedalam tabel sebagai berikut :
|IV - 11
Bab IV Hasil dan Analisis
Tabel 4.6. Tegangan ekivalen dan faktor erosi
Nilai CBR efektif tanah dasar tidak terdapat dalam grafik tersebut sehingga diperlukan langkah interpolasi dengan contoh sebagai berikut :
|IV - 12
Bab IV Hasil dan Analisis
Untuk tebal slab 240 mm diperoleh nilai Tegangan Ekivalen / Tegangan setara 0,72 untuk nilai CBR efektif 35% dan 0,69 untuk nilai CBR efektif 50% sehingga
0,72
X
0,69
35
40
50
untuk nilai CBR efektif 16% diperoleh dengan interpolasi :
,
,
,
=
=
,
,
15(0,72 – x) = 0,15
-15 x = 0,15 – 10,8
x=
,
x = 0,71
|IV - 13
Bab IV Hasil dan Analisis
Tabel 4.7. Plot Tegangan Erosi dan Faktor Erosi
Tebal slab (mm) 210 220 225 240 270 290 295 300 310
CBR tanah dasar eff. (%) 40 40 40 40 40 40 40 40 40
Tegangan Setara STRT 0.88 0.81 0.79 0.71 0.59 0.53 0.52 0.50 0.48
STRG 1.39 1.31 1.27 1.15 0.98 88.67 44.76 0.85 0.81
STdRG 1.16 1.09 1.06 0.97 0.85 78.33 39.54 0.75 0.72
STRT 2.33 2.27 2.24 2.16 2.01 1.93 1.91 1.89 1.85
Faktor Erosi Tanpa Ruji Dengan Ruji/Beton Bertulang STRG STdRG STRT STRG STdRG 2.93 3.03 2.13 2.74 2.83 2.88 2.98 2.07 2.68 2.77 2.84 2.96 2.04 2.65 2.75 2.76 2.89 1.96 2.56 2.68 2.62 2.78 1.81 2.41 2.54 2.53 2.72 1.72 2.32 2.46 2.51 2.70 1.69 2.30 2.44 2.49 2.69 1.67 2.27 2.42 2.45 1.63 1.63 2.23 2.39
Dari beberapa taksiran tebal slab beton, terdapat satu taksiran yang paling optimal yaitu tebal slab 310 mm dengan gambaran nilai persen analisa fatik dan analisa erosi sebagai berikut :
Tabel 4.8. Hasil Analisa Fatik dan Erosi
TEBAL SLAB (MM) 210 220 225 300 310
PERSEN RUSAK FATIK (%) 1008.7 80.7 TT TT TT
PERSEN RUSAK EROSI (%) 2494.5 2328.35 1923.7 157.3 65
Dari hasil analisa fatik untuk tebal slab 310 mm diperoleh persen rusak TT (tak terhingga) namun untuk kasus ini nilai tak terhingga itu merupakan nilai yang mengacu pada nilai persen rusak dibawah 100%, hal tersebut dibuktikan dengan hasil analisa fatik untuk tebal slab 220 cm diperoleh 80.7% dan tebal slab 210 |IV - 14
Bab IV Hasil dan Analisis
diperoleh 1008,7%. Kemudian untuk analisa erosi slab 310 mm diperoleh persen rusak 65%, sehingga dalam analisa ini menunjukkan nilai slab yang paling optimum adalah 310 mm. Adapun analisa fatik dan erosi adalah sebagai berikut :
Tabel 4.9. Analisa Fatik dan Erosi untuk tebal slab 310 mm
Jenis Sumbu 1
STRT
STRG
STdRG
Beban Beban Repetisi Faktor Tegangan dan Sumbu Rencana yang terjadi Erosi Ton (KN) per Roda 2 3 4 5 3 (30) 18 3.46 x 10^6 TE = 0.48 7.2 (72) 43.2 8.07 x 10^6 6 (60) 36 3.94 x 10^6 FE = 1.85 6 (60) 36 1.61 x 10^6 6 (60) 36 1.61 x 10^6 FRT = 0.1 6 (60) 18 3.46 x 10^6 TE = 0.81 11 (110) 33 8.07 x 10^6 10 (100) 30 1.61 x 10^6 10 (100) 30 1.61 x 10^6 FE = 2.45 10 (100) 30 1.61 x 10^6 10 (100) 30 1.61 x 10^6 FRT = 0.18 19 (190) 28.5 3.94 x 10^6 TE = 0.72 FE = 1.63 18 (180) 27 1.61 x 10^6 FRT = 0.16
Analisa Fatik Persen Rusak Repetisi Ijin (%) 6 7 TT 0 TT 0 TT 0 TT 0 TT 0 TT 0 TT 0 TT 0 TT 0 TT 0 TT 0 TT 0 TT
0
Analisa Erosi Persen Repetisi Ijin Rusak (%) 8 9 TT 0 TT 0 TT 0 TT 0 TT 0 TT 0 1.7x10^7 47.4 3.6x10^7 4.4 3.6x10^7 4.4 3.6x10^7 4.4 3.6x10^7 4.4 TT 0 TT
0 65 < 100%
Penjelasan untuk analisa fatik dan erosi sebagai berikut :
1. Kolom 1, merupakan jenis sumbu masing-masing kendaraan STRT, STRG, dan STdRG. 2. Kolom 2, merupakan beban sumbu masing-masing jenis sumbu. 3. Kolom 3, Beban Rencana per Roda diperoleh dari Beban sumbu (kolom 2) dikalikan dengan faktor keamanan beban dibagi dengan jumlah roda.
|IV - 15
Bab IV Hasil dan Analisis
Contoh : Beban Rencana per Roda STRT = (30 x 1.2) : 2 = 18
4. Kolom 4, repetisi yang terjadi diperoleh dari perhitungan pada tabel 4.4. kolom 7.
5. Kolom 5, Faktor Tegangan dan Erosi, TE (Tegangan Ekivalen) dan FE (Faktor Erosi) Tegangan Ekivalen dan Faktor Erosi untuk perkerasan tanpa bahu beton dengan asumsi tebal plat 310 mm dan CBR efektif 40%. Sedangkan FRT diperoleh dari TE dibagi dengan kuat tarik lentur (fcf). Contoh : FRT untuk STRT = 0.48 : 4.41 = 0.1
6. Kolom 6, Repetisi ijin analisa fatik diperoleh dengan memplotkan nilai beban rencana per roda dengan nilai FRT pada gambar (terlampir) contoh gambar 4.2.. 7. Kolom 7, Prosentase rusak analisa fatik diperoleh dari repetisi yang terjadi (kolom 4) dikali 100 dibagi dengan Repetisi Ijin (Kolom 6). 8. Kolom 8, Repetisi ijin analisa erosi diperoleh dengan memplotkan nilai beban rencana per roda dengan nilai FE (Faktor Erosi) pada gambar 4.3. 9. Kolom 9, Prosentase rusak analisa erosi diperoleh dari repetisi yang terjadi |IV - 16
Bab IV Hasil dan Analisis
(kolom 4) dikali 100 dibagi dengan Repetisi Ijin (Kolom 8). Contoh : Prosentase Rusak untuk STRG = (8.07x10^6 x 100) : 1.7x10^7 = 47.4%
Selain itu, terdapat juga proses plot untuk memperoleh nilai repetisi beban ijin sehingga didapatkan nilai persen rusak fatik maupun erosi. Berikut adalah contohnya :
Gambar 4.2. Plot analisa Fatik beban per roda : 36, Faktor Rasio Tegangan : 0,1 dan diperoleh repetisi beban ijin TT (tak terhingga). |IV - 17
Bab IV Hasil dan Analisis
Gambar 4.3. Plot analisa Erosi beban per roda : 33, Faktor Erosi : 2,45 dan diperoleh repetisi beban ijin 1,7x10^7.
4.4. Analisa Sambungan Memanjang dan Melintang
Untuk perkerasan jalan beton tanpa tulangan (BBTT) hanya memperhitungkan tulangan pengikat / tie bars untuk sambungan memanjang dan dowel untuk sambungan melintangnya.
|IV - 18
Bab IV Hasil dan Analisis
4.4.1. Sambungan Memanjang
Perhitungan tulangan pengikat / tie bars adalah sebagai berikut:
At
= 204 x b x h = 204 x 3,5 x 0,31 = 221,3 mm² (luas penampang yang diperlukan)
Jika dicoba diameter 19 mm maka : At
= π (0.5d)² = π (9,5)² = 283,5 mm²
L
= (38,3 x φ) + 75 = (38,3 x 19) + 75 = 802,7 mm dibulatkan 800 mm = 80 cm
Jadi, untuk tie bars digunakan tulangan diameter 19 mm, panjang 80 cm dengan jarak 75 cm. Dengan pengertian : At
= Luas penampang tulangan per meter panjang sambungan (mm2).
b
= Jarak terkecil antar sambungan atau jarak sambungan dengan tepi
perkerasan (m). h
= Tebal pelat (m).
|IV - 19
Bab IV Hasil dan Analisis
L
= Panjang batang pengikat (mm).
φ
= Diameter batang pengikat yang dipilih (mm).
4.4.2. Sambungan Melintang
Sambungan ini harus dilengkapi dengan ruji polos panjang 45 cm, jarak antara ruji 30 cm, dan diameternya disesuaikan dengan tebal pelat yang direncanakan. Berikut adalah Tabel 4.10. Diameter ruji dengan tebal perkerasan / pelat beton
Dalam analisa ini diperoleh tebal pelat 310 mm, hasil tersebut tidak terdapat dalam rekomendasi diameter ruji, sehingga dipakai diameter maksimum yaitu 36 mm. Jadi untuk sambungan melintang, dipakai dowel dengan diameter 36 mm, panjang 45 cm dan jarak antar ruji 30 cm.
|IV - 20
Bab IV Hasil dan Analisis
4.5. Perbandingan Hasil
Tabel 4.11. Perbandingan Hasil dari analisa dan perencana
Sumber
Tebal Perkerasan (m)
Biaya Perkerasan /m² (Rp)
Volume Pekerjaan (m²)
Biaya Total (Rp)
Hasil Analisa
0.31
355,895.00
45,987.47
16,366,710,635.7
Hasil dari Perencana
0.31
355,895.00
45,987.47
16,366,710,635.7
Perbandingan dari hasil analisa kedua metode perencanaan perkerasan jalan ini diperoleh hasil yang sama yaitu 310 mm. Hasil tersebut kemudian dihitung biaya total perkerasan dengan bersumber dari data biaya perkerasan jalan per meter persegi per tebal perkerasan, dikalikan dengan volume pekerjaan per meter persegi.
4.6. Detail Gambar
Gambar 4.4. Detail Perkerasan Jalan hasil analisa
|IV - 21
Bab IV Hasil dan Analisis
Gambar 4.5. Detail Perkerasan Jalan dari PT. WIKA
|IV - 22