BAB IV AKSIOLOGI KRITIKAL TERHADAP SEMANGAT DAN IDEOLOGI KEBANGSAAN INDONESIA DALAM ARUS GLOBALISASI1 (Oleh: Naya Sujana, dalam Mohammad Adib (Editor), Ecxellence with Morality: Mutiara Jatidiri Universitas Airlangga dan Identitas Kebangsaan. Bayu Media, Malang, 2010:77-105.
[email protected]
4.1. Pendahuluan Tulisan ini sebuah renungan tentang ”aksiologi kritikal”, suatu kajian terhadap fenomena dan realitas sosial yang memiliki makna membicarakan dan mempertanyakan kembali unsur atau elemen suatu struktur serta fungsi yang melekat pada unsur atau elemen tersebut. Warga masyarakat modern bersikap lebih kritis dan bebas untuk membicarakan dan mengkritisi fungsifungsi dalam struktur sosial yang melembaga selama ini. Pancasila sebagai Dasar Sistem Filsafat Bangsa hendaknya dikembangkan sebagai filsafat kritikal, karena Pancasila sebagai ideologi terbuka harus dapat dikembangkan sejalan dengan perkembangan pemikiran umat manusia dan peradaban. Menurut hemat penulis bahwa Pancasila bukan sebuah ideologi 1
Makalah yang digunakan sebagai bahan diskusi di forum Komisi Pengkajian Jatidiri dan Kebangsaan LPPM-UA tgl 14 Januari 2009.
Excellence with Morality: Mutiara Jatidiri Universitas Airlangga
77
konservatif, namun sebuah ideologi terbuka yang progresif, yang mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan pemikiran umat manusia, sekaligus mampu memberikan kritik-kritik yang mendasar ter-hadap hal-hal atau pemikiran yang tidak fungsional. Salah satu karakter suatu budaya ialah selalu beradaptasi dengan seluruh perubahan manusia dan peradaban (Y.A. Cohen, 1964). Penulis sangat yakin bahwa Pancasila bukanlah suatu sistem filsafat yang tertutup dan tidak mampu beradaptasi dengan perubahan dan peradaban. Pancasila memiliki daya sesuai dan adaptasi yang tinggi, karena Pancasila sebagai sumber daya nilai yang sangat mendasar dan universal. Kita mulai dengan masalah yang disusun dengan pertanyaan-pertanyaan berikut ini. (i) Apakah relevansi semangat dan ideologi kebangsaan itu jika kami tetap dalam kondisi berkehidupan yang menderita, miskin, dan serba susah? (ii) Untuk apakah kita mencintai bangsa dan negara sendiri jika para pemimpin dan elit bangsa hidup berpoya-poya, sedangkan kita hidup serba kekurangan dan tidak mampu, memenuhi kebutuhan hidup? (iii) Untuk apa kita setia kepada bangsa dan negara sendiri, kalau para pemimpin dan elit bangsa berkolaborasi dengan kekuatan asing mengeksplorasi kekayaan bangsa? (iv) untuk apakah kita menghargai negara atau kekuasaan jika tindakan ”state crime” begitu banyak dan telah menyebabkan keterpurukan? (v) Untuk apakah kami mengabdi kepada bangsa dan negara jika di negeri ini tidak ada keadilan? (vi) Inilah bahan renungan kita lebih dalam tentang masalah kebangsaan. Benarkah kebangsaan tersebut menjadi sebuah pilihan yang penting dan relevan dewasa ini? Tidakkah warga negara Indonesia telah memiliki suatu orientasi baru? Kondisi dan realitas kehidupan berbangsa dan bernegara yang semakin majemuk dan kompeks telah menyebabkan warga masyarakat memiliki pola pikiran dan orientasi baru tentang kehidupan, termasuk tentang relevansi semangat dan ideologi kebangsaan. Seorang rekan penganut agama Islam yang setia bertanya kepada seseorang yaitu manakah yang lebih penting berpuasa 78
Excellence with Morality: Mutiara Jatidiri Universitas Airlangga
ataukah melakukan perjalanan ke mall-mall? Tentu jawabnya: berpuasa. Berpuasa adalah rukun Islam yang bermakna wajib. Di tempat lain anak-anak muda saling mengobrol santai. Selanjutnya, manakah lebih penting mengembangkan semangat mencintai bangsa dibandingkan harus makan roti Humberger? Karena orang itu sangat lapar lalu menjawabnya makan lebih penting dibandingkan cinta. Lalu apakah makna perbincangan ini? Manusia dalam masyarakat modern lebih bebas menentukan pilihan hidupnya sesuai dengan pertimbangan rasional yang dilakukan. Kemudin berkembang sikap pemikiran manusia modern yang lebih realistik dan pragmatis. Karena itulah banyak orang lebih sibuk berjuang untuk mencapai kesejahteraan hidup dibandingkan berdialog tentang faham kebangsaan yang maknanya belum pasti. Semangat dan ideologi kebangsaan tersebut merupakan hasil menyeluruh sikap atau perilaku tanggap dan kritis warga negara terhadap realitas kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara serta gagasan-gagasan besar yang berkembang dalam pembangunan nasional. Semangat dan ideologi kebangsaan akan terus melemah dan mungkin akan hilang ketika negara “tidak memberikan perlindungan kepada rakyat”, dan gagal memberikan kesejah-teraan kepada rakyat. Masalah upah/gaji, energi, BBM, mitan (minyak tanah, elpiji, dan pelayan publik lainnya sangat terkait dengan fenomena pencitraan perhadap bangsa dan negara sendiri. Selama penguasa atau negara tidak mampu mengelola bangsa dan negara dengan baik dan efektif, maka semangat dan ideologi kebangsaan akan menjadi masalah dan tidak akan mendapat perhatian dari rakyat sendiri. Seorang rekan ahli filsafat bertanya “apakah anda akan memilih kebangsaan ataukah roti?, tanyanya. Dia menjawab sendiri bahwa mereka dan kawan-kawan akan memilih roti, lanjutnya. Persoalannya ialah mengapakah mereka memilih roti dan apakah maknanya? Makna memilih roti tersebut memiliki makna dan nilai yang sangat luas dan abstrak. Jika menekankan pentingnya kesejahteraan dan kualitas hidup, maka mereka akan Excellence with Morality: Mutiara Jatidiri Universitas Airlangga
79
memilih roti. Jika mereka tidak memilih roti, maka mereka akan menjadi lapar dan lemah. Jika mereka memilih kebangsaan belum tentu ada jaminan kesejahteraan dan tidak dapat menghilangkan perut yang lapar. Wacana ini menyimpulkan bahwa kini manusia modern berfikir rasional praktis dan memikirkan tindakannya dapat memberikan manfaat secara langsung. Faham pragmatisme dan utilitis selalu akan menanyakan bahwa apakah manfaatnya semangat kebangsaan itu pada masyarakat sekarang? Kaum muda Indonesia dewasa ini cenderung lebih suka membicarakan mode dan gaya hidup dibandingkan membicarakan semangat dan ideologi kebangsaan. Kedudukan tentang semangat dan ideologi kebangsaan dianggap berada dalam ranah yang sangat jauh dan bukan yang ada dalam ranah anak-anak muda. Karena semangat dan ideologi kebangsaan dianggap sebagai hal yang tidak perlu dianggap relevan. Hidup jujur dan tak jujur dalam masyarakat sama saja, demikian komentar seorang mahasiswa dalam mengikuti kuliah mata ajaran Etika Sosial Politik. Penegakkan hukum dan keadilan di negara Indonesia adalah semu, lanjutnya. Penegak hukum telah terlibat memperdagangkan perkara dan keadilan. Keadilan telah menjadi komoditi dari kekuasaan. Karena itu keadilan yang otektik tidak ada. Lalu untuk apa kita mencintai bangsa dan negara jika di negeri ini tidak ada keadilan yang otentik, demikian komentarnya. Rakyat Indonesia memang telah berhasil merebut kemerdekaan dengan berbagai pengorbanan harta dan jiwa. Namun setelah kita merdeka apakah yang akan terjadi? Apakah kemerdekaan telah menjamin adanya pembebasan kaum miskin yang sengsara? Apakah semua harapan bangsa dapat tercapai? Karena itulah kita harus merenungkan apakah yang terjadi atau yang ada di balik kemerdekaan itu? Ternyata di balik kemerdekaan bangsa ini terdapat berbagai masalah bangsa yang fundamental, kompleks dan penuh ketidakpastian. Di balik kemerdekaan masih terdapat kemiskinan, kebodohan, penjajahan manusia oleh manusia, peminggiran warga negara yang lemah, praktek ketidakadilan, kesejahteraan rakyat 80
Excellence with Morality: Mutiara Jatidiri Universitas Airlangga
yang rendah, tindakan rasial dan diskriminasi, kondisi sosial yang disharmoni, dan sebagainya. Karena itulah kemerdekaan Indonesia belum memberikan makna dan nilai yang diharapkan. Jika demikian untuk apa semangat kebangsaan itu? Untuk apakah kita membicarakan semangat kebangsaan jika di balik kemerdekaan itu masih terjadi masalah-masalah bangsa dan negara yang fundamental, rumit, dan berat? Dapatkah semangat kebangsaan itu dikembangkan jika kondisi berbangsa dan bernegara dijejali dengan berbagai keburukan, manipulasi, tindakan kejahatan, dan kelemahan. Kini masyarakat dan bangsa sedang menjalani keterpurukan yang sangat berat akibat tindakan korupsi yang sangat luas. Dapatkah kita mencintai bangsa dan negara sendiri kalau kita menghadapi bangsa dan negara yang dipadati dengan para koruptor dan garong serta ada dalam krisis moralitas?. Dalam makna ideologis, masyarakat dan bangsa Indonesia menghadapi krisis Jatidiri Bangsa. Bangsa Indonesia seolah-olah tidak lagi memiliki identitas diri yang otentik akibat perubahan, modernisasi, rasionalisasi, privatisasi, dan globalisasi. Sejak tahun 2000 penulis dan kawan-kawan dari UA melakukan gerakan sosial untuk membangun Jatidiri Bangsa Indonesia kembali. Akibat masyarakat dan bangsa kehilangan Jatidiri Bangsa, lalu warga masyarakat mulai memilih jatidiri bangsa lain, termasuk memilih jatidiri bangsa Barat yang sekuler, liberal dan hedonis. Diakui atau tidak, krisis jatidiri yang berlanjut telah menimbulkan krisis moralitas dan akhlak yang berkelanjutan. Moralitas paradoks terjadi di mana-mana, karena mentalitas warga telah menjadi mental yang hipokrit (munafik). Ketika masyarakat dan bangsa Indonesia kehilangan Jatidirinya, maka saat itulah muncul sikap dan perilaku yang menyatakan bahwa semangat dan ideologi kebangsaan Indonesia tidak terlalu relevan dan perlu. Karena itulah semangat dan ideologi kebangsaan tidak dipandang terlalu penting untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan bangsa Indonesia. Dengan pernyataan yang luas bahwa ketika terjadi krisis jatidiri bangsa
Excellence with Morality: Mutiara Jatidiri Universitas Airlangga
81
yang berkepanjangan, maka terjadilah krisis semangat dan ideologi kebangsaan. Tiga tahun terakhir penulis melakukan kajian tentang perubahan dan kemajuan tiga negara adikuasa baru yaitu China, India, dan Brazil. Mengapakah tiga negara tersebut mengalami perubahan dan kemjuan yang luar biasa? Mengapakah kita tidak? Apakah salahnya pembangunan nasional selama ini? Inilah pertanyaan yang patut direnungkan lebih jauh. Dari hasil kajian dan riset yang dilakukan selama ini secara sederhana ada tiga faktor dominan yang mendorong perubahan dan kemajuan negara China, India dan Brazil yaitu (i). keberhasilan membangun sistem ekonomi nasional, bisnis, dan industri yang kuat sehingga mampu melakukan pertumbuhan ekonomi, (ii). keberhasilan mendorong warga negara untuk menggunakan kekuatan sendiri secara mandiri guna dapat mengolah sumber daya alam untuk mencapai ke-sejahteraan rakyat, dan (iii). keberhasilan negara mengembangkan semangat kebangsaan, sehingga bangsa dapat memiliki citra dan martabat yang tinggi. Sesungguhnya unsur semangat dan ideologi kebangsaan suatu bangsa menjadi unsur dan faktor yang sangat penting dalam menentukan perubahan dan kemajuan. Negara atau penguasa suatu bangsa selalu berupaya melindungi seluruh rakyatnya agar rakyat tetap memiliki semangat dan ideologi kebangsaan yang kokoh. Penulis cenderung menyatakan bahwa kondisi semangat dan ideologi kebangsaan Indonesia sangat lemah, bahkan cenderung menuju kematian. Lalu kita akan bertanya mengapakah terjadi demikian? Terdapat lima faktor penyebab yang membuat se-mangat dan ideologi kebangsaan Indonesia menjadi melemah, bahkan menuju kematian. Kelima faktor itu adalah: (i). Aktualisasi dan pembudayaan nilai-nilai Pancasila sebagai Dasar Negara RI tidak efektif atau tidak berhasil, (ii). Hingga kini Jatidiri Bangsa Indonesia belum terbentuk secara kokoh akibat gempuran keras datangnya ideologi-ideologi asing dan berkembangnya pandangan baru yang liberal, (iii). Negara atau penguasa tidak memiliki sikap konsisten untuk menjaga, 82
Excellence with Morality: Mutiara Jatidiri Universitas Airlangga
mengembangkan, dan melestarikan semangat dan ideologoi kebangsaan Indonesia akibat negara dan penguasa yang tidak memiliki kemampuan mandiri dan melepaskan diri dari ketergantungan terhadap bangsa asing, (iv). pengelolaan proses kebangsaan untuk menjadi ”negara bangsa” (Nation State) kurang berhasil sehingga muncul faham Etno-sentrisme dan primordialisme yang eksklusif dan tidak produktif, dan (v). berbagai masalah-masalah nasional yang fundamental tidak dapat diselesaikan sehingga menjadi penyakit-penyakit (patologi) terhadap kemerdekaan sendiri. Melihat pengalaman dari China, India dan Brazil yang berhasil melakukan perubahan dan kemajuan, kita dapat menilai kebijakan-kebijakan pembangunan nasional yang dilakukan selama ini tidak memberikan hasil yang produktif dan maksimal. Kebijak-an pembangunan nasional selama ini hanyalah menghasilkan per-ubahan jalan di tempat, di samping memang dana pembangunan yang bocor secara besar-besaran. Dengan pernyataan lain perubahan dan kemajuan itu disebabkan oleh keberhasilan ekonomi, menggunakan kekuatan bangsa mengolah SDA sendiri, dan semangat kebangsaan untuk mengembangkan kepercayaan akan kemampuan bangsa sendiri. Penulis melihat bangsa dan negara Indonesia tidak memenuhi kepada tiga faktor tersebut. Kemampuan ekonomi, kekuatan sebagai bangsa mandiri, dan faham kebangsaan yang relatif lemah. Dalam berbagai ceramah di banyak tempat, penulis meyakinkan semua pihak bahwa bangsa dan negara Indonesia memiliki kekayaan SDA, SDM, SDSB, SDN, dan sebagainya yang berlimpah. Indonesia memiliki sumber angin yang besar, sinar matahari tak terbatas, jumlah air yang melimpah, tanah yang subur, kayu, ikan, rumput laut, laut dan lautan yang luas. Bangsa dan negara Indonesia atas berkat rahmat Tuhan YME, adalah Indonesia yang kaya, namun mengapakah rakyatnya masih miskin dan bodoh? Inilah ironinya kondisi kita dalam berbangsa dan bernegara. Kapan kita akan mengalami perubahan dan kemajuan? Excellence with Morality: Mutiara Jatidiri Universitas Airlangga
83
Masyarakat dan bangsa Indonesia tidak memiliki ”kekuatan nasional” (dalam arti luas) yang dapat digunakan mengelola kekayaan bangsa yang berlimpah itu. Karena tidak ada kekuatan nasional (semangat, kecerdasan, kapital, dan teknologi maju) maka bangsa dan negara tidak mampu mengelola kekayaan nasional secara baik. Akhirnya bangsa dan negara mengundang kekuatan asing untuk mengelola kekayaan bangsa ini. Menurut hemat penulis, kemiskinan, kebodohan, penjajahan oleh bangsa sendiri, ketidakadilan sosial, kesejahteraan sosial yang rendah, kualitas kesehatan yang masih buruk, pendidikan belum berhasil mencerdaskan bangsa, akan menjadi penghambat untuk membangun semangat dan ideologi kebangsaan. Upaya mengatasi masalah-masalah nasional dengan berbagai kebijakan-kebijakan yang kontroversial akhirnya menimbulkan berbagai konflik sosial, mulai dari struktur atas hingga bawah. Konflik-konflik sosial yang luas akhirnya melahirkan ketidakpercayaan dan bahkan kebencian terhadap bangsa dan negara sendiri. 4.2. Isu Krisis dan Kematian Ideologi dalam Masyarakat Gerakan dan kampanye mensosialisasikan ideologi di tengah masyarakat semakin kurang menarik dan kurang mendapat tanggapan balik dari warga. Warga masyarakat lebih suka dengan iklan-iklan dari suatu produk industri. Ideologi semakin dianggap barang atau hal yang tidak begitu penting dalam kehidupan masyarakat. Paradigma tentang ideologi menentukan hidup dan dunia telah berakhir. Kondisi ini terjadi terutama setelah rejim Orde Baru tidak berkuasa, yang meninggalkan suatu kegagalan yang signifkan tentang Penataran P-4. Harapan kita membangun good citizen and strong government menjadi pupus dan tidak ada artinya. Ahli ilmu sosial Daniel Bell menulis buku tahun 1961 lalu berjudul The Death of Ideology, yang isinya membahas ideologiideologi dunia akan tidak lagi sebagai kekuatan yang dapat menentukan dan mengubah dunia. Ideologi tidak lagi fungsional 84
Excellence with Morality: Mutiara Jatidiri Universitas Airlangga
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Ideologi akan menjadi barang usang dalam mempengaruhi semangat dan pemikiran manusia. Ideologi akan digantikan oleh kekuatan materi atau kapital. Memang ideologi tidak lagi diyakini sebagai suatu kekuatan yang membangun kekuatan kesadaran manusia dalam mencapai suatu tujuan. Umat manusia diramalkan akan mengakui kekuatan kapital atau materi yang akan menentukan perubahan kehidupan dan dunia. Dalam abad ke-19 masyarakat Barat sangat dikesankan dengan teori sosial Karl Marx, di mana ideologi materialisme komunis sangat menentukan perubahan dan kemajuan. Komunisme kemudian diyakini sebagai kekuatan dan alat revolusi, suatu alat untuk melakukan perubahan melawan kaum borjuis yang berkuasa. Marx memiliki utopia untuk meruntuhkan dan melawan kapitalisme dunia. Tahun 1945 para pemimpin dan pejuang bangsa Indonesia sangat meyakini bahwa ideologi kebangsaan sebagai suatu kekuatan untuk mengusir kolonialisme dan imperialisme. Karena itulah semua pihak mewacanakan Pancasila sebagai suatu kekuatan yang dianggap dapat mengubah bangsa dan negara. Ideologi telah dijadikan sebagai alat atau kekuatan untuk membebaskan suatu bangsa dari penjajahan asing. Dalam perkembangan berikutnya kita menjumpai perang ideologi, yang dikenal sebagai Perang Dingin antara Uni Soviet dengan Amerika, adalah suatu perang besar antara ideologi Komunisme melawan ideologi Kapitalisme liberal. Tahun 1992, pemikir Francois Fukuyama menulis buku The End of History and the Last Man, yang isinya menyatakan bahwa sejarah perjalanan manusia telah berakhir seiring dengan bubarnya Uni Soviet. Dengan pernyataan lain komunisme dianggap tidak diteruskan oleh bangsa-bangsa yang menjadi pendukungnya. Kemenangan telah terjadi di pihak Amerika yang menjadi pen-dukung ideologi Kapitalisme liberal. Ideologi ini dipercaya akan menguasai dunia. Bangsa-bangsa di dunia akan tidak lagi memiliki ideologi-ideologi yang dianggap fungsional. Excellence with Morality: Mutiara Jatidiri Universitas Airlangga
85
Masyarakat dunia telah didorong untuk memiliki orientasi baru yaitu semangat untuk mengejar materi atau kapital. Hakikat hidup adalah pencapaian kesejahteraan material. Karena itulah berkembang faham materialisme, liberalisme dan hedonisme. Akhirnya warga masyarakat semakin enggan dan merasa tidak terlalu perlu membicarakan suatu ideologi untuk melakukan perubahan. Lalu muncul masyarakat dunia baru yang menyatakan ideologi tidak terlalu relevan bagi kehidupan manusia, yang jauh lebih penting ialah penguasaan kesempatan untuk mencapai kekayaan, kesejahteraan dan kebebasan. Materi dan uang kemudian diposisikan sebagai puncak budaya. Uang menjadi ”tuhan baru” karena uang sangat dimuliakan. Uang dianggap menentukan segala-galanya. Tidakkah masyarakat Indonesia sekarang telah memiliki orientasi baru yang memuliakan materi dan uang? Jabatan dan kekuasaanpun telah ditentukan dengan uang. Karena itu sebenarnya masyarakat Indonesia menganut faham materialisme yang semakin kuat dan terbuka. Bangsa dan negara Indonesia telah mengalami kegagalan besar untuk membudayakan Pancasila melalui Penataran P-4 karena Pancasila telah digunakan sebagai alat untuk mempertahan-kan kekuasaan Orde Baru. Pancasila telah dimanipulasikan dan ditafsirkan secara sepihak untuk mempertahankan kekuasaan. Penataran P-4 gagal mencapai tujuan untuk menciptakan good citizen and strong nation. Sesungguhnya Penataran P-4 yang lalu juga memiliki tujuan untuk memperkokoh semangat dan ideologi ke-bangsaan, agar Indonesia menjadi strong nation. Kini telah lahir generasi baru yang enggan dan sinis untuk membicarakan dan mewacanakan Pancasila sebagai Ideologi Bangsa, termasuk banyak pendidik seperti dosen yang sinis dengan pendidikan Pancasila. Bahkan dalam UU Sisdiknas no. 20 Tahun 2003, Pendidikan Pancasila telah dihapus. Tidak ada lembaga pendidikan tinggi (PTN/PTS) serta Rektor yang protes dengan penghapusan Pendidikan Pancasila tersebut. Kini muncul kebijak-an bahwa Pendidikan Pancasila diintegrasikan ke dalam 86
Excellence with Morality: Mutiara Jatidiri Universitas Airlangga
mata ajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Bahkan terdapat suatu kasus bahwa seorang Gubernur yang tidak hapal dengan sila-sila Pancasila. Dari pengamatan penulis selama ini, faham dan ideologi asing yang menyebar di bumi Indonesia telah melakukan provokasi yaitu menyebarkan faham sinisme di kalangan masyarakat, termasuk di kalangan dunia pendidikan. Untuk apalagi ada Pendidikan Pancasila toh tindakan korupsi tetap merajarela? Demikian pernyataan seorang kenalan. Untuk apa Pancasila diajar-kan, toh bangsa Jepang yang tanpa Pancasila dapat juga maju?, demikian tuturnya. Berbagai bentuk sikap dan faham sinisme berkembang dalam masyarakat. Jika Pendidikan Pancasila dihentikan dari lembaga pendidik-an, maka masyarakat dan bangsa Indonesia akan mengalami kesulitan dalam mengembangkan semangat dan ideologi kebangsa-an Indonesia. Semangat dan ideologi kebangsaan semakin rapuh dan dianggap tidak terlalu fungsional. Akhirnya kini muncul ideologi-ideologi khusus dalam parpol dan juga ideologi-ideologi lokal dalam mendasari suatu perjuang-an. Pancasila sebagai ideologi bangsa telah mendapat tantangan dan saingan dengan ideologi-ideologi lain. Dalam membangun dan mengembangkan sistem dan kehidupan demokrasi, telah muncul sikap dan perilaku bebas yang semakin luas untuk menentukan ideologi masing-masing. Lihat saja ada parpol dengan asas Pancasila, dengan asas Islam, atau asas yang lain. Kondisi ini memberikan makna bahwa warga negara Indonesia bebas memilih ideologi. Bahkan ada komunitas tersamar yang telah menyebarkan faham-faham radikal yang berakat dalam Ideologi Komkunisme. Model masyarakat komunis dianggap paling ideal dalam mewujudkan kesejahteraan rakyat. Model masyarakat Pancasila dianggap khayal dan tidak jelas. Demikian juga model Demokrasi Pancasila dianggap tidak jelas hingga sekarang. Akankah Pancasila sebagai ideologi bangsa akan berakhir pada suatu saat? Jawabnya sangat mungkin. Jika Pancasila gagal diposisikan sebagai Sumber Daya Nilai bagi kehidupan berbangsa Excellence with Morality: Mutiara Jatidiri Universitas Airlangga
87
dan bernegara, maka Pancasila sebagai ideologi bangsa akan berakhir. Seorang ahli Neils Poltman menulis buku tentang The Death of Morality (1997) telah menggambarkan bahwa manusia berada dalam era jaman edan atau peradaban gila. Yang buruk menjadi baik, sebaliknya yang baik menjadi buruk. Manusia semakin tidak mampu menentukan baik buruk karena kehidupan manusia yang melakukan manipulasi yang sangat besar dan kompleks. Demikian jugalah penguasa atau kekuatan politik semakin berani melanggar aturan hukum dan pranata etika. Kita dapat mengamati kondisi dalam negeri seperti kondisi dalam menjelang dan sesudah Pemilu penuh dengan pelanggaran dan berbagai kejahatan. Etika materi-alistik dari Nicollo Machiavelli semakin berlaku yaitu etika yang menghalalkan segala cara atau jalan untuk mencapai tujuan di-anggap sah dan tetap layak. Kita dapat menjumpai oknum-oknum yang menyatakan bahwa tindakan korupsi itu layak dalam budaya industrial yang selalu mempertimbangkan untung rugi. Agama memang memandang tindakan korupsi itu haram dan najis, namun banyak oknum pelaku menyatakan tindakan korupsi itu layak jika memang ada kesempatan. Menghalalkan segala cara atau jalan untuk mencapai tujuan semakin banyak pundukungnya dalam dunia politik. Karena itulah Poltman menyatakan bahwa se-sungguhnya pranata etika dan moralitas itu telah berakhir. Wacana etika politik di Indonesia muncul tenggelam. Karena itu wacana tentang Pancasila sebagai landasan Moral Bangsa Indonesia dianggap tidak jelas. Etika dan moralitas dianggap tidak mampu mengendalikan sikap dan perilaku manusia, terutama dalam dunia politik. Akhirnya muncul etika yang menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan. Krisis penegakan hukum di Indonesia telah menimbulkan kritik balik dan sinisme terhadap lembaga penegak hukum. Kini lembaga penegak hukum dianggap sebagai pedagang perkara. Keadilan sosial yang otentik itu tidak ada. Bagaimanakah mungkin mengembangkan semangat dan ideologi kebangsaan jika citra penegakan hukum sangat buruk. Suruh saja orang-orang kaya 88
Excellence with Morality: Mutiara Jatidiri Universitas Airlangga
dan yang berkuasa mencintai bangsa dan negara ini?, katanya dengan sikap yang sinis. Jika diperhatikan lebih jauh kondisi kehidupan sosial dewasa ini, banyak muncul kepribadian ganda pada diri manusia. Dalam diri manusia terdapat karakter yang paradoks, di mana subyek dapat melakukan perilaku dengan sifat karakter yang bertentang-an. Ketika waktu beribadat memang oknum itu sangat khusuk menyembah Tuhan YME. Namun ketika berkuasa maka dia sangat sibuk melakukan penyimpangan dan kejahatan. Albert Camus telah membahas bahwa orang-orang terdidik dapat melakukan tindakan kejahatan sempurna (perfect crime) yang sangat tinggi dan kompleks. Ipteks telah digunakan sebagai alat untuk me-lakukan tindakan kejahatan sempurna seperti kasuskasus tindakan korupsi di tanah air yang dilakukan oleh oknum pejabat negara yang terdidik dan intelektual. Apakah gunanya kita cinta dan setia kepada negara dan bangsa jika tindak kejahatan sempurna itu begitu luas?, demikian teriak oknum mahasiswa. Karena itulah penguasa atau pemerintah harus memiliki gagasan riil tentang good and clean government (pemerintahah yang baik dan bersih), karena oknum pejabat negara dapat melakukan tindakan kejahatan sempurna, yang me-nimbulkan kerugian yang besar pula. Pemberantasan korupsi baru dalam langkah awal. Masih terjadi ribuan tindakan kejahatan korupsi yang belum ditindak oleh KPK dan lembaga penegak hukum. Lembaga penegak hukum terutama lembaga kejaksanaan citranya masih buruk hingga sekarang. Tindakan penegakan hukum masih saja dianggap sebagai sandiwara oleh masyarakat. Penulis masih juga menilai bahwa selama rakyat Indonesia belum cerdas dan belum banyak berpengalaman, maka rakyat akan banyak dibohongi oleh negara dan penguasa. Penguasa cenderung membela diri dan memandang segala kebijakan yang dilaksanakan benar. Pemerintah belum berhasil membenntuk pelayanan publik yang baik, transparan dan akuntabel. Pelayanan publik adalah ranah yang subur untuk melakukan penyimpangan dan kejahatan. Excellence with Morality: Mutiara Jatidiri Universitas Airlangga
89
Penulis sangat percaya bahwa selama kondisi bangsa dan negara ini ”kotor” (banyak tindakan kejahatan korupsi besar) maka sangatlah sulit akan mengembangkan semangat dan ideologi kebangsaan. Warga negara akan mengalihkan orientasinya ke negara maju lainnya. Menjadi warga negara dalam negara yang merdeka semestinya menerima dan menemukan kondisi berbangsa dan bernegara yang bersih. 4.3. Tantangan Membangun Semangat dan Ideologi Kebangsaan Persoalan yang sangat besar dihadapi bangsa dan negara hingga sekarang ialah pembudayaan dan aktualisasi nilai-nilai Pancasila yang tidak berjalan efektif dan mendasar. Karena itulah Pancasila tidak dapat muncul dalam wujud perilaku nyata dari warga negara. Pancasila hanyalah sebatas tema dan semboyan semata-mata. Bagaimanakah kita mampu melahirkan dan mengembangkan semangat dan ideologi kebangsaan, jika aktualisasi nilai-nilai Pancasila itu kandas dan dangkal? Penulis memiliki dan meng-usulkan paradigma baru yaitu semangat dan ideologi kebangsaan itu akan lahir dan berkembang jika Jatidiri Bangsa telah ber-semayam di hati seluruh bangsa Indonesia. Semangat dan ideologi kebangsaan tidak dapat dilahirkan dan dikembangkan dengan cara-cara kekerasan, melainkan harus dengan membangkitkan ”kesadaran yang dalam”. Dalam kajian penulis selama ini warga masyarakat Indonesia kurang percaya dan meyakini akan kedudukan semangat dan ideologi kebangsaan dalam hidup berbangsa dan bernegara. Akhirnya semangat mencintai dan setia kepada bangsa dan negara sendiri menjadi lemah. Berbagai tindak kejahatan yang merusak telah berkembang untuk menghancurkan bangsa dan negara dari dalam seperti berkembangnya tindakan korupsi yang sangat luas. Semangat dan ideologi kebangsaan sebenarnya dapat menjadi kekuatan bangsa dan negara untuk melawan ”intervensi kekuatan asing” serta menjadi kekuatan untuk 90
Excellence with Morality: Mutiara Jatidiri Universitas Airlangga
membangun semangat kemandirian yang kokoh. China, India dan Brazil telah berhasil mengembangkan semangat dan ideologi kebangsaan untuk mem-bangun kemandirian bangsa. Bangsa dan negara Indonesia sebenarnya telah melakukan kesalahan fatal dengan mengundang kekuatan asing untuk mengelola kekayaan bangsa dan negara. Akhirnya SDA banyak yang dikuasai oleh kekuatan modal asing. Kita memang tidak phobia dengan kekuatan asing, namun harus ada mekanisme yang tepat. Bangsa dan negara Indonesia tidak memiliki program besar yang sistematik untuk membangun bangsa dan negara yang mandiri. Untuk apa kita merdeka jika kita tidak mampu menjadi bangsa dan negara yang mandiri? Tantangan bangsa dan negara dalam membangun semangat dan ideologi kebangsaan sangat besar. Dilihat dari pemahaman Pancasila sebagai Dasar Paradigma Pembangunan nasional, maka kita dapat menemukan lima fenomena buruk dalam masyarakat seperti (i). berkembangnya faham materilisme, sekularisme, kapitalisme, liberalisme, dan hedonisme yang melemahkan dan menghancurkan karakter warga negara yang percaya akan agama dan Tuhan YME—bertentangan Sila I Pancasila, (ii). Berkembang-nya sikap dan perilaku kekerasan dan kejahatan yang dapat meng-hancurkan nilai-nilai kemanusiaan sebagai akibat adanya berbagai kesenjangan kehidupan dalam masyarakat—bertentangan dengan Sila II Pancasila, (iii). berkembangnya sikap dan perilaku yang menghancurkan semangat persatuan dan kesatuan akibat dorong-an syahwat kekuasaan yang besar dan tidak terkendali, serta berbagai gerakan separatis—bertentangan dengan Sila III Pancasila, (iv). berkembangnya faham yang ingin mem-bangun demokrasi totaliter di bumi Indonesia dan mengesahkan tindakan kekerasan sebagai metode perjuangan, sehingga akan menyulitkan untuk menegakkan keadilan dan kebenaran—bertentangan dengan Sila IV Pancasila, dan (v). terdapat berbagai hambatan besar untuk membangun kehidupan masyarakat dan bangsa yang berkeadilan sosial dan masih tetap membiarkan praktek rasial dan diskriminatif—bertentangan dengan Sila V Pancasila. Excellence with Morality: Mutiara Jatidiri Universitas Airlangga
91
Berbagai kondisi, realita, dan perilaku warga negara yang bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila. Ada pengamat yang mengatakan bahwa yang telah diamalkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara tidak lebih dari 10% dari seluruh nilai yang ada dalam Pancasila. Jika demikian maka kita menjadi sangat prihatin karena sekitar 90% nilai-nilai dalam Pancasila tidak dapat diaktualisasikan. Bagaimanakah mungkin kita akan dapat membangun semangat dan ideologi kebangsaan dan dapat mengembangkan secara baik jika masih banyak tindakan dan kebijakan nasional tidak mencerminkan nilai-nilai Pancasila, tidak adil, rasial, dan diskriminatif?.Lihat juga hubungan antar umat beragama dan hubungan antar suku belum mencapai tingkat harmoni yang tinggi. Ancaman konflik sosial dengan kekerasan masih sangat besar seperti kasus di Poso dan di Maluku Tengah. Masih terjadi hubungan kesenjangan antara Pemerintah Pusat dengan Daerah. Akibat otonomi daerah kini muncul faham Etnosentrisme di daerah yang bertentangan dengan faham kebangsaan. Kehendak warga masyarakat untuk mengangkat putera daerah menjadi pejabat lokal menjadi sangat kuat. Faham-faham yang menguasai geo-politik semakin luas. Di tanah Papua telah dikembangkan kesadaran bahwa ras dan suku bangsa Papua berbeda dengan ras dan suku bangsa Papua asli. Mereka menyatakan dirinya sebagai keturunan Ras Melane-sia, yang memiliki budaya, cara hidup dan hak hidup yang berbeda. Karena perbedaan dan hak hidup itulah sebagian dari mereka ingin memisahkan diri dari NKRI. Semoga propaganda oknum-oknum yang ingin memisahkan diri tersebut dapat dihentikan. Di Aceh telah dikembangkan konsep otonomi khusus dan telah berhasil berjuang untuk menciptakan UU Pemerintahan Otonomi Khusus yang melaksanakan syari’at Islam. Faham konstitusionalisme yang berpusat pada UUD 1945 mulai tercabikcabik, yang sudah tentu menjadi ancaman bagi eksistensi NKRI. Hukum agama tertentu menjadi hukum yang dapat ”mengungguli hukum nasional yang berpusat pada UUD 1945”. 92
Excellence with Morality: Mutiara Jatidiri Universitas Airlangga
Faham dan semangat kebangsaan yang dijiwai oleh Sumpah Pemuda tahun 1928 mulai digoyang oleh berbagai pihak. Membangun semangat dan faham yang dilandasi suatu kesadaran bukan dengan kekerasan, bahwa kita semua adalah bangsa yang berada di dalam rumah besar yang namanya NKRI belumlah menjadi realitas yang otentik. Kebersamaan dan solidaritas sosial masih banyak yang semu. Semangat persatuan dan kesatuan hanyalah di bibir saja. Masyarakat dan bangsa Indonesia adalah masyarakat dan bangsa yang majemuk dan multikultural (dengan sekitar 600 suku bangsa) karena setiap warga negara harus memiliki kesadaran akan realitas bangsa yang majemuk dan mampu hidup dalam masyarakat majemuk dengan damai dan harmoni. Negara atau pemerintah bersama rakyat harus mengelola kemajemukan ini menjadi suatu kekuatan bangsa. Keterbatasan aktualisasi nilai-nilai Pancasila dan gagalnya pembangunan nasional mencapai tujuan-tujuan nasional sebagaimana ditetapkan dalam Pembukaan UUD 1945, telah menjadi hambatan besar untuk membangun semangat dan ideologi kebangsaan Indonesia. Banyak warga negara miskin yang berkata bahwa mereka tidak mencintai bangsa dan negara sendiri karena mereka menghadapi kehidupan yang penuh masalah dan berkualitas rendah. 4.4. Di Balik Kemerdekaan terdapat Masalah Rakyat yang Kompleks Kemiskinan, kebodohan, penindasan manusia oleh manusia, penjajahan oleh bangsa sendiri, peminggiran warga negara yang lemah, bentuk ketidakadilan sosial, praktek rasial dan diskri-minasi, kekuasaan yang tidak memihak rakyat, kebijakan-kebijak-an pembangunan yang menindas rakyat, pelayanan publik yang buruk dan menipu masyarakat, kualitas kesehatan masyarakat yang rendah, gizi dan makanan rakyat yang buruk, pendidikan yang mahal, dan berbagai tindakan kekerasan dan pengembangan demokrasi totaliter adalah musuhExcellence with Morality: Mutiara Jatidiri Universitas Airlangga
93
musuh bangsa dan negara yang otentik. Musuh bangsa dan negara bukan penjajahan dari bangsa asing melainkan berbagai masalah besar dalam negeri. Selama masyarakat dan bangsa ini tidak memiliki semangat kemandirian dan etos kerja keras, maka selama itu kita akan sulit mengembangkan semangat dan ideologi kebangsaan. Karena itulah pemerintah dan masyarakat semestinya memiliki program besar yang sistematik untuk membangun dan memberdayakan semangat kemandirian dan etos kerja keras sebagai bagian dari program kebangsaan. Semua pihak hendaknya memiliki konsep kemandiri-an dan etos kerja yang bermakna universal, seperti yang diusulkan berikut ini. Rakyat harus memiliki kemampuan kemandirian membuat air bersih, sehingga tidak tergantung kepada PDAM, mampu membuat energi untuk memenuhi kebutuhan keluarga, tanpa tergantung dengan PLN, mampu sebagai warga yang hidup sehat dan menolong diri sendiri, sehingga tak tergantung dengan Puskesmas dan Rumah Sakit, mampu melakukan pembelajaran sendiri dalam keluarga sehingga tidak tergantung dengan lembaga pen-didikan atau sekolah (sejenis home schooling), mampu memilih produk-produk yang berkualitas di pasar, sehingga tidak ter-provokasi oleh iklan-iklan busuk, mampu membuat pupuk organik sendiri, sehingga tidak tergantung dengan pupuk anorganik buatan pabrik, mampu mengolah SDA untuk memenuhi kebutuhan sen-diri (seperti mengolah rumput laut untuk makanan dan kosmetik) dan sebagainya. Program pengembangan kemandirian dan pem-berdayaan kemampuan rakyat harus dilakukan secara besar-besaran. Di negeri Belanda berdiri ribuan kincir angin yang berfungsi untuk memutar generator, sehingga diperoleh energi listrik. Indonesia adalah penghasil angin yang besar sepanjang tahun terutama di bagian pantai dan gunung. Indonesia berada di bawah garis katulistiwa, sehingga menjadi bangsa yang menghasilkan sinar matahari yang sangat besar. Semestinya dibangun dan di-kembangkan alat-alat untuk menangkap sinar
94
Excellence with Morality: Mutiara Jatidiri Universitas Airlangga
matahari untuk dijadikan sumber energi matahari. Sangat eroni rasanya kita mengalami krisis energi? Jika masyarakat dan bangsa Indonesia tidak memiliki kemandirian dan etos kerja keras mengolah SDA yang ada untuk memenuhi kebutuhan sendiri, maka kita akan sulit mengembang-kan semangat dan ideologi kebangsaan. Pengembangan ”daya kemandirian dan etos kerja keras” ini haruslah diangkat sebagai Jatidiri Bangsa Indonesia yang otentik. Jika kita telah mampu mandiri, kita tidak perlu terkena dampak global. Kita tidak perlu menghadapi krisis sembako seperti dalam tahun 1963-1965 lalu. Rakyat harus makan bulgur (makanan kuta di Amerika). Sangat aneh kalau kita sempat mengalami krisis beras atau kedelai? Kemiskinan dan kebodohan tidak mungkin dengan bantuan, termasuk bantuan besar. Kemiskinan dan kebodohan dapat di-hilangkan hanya dengan ”membangun daya kemandirian rakyat”. Karena itu harus ada program besar yang sistematik untuk mem-bangun kemandirian rakyat. Mengembangkan daya kemandirian tersebut harus disusul dengan keinginan untuk menghargai dan menguasai Ipteks. Kita membutuhkan Ipteks untuk mengelola kekayaan alam, mulai dari Ipteks sederhana hingga Ipteks tinggi. Banyak ahli menyatakan bahwa 90% kekayaan bangsa ini ada di laut atau lautan, karena itu bangsa dan negara harus melindungi laut dan lautan Indonesia. Ikan, bio-flora, bio-fauna, dan berbagai mineral dijumpai di laut. Ada 8 fish garden besar di dunia, di mana 7 fish garden besar ada di Indonesia. Indonesia juga penghasil hasil-hasil hutan, serta hasil-hasil laut. Indonesia peng-hasil rumput laut terbesar, yang dapat diolah menjadi bahan makanan, kosmetik, kertas, dan sebagainya. Tanah dan air yang subur, mengapakah rakyat mengalami kualitas makanan dan gizi buruk? Penulis menyimpulkan bahwa di tengah kondisi kemiskinan rakyat yang masih luas, membangun semangat dan ideologi ke-bangsaan tetap menjadi sulit. Kebangsaan itu adalah
Excellence with Morality: Mutiara Jatidiri Universitas Airlangga
95
sekunder, yang primer ialah perut. Di tengah masyarakat miskin kita akan sulit membangun semangat dan ideologi kebangsaan. Di samping itu kondisi kebodohan rakyat Indonesia masih sangat tinggi. IHD masih nomor 112 (2008) di dunia. Pendidikan belum menghasilkan rakyat Indonesia yang cerdas. Karena kebodohan itu lalu bangsa dan negara meminta kekuatan asing untuk mengolah kekayaan bangsa. Harus dikembangkan program besar pencerdasan rakyat di seluruh bidang kehidupan, agar rakyat dapat mandiri. Karena bodoh rakyat tidak mampu mengolah tanah dengan produk yang tinggi; karena bodoh lalu rakyat tidak dapat meningkatkan kualitas kesehatan dan gizi, karena bodoh lalu rakyat dijadikan sebagai obyek pembangunan nasional. Karena bodoh lalu rakyat dijadikan obyek pembangunan dengan kekerasan, dan sebagainya. Karena bodoh lalu rakyat terkena provokasi iklaniklan yang memuji produk Negara asing. Akhirnya rakyat lebih percaya akan produk asing dan memuji produk asing. Sebaliknya rakyat tidak percaya akan produk dalam negeri. Kebodohan membawa sengsara, bukan. 4.5. Membangun Jatidiri Bangsa di tengah Redupnya Faham Kebangsaan Setelah runtuhnya rejim Orde Baru lalu muncul kesadaran dari beberapa oknum elit bangsa bahwa masyarakat dan bangsa Indonesia telah kehilangan Jatidirinya. Jatidiri bangsa yang sekuler dan liberal semakin popular, dan akhirnya semakin menjauhkan diri dari jatidirinya sendiri yang berbasis pada budaya bangsa dan Pancasila. Penguasa diduga semakin berkolaborasi dengan kekuat-an asing, dan semakin mudah mencari hutan luar negeri untuk membiayai pembangunan nasional. Faham kapitalisme liberal semakin melembaga di hati rakyat Indonesia. Karena itu banyak pihak yang menyuarakan adanya krisis jatidiri bangsa Indonesia. Yang perlu dikembangkan ialah melahirkan ideologi kebangsaan yang memiliki hakikat membangun ”good citizen and 96
Excellence with Morality: Mutiara Jatidiri Universitas Airlangga
strong nation” (warga negara yang baik dan bangsa yang kuat). Yang baik tidaklah cukup, namun harus juga kuat (strong). Bangsa dan negara Indonesia harus menjadi bangsa dan negara yang kuat di segala bidang. Nilai-nilai Pancasila harus diaktualisasikan secara konsisten untuk membangun Jatidiri Bangsa berlandaskan Pancasila. Istilah jatidiri bangsa ini lebih luas dari istilah karakter. Istilah karakter datang dari Barat, dari bangsa yang sekuler. Jatidiri bangsa adalah jatidiri dengan karakter yang religius dan humanis. Warga negara Indonesia harus menjadi ”manusia Indonesia” dengan Jatidiri Bangsa yang berlandaskan Pancasila. Terdapat lima jenis jatidiri bangsa yang dasar (fundamental) yaitu: (i). jatidiri yang religius dan spiritualis, (ii). jatidiri yang humanis dan beradab, (iii). jatidiri yang integratif (berpersatuan), (iv). jatidiri yang demokratis, dan (v). jatidiri yang adil. Jatidiri bangsa mencakup sifat, faham, karakter, kepribadian, kekuatan jiwa, moralitas dan akhlak, serta kesadaran, yang kemudian dapat muncul dalam tindakan atau perilaku. Semangat dan ideologi kebangsaan Indonesia tidak dapat dibangun dan dikembangkan dengan kekerasan dan paksaan, melainkan akan tumbuh di atas kesadaran yang dalam. Jatidiri bangsa yang kuat akan melahirkan berbagai kesadaran dalam hidup berbangsa dan bernegara termasuk kesadaran akan kebangsaan tersebut. Kebangsaan Indonesia telah menjadi redup atau lemah akibat pembangunan Jatidiri Bangsa yang kurang mendapat perhatian. Jika kita mengamati perkembangan masyarakat Indonesia, maka banyak warga negara yang telah memiliki jatidiri bangsa asing yang sekuler, liberal dan hedonis. Perilaku liberal dengan gaya hidup bebas muncul di mana-mana termasuk munculnya gaya hidup dengan seks bebas. Jatidiri liberal dan hedonis tersebut bertentangan dengan agama-agama yang ada, bertentangan dengan budaya bangsa dan akhirnya bertentangan dengan Pancasila.
Excellence with Morality: Mutiara Jatidiri Universitas Airlangga
97
4.6. Membangun Manusia Indonesia Baru dan Semangat Kebangsaan Sesungguhnya pernyataan Laksamana Inggris Lord Mounbatten yang mengatakan Wright or wrong is my country itu ada maknanya. Bangsa Inggris harus mati-matian membela tanah air dari gempuran Nazi Jerman dalam Perang Dunia II. Demikianlah arek-arek Suroboyo juga telah melakukan hal yang sama. Berani mati mempertahankan Ibu Pertiwi dalam Perang Surabaya (9 November-1 Desember 1945). Kini perang telah usai, lalu apakah cara dan jalan kita mengembangkan faham kebangsaan? Musuh-musuh sangat samar. Penjajahan fisik telah berakhir. Yang ada kini adalah penjajahan ideologi dan penjajahan ekonomi. Penulis ingin mengatakan bahwa kini ada penjajahan mentalitas. Mentalitas bangsa telah dijajah oleh bangsa asing sehingga bangsa kita tidak percaya akan kekuatan sendiri. Lalu bagaimanakah kita dapat mengubah mentalitas (mind set) tersebut? Kita harus mengembangkan kecerdasan bangsa dengan pola-pola mentalitas yang diiringi dengan kekuatan logika dan ke-sadaran yang kuat untuk mencintai, mempercayai, setia akan bangsa dan negara sendiri. Harus ada dinamika internal yaitu perubahan cara berfikir masyarakat dan bangsa. Pemerintah bersama seluruh rakyat Indonesia harus mengelola kehidupan bangsa dan negara agar semangat dan ideologi kebangsaan yang otentik tetap dapat dikembangkan dengan memakai pendekatan yang komprehensif. Semangat dan ideologi kebangsaan di mana saja akan terus mengalami kemunduran karena manusia memiliki orientasi baru yang lain. Umumnya perang telah selesai dan penjajahan telah berakhir, karena itu konsep tentang adanya musuh telah berakhir. Kini muka bumi ini semakin terbuka dan terjadi interaksi yang lebih bebas antara bangsa-bangsa. Penulis telah mengusulkan bahwa seluruh pendidikan harus memiliki tujuan bukan hanya untuk mengubah kecerdasan dan kompetensi saja, namun juga harus mengubah karakter dan 98
Excellence with Morality: Mutiara Jatidiri Universitas Airlangga
moralitas. Paling tidak peserta didik harus dapat memiliki sikap dan kesadaran menghargai dan menguasai Ipteks. Karakter manusia Indonesia baru harus dibentuk dan dikembangkan. Filsafat pendidikan progresivisme dan konstruktivisne harus dikenalkan kepada mahasiswa di lembaga pendidikan tinggi. Apanya yang salah karena masyarakat dan bangsa Indonesia tidak mampu menjadi masyarakat dan bangsa yang berubah dan maju (change and progress)? Masyarakat dan bangsa harus bekerja keras untuk mengevaluasi seluruh sistem-sistem yang ada, dan juga karakter manusia Indonesia sebagai pendukungnya. Penulis me-nyatakan bahwa banyak warga negara tidak memiliki karakter yang baik dan maju sehingga SDM masyarakat dan bangsa Indonesia relatif rendah. Pembangunan nasional, modernisasi, mekanisasi, rasionalisasi, dan globalisasi telah membawa banyak perubahan dan berbagai dampak-dampak perubahan kehidupan dan lingkungan. Namun banyak warga negara yang masih memiliki mental konservatif, yang tabu memandang perubahan, dan kemajuan. Karena itulah pembangunan nasional harus memiliki makna juga membangun karakter manusia Indonesia baru. Kita harus sadar benar bahwa kualitas semangat dan ideologi kebangsaan yang lalu (60 tahun yang lampau) dengan kualitas dan ideologi kebangsaan waktu sekarang dan yang akan datang. Ma-syarakat dan bangsa yang tidak menghargai dan menguasai Ipteks tidak memiliki citra dan martabat di mata internasional. Masya-rakat dan bangsa yang miskin dan bodoh tidak memiliki citra dan martabat dalam pergaulan antar bangsa. Karena itulah semangat dan ideologi kebangsaan harus memiliki makna dan tujuan mengantarkan bangsa dan negara menghargai dan menguasai Ipteks yang maju. Semangat dan ideologi kebangsaan haruslah juga memiliki makna dan tujuan untuk mengembangkan semangat kemandirian dan kepercayaan akan kemampuan bangsa sendiri, agar bangsa dan negara tidak tergantung dengan kekuatan asing. Agar masya-rakat dan bangsa mampu menggunakan SDA sebesar-besarnya bagi kesejahteraan rakyat Indonesia. Excellence with Morality: Mutiara Jatidiri Universitas Airlangga
99
Warga negara Indonesia hendaknya meyakini akan fungsi dan relevansi adanya semangat dan ideologi kebangsaan bagi pembangunan nasional dan pelestarian eksistensi NKRI. Faham, semangat dan ideologi kebangsaan telah dibangkitkan kembali oleh bangsa China, India dan Brazil untuk membangun sistem ekonomi, bisnis, dan industri serta membangun kekuatan nasional yang berbasis dengan kemandirian bangsa. Akhirnya bangsa yang tergolong adikuasa baru mampu mengembangkan nasionalisme ekonomi, dan nasionalisme budaya, yang memiliki orientasi kuat mencintai bangsa dan negara sendiri. Pemimpin-pemimpin China, India dan Brazil selalu menyerukan kepada bangsanya sendiri untuk menggunakan produk dalam negeri. Rakyatnya lalu mengikuti seruan pemimpinnya karena rakyat sadar benar akan manfaat menggunakan produk dalam negeri. Kondisi ini sangat berlawanan dengan kondisi di Indonesia. Warga masyarakat lebih mencintai dan lehih percaya akan produk asing. Warga tidak percaya akan produk dalam negeri. Pemimpin-nya menyerukan agar rakyat mengencangkan ikat pinggang, namun pemimpinnya melonggarkan ikat pinggang karena mereka harus lebih banyak makan makanan-makanan yang enak. Pen-duduk Indonesia yang mencapai penduduk 240 juta jiwa adalah bermakna sebagai ”pasar besar”. Para pemimpin atau elit bangsa tidak percaya dengan kemampuan bangsanya sendiri. Lihat saja kalau sakit cenderung berobat ke Singapura. Di Hospital Singapura diyakini pelayanan kesehatan dianggap lebih baik. Para elit banyak menggunakan produk-produk dari bangsa asing, termasuk mempergunakan perlengkapan rumah tangga. Kita akan sulit membangun semangat kemandirian dan kepercayaan akan kemampuan sendiri dalam tenggang waktu yang dekat. Karena kemampuan jatidiri bangsa yang lemah itulah yang membuat masyarakat dan bangsa Indonesia tidak percaya dengan kekuatan sendiri dan tidak memiliki kekuatan kemandirian. Barangkali ada baiknya mengamati karakter para pelacur yang menjual dirinya kepada para hidung belang. Para pelacur tidak 100
Excellence with Morality: Mutiara Jatidiri Universitas Airlangga
memiliki jatidiri yang kuat, sehinga pelacur menjual dirinya dan tidak memiliki rasa malu. Kedudukan jatidiri adalah sentral dalam diri manusia. Pancasila harus dikembangkan menjadi suatu ”epistemologi kritikal”, suatu pengetahuan yang dapat menjadi sumber dasar untuk melakukan evaluasi dan kritik terhadap kehidupan dan fenomena masyarakat. Pancasila harus dijadikan sebagai sumber daya nilai yang menjadi dasar dalam memberikan kritik-kritik dan evaluasi terhadap sikap dan perilaku berbangsa dan bernegara yang buruk dan salah. Masyarakat dan bangsa Indonesia telah terjatuh ke dalam ”mental pembiaran” (omission mentality) yang sangat fatal. Banyak sikap dan tindakan jahat dibiarkan berlalu. Lihat saja tindakan dan perilaku berlalu lintas banyak yang melanggar aturan formal hukum, yang dibiarkan oleh warga atau petugas. Banyak murid dan mahasiswa yang curang mengikuti ujian dibiarkan saja. Akhirnya banyak tindak kejahatan korupsi yang dibiarkan dengan berbagai alasan dan pembenaran. Warga masyarakat atau bangsa Indonesia telah memiliki mental karet, karenanya sangat sukar bertindak tegas. Semangat dan ideologi kebangsaan semestinya, muncul dalam seluruh bidang kehidupan dalam berbangsa dan bernegara, tidak hanya muncul dalam faham nasionalisme dan patriotisme saja. Faham dan ideologi kebangsaan harus muncul dalam bidang ekonomi, politik, hukum, pendidikan, sosial budaya, kesehatan, pemerintahan, politik luar negeri, dalam ketertiban dan keamanan. Memang faham dan ideologi kebangsaan selama ini dikaitkan dengan konsep pembentukan Nation State dari proses dan perkembangan nation-nation (nation kecil). Proses membangun negara bangsa itu memang belum final. Proses pembentukan Nation State itu adalah suatu unfimished process. Ketia faham dan ideologi kebangsaan itu tidak berkembang maka pembentukan Negara bangsa yang kuat akan tidak tercapai. Karena itulah penulis mengusulkan untuk mengembangkan kesadaran akan kebangsaan itu haruslah kita mengembangkan pembentukan karakter manusia Indonesia baru. Apakah itu? Excellence with Morality: Mutiara Jatidiri Universitas Airlangga
101
Karakter manusia Indonesia baru yang diharapkan dapat berkembang ialah karakter-karakter baru sebagai: (i). mentalitas keterbukaan akan nilai-nilai baru dan perubahan budaya serta peradaban dunia, (ii). orientasi yang kuat ke masa depan, bukan ke masa lampau, karena itu harus ada orientasi mencapai perubahan dan kemajuan, (iii). karakter demokratis dan bebas dari segala bentuk tindak kekerasan, (iv). memiliki karakter etos kerja keras dan kemandirian, serta kepercayaan akan kekuatan sendiri, (v). menghargai dan menguasai Ipteks yang maju, (vi). karakter disiplin diri dan disiplin sosial yang tinggi, (vii). Yang kreatif, produktif, inovatif dan berdaya saing tinggi, (viii). yang berfaham nasionalisme dan patriotisme yang kuat sebagai bentuk semangat kebangsaan, (ix). yang menyadari adanya realitas masyarakat dan bangsa yang majemuk dan multikultural serta mampu hidup dalam masyarakat yang beragam secara harmoni, dan (x). Yang berjiwa religius dan spiritualis, dan sebagainya. Tradisi dan warisan sejarah atau budaya itu memang penting dan layak dihormati, namun bangsa harus memiliki sikap dan perilaku kritis. Tradisi dan warisan budaya harus tetap “direvisi” agar sesuai dengan perkembangan dan perubahan peradaban umat manusia. Warga Negara hendaknya memiliki karakter manusia Indonesia baru, di samping harus memiliki Jatidiri Bangsa. Bagaimanakah kita dapat berubah dan berkembang jika kita tidak memiliki karakter menghargai dan menguasai Ipteks. Bagaimanakah kita dapat memiliki kualitas kesehatan yang baik kalau kondisi lingkungan sangat jorok dan kotor? Kita harus mengembangkan karakter inovatif, dalam arti karakter yang bersedia melakukan perubahan sikap dan perilaku terhadap lingkung-an. Perilaku membuang sampah secara sembrono tetap berlanjut. Warga yang merokok dengan melanggar Perda masih juga ber-lanjut. Budaya yang bermakna ketidakpatuhan itu tetap saja berlanjut. Lembaga pendidikan (dari TK/SD hingga PT) harus mengembangkan semangat dan ideologi kebangsaan melalui upaya membangkitkan kesadaran dan keyakinan atas dasar proses pem102
Excellence with Morality: Mutiara Jatidiri Universitas Airlangga
belajaran yang halus (tidak dengan kekerasan atau soft learning). Orang-orang yang terdidik harus diarahkan untuk menguasai dan mengembangkan untuk mencapai hard dan soft skill yang seimbang. Penulis banyak menjumpai orang-orang terdidik dengan mental yang pragmatis, dan menyatakan bahwa apanya dari bagian bangsa Indonesia yang layak dibanggakan?, katanya. Tidak ada, bukan. Tidakkah warga masyarakat telah kehilangan kebanggaan terhadap bangsa dan negaranya sendiri? Tidakkah jiwa warga negara telah kehilangan terhadap bangsa dan negaranya sendiri. Mereka telah terjatuh ke dalam mental fatalisme dan tidak percaya akan kemampuan bangsa sendiri. Mental ini harus diubah dan dikoreksi. Masyarakat dan bangsa Indonesia harus bekerja keras untuk menghasilkan prestasiprestasi yang berkelas internasional seperti yang dicapai oleh beberapa siswa dalam Olympiade Sains. Kita harus mengembangkan semangat dan ideologi kebangsaan yang dapat membawa bangsa dan negara menjadi good citizen and strong nation. Karena itu kita harus mengembangkan semangat dan ideoologi kebangsaan yang dapat mengembangkan: (i). pembangunan Jatidiri Bangsa yang berakar pada Pancasila (ii). nasionalisme dan patriotisme Indonesia yang otentik, (iii). kepercayaan kepada diri sendiri dan kemandirian bangsa yang kokoh, (iv). demokrasi yang bebas dari tindakan totaliter dan berlandaskan Pancasila, (v). Kesadaran akan masyarakat dan bangsa yang majemuk dan multikultural untuk menuju Indonesia harmoni, (vi). perjuangan untuk menegakkan keadilan sosial dan menjauhkan tindakan rasial dan diskriminasi, dll. Dengan demikian, di samping harus dilakukan pembangunan nasional yang menjamin tercapainya keadilan sosial dan kesejahteraan, yang terfokus menghilangkan kemiskinan, kebodohan, penjajahan oleh bangsa sendiri serta melenyapkan tindakan rasial dan diskriminasi, masyarakat dan bangsa Indonesia harus membangun dan melembagakan Jatidiri Bangsa Indonesia yang otentik.
Excellence with Morality: Mutiara Jatidiri Universitas Airlangga
103
4.7. Ringkasan Diakui atau tidak, sesungguhnya semangat dan ideologi kebangsaan telah berada dalam jalan atau koridor yang menuju kematian setelah Perang Dunia II. Umat manusia memiliki orientasi baru akibat penjajahan yang menimbulkan kesengsaraan, penderitaan, kemikinan, dan kebodohan. Bangsabangsa setelah perang dingin menginginkan adanya perubahan dan kemajuan baru. Pemaknaan terhadap semangat dan ideologi kebangsaan dalam masyarakat Indonesia harus dikembangkan, jika perlu dilakukan revisi, agar semangat dan ideologi kebangsaan Indonesia dapat disesuaikan dan difungsikan dalam era perubahan dan perkembangan peradaban. Semangat dan ideologi kebangsaan yang semula diarahkan melawan musuh-musuh dari luar termasuk penjajahan, maka haruslah dialihkan menuju perlawanan terhadap masalah-masalah nasional yang melekat dan merusak bangsa dan Negara sendiri seperti kemiskinan, kebodohan, ketidakadilan, dan sebagainya. Seluruh warga negara dan para penguasa harus diberi peringatan secara jelas bahwa kondisi dan realitas semangat dan ideologi kebangsaan Indonesia dalam posisi yang krisis. Banyak warga dan oknum pejabat telah menjauhkan dan melalaikan semangat dan ideologi kebangsaan. Banyak oknum pejabat atau elit bangsa yang sengaja menghancurkan bangsa dan Negara dari dalam, seperti kasus tindakan korupsi. Sikap pemikiran manusia semakin realistik dan pragmatis. Kini fokus perjuangan manusia ialah mengejar kesejahteraan. Kehidupan manusia semakin sulit dan persaingan semakin berat. Kesempatan untuk menguasai materi dan uang semakin terbatas, dan membutuhkan kemampuan dan kecerdasan tertentu. Bangsa-bangsa semakin menyatakan bahwa ideologi itu tidak lagi fungsional dan relevan dalam menentukan kehidupan dan dunia. Karena itulah faham ideologi kebangsaan semakin ber-kedudukan sekunder. Yang primer ialah segala usaha manusia untuk menjadi sejahtera (dalam arti luas). 104
Excellence with Morality: Mutiara Jatidiri Universitas Airlangga
Karena itulah warga negara berlomba-lomba bekerja keras untuk menguasai materi agar segera dapat menjadi kaya. Kini materi dan uang dianggap sangat menentukan kehidupan manusia. Bahkan uang telah menjadi semacam “Tuhan baru”, dan dianggap segala-galanya. Kebahagiaan, kesenangan dan kepuasan hidup (dalam arti luas) menjadi tujuan hidup. Akhirnya kaum muda lebih suka membicarakan ”hepi-hepi” dibandingkan membicarakan semangat dan ideologi kebangsaan. Masyarakat dan bangsa ini harus me-lakukan gerakan penguatan diri dan moralitas agar warga negara dapat ”mengendalikan diri” dalam menghadapi segala perubahan. Penulis ingin menyatakan tulisan ini memiliki kesimpulan yaitu hanya dengan mengaktualkan Jatidiri Bangsa di dada setiap warga negara, maka semangat dan ideologi kebangsaan dapat kembali dikembangkan dan dilestarikan. Semangat dan ideologi kebangsaan harus dikembangkan dan dilembagakan di seluruh bidang kehidupan dalam berbangsa dan bernegara seperti sangat perlu dikembangkan nasionalisme ekonomi, nasionalisme politik, nasionalisme budaya, nasionalisme pendidikan, dan sebagainya. Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan usulan bahwa untuk melembagakan semangat dan ideologi kebangsaan Indonesia haruslah dimulai dengan ”pendidikan dan sosialisasi dalam keluarga”. Orang tua hendaknya bersedia memberikan nasehat kepada anak-anak menjelang berangkat ke sekolah dengan per-nyataan ”warga negara yang baik adalah warga negara yang memiliki semangat dan ideologi kebangsaan yang kokoh dengan landasan Pancasila”. Selama kondisi Jatidiri Bangsa Indonesia terjabik-jabik seperti sekarang masyarakat dan bangsa Indonesia mengalami tantangan dan hambatan besar untuk melembagakan semangat dan ideologi kebangsaan Indonesia. Penulis menegaskan bahwa pem-bangunan dan pelembagaan Jatidiri Bangsa Indonesia wajib hukumnya. Biarpun tanah airku ini bergetar, aku tetap Indonesia. Biarpun matahari terbit di Barat dan tenggelam di Timur, aku tetap Indonesia. Biarpun diriku seorang insan yang miskin, aku Excellence with Morality: Mutiara Jatidiri Universitas Airlangga
105
tidak akan menjual diriku. Biarpun kita belum berubah dan maju, aku tidak malu menjadi orang Indonesia (inspirasi dari Gombloh). Daftar Pustaka Beuken, Wim., dan Karl-Josep Kuschel., dkk. 2003 Agama sebagai Sumber Kekerasan, (terj.), Imam Baehaqie, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Chang, William 2008 ”Violensianisme Versus Pasifisme”, dalam Hr. Kompas. 11 November, p.6. Culla, Adi Suryadi 1999 Masyarakat Madani, Jakarta: Raja Grafindo Persada. Fromm, Erich 2001 Akar-akar Kekerasan; Analisis Sosio-Psikologis Atas Watak Manusia, (terj.), Imam Mutaqqin., Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Fukuyama, Francis 2002 The Great Disruption, Hakikat Manusia dan Rekonstitusi Tatanan Sosial, (terj.), Ruslani, Yogyakarta: Qalam. Kristiyanto, Eddy., (ed.) 2001 Etika Politik Dalam Konteks Indonesia, Yogyakarta: Kanisius. Naya Sujana, I Nyoman 2003 Patologi Nasionalisme Indonesia, Surabaya: UPT MKU-UA.
106
Excellence with Morality: Mutiara Jatidiri Universitas Airlangga
Naya Sujana, I Nyoman., dan Lasmono Askandar., (ed.) 2005 Jatidiri Bangsa Indonesia, Surabaya: DHD 45 Jawa Timur. Naya Sujana, I Nyoman 2005 Pembangunan Moral Bangsa, Surabaya: Penerbit Jawa Pos Novak, Michael 2000 Teologi Politik Radikal, (terj.), Sigit Djatmiko, Yogyakarta: Jendela. Ritzer, George 2002 Ketika Kapitalisme Berjingkrang, (terj.), Solichin dan Didiek P.Yuwono, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Syafii Maarif, Ahmad 2008 ”Politik Tanpa Moral Lahirkan Srigala”, pada Harian Kompas, 23 November 2008, p.2.
Excellence with Morality: Mutiara Jatidiri Universitas Airlangga
107