BAB III TONEEL DI BATAVIA SEBAGAI SENI PERTUNJUKKAN TAHUN 1925-1943
A. Awal Munculnya Toneel di Batavia Kesenian merupakan salah satu unsur kebudayaan yang keberadaannya sangat diperlukan manusia dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya. Kesenian merupakan sesuatu yang hidup senapas dengan mekarnya rasa keindahan yang tumbuh dalam sanubari manusia dari masa ke masa, dan hanya dapat dinilai dengan ukuran saja.1 Seni dalam kehidupan budaya dan masyarakatnya memiliki dimensi dan fungsi yang multi. Sebagai sosok seni, ia adalah ekspresi estetik manusia yang merefleksikan pandangan hidup, cita-cita, realitas ke dalam karya, yang penghayatnya. Menurut salah seorang informan, seni pertunjukan merupakan ekspresi dari perseorangan atau komunitas dalam mempertunjukkan dirinya secara visual dalam berbagai ruang, baik ruang ekonomi, sosial, maupun politik, yang kemudian dikemas dalam suatu bingkai yang digabung dalam suatu perilaku perseorangan maupun publik. Umar Kayam menyebutkan seni pertunjukan itu lahir dari masyarakat, dan ditonton oleh masyarakat. Artinya ia lahir dan dikembangkan ditengah, oleh, dan untuk masyarakat. Oleh karena itu seni pertunjukan yang tumbuh dan berkembang, tidak bisa, dipengaruhi oleh sistem-sistem yang ada, seperti
Timbul Haryono, “Sekilas Tentang Seni Pertunjukan Masa Jawa Kuna: Refleksi dari Sumber-sumber Arkeologis”, dalam JAWA: Majalah Ilmiah Kebudayaan volume 1 tahun 1999. Yogyakarta, Yayasan Study Jawa. Hal 92. 1
42
43
kekuasaan, sistem kepercayaan, sistem sosial, dan lain sebagainya.2 Munculnya seni pertunjukan asal mulanya dari kegiatan ritual yang dibutuhkan oleh manusia setelah ia mampu memikirkan tentang keberadaannya di dunia. Oleh karena tidak mampu memberi jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan masalah keduniawian, ia beralih kepada kepercayaan akan perlindungan oleh leluhur dan kekuatan-kekuatan yang ada di alam semesta, yang mengatur alam dan kehidupan manusia. Kekuatan-kekuatan itu dibayangkan sebagai dewa atau roh, dimana manusia dapat meminta pertolongan sewaktu diperlukan, misalnya pada waktu terjadi wabah penyakit, bencana alam, kekeringan, dan sebagainya. Untuk menjalin hubungan dengan kekuatan-kekuatan tersebut dilakukan pemujaan atau persembahayangan dan tindakan-tindakan yang bersifat ritual, yang dimaksudkan untuk lebih meyakinkan dirinya dan masyarakat sekitarnya akan terjadinya hubungan spiritual itu. Untuk itu, ucapan-ucapan diperkuat dan diperindah menjadi nyanyian yang kemudian dibantu dengan iringan suara bendabenda seadanya seperti kayu dan bambu. Namun dalam perkembangan selanjutnya benda-benda tersebut ada yang dibuat dari logam. Dengan nyanyian lebih lama maka terciptalah ritma (irama), demikian pula dengan perubahanperubahan nada, maka terciptalah lagu. Lagu dan ritme mengundang gerak badan pada waktu melakukan upacara, dengan demikian maka terciptalah seni tari dan seni karawitan bersamaan dengan ritual yang dilaksanakan. Semua hal yang dilakukan itu sempat ditonton oleh masyarakat, sehingga tanpa sengaja terciptalah
Gelar, “Pengantar Redaksi Seni Pertunjukan Ritual dan politik”, Gelar vol 2 no 1 Oktober 1999, Hlm. iv. 2
44
seni pertunjukan.3 Dengan berkembangnya jaman seni pertunjukan tidak hanya sebagai sebuah ritual suatu masyarakat, seni pertunjukan juga menjadi sebuah hiburan bagi masyarakat. Perkembangan seni pertunjukan pada umumnya disebabkan oleh adanya pengaruh dari budaya luar sebagai akibat pengaruh eksternal. Apabila dibandingkan dengan sejarah seni pertunjukan di dunia, sebenarnya seni pertunjukan Indonesia yang dimiliki oleh lebih dari 200 juta manusia ini belum begitu tua usianya. Ada empat bangsa yang lebih tua perkembangan seni pertunjukannya dari pada seni pertunjukan Indonesia, yang dalam proses pembentukannya memiliki pengaruh yang cukup besar pada seni pertunjukan Indonesia, yaitu bangsa India, bangsa Arab, bangsa Cina, dan bangsa Barat (Eropa). Sebagai bangsa yang dalam proses perkembangannya belum begitu tua, tak dapat dielakkan bahwa seni pertunjukan Indonesia mendapat pengaruh dari keempat budaya bangsa tersebut. Oleh karena itu wajarlah apabila sebagai akibat dari pengaruh budaya-budaya besar itu Indonesia menjadi sangat kaya akan seni pertunjukan.4 Dengan banyaknya gempuran pengaruh dari bangsa-bangsa asing dalam seni pertunjukan di Indonesia membuat bermacam seni pertunjukan yang digemari masyarakat dari seni pertunjukan tradisional sampai modern. Seni pertunjukan modern atau tontonan panggung yang terus digemari masyarakat kelas bawah sejak akhir abad ke-19 adalah berupa tiruan opera yang dijejali banyak sisipan 3
Sujarno dkk, Seni Pertunjukan Tradisional, Nilai, Fungsi, dan Tantangan, (Yogyakarta: Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata DIY, 2003). Hlm. 23-24. 4 Soedarsono, Seni Pertunjukan Indonesia di Era Globalisasi, (Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1998). Hlm. 2.
45
adegan hiburan.5 Tiruan opera atau biasa disebut teater adalah segala aktvitas atau kegiatan dalam seni pertunjukkan baik secara kelompok atau perorangan. Teater sendiri cenderung menunjukkan pengertian tentang lakon. Jadi sebuah lakon baik dengan naskah atau tanpa naskah.6 Karena teater sendiri adalah bagian dari sebuah kebudayaan. Selain itu kebudayaan adalah proses dan struktur dalam kehidupan manusia. Sejarah kebudayaan sangat menarik karena mampu menunjukkan aspekaspek estetis, etis, serta ideasional dalam kehidupan manusia.7 Kisah perjalanan teater modern Indonesia sesungguhnya dimulai sejak tahun 1891. Karena pada tahun itu tontonan panggung Stamboel sangat dikenal masyarakat. Orang saat itu lebih mengenal istilah stamboel ketimbang teater. Istilah-istilah mengenai teater selalu berubah dari tahun ke tahun. Di tahun 1900 istilahnya adalah Komedie. Selanjutnya ada istilah opera pada tahun 1910. Istilah tadi hanya berkembang dikalangan masyarakat perkotaan kelas menengah ke bawah, terutama orang Indonesia, China, dan Arab. Kaum-kaum terpelajar lebih mengenal istilah toneel. Sekitar tahun 1925, kata sandiwara merujuk kepada istilah teater saat itu. Sedangkan pengenalan kata drama mencuat pada tahun 1950. Istilah teater sendiri beredar pada saat tahun 1970an. Biarpun secara kronologis terdapat penyebutan yang berbeda-beda mengenai teater, tetapi pada dasarnya semua merujuk pada suatu pementasan manusia diatas panggung
5
Misbach Yusa Biran, Sejarah Film 1900–1950, (Jakarta: Komunitas Bambu, 2009), hlm. 3. 6 Bakdi Soemanto, Jagat Teater (Yogyakarta: Media Pressindo, 2001), hlm. 9. 7 Sartono Kartodirjo, Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi Sejarah (Jakarta: PT Gramedia, 1993), hlm. 199.
46
berdasarkan cerita yang dimainkan.8 Pada mulanya tontonan panggung di Indonesia, khususnya di Jawa mempunyai pengaruh yang kuat dari Belanda dan Melayu. Sekitar tahun 1800, masyarakat Batavia sangat gemar dengan teater Ut Desint yang dikelola langsung oleh orang Belanda. Teater Ut Desint mementaskan sebuah lakon dari William Shakespere, yaitu Othelo. Ditambah satu lakon gembira penabuh genderang. Ketenaran mereka mampu bertahan sampai tahun 1830an. Akan tetapi ketenaran Ut Desint tidak mampu menjangkau masyarakat pribumi. Hal tersebut dapat dipahami karena selera publik pribumi tentunya begitu berbeda dengan kalangan Belanda.9 Sehingga mengurangi minat masyarakat pribumi untuk menikmati pertunjukan Teater Ut Desint. Kurangnya minat masyarakat juga bisa karena faktor perbedaan selera setiap golongan masyarakatnya. Pada tahun 1891 munculah perkumpulan Komedie Stamboel yang pertama kali di Surabaya oleh August Mahieu, pemuda Indo (peranakan Belanda) yang mempunyai bakat nyanyi dengan suara tenor. Kata “Komedie” disini bukan sebagai terjemahan dari comedy, cerita lucu, melainkan komedi dalam artian pertunjukan. Perkumpulannya ini dibiayai oleh Yap Goan Thay.10 Sedangkan pimpinan artistik dipegang oleh Cassim yang dulu penah bergelut di teater bangsawan. Kelompok Komedie Stamboel merupakan representasi teater rakyat kota yang terdiri dari bermacam-macam ras.11 Penamaan Komedie Stamboel
8
Jakob Sumardjo, Kesusastraan Melayu-Rendah Masa Awal (Yogyakarta: Galang Press, 2004), hlm. 138-139. 9 Jakob Sumardjo, Perkembangan Teater Modern dan Sastra Drama Indonesia (Bandung: STSI Press, 1992), hlm. 91. 10 Misbach Yusa Biran, Sejarah Film 1900–1950, (Jakarta: Komunitas Bambu, 2009), hlm. 5. 11 Jakob Sumardjo, “Teater Indonesia Era 1900-1945”, dalam Tommy F. Awuy (et.al), Teater Indonesia: Konsep, Sejarah, Problema, (Jakarta: Dewan Kesenian Jakarta, 1999), hlm. 213.
47
karena anak buah Mahieu mengenakan topi merah orang Turki yang berkuncir hitam. Di Indonesia orang menamakan topi itu Stamboel. Kata Stambul adalah kesalahan ucap dari Istambul, ibukota Turki (Konstantinopel).12 Komedie Stamboel dipentaskan dengan cerita dari The Arabian Night dan menggunakan bahasa Melayu saat dipanggung. Mahieu menambahkan dengan nuansa, selera, dan orientasi Barat.13 Repertoar terdiri dari cerita 1001 Malam yang ditambah dengan cerita Barat, klasik maupun modern, seperti Hamlet karya Shakespeare, De Koerier van Lyon dan semacamnya.14 Dengan ceritanya mengenai kehidupan raja-raja dengan pakaian gemerlapan yang membuat penoton bisa mengkhayal kehidupan yang indah, karena kebanyakan penontonnya rakyat kecil. Namun, August Mahieu sadar bahwa pementasannya berada di tanah Jawa, karena itu Komedie Stamboel menampilkan repertoar cerita lokal. Seperti Nyai Dasima, Si Conat, Rencong Aceh, Anak Tiong, Bercerai Kasih.15 Namun pilihan reperoar ini tidak memuaskan penonton, sebab penonton sudah terbiasa dengan menyaksikan fantasi kostum di panggung, sehingga penyajian pakaian sehari-hari di panggung tidak menarik perhatian. Jadi jelas bahwa penonton teater stamboel adalah penonton yang membutuhkan hiburan, melihat dan mendengarkan hal-hal yang tak biasa.16
12
Misbach Yusa Biran, Op. cit., hlm. 5. Matthew Issac Cohen, The Komedie Stamboel : Popular Theatre in Colonial Indonesia, 1891-1903, (Ohio: Ohio University Press, 2006), hlm. 133. 14 Op. cit., hlm. 6. 15 Sebuah buku atau tepatnya antologi sastra yang dieditori Pramoedya Ananta Toer memuat cerita-cerita diatas, diantaranya Nyai Dasima dan Si Conat. Lihat Pramoedya Ananta Toer, Tempo Doeloe : Antologi Sastra Pra Indonesia, (Jakarta : Lentera Dipantara, 2003). 16 Jakob Sumardjo (1992), Op. cit., hlm.108. 13
48
Gambar 1. Foto Maria Oord, Peran perempuan dalam Stamboul Comedy 1905-1915. (Sumber: troppenmusseum.nl) Kegiatan awal Komedie Stamboel didalam ajang untuk merebut hati para penonton harus bersaing dengan kelompok-kelompok sirkus serta berbagai grup komedi lain. Awal pergerakan mereka dimulai dengan pentas keliling Jawa dari tahun 1891-1892. Mereka berkeliling ke kota-kota yang menjadi pusat kebudayaan lokal seperti Yogyakarta, Surakarta, Batavia serta Semarang. Akan tetapi pentas pertama tetap dilaksanakan di kota asalnya, yaitu Surabaya.17 Seluruh kelompok Mahieu terdiri dari 45 orang, yang juga termasuk kuli dari
17
Matthew Issac Cohen, Op. cit., hlm. 22.
49
Madura untuk mendirikan tenda dan hal-hal lain yang digunakan.18 Kinerja perusahaan dari Mahieu banyak dihadiri oleh hampir setiap orang Eropa, bahkan pejabat senior dengan didampingi wanita mereka. Mahieu memiliki bisnis dengan cara yang sangat rapi. Meskipun bahasa Melayu sebagai bahasa resmi, tapi justru bahasa Oriental sudah ada, namun kurang berkembang.19 Dapat dilihat bahwa pertunjukan Stamboel dapat menjadi acara yang mewah, tetapi juga setiap golongan masyarakat pun bisa menikmatinya.
Gambar 2.Foto para pemain stambul.Tahun 1920. (Sumber: KITLV) Pertunjukan Mahieu ternyata digemari di seluruh Pulau Jawa, terutama di Batavia. Seperti yang dituliskan di surat kabar Het Nieuws Van Den Dag 20 Juli 1901 yang berisikan artikel iklan acara Stamboel dengan bertuliskan “kami akan
18
Surat Kabar Java Bode 20 November 1863, hlm. 2, Koleksi Delpher Kranten Belanda. 19 Surat Kabar De Indische Courant 6 November 1926, hlm. 13, Koleksi Delpher Kranten Belanda
50
senang untuk melaporkan pertunjukan pada malam ini oleh perusahaan Komedi Stambul Sinar India, karena mempunyai cerita yang menarik berdasarkan fakta yang telah terjadi, bertempat di Pasar Minggu dekat Meester Cornelis pada waktu itu. Ceritanya berjudul Balas dendam anak kepada Ibu tirinya. Kami berharap untuk para seniman yang rajin dan rendah hati dari Komedi Stamboel pada malam ini dapat menarik khalayak yang ramai”.20 Dari artikel tersebut terlihat bahwa Komedie Stamboel pimpinan A.Mahieu mendapat banyak perhatian dari media yang membuat mereka semakin terkenal.
Gambar 3.Foto seniman Komedie Stamboel yang berperan sebagai pasangan pemburu.Tahun 1920. (Sumber: KITLV)
20
Surat Kabar Het Nieuws Van Den Dag 20 Juli 1901, hlm. 2, Koleksi Delpher Kranten Belanda
51
Dengan berkembangannya Komedie Stamboel membuat banyak orang yang meniru dengan mendirikan perkumpulan lain, seperti Komedie Opera Stamboel, Opera Srie Permata, Opera Bangsawan, Indra Bangsawan dan lain-lain. Para peniru ini pemainnya hanya orang Pribumi, tapi menggunakan pola resep Mahieu dalam penyajian nomor-nomor hiburannya, yakni tari cabaret, dansa tango, tablo, dan sebagainya yang serba ala Barat.21 Semakin banyaknya perkumpulan Stamboel August Mahieu meninggalkan Komedie Stamboel pada tahun 1906. Ia pergi menuju ke Bumiayu (Tegal), tidak lama setelah itu, Mahieu meninggal dunia karena malaria. Tampaknya akhir dari Komedie Stamboel mulai terlihat, karena Cassim penata artistik pertunjukkan juga kembali ke asalnya, Penang.22 Biarpun Komedie Stamboel buatan A. Mahieu bubar, penggiat-penggiat teater Stamboel tetap meneruskan tradisi yang dipelopori oleh Komedie Stamboel. Mantan pekerja serta pemain di Komedie Stamboel mendirikan perkumpulan lain, karena masyarakat saat itu masih berminat dengan pertunjukkan seperti Stamboel. Sampai tahun 1925, perkumpulan opera yang menonjol adalah perkumpulan Union Dhalia Opera pimpinan Tengku Katam. Nama operanya itu terkadang ditambah dengan “of Medan”, karena berasal dari Medan. Konon, Tengku Katam ini adalah bangsawan raja-raja Deli. Akan tetapi, sejak 1925 yang mencuat namanya adalah Miss Riboet Orion pimpinan Tio Tek Djin dan setahun berikutnya berdiri pula perkumpulan The Malay Opera Dardanella pimpinan A. Piedero. Tio dan Piedro melakukan pembaruan-pembaruan dalam cara penyajian dan repertoarnya. Mereka menyederhanakan jumlah babak dengan membuat
21
Misbach Yusa Biran, Op. cit., hlm. 5. Jakob Sumardjo, Perkembangan Teater Modern dan Sastra Drama Indonesia (Bandung : STSI Press, 2004), hlm. 109. 22
52
repertoar baru, yakni cerita-cerita tentang masa kini.23 Dengan pembaruan yang dilakukan oleh Miss Riboet dan Dardanella, maka era Opera Stamboel telah beralih ke era “toneel”, istilah Belanda untuk kata sandiwara. Cerita yang disajikan adalah cerita kehidupan modern, dialognya tidak lagi yang dibawakan dengan nyanyian dan jumlah babaknya sangat dikurangi. Akan tetapi, selingan masih cukup banyak.24
B. Perkembangan Toneel di Batavia Dua perkumpulan besar toneel atau sandiwara berdiri pada 1925 dan 1926, Miss Riboet Orion dan Dardanella. Mereka menjadi terkenal karena mempunyai pemain-pemain yang piawai dalam setiap pentas, tidak hanya itu cerita-cerita yang dibawakan lebih realis, dan mereka mempunyai pemimpin yang karismatik. Di era toneel mereka merombak beberapa tradisi yang ada di era stambul, seperti: 1. Pembagian episode, atau bedrif, atau adegan dan babak, lebih diperingkas dari pembagian yang umum terjadi pada stambul. 2. Adegan
memperkenalkan
diri
para
tokoh-tokohnya
sebelum
main
dihapuskan. 3. Selingan berupa nyanyian dan tariin di tengah adegan juga dihapuskan. 4. Sebuah lakon diselesaikan dalam satu malam pertunjukan saja.25 Rombongan sandiwara ini juga mulai menggunakan naskah untuk diperankan di atas pentas, menggunakan panggung pementasan, serta mulai mengenal peran seseorang yang mirip sutradara (pada masa itu lazim disebut
23
Misbach Yusa Biran, Op. cit., hlm. 13. Ibid., hlm. 17. 25 Jakob Sumardjo,Op. cit., hlm. 114. 24
53
programma meester, peran ini dimainkan oleh pemimpin perkumpulan).26 Dengan segala perubahan yang dilakukan oleh kedua perkumpulan ini, menjadikan mereka dikenal sebagai kebangkitan sandiwara modern di Indonesia. 1. Kelompok Toneel Kelompok toneel yang terkenal pada saat itu adalah perkumpulan toneel Miss Riboet Orion berdiri di Batavia oleh Tio Tek Djin pada tahun 1925. Ia adalah anak Cina kaya yang berpendidikan tinggi saat itu, SMA Ekonomi. Nama Miss Riboet diambil dari nama Primadona perkumpulan itu, yang juga merupakan istri dari Tio. Pada waktu itu, pemuda Tio jatuh cinta pada Primadona bernama Miss Riboet yang kongsinya bermain di Taman Hiburan Orion, Pekalongan, milik orang tuanya. Kemudian, Tio Tek Djin mendirikan sendiri kongsi yang diberi nama menurut nama sang primadona.27 Selain sebagai istri Tio, Miss Riboet juga terkenal dengan permainan pedangnya. Ia sangat menonjol ketika memerankan seorang perampok perempuan dalam lakon Juanita de Vega karya Antoinette de Zerna.28 Kemudian perkumpulan ini menjadi terkenal dengan nama Miss Riboet Orion. Perkumpulan ini semakin mengibarkan bendera ketenarannya setelah masuk seorang wartawan bernama Njoo Cheong Seng dan istrinya Fifi Young. Tio dan Njoo melakukan perubahan dalam cara penyajian dan repertoarnya. Mereka menyederhanakan jumlah babaknya. Njoo banyak membuat repertoar baru untuk Miss Riboet Orion.29 Karena Njoo merupakan seorang wartawan ia menggunakan pers untuk mempromosikan “toneel”. Kemudian menjadikan Miss
26
Fandy Hutari, Hiburan Masa Lalu dan Tradisi Lokal: Kumpulan Esai Seni, Budaya, dan Sejarah Indonesia (Yogyakarta: INSISTPress, 2011), hlm. 8. 27 Misbach Yusa Biran, Op. cit., hlm. 13. 28 Fandy Hutari, Op. cit., hlm. 9. 29 Misbach Yusa Biran, Op. cit., hlm. 13.
54
Riboet sebagai primadona antara 1929-1931. Ia menjadi bahan pembicaraan dihampir seluruh pers Cina, Belanda, dan Indonesia. Perkumpulan Miss Riboet Orion semakin terkenal dengan pembawaan sandiwara yang berbeda dari pada Stamboel milik Mahieu, sehingga dapat dikatakan bahwa perkumpulan ini memang dasar dari kemajuan teater di Indonesia. Dengan Tio yang merupakan seorang terpelajar dan dia juga mendapatkan penulis naskah yang juga wartawan Nyoo Cheong Seng. Maka derap ke arah bentuk teater modern yang mengacu kepada bentuk teater Barat telah dimulai.30 Di mana-mana mereka menuai sukses besar. Mereka mencoba memainkan adegan baru yang sesuai dengan cerita didaerah yang mereka kunjungi, seperti saat di Kalimantan dengan bergaya orang Dayak. 31 Bisa dibilang Miss Riboet Orion mempunyai gaya tersendiri dalam melakukan pertunjukan, sehingga para penggemarnya tidak bosan dan selalu antusias jika mereka melakukan
pertunjukan.
Setiap
pentasnya
mereka
selalu
memberikan
pengumuman di iklan-iklan koran dan tampil tidak hanya satu malam, bahkan bisa tampil selama 9 malam,32 sehingga para penggemarnya bisa terpuaskan saat mereka berada di suatu kota.
30
Jakob Sumardjo,Op. cit., hlm. 116. Surat Kabar Het Nieuws Van Den Dag 19 Juli 1935, hlm. 6, Koleksi Delpher Kranten Belanda. 32 Surat Kabar Het Nieuws Van Den Dag 12 Agustus 1931, hlm. 6, Koleksi Delpher Kranten Belanda. 31
55
Gambar 4. Gambar iklan pertunjukan Miss Riboet Orion yang akan tampil di Theater Pancoran, Batavia, dalam koran Nieuws Van Den Dag 29 Juni 1928. (Sumber: Delpher Kranten)
Pesona perkumpulan Miss Riboet Orion memang sangat memukau, karena kemahiran pemain mereka Miss Riboet yang juga merupakan istri dari Tio Tek Djin. Dalam setap iklan penampilannya di koran nama Miss Riboet selalu menjadi topik utama. Miss Riboet adalah seorang wanita yang cantik, disetiap pertunjukannya dia tidak hanya menggunakan bahasa Melayu dan Jawa, juga menunjukkan kemahirannya menggunakan bahasa Belanda, Inggris, Cina, dan bernyanyi menggunakan bahasa Turki.33
33
Surat Kabar De Urye Pers 11 Desember 1948, hlm. 4, Koleksi Delpher Kranten Belanda.
56
Gambar 5. Gambar Iklan Plat Gramofon cap Beka dalam surat kabar Sin Po, 9 November 1928. (Sumber: Koleksi Perpustakaan Nasional Indonesia.) Peran Miss Riboet sangat penting dalam perjalanan perkumpulan Miss Riboet Orion, tidak hanya sering dijadikan peran utama dalam setiap pentas, tetapi menjadi pemain penting dalam setiap pertunjukan karena setiap perkumpulan ini mempunyai pemain kuncinya masing-masing. Nama Miss Riboet Orion semakin terkenal karena dengan ketenarannya, namanya banyak dipakai dalam iklan-iklan di surat kabar, salah satunya iklan Gramofon yang menggunakan nama Miss Riboet Orion untuk memasarkan produk Gramofon. Pada tahun 1935 menjadi perjalanan tersukses perkumpulan Miss Riboet Orion dengan mengadakan acara amal sebagai memperingati ulang tahun yang kesepuluh Miss Riboet Orion. Banyak pejabat-pejabat tinggi yang datang ke acara
57
tersebut, dengan mementaskan toneel yang berjudul “Gagak Solo”.34 Cerita “Gagak Solo” menjadi cerita yang sangat digemari dan menjadi pertunjukan andalan perkumpulan Miss Riboet Orion seperti tertulis di artikel dalam surat kabar Het Nieuws Van Den Dag, "Gagak Solo" dipentaskan di Batavia untuk kedelapan kalinya dan menuai sukses besar untuk Miss Riboet dan semua pemain nya.35 Walaupun Miss Riboet Orion mempunyai banyak cerita yang bagus dan disukai para penontonnya, cerita “Gagak Solo” menjadi cerita andalan mereka disetiap penampilannya. Cerita ini pertama di tampilkan pada 30 Oktober 1931 di Batavia, seperti yang tertulis dalam iklan di surat kabar Het Nieuws Van Den Dag bahwa cerita “Gagak Solo” merupakan sebuah drama terbaru yang kuat tentang kehidupan pangeran ceritanya lebih berwarna dan menarik.36
34
Surat Kabar Het Nieuws Van Den Dag 17 Agustus 1935, hlm. 6, Koleksi Delpher Kranten Belanda. 35 Ibid 36 Surat Kabar Het Nieuws Van Den Dag 22 Oktober 1931, hlm. 8, Koleksi Delpher Kranten Belanda.
58
Gambar 6.Gambar reklame iklan Miss Riboet Orion yang memainkan cerita “Gagak Solo”. (Sumber: Delpher Kranten) Segala perubahan yang dilakukan oleh Miss Riboet Orion menjadi suatu perkembangan teater modern yang lebih menarik dari sebelumnya. Namun, toneel masih dianggap sebagai hiburan semata bagi masyarakat, yang seharusnya merupakan kesenian yang patut di kembangkan. Seperti yang di tuliskan kritikus teater bernama Tzu You yang menulis tentang Orion di Majalah Sin Po tahun 1939, mejelaskan bahwa ”Miss Riboet Orion” bisa menjadi sebuah perkumpulan
59
toneel yang berarti, tapi ia terlalu ikutin kesukaan publik. Ia tidak berani buat hadepin publik atau coba ajak publik menghargai toneel sebagai kesenian. Ia beranggapan kebanyakan penonton, terutama kaum perempuan, belum bisa menghargai toneel, masyarakat datang hanya untuk hiburan saja.37 Dari kritikan itu dapat dilihat bahwa masyarakat lebih mementingkan kesenangan dari pada isi cerita, berbeda dengan kaum terpelajar yang lebih mementingkan naskah karya sastra dramanya dibandingkan pertunjukkannya.
Gambar 7. Gambar iklan Dardanella. Tahun 1929. (Sumber: troppenmusseum.nl) 37
Jakob Sumardjo,Op. cit., hlm. 115.
60
Di tengah kepopuleran Miss Riboet Orion, berdiri kumpulan sandiwara Dardanella di Siduarjo pada 21 Juni 1926. Sebagaimana Miss Riboet Orion, Dardanella juga telah melakukan perubahan besar pada dunia sandiwara.38 Pimpinan perusahaan opera ini berada di tangan orang keturunan Eropa yaitu, Mr A. Piedro, yang telah memperoleh ilmu sandiwara di Eropa, dengan beberapa corak opera Rusia dan kabaret ansambel yang berpengalaman.39 A. Piedro mempunyai nama asli Willy Klimanof. Ayahnya adalah pemain sirkus yang tewas waktu melakukan pertunjukan di Singapura.
Gambar 8. Foto A. Piedro pemimpin perkumpulan The Malay Opera Dardanella, Sin Po, no. 870, hlm. 11. (Sumber: Misbach Yusa Biran, Sejarah Film 1900–1950)
38
Fandy Hutari, Op. cit., hlm. 9. Surat Kabar Het Nieuws Van Den Dag 23 Oktober 1930, hlm. 5, Koleksi Delpher Kranten Belanda. 39
61
Gambar 9.The Malay Opera Dardanella.Gambar iklan tahun 1929, Dardanella yang menyebutkan, Bahwa perkumpulan pimpinan A. Piedro ini berbeda dari pada yang lainnya. (Sumber: troppenmusseum.nl) Pada waktu itu, Piedro masih kecil dan dibawa ibunya ke Jawa. Ketika di Batavia, Piedro bisa mendapatkan biaya hidup dari bermain akrobat pada acara hiburan di bioskop, sebelum pertunjukan film dimulai. Piedro memang mempunyai bakat showmanship yang besar. Dardanella yang ia dirikan langsung mencuat. Dardanella bekerja berdasarkan pembaharuan Orion. Pementasan berdasarkan cerita asli yang lebih padat dan ringkas, terarah dan terencana. Seperti dalam gambar 6 menunjukkan bahwa Dardanella merupakan perkumpulan toneel yang baru dan berbeda. Ia dengan cerdik menarik penyanyi keroncong yang sedang naik namanya, Tan Tjen Bok. Tan menjadi penyanyi idola di kalangan Cina peranakan, sehingga ia bisa menarik penonton kalangan Cina. Piedro mengekspos Tan Tjen Bok sebagai bintang action lewat cerita-cerita yang dikutip dari film Amerika, seperti The Thief of Bagdad, Mark of Zoro, Don Q, The Count
62
of Monte Christo, The Three Musketers, dan lain-lain. Maka, orang menggelari ia sebagai “Douglas Fairbank of Java”.
Gambar 10. Foto Tan Tjen Bok, bintang Dardanella. Tahun 1930. (Sumber: troppenmusseum.nl) Fairbank adalah pemain Amerika popular yang terkenal dalam permainan action dan mahir main anggar, seperti dalam film The Mark of Zorro (1920) atau The Thief of Bagdad (1924).40 Seperti halnya di perkumpulan Miss Riboet Orion
40
Misbach Yusa Biran, Op. cit., hlm. 13-17.
63
yang mempunyai bintang besarnya yaitu Miss Riboet, Dardanella juga mempunyai bintang-bintang besar. Di Dardanella terkenal juga dengan bintangbintang cemerlang dengan sebutan “Big Five”: Ferry Kock, Dewi Dja, Tan Tjen Bok, Riboet II, dan Astaman. Untuk mereka, Piedro mengarangkan naskah-naskah modern tentang kehidupan masa itu di Hindia, seperti Annie Van Mendoet, Ross Van Serang, Fatima, Rentjong Atjeh, North of Borneo.41
Gambar 11. Foto Andjar Asmara, seorang redaktur majalah Doenia Film yang memilih bergabung dengan Dardanella, gambar ini dipasang di majalah Doenia Film, ketika mengucapkan selamat tinggal sebagai redaktur yang akan memasuki Dardanella. (Sumber: Misbach Yusa Biran, Sejarah Film 1900–1950) 41
Ibid., hlm. 17
64
Seorang wartawan dari majalah Doenia Film bernama Andjar Asmara yang mempunyai perhatian besar pada pembaruan tontonan panggung saat itu, menganggap Dardanella bukan perkumpulan “Stambulan” yang mengutamakan bisnis. Tetapi, “berikhtiar mempertinggi derajat permainan toneel, mempertinggi pandangan orang banyak terhadap kedudukan toneel dan artis-artis bumiputera”. Oleh sebab itu, Andjar bergabung dengan Dardanella sejak November 1930.42 Andjar Asmara kemudian meninggalkan pekerjaannya sebagai wartawan di majalah Doenia Film.Seperti, halnya Njoo Cheong Seng di Miss Riboet, Andjar kemudian menjadi tangan kanan Piedro.43 Andjar sangat atusias dalam kemajuan sandiwara modern seperti yang tertulis dalam buku Misbach alasan Andjar Asmara bergabung dengan Dardanella yaitu “untuk menolong dan menunjang dengan kesanggupan yang ada pada saya guna kemajuan “Toneel Melajoe”.44 Dalam Dardanella ini, Andjar menjabat sebagai penulis naskah dan bagian terpenting yaitu bidang reklame. Namun demikian, dalam Dardanella Andjar bukan hanya bertanggung jawab di bidang reklame, melainkan member saham besar dalam membuat Dardanella setingkat lebih tinggi dari perkumpulan lainnya. Ia memperkenalkan naskah-naskah yang agak berat untuk memenuhi tuntutan publik terpelajar atas seni toneel. Tidak hanya terkenal di Jawa Timur, Dardanella mulai banyak dikenal di seluruh Indonesia terlebih di Batavia yang merupakan pusat kota. Pada tahun 1929, untuk pertama kalinya Dardanella mengadakan pertunjukan di Batavia.45 Mereka mempertunjukan cerita-certia dari film-film yang sedang ramai, namun 42
Ibid,.hlm. 20. Fandy Hutari, Op. cit., hlm. 10. 44 Misbach Yusa Biran, Op. cit., hlm. 20. 45 Fandy Hutari, Op. cit., hlm. 10. 43
65
sama halnya dengan Miss Riboet Orion mereka mulai memainkan cerita-cerita tentang kehidupan sehari-hari. Dengan mempertunjukkan cerita-cerita tentang kehidupan yang ada dalam masyarakat ini membuat toneel semakin digemari, karena masyarakat dapat terbawa dalam alur cerita yang dibawakan.
Gambar 12. Foto Tan Tjen Bok bintang Dardanella tahun 1933, selain mempunyai suara merdu tan juga ahli dalam memainkan anggar. (Sumber: troppenmusseum.nl) Para pemain Dardanella yang biasa dijuluki The Big Five mempunyai peranan penting dalam setiap pertunjukannya, mereka mempunyai keahlian masing dalam setiap cerita yang dimainkan, seperti Tan Tjen Bok yang tidak
66
hanya piawai memainkan peran Leo van De Brink dalam cerita Dr. Samsi, ia juga ahli dalam peran yang masih memainkan anggar-anggaran, selain itu peran yang kuat ia mainkan adalah orang tua dalam Medan 1890-1930 dan sebagai Swart dalam Annie van Mendoet.
Gambar 13. Foto Astaman ketika berperan sebagai De Strijdende Adelaar, salah satu personil Big Five dari Dardanella. Pada 1950-an nanti, ia juga menjadi pemain film. Sumber: Misbach Yusa Biran, Sejarah Film 1900–1950)
67
Gambar 14.Foto Ferry Kock, Miss Dja, and Ali Jugo. Bintang Dardanella, tahun 1940. (Sumber: troppenmusseum.nl) Lalu ada Miss Dja dalam cerita Dr. Samsi yang memerankan peran utama wanita.46 Kemudian Riboet II dalam Roses of Yesterday, Hawaitha, Annie van Mendoet dan Mati Hidoep, Astaman dalam Annie van Mendoet dan sebagai Cia Hp Sien dalam Perantaian 99, Sedangkan Ferry Kock sebagai pemuda Hawaii dalam Hawaitha. Peran-peran yang mereka perankan sesuai dengan keahlian mereka dalam berakting dan sangat disukai para penonton karena pembawaan mereka dalam memerankan setiap lakon, maka dari itu mereka menjadi pionir dalam setiap pertunjukan Dardanella.
46
Bataviaasch Nieuwsblad,.Op. cit., hlm.3.
68
Gambar 15. Foto Miss Dja’ salah satu primadona Dardanella, Ia terus menjadi Sri panggung Dardanella sampai kongsi ini mengembara ke Eropa dan Amerika. Akhirnya, ia menjadi istri Piedro dan menetap di Amerika sampai akhir hayatnya. (Sumber: Misbach Yusa Biran, Sejarah Film 1900–1950) Walaupun sebenarnya ada banyak perkumpulan toneel di Hindia Belanda, Dardanella dan Miss Riboet adalah dua perkumpulan besar yang merajai dunia panggung sampai pertengahan tahun 1930-an. Mereka saling bersaing dalam dunia sandiwara modern di Indonesia, baik dalam naskah, nomor-nomor hiburan, maupun cara penyajiannya. Persaingan untuk meraih perhatian public antara
69
kedua perkumpulan ini terjadi di Batavia pada tahun 1931.47 Persaingan mereka sebenarnya mulai terlihat ketika dua perkumpulan ini saling memperebutkan nama salah satu pemainnya yaitu “Miss Riboet”, karena dari kedua perkumpulan ini sama-sama mempunyai nama Riboet. Ketika itu Dardanella yang sedang tampil di Surabaya, didatangi oleh Tio Tek Djin yang ingin menuntut A. Piedro selaku pemimpin Dardanella terkait nama pemainnya “Riboet”. Tio berkata kepada Piedro, “Kami tidak senang Tuan menggunakan nama yang sama, nama Riboet juga untuk pemain Tuan. Kami menyampaikan gugatan, Miss Riboet hanya ada satu dan dia sekarang sedang bermain di Batavia.”48 Dengan begitu, Piedro mengganti nama Riboet di Dardanella menjadi Riboet II. Wujud persaingan antara Miss Riboet
Orion dan Dardanella ini adalah pecahnya perang reklame.
Dardanella memajukan Dr. Samsi sebagai lakon andalan mereka, sedangkan Miss Riboet Orion dengan Gagak Solo. Dalam persaingan ini, Dardanella mengandalkan A. Piedro, Andjar Asmara, dan Tan Tjen Bok, sedangkan Miss Riboet Orion mengandalkan Tio Tek Djin, Nyoo Cheong Seng, dan A. Boellaard van Tuijl, sebagai pemimpinnya. Wartawan dalam kedua perkumpulan itu bekerja dan memutar otak untuk membuat reklame propaganda yang, sedapat-dapatnya, mempengaruhi pikiran publik.49 Kedua perkumpulan ini terus bersaing hingga sekitar tahun 1930-an, masa kejayaan Dardanella dan Miss Riboet mulai menyusut di dunia toneel. Tahun 1932 Miss Riboet kehilangan Nyoo Cheong Seng dan istrinya Fifi Young yang keluar dari kelompok tersebut dan lebih memilih bergabung dengan Dardanella. Riwayat perkumpulan Miss Riboet Orion
47
Fandy Hutari, Op. cit., hlm. 12. Ibid,. 49 Ibid,.hlm. 12-13. 48
70
berakhir pada tahun 1934. Dardanella menjadi semakin besar dengan bertambahnya personil dalam kelompok tersebut. Setahun berselang, A. Piedro memutuskan untuk mengadakan perjalanan ke Siam, Burma, Sri Lanka, India, dan Tibet, untuk memperkenalkan pertunjukan-pertunjukan mereka. Seperti yang tertulis dalam artikel surat kabar De Sumatra Post, bahwa perusahaan Dardanella akan melakukan tur besar yang diberi nama Tour d’Orient, hingga ke Jepang sebagai tujuan akhirnya.50 Namun, dalam perjalanannya itu Dardanella tidak hanya melakukan sandiwara, melainkan tarian-tarian Indonesia seperti Serimpi, Bedoyo, Golek, Jangger, Durga, Penca, Minangkabau, Keroncong, Penca Sunda, Nyanyian Ambon, dan Tarian-tarian Papua. Tour d’Orient ini juga menjadi perjalanan terakhir Dardanella yang setelah itu, mereka bubar. Kisah dari dua raksasa pencetus toneel yang merupakan awal mulanya kemajuan sandiwara modern Indonesia inipun berakhir. Walaupun bubarnya Miss Riboet Orion dan Dardanella merupakan dua perkumpulan yang mempopulerkan era toneel, dan kemudian toneel atau opera di Indonesia terus berkembang hingga mulailah era sandiwara modern Indonesia yang lebih baik serta semakin digemari masyarakat.
2.
Acara dan Pementasan Setiap acara seni pertunjukan selalu di gelar dengan bermacam-macam
cara penyajian yang berbeda-beda. Seperti pertunjukan wayang kulit yang biasanya di tampilkan diruangan terbuka dengan menggunakan panggung kecil dan untuk menikmatinya penonton duduk secara lesehan, namun ada juga pertunjukan wayang yang tampil di sebuah gedung-gedung pertunjukan yang 50
Surat Kabar De Sumatra Post 27 Agustus 1934, hlm. 3, Koleksi Delpher Kranten Belanda.
71
biasanya tampil di acara-acara khusus. Sama halnya dengan seni pertunjukan lain, pertunjukan toneel juga membutuhkan tempat atau gedung untuk pertunjukannya. Walaupun toneel merupakan hiburan yang merakyat, yang pertunjukannya tidak hanya untuk masyarakat kelompok kelas atas saja, dan bahkan lebih di peruntukkan masyarakat kelas bawah, karena masyarakat sangat membutuhkan hiburan yang mudah di serap. Toneel biasanya juga ditampilkan di ruang publik dan acara khusus, seperti di acara tahunan di Batavia yaitu pasar Gambir. Seperti yang di tuliskan di surat kabar Pandji Poestaka menyebutkan Miss Riboet pun akan turut mengembirakan penonton di Pasar Gambir.51
Gambar 16. Foto Gedung Theater Glodok, yang kemudian beralih fungsi menjadi Bioskop Orion, Glodok.Sekarang menjadi Pasar Harco. (Sumber: Misbach Yusa Biran, Sejarah Film 1900–1950)
51
Surat Kabar Pandji Poestaka19 Agustus 1939, hlm. 3, Perpustakaan Nasional Indonesia.
72
Setiap pertunjukan toneel dilakukan ditempat yang khusus. Miss Riboet Orion dan Dardanella ketika mempertunjukkan toneel di Batavia biasa menggunakan gedung pertunjukan yang sama. Gedung yang biasa mereka pakai antara lain, Gedung Thalia, Thalia Theater adalah gedung pertunjukan yang sering dikunjungi konsi stambul. Gedung ini terletak di mulut Mangga Besar.52 Selain itu gedung lain yang sering dipakai untuk pertunjukan, ada Schouwburg Batavia, Theater Glodok,dan Theater Pantjoran.Seperti dalam iklan pada Gambar 4, yang menunjukan tempat tampilnya Miss Riboet Orion di Theater Pantjoran. Pemilihan gedung tersebut karena, memiliki bangunan panggung berbentuk prosceneum yang memisahkan penonton dengan pemain.53 Karena kebanyakan penikmat toneel ketika itu masyarakat kelas menengah kebawah, maka Miss Riboet Orion dan Dardanella menggunakan gedung-gedung tersebut yang berposisi di pusat kota, namun dekat dengan pemukiman masyarakat menengah kebawah. Dekorasi panggungnya menggunakan tirai-tirai yang dapat di angkat dan turunkan sebagai tanda dimulai dan ditutupnya sebuah pertunjukan. Penggunaan panggung berbentuk prosceneum ini merupakan adaptasi dari kebudayaan Belanda saat itu.54 Karena pertunjukan toneel ini tidak hanya sebagai hiburan saja, namun sebagai
mata
pencaharian
bagi
setiap
perkumpulan.
Maka,
di
setiap
pertunjukkannya di pungut biaya dengan membeli tiket masuk setiap acaranya. Pada teater tradisi kebiasaan semacam ini tidak ada. Semua penonton tidak usah membayar, karena teater tradisional diselenggarakan dalam tempat terbuka,
52
Misbach Yusa Biran, Op. cit., hlm. 13. Jakob Sumardjo,Op. cit., hlm. 99. 54 Ibid 53
73
berbeda dengan toneel yang diselenggarakan di gedung-gedung pertunjukan.55 Harga kisaran tiket pertujukan biasanya sebesar f 2, harga tiket dapat dilihat pada gambar 4.
Gambar 17. Adegan dari drama berjudul “Annie van Mendoet”, dipentaskan pada tahun 1930 oleh perusahaan Dardanella di Batavia. (Sumber: geheugenvannederland.nl) Unsur cerita toneel erat kaitannya dengan peristiwa-peristiwa sezaman. Meskipun demikian tidak jarang pula mereka memainkan cerita masa lampau baik dari luar negeri maupun dari dalam negeri sendiri. Pada dasarnya, meskipun mengambil cerita zaman lampau, selalu ada unsur-unsur yang berkaitan dengan
55
Ibid., hlm. 100.
74
zamannya sendiri.56 Miss Riboet Orion yang mempunyai penulis naskah Nyoo Cheong Seng banyak membuat cerit-cerita kehidupan sehari-hari seperti Saidja, Barisan Tengkorak, R.A. Sumiati, Gagak Solo, Gandrung Bali, Panji Semirang,Tueng Balah, Tengkorak, Kiamat, Gagak Lodra, Bentan Telani & Dewi Shinta; Drama syair, Timoeriana.57 Walaupun pada awalnya cerita-cerita tentang kehidupan sehari-hari belum begitu menarik minat penonton, karena penonton sebelumnya sudah terbiasa dengan cerita-cerita stamboel yang lebih menonjolkan pakaian pemain yang gemerlapan dan cerita-cerita Raja-raja. Berbeda dengan Dardanella di awal kemunculannya pertama di Batavia, mulanya lakon-lakon yang dimainkan adalah cerita-cerita berdasarkan film-film yang sedang ramai dibicarakan orang, seperti Robin Hood, The Mask of Zorro, The Three Musketeers, The Black Pirates, The Thief of Baghdad, Roses of Yesterday, The Sheik of Arabia, Vera, dan Graaf de Monte Christo. Ketika Dardanella kembali memasuki Batavia pada 1931, cerita yang pertama ditonjolkan adalah Dr. Samsi.58 Cerita Dr. Samsi yang ditulis oleh Andjar Asmara ini telah sukses besar dalam setiap pertunjukannya59 dan mereka mulai menghadirkan cerita-cerita kehidupan di Indonesia, seperti Annie van Mendoet, Lilie van Tjikampek, De Roos van Tjikembang60 dan lainnya. Cerita Dr.Samsi yang kemudian menjadi cerita utama setiap pertunjukannya ini, menceritakan pada skandal seorang dokter dengan juru rawatnya yang menghasilkan seorang anak. Rahasia ini diketahui oleh juru rawat pria, Leo van de Brink, seorang Indo Belanda dari Kemayoran. Leo 56
Ibid Misbach Yusa Biran, Op. cit., hlm. 13. 58 Misbach Yusa Biran, Op. cit., hlm. 20. 59 Surat Kabar Bataviaasch Nieuwsblad 19 Mei 1934, hlm. 3, Koleksi Delpher Kranten Belanda. 60 Misbach Yusa Biran, Op. cit. 57
75
memanfaatkan pengetahuannya untuk memeras sang dokter. Peran utama wanita dalam cerita ini diperankan oleh Miss Dja. Adapun peran Leo van De Brink yang lagaknya menjengkelkan, tapi bisa menimbulkan tawa dipegang oleh Tan Tjen Bok yang memerankannya sangat bagus.61
Gambar 18. Adegan dari drama berjudul “Annie van Mendoet”, dipentaskan pada tahun 1930 oleh perusahaan Dardanella di Batavia. (Sumber: geheugenvannederland.nl)
61
Ibid,.hlm. 23.