73
BAB IV ANALISIS PENGEMBANGAN TINGKAH LAKU PROSOSIAL ANAK MELALUI PERMAINAN TRADISIONAL DI RA MUSLIMAT NU KESESI
A. Analisis Pelaksanaan Permainan Tradisional di RA Muslimat NU Kesesi Dalam analisis ini peneliti menggunakan analisis deskriptif kualitatif dengan mendeskripsikan data-data yang diperoleh di lapangan. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru RA Muslimat NU Kesesi dan orang tua siswa serta observasi terhadap siswa mengenai pelaksanaan permainan tradisional di RA Muslimat NU Kesesi, terdapat 4 tahap pelaksanaan permainan tradisional yaitu perencanaan, persiapan, pelaksanaan, dan evaluasi. Sama halnya pada Sekolah Dasar maupun menengah, guru Taman Kanak-kanak juga harus merencanakan materi yang akan diajarkan untuk hari selanjutnya. Jika di tataran Sekolah Dasar dan Menengah disebut dengan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran atau RPP, di Taman Kanak-kanak disebut RKH atau Rencana Kegiatan Harian. RKH berisi rencana materi yang akan diberikan kepada siswa. Guru di RA Muslimat NU Kesesi membuat RKH sehari sebelum mengajar. RKH ini dibuat dengan maksud untuk memudahkan guru dalam memberikan materi kepada siswa juga sebagai kelengkapan administrasi pelaksanaan pembelajaran. Hal ini seperti yang dituturkan oleh
73
74
Ibu Maemonah “...saya membuatnya di rumah, ini memudahkan saya dalam mengajar untuk besok...”1 Berkaitan dengan permainan tradisional yang merupakan sisipan dari olahraga, tidak ada RKH secara khusus yang dibuat guru. Dalam RKH, permainan tradisional terintegrasi dengan kegiatan olahraga. Hal ini wajar adanya karena permainan tradisional yang diterapkan oleh RA Muslimat NU Kesesi bukan merupakan materi wajib yang harus disampaikan. Permainan tradisional di RA Muslimat NU Kesesi sudah ada sejak dahulu sebagai bagian dari proses pembelajaran. Selain itu adanya permainan tradisional di lembaga pendidikan tersebut sebagai bentuk dari upaya pelestarian budaya Indonesia. Permainan tradisional yang dimainkan oleh anak-anak RA Muslimat NU Kesesi setiap hari Jumat tidak secara khusus di rencanakan oleh guru. Artinya guru tidak membuat RKH untuk permainan tradisional sebab permainan tradisional bukan merupakan materi wajib, seperti yang sudah dijelaskan diatas. Permainan tradisional telah menjadi rutinitas anak-anak RA Muslimat NU Kesesi, hal ini karena permainan tradisional telah membudaya dikalangan anak-anak. Selain intensitas yang rutin, dorongan dan peran dari guru juga menjadikan permainan tradisional akrab dengan anak-anak RA Muslimat NU Kesesi. Persiapan sebelum mengajar merupakan hal yang urgen untuk dilakukan, untuk mendapatkan hasil yang maksimal maka persiapan haruslah matang. Persiapan mengajar yang dilakukan oleh guru RA Muslimat NU 1
Maemonah, Kepala Sekolah RA Muslimat NU Kesesi, Wawancara Pribadi, Kesesi, 17 Desember 2013.
75
Kesesi bertujuan untuk memaksimalkan RKH. Persiapan dilakukan dengan mengecek ketersediaan media yang akan digunakan dalam proses belajar mengajar. Materi dan media yang yang direncanakan dipersiapkan dengan baik oleh guru. Permainan tradisional mempunyai tiga jenis yaitu permainan tradisional dengan bernyanyi dan atau berdialog, permainan olah pikir, serta permianan adu ketangkasan. Dari semua jenis, ada yang membutuhkan media khusus untuk memainkannya seperti congklak, engklek, othak-athik, dhuldhulan, dam-daman, dan lainnya. Anak-anak RA Muslimat NU Kesesi masih menggunakan congklak dan engklek sebagai sarana bermain. Disini peran gurulah yang dibutuhkan untuk mempersiapkan segala sesuatunya. Permainan congklak membutuhkan alat berupa papan congklak dan biji untuk bermain. Biasanya permainan ini dimainkan oleh anak perempuan namun anak laki-laki pun bermain congklak tapi sangat jarang. Permainan ini biasanya dimainkan pada saat jam istirahat setelah mereka membeli jajan. Pada permainan congklak anak-anak bisa menyiapkan alat sendiri di ruang kelas karena setiap selesai mengajar guru-guru merapihkan kembali mainan-mainan ke tempat semula. Sehingga anak-anak yang akan bermain tinggal mengambil di rak alat-alat bermain. Engklek membutuhkan garis-garis yang membentuk pola permainan dan pecahan genteng atau sesuatu yang berbentuk pipih kecil untuk dijadikan patah. Guru membantu membuat garis pola permainan engklek dengan kapur. Persiapan yang dilakukan oleh guru merupakan tindakan tepat mengingat peserta didik yang masih tergolong anak
76
usia dini yang belum bisa disiplin dan belum sempurna dalam membuat pola permainan engklek. Permaianan tradisional yang tidak membutuhkan alat juga banyak peminatnya. Seperti halnya kucing-kucingan dan ayam-ayaman. Jenis permainan ini cukup menguras tenaga karena cara bermainnya yang mengandalkan ketangkasan dan fisik. Permainan-permainan tersebut tidak membutuhkan alat tertentu untuk memainkannya. Peran guru disini hanya mengarahkan dan mengawasi kegiatan, namun terkadang guru jaga ikut bermain bersama anak-anak. Pelaksanaan permainan tradisional di RA Muslimat NU Kesesi yang biasa dilakukan setiap hari Jumat sangat membantu anak untuk mengenalkan budaya bangsa. Sedini mungkin anak-anak dikenalkan dengan berbagai macam permainan tradisional. Hal yang dilakukan oleh RA Muslimat NU Kesesi merupakan wujud nyata dari pelestarian budaya. Dalam pelaksanaan permainan tradisional, anak-anak mengusulkan permainan apa yang akan dimainkan atau guru mengajak untuk bermain permainan tradisional. Misalkan permainan kucing-kucingan maka guru akan mengarahkan anak untuk bermain permainan tersebut, meskipun anak sudah paham mekanisme permainan kucing-kucingan namun anak-anak masih susah untuk mengatur dirinya sendiri bahkan teman-temannya dalam kelompok. Guru akan membantu siswanya untuk mengarahkan mulai dari mengatur siapa yang akan main atau jaga dan siapa saja yang akan menjadi pemain lainnya. Juga mengarahkan proses jalannya permainnan dan mengawasi anak-anak
77
bermain pada saat hari Jumat sebagai rutinitas setelah olahraga. Hal-hal demikian sudah seharusnya dilakukan oleh guru agar bermain permainan tradisional berjalan terarah dan tertib. Setelah diadakannya suatu pembelajaran maka guru akan berusaha mengevaluasi perkembangan kemampuan siswa ataupun media ajar, materi, dan metode yang digunakan. Meskipun pada permainan tradisional tidak ada evaluasi seperti bahan ajar lainnya. Namun, permainan tradisional mampu memberikan informasi perkembangan anak baik dari segi sosial maupun emosionalnya. Permaianan tradisional yang ada di RA Muslimat NU Kesesi, setidaknya mampu memberikan pengalaman bagi anak untuk merasakan permaianan tradisional. Sebab sudah jarang sekali terlihat anak-anak bermain permainan tradisional di luar kegiatan sekolah. Selain itu, permainan tradisional juga mampu memberikan ruang untuk bersosialisasi antara individu satu dengan individu yang lain. Sehingga perkembangan sosial pada anak bisa berkembangan secara positif melalui permainan. B. Analisis Tingkah Laku Prososial Anak di RA Muslimat NU Kesesi Tingkah laku prososial erat kaitannya dengan tingkah laku yang berefek terhadap lingkungan sekitar. Tingkah laku prososial anak usia 4-6 tahun pada umumnya terbentuk memalui bermain secara kelompok. Pada usia ini ada pakar psikologi yang menyebut sebagai masa golden age. Tingkah laku prososial pada anak usia ini dapat dilihat melalui cara mereka bermain. Ada anak yang suka jika bermain secara berkelompok ada juga anak yang suka
78
bermain secara individual. Ketika anak berada pada lingkungan sosial yang mendukung perkembangan psikisnya maka anak akan cenderung mudah bergaul dengan teman sebayanya. Perilaku, lingkungan, dan kognisi merupakan kunci keberhasilan dalam perkembangan. Lingkungan sosial sangat berpengaruh pada perkembangan tingkah laku dan kepribadian anak. Lingkungan sosial seperti bermain merupakan salah satu media yang dapat membentuk tingkah laku prososial. Apalagi jika bermain secara berkelompok karena kontak sosial terjadi pada saat anak bermain. Tingkah laku prososial yang ditunjukan oleh anak RA Muslimat NU Kesesi seperti menolong, saling memberi, persahabatan, dan kerjasama. Menolong ditunjukan anak melalui tingkah lakunya sehari-hari seperti observasi yang dilakukan peneliti, anak-anak menolong temannya yang jatuh dari ayunan serta sebagian yang lain melaporkan kejadian itu pada guru. Namun tingkah laku prososial anak tidak muncul begitu saja. Awal masuk sekolah bisa dikatakan tingkah laku prososial masih jarang ditemukan. Hal tersebut seperti yang dikatakan oleh Ibu Suci Husnaini “Pada awal tahun ajaran baru anak-anak masih malu-malu, enggan mambaur, masih takut, mintanya ditemani orang tuanya, masih suka menangis, seenaknya sendiri, dan lain sebagainya...”2 Tingkah laku prososial yang muncul pada anak tidak datang secara tiba-tiba, setiap anak memiliki kecerdasan untuk meniru apa yang dilihatnya. Artinya setiap anak membutuhkan model untuk membentuk tingkah lakunya 2
Suci Husnaini, Guru Kelas RA Muslimat NU Kesesi, Wawancara Pribadi, Kesesi, 13 Desember 2013.
79
juga dapat dikatakan bahwa lingkungan sangat berpengaruh pada tingkah laku. Tingkah laku prososial merupakan segala bentuk tingkah laku yang diberikan secara sukarela serta dapat memberikan manfaat bagi si penerima. Jika dilihat dari definisi tingkah laku prososial yang merupakan tindakan sukarela, maka setiap anak yang berlaku prososial dapat dikatakan tidak memiliki motif tertentu mengapa mereka berlaku prososial seperti untuk mendapatkan pujian, hadiah, atau yang lainnya. Anak-anak usia Taman Kanak-kanak masih cenderung polos, mereka melakukan suatu hal termasuk bertingkah laku prososial seperti menolong, berbagi, persahabatan, dan lain sebagainya tidak didasari niatan lain kecuali niatan itu sendiri, mereka bertindak apa adanya secara spontanitas. Meskipun yang dimaksud spontanitas dalam hal ini, anak tidak secara tiba-tiba bertingkah laku prososial tetap ada model serta pengajaran yang mereka dapat sebelumnya. Perkembangan sosial anak sangat dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya. Apabila lingkungan sosialnya memfasilitasi dan memberikan peluang bagi perkembangan anak secara positif, maka anak akan mencapai perkembangan sosial yang matang. Namun jika lingkungan sosial kurang kondusif yang diterima anak, maka perkembangan sosial anak akan terganggu. Perkembangan sosial
erat
kaitannya dengan tigkah laku prososial.
Perkembangan sosial dapat dilihat dari tingkah laku anak dalam kehidupan sehari-harinya. Jika perkembangan sosial anak matang maka anak akan
80
cenderung memiliki tingkah laku yang prososial seperti yang telah disebutkan di atas. Jika dalam teori keadaan bystander atau kehadiran orang lain berpengaruh dalam penentuan bertindak prososial namun hal ini tidak terjadi pada anak- anak RA Muslimat NU. Misalkan saja terdapat lima orang bystander maka masing-masing bystander memiliki tanggung jawab untuk berlaku prososial sebesar 20%. Berbeda jika hanya ada satu bystsnder maka tanggung jawab untuk bertingkah laku prosial mencapai 100% artinya bystander tersebut wajib menolong karena tidak ada bystander lain yang dapat menolong. Namun hal ini tidak berlaku bagi anak-anak RA Muslimat NU, berapapun banyak anak atau bystander tidak ada pemecahan tanggung jawab pada mereka. Mereka bertanggung jawab untuk membantu, mereka semua akan bergerak untuk bertingkah laku prososial dalam hal ini adalah menolong. Mereka yang melihat kejadian yang sekiranya perlu ditolong maka akan secara otomatis untuk menolong temannya yang jatuh misalkan. Sementara yang lain akan pergi kekantor guru untuk melaporkan kejadian tersebut supaya ada bantuan lanjutan dari orang dewasa. Ada norma-norma yang tumbuh di dalam masyarakat Indonesia salah satunya yaitu saling menolong. Norma-norma sosial inilah salah satu faktor seseorang berperilaku prososial. Dalam hal ini anak-anak telah diajarkan tentang kewajiban untuk saling tolong menolong antar sesama makhluk. Dalam pemberian materi khususnya materi tentang sosial guru memberikan pengertian bahwa setiap manusia adalah makhluk yang tidak bisa hidup
81
sendiri yaitu sebagai makhluk sosial artinya setiap manusia saling membutuhkan bantuan dari manusia lainnya. Banyak contoh yang konkrit dan dapat ditangkap nalar anak-anak usia Taman Kanak-kanak yang diberikan guru seperti “kita membutuhkan tukang kayu untuk membuat kursi yang kita duduki sekarang”3 dan masih banyak lagi contoh yang diberikan. Hal inilah yang dipahami anak sebagai kewajiban untuk saling menolong sehingga anak mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam al Quran juga terdapat perintah kepada umat manusia untuk senantiasa saling tolong menolong seperti dalam QS Al Maidah ayat 2: “... Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya.” 4 Tingkah laku prososial yang muncul selanjutnya adalah kerja sama. Kerja sama merupakan bagian dari tingkah laku yang berhubungan dan membutuhkan peran dari orang lain dan lingkungan. Kerja sama tidak akan terjadi bila hanya ada satu pihak yang bekerja. Dalam proses belajar di dalam kelas banyak hal-hal yang dilakukan secara kerja sama. Guru memberikan contoh serta intruksi kepada anak-anak untuk bekerjasama. Perilaku kerja sama sangat perlu diajarkan sejak dini kepada anak-anak karena manfaatnya sungguh besar bagi masa depan anak. Hal ini tidak jauh kaitannya dengan kodrat manusia sebagai makhluk sosial. Sekolah telah
3
Maemonah, Kepala Sekolah RA Muslimat NU Kesesi, Wawancara Pribadi, Kesesi, 17 Desember 2013. 4 Departemen Agama RI, Al Quran Bayan (Jakarta: Al Quran Terkemuka, 2009), hlm. 106.
82
mengajarkan anak-anak untuk bisa bekerjasama dengan temannya, selain itu orang tua siswa juga membekali anak-anaknya untuk bisa membaur dengan teman yang lain disekolah. Bentuk pengajaran yang diberikan guru kepada siswa mengenai kerjasama sangat beragam seperti guru mengajarkan siswa untuk membereskan mainan setelah mereka selesai bermain. Tidak hanya mengajarkan demikian, guru pun mengarahkan siswa-siswa untuk membagi tugas dalam merapihkan mainan agar cepat selesai. Inilah salah satu pengajaran riil untuk mengajarkan kepada anak-anak arti penting kerjasama. Kerjasama tidak selalu muncul pada anak-anak, pada situasi tertentu anak akan cenderung mengabaikan bentuk kerjasama, berlaku unsocial, dan selfish. Ada beberapa faktor yang melatarbelakangi tindakan demikian. Salah satu faktornya adalah mood. Mood anak-anak susah ditebak sifatnya fluktuatif. Terkadang anak akan giat bekerjasama jika mood mereka positif sebaliknya jika mood mereka sedang menurun maka mereka akan cenderung enggan untuk kerjasama. Namun, hal tersebut wajar terjadi pada anak-anak yang masih belum matang tingkat berpikirnya. Setidaknya perilaku kerjasama memiliki tiga unsur yaitu adanya dua pihak atau lebih yang terlibat, adanya aktivitas tertentu yang dilakukan oleh pihak tersebut, dan tujuan atau target dari tindakan kerjasama. Biasanya anakanak bekerjasama lantaran mereka tidak mau merasa rugi sendiri atau bekerja sendiri. Mereka akan merasa marah dan menggerutu jika mereka melakukan pekerjaanya sendiri padahal ini tugas bersama. Seperti ketika selesai bermain, ada semacam kesepakatan antara anak-anak untuk membereskan mainan
83
secara bersama ketika waktu istirahat selesai. Ada semacam pembagian tugas untuk membenahi kembali mainan yang digunakan. Rasa tanggungjawablah yang mendasari anak-anak untuk bekerjasama dalam hal ini. Mereka diajarkan mengenai bertanggung jawab dengan apa yang mereka miliki. Menolong dan kerjasama adalah tingkah laku prososial yang ditunjukan anak-anak RA Muslimat NU. Selain itu, berbagi juga salah satu yang tingkah laku prososial yang muncul. Berbagi merupakan tindakan untuk memberi sebagian dari sesuatu yang dimiliki untuk orang lain. Hal inilah yang dilakukan oleh beberapa anak RA Muslimat NU Kesesi. Tidak semua anak memiliki sifat dermawan yang mau membagi sesuatu yang dimiliki kepada yang lain. Ada banyak hal yang melatarbelakanginya salah satunya karena anak merupakan anak tunggal atau belum memiliki saudara. Apa yang mereka kehendaki akan diberikan oleh orang tua, mereka merasa memiliki. Jadi, berbagi masih sulit untuk dilakukan. Namun, ada juga anak yang suka untuk membagi apa yang ia miliki, seperti makanan kecil yang ia beli atau bawa dari rumah. Berbagi yang dilakukan anak-anak RA Muslimat NU tidak sebatas berbagi dalam hal materi saja. Mereka juga tidak segan untuk berbagi ilmu yang telah mereka dapat selama belajar dikelas. Meskipun hanya sebatas mengajari teman yang lain cara menggambar pohon yang benar, mewarnai gambar sesuai dengan objek riilnya, dan sebagianya. Apa yang dilakukan oleh anak-anak tidak ada kaitannya dengan imbalan ataupun upah yang akan mereka dapat setelah melakukan tindakan prososial. Tidak ada motif tertentu
84
anak-anak bertindak prososial seperti berbagi, mereka melakukan dengan sukarela dan atas kehendak sendiri meskipun terkadang harus ada dorongan dari orang tua untuk berbagi makanan misalkan. Persahabatan juga menjadi salah satu tingkah laku prososial yang nampak pada anak-anak RA Muslimat NU Kesesi. Persahabatan yang dimaksud disini adalah perilaku tindak lanjut dari pertemanan yang terjalin disekolah. Persahabatan nampak jelas terlihat pada anak-anak selama mereka belajar di sekolah maupun di rumah. Ada tindakan spesial yang dilakukan seorang anak kepada anak lainnya. Seperti tindakan heroik Hana Muzaitum kepada Asfilda yang ketika itu dijauhi oleh teman-temannya. Tidak ada seorang anak pun yang mau bergandengan tangan dengannya pada waktu bermain kecuali Hana. Tindakan Hana ini telah mencerminkan persahabatan yang baik. Kebanyakan anak-anak RA Muslimat NU akan membentuk semacam persahabatan yang terdiri dua orang atau lebih. Umumnya mereka mejadi akrab dengan bermain bersama, duduk dalam satu kelompok, dan pulang bersama jika rumah mereka satu arah. Meskipun mereka membentuk persahabatan namun mereka masih tetap akrab dengan teman yang lainnya meskipun tidak seakrab sahabatnya. Demikianlah beberapa tingkah laku prososial yang muncul pada anakanak RA Muslimat NU Kesesi. Sesungguhnya perilaku prososial yang muncul pada anak merupakan perilaku yang murni dimiliki oleh manusia sebagai makhluk sosial, yang membedakan disini adalah anak-anak masih polos.
85
Tidak ada motif tertentu anak-anak melakukan tingkah laku demikian. Berbeda dengan orang dewasa yang terkadang memiliki motif tertentu mengapa bertindak prososial. Tingkah laku prososial yang demikian sangat penting dimiliki oleh setiap orang untuk menjaga eksistensinya di tengah masyarakat. C. Analisis Peranan Permainan Tradisional sebagai Sarana Pengembangan Tingkah Laku Prososial Anak di RA Muslimat NU Kesesi Era digitalitas yang kian menguat turut membawa pola kehidupan serta hiburan baru yang mau tidak mau akan memberikan dampak tertentu bagi kehidupan sosial dan budaya masyarakat Indonesia. Termasuk didalamnya kelestarian atau keberlangsungan berbagai macam permainan tradisional anak. Namun, hal ini bukan hanya karena era digitalitas saja, sebab era digitalitas juga memberi dampak baik bagi modernitas kehidupan. Ada banyak hal yang menyebabkan permainan tradisional semakin menghilang, seperti hilangnya lahan bermain anak, kurangnya perhatian masyarakat terhadap permainan tradisional, dan lainnya. Permainan tradisional yang sudah jarang ditemui sebenarnya sangat berdampak positif bagi anak-anak. Berbeda dengan mainan yang sekarang marak beredar dimasyarakat, seperti konsol permainan genggam atau yang dikenal dengan PSP (Playstation Portable), game online, playstation, dan lain sebagainya yang sesungguhnya bukan bagian dari budaya asli Indonesia. Permainan tradisional yang kini dipandang sebelah mata, sebenarnya berpengaruh baik pada perkembangan emosi dan kemampuan adaptif anak
86
terhadap lingkungannya yang akan berakibat pada perkembangan sosialnya. Hal ini dikarenakan permainan tradisional melibatkan interaksi komunal antar pemain sehingga mempercepat anak untuk menerima signal dari lingkungan sekitar. Sehingga kedekatan emosional akan ada diantara pemain permainan tradisional. Setelah dilakukan penelitian terbukti bahwa permainan tradisional berperan sebagai sarana pengembangan tingkah laku anak di RA Muslimat NU Kesesi. Permainan tradisional berperan dalam mengembangkan tingkah laku prososial seperti mengembangkan tingkah laku menolong pada anak, meningkatkan kerja sama antar anak, menumbuhkan rasa untuk berbagi satu sama lain, dan meningkatkan rasa persahabatan antar anak. 1. Mengembangkan Tingkah Laku Menolong Pada Anak Permainan tradisional dapat mengembangkan tingkah laku menolong pada anak. Perilaku ini muncul karena efek dari kebersamaan mereka salah satunya kebersamaan dalam bermain. Tidak mudah membentuk karakter anak, butuh ketelatenan dan kesabaran sebab anak cenderung semaunya dan fluktuatif emosinya. Menolong menjadi perilaku yang mahal di kota-kota besar yang masyarakatnya kian individualis. Anak yang dibiasakan untuk bersosialisasi sejak dini salah satunya melalui bermain permainan tradisional akan mudah membentuk tingkah laku prososial pada dirinya. Tingkah laku prososial yang dapat berkembang salah satunya melalui permainan tradisional sangat baik untuk anak, hal ini bisa menjadi
87
modal bagi anak dimasa depannya. Menjadi sedemikian penting karena era globalisasi semakin menggerus kepedulian masyarakat kepada sesamanya. Melalui permainan tradisional, secara tidak langsung mengajarkan kepada anak-anak tentang kodratnya sebagai makhluk sosial yang saling membutuhkan satu sama lain. Seperti dalam permainan kucing-kucingan, peserta harus menolong tikus supaya tidak tertangkap oleh kucing. Demikian juga pada permainan ayam-ayaman, induk ayam harus menjaga anak-anaknya supaya tidak diambil oleh musang. Kemudian pada permainan engklek juga mengajar tentang menolong karena pada permainan engklek biasanya jika ada pemain yang terjatuh patahnya maka pemain satunya dalam satu tim akan membantu supaya tidak jadi pemain jaga. Permainan tradisional yang membawa pesan sosial didalamnya, akan membawa anak menjadi pribadi yang berkarakter tangguh. 2. Meningkatkan Kerja Sama antar Anak Permainan tradisional umumnya dapat terlaksana jika dilakukan oleh dua orang atau lebih, artinya dibutuhkan interaksi antar pemainnya agar dapat bermain permainan tradisional. Tentunya perlu adanya kerja sama antar pemain terlebih pada permainan besar seperti kucing-kucingan dan ayam-ayaman. Para pemain harus bekerjasama untuk melindungi agar tikus tidak tertangkap kucing dan anak ayam tidak dimakan musang. Seperti dalam buku “Bermain Asyik” yang memberikan penjelasan bahwa permainan tradisional mengajarkan kepada anak bersosialisasi dan bekerjasama dengan membantu mengembangkan EI dengan belajar
88
bekerjasama, melatih anak untuk berempati, dan saling memberi motivasi. 5 Selain itu, permainan jamuran juga memberikan peranannya kepada anak untuk saling kerja sama. Hal ini tercermin pada pelaksanaan jamuran yang mengharuskan anak untuk saling bekerjasama agar tidak menjadi pemain jaga. 3. Menumbuhkan Rasa untuk Berbagi Satu sama Lain Permainan tradisional cukup memberikan peranannya dalam menumbuhkan rasa untuk saling berbagi satu sama lain. Salah satu peranan bermain adalah sarana untuk membawa anak dalam masyarakat. Masyarakat merupakan bentuk hubungan yang komplek antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, maupun kelompok dengan kelompok. Mustahil jika dalam kehidupan bermasyarakat tidak ada sikap untuk saling berbagi meskipun hanya sedikit yang dibagi dalam hal apapun. Namun, untuk dapat berbagi ada faktor yang melatarbelakanginya seperti ada kedekatan emosional diantara kedua belah pihak. Kedekatan emosional ini dapat berkembang salah satuya dengan intensitas bertemu yang cukup. Jika anak sering terlibat dalam bermain seperti bermain permainan tradisional maka bukan hal mungkin anak akan menjadi dekat secara emosionalnya sehingga hal ini dapat mengembangkan rasa untuk saling berbagi. Diantara permainan tradisional yang mengajarkan tentang berbagi adalah permainan congklak sebab mekanisme permainan ini memang 5
2.
Nina Mutmainah Armando (Editor), Bermain Asyik (PT Nestle Indonesia, 2006), hlm.
89
mengharuskan untuk membagi kerikil atau biji sawo yang dimiliki kepada lawan main. Demikian juga pada permainan engklek, pemain harus merelakan “sawah” yang dimiliki sebagai hasil dari permainan engklek untuk pemain lawan agar permainan terus berjalan. 4. Meningkatkan Rasa Persahabatan antar Anak Permainan tradisional sangat berperan dalam meningkatkan rasa persahabat diantara pemainnya. Hal ini dikarenakan dalam permainan tradisional mengharuskan terjadinya interaksi komunal antar pemainnya. Berbeda dengan permainan zaman sekarang yang dapat dilakukan tanpa terjadi kontak secara langsung seperti game online. Akan sangat sulit terjadi sebuah persahabatan karena kontak langsung tidak ada. Bertemu, bermain, dan belajar bersama akan sangat membantu anak untuk meningkatkan pertemanan diantara mereka. Permainan tradisional berperan dalam mengembangkan tingkah laku prososial anak. Melalui permainan tradisional anak diajarkan mengenai tingkah laku prososial. Rangkaian kegiatan pada permainan tradisionallah yang mengandung nilai-nilai yang berperan dalam perkembangan tingkah laku prososial. Permainan tradisional yang umumnya dilakukan secara berkelompok, akan sangat membantu anak untuk dapat mensosialisasikan diri pada lingkungan sekitarnya. Juga eksistensinya pada lingkungan yang nyata. Jika anak sudah berhasil bersosialisasi serta mensosialisasikan dirinya terhadap lingkungannya, bukan tidak mungkin anak akan mendapatkan teman atau bahkan sahabat.
90
Dengan intensitas bermain dan bertemu yang cukup maka akan terbentuk kedekatan emosional berupa persahabatan. Persahabatan yang terbentuk melalui permainan tradisional sesuai dengan karakteristik perkembangan sosial anak masa prasekolah. Adapun karakteristik tersebut yakni senang membentuk kelompok, memilih teman bermain, terjadinya cooperative play, dan mengurangi tingkah laku bermusuhan. Permainan tradisional seperti jamuran, congklak, engklek, kucing-kucingan, dan ayam-ayaman semuanya memfasilitasi anak untuk menjalin persahabat dengan teman bermainnya. Selain yang disebut diatas, permainan tradisional juga dapat memicu kreatifitas anak sebab sebagian permainan tradisional dirancang agar para pemain berpikir dan melakukan apa yang baik untuk dirinya ketika bermain. Misalkan permainan jamuran maka anak-anak akan mencari jawaban dari teka-teki yang diberikan pemain jaga. Ketika diakhir nyanyian permainan jamuran para pemain mengatakan “jamur apa?” kemudian pemain jaga mengatakan jamur kethek menek misalkan, maka pemain lainnya harus melakukan sesuatu yang diperintahkan oleh pemain jaga. Disinilah para pemain dituntut untuk kreatif memikirkan teka teki tersebut. Menyehatkan juga salah satu manfaat dari permainan tradisional sebab banyak permainan tradisional yang melatih motorik anak seperti berlari dan melompat juga melatih ketangkasan sehingga sangat menyehatkan bagi anak. Adapun permainan yang menyehatkan seperti dhul-dhulan, kucing-kucingan, engklek, dan sebagainya. Kemudian manfaat yang bisa diperoleh anak ialah
91
banyak teman, melatih sportifitas, dan percaya diri menjadi meningkat. Banyak teman sudah jadi barang tentu sebab permainan tradisional umumnya hanya bisa dimainkan jika berkelompok. Melatih sportifitas, sebab dalam permainan tradisional ada semacam sanksi yang mengikat para pemain, yang kalah akan jadi pemain jaga, dan sebagianya. Percaya diri, dalam sebuah permainan ada yang menang dan ada yang kalah, bagi yang menang maka akan timbul rasa percaya diri sebab pernah mengungguli lawan mainnya. Perkembangan emosional ada kaitannya dengan perkembangan sosial anak. Perilaku yang ditunjukan oleh anak dalam lingkungan sosialnya sangat dipengaruhi oleh kondisi emosinya. Sementara itu perkembangan emosional anak dibentuk melalui kondisi lingkungannya. Faktor yang memengaruhi seseorang bertindak prososial ada dua yaitu faktor dari luar dan faktor dari dalam inidividu. Salah satu faktor internal yakni keadaan emosi individu ini ada pengaruhnya terhadap tindakan anak. “...Kalau sudah dekat secara emosional maka seringnya perilaku prososial itu muncul, seperti contonya ada teman yang jatuh maka ditolong dan yang lain memberitahukan kepada saya,...”6 Zaman yang semakin individualis ini, turut membawa kecenderungan negatif pada anak. Keegoisan atau selfish pada anak cenderung tinggi di kalangan masyarakat yang kurang mengenal permainan tradisional. Keegoisan anak terlihat dengan keengganan untuk berbagi dan ingin menang sendiri. Berbeda dengan anak-anak yang sudah terbiasa dengan bermaian permainan 6
Maemonah, Kepala Sekolah RA Muslimat NU Kesesi, Wawancara Pribadi, Kesesi, 17 Desember 2013.
92
tradisional, mereka tidak sungkan untuk berbagi apa yang dimiliki misalkan makanan. Banyak sarana atau fasilitas yang bisa didapat anak untuk mengembangkan potensi keterampilan sosialnya khususnya pada tingkah laku prososial. Akan tetapi untuk mendapatkan itu semua terkadang tidak cumacuma. Permainan tradisional menawarkan hiburan murah yang banyak mengandung manfaat bagi kehidupan anak. Aktivitas bermain permainan tradisional yang dilakukan anak di RA Muslimat NU Kesesi dapat memberikan peningkatan potensi perkembangan sosial anak, yaitu mencakup pengalaman dan penanaman nilai-nilai sosial dalam kehidupan kemasyarakat. Permainan tradisional telah memberikan dampak positif terhadap tingkah laku prososial anak. Sehingga dapat dikatakan bahwa permainan tradisional mempunyai kualitas tinggi dan mampu memberikan peranan yang penting dalam mengembangkan tingkah laku prososial anak RA Muslimat NU Kesesi. Keterampilan sosial emosional pada anak yang dalam hal ini adalah tingkah laku prososial anak akan menjadi pondasi bagi anak-anak untuk menjadi manusia yang dewasa, bertanggungjawab, peduli dengan sesama, dan produktif. Sebab pada masa ini merupakan masa keemasan dan masa kritis dalam proses kehidupan manusia. Menurut Daniel Goleman menyatakan bahwa kecerdasan emosi dan sosial sangat penting bagi keberhasilan
93
seseorang bahkan rosentasenya bisa mencapai 80%. 7 Oleh karena itu untuk mengoptimalisasi perkembangan sosial emosional anak khususnya pada tingkah laku prososial salah satunya dapat dilakukan dengan cara bermain permainan tradisional.
7
Kartika Nur Fathiyah. “Bagaimana Mengoptimalkan Perkembangan Sosial Emosi Anak Prasekolah?”.http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/tmp/Optimalisasi%20Sosem%20anak%20%2 83%29.pdf. Diakses, 10 Agustus 2014.