71
BAB IV ANALISA SISTEM 4.1. Analisa Situasional Agroindustri Sutera Agroindustri sutera merupakan industri pengolahan yang menghasilkan sutera dengan menggunakan bahan baku kokon yaitu kepompong dari ulat sutera. Aktivitas usaha industri sutera mencakup pemeliharaan ulat sutera, pengolahan kokon, pemintalan, pertenunan, pembatikan. Berbagai aktivitas tersebut saling berkaitan, sehingga antara satu aktivitas dengan aktivitas lain memiliki saling ketergantungan. Sebagai misal, penyediaan kokon yang kurang kontinyu akan menyebabkan industri pemintalan tersendat dan pasokan benang sutera kepada industri pertenunan tidak lancar dan selanjutnya pasokan kain sutera akan terhambat ke industri pembatikan yang pada akhirnya pelayanan kepada konsumen akhir juga tidak memadai. Pengamatan terhadap agroindustri sutera memperlihatkan bahwa pelaku pada industri hulu yaitu petani ulat sutera/produsen kokon dan pemintal benang sutera memiliki sumber daya yang relatif lemah. Untuk itu, pengembangan agroindustri sutera harus diarahkan kepada pemberdayaan ke 2 (dua) pelaku usaha tersebut, apabila ingin meningkatkan daya saing industri sutera. Berbagai kelemahan yang tampak diantaranya adalah pengetahuan, teknologi, modal dan membangun jaringan. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengatasi kelemahan ini adalah membangun kerjasama dengan industri/ lembaga lain yang terkait. Keterbatasan sumber daya pada pelaku usaha di industri penyediaan kokon dan pemintalan memerlukan campur tangan pemerintah untuk mendorong terjalinnya kerjasama. Kerjasama
memerlukan
menguntungkan. Perbedaan
prinsip
kepentingan
saling
menguatkan
dan
saling
yang disebabkan adanya keragaman
kebutuhan, kendala, aktivitas dan tujuan dari para pelaku/institusi memunculkan permasalahan yang kompleks, dinamis dan probabilistik. Karakteristik permasalahan tersebut memerlukan pendekatan sistem yang bercirikan pada keterpaduan dalam menyelesaikan masalah. Metode pemecahan masalah dengan pendekatan sistem diawali dengan analisa sistem dengan tahapan
analisis kebutuhan, formulasi
permasalahan, identifikasi sistem dan dilanjutkan dengan pemodelan sistem dan implementasi model.
72
4.2. Agroindustri di Sulawesi Selatan Propinsi Sulawesi Selatan mempunyai 20 Kabupaten dan 3 (tiga) Kota dengan luas wilayah 45.574 km2 dan jumlah penduduknya sebesar 7,6 juta jiwa. Wilayah Sulsel terdiri dari 43% hutan, 11% perkebunan, 19,4 % pertanian, 2,76 % permukiman dan 0,02% lahan komersil dan industri. Lapangan pekerjaan terbesar pada sektor pertanian sebanyak 48,9 %, sektor perdagangan 14,6% dan jasa 10,04%. PDB Sulsel sebesar Rp.60,6 Triliun (Disperindag Sulsel, 2006). PDB industri pengolahan berdasarkan harga konstan tahun 2000 sebesar Rp. 5,5 Triliun, pertanian Rp. 11,7 triliun, Perdagangan, hotel dan restoran Rp. 5,8 triliun, pertambangan Rp. 3,9 triliun, listrik, air dan gas Rp. 0,4 triliun, konstruksi Rp. 1,8 triliun, jasa keuangan Rp. 2,4 triliun dan jasa lainnya Rp. 4,5 triliun. Sektor industri pengolahan merupakan kontributor nomor 3 terhadap PDRB Sulsel yang bernilai total sebesar Rp. 38,9 Triliun. Sulawesi Selatan merupakan daerah penghasil sutera alam terbesar di Indonesia dan didukung oleh tersedianya lembaga pembinaan seperti Balai Persuteraan Alam di Bili-Bili serta 3 (tiga) Unit Pelayanan Teknis persuteraan masing-masing UPT Pemintalan di Kab. Soppeng dan Kab. Enrekang serta UPT Pertenunan di Kab. Wajo serta memiliki produsen telur sutera yaitu Perum Perhutani KPAS Soppeng dengan kapasitas 60.000 box telur/tahun. Arah dan kebijakan Pemerintah Daerah Propinsi Sulawesi Selatan memilih persuteraan alam menjadi salah satu kelompok komoditi yang diprioritaskan untuk dikembangkan. Untuk mendukung kebijakan tersebut telah dikeluarkan Surat Keputusan Gubernur No: 730/VI/1992, tanggal 29 Januari 1992, tentang Pembentukan Tim Pengembangan Sutera Alam Propinsi Sulawesi Selatan dan Surat Keputusan Gubernur No: 2255/VII/Tahun 2007, tanggal 30 Juli 2007, tentang Pembentukan Badan Koordinasi Pengembangan Sutera Alam Propinsi Sulawesi Selatan. Meskipun industri persuteraan sudah berkembang di Sulawesi Selatan sejak lama namun masih dijumpai banyak kelemahan yang dihadapi antara lain produktivitas dan mutu kokon, benang maupun kain yang dihasilkan umumnya masih rendah, teknologi peralatan masih manual dan skala kecil, sulit melakukan akses ke lembaga keuangan, kontinuitas pasokan bahan baku kurang terjamin, dan lain-lain.
73
Pada Gambar 20 berikut disajikan peta Propinsi Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara.
Bone-Bone, Kab. Bone
Enrekang, Kab. Enrekang
Sidenreng, Kab.Sidrap
Sengkang, Kab. Wajo
Watansopeng, Kab. Soppeng
Gambar 20. Peta Propinsi Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara Pengembangan industri sutera alam di Sulawesi Selatan didukung oleh lembaga-lembaga terkait yang terdiri dari lembaga swadaya masyarakat, universitas, lembaga penyedia jasa, asosiasi pengusaha, lembaga penelitian dan lembaga keuangan baik bank maupun non bank serta lembaga pemerintah yang memiliki peranan dalam pembinaan industri. Lembaga-lembaga tersebut antara lain :
74
1. Dinas Kehutanan Kabupaten/ Kota (Kabupaten Enrekang, Soppeng, Wajo, Bone, Sidrap, Barru, Tanah Toraja, Sinjai, Gowa dan Maros) 2. Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten/ Kota (Kabupaten Enrekang, Soppeng, Wajo, Bone, Sidrap, Barru, Tanah Toraja, Sinjai, Gowa dan Maros) 3. Dinas Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Kabupaten/ Kota (Kabupaten Enrekang, Soppeng, Wajo, Bonne, Sidrap, Barru, Tanah Toraja, Sinjai, Gowa dan Maros) 4. Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Selatan 5. Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Sulawesi Selatan 6. Dinas Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Propinsi Sulawesi Selatan 7. Balai Persuteraan Alam Bili-Bili Kabupaten Gowa 8. Balai Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Sulawesi Selatan 9. Universitas Hasanudin Makassar 10. Aosiasi Sutera Enrekang (ASE) 11. Asosiasi Pengusaha Sutera Alam (APESRA) Kabupaten Wajo 12. Perbankan 4.3. Analisis Kebutuhan Sistem
pengembangan
agroindustri
sutera
yang
dirancang,
dalam
operasionalisasinya harus diupayakan dapat memenuhi kebutuhan stakeholder (pelaku/lembaga yang ikut berperan dalam pengembangan) secara optimal. Hasil kajian pustaka, observasi lapangan dan diskusi dengan pelaku dan pakar, industri/lembaga yang terkait dalam pengembangan agroindustri sutera mencakup usaha agroindustri sutera alam (petani/pemelihara ulat sutera, industri pemintalan sutera, industri pertenunan sutera, industri pembatikan), Asosiasi, Koperasi, eksportir, importir,
lembaga
keuangan,
perguruan
tinggi,
lembaga
penelitian
dan
pengembangan, pemerintah (pemerintah daerah dan pemerintah pusat), dan fasilitator. Masing-masing pelaku/institusi mempunyai kebutuhan dan kepentingan. Analisis kebutuhan diperlukan untuk melakukan identifikasi kebutuhan atau kepentingan para pelaku yang terlibat dalam penyusunan strategi pengembangan agroindustri sutera alam melalui pendekatan klaster. Sistem pengembangan
75
agroindustri sutera alam akan efektif bila kebutuhan dari semua pelaku yang terlibat dapat dipenuhi. Permodelan dalam strategi pengembangan agroindustri sutera alam dalam penelitian ini terdiri dari beberapa langkah atau tahapan penting yang berurutan yaitu tahap pemilihan lokasi pengembangan, pemilihan dan pengembangan industri inti, pengembangan kelembagaan, analisis kelayakan usaha, dan analisis kesetaraan harga. Pihak-pihak yang sangat berkepentingan dalam pengembangan agroindustri sutera alam ini adalah : 1) Pengusaha Agroindustri sutera alam, 2) Asosiasi Persuteraan Alam, 3) Koperasi, 4) Pemerintah Daerah, 5) Eksportir, 6) Importir, sedangkan pada tahap strukturisasi sistem pengembangan industri inti pihak yang berkepentingan adalah : 1) Pengusaha Agroindustri sutera alam, 2) Asosiasi Persuteraan Alam, 3) Koperasi, 4) Pemerintah Daerah, 5) Eksportir, 6) Importir, 7) Lembaga Keuangan, 8) Perguruan Tinggi, 9) Produsen Mesin Peralatan, 10) Fasilitator dan 11) Lembaga Litbang. Tabel 3 menyajikan kebutuhan pelaku pengembangan agroindustri sutera alam, Tabel 4 menyajikan kebutuhan para pelaku dapat bersinergi antara satu dengan yang lainnya, Tabel 5 menyajikan kebutuhan yang memungkinkan terjadinya konflik kepentingan dan Tabel 6 menyajikan kebutuhan yang tidak saling mempengaruhi (netral).
76
Tabel 3. Kebutuhan Pelaku Agroindustri Sutera Alam NO 1
PELAKU Agroindustri sutera Alam
KEBUTUHAN 10. 1. Kualitas produk meningkat 2. Produktivitas meningkat 11. 3. Pendapatan meningkat 12. 4. Bahan baku tersedia 13. 5. Teknologi meningkat 6. Tenaga kerja terampil 14. 7. Iklim usaha kondusif 8. Harga yang tinggi 15. 9. Infrastruktur yang mendukung 16.
2.
Pemerintah Daerah
3.
Pemerintah Pusat
1. Pendapatan daerah meningkat 2. Penyerapan tenaga kerja meningkat 3. Lapangan usaha semakin luas 4. Koordinasi dengan instansi lain semakin baik 1. Koordinasi dengan instansi terkait semakin baik 2. Penyerapan tenaga kerja meningkat 3. Perluasan lapangan usaha 4. Peningkatan ekspor
4.
Asosiasi
1. Peningkatan penyerapan tenaga kerja 2. Peningkatan lapangan usaha 3. Kerjasama dengan instansi pemerintah semakin baik 4. Kerjasama antar pelaku usaha semakin baik 5. Peningkatan pendapatan anggota
5.
Koperasi
1. Peningkatan penyerapan tenaga kerja 2. Peningkatan pendapatan anggota 3. Peningkatan lapangan usaha 4. Kerjasama dengan instansi pemerintah semakin baik 5. Kesadaran terhadap lingkungan semakin meningkat 6. Iklim usaha yang kondusif
Perhatian pemerintah Modal cukup Keterkaitan dengan usaha lain Pasar berkembang Adanya kelembagaan yang mendukung Bunga pinjaman murah Peningkatan ekspor
5. Kualitas SDM meningkat 6. Iklim usaha kondusif 7. Peningkatan ekspor
5. Pengurangan impor 6. Peningkatan pendapatan masyarakat 7. Iklim usaha yang kondusif 8. Peningkatan ekspor 6. Meningkatnya saling kepercayaan sesama pelaku usaha 7. Kesadaran terhadap lingkungan semakin meningkat 8. Iklim usaha yang kondusif 9. Peningkatan ekspor 7. Tersedianya modal usaha 8. Kerjasama antar pelaku usaha semakin baik 9. Meningkatnya saling kepercayaan sesama pelaku usaha 10.Peningkatan ekspor
77
Tabel 3. Kebutuhan Pelaku Agroindustri Sutera Alam (Lanjutan) 6.
Fasilitator
7.
Lembaga Keuangan
8
Lembaga Litbang
9.
Perguruan Tinggi
10.
Eksportir
11.
Importir
1. Meningkatnya kerjasama antar 2. Meningkatnya koordinasi pelaku usaha antar instansi 1. Berkembangnya usaha 3. Pengembalian kredit 2. Terpenuhinya modal usaha lancar 4. Bunga pinjaman sesuai pasar 3. Meningkatnya kesadaran 1. Meningkatnya kualitas teknologi pengusaha untuk produksi melakukan penelitian 2. Meningkatnya temuan-temuan teknologi baru 1. Meningkatnya jiwa 3.Meningkatnya temuankewirausahaan pengusaha temuan baru 2. Meningkatnya lulusan perguruan tinggi yang menjadi wirausahawan 1. Kualitas produk semakin 4. Harga yang murah 5. Iklim usaha yang meningkat kondusif 2. Pasokan barang terjamin 6. Ekspor meningkat 3. Stabilitas nilai tukar 1. Stabilitas nilai tukar 3. Bea masuk sesuai 2. Iklim usaha yang kondusif
Tabel 4. Kebutuhan yang Saling Bersinergi. NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Kebutuhan yang bersinergi Kualitas produk meningkat Pendapatan meningkat
Pelaku Agroindustri sutera alam, eksportir Agroindustri, Pemerintah Daerah, Pemerintah Pusat, Asosiasi, Koperasi Meningkatnya penyerapan tenaga Pemerintah Daerah, Pemerintah Pusat, kerja Asosiasi Persuteraan Alam Perluasan lapangan usaha Pemda, Pemerintah Pusat, Asosiasi, Koperasi Harga yang sesuai Eksportir, Agroindustri Peningkatan ekspor Agroindustri, Pemda, Pemerintah Pusat, Eksportir, Asosiasi Teknologi meningkat Agroindustri, Lembaga Litbang, Perguruan Tinggi Tenaga kerja terampil Agroindustri, Pemda Penyerapan tenaga kerja meningkat Pemda, Pemerintah Pusat, Asosiasi Iklim usaha yang kondusif Agroindustri, Pemda, Pemerintah Pusat, Asosiasi, Koperasi, Eksportir, Importir Terpenuhinya modal usaha Agroindustri, Lembaga Keuangan Meningkatnya kerjasama antar Pemda, Pemerintah Pusat, Asosiasi, instansi Koperasi, Fasilitator Meningkatnya temuan-temuan baru Lembaga Litbang, Perguruan Tinggi
78
Tabel 5. Kebutuhan yang Menciptakan Konflik Kepentingan. NO
1
Kebutuhan menciptakan konflik Harga produk
2
Bunga pinjaman
3
Pengurangan impor
Pelaku
Keterangan
Agroindustri, Eksportir Agroindustri, Lembaga Keuangan Pemerintah Pusat, Importir
Agroindustri menginginkan harga tinggi sementara eksportir menginginkan harga murah Agroindustri menginginkan bunga pinjaman murah, sementara eksportir, lembaga keuangan menginginkan bunga sesuai pasar. Pemerintah cenderung mengurangi impor sedangkan importir mempunyai penghasilan dengan adanya kegiatan impor.
Tabel 6. Kebutuhan yang tidak saling mempengaruhi (netral) NO 1
2 3 4 5 6 7
Kebutuhan yang tidak saling mempengaruhi Produktivitas meningkat, bahan baku tersedia, infrastruktur mencukupi, perhatian pemerintah, pasar berkembang, adanya kelembagaan yang mendukung, Meningkatnya saling percaya antara sesama pelaku usaha dan meningkatnya kerjasama antar pelaku usaha Pengembalian kredit lancar
Pelaku Agroindustri,
Asosiasi, Koperasi Lembaga Keuangan Meningkatnya kesadaran pengusaha untuk melakukan penelitian Lembaga Litbang Meningkatnya jiwa kewirausahaan pengusaha, meningkatnya Perguruan lulusan perguruan tinggi yang menjadi wirausahawan Tinggi Stabilitas nilai tukar, Eksportir, Importir Bea masuk yang sesuai. Importir
4.4. Formulasi Permasalahan Beberapa kendala dan permasalahan yang teridentifikasi dalam sistem pengembangan agroindustri sutera alam antara lain sebagai berikut: 1. Belum terbentuknya kerjasama baik antar sesama pengusaha agroindustri sutera alam maupun dengan lembaga terkait lainnya 2. Belum terbentuknya keterkaitan usaha baik vertikal maupun horisontal antara pelaku industri inti, terkait, dan industri pendukung yang menyebabkan daya saing rendah.
79
3. Belum berfungsinya kelembagaan yang dibutuhkan dalam rangka pengembangan klaster. 4. Keterbatasan dalam penguasaan informasi pasar dan kemampuan untuk memperluas pasar ekspor 5. Masih terbatasnya akses pasar, permodalan, manajemen dan teknologi 4.5. Identifikasi Sistem Dalam rangka penyusunan model strategi pengembangan agroindustri sutera alam melalui pendekatan klaster pengenalan keterkaitan atau pengaruh antar kebutuhan dari seluruh elemen yang terlibat dalam sistem pengembangan perlu dilakukan. Identifikasi sistem pengembangan dapat dilihat pada Gambar 21 yang disajikan dalam bentuk diagram sebab akibat (causal loop diagram). Gambar 22 menunjukkan hubungan antara masukan dengan keluaran dari rekayasa model strategi pengembangan agroindustri sutera alam melalui pendekatan klaster.
80
+
+ Pendapatan masyarakat
+
Pendapatan Daerah
+
Devisa
+
Pengembangan daerah
Memperluas Lapangan usaha
+
+
+
+
Meningkatkan penyerapan tenaga Kerja
Nilai Tambah
+
+
Investasi
Pengembangan Agroindustri Sutera Alam
Iklim Usaha
Kualitas
+
+ +
Diversifikasi produk
+
Kerjasama antar pelaku
Keterkaitan Usaha
+
Inovasi
+
Ekspor
+ +
+
Produktivitas
Daya Saing
+
+
Gambar 21. Diagram Sebab Akibat Sistem Pengembangan Agroindustri Sutera Alam Melalui Pendekatan Klaster
81
INPUT LINGKUNGAN • Globalisasi Perdagangan • Kebijakan Pemerintah • Kondisi Sosial Ekonomi
• • • •
OUTPUT DIKEHENDAKI • Meningkatnya produktivitas dan kualitas produksi • Memperluas lapangan usaha • Meningkatnya pemasaran • Berkembangnya pasar • Meningkatnya pendapatan daerah • Meningkatnya pendapatan masyarakat • Meningkatnya diversifikasi produk • Meningkatnya teknologi • Kerjasama yang saling menguntungkan
INPUT TIDAK TERKENDALI Persaingan Usaha Kurs Rupiah Permintaan Pasar Perilaku Pelaku
SISTEM PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI SUTERA ALAM MELALUI PENDEKATAN KLASTER
• • • • • •
INPUT TERKENDALI Peraturan Daerah Pembinaan Usaha Kegiatan Penelitian dan Pengembangan Infrastruktur ekonomi Kelembagaan Usaha Perubahan Teknologi
OUTPUT TIDAK DIKEHENDAKI • Iklim usaha yang kurang kondusif • Pendapatan tidak seimbang • Kesenjangan permodalan
MANAJEMEN PENGENDALIAN
Gambar 22. Diagram Input-Output Sistem Pengembangan Agroindustri Sutera Alam Melalui Pendekatan Klaster.
82
Hubungan antara masukan dengan keluaran dari rekayasa model strategi pengembangan agroindustri sutera alam melalui pendekatan klaster melalui proses transformasi yang digambarkan dengan kotak hitam. Input terdiri dari input yang terkendali dan tidak terkendali. Output terdiri dari output yang dikehendaki dan tidak dikehendaki. Manajemen pengendalian melalui pengaturan input terkendali dapat melakukan pengendalian terhadap pengoperasian sistem untuk menghasilkan output yang dikehendaki dan untuk menghindari atau mengurangi output yang tidak dikehendaki. Output yang dikehendaki dari sistem pengembangan adalah meningkatnya produktivitas dan kualitas produksi, memperluas lapangan usaha, meningkatnya penyerapan tenaga kerja, meningkatnya pemasaran, berkembangnya pasar, meningkatnya pendapatan daerah, meningkatnya pendapatan masyarakat, meningkatnya diversifikasi produk, meningkatnya teknologi dan meningkatnya kerjasama yang saling menguntungkan.