BAB III UPAYA PERDAMAIAN MELALUI JALUR MEDIASI
A. Pengertian Mediasi
Mediasi adalah upaya penyelesaian konflik dengan melibatkan pihak ketiga yang netral, yang tidak memiliki kewenangan mengambil keputusan yang membantu pihak-pihak yang bersengketa mencapai penyelesaian (solusi) yang diterima oleh kedua belah pihak. 47 Mediasi disebut emergent mediation apabila mediatornya merupakan anggota dari sistem sosial pihak-pihak yang bertikai, memiliki hubungan lama dengan pihak-pihak yang bertikai, berkepentingan dengan hasil perundingan, atau ingin memberikan kesan yang baik misalnya sebagai teman yang solider. Mediasi sebagai salah satu mekanisme penyelesaian sengketa alternative di luar pengadilan sudah lama dipakai dalam berbagai kasus-kasus bisini, lingkungan hidup, perburuhan, pertanahan, perumahan, sengketa konsumen dan sebagainya yang merupakan perwujudan tuntutan masyarakata atas penyelesaian sengketa yang cepat, efektif dan efisien. Secara etimologi, istilah mediasi berasal dari bahasa Latin, yaitu: “mediare” yang berarti “berada di tengah”. Makna ini menunjuk pada peran yang ditampilkan pihak ketiga sebagai mediator dalam menjalankan tugasnya menengahi dan menyelesaikan sengketa antara para pihak.“Berada di tengah” juga bermakna mediator harus berada pada posisi netral dan tidak memihak dalam menyelesaikan sengketa. Mediator harus mampu menjaga kepentingan para pihak yang bersengketa secara adil dan sama, sehingga meneumbuhkan kepercayaan (trust)dari pihak yang bersengketa.
47
Adib Bahari, S.H., S.H.I, Tata Cara Gugatan Cerai, Pembagian Harta Gono-gini, dan Hak Asuh Anak, Pustaka yustisia, hlm. 103.
Universitas Sumatera Utara
Selain itu, kata “mediasi” juga berasal dari bahasa Inggeris “mediation” yang artinya penyelesaian sengketa yang melibat pihak ketiga sebagai penengah, atau penyelesaian sengketa secara menengahi , yang menengahinya dinamakan mediator atau orang yang menjadi penengah. Pada dasarnya mediasi adalah cara penyelesaiam sengketa diluar pengadilan melalui perundingan yang melibatkan pihak ketiga yang bersikap netral (nonintervensi) dan tidak berpihak (impartial) kepada pihak-pihak yang bersengketa serta diterima kehadirannya oleh pihak-pihak yang bersengketa. Pihak ketiga pada mediasi tersebut disebut “mediator” yang tugasnya hanya membantu pihak yang bersengketa dalam menyelesaikan masalahnya dan tidak berwenang untuk mengambil keputusan.Mediator hanya bertindak sebagai fasilitator saja. Dengan mediasi diharapkan di capai titik temu penyelesaian masalah atau sengketa yang dihadapi para pihak, yang selanjutnya akan dituangkan sebagai kesepakatan bersama .Pengambilan keputusan tidak berada di tangan mediator, melainkan di tangan para pihak yang bersengketa. Mediasi di pengadilan merupakan pelembagaan dan pemberdayaan perdamaian sebagaimana diatur dalam ketentuan dalam Pasal 130 HIR/Pasal 154 RBg, di mana sistem mediasi dikoneksikan dengan sistem berperkara di pengadilan (mediation connected to the court)
Pengintegrasian mediasi ke dalam proses beracara di pengadilan dapat menjadi salah satu instrument efektif mengatasi kemungkinan penumpukan perkara di pengadilan. Selain itu, institusionalisasi proses mediasi ke dalam sistem peradilan dapat memperkuat dan memaksimalkan fungsi lembaga pengadilan dalam penyelesaian sengketa, di samping proses pengadilan yang bersifat memutus (adjudikatif). 48
48
Abdul Halim. 2011. Kontekstualisasi Mediasi dalam Perdamaian, Hlm.103
Universitas Sumatera Utara
Pengertian mediasi menurut Priatna Abdurrasyid yaitu suatu proses damai di mana para pihak yang bersengketa menyerahkan penyelesaiannya kepada seorang mediator (seseorang yg mengatur pertemuan antara 2 pihak atau lebih yg bersengketa) untuk mencapai hasil akhir yang adil, tanpa biaya besar besar tetapi tetap efektif dan diterima sepenuhnya oleh kedua belah pihak yang bersengketa. Pihak ketiga (mediator) berperan sebagai pendamping dan penasihat.Sebagai salah satu mekanisme menyelesaikan sengketa, mediasi digunakan di banyak masyarakat dan diterapkan kepada berbagai kasus konflik. 3 jenis mediasi menurut filsuf skolastik : •
Medium quod Yaitu sesuatu yang sendiri diketahui dan dalam mengetahui sesuatu itu, sesuatu yang
lain yang diketahui. Contoh yang biasa diberikan untuk mediasi ini adalah premis-premis dalam silogisme.Pengetahuan tentang premis-premis membawa kita kepada pengetahuan tentang kesimpulan. Contoh lain : lampu merah lampu lalu lintas berwarna merah harus berhenti harus berhenti, jadi kendaraan harus berhenti. •
Medium quo Yaitu sesuatu yang sendiri tidak disadari tetapi melaluinya sesuatu yang lain bisa
diketahui. Contohnya : lensa kacamata yang kita pakai, kita melihat benda-benda di sekitar kita tetapi kacamata itu sendiri tidak secara langsung kita sadari. •
Medium in quo Sesuatu yang tidak disadari secara langsung dan yang di dalamnya diketahui sesuatu
yang lain. Contohnya : kaca spion di mobil, supir mobil melihat kendaran di belakang dan hal-hal lain di sekitarnya dalam kaca spion sendiri tidak secara langsung ia sadari. Hal-hal yang harus dihindari dalam mediasi : • Ketidaksiapan mediator
Universitas Sumatera Utara
• Kehilangan kendali oleh mediator • Kehilangan netralitas • Mengabaikan emosi
Hal-hal yang perlu diketahui tentang mediasi adalah sebagai berikut: 1. Mediasi dilaksanakan jika salah satu pihak ada yang tidak mau bercerai 2. Mediasi dipimpin oleh satu hakim yang ditunjuk dalam persidangan. 3. Pada saat sidang pertama, Majelis Hakim akan memeriksa kelengkapan berkas-berkas yang diperlukan dalam persiapan sidang. Seperti: Kelengkapan surat gugatan, surat kuasa, surat panggilan para pihak, dokumen-dokumen dan sebagainya. 1. .Majelis Hakim kemudian menentukan hakim lain untuk menjadi mediator dalam pelaksanaan mediasi tersebut. 2. Biasanya mediasi dilaksanakan 2 (dua) kali pertemuan, dan dilakukan di ruang khusus di kantor Pengadilan Agama juga. Jika dalam proses mediasi tidak tercapai perdamaian maka barulah sidang sebenarnya dilaksanakan. B. Peran Mediator dalam Melakukan Perdamaian Terkait dengan kewajiban dan tugas-tugas mediator dalam proses mediasi di pengadilan, ketentuan dalam Pasal 15 PERMA Nomor 1 Tahun 2008 menyatakan sebagai berikut: 1. Mediator wajib mempersiapkan usulan jadwal pertemuan mediasi kepada para pihak untuk dibahas dan disepakati. 2. Mediator wajib mendorong para pihak untuk secara langsung, berperan dalam proses mediasi. 3. Apabila dianggap perlu mediator dapat melakukan kaukus. 4. Mediator wajib mendorong para pihak untuk menelusuri dan menggali kepentingan mereka dan mencari berbagai pilihan penyelesaian yang terbaik bagi para pihak.
Universitas Sumatera Utara
Tujuan dari Pasal 15 PERMA Nomor 1 Tahun 2008 ini adalah menjelaskan tugas-tugas mediator, sehingga proses mediasi yang dipimpinnya dapat berjalan dengan baik dan dapat mendorong para pihak yang bersengketa untuk mencoba menyelesaikan sengketa dengan damai, sehingga tercapai suatu kesepakatan bersama. Dalam PERMA Nomor 2 Tahun 2003, tugas-tugas mediator tidak diatur dalam satu pasal tersendiri.
Dengan merujuk kepada ketentuan dalam Pasal 15 PERMA Nomor 1 Tahun 2008 dapat diketahui kewajiban dan tugas-tugas mediator dalam proses mediasi, yaitu: 3. Mempersiapkan jadwal pertemuan mediasi; 4. Mendorong para pihak berperan langsung dalam proses mediasi; 5. Berwenang menyelenggarakan kaukus; 6. Mendorong para pihak melaksanakan perundingan berbasis kepentingan mereka dengan cara menelusuri dan mengalihkan kepentingan mereka ; dan 7. Mencari sebagai pilihan penyelesaian yang terbaik bagi para pemihak. Menurut H. Soeharto seperti dikutip dari buku yang berjudul Mediasi dan Perdamaian (Jakarta, Mahkamah Agung Republik Indonesia, 2005), pada umumnya, mediator memiliki peranan sebagai garis rentang bagi yang terlemah dan yang terkuat dalam penyelesaian suatu sengketa. Sisi peran yang terlemah dapat dilihat apabila mediator menjalankan perannya sebagai berikut : a.Penyelenggara pertemuan; b. Pemimipin diskusi rapat; c. Pemelihara
atau penjaga aturan perundangan agar proses perundinganberlangsung
secara baik; d. Pengendali emosi para pihak; e. Pendorong pihak/perunding yang kurang mampu atau segan mengemukakan pandangannya.
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan peran yang terkuat yang dimiliki mediator dapat dilihat dari pengerjaannya dalam perundingan dengan melakukan hal-hal sebagai berikut : a. Mempersiapkan dan membuat notulen pertemuan; b.Merumuskan titik temu atau kesempatan dari para pihak; c. Membantu para pihak agar menyadari bahwa sengketa bukanlah suatu pertarungan untuk dimenangkan, akan tetapi sengketa tersebut harus diselesaikan; d.Menyusun dan mengusulkan alternatif pemecahan masalah; e. Membantu para pihak menganalisa alternatif memecahkan masalah; f. Membujuk para pihak untuk menerima usulan tertentu. Seorang mediator juga harus mempunyai wawasan dan kesetiaan pada prinsip-prinsip keadilan yang luas, kesamaan dan kesukarelaan untuk ditanamkan
dalam pertukaran
negosiasi di antara para pihak. Selain itu, dalam menjalankan tugasnya, seorang mediator juga dapat bertindak sebagai : a. Katasilator, yaitu untuk mendorong penyelesaian sengketa yang kondusif diantara para pihak yang bersengketa b. Pendidik, yaitu seorang mediator harus memahami kehendak, keinginan dan aspirasi dari semua pihak yang bersengketa. c. Narasumber, yaitu sebagai seorang narasumber, mediator berfungsi sebagai tempat para pihak untuk bertanya tentang sengketa yang mereka hadapi dan juga sebagai pihak pemberi saran serta sumber informasi yang dibutuhkan oleh para pihak. d. Penyampai pesan, mediator juga berperan sebagai penyampai pesan dari para pihak untk dikomunikasikan pada pihak lainnya, oleh karena itu seorang mediator juga harus mampu membuka jalur komunikasi dengan para pihak yang bersengketa.
Universitas Sumatera Utara
e. Pemimpin, mediator juga harus mampu mengambil inisiatif untuk mendorong agar proses perundingan dapat berjalan secara prosedural sesuai dengan kerangka waktu yang sudah dirancang. Peran-peran ini harus diketahui secara baik oleh seseorang yang akan menjadi mediator dalam suatu penyelesaian perselisihan. Mediator harus menggunakan kemampuannya secara maksimal untuk memberikan yang terbaik sehingga para pihak yang berselisih merasa puas dengan keputusan yang mereka buat dan sepakati atas bantuan mediator. Untuk menampilkan perannya secara maksimal, pada tahap pendahuluan sidang mediasi, mediator terlebih dahulu menjelaskan proses mediasi dan peranan dari seorang mediator meskipun mungkin salah satu atau kedua belah pihak sudah mengetahui cara kerja mediasi dan peranan seorang mediator. Namun akan sangat bermanfaat apabila mediator menjelaskan hal tersebut di hadapan para pihak dalam proses mediasi. Penjelasan tersebut terutama berkaitan dengan identitas dan pengalaman mediator, sifat netral mediator, proses mediasi, mekanisme pelaksanaannya, kerahasiaannya dan hasil-hasil dari proses mediasi. Bila para pihak sudah memahami dengan sempurna mekanisme kerja mediasi, maka mediator akan lebih mudah menampilkan perannya secara maksimal. Setiap pihak diberikan kesempatan untuk mempresentasikan atau saling menjelaskan duduk persoalan yang menjadi pokok sengketa mereka kepada mediator secara bergantian.Di mana tujuan dari presentasi ini adalah untuk memberi informasi kepada mediator dan memberi kesempatan kepada para pihak untuk saling mendengarkan duduk persoalan dan keinginan masing-masing.Dan salah satu peran penting dari seorang mediator di sini adalah mengidentifikasi masalah/ hal yang telah disepakati bersama antar para pihak. Hal ini akan membantu para pihak melihat aspek positif pada permasalahan yang terjadi. Mediator juga perlu membuat suatu struktur dalam pertemuan mediasi yang meliputi masalah-masalah yang sedang dipersengketakan dan sedang berkembang.Kemudian
Universitas Sumatera Utara
mengadakan negosiasi untuk mencapai putusan yang merupakan hasil negosiasi dari para pihak.Dimana putusan mediasi ditentukan sendiri oleh para pihak yang bersengketa, dan mediator lebih bersifat membantu para pihak dalam memecahkan masalah-masalah yang telah diidentifikasi sebelumnya. Dari tahapan-tahapan proses mediasi yang secara implisit merupakan fungsi dari seorang mediator, maka peran mediator secara ringkas meliputi : a. Mengontrol proses dan menegaskan aturan dasar; b. Mempertahankan struktur dan momentum dalam negosiasi; c. Menumbuhkan dan mempertahankan kepercayaan diantara para pihak; d. Menerangkan proses dan mendidik para pihak dalam hal komunikasi yang baik; e.Menguatkan suasana komunikasi; f. Membantu para pihak untuk menghadapi situasi dan kenyataan; g. Memfasilitasi creative problem solving di antara para pihak; h. Mengakhiri proses bilamana sudah tidak lagi produktif. Ada banyak terdapat teori mengenai peranan seorang mediator. Namun secara umum, berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung RI No. 2 Tahun 2003 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, mediator memiliki beberapa peranan, yaitu : a. Menjalin hubungan baik dengan para pihak yang bersengketa. Hal ini sangat penting dilakukan oleh seorang mediator agar para pihak tidak merasa takut untuk mengemukakan pendapatnya; b. Memilih strategi untuk membimbing proses mediasi dan mengumpulkan serta menganalisa proses mediasi dan latar belakang sengketa. Hal ini penting dilakukan agar mediator mengetahui bagaimana cara mengarahkan dan menyusun rencana-rencana mediasi serta membangun kepercayaan dan kerja sama;
Universitas Sumatera Utara
c. Merumuskan masalah dan menyusun
agenda. Peran mediator di sini sangat penting
karena kadang-kadang yang kelihatan dari luar sebenarnya yang besarbesar saja. Di dalam persengketaan ada kepentingan lain yang dalam teori Alternative Dispute Resolution (ADR) disebut interest base yang berarti apa yang para pihak benar-benar mau. Intereset base ini kadang-kadang tidak terungkap di luar proses ADR; d. Mengungkapkan kepentingan tersembunyi dari para pihak. Hal ini dilakukan karena terkadang ada pihak yang tidak memiliki itikad baik untuk menyelesaikan sengketa yang ada; e. Membangkitkan pilihan penyelesaian sengketa, pintar dan jeli dalam memandang suatu masalah; f. Menganalisa pilihan-pilihan penyelesaian sengketa untuk kemudian diberikan kepada para pihak dan sampai pada proses tawar-menawar sehingga tercapai proses penyelesaian secara formal berupa kesepakatan antar para pihak; C. Proses Mediasi Dalam Penyelesaian Gugatan Perceraian Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2016 Hal yang paling baru adalah adanya aturan tentang Iktikad Baik dalam proses mediasi dan akibat hukum para pihak yang tidak beriktikad baik dalam proses mediasi. Terbitnya Peraturan Mahkamah Agung RI (PERMA) No.1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan disambut baik oleh Asosiasi Pengacara Syariah Indonesia (APSI). Pengelola Pusdiklat APSI, Thalis Noor Cahyadi, mengatakan ada beberapa hal penting yang menjadi pembeda antara PERMA No.1 Tahun 2016 dengan PERMA No.1 Tahun
2008
tentang
Mediasi.
Pertama, terkait batas waktu mediasi yang lebih singkat dari 40 hari menjadi 30 hari terhitung sejak penetapan perintah melakukan Mediasi.
Universitas Sumatera Utara
Kedua, adanya kewajiban bagi para pihak (inpersoon) untuk menghadiri secara langsung pertemuan Mediasi dengan atau tanpa didampingi oleh kuasa hukum, kecuali ada alasan sah seperti kondisi kesehatan yang tidak memungkinkan hadir dalam pertemuan Mediasi berdasarkan surat keterangan dokter; di bawah pengampuan; mempunyai tempat tinggal, kediaman atau kedudukan di luar negeri; atau menjalankan tugas negara, tuntutan profesi
atau
pekerjaan yang tidak dapat ditinggalkan.
Ketiga, hal yang paling baru adalah adanya aturan tentang Iktikad Baik dalam proses mediasi dan akibat hukum para pihak yang tidak beriktikad baik dalam proses mediasi. Pasal 7 menyatakan: (1) Para Pihak dan/atau kuasa hukumnya wajib menempuh Mediasi dengan iktikad baik. 2) Salah satu pihak atau Para Pihak dan/atau kuasa hukumnya dapat dinyatakan tidak beriktikad baik oleh Mediator dalam hal yang bersangkutan: a. Tidak hadir setelah dipanggil secara patut 2 (dua) kali berturut-turut dalam pertemuan Mediasi tanpa alasan sah; b. Menghadiri pertemuan Mediasi pertama, tetapi tidak pernah hadir pada pertemuan berikutnya meskipun telah dipanggil secara patut 2 (dua) kali berturut-turut tanpa alasan sah; c. Ketidakhadiran berulang-ulang yang mengganggu jadwal pertemuan Mediasi tanpa alasan sah; d. Menghadiri pertemuan Mediasi, tetapi tidak mengajukan dan/atau tidak menanggapi Resume Perkara pihak lain; dan/atau e. tidak menandatangani konsep Kesepakatan Perdamaian yang telah disepakati tanpa alasan sah. Thalis menjelaskan, apabila penggugat dinyatakan tidak beriktikad baik dalam proses Mediasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2), maka berdasarkan Pasal 23, gugatan dinyatakan tidak dapat diterima oleh Hakim Pemeriksa Perkara. Hal ini ditegaskan dalam
Universitas Sumatera Utara
Pasal
22
PERMA
No.1
Tahun
2016.
Penggugat yang dinyatakan tidak beriktikad baik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai pula kewajiban pembayaran Biaya Mediasi.Mediator menyampaikan laporan penggugat tidak beriktikad baik kepada Hakim Pemeriksa Perkara disertai rekomendasi pengenaan Biaya Mediasi dan perhitungan besarannya dalam laporan ketidakberhasilan atau tidak dapat dilaksanakannya Mediasi.Berdasarkan laporan Mediator sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Hakim Pemeriksa Perkara mengeluarkan putusan yang merupakan putusan akhir yang menyatakan gugatan tidak dapat diterima disertai penghukuman pembayaran Biaya Mediasi dan biaya perkara. Biaya Mediasi sebagai penghukuman kepada penggugat dapat diambil dari panjar biaya perkara atau pembayaran tersendiri oleh penggugat dan diserahkan kepada tergugat melalui kepaniteraan Pengadilan.Apabila Tergugat yang dinyatakan tidak beriktikad baik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2), dikenai kewajiban pembayaran Biaya Mediasi.Mediator menyampaikan laporan tergugat tidak beriktikad baik kepada Hakim Pemeriksa Perkara disertai rekomendasi pengenaan Biaya Mediasi dan perhitungan besarannya dalam laporan ketidakberhasilan atau tidak dapat dilaksanakannya Mediasi. Berdasarkan laporan Mediator sebagaimana dimaksud pada ayat (2), sebelum melanjutkan pemeriksaan, Hakim Pemeriksa Perkara dalam persidangan yang ditetapkan berikutnya wajib mengeluarkan penetapan yang menyatakan tergugat tidak beriktikad baik dan menghukum tergugat untuk membayar Biaya Mediasi.Biaya Mediasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan bagian dari biaya perkara yang wajib disebutkan dalam amar putusan akhir.Dalam hal tergugat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimenangkan dalam putusan, amar putusan menyatakan Biaya Mediasi dibebankan kepada tergugat, sedangkan biaya perkara tetap dibebankan kepada penggugat sebagai pihak yang kalah. Dalam perkara perceraian di lingkungan peradilan agama, tergugat sebagaimana
Universitas Sumatera Utara
dimaksud pada ayat (1) dihukum membayar Biaya Mediasi, sedangkan biaya perkara dibebankan kepada penggugat. Pembayaran Biaya Mediasi oleh tergugat yang akan diserahkan kepada penggugat melalui kepaniteraan Pengadilan mengikuti pelaksanaan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap. Dalam hal Para Pihak secara bersama-sama dinyatakan tidak beriktikad baik oleh Mediator, gugatan dinyatakan tidak dapat diterima oleh Hakim
Pemeriksa
Perkara
tanpa
penghukuman
Biaya
Mediasi.
Menurut Thalis, ketentuan Pasal 7, Pasal 22 dan Pasal 23 inilah yang nyata berbeda dari ketentuan PERMA No.1 Tahun 2008. “Dan menurut hemat saya disinilah ruh esensial dan indikasi efektifitas proses Mediasi dalam menyelesaikan perkara. Dengan adanya i’tikad baik inilah maka proses mediasi akan berjalan dengan efektif dan efisien,” ujarnya dalam siaran pers
yang
diterima
hukumonline,
Rabu (10/2).
Thalis menambahkan, PERMA No.1 Tahun 2016 ini pula yang menegaskan kembali peranan MEDIATOR independen untuk berperan lebih aktif dalam menyelesaikan perkara atau sengketa di luar pengadilan, yang kemudian hasil mediasi yang disepakati dapat diajukan
penetapan
ke
Pengadilan
melalui
mekanisme gugatan.
“Kami tentu menyambut gembira lahirnya PERMA No.1 Tahun 2016 ini, dengan harapan ke depan akan lahir Mediator-Mediator handal dan profesional yang mampu menyelesaikan permasalahan di masyarakat secara damai,” kata Thalis Bagaimana proses mediasi berlangsung? 1. Proses Pra Mediasi 1.
Para
pihak
dalam
hal
ini
penggugat
mengajukan
gugatan
dan
mendaftarkan perkaraKetua Pengadilan Negeri menunjuk majelis hakim 2. Pada hari pertama sidang majelis hakim wajib mengupayakan perdamaian kepada para
pihak melalui proses mediasi.
Universitas Sumatera Utara
3. Para pihak dapat memilih mediator hakim atau non hakim yang telah memiliki
sertifikat sebagai mediator dalam waktu 1 (satu) hari. 4. Apabila dalam waktu 1 (satu) hari belum ditentukan maka majelis menetapkan
mediator dari para hakim. 2. Proses Mediasi 1.
Setelah penunjukan mediator, para pihak wajib menyerahkan fotokopi dokumen yang memuat duduk perkara, fotokopi surat-surat yang diperlukan dan hal-hal lain yang terkait dengan sengketa kepada mediator dan para pihak
2. Mediator wajib menentukan jadwal pertemuan untuk penyelesaian proses mediasi
Pemanggilan saksi ahli dimungkinkan atas persetujuan para pihak, dimana semua biaya jasa ahli itu ditanggung oleh para pihak berdasarkan kesepakatan 3. Mediator wajib mendorong para pihak untuk menelusuri dan menggali kepentingan
para pihak dan mencari berbagai pilihan penyelesaian yang terbaik 4. Apabila diperlukan, kaukus atau pertemuan antara mediator dengan salah satu pihak
tanpa kehadiran pihak lainnya, dapat dilakukan 3. Proses Akhir Mediasi 1.
Jangka waktu proses mediasi di dalam pengadilan paling lama adalah 40 hari kerja, dan dapat diperpanjang lagi paling lama 14 hari kerja.
2. Jika mediasi menghasilkan kesepakatan, para pihak wajib merumuskan secara tertulis
kesepakatan yang dicapai dan ditandatangani kedua pihak, dimana hakim dapat mengukuhkannya sebagai sebuah akta perdamaian 3. Apabila tidak tercapai suatu kesepakatan, hakim melanjutkan pemeriksaan perkara
sesuai dengan ketentuan Hukum Acara yang berlaku
Universitas Sumatera Utara
BAB IV TINJAUAN YURIDIS MENGENAI PUTUSAN NOMOR 2084/Pdt.G/2015/PA.Mdn
A. Alasan Penggugat Melayangkan Gugatan Cerai Berumah tangga atau menikah bukanlah jalan untuk langsung mendapatkan sebuah kebahagiaan.Ini karena perlu ada rasa kasih sayang dan cinta kepada masing-masing pasangan sehingga melahirkan sebuah keluarga yang sakinah mawadah dan warrahmah. Rumah tangga terdiri dari satu atau lebih orang yang tinggal bersama-sama di sebuah tempat tinggal dan juga berbagi makanan atau akomodasi hidup, dan bisa terdiri dari satu keluarga atau sekelompok orang.49Sebuah tempat tinggal dikatakan berisi beberapa rumah tangga jika penghuninya tidak berbagi makanan atau ruangan.Rumah tangga adalah dasar bagi unit analisis dalam banyak model sosial, mikroekonomi, dan pemerintahan, dan menjadi bagian penting dalam ilmu ekonomi. 50 Dalam arti luas, rumah tangga tidak hanya terbatas pada keluarga, bisa berupa rumah tangga perusahaan, rumah tangga negara, dan lain sebagainya. Istilah rumah tangga bisa juga didefinisikan sebagai sesuatu yang berkenaan dengan urusan kehidupan di rumah.Sedangkan istilah berumah tangga secara umum diartikan sebagai berkeluarga (KBBI). Tidak selamanya biduk rumah tangga setiap pasangan bisa berjalan mulus.Ada yang bisa bertahan hingga puluhan tahun, belasan tahun, tapi ada juga yang hanya hitungan bulan.Lalu, apa yang menjadi alasan dari perceraian itu?Pada waktu menikah, hampir tidak ada pasangan yang berpikir bahwa mereka suatu saat kelak akan bercerai. Kalau kita menanyakan sebab teman ingin bercerai dengan pasangannya, besar kemungkinan dia tidak siap dengan jawabannya dan harus berpikir dulu.Mungkin dia mengeluarkan pernyataan ingin 49
Haviland, W.A. (2003). Anthropology. Wadsworth: Belmont, CA. Sullivan, arthur; Steven M. Sheffrin (2003). Economics: Principles in action. Upper Saddle River, New Jersey 07458: Pearson Prentice Hall. p. 29.ISBN 0-13-063085-3. 50
Universitas Sumatera Utara
cerai itu tanpa berpikir panjang, hanya terbawa emosi saja. Setelah berpikir, mungkin dia akan mengatakan sebab yang sebenarnya tak ada dasarnya sama sekali. Misal, pasanganku terlalu posesif, gampang cemburu.Benarkah begitu?Mungkin dia bukan cemburu tapi mengkhawatirkan keselamatan si pasangan.Dan kalau memang dia posesif dan cemburuan, seharusnya mereka mencari penyebab perasaan ini.Mungkin pasangan yang mudah cemburu ini tidak memiliki rasa percaya diri, mungkin dia takut kehilangan.Jadi harusnya diberikan pengertian dan tunjukkan bahwa anda bisa dipercaya. Sering alasan yang diajukan kurang kuat, karena jika dikaji lebih lanjut, ada penyebab yang lebih dalam lagi yang tidak disadari. Contoh kasus: A, seorang istri, mengatakan dia ingin bercerai karena suami pelit sekali. Setelah beberapa lama, A tahu bahwa ternyata suami mempunyai pikiran bahwa seorang wanita yang memiliki banyak uang, akan ‘lari’ dengan lelaki lain. Tak jelas dari mana suami punya pikiran seperti itu, tapi kemudian A meyakinkan suami (sambil bercanda) , bahwa dia adalah wanita yang sebaliknya di mana kalau suami tak memberi dia uang jajan, dia justru akan ‘lari’ cari suami lain yang mau memberi dia uang jajan. Hari demi hari berlalu dalam pernikahan, anda mungkin bergelut dengan sakit hati, mempertimbangkan apa sebaiknya anda cerai saja. Mungkin anda berpikir, 'Akan ada kesempatan kedua, mengapa harus bertahan dengan orang yang menyebalkan ini, aku sudah salah memilih.'Mungkin anda lelah bertengkar dan perang dingin.Yang berkecamuk dalam pikiran hanyalah bahwa anda ingin keluar dari pernikahan.Pada waktu seperti ini, sulit untuk memikirkan hal lain seperti, 'Mungkin saja pernikahan ini bisa dipertahankan' atau 'Bagaimana kelak hidup saya setelah perceraian?', 'Bagaimana dengan anak-anak?' Beberapa orang bercerai karena ingin kehidupan yang lebih baik.Yang lainnya terpaksa bercerai karena itulah yang diinginkan pasangannya.Yang jelas, hampir semua yang bercerai merasakan bahwa kehidupan pascaperceraian lebih sulit dari yang mereka bayangkan.Jika
Universitas Sumatera Utara
Anda baru bercerai, Anda mungkin merasa itu adalah salah satu peristiwa tersulit dalam hidup Anda.Namun, Anda bisa berhasil menghadapi problem pascaperceraian dengan mengikuti nasihat-nasihat yang ada di alkitab dari masing-masing agama. Berdasarkan hasil temuan di lapangan yang dilakukan oleh Tim Peneliti Puslitibang kehidupan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama (Kemenag) 2015, tren cerai gugat atau perceraian yang digugat oleh istri dikalangan Muslim Indonesia meningkat menjadi 70 persen dalam rentan empat tahun terakhir ( 2010-2014). Pada empat tahun terakhir, dari dua juta pasangan yang mencatatkan perkawinannya, hampir 300 ribu atau 15 % mengakhiri biduk rumah tangganya diketukan palu pengadilan agama (PA). Berikut alasan yang dikemukakan oleh Tim Peneliti Puslitibang kehidupan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama. Pertama, tidak ada keharmonisan yang disebabkan oleh hal-hal kecil.Sebut saja kecemburuan di antara pasangan. Kedua, biasanya seorang istri tidak bisa bertahan lama dalam rumah tangga bila suami tidak bertanggung jawab.Dalam hal ini mungkin saja suami tidak menafkahi keluarga. Ketiga, pertengkaran bisa terjadi kalau faktor ekonomi dalam sebuah keluarga tidak tercukupi.Bisa jadi gaji yang diberikan oleh suami kepada istri tidak mampu menutupi kebutuhan sehari-hari.Alhasil, istri mencari jalan pintas dengan memutuskan tali pernikahan. Terakhir, adanya gangguan pihak ketiga.Konon, semakin canggihnya teknologi bisa membuat pasangan semakin jauh.Sebut saja, keberadaan media sosial yang justru membuat setiap orang sibuk masing-masing. Hal inilah yang terjadi dan akan dibahas, mengenai pertengkaran yang terjadi secara terus-menerus dikarenakan munculnya pihak ketiga didalam sebuah rumah tangga sehingga membuat keharmonisan rumah tangga menjadi pupus dan musnah.
Universitas Sumatera Utara
Kedua pasangan suami istri yang berumah tangga harus menciptakan sebuah rasa kasih sayang yang hakiki, suci serta harmonis. Hal ini diperlukan dalam sebuah rumah tangga kaena bila pasangan suami istri tidak memiliki perasaan kasih sayang yang hakiki dan suci kepada pasangannya, maka akan timbul segala bentuk kecurangan didalam sebuah hubungan yang telah bertahun-tahun telah dijalani. Tentu saja hal itu adalah hal yang paling tidak diinginkan oleh kedua belah pihak.Namun siapa yang sangka bila suatu waktu hal tersebut dapat terjadi di sebuah rumah tangga yang telah terjalin selama 7 (tujuh) tahun. Hal inilah yang tengah menimpa rumah tangga saudari Richa Arie Sandy Binti Ari Arianto, seorang pegawai swasta berumur 30 tahun yang telah memutuskan untuk melayangkan gugatan cerai kepada suaminya yang bernama Puja Dwinata Hadi Kesuma Bin Istichori, umur 35 tahun dan bekerja sebagai karyawan swasta di sebuah perusahaan swasta. Kedua pasangan suami istri ini telah menikah pada tanggal 6 Januari 2008 yang dicatat oleh Pegawai Pencatat Nikah Kantor Urusan Agama Kecamatan Medan Marelan. Setelah menikah, mereka memutuskan untuk tinggal jauh dari luar kota tempat mereka melangsungkan pernikahan. Kedua pasangan suami istri ini pindah dan bertempat tinggal di desa Hapesong Baru, Kecamatan Batang Toru, Kabupaten Tapanuli Selatan. Selama pernikahan terjalin, mereka hidup dengan rukun dan damai sebagaimana layaknya suami istri. Dan dari hasil perkawinan tersebut lahirlah seorang anak laki-laki, putra pertama mereka yang diberi nama Athaya Prabaswara Aurichal Kusuma. Lahir pada tanggal 06-11-2008. Setelah anak kedua pasangan suami istri ini lahir dan tengah berusia balita, suami dari saudari Richa Arie Sandy Binti Istiadi Ari Arianto ini mulai bertingkah dengan sering terlambatnya pulang kerumah setelah selesai jam kerjanya. Awalnya sang istri berfikir positif mungkin saja suaminya lagi banyak kerjaan dan terpaksa lembur diperusahaannya. Namun
Universitas Sumatera Utara
lama-lama tingkah dari suami semakin tak wajar. Semakin lama ia semakin sering terlambat pulang kerumah. Dan pernah tidak pulang selama sehari tidak tidur dirumah. Suatu ketika, sang istripun memberanikan bertanya kepada suaminya mengapa belakangan sering terlambat pulang, namun pertanyaan sang istri tidak dijawab dengan baik oleh suaminya. Awalnya suaminya menjawab dengan celotehan-celotehan tidak jelas seakanakan mengalihkan pembicaraan, namun akhirnya menjadi marah-marah sendiri dikarenakan pertanyaan itu terus menerus ditanyakan oleh sang istri. Sang istripun mulai curiga dan terus bertanya-tanya yang membuat suaminya menjadi marah-marah dan sering mengacuhkan setiap omongan dari istrinya. Setelah diselidiki, maka benar adanya bahwasannya suaminya telah menjalin sebuah hubungan gelap dengan wanita lain. Akhirnya saudari Richa Arie Sandy Binti Istiadi Ari Arianto pergi kerumah mertuanya yang tak lain adalah orang tua dari suaminya sendiri untuk memberitahu tingkah laku suaminya yang belakangan tak wajar dan tengah menjalin hubungan gelap dengan wanita lain. Sang istri memberitahu kepada orang tua suaminya dengan tujuan agar orang tua suaminya menasehati dan memberi arahan kepada suaminya.Namun orang tua suaminya tidak terlalu menggubris dan malah menganggap bahwa menantunya inilah yang tidak bisa mengurus anaknya dengan baik. Dengan perasaan kecewa dan sakit hati, sang istripun pulang dari rumah mertuanya yang tidak percaya atas apa yang telah disampaikannya. Hingga seiring berjalannya waktu, suaminya mulai semakin bertingkah aneh dan mulai sering melakukan kekerasan terhadapnya. Apalagi setelah suaminya mengetahui bahwasannya ia telah melaporkan hal ini kepada orang tuanya. Suaminya malah semakin marah dan tak segan-segan menumbuk dan menampar.Bahkan suaminya juga tega menjambak rambut dan menyeret istrinya dari dapur sampai ke ruang tamu dihadapan anaknya istrinya diperlakukan semena-mena oleh suaminya
Universitas Sumatera Utara
sendiri.Tak peduli betapa anaknya menangis-nangis melihat kejadian tersebut didepan matanya sendiri, suaminya telah banyak berubah.Hingga sampai sekarang anak mereka sangat trauma melihat kejadian tersebut dan takut untuk berkomunikasi dengan ayahnya sendiri. Setelah kejadian itu, rumah tangga mereka semakin tidak harmonis.Semakin sering diam-diaman padahal masih dalam satu atap.Kekerasan juga semakin sering terjadi.Terlebih lagi suaminya semakin jarang pulang.Akhirnya karena tidak tahan lagi dengan kelakuan suaminya, saudari Richa Arie Sandy Binti Istiadi Ari Arianto menghubungi orang tuanya yang ada di Medan untuk menjemputnya dan membawa pulang ke Medan. Namun, setelah beberapa minggu suaminya tidak merasa kehilangan dan tidak mencaricari istrinya lagi seakan tidak peduli akan hal ini. Begitu juga dengan keluarga dari pihak suaminya tidak ada datang menjumpai keluarga sang istri guna memperbaiki rumah tangga mereka. Akhirnya dengan perasaan sedih namun sudah mantap hatinya, saudari Richa Arie Sandy Binti Istiadi Ari Arianto nekat melayangkanh surat gugatan cerai untuk suaminya. “Wanita mana saja yg minta cerai (khulu’) dari suaminya tanpa alasan yg benar (syar’i) , maka diharamkan baginya mencium bau harum Surga.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Majah no.2055.Dan dinyatakan SHOHIH oleh syaikh Al-Albani rahimahullah di dalam Shohih Sunan Ibnu Majah).Perlu diketahui bahwa gugat cerai tanpa alasan syar'i tidak hanya membuat istri menjauh dari surga, tapi juga akan mendapat balasan di dunia ini. Misalnya ternyata pernikahan selanjutnya mengalami kondisi lebih buruk, dan lain sebagainya. Oleh karena itu berhati-hatilah, istri jangan mudah menggugat cerai, kecuali jika ada alasan yang diperbolehkan syariat untuk menggugat. Dan jikalau gugat cerai itu memang sudah harus dilakukan karena mengancam nyawa sang istri, atau jika pernikahan dilanjutkan
Universitas Sumatera Utara
bisa berefek buruk untuk akhlak sang istri maupun anak-anak, juga semakin menjauhkan diri dari Allah. Dari kasus di atas bisa kita lihat sendiri bahwasannya kelakuan dari suami kepada istrinya tersebut sudah tidak manusiawi berefek buruk kepada kondisi fisik dan psikis terhadap istri dan anaknya.Bahkan juga bisa mengancam nyawanya karena suami telah berani melakukan kekerasan dalam rumah tangga. Oleh karena itu dalam kasus tersebut, sang istri diperbolehkan untuk menggugat cerai kepada suaminya dengan alasan pertengkaran yang terjadi secara terus menerus serta kekerasan yang telah dialami oleh sang istri. Sang istri semakin niat untuk menggugat cerai suaminya atas dasar tindakan suami yang telah kelewatan batas dengan tidak adanya niat untuk memperbaiki hubungan kembali, tidak ada niat menghubungi istri beserta anaknya. Ternyata pihak suami sudah tidak ingin lagi untuk berdamai dengan sang istri. Seolah-olah suami melepaskan istrinya begitu saja tanpa ada sedikitpun rasa menyesal dan ingin bersatu kembali dan bertingkah biasa saja seperti dahulu kala sebelum pertengkaran dan perselesihan sering terjadi didalam rumah tangganya. Pada dasarnya, suami dari saudari Richa Arie Sandy Binti Ari Arianto adalah seseorang yang sangat keras kepala. Namun tidak dapat disangkal ia mengatakan bahwa apa yang dilakukan oleh istrinya tersebut adalah jalan yang salah, karena ia meninggalkan rumah tanpa pamit dari suami. Dengan ini memang istri telah melanggar pasa;, 77 ayat 5 dan atau pasal 84 ayat 1 dan atau pasal 83 ayat 1,2 dan atau pasal 77 ayat 2 dari Kompilasi Hukum Islam. Bahwasannya pada saat sebelum saudari Richa Arie Sandy Binti Ari Arianto nekat meninggalkan rumah, orang tua dari suaminya telah memperingatkan jangan sekali-sekali meninggalkan rumah tanpa seizin dari suami.Begitu juga dengan suaminya juga sudah melarangnya untuk pergi.Namun dikarenakan kondisi fisik dan psikis serta hati yang sudah tidak tahan lagi, serta orang tua yang sudah menjemput dan memaksa untuk pulang saja ke
Universitas Sumatera Utara
Medan, maka saudari Richa Arie Sandy Binti Ari Arianto menghiraukan apa yang telah dihimbau oleh suami dan mertuanya dan tetap meninggalkan rumah pergi bersama orang tua yang menjemputnya dengan alasan ingin menenangkan diri dulu untuk meredakan emosi dan perselisihan diantara mereka. Saudari Richa Arie Sandy Binti Ari Arianto juga sempat mengatakan bahwa ia akan memberi kabar kepada suaminya bila suasananya sudah tenang, namun setelah berbulan-bulan kabar tak kunjung datang. Malahan yang didapat oleh suami adalah sebuah pesan singkat yang berisikan kalimat-kalimat kasar yang membuat pihak keluarga serta suaminya merasa terlecehkan dan malah mengurungkan niat untuk menjemput kembali istri beserta anaknya dari Medan. Dari sini kita dapat melihat dan merasakan apa yang telah dilakukan oleh suami dari saudari Richa Arie Sandy Binti Ari Arianto telah melukai fisik dan hatinya, sehingga dengan sangat terpaksa ia harus menggugat cerai suaminya yang memang tidak ada rasa kasih dan sayangnya lagi terhadap dirinya. Gugatan cerai dilayangkan setelah ia hampir sebulan berdomisili di Medan dengan menetap di kediaman orang tua bersama anak satusatunya.Tanpa berfikir panjang lagi dikarenakan pihak keluarga suami juga sudah tidak mau berdamai dengan pihak keluarga istri.Akhirnya saudara Richa Arie Sandy Binti Ari Arianto mengurus semuanya di Pengadilan Agama Medan, sempat dilakukan jalur mediasi namun kedua belah pihak memang memilih untuk tidak mau kembali seperti dulu lagi.Dan dengan ini mediasi dinyatakan telah gagal.Para pihak tetap bersikeras kepada putusannya masingmasing. B. Pertimbangan Hakim Menetapkan Hak Asuh Anak Kepada Penggugat Permohonan Untuk Mendapatkan Hak Asuh. Perlu dicermati bahwa ketentuan Pasal 41 huruf a, UU Perkawinan pada bagian terakhir menyatakan bahwa ”bilamana ada perselisihan mengenai penguasaan anak-anak, pengadilan member keputusannya.” Berangkat dari ketentuan tersebut maka dalam suatu gugatan perceraian, selain dapat
Universitas Sumatera Utara
memohonkan agar perkawinan itu putus karena perceraian, maka salah satu pihak juga dapat memohonkan agar diberikan Hak Asuh atas anak – anak (yang masih dibawah umur) yang lahir dari perkawinan tersebut. Dalam UU Perkawinan sendiri memang tidak terdapat definisi mengenai Hak Asuh tersebut, namun jika kita melihat Pasal 1 angka 11, Undang Undang No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (UU Perlindungan Anak), terdapat istilah ”Kuasa Asuh” yaitu ”kekuasaan orang tua untuk mengasuh, mendidik, memelihara, membina, melindungi, dan menumbuhkembangkan anak sesuai dengan agama yang dianutnya dan kemampuan, bakat, serta minatnya.” Selain itu juga dalam Pasal 1 angka 10, UU Perlindungan Anak terdapat pula istilah ”Anak Asuh” yaitu : ”Anak yang diasuh oleh seseorang atau lembaga, untuk diberikan bimbingan, pemeliharaan, perawatan, pendidikan, dan kesehatan, karena orang tuanya atau salah satu orang tuanya tidak mampu menjamin tumbuh kembang anak secara wajar.” Seluk Beluk Pemberian Hak Asuh Anak. Sesuai dengan apa yang kami sampaikan di atas tentunya akan timbul suatu pertanyaan, siapakah diantara bapak atau ibu yang paling berhak untuk
memperoleh
Hak
Asuh
atas
anak
tersebut.
Satu-satunya aturan yang dengan jelas dan tegas memberikan pedoman bagi hakim dalam memutus
pemberian
hak
asuh
atas
anak
tersebut
terdapat
dalam
Pasal 105 Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang menyatakan. Dalam hal terjadi perceraian : a) Pemeliharaan
anak
yang
belum
mumayyiz
atau
belum
berumur
12
tahun
adalah hak ibunya. b) Pemeliharaan anak yang sudah mumayyiz diserahkan kepada anak untuk memilih di antara ayah atau ibunya sebagai pemegang hak pemeliharaan. c) Biaya pemeliharaan ditanggung oleh ayahnya.”
Universitas Sumatera Utara
Ketentuan KHI diatas nampaknya tidak dapat berlaku secara universal, karena hanya akan mengikat bagi mereka yang memeluk agama Islam (yang perkaranya diperiksa dan diputus di Pengadilan Agama).Sedangkan untuk orang-orang yang bukan beragama Islam (yang perkaranya diperiksa dan diputus di Pengadilan Negeri), karena tidak ada pedoman yang secara tegas mengatur batasan pemberian hak asuh bagi pihak yang menginginkannya, maka hakim dalam menjatuhkan putusannya akan mempertimbangkan antara lain pertama, fakta-fakta yang terungkap dipersidangan; kedua, bukti – bukti yang diajukan oleh para pihak; serta argumentasi yang dapat meyakinkan hakim mengenai kesanggupan dari pihak yang memohonkan Hak Asuh Anak tersebut dalam mengurus dan melaksanakan kepentingan dan pemeliharaan atas anak tersebut baik secara materi, pendidikan, jasmani dan rohani dari anak tersebut. Di dalam kasus ini, pihak suami sebenarnya telah meminta hak asuhnya jatuh kepadanya dikarenakan alasan untuk memudahkan pembiayaan dan pemeliharaan terhadap dari anak mereka, maka suami mengajukan permohonan Hak Pengasuhan atas nama Putranya Athaya Prasbaswara Aurichal Kusuma diberikan kepadanya sehingga lebih optimal berada pada suami yang akan membiayai, merawat dan membesarkannya tanpa harus merepotkan istri yang meminta biaya hidup dan sekolah, apa lagi sang istri sudah bekerja di Hotel berbintang sehingga waktunya untuk mengasuh anak menjadi penghalang yang besar. Demikian permohonan yang diajukan oleh suami dari saudari Richa Arie Sandy Binti Ari Arianto kepada Majelis Hakim yang terhormat. Namun Hakim menolak permohonan tersebut dengan menimbang bahwasannya anak laki-laki yang bernama Athaya Prabaswara Aurichal Kusuma, yang lahir pada tanggal 6 November 2008 masih belum mumayyiz, karena masih belum berumur 12 tahun. Oleh karena itu menurut ketentuan pasal 156 huruf (a) Kompilasi Hukum Islam, dinyatakan bahwa anak yang belum mumayyiz berhak mendapatkan hadhanah dari ibunya, dan oleh karena selama
Universitas Sumatera Utara
proses persidangan tidak ada bukti atau indikasi bahwasannya saudari Richa Arie Sandy Binti Ari Arianto mempunyai akhlak yang buruk atau pernah melakukan kekejaman terhadap anaknya atau sering menelantarkannya, bahkan dari keterangan saksi-saksi bahwa selama ini anak dari pasangan kedua suami istri tersebut telah lama tinggal bersama ibunya, maka dengan demikian sesuai pasal 156 huruf (a) Kompilasi Hukum Islam, petitum gugatan Penggugat menyangkut dengan hak hadhanah ini harus dikabulkan, sedangkan keberatan Tergugat harus dinyatakan tidak beralasan hukum karena itu harus dikesampingkan. Menimbang, bahwa hak hadanah sebagaimana sudah dipertimbangkan di atas tentunya harus dimaknai dan hanya bertujuan untuk menjamin perlindungan, pemeliharaan, pendidikan dan kesejahteraan anak tersebut dan dengan mempertimbangkan pasal 4-18 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, tentunya tidak boleh dipergunakan oleh Penggugat untuk menghalagi Tergugat ingin bertemu atau membawa atau ingin mencurahkan kasih sayangnya terhadap anak tersebut. Hadhanah adalah kegiatan mengasuh, memelihara dan mendidik anak hingga dewasaatau mampu berdiri sendiri. 51 Hadhanah menurut bahasa adalah Al- Janbu berarti erat atau dekat, sedangkan menurut istilah memelihara anak laki-laki atau perempuan yang masih kecil dan belum dapat mandiri, menjaga kepentingan anak, melindungi dari segala yang membahayakan dirinya, mendidik rohani dan jasmani serta akalnya supaya si anak dapat berkembang dan dapat mengatasi persoalan hidup yang akan dihadapinya. 52 Pengertian diatas selaras dengan pendapat yang dikemukakan oleh sayyid sabiq bahwa hadhanah adalah melakukan pemeliharaan anak yang masih kecil, laki- laki ataupun perempuan atau yang sudah besar belum mumayyiz tanpa kehendak dari siapapun, menjaga
51 52
Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, Akademika Presindo, Jakarta, 2004, hal.113 Hakim Rahmat, Hukum Perkawinan Islam, Pustaka Setia, Bandung, 2000, hal.224
Universitas Sumatera Utara
dari sesuatu yang menyakiti dan merusaknya, mendidik jasmani dan rohani agar mampu berdiri sendiri menghadapi hidup dan memikul tanggung jawabnya. 53 Berdasarkan pengertian diatas hadhanah merupakan pemeliharaan anak dari sejak mengandung sampai melahirkan anak di waktu masih bayi yang tentunya memerlukan belaian kasih sayang seorang ibu yang akan menghangatkan dengan kasih sayangnya. Namun disamping itu sendiri para fuqoha mendefinisikan hadhanah sebagai berikut :
1. Fuqaha Hanifah Hadhanah merupakan salah satu usaha mendidik anak yang dilakukan orang yang mempunyai hak mengasuh. 54 2. Ulama Syafi’iah Hadhanah merupakan mendidik orang yang tidak dapat mengurus dirinya sendiri dengan apa yang bermaslahat baginya dan memeliharanya dari apa yang membahayakan meskipun orang itu telah dewasa.
55
Ulama fiqh mengatakan hadhanah merupakan suatu kewenangan untuk merawat dan mendidiknya anak yang belum mumayiz bahkan orang dewasa akan tetapi kehilangan akalnya. Sehingga ulama fiqh mengatakan yang lebih utama untuk mengasuh anak adalah kaum wanita. 56Dalam pemeliharaan anak terjadi kerancuan terhadap perwalian, oleh karena itu harus dibedakan antara pemeliharaan dan perwalian. Abdul Manan dalam artikel mimbar hukum,mengemukakan perwalian jika kekuasaan dicabut dari kedua orang tuanya, maka berdasarkan pasal 50 ayat (1) Undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan. Pelaksanaan penguasaan anak akan diurus oleh wali yang ditunjuk. Jadi perwalian itu terjadi akibat dari pencabutan orang tua (onderlyke macht) terhadap anak-anaknya.Bahkan terjadi
53
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah Juz 8, Al-Ma’aruf, Bandung, 1984, hal.179 Huzaemah T Yanggo, Fiqh Anak, Al-Mawardi, Jakarta, 2004, hal.101 55 Ibid 56 S.A. Al-Hamdani, Risalah Nikah, Pustaka Amani, Jakarta, 2002, hal.322 54
Universitas Sumatera Utara
ketika orang tua sudah meninggal dunia maka harus ada perwalian yang bertanggung jawab yang meliputi diri pribadi dan harta benda yang berada dalam perwaliannya. Dalam hal ini pengertian hadhanah dan perwalian jangan sampai rancu dalam mengartikannya, Hadhanah merupakan suatu kewenangan untuk memelihara dan mendidik anak yang masih kecil yang belum bisa memenuhi kebutuhan sendiri dan tentunya mengasuh anak orang yang sudah dewasa akan tetapi kehilangan akalnya atau idiot. Sedangkan perwalian yaitu pelaksanaan penguasaan anak baik diri pribadi dan harta benda yang akan dijalankan terhadap orang yang bertanggung jawab. Hukum pemeliharaan anak itu sendiri yaitu hukumnya wajib, sebagaimana wajibnya masih dalam ikatan perkawinan, lain halnya apabila terjadinya sebuah perceraian antara keduanya sehingga harus ditentukan hak hadhanah, sehingga dibutuhkan biaya hidup dalam pemeliharaan anak. Faktor untuk kecakapan atau kepatutan untuk memelihara anaknya maka harus ada syaratsyarat tertentu, yaitu : 1. Berakal
sehat,
karena
orang
gila
tidak
boleh
menangani
dan
menyelenggarakan hadhanah. 2. Merdeka, sebab seorang budak kekuasaannya kurang lebih terhadap anak dan kepentingan terhadap anak lebih tercurahkan kepada tuannya. 3. Beragama Islam, karena masalah ini untuk kepentingan agama yang ia yakini atau masalah perwalian yang mana Allah tidak mengizinkan terhadap orang kafir. 4. Amanah. 5. Belum menikah dengan laki- laki lain bagi ibunya. 6. Bermukim bersama anaknya, bila salah satu diantara mereka pergi maka ayah lebih berhak karena untuk menjaga nasabnya.
Universitas Sumatera Utara
7. Dewasa, karena anak kecil sekalipun mumayyiz tetapi ia butuh orang lain untuk mengurusi dirinya. 8. Mampu mendidik, jika penyakit berat atau perilaku tercela maka membahayakan jiwanya. 57 Sedangkan dalam KHI pada pasal 156 juga mengatur tentang hadhanah pada perceraian: 1. Anak yang belum mumayyiz dipelihara oleh ibunya kecuali telah meninggal dunia, maka kedudukannya diganti oleh; 1.
Wanita- wanita dalam garis lurus ke atas dari ibu,
2.
Ayah,
3.
Wanita dalam garis lurus ke atas dari ayah,
4.
Saudara- saudara perempuan dari anak yang bersangkutan,
5.
Wanita- wanita kerabat sedarah menurut garis samping dari ibu,
6.
Wanita- wanita sedarah menurut garis samping ayah.
2. Anak yang sudah mumayyiz berhak memilih untuk mendapatkan hadhanah dari ayahnya atau ibunya. 3. Apabila pemegang hadhanah tidak dapat menjamin keselamatan jasmani dan rohani anak meskipun tercukupi biayanya, maka atas permintaan kerabat yang juga mempunyai hak yang dapat menuntut ke pengadilan untuk memindahkan hak hadhanah. 4. Biaya hadhanah tangung jawab ayah sekurang- kurangnya sampai dewasa dan dapat mengurus sendiri 21 (dua puluh satu) tahun. 5. Apabila ada perselisihan PA dapat memutuskan berdasarkan a, b, c dan d. 6. Pengadilan dapat pula mengingat kemampuan ayahnya pada penetapan jumlah biaya untuk memelihara dan pendidikan anak.
57
Musthafa Kamal Pasha, Chalil, Wahardjani, Fikih Islam, Citra Karsa Mandiri, Yogyakarta, 2002, hal.304
Universitas Sumatera Utara
Adapun hikmah hak memelihara anak menurut Ali Ahmad Al- Jurjawi dilihat dari 2 segi: 1. Tugas laki- laki dalam urusan penghidupan dan masyarakat berbeda dengan tugas wanita, perhatian seorang ibu terhadap anaknya lebih tepat dan cocok untuk memelihara anaknya. 2. Seorang ibu mempunyai rasa kasih sayang yang lebih besar terhadap anaknya dari pada seorang ayah dan curahan hati tercurah lebih untuk anaknya. Dasar dari pada hukum pemeliharaan anak itu sendiri yaitu hukumnya wajib, sebagaimana wajibnya masih dalam ikatan perkawinan, lain halnya apabila terjadinya sebuah perceraian terjadi diantara keduanya sehingga harus ditentukan hak hadhanah, sehingga dibutuhkan biaya hidup dalam pemeliharaan anak. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah 2:233 yang berbunyi : “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan.dan kewajiban ayah memberi makan dan Pakaian kepada para ibu dengan cara ma’ruf. seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan Karena anaknya dan seorang ayah Karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, Maka tidak ada dosa atas keduanya. dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, Maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. bertakwalah kamu kepada Allah dan Ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan”. Dalam ayat tersebut menjelaskan bagaimana ibu menyusui adalah hak ibu mendapatkan nafkah bagi si ibu dan terutama anaknya, karena bapak berkewajiban mencukupi sandang dan pangan. Mereka dibangsakan atas nama bapak dan pemberian nafkah itu juga hendaklah sesuai dengan kelayakan si wanita dalam lingkungannya, sehingga ia tidak mengalami kesulitan dalam bentuk pelayanan apapun cara-cara penuaiannya.
Universitas Sumatera Utara
Ayah dan ibu sebaiknya saling berbagi dalam susah dan kebahagiaan terhadap anak dan menjadikan anak yang bermanfaat bagi nusa dan bangsa tanpa menelantarkan dan menyusahkan si anak tanpa di beri hak hadhanah yang hanya mementingkan hal pribadi dan apapun itu mengenai kebutuhan anak harus diperhatikan demi kebaikan dan kelangsungan pertumbuhannya baik dari segi jasmani maupun rohaninya. Kata hadhanah adalah bentuk mashdar dari kata hadhnuash-shabiy, atau mengasuh atau memelihara anak.Mengasuh (hadhn) dalam pengertian ini tidak dimaksudkan dengan menggendongnya dibagian samping dan dada atau lengan. Secara terminologis, hadhanah adalah menjaga anak yang belum bisa mengatur dan merawat dirinya sendiri, serta belum mampu menjaga dirinya dari hal-hal yang dapat membahayakan dirinya.Hukum hadhanah inihanya dilaksanakan ketika pasangan suami istri bercerai dan memiliki anak yang belum cukup umur untuk berpisah dari ibunya.Hal ini diseabkan karena sianak masih perlu penjagaan, pengasuhan, pendidikan, perawatan dan melakukan berbagai hal demi kemaslahatannya.Inilah yang dimaksu dengan perwalian (wilayah). Hukum Hadhanah Hadhanah (pengasuhan anak) hukumnya wajib, karena anak yang masih memerlukan pengasuhan ini akan mendapatkan bahaya jika tidak mendapatkan pengasuhan dan perawatan, sehingga anak harus dijaga agar tidak sampai membahayakan. Selain itu ia juga harus tetap diberi nafkah dan diselamatkan dari segala hal yang dapat merusaknya. Hadhanah sangat terkait dengan tiga hak: 1. Hak wanita yang mengasuh. 2. Hak anak yang diasuh. 3. Hak ayah atau orang yang menempati posisinya.
Universitas Sumatera Utara
Jika masing-masing hak ini dapat disatukan, maka itulah jalan yang terbaik dan harus ditempuh.Jika masing-masing hak saling bertentangan, maka hak anak harus didahulukan daripada yang lainnya.Terkait dengan hal ini ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. pertama, pihak ibu terpaksa harus mengasuh anak jika kondisinya memang memaksa demikian karena tidak ada orang lain selain dirinya yang dipandang pantas untuk menasuh anak. kedua, si ibu tidak boleh dipaksa mengasuh anak jika kondisinya memang tidak mengharuskan demikian. sebab mengasuh anak itu adalah haknya dan tidak ada mudharat yang dimungkinkan akan menimpa sianak karena adanya mahram lain selain ibunya. ketiga, seorang ayah tidak berhak merampas anak dari orang yang lebih berhak mengasuhnya (baca: ibu) lalu memberikannya kepada wanita lain kecuali ada alsan syar’i yang memperbolehkannya. keempat, jika ada wanita yang bersedia menyusui selain ibu si anak, maka ia harus menyusui bersama (tinggal serumah) dengan si ibu hingga tidak kehilangan haknya mengasuh anak. Urutan Orang yang Berhak Mengasuh Anak. Mengingat bahwa wanita lebih memahami dan lebih mampu mendidik, disamping lebih sabar, lebih lembut, lebih leluasa dan lebih sering berada bersama anak, maka ia lebih berhak mendidik dan mengasuh anak dibandingkan laki-laki. Hal ini berlangsung hanya pada usiausia tertentu, namun pada fase-fase berikutnya laki-laki yang lebih mampu mendidik dan mengasuh anak dibandingkan wanita. Ibu adalah wanita yang paling berhak mengasuh anak Jika wanita lebih berhak mendidik dan mengasuh anak daripada laki-laki, maka -sesuai ijma ulama- ibu kandung sianak tentu lebih berhak mengasuh anaknya setelah terjadi perpisahan (antara suami dan istrinya), baik karena talak, meninggalnya suami atau suami
Universitas Sumatera Utara
menikah dengan wanita lain, karena ibu jauh memiliki kelembutan dan kasih sayang, kecuali jika ada penghalang yang menghapuskan hak si ibu untuk mengasuh anak.
C. Analisis Hukum Terhadap Putusan Hakim Perkawinan harus dipelihara dengan baik sehingga bisa abadi dan apa yang menjadi tujuan perkawinan dalam Islam yakni terwujudnya keluarga sejahtera. Namun sering kali apa yang menjadi tujuan perkawinan kandas di perjalanan dan harus putus di tengah jalan. Sebenarnya putusnya perkawinan merupakan hal yang wajar, karena makna dasar sebuah akad nikah adalah ikatan atau dapat juga dikatakan perkawinan pada dasarnya adalah kontrak, yang konsekuensinya dapat lepas yang kemudian dapat disebut talak. Perspektif Fikih Menurut istilah talak adalah melepaskan ikatan (hall al-qaid) atau bisa juga disebut pelepasan ikatan dengan menggunakan kata-kata yang telah ditentukan. Dalam kitab Kifarat al-Akhyar yang menjelaskan talak sebagai sebuah nama untuk melepaskan ikatan nikah dan talak adalah lafaz Jahiliyyah yang setelah Islam datang menetapkan lafaz itu sebagai kata untuk melepaskan nikah. Ikatan perkawinan dapat putus dan tata caranya telah diatur baik dalam fikih maupun dalam UUP.Walaupun perkawinan merupakan sebuah ikatan suci namun tidak boleh dipandang mutlak atau tidak boleh dianggap tidak dapat putus. Hadits Nabi yang popular berkenaan dengan talak adalah “Inna abghad al-mubahat ‘inda Allah al-talak” sesungguhnya perbuatan mubah tapi dibenci Allah adalah talak. Dengan memahami hadits tersebut, sebenarnya Islam mendorong terwujudnya perkawinan yang bahagia dan kekal dan menghindarkan terjadinya perceraian.Yang pada prinsipnya Islam tidak memberi peluang untuk terjadinya perceraian kecuali ada hal-hal yang darurat.
Universitas Sumatera Utara
Setidaknya ada 4 kemungkinan yang dapat terjadi dalam kehidupan rumah tangga yang dapat memicu terjadinya perceraian, yaitu: 1.Terjadinyanusyuz dari pihak istri, yaitu kedurhakaan yang dilakukan seorang istri terhadap suaminya. Berangkat dari sutar an-Nisaa’ ayat 34 memberikan opsi sebagai berikut: 1.
Istri diberi nasihat dengan cara yang ma’ruf agar ia segera sadar terhadap kekeliruan yang diperbuatnya.
2.
Pisah
ranjang,
kesendiriannya
sebagai tersebut
hukuman
psikologis
ia
melakukan
dapat
bagi
istri
koreksi
dan diri
dalam
terhadap
kekeliruannya. 3.
Memberi hukuman fisik dengan cara memukulnya, tidak boleh memukul bagian yang membahayakan si istri.
2. Nusyuz suami terhadap istri terjadi ketika suami melalaikan kewajibannya terhadap istri, baik lahir maupun batin. Berkenaan dengan tugas suami berangkat dari hadits Rasulullah SAW yang intinya adalah suami harus memperlakukan istrinya dengan cara yang baik dan dilarang menyakiti istrinya baik lahir maupun batin, fisik dan mental. Jika suami melalaikan kewajibannya dan istrinya berulang kali mengingatkannya namun tetap tidak ada perubahan, maka al-Qur’an seperti yang terdapat dalam surat an-Nisaa’ ayat 128 menganjurkan perdamaian di mana istri diminta untuk lebih sabar menghadapi suaminya dan merelakan hak-haknya dikurangi untuk sementara waktu, yang bertujuan agar perceraian tidak terjadi. 3. Terjadinya syiqaq (percekcokan). Alasan ini merupakan alasan yang sering menyebabkan terjadinya perceraian.Dalam UU No.7 Tahun 1989 dinyatakan bahwa syiqaq adalah perselisihan yang tajam dan terus-menerus antara suami istri. Mengenai masalah ini alQur’an dalam surat an-Nisaa’ ayat 35 dijelaskan bahwa aturan Islam dalam menangani problema kericuhan dalam rumah tangga, dipilihnya hakam (arbitrator) dari masing-masing
Universitas Sumatera Utara
pihak yang lebih mengetahui karakter, sifat keluarga mereka sendiri untuk mempermudah mendamaikan suami istri yang bertengkar. 4. Salah satu pihak melakukan perbuatan zina (fahisyah), yang menimbulkan saling tuduh menuduh antara keduanya. Cara menyelesaikannya adalah dengan cara membuktikan tuduhan yang didakwakan, dengan cara li’an.Apabila berbagai cara yang telah ditempuh tidak membawa hasil, maka perceraian merupakan jalan yang terbaik bagi keduanya untuk kembali melanjutkan kehidupan masing-masing. Jika diamati aturan-aturan fikih berkenaan dengan talak, terkesan seolah-olah fikih memberi aturan yang sangat longgar bahkan dalam tingkatan tertentu memberikan kekuasaan yang terlalu besar pada laki-laki, seolah-olah talak menjadi hak prerogatif laki-laki sehingga bias saja seorang suami bertindak otoriter. Perspektif UU No. 1 Tahun 1974 Sebagaimana yang disebut dalam pasal UUP dijelaskan bahwa tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia, kekal berdasarkan ke-Tuhanan yang Maha Esa yang dalam bahasa KHI disebut dengan mistaqan ghaliza (ikatan yang suci), namun dalam realitanya seringkali perkawinan tersebut kandas di tengah jalan yang mengakibatkan putusnya perkawinan baik karena sebab kematian, perceraian ataupun karena putusan pengadilan berdasarkan syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh Undang-undang. Perspektif KHI KHI juga tampaknya mengikuti alur yang digunakan oleh UUP, walaupun pasal-pasal yang digunakan lebih banyak yang menunjukkan aturan-aturan yang lebih rinci.KHI memuat masalah Putusnya Perkawinan pada Bab XVI.Pasal 113 menyatakan perkawinan dapat putus karena kematian, perceraian, dan atas putusan pengadilan. Berbeda dengan UUP yang tidak mengenal istilah talak, KHI menjelaskan yang dimaksud dengan talak adalah “ikrar suami dihadapan sidang Pengadilan Agama yang
Universitas Sumatera Utara
menjadi salah satu sebab putusnya perkawinan dengan cara sebagaimana dimaksud dalam pasal 129,130, dan 131”. KHI juga memuat aturan-aturan yang berkenaan dengan pembagian talak, yaitu talak raj’I, talak ba’in sughra, dan ba’in.Permohonan cerai talak dengan alasan terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran. Berkenaan dengan alasan ini KHI dalam pasal 116 huruf f juga menjelaskan jika antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga. Selain itu permohonan cerai talak juga dapat dilakukan dengan alasan syiqaq, yang dalam UU No. 7 tahun 1989 dijelaskan gugatan perceraian yang didasarkan atas alasan syiqaq untuk mendapatkan putusan perceraian harus mendengarkan keterangan saksi-saksi yang berasal dari keluarga atau dari orang-orang yang dekat dengan suami istri. Dalam pasal 115 KHI dijelaskan perceraian hanya dilakukan di depan sidang Pengadilan setelah pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak. Perspektif PP No. 9 Tahun 1975 Hal-hal yang menyebabkan terjadinya perceraian dalam PP No. 9 Tahun 1975 adalah: a)
Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan;
b) Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain yang di luar kemampuan; c)
Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain;
d) Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami istri;
Universitas Sumatera Utara
e)
Antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.
f)
Suami melanggar taklik talak dan murtad.
ANALISIS Setelah memaparkan perspektif Fikih, UUP, KHI, dan PP No. 9 tahun 1975 kasus perceraian yang menimpa pasangan Arie Sandy Binti Istiady Ari Arianto dan suaminya Puja Dwinata Hadi Kesuma Bin Istichoiri saya lihat dari sudut pandang seorang praktisi hukum. Salah satu alasan Arie Sandy menggugat cerai adalah karena seringnya terjadi perselisihan di antara Arie dan Puja. Dalam Pasal 116 huruf f KHI dinyatakan bahwa jika “antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga”, selain itu dalam PP No. 9 tahun 1975 pasal 19 huruf f juga dinyatakan pernyataan yang sama persis dengan yang dinyatakan dalam KHI, karena landasan itu salah satu pihak boleh mengajukan Permohonan Cerai Talak ke Pengadilan Agama. Karena cerai dinyatakan sah dan mempunyai kekuatan hukum di Indonesia ketika dinyatakan dalam Sidang Pengadilan Agama sebagaimana yang dinyatakan dalam pasal 115 KHI “perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan Agama setelah Pengadilan Agama tersebut berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak”, hal ini juga dinyatakan dalam pasal 39 UUP. Perceraian adalah jalan terakhir yang ditempuh oleh pengadilan setelah kedua belah pihak diberi waktu untuk mediasi tapi keduanya tetap bersikeras untuk cerai.Seperti halnya Arie dan Puja mereka berdua menolak untuk melakukan mediasi dan sepakat untuk meneruskan perceraian. Dalam hal ini pengadilan tidak dapat memaksakan kehendak untuk berdamai kembali karena keputusan dari kedua pasang suami istri ini sudah bulat dan tidak dapat diganggu
Universitas Sumatera Utara
gugat lagi. Hakim juga sudah menyatakan bahwa Puja Dwinata Hadi Kesuma telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana yaitu “Melakukan Kekerasan Psikis Dalam Lingkungan Keluarga” Majelis Hakim juga telah menjatuhkan Pidana terhadap Terdakwa Puja Dwinata Hadi Kesuma dengan pidana penjara 1 (satu) tahun, dengan ketentuan, pidana tersebut tidak perlu dijalani oleh Terdakwa, kecuali jika dikemudian hari ada putusan Hakim yang menentukan lain disebabkan karena terdakwa melakukan tindak pidana sebelum habis masa percobaan selama 1 (satu) tahun.
Universitas Sumatera Utara
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan 1. Bahwa berdasarkan hasil penelitian dan survey di Pengadilan Agama Medan kasus perceraian banyak terjadi dikarenakan sering terjadinya suatu perselisihan antara suami dan istri sehingga menyebabkan cekcok dan tentunya menjadi alasan tidak nyaman lagi untuk tetap melanjutkan hubungan.Hal ini mengakibatkan hubungan suami istri semakin jauh dan memburuk.Mereka semakin sulit untuk berbicara dan berdiskusi bersama serta merundingkan segala masalah-masalah yang perlu dicari jalan keluarnya. Masing-masing pihak kemudian merasa bahwa pasangannya sebagai orang lain.Perselesihan sering terjadi dikarenakan berbagai macam alasan.Yaitu dengan adanya orang ketiga yang hadir dan mengganggu keharmonisan rumah tangga yang dimiliki sebelumnya.Perselesihan juga sering terjadi dikarenakan kesalahpahaman atau adu argument yang ujung-ujungnya malah terbawa emosi diantara suami dan istri.
2. Bahwa pada prinsipnya perceraian itu tidak dilarang dan boleh dilakukan tapi merupakan jalan yang paling terakhir apabila memang kedua belah pihak sudah tidak sepakat untuk berdamai serta rujuk kembali. Perceraian harus dilakukan agar kedua belah pihak terbebas akan bebannya yang sudah merasa tidak nyaman untuk melanjutkan hidup bersama lagi didalam suatu rumah tangga. Bila ingin bercerai maka kedua belah pihak harus siap menerima resiko yang akan dialami pasca perceraian. Bahwaperceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan setelah pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.
Universitas Sumatera Utara
B. SARAN Berdasarkan kesimpulan diatas, dapat dikemukakan saran-saran sebagai berikut: 1. Bahwa apabila pertengkaran tersebut masih bisa diselesaikan dengan baik dengan kepala dingin serta berbicara dari hati ke hati kepada pasangannya, maka perceraian akan terhindarkan. Hendaknya kedua belah pihak tidak saling emosi satu sama lain serta tidak saling curang dalam berumah tangga, saling menyayangi dan menghargai satu sama lain.
2. Jika ingin mengajukan permohonan perceraian haruslah berfikir matang terlebih dahulu. Karena bila ingin bercerai juga harus melewati prosedur yang panjang. Jangan hanya karena sebuah alasan dan masalah yang tidak terlalu besar maka memutuskan untuk bercerai. Hakim juga akan mempertimbangkan alasan bercerainya terlebih dahulu. Jika alasan bercerai bukan termasuk alasan-alasan hukum sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 39 ayat (2) UU No. 1 Tahun 1974 dan yang telah dijabarkan dalam pasal 19 PP NO. 9 Tahun 1975, maka Hakim juga akan menolak permohonan bercerai yang tidak beralasan hukum.
Universitas Sumatera Utara