BAB III WASIAT PENGANGKATAN AHLI WARIS (ERSFTELLING) DALAM KUHPERDATA
A. Sekilas KUHPerdata Hukum perdata dalam arti luas meliputi semua hukum privat materiil yaitu segala hukum yang mengatur kepentingan-kepentingan perorangan.75 Di dalam hukum perdata ini belum diketemukan unifikasi hukum yang berlaku untuk seluruh negeri di dunia, masing-masing mempunyai hukum perdata sendiri yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi hukum yang disebut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. 1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Dalam Lintas Sejarah Sejarah terbentuknya Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) (BW) tidak terlepas dari terbentuknya Kitab UndangUndang Hukum Perdata Belanda dan Code Civil Perancis. Hal itu disebabkan karena Indonesia pernah dijajah oleh Belanda sehingga tidak aneh apabila dibidang hukum banyak produk-produk pemerintah Belanda berlaku di Indonesia, termasuk KUHPerdata Belanda sendiri pernah dijajah oleh negara Perancis beberapa waktu lamanya, sehingga Belanda juga merasakan adanya pengaruh dari Code Civil Perancis. Semenjak + 50 tahun sebelum masehi di Perancis berlaku hukum Romawi kuno yang berdampingan dengan hukum Perancis kuno yang 75
Prof. Subekti, SH., Pokok-Pokok Hukum Perdata, Jakarta: Intermasa, 1985, hlm. 9.
60
keduanya saling mempengaruhi. Dalam perkembangan dapat diketahui bahwa di Perancis berlaku 2 hukum, yaitu hukum kebiasaan Perancis kuno yang berlaku di Perancis Utara, dan Hukum Romawi yang berlaku di Perancis selatan yang tertuang dalam Corpus Iuridis Cibilis yang merupakan hukum-hukum tertulis. Keadaan tersebut diatas berjalan cukup lama dan menimbulkan tidak adanya kesatuan, hal itu kurang menguntungkan. Menyadari keadaan tersebut, maka pada abad XVII muncul adanya suatu usaha untuk menciptakan kodifikasi hukum agar didapat kesatuan hukum di Perancis. Hasilnya, pada abad XVIII dikeluarkan beberapa peraturan perundangundangan yang mengatur beberapa hal. Tahun 1804 barulah berhasil dibentuk kodifikasi hukum perdata Perancis yang disebut Code Civil Des Perancis yang mulai berlaku pada tanggal 21 Maret tahun 1804. kodifikasi tersebut kemudian diubah dengan penambahan di sana-sini dan akhirnya diundangkan kembali dengan sebutan Code Civil Napoleon. Tetapi penggunaan istilah tersebut hanya sebentar karena pada akhirnya kembali disebut Code Civil des Francais.76 Pada tahun 1811-1839 diadakan perubahan-perubahan atas isi Code Civil Perancis disesuaikan dengan keadaan di Belanda kemudian dinyatakan secara resmi sebagai kodifikasi di bidang hukum negara Belanda dalam hukum perdata. Hal itu dapat terjadi karena Belanda merupakan jajahan Perancis. Pada jaman penjajahan Perancis telah ada
76
Tim Penyusun, Hukum Perdata I, Bandung: Alumni, 1992, hlm. 22.
61
usaha membuat kodifikasi hukum menurut hukum-hukum Belanda kuno, tetapi tidak dapat terwujud usaha kodifikasi tersebut banyak dipengaruhi dengan pemikiran para sarjana dari Belgia dan mengesampingkan pikiranpikiran di bidang hukum di negara Belanda. Pada tahun 1830-1839 terjadi pemberontakan yang akhirnya Belanda terpisah dari Belgia. Kodifikasi yang telah terbentuk kemudian ditinjau kembali dan diadakan perubahan dengan penyesuaian keadaan di Belanda. Terakhir kalinya pada tanggal 10 April 1838 Kodifikasi Hukum Perdata Belanda dinyatakan berlaku sejak 1 Oktober 1838. Indonesia pada waktu dijajah oleh Belanda dan banyak orang Belanda berkarya dengan baik dibidang pemerintahan maupun bidang perdagangan. Selain menjajah dengan maksud mendapatkan keuntungan bagi pemerintah Belanda, politik penjajahan yang diterapkan dengan mengandung maksud memberikan perlindungan hukum bagi warganya bahkan bagi orang-orang Eropa yang berada di Indonesia (Hindia Belanda) sebagai daerah jajahannya termasuk Indonesia. Panitia ini dipimpin oleh Mr. Scholten. Melalui pengumuman Gubernur Jendral Hindia Belanda pada tanggal 3 Desember 1847, dinyatakan bahwa sejak 1 Mei 1848 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW/KUHPerdata) dinyatakan berlaku di Hindia Belanda/ Indonesia. KUHPerdata yang berlaku di Belanda menggunakan asas konkordansi. Mengenai asas tersebut berisi peraturan-
62
peraturan pemerintah Hindia Belanda yang terdiri atas 187 pasal dan mulai berlaku 1 Januari 1926.77 Pada prinsipnya KUHPerdata (BW) hanya berlaku bagi golongan Eropa. Golongan yang lain dapat menggunakan KUHPerdata asalkan mereka telah lebih dahulu menundukkan diri. Peraturan mengenai penundukan diri sebenarnya hanya ditujukan bagi golongan Bumi Putera. Sedangkan bagi golongan Timur asing hal tidak relevan lagi, sebab dalam ketentuan lain dinyatakan bahwa KUHPerdata berlaku bagi golongan Timur asing kecuali hukum keluarga dan waris. KUHPerdata berlaku di Indonesia berdasarkan atas ketentuan pasal 2 aturan peradilan UUD 1945. ketentuan ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya kekosongan hukum (rechts vacuum) khususnya yang mengatur lapangan hukum keperdataan. Dengan menyadari kondisi dan kemampuan bangsa Indonesia dan kelemahan yang ada pada KUHPerdata serta sambil menunggu adanya kodifikasi baru sebagai pengganti KUHPerdata, kiranya tepatlah langkah-langkah yang ditempuh pemerintah yang membenarkan penerapan KUHPerdata di Indonesia. secara yuridis formal, KUHPerdata tetap berkedudukan sebagai undang-undang. Tetapi untuk kondisi sekarang ini ia tidak lagi sebagai Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang bulat dan utuh seperti keadaan semula pada saat dikodifikasikan.78
77 78
Ibid., hlm. 23. Ibid., hlm. 25.
63
2. Sistematika KUHPerdata di Indonesia KUHPerdata di Indonesia mempunyai sistematika yang berbeda bila dibandingkan dengan Kitab Undang-Undang Hukum lainnya. Dengan adanya sistematika tersebut dimaksudkan agar mempermudah untuk memperoleh kejelasan tentang isinya, sehingga dapat membantu dalam penerapannya. Apabila ditilik dari segi sistematikanya, ternyata hukum perdata di Indonesia mengenal dua sistematika.79 a. Menurut ilmu pengetahuan hukum, sistematika hukum perdata materiil terdiri: 1) Hukum tentang orang/ hukum perorangan/ badan pribadi (Personen Recht) 2) Hukum tentang keluarga/ hukum keluarga (Familie Recht) 3) Hukum tentang kekayaan/ hukum harta kekayaan/ hukum harta benda (Vermogen Recht) 4) Hukum waris (Erf Recht) b. Sistematika hukum Perdata menurut undang-undang yaitu hukum perdata sebagaimana termuat dalam KUHPerdata yang terdiri dari: Buku I
: Tentang orang (Ven Person)
II : Tentang Benda (Van Zaken) III : Tentang Perikatan (Ban Verbintenissen)
79
Prof. Subekti, SH., Op.Cit., hlm. 15.
64
IV : Tentang Pembuktian dan Kedaluwarsa (Van Bewijk en Verjaring) Sistematika hukum perdata menurut undang-undang inilah yang sekarang berlaku. Jika diamati dengan cermat sistematika tersebut ternyata terpengaruh oleh sistematika (Corpus Iuris Civilis yang dibuat pada zaman kaisar Yustianus di Romawi (abad VI), yang membagi dalam empat bagian.80
B. Pengertian Wasiat dan Macamnya dalam KUHPerdata 1. Pengertian Wasiat dalam KUHPerdata Membuat testament atau surat wasiat merupakan suatu perbuatan hukum dengan mana orang menentukan tentang apa harta terjadi dengan harta kekayaannya setelah ia meninggal dunia. Kekuasaan menentukan tentang harta kekayaannya yang dipunyai sewaktu masih hidup di dalam lembaga ini mendapatkan sambungannya. Mengenai wasiat, pengertian lengkapnya termaktub didalam pasal 875 KUHPerdata yaitu "Testamen ialah suatu akta yang memuat pernyataan seorang tentang apa yang dikehendakinya akan terjadi setelah ia meninggal dunia, dan yang olehnya dapat dicabut kembali lagi.81 Boleh dikatakan bahwa, membuat wasiat adalah suatu perbuatan hukum yang sepihak, karena hal ini erat hubungannya dengan sifat "herroe pelijkhed" (dapat dicabut) dari ketetapan surat wasiat itu. Ketetapan dalam 80 81
Ibid., hlm. 26. Prof. Subekti, SH., R. Tjitrosudibio, Op.Cit., hlm. 232.
65
surat wasiat memiliki dua ciri yaitu: dapat dicabut dan berlaku berhubungan dengan kematian seseorang. Sehingga ketetapan kehendak yang memiliki dua ciri itu maka bentuk testament adalah syarat mutlak. Sementara isi ketentuan dari yang diwasiatkan harus lebih didahulukan pelaksanaannya daripada menyampaikan hak ahli waris menurut ketentuan undang-undang. Hal tersebut dengan tegas dinyatakan di dalam pasal 874 KUHPerdata yang bunyinya adalah: "Segala harta peninggalan seseorang yang meninggal dunia adalah kepunyaan sekalian ahli waris menurut undang-undang, sekedar terhadap itu dengan surat wasiat tidak telah diambilnya sesuatu ketentuan yang sah."82 Dapat dijelaskan maksud pasal tersebut adalah bahwa aturan yang tetap mula-mula sekali, isi maksud dari wasiat pewaris dilaksanakan, sesudah itu diadakan pembagian harta untuk para ahli waris. Dari ketentuan demikian akan mungkin sekali kalau misalnya pelaksanaan wasiat diselenggarakan sehingga mereka yang menurut undang-undang yang ditentukan sebagai ahli waris sekalipun tidak mendapatkan apa-apa.83 2. Macam-macam wasiat dalam KUHPerdata Testament atau wasiat merupakan akta yang sangat penting, karena dengan wasiat seseorang dapat memindahkan hak miliknya kepada seseorang yang dikehendakinya, sehingga hak miliknya tidak jatuh kepada seseorang yang tidak dikehendaki.
82
Prof. Subekti, SH., R. Tjitrosudibio, Op.Cit., hlm. 231-232. Drs. H. Ahmad Kuzari, Sistem Asabah, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 19. hlm. 52. 83
66
Untuk menghindar kemungkinan yang tidak diinginkan, maka KUHPerdata membedakan wasiat menjadi dua macam, yaitu wasiat ditinjau dari segi isinya dan wasiat ditinjau dari segi bentuknya. Ada dua macam wasiat dilihat dari segi isinya antara lain: a. Erfstelling, yaitu penunjukan seseorang atau beberapa orang yang untuk menjadi ahli waris yang akan mendapat seluruh atau sebagian harta warisan. Orang yang ditunjuk disebut "testamentaire erfgenaam" (ahli waris menurut wasiat). Erfstelling bisa disebut juga dengan wasiat pengangkatan ahli waris. Keterangan selengkapnya mengenai Erfstelling tertuang dalam pasal 954 KUHPerdata: "Wasiat pengangkatan waris adalah suatu wasiat dengan mana si yang mewariskan,
kepada
seseorang
atau
lebih
memberikan
harta
kekayaannya akan ditinggalkan apabila ia meninggal dunia baik seluruhnya
atau
sebagian
seperti
misalnya
setengahnya,
sepertiganya."84 Orang-orang yang mendapat harta kekayaan pasal ini adalah ahli waris dibawah titel umum.85 b. Hibah wasiat (Legaat) Yaitu suatu pemberian kepada seseorang terhadap barang tertentu. Adapun yang dapat diberikan dalam suatu Legaat dapat berupa:
84 85
Prof. Subekti, SH., R. Tjitrosudibio, Op.Cit., hlm. 250. Prof. Ali Afandi, SH., Op.Cit., hlm. 16.
67
1. Satu atau beberapa benda 2. Seluruh benda dari satu macam atau jenis, misalnya seluruh benda yang bergerak 3. Sesuatu hak lain hak untuk mengambil satu terhadap boedel. Misalnya hal untuk mengambil satu atau beberapa benda tertentu dari boedel (harta peninggalan). Orang yang menerima legaat, dalam istilah hukum perdata disebut "legataris". Dalam pasal 957 KUHPerdata dikatakan pengertian legaat atau hibah wasiat adalah suatu penetapan wasiat yang khusus, dengan mana pewasiat kepada seseorang atau lebih memberikan beberapa barang-barangnya dari suatu jenis tertentu, seperti misalnya, segala barang-barangnya bergerak atau tak bergerak atau memberikan hak pakai hasil atas seluruh atau sebagian harta peninggalannya.86 Orang-orang yang mendapat harta kekayaan menurut pasal ini berada dibawah titel khusus. Ia berhak melakukan tagihan terhadap kebendaan yang dihibahkannya, kepada para ahli waris atau para penerima wasiat yang diwajibkan menyerahkannya. Ia berhak atas segala hasil atau segala bunga dari kebendaan itu, semenjak hari meninggalnya si yang mewasiatkan, jika tuntutan penyerahan dilakukan dalam waktu satu tahun semenjak hari tersebut, atau jika penyerahan kebendaan tadi dalam tenggang waktu yang sama
86
Prof. Subekti, SH., R. Tjitrosudibio, Op.Cit., hlm. 251.
68
secara sukarela dilakukannya, maka berhaklah ia atas hasil atau bunga kebendaan, terhitung mulai dari tuntutan dimajukan. Setelah memperhatikan kedua jenis wasiat menurut isinya diatas, terdapat perbedaan mendasar antara keduanya. Perbedaan tersebut adalah wasiat jenis erfstelling, orang yang ditunjuknya, sebagai orang yang memperoleh hak dengan titel umum, ia bertanggung jawab dan memikul hutang dari harta peninggalan, untuk seluruhnya atau untuk bagian yang sebanding. Sedangkan penerima legaat (hibah wasiat) sebagai penerima hak dengan titel khusus, ia tidak ada sangkut pautnya dengan hutang-hutang orang yang memberi wasiat tersebut. Ia juga tidak mempunyai kedudukan sebagai ahli waris menurut undang-undang, oleh karena itu ia tidak menggantikan si peninggal dari hak-hak dan kewajibannya. Ia hanya berhak menuntut penyerahan barang tertentu yang diserahkan padanya dari ahli waris (pasal 959 ayat 1).87 Wasiat jika ditinjau dari segi bentuknya, maka dibedakan dalam tiga macam yaitu: a. Wasiat yang ditulis sendiri (Wasiat Olografis) Suatu bentuk wasiat yang dibuat dengan tangan si pewasiat sendiri yang harus disimpan atau diserahkan kepada notaris dengan disaksikan oleh dua orang saksi.
87
Tamakiran S. SH., Op.Cit., hlm. 42.
69
b. Wasiat Umum (Openbaar testament) Bentuk ini paling banyak dipakai, dimana orang yang akan meninggalkan warisan datang menghadap pada notaris dengan dihadiri dua orang saksi menyatakan kehendaknya. c. Wasiat rahasia atau wasiat tertutup Yaitu suatu wasiat rahasia yang harus selalu tertutup atau disegel dan diserahkan kepada notaris dengan disaksikan oleh 4 orang saksi.88 Mengenai wasiat olografis undang-undang menjelaskan dalam pasal 932 KUHPerdata. Menurut undang-undang terdapat beberapa ketentuan tentang wasiat olografis yaitu: 1. Adanya keharusan bahwa wasiat tersebut harus ditulis dan harus ditandatangani oleh pembuat wasiat 2. Wasiat tersebut disimpan kepada seorang notaris dengan dibebani keharusan untuk dibuatkan akta penyimpanan (akte van depot) yang harus: -
Ditandatangani oleh pembuat wasiat
-
Ditandatangani oleh notaris sebagai penyimpan wasiat
-
Ditandatangani oleh dua orang saksi yang menghadiri pembuatan wasiat.
88
M. Idris Ramulyo, Perbandingan Pelaksanaan Hukum Kewarisan Islam dengan Kewarisan Menurut Hukum Perdata (BW), Jakarta: Sinar Grafika, 2002, hlm. 140-141.
70
3. Apabila wasiat tersebut dalam keadaan tertulis atau bentuk dalam sampul, maka akta penyimpanan tersebut dibuat diatas kertas sendiri. Sedangkan diatas sampul yang isinya wasiat tersebut dibuat catatan yang menyatakan adanya surat wasiat dan harus ditandatangani. Wasiat olografis memiliki kekuatan pembuktian yang secara Yuridis Formal dimuat, di dalam pasal 933 KUHPerdata. Pada dasarnya undang-undang memberi jaminan bahwa wasiat olografis berkekuatan sama dengan kekuatan wasiat umum, dengan syarat penyimpangan olografis disimpan oleh notatris. Untuk wasiat umum (openbaar testament), pasal 938 dan 939 KUHPerdata mengatur masalah wasiat tersebut yang garis besarnya sebagai berikut: 1. Wasiat umum dibuat di depan notaris 2. Pembuatan wasiat tersebut harus dihadiri dua orang saksi 3. Di
depan
notaris
dan
para
saksi.
Pewaris
menjelaskan
kehendaknya. 4. Dengan kata-kata yang jelas notaris menulis atau menyuruh menulis segala kehendak yang disampaikan oleh pewaris. Ketentuan undang-undang mengenai wasiat tertutup atau wasiat rahasia, secara garis besarnya sebagai berikut: 1. Wasiat tersebut harus ditulis sendiri atau ditulis orang lain untuknya, selanjutnya ditandatangani sendiri oleh pewaris.
71
2. Harus ditutup dan disegel. Maksudnya, sampul yang berisi tulisan atau kertas yang memuat tulisan tertutup dan disegel. 3. Empat orang saksi. Maksudnya, apa yang telah dibuat menurut butir dua diatas kemudian diserahkan kepada notaris di depan empat orang saksi dengan menerangkan apa yang diserahkan itu adalah wasiat. 4. Notaris
menulis
keterangan
tersebut
dalam
sebuah
akta
Supercriptie (akta pengalamatan) yang ditulis di atas kertas atau sampul yang telah memenuhi ketentuan kedua dan ketiga diatas. Kemudian ditandatangani oleh pewaris, notaris dan empat saksi.89
C. Wasiat Pengangkatan Ahli Waris (Efstelling) Apabila seseorang berkeinginan menunjuk atau mengangkat seseorang atau lebih menjadi ahli warisnya, yang kelak ketika ia meninggal dunia ia berhak akan harta peninggalannya, serta menggantikan kedudukannya di dalam hukum harta kekayaan,. Maka ia dapat melakukannya dengan membuat wasiat jenis Erfstelling (wasiat pengangkatan waris). Di dalam KUHPerdata peraturan mengenai erfstelling terdapat di dalam bagian (afdeling) kelima dari bab (fitel) ketiga belas pasal 954. Pasal tersebut menjelaskan bahwa erfstelling adalah suatu wasiat, dengan mannasi yang mewasiatkan, kepada seorang atau lebih, memberikan harta kekayaan
89
Drs. Sudarsono, SH, Op.Cit., hlm. 266-269.
72
yang akan ditinggalkannya apabila ia meninggal dunia baik seluruhnya maupun sebagian seperti misalnya, setengahnya, sepertiganya.90 Suatu erfstelling tidak hanya menyebabkan berpindah tangannya barang-barang (hak-hak) tetapi hutang juga berpindah dari pewaris kepada para ahli warisnya. Oleh karenanya orang-orang yang mendapatkan wasiat jenis erfstelling memperoleh hak dengan alas hak umum. Dalam pasal 876 KUHPerdata disebutkan "segala ketetapan dengan surat wasiat mengenai harta peninggalan adalah untuk diambil secara: umum, atau dengan alas hak umum atau pula dengan alas hak khusus. Tiap-tiap ketetapan yang demikian baik diambil kiranya dengan nama: pengangkatan waris (erfstelling), maupun dengan nama 'hibah wasiat' atau dengan nama-nama lain bagaimanapun juga, harus tunduk pada peraturan dalam bab ini.91 Erfstelling memiliki ciri khusus yaitu apabila pewasiat tidak memberikan harta warisan kepada seseorang berupa harta benda tertentu atau dari suatu jenis tertentu, misalnya segala barang-barangnya bergerak atau tak bergerak. Melainkan jika pewasiat menentukan seluruh harta warisan atau bagian tertentu misalnya setengahnya sepertiganya dan lain sebagainya dari harta warisan itu kepada seseorang. Dengan kata lain apabila pewasiat memberikan harta kekayaannya yang tidak ditentukan macam atau jenisnya melainkan hanya bagiannya misalnya seluruh atau sebagiannya saja maka hal itu dinamakan erfstelling.
90 91
Prof. Subekti, SH., R. Tjitrosudibio, Op.Cit., hlm. 200. Ibid., hlm. 232.
73
Orang yang mendapatkan erfstelling mempunyai kedudukan sebagai seorang ahli waris menurut undang-undang (abintestato). Oleh karena itu ia tidak hanya menerima hak-hak yang melekat pada harta warisan, melainkan juga kewajiban-kewajiban antara lain membayar hutang-hutang dari si pewasiat.92 Dapat saja terjadi bahwa orang yang mendapat erfstelling atau ahli waris testament hampir tidak menerima harta kekayaan sedang ia harus memikul hutang si pewaris. Oleh karena sifat erfstelling tidak ada hubungan sama sekali dengan besarnya perolehan.93 Terkadang amat sulit membedakan pemberian yang bersifat erfstelling dengan legaat (hibah wasiat). Apabila si pewaris menghibah wasiatkan setengah dari harta peninggalannya, maka perbuatan itu bukan suatu hibah wasiat melainkan suatu erfstelling. Dan apabila si pewaris menunjuk seseorang sebagai ahli waris dari suatu rumah tertentu maka perbuatan itu bukanlah suatu erfstelling melainkan suatu hibah wasiat (legaat). Jadi apakah suatu wasiat adalah erfstelling atau legaat (hibah wasiat) tidak tergantung dari nama yang diberikan kepada wasiat itu oleh si pewaris. Pilihan kata-katanya dari si pewaris tidaklah menentukan, yang menentukan adalah sifat ketetapannya.94 Mungkin saja bahwa yang diberikan kepada seseorang dengan alas hak khusus didalam suatu wasiat itu merupakan bagian yang terbesar atau seluruh warisan, namun hal itu tidak berpengaruh atas sifat ketetapan itu. Misalnya; A menghibahkan wasiat sebuah rumah kepada B dan menunjuk C sebagai ahli 92 93
Tamakiran S. SH., Op.Cit., hlm. 41. Prof. Mr. A. Pitlo, Hukum Waris, Jilid I, Jakarta: PT. Intermasa, 1979,
hlm. 198. 94
Hartono Soerjopratiknjo, SH., Op.Cit., hlm. 182.
74
warisnya dalam sesuatu wasiat. Walaupun A selain rumah tersebut tidak meninggalkan apa-apa setelah ia meninggal, tetapi ketetapan guna B itu tetap merupakan suatu hibah wasiat (legaat) dan ketetapan C tetap merupakan suatu erfstelling (penunjukan waris).95 Dengan demikian ia penerima erfstelling harus dianggap ahli waris testamenter oleh karena memang bukan hakekat erfstelling bahwa orang yang ditunjuk itu "harus diuntungkan" karena adanya wasiat itu. Ada kalanya juga ahli waris karena wasiat memperoleh harta warisan lebih besar dari ahli waris yang lain (cab inkatab) sebab ia ditunjuk sebagai ahli waris terhadap sebagian hartanya, misalnya jika seseorang meninggalkan dua saudara laki-laki dan ia mengangkat orang lain sebagai ahli waris untuk separo warisannya, maka keduanya saudara laki-laki tersebut akan mewarisi bersama separo warisan yang lainnya.96 Al ini berarti bagian dari orang yang diangkat menjadi ahli waris lebih besar dari bagian dua saudara tersebut.
D. Hak dan Kedudukan Ahli Waris dengan Wasiat Ahli waris dalam KUHPerdata ada dua macam, yaitu ahli waris secara undang-undang (ab intenstato) atau ahli waris karena kematian dan ahli waris secara wasiat (ab testamento). Undang-undang membagi ahli waris karena kematian dalam empat golongan: Golongan pertama : terdiri dari suami/ istri dan keturunan, 95 96
Ibid., hlm. 181. Ibid., hlm. 2.
75
Golongan kedua
: terdiri dari orang tua, saudara dan keturunan saudara,
Golongan ketiga
: terdiri dari leluhur lain-lainnya,
Golongan keempat : terdiri dari sanak keluarga lain-lainnya dalam garis menyimpang sampai dengan derajat keenam.97 Adapun ahli waris secara wasiat adalah orang yang dipanggil dengan wasiat untuk menerima seluruh wasiat atau suatu bagian yang sebanding daripadanya.
Orang
tersebut
mendapatkan
wasiat
jenis
erfstelling
(pengangkatan waris), oleh karenanya sering disebut ahli waris testamenter atau ahli waris menurut wasiat. Ahli waris testamenter atau ahli waris dengan wasiat adalah sama halnya dengan ahli waris karena kematian, yaitu orang yang memperoleh hak dengan titel umum. Orang itu mempunyai kedudukan sebagai seorang ahli waris ab in testato, oleh karena itu ia tidak hanya menerima hak-hak yang melekat pada harta warisan melainkan juga kewajiban-kewajiban antara lain membayar hutang-hutang dari si pewasiat (si peninggal warisan).98 Pewarisan karena wasiat meskipun berbeda dasarnya dengan pewarisan karena undang-undang (ab instestato), akan tetapi antara keduaduanya tidak ada bedanya dalam sifatnya. Pada umumnya mereka mempunyai hak yang sama dan tunduk pada kewajiban yang sama.99 Ketentuan demikian diatur di dalam pasal 955 KUHPerdata yaitu "pada saat si yang mewariskan meninggal dunia, sekalian mereka yang dengan
97
Prof. Pitlo, Op.Cit., hlm. 41. Tamakiran S. SH., Op.Cit., hlm. 41. 99 Hartono Soerjopratiknjo, SH., Op.Cit., hlm. 182. 98
76
wasiat tersebut diangkat menjadi waris sepertipun mereka yang demi undangundang berhak mewarisi suatu bagian dalam warisan, demi undang-undang pula memperoleh hak milik atas harta peninggalan si meninggal. Pasal 834 dan 835 berlaku bagi mereka.100 Pasal 834 dan 835 KUHPerdata berlaku bagi ahli waris karena wasiat oleh sebab kedudukannya yang sama dengan ahli waris secara undangundang. Bunyi pasal-pasal tersebut adalah: pasal 835 "Tiap-tiap ahli waris berhak memajukan gugatan guna memperjuangkan hak warisnya, terhadap segala mereka yang baik atas dasar hak yang sama, baik tanpa dasar sesuatu hakpun menguasai seluruh atau sebagian harta peninggalan seperti pun terhadap mereka, atau hanya untuk sebagian, jika ada beberapa menuntut, supaya diserahkan kepadanya, segala apa yang dengan dasar hak apa rugi, menurut peraturan termaktub dalam bab ketiga buku ini terhadap gugatan akan pengembalian barang milik." Sedangkan bunyi pasal 835 adalah "Tiap tuntutan demikian gugur karena kedaluarsa dengan tenggang waktu selama tiga puluh tahun." 101 Memperhatikan uraian pasal-pasal KUHPerdata diatas, dapat diketahui bahwa para ahli waris sebab wasiat juga mempunyai saisine dan hereditatis yang sama dengan ahli waris karena undang-undang (ab intestate). Saisine merupakan suatu asas dalam hukum waris perdata bahwa begitu seseorang meninggal dunia, maka pada detik itu juga segala hak dan kewajibannya beralih kepada para ahli warisnya, sehingga tidak ada satu 100 101
Prof. Subekti, SH., R. Tjitrosudibio, Op.Cit., hlm. 250. Ibid., hlm. 222.
77
detikpun kekosongan, sedangkan yang dimaksud dengan hereditatis petition adalah hak setiap ahli waris untuk menuntut dari orang yang tanpa hak menguasai barang warisan, supaya barang tersebut diserahkan kepadanya. Hak penuntutan tersebut diberikan oleh pasal 834 KUHPerdata.102 Dengan demikian menjadi terangiah hak dan kedudukan dari ahli waris karena wasiat, yaitu sama dengan ahli waris karena undang-undang (ab intestato). Mereka sama-sama meneruskan untuk seluruhnya atau untuk sebagainya, pribadi dari pewaris dan kedudukannya secara hukum kekayaan. Adapun hak dan kedudukan hukum ahli waris secara wasiat adalah: 1. Ia berhak akan harta peninggalan pewaris sesuai dengan bagian yang diberikan, atau dengan perkataan lain ia mempunyai saisine. 2. Semua hak dan kewajiban yang bersifat hukum harta kekayaan berpindah dari si pewaris kepada ahli waris.103 3. Ia berhak akan hereditatis petitio, yaitu hak untuk menuntut barang warisan yang ditetapkan. 4. selain berhak akan hereditatis petition, ahli waris masih memiliki hak tuntut khusus untuk menuntut apa saja yang tergolong pada budel (harta pusaka). 5. Ia berhak menentukan sikap terhadap warisan yaitu: menerima murni, menerima dengan pendaftaran budel atau menolak warisan. 6. Ia ikut memikul hutang-hutang pewaris.
102
Prof. Subekti, Ringkasan Tentang Hukum Keluarga dan Hukum Waris, Jakarta: Intermasa, 1990, hlm. 22. 103 Hartono Soerjopratiknjo, SH., Op.Cit., hlm. 185.
78
Hal-hal yang menjadi persamaan dalam kedudukan hukum antara ahli waris secara wasiat dengan ahli waris secara undang-undang adalah dalam: 1. Adanya persamaan hak memiliki harta peninggalan dan kewajiban yang sama yaitu menyelesaikan hutang-hutang dari pewaris. Sehingga keduanya memperoleh hak dengan titel umum (alas hak umum). 2. Adanya persamaan dalam persyaratan umum untuk menjadi ahli waris yaitu seseorang dapat menikmati suatu wasiat, seseorang harus telah ada, tatkala si yang mewariskan meninggal dunia. Ketentuan pasal 2 KUHPerdata berlaku bagi keduanya. 3. Memiliki persamaan dalam sikap terhadap harta peninggalan, yaitu: menerima, menolak atau menerima dengan pendaftaran budel. 4. Memiliki persamaan terhadap ketidak patutan dalam menerima warisan ketidak patutan itu adalah: a. Apabila ia dihukum karena membunuh pewaris. b. Apabila ia dengan putusan hakim pernah dipersilahkan telah memfitnah pewaris melakukan kejahatan yang terancam dengan hukuman penjara 5 tahun. c. Mereka yang dengan kekerasan telah mencegah si pewaris untuk membuat/ mencabut wasiat. d. Mereka yang telah menggelapkan, merusak atau memalsukan surat wasiat si pewaris hal ini diatur dalam pasal 838 dan pasal 912 KUHPerdata.
79
5. Persamaan dihadapan hukum jika terjadi perselisihan mengenai siapakah ahli waris dari orang yang meninggal itu, dan apakah karena itu berhak memiliki harta peninggalannya. Hal tersebut diatur dalam pasal 956 KUHPerdata.104 6. Keduanya sama-sama mempunyai saisine dan hereditatis petitio. Namun demikian ada beberapa perbedaan antara ahli waris karena wasiat dengan ahli waris ab testato diantaranya: 1. Dalam
penggantian
hak
karena
wasiat,
tidak
ada
pergantian
(platsvervulling) kecuali pasal 975 KUHPerdata. 2. Peraturan tentang hal yang tidak pantas berlainan (Pasal 838 dan 912 KUHPerdata).105 Peraturan tentang hal yang tidak pantas menjadi waris tersebut adalah untuk ahli waris karena kematian (ab intestate) pasal 838 KUHPerdata yaitu yang dianggap tak patut menjadi waris dan karenanya pun dikecualikan dari pewaris ialah: 1. Mereka yang telah dihukum karena dipersilahkan telah membunuh, atau mencoba membunuh si yang meninggal; 2. Mereka yang dengan putusan hakim pernah dipersilahkan karena secara fitnah telah mengajukan pengaduan terhadap si yang meninggal, ialah satu pengaduan telah melakukan suatu kejahatan yang terancam dengan hukuman penjara lima tahun lamanya atau hukuman yang lebih berat.
104 105
Prof. Subekti, SH., R. Tjitrosudibio, Op.Cit., hlm. 250. Prof. Pitlo, Op.Cit., hlm. 200.
80
3. Mereka yang dengan kekerasan atau perbuatan telah mencegah si yang meninggal untuk membuat atau mencabut surat wasiatnya. 4. Mereka yang telah menggelapkan, merusak atau memalsukan surat wasiat si yang meninggal.106 Untuk ahli waris karena wasiat, pasal 912 KUHPerdata yaitu "Mereka yang telah dihukum karena membunuh si yang mewariskan, lagipun mereka yang telah menggelapkan, membinasakan dan memalsu surat wasiatnya, dan akhirnya pun mereka yang dengan paksaan atau kekerasan telah mencegah si yang mewariskan tadi, akan mencabut atau mengubah surat wasiatnya, tiaptiap mereka itu, seperti pun tiap-tiap istri atau suami dan anak-anak mereka, tak diperbolehkan menarik sesuatu keuntungan dari surat wasiat si yang mewariskan.107
E. Tujuan Wasiat Pengangkutan Ahli Waris Pewarisan menurut wasiat terjadi apabila pewaris menunjuk orang tertentu menjadi ahli waris orang yang ditunjuk ini dinamakan "ahli waris menurut wasiat" atau mewarisi secara testamenter. Sedangkan yang dimaksud dengan wasiat yaitu suatu pernyataan dari seorang tentang apa yang dikehendakinya setelah ia meninggal dunia. Pernyataan tersebut pada asasnya keluar dari satu pihak saja dan setiap waktu dapat ditarik kembali oleh yang membuatnya.
106 107
Prof. Subekti, SH., R. Tjitrosudibio, Op.Cit., hlm. 223. Ibid., hlm. 238.
81
Peraturan mengenai wasiat dalam KUHPerdata, sedikit banyak terpengaruh oleh hukum Romawi dan hukum Germania. Hukum Romawi sangat mengenal pewarisan dengan surat wasiat. Bahkan dalam abad-abad kemudian tidak ada seorang Romawi terkemuka yang meninggal tanpa meninggalkan surat wasiat. Bagi mereka pewarisan dengan wasiat menempati tempat yang terutama sedangkan pewarisan karena kematian hanya mempunyai arti pelengkap. Bangsa Jerman keadaannya lain. Pada waktu mereka untuk pertama kalinya berkenalan dengan peradaban Romawi mereka tidak mengenal surat wasiat. Pewarisan bagi mereka adalah pewarisan karena kematian dan surat wasiat terutama digunakan untuk menghadiahkan sesuatu kepada gereja atau lembaga-lembaga gerejani. Pewarisan dalam Burgerlijk Wetboek (KUHPerdata) menampakkan pengaruh yang kuat dari pewarisan bangsa Jerman. Hal ini terlihat dalam urutan pengaturannya didalamnya. Meskipun demikian definisi dari pasal 875 B.W (KUHPerdata) "Akte yang memuat pernyataan seseorang tentang apa yang dikehendaki agar terjadi setelah meninggal dunia" jelas berasal dari ucapan
ahli-ahli
hukum
Romawi
meskipun
tidak
menggambarkan
"testamentum" dalam hukum Romawi.108 Alasan untuk mengadakan hukum waris testamenter (secara wasiat) berpangkal pada pikiran bahwa harta kekayaan seseorang itu pada hakekatnya adalah hasil dari jerih payahnya selama hidupnya dan dapat diterima sebagai
108
Hartono Soerjopratiknjo, SH., Op.Cit., hlm. iv.
82
sesuatu hal yang wajar, jika ia dapat memberikan sebagian dari peninggalannya kepada orang yang disukai.109 Kebebasan memberikan hartanya itu dapat dilakukan dengan jalan mengangkat seseorang menjadi ahli warisnya dengan wasiat. Dengan penunjukan atau pengangkatan tersebut bertujuan agar yang ditunjuk, orang tersebut berhak menguasai harta peninggalan pewaris sesuai dengan bagian yang diwasiatkan, dapat seluruh harta, setengahnya dan lain sebagainya.110 Apabila pewasiat menunjuk seseorang sebagai ahli waris satu-satunya maka wasiat ini mengandung maksud bahwa pewaris secara diam-diam mencabut hak ab instestato/ bagian menurut undang-undang para ahli warisnya. Walaupun kebebasan dalam memanfaatkan harta miliknya dilindungi undang-undang. Namun undang-undang juga memberikan perlindungan terhadap hak ahli warisnya yaitu dengan diberikan hak bagian mutlak (legitime portie) kepada ahli waris secara undang-undang. Dengan bagian mutlak ini ditujukan sebagai perlindungan hak ahli waris dan hal-hal yang dapat merugikannya. Bagian mutlak ini diatur dalam pasal 913 KUHPerdata yaitu "Bagian mutlak atau legitime portie adalah suatu bagian dari harta peninggalan yang harus diberikan kepada para waris dalam garis lurus menurut undang-undang, terhadap bagian mana si yang meninggal tak diperbolehkan menetapkan
109
Prof. Ali Afandi, SH., Op.Cit., hlm.16. Oemar Salim, SH., Dasar-dasar Hukum Waris di Indonesia, Jakarta: Bina Aksara, 1987, hlm. 115. 110
83
sesuatu, baik selaku pemberian antara yang masih hidup maupun yang selaku wasiat. Dengan demikian yang berhak menerima bagian dari legitime portie ini adalah para ahli waris dalam garis lurus, jadi dari legitime portie ini adalah para ahli waris dalam garis lurus, jadi anak-anak dan keturunannya serta orang tua dan leluhurnya ke atas. Tentang seorang suami atau istri meskipun sudah dipersamakan haknya seperti seorang anak sah mengenai hak-haknya untuk mewarisi tidak termasuk golongan orang yang berhak atas suatu bagian mutlak. Begitu pula seorang saudara bukan seorang legitiematis (orang yang berhak bagian mutlak) meskipun ia sebenarnya tampil ke muka sebagai ahli waris berhubung dengan tidak terdapatnya ahli waris dari golongan pertama. Sehingga hak-hak mereka dapat dihapuskan untuk menerima warisan.111 Hak legitimasi portie ahli waris tidak dapat dicabut pewaris berdasarkan wasiat, namun hak itu menjadi ikut dicabut ahli waris ab intestato tidak mengajukan tuntutan. Dalam hukum waris perdata (BE), seorang ahli waris hanya berhak menerima bagian dalam harta warisan apabila ia meminta atau menuntutnya.112
F. Hukum Wasiat Pengangkatan Ahli Waris (Erfstelling) Membahas mengenai hukum wasiat pengangkatan ahli waris (Erfstelling) dalam KUHPerdata berarti berbicara mengenai legalitas dari
111 112
Tamakiran S. SH., Op.Cit., hlm. 38. Anisitus Amanat, SH., CN, Op.Cit., hlm. 98.
84
wasiat tersebut yang telah diatur dalam undang-undang. Yaitu pasal 954 KUHPerdata. Dalam pasal 874 KUHPerdata disebutkan "Segala harta peninggalan seseorang yang meninggal dunia adalah kepunyaan sekalian ahli warisnya menurut undang-undang, sekedar terhadap itu dengan surat wasiat tidak telah diambilnya suatu ketetapan yang sah."113 Atau dengan perkataan lain harta dari orang yang meninggal adalah kepunyaan ahli waris ab intestato atau ahli waris ad testamento sekedar mengenai harta itu telah dibuat suatu ketetapan dengan surat wasiat.114 Ahli waris dengan wasiat tersebut akan bersama-sama dengan ahli waris secara undang-undang menggantikan pewaris dalam kedudukan hukum mengenai kekayaannya, baik untuk seluruhnya maupun untuk bagian yang sebanding. Apabila pewaris tidak membuat wasiat maka para ahli waris karena undang-undang menerima seluruh harta warisan namun jika ada wasiat maka ahli waris karena undang-undang menerima sisanya. Sisa tersebut mungkin saja sangat sedikit atau bahkan tidak ada sama sekali. Agar penunjukan seseorang menjadi waris dengan wasiat dapat mempunyai kekuatan hukum atau dapat dilaksanakan, harus memperhatikan ketentuan-ketentuan yang sudah diatur dalam undang-undang yaitu:115 1. Tidak terdapatnya penyebab-penyebab wasiat tersebut tidak dapat dilaksanakan, yang bersumber dari pewasiat itu sendiri.
113
Prof. Subekti, SH., R. Tjitrosudibio, Op.Cit., hlm. 231-232. Hartono Soerjopratiknjo, SH., Op.Cit., hlm. 178. 115 Anisitus Amanat, SH., CN, Op.Cit., hlm. 83-85. 114
85
a. Wasiat yang telah dibuat sebelumnya dicabut kembali oleh pembuat wasiat berdasarkan surat wasiat atau akta notaris yang dibuatnya kemudian (pasal 992). b. Harta kekayaan yang diberikan kepada orang lain berdasarkan penunjukan surat wasiat kemudian dialihkan hak miliknya oleh pembuat surat wasiat kepada orang lain (pasal 996). c. Wasiat yang telah dibuat sebelumnya bertentangan isinya dengan wasiat yang dibuat kemudian (pasal 994). d. Karena faktor kealpaan pewaris semasa hidupnya mengakibatkan harta kekayaan yang telah diberikan dengan sebuah surat wasiat rusak yang mengakibatkan tidak memiliki nilai kemanfaatan lagi atau hilang. 2. Tidak terdapatnya penyebab tidak bisa dilaksanakannya wasiat yang bersumber dari ketentuan undang-undang yang meliputi:116 a. Penerima wasiat telah menolak harta warisan pemberi wasiat secara resmi (pasal 1001). b. Wasiat yang diberikan kepada teman hidup bersama tanpa ikatan perkawinan sah (pasal 901). c. Penerima wasiat meninggal lebih dahulu dari pemberi wasiat (pasal 899) d. Penerima wasiat adalah anak luar kawin yang telah diakui secara sah oleh pemberi wasiat/ pewaris.
116
Ibid., hlm. 85-91.
86
e. Penerima wasiat telah dihukum karena membunuh si pembuat wasiat, telah membinasakan atau memalsukan surat wasiat atau penerima wasiat telah memaksa dengan kekerasan mencegah si pembuat wasiat mencabut atau mengubah wasiat. f. Penerima wasiat adalah kawan zinah (pasal 909). g. Penerima dan pemberi wasiat meninggal dunia bersama dengan tidak diketahui siapa diantara keduanya yang meninggal dunia lebih dahulu (pasal 894) h. Wasiat dari anak yang belum dewasa (pasal 330). i. Wasiat dari anak yang belum dewasa kepada guru yang seasrama atau serumah dengannya (pasal 905 ayat 2). j. Wasiat yang diberikan pewaris ketika ia dirawat menjelang kematiannya kepada siapa saja yang merawatnya selama sakit (pasal 906). k. Notaris pembuat akta wasiat dan saksinya (pasal 907). l. Wasiat kepada anak tiri. m. Wasiat kepada orang perantara. Dengan tidak terdapat penyebab-penyebab diatas, baik bersumber dari pewaris sendiri maupun karena ketentuan undang-undang maka ahli waris dengan wasiat berhak akan harta warisan sebagai mana ahli warisnya secara undang-undang.
87