Bab IV Analisis
IV.1 Analisis Batas Tanah Garapan Dikaitkan Dengan Konsep Batas Mengacu pada penjelesan mengenai batas suatu bidang tanah garapan warga Kasepuhan Ciptagelar dan dikaitkan dengan konsep batas, maka terdapat batas fisik yaitu berupa batas buatan dan juga batas alam. Walaupun ada beberapa warga yang mengatakan bahwa tidak ada batas fisik suatu tanah garapan, tetapi dapat dianalisis bahwa sebenarnya batas garapan mereka yaitu sampai sebatas mana warga menggarap sebidang tanah tersebut. Jadi maksudnya yaitu jika ada seorang warga yang menggarap sebidang tanah untuk membuat sebuah rumah, dan tidak menggunakan batas fisik apapun dalam menandai batas garapannya maka sebenarnya pojok-pojok rumahnya lah yang merupakan batas dari tanah garapannya tersebut. Untuk ilustrasinya dapat dilihat gambar 4.1 dibawah ini.
Batas Gambar 4.1 Batas tanah garapan (rumah)
Namun sekarang ini, beberapa warga ada juga yang menggunakan pagar yang terbuat dari bambu. Tetapi tetap saja fungsi dari pagar tersebut hanya untuk menandai garapannya saja, bukan untuk menandai kepemilikan tanahnya. Selain itu pagar tersebut digunakan sebagai penghias rumah. Sebenarnya jika dikaitkan
35
dengan konsep batas fisik, maka dengan adanya pagar tersebut akan lebih mudah dalam mengidentifikasi batas fisik suatu bidang tanah garapan warga.
IV.2 Analisis Status Tanah Garapan Dikaitkan dengan Konsep
Hak
Kepemilikan Tanah Adat Warga boleh saja menggarap/memanfaatkan sebidang tanah garapan, tetapi dengan syarat harus mengikuti aturan–aturan adat. Adapun hak tersebut pada selanjutnya disebut sebagai izin garap. Jika seorang warga menggarap sebidang tanah, maka makin eratlah hubungan antara warga dengan tanah tersebut. Namun jika sebidang tanah sudah terbengkalai dan tidak diurus lagi, maka semakin rengganglah hubungannya, maka tanah tersebut kembali lagi menjadi tanah ulayat yang bisa saja suatu saat digarap/dimanfaatkan oleh orang lain.
Jika dikaitkan atau dibandingkan izin garap yang terdapat di Kasepuhan Ciptagelar dengan konsep hak kepemilikan seseorang atas sebidang tanah yang disebutkan pada bab 2, maka izin garap tersebut termasuk pada hak wenang pilih. Karena warga Kasepuhan Ciptagelar sebenarnya bebas memilih lokasi tanah mana yang akan digarap atau dimanfaatkannya, dan tentu saja lokasinya tanah yang dipilihnya merupakan lahan yang masih kosong atau belum digarap oleh warga lain dan juga tetap harus mengikuti aturan/hukum adat yang berlaku disana.
IV.3 Analisis Aspek Teknis Pengukuran Batas Setelah mempelajari masalah pengukuran batas suatu bidang tanah di Kasepuhan Ciptagelar, dan juga dikaitkan/dibandingkan dengan konsep pengukuran batas maka pengukuran batas sebidang tanah garapan di Kasepuhan Ciptagelar sudah menggunakan peritungan geometrik yaitu dengan menggunakan alat bantu yang sederhana yaitu pita ukur.
Pita ukur tersebut hanya digunakan warga dalam menentukan ukuran serta luas suatu bidang tanah garapan. Dengan perhitungan yang sederhana yaitu dengan mengalikan panjang dan lebar dari garapan warga tersebut maka warga bisa mendapatkan luas dari tanah garapannya tersebut. Pengukuran tersebut dilakukan
36
pada pojok-pojok rumah atau pada titik-titik yang dijadikan batas oleh warga dalam menandai tanah garapannya.
IV.4
Pembagian Tanah Ulayat Kasepuhan Ciptagelar Dikaitkan dengan Penggunaan Lahan
Tanah ulayat adat Banten Kidul atau biasa disebut Kasepuhan Ciptagelar terdiri dari wilayah olahan (cultivation area) dan wilayah non olahan (non cultivation area) (Abdulharis et al, 2007), Yang termasuk dalam wilayah non olahan yaitu leuweung tutupan, leuweung titipan, dan leweung garapan. Sedangkan yang termasuk dalam wilayah olahan yaitu wilayah bukaan yang merupakan tempat warga melakukan kehidupan sehari-hari, seperti bertani dan bertempat tinggal.
Di lokasi pemukiman warga, terdapat alun-alun yang dipilih Ketua Adat sebagai pusat pemerintahan dari Kasepuhan Ciptagelar. Di tempat tersebut terdapat bangunan-bangunan yang digunakan untuk keperluan adat seperti imah gede, leuit si jimat, ajeng jipeng, tempat pertemuan adat Banten Kidul, dan lain-lain. Banyak kegiatan adat yang dilakukan disana, salah satunya yaitu acara seren taun yang diadakan setahun sekali dalam rangka syukuran atas hasil panen warga. Tidak ada satupun warga yang mendirikan rumah di sekitar alun-alun tersebut, kecuali rumah Ketua Adatnya.
37
Adapun pembagian tanah ulayat Kasepuhan Ciptagelar disajikan dalam bagan berikut : Tanah Ulayat Kasepuhan Ciptagelar l
Wilayah olahan (cultivation area)
Wilayah non olahan (non cultivation area)
Wilayah bukaan Leuweung Tutupan
Pertanian
Rumah warga
Leuweung Garapan
Leuweung Titipan
Pemukiman
Alunalun
Fasilitas umum
Gambar 4.2 Pembagian Lahan
IV.5 Analisis Tata Cara Perolehan Atas Sebidang Tanah Garapan Analisis perolehan atas sebidang tanah garapan disini akan dikaitkan dengan aturan/hukum adat yang berlaku di Kasepuhan Ciptagelar, status/hak kepemilikan tanah disana, identifikasi dan pengukuran batas, juga peran dari Ketua Adat sebagai pemimpin tertinggi di Kasepuhan Ciptagelar.
Warga yang akan membuat rumah atau menggarap sawah boleh saja memilih lokasi yang diinginkan, dengan ketentuan menghindari lokasi-lokasi yang dilarang oleh aturan adat seperti yang telah disebutkan di atas. Lokasi yang mereka tempati sebagai tempat tinggal atau untuk menggarap sawah merupakan tanah ulayat, jadi setiap warga adat berhak untuk memilih lokasi mana yang akan dijadikan sebagai
38
tempat tinggal atau garapan sawahnya. Namun lokasi tersebut sebelumnya sudah ditentukan oleh Ketua Adat sebagai lokasi lahan yang bisa digarap oleh warga. Hak yang dimiliki oleh warga adat hanya izin garap saja, tidak ada hak kepemilikan di dalamnya.
Untuk ukuran tanahnya sendiri, warga bebas dalam menentukannya dan menyesuaikan juga dengan kemampuannya. Tetapi seperti yang telah disebutkan di atas bahwa warga di Kasepuhan Ciptagelar bukan warga yang suka berlebihan, dan hidup dengan sederhana. Rumahnya pun dibangun dengan gaya bangunan yang sederhana. Rumahnya sejenis rumah panggung yang konstruksinya banyak menggunakan kayu dengan atapanya menggunakan ijuk. Ukuran tanah saleuleumaheun (6 x 10 meter) pun sepertinya sudah tidak terlalu diperhatikan lagi. Seiring berjalannya waktu ukuran tanah itu sudah mulai tidak digunakan warga lagi untuk menentukan luas rumahnya. Karena hasil survey di lapangan, ukuran setiap rumah warga berbeda-beda, hal itu disesuaikan dengan kemampuannya saja.
Jadi proses atau tahapan
seorang warga yang ingin memiliki garapan pada
sebidang tanah pada daerah bukaan yaitu sebagai berikut: 1. Ketua adat menetukan wilayah bukaan di tanah ulayat Kasepuhan Ciptagelar yang boleh digarap oleh warga 2. Warga memilih lokasi sebidang tanah untuk digarap 3. Meminta nasihat Maksud dari meminta nasihat yaitu warga meminta nasihat kepada Ketua Adat mengenai sebidang tanah yang akan digarap oleh seorang warga. Adapun biasanya informasinya yang ditanyakan oleh warga yaitu : •
Lokasinya, maksudnya yaitu apakah lokasinya sudah mengikuti aturan adat atau belum
•
Posisi rumah, maksudnya yaitu bagaimana posisi rumah yang baik menurut aturan adat
•
Apakah konstruksi rumah yang akan dibuat sudah mengikti aturan adat atau belum
39
4. Warga mulai menggarap sebidang tanah, baik untuk membuat rumah maupun membuat sawah atau ladang 5. Garapan tersebut sudah bisa dimiliki oleh warga
Adapun skema tahapan perolehan garapan pada sebidang tanah tersebut yaitu : Tanah Ulayat
Wilayah Bukaan
Warga memilih sebidang tanah
Meminta Nasihat
Warga menggarap tanah
Garapan sudah dimiliki warga Gambar 4.3 Tahapan perolehan sebidang tanah
40