BAB III TEORI DAN METODOLOGI PENELITIAN
3.1
Teori Tektonik Lempeng
Tektonik lempeng adalah sebuah teori geologi yang dikembangkan untuk menjelaskan bukti-bukti penelitian mengenai pergerakan litosfer bumi dalam skala besar. Bagian terluar dari interior bumi terdiri dari dua lapisan yaitu bagian atas litosfer yang tersusun atas kerak dan mantel bagian atas. Bagian bawah litosfer adalah astenosfer. Meskipun solid, astenosfer memiliki viskositas relatif rendah, shear strength dan dapat mengalir seperti cairan pada skala waktu geologi. Meskipun suhunya berbeda, keduanya memiliki tekanan yang tinggi.
Gambar 3.1 Lempeng-lempeng yang terdapat di seluruh dunia. (http://en.wikipedia.org/wiki/Plate_tectonics)
Litosfer yang terbelah sering disebut lempeng tektonik. Lempeng tektonik ini terdiri dari tujuh lempeng besar dan banyak lempeng kecil. Lempeng litosfer berjalan di atas astenosfer. Gempa bumi, aktivitas vulkanik, pembentukkan pegunungan, dan
formasi palung samudra terjadi sepanjang batas lempeng.
Pergerakan lateral dari lempeng memiliki kecepatan 0,66 sampai 8,5 cm per tahun.
Pergerakan lempeng-lempeng ini memiliki hubungan satu sama lain, yang dikenal sebagai 3 tipe batas lempeng, yaitu: 30
Konvergen, terjadi ketika dua lempeng saling mendekati. Pada peristiwa konvergen dapat terjadi pertemuan lempeng antara:
Kerak samudra menunjam kerak samudra atau kerak benua menunjam kerak samudra. Pada daerah subduksi dicirikan dengan adanya palung. Pemanasan dan tekanan tinggi yang terjadi pada daerah subduksi mengakibatkan kerak samudra pada kedalaman tertentu mengalami peleburan dan selanjutnya naik menjadi magma yang merupakan penyebab terjadinya peristiwa vulkanik di daerah ini. Contoh: Kepulauan Jepang.
Kerak benua dengan kerak benua yang akan menimbulkan kolisi dimana tidak ada lempeng yang menunjam, sehingga menghasilkan pegunungan tektonik. Contoh: Pegunungan Himalaya.
Kerak benua menunjam kerak samudra yang akan menimbulkan obduksi.
Gambar 3.2 Jenis-jenis proses interaksi antar lempeng (http://en.wikipedia.org/wiki/Seafloor_spreading)
Divergen, terjadi ketika dua lempeng saling menjauh, seperti Pematang Tengah Samudra. Contohnya: Mid Atlantic Ridge. Transform, terjadi ketika lempeng saling bergeseran atau mungkin menggerus satu sama lain sepanjang sesar transform. Pergerakan relatif dari dua lempeng adalah sinistral (mengiri) atau dextral (menganan). Contohnya: Sesar San Andreas.
31
3.2
Mekanisme Pembentukkan Cekungan
Tiga mekanisme dasar dari cekungan yang dilihat dari mekanisme litosferik yaitu: Mekanisme purely thermal, pada mekanisme ini pentingnya pendinginan dari litosfer samudra yang terjadi pada saat kerak ini bergerak menjauhi pusat dari pemekaran membentuk cekungan dan menjelaskan batimetri dari samudra, Perubahan ketebalan kerak/litosfer, penipisan dari kerak akibat erosi subkerak, thermal doming, subaerial erosion, dan mechanical streching menyebabkan terbentuknya cekungan. Pembebanan dan bukan pembebanan, pembebanan pada litosfer mungkin terjadi pada skala kecil yaitu pada rantai volkano atau gunung api bawah laut, dan skala besar pada jalur pegunungan menyebabkan flexure dan terjadi subsidence.
Gambar 3.3 Mekanisme Dasar Selama Cekungan Mengalami Penurunan. (Allen, dan Allen, 1990)
Salah satu yang mengenalkan bagaimana lempeng tektonik terjadi yang diaplikasikan ke dalam rekaman geologi adalah J. Tuzo Wilson. Jika continental rift membentuk cekungan samudra, kerak samudra lainnya harus tertutup. Contohnya : Lautan IAPETUS antara Belanda dan Skotlandia pada Palezoikum Bawah, tertutup pada Caledonian kemudian membuka di Atlantik hampir di tempat yang sama. Siklus ini dikenal sebagai Siklus Wilson: 1. Rifting dari benua oleh mantle diapirism, 2. Apungan benua, pemekaran lantai samudra dan pembentukkan cekungan samudra, 3. Adanya subduksi antara kerak samudra dan kerak benua,
32
4. Kolisi antara kerak benua dengan kerak benua dan perangkap akhir dari cekungan samudra,
Dua diagram di bawah mengilustrasikan beberapa konsep sederhana dari continental rifting (contohnya kontinen Gondwana) pada awal dari Siklus Wilson.
Gambar 3.4 Konsep Sederhana dari Kontinental Rifting. (http://www.le.ac.uk/geology/art/gl209/lecture3/lecture3.html)
3.3
Teori Seismik Stratigrafi
Seismik stratigrafi bertujuan antara lain untuk Menentukan unit pengendapan (sekuen), jenis batuan dan hubungan fasies internalnya. Menentukan lingkungan pengendapan dan paleobatimetri dari sekuens. Menentukan umur sekuens. Menentukan tatanan struktur dan evolusi tektonik dari daerah yang bersangkutan. Memprediksi jebakan stratigrafi dan struktur yang berfokus pada reservoir, batuan penyekat dan sumber.
Menemukan dan mengevaluasi karakteristik litologi dan stratigrafi reservoir dan kandungan fluidanya.
Beberapa dari tujuan di atas dicapai dengan metoda interpretasi yang didasarkan pada penampilan dari pola karakteristik data seismik. Potensi dari seismik stratigrafi:
33
Identifikasi batupasir pada sekuens tersier.
Deteksi porositas batugamping.
Deteksi rekahan.
Indikasi fluida pori.
Interpretasi stratigrafi dari data seismik secara garis besar dapat dibagi menjadi dua kategori berdasar skala pengukuran data seismik, yaitu: 1. Skala besar – studi cekungan. 2. Skala kecil – studi jebakan stratigrafi individual. 3.3.1
Studi Cekungan
Dalam studi ini penampang seismik dianalisa untuk mendeskripsikan kerangka kerja stratigrafi regional berdasar sekuens-sekuens yang dibatasi oleh ketidakselarasan. Hal ini dikenal sebagai analisa sekuens seismik. Studi ini dilakukan dengan cara mengenali dan mengkategorikan ketidakmenerusan dalam pola refleksi besar yang mengindikasikan ketidakselarasan stratigrafi. Setelah beberapa reflection package (sekuens) yang berbeda sudah ditentukan, analisa refleksi dalam sekuens kemudian dilakukan berdasar geometri, kemenerusan, gross amplitude dan frekuensi, kecepatan interval dan lain-lain. Tahapan ini dikenal sebagai analisa fasies seismik yang digunakan untuk interpretasi sejarah geologi, litologi dan lingkungan pengendapan. Perubahan relatif dari muka laut dapat dideteksi juga, yang mana merupakan hal yang sangat penting dalam prediksi jebakan stratigrafi (misal pasir pantai, barrier bars dan lain-lain).
34
Bagan Prosedur Interpretasi Stratigrafi dari Data Seismik
35
Beberapa contoh bentuk atribut refleksi:
Gambar 3.5 Gambar atribut-atribut refleksi. (Vail dan Michtum, 1977)
3.3.2
Analisa Fasies Seismik
Analisa fasies seismik dilakukan dengan memperhatikan parameterparameter refleksi dalam sekuens yaitu
36
-
Geometri
-
Kemenerusan
-
Frekuensi dan amplitudo gross
-
Kecepatan interval dan juga karakter dari refleksi individual seperti :
Bentuk gelombang (waveform)
Amplitudo
Frekuensi
Hubungan antara parameter-parameter fasies seismik dan interpretasi geologinya dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3.1 Tabel Fasies Seismik (Vail dan Michtum, 1977) FASIES SEISMIK PARAMETER
3.4
GEOLOGI INTERPRETASI
KOEFISIEN REFLEKSI
* POLA PERLAPISAN * PROSES PENGENDAPAN * EROSI DAN PALEOTOPOGRAFI
KEMENERUSAN REFLEKSI
* KEMENERUSAN LAPISAN * PROSES PENGENDAPAN
AMPLITUDO REFLEKSI
* KONTRAS IMPEDANSI * JARAK ANTAR LAPISAN * KANDUNGAN FLUIDA
BENTUK EKSTERNAL DAN ASOSIASI DAERAH
* LINGKUNGAN PENGENDAPAN * SUMBER SEDIMEN * TATANAN GEOLOGI
Pengolahan Data Geologi. 3.4.1
Data log Sumur (Wireline logging)
Merupakan suatu metoda pengambilan data bawah permukaan dengan menggunakan alat ukur yang dimasukkan ke dalam lubang sumur, saat
37
atau setelah pemboran dilakukan yang digunakan untuk mengetahui karakteristik dan keberadaan reservoir dan jenis fluida yang dikandungnya.
Gambar 3.6 Prinsip dasar kerja wireline logging yang dilaksanakan setelah pemboran, sensor dimasukkan kedalam lubang sumur dan mengirim data dengan perantaraan ‘electic cable’ .(Harsono, 1997)
3.4.2
Prinsip Kerja Logging
Logging adalah suatu pengukuran atau pencatatan sifat-sifat parameter fisik batuan di sekitar lubang bor secara tepat dan kontinu pada interval kedalaman tertentu. Maksud dari logging adalah untuk mengukur parameter fisik sehingga dapat diinterpretasi litologi penampang sumur, dan karakter reservoir (porositas, permeabilitas, kejenuhan minyak dan lain-lain). Tujuannya adalah untuk menentukan letak zona-zona porous yang mengandung hidrokarbon, memperkirakan besarnya cadangan, mengetahui kondisi struktur dan stratigrafi bawah permukaan untuk korelasi bawah permukaan.
3.4.3
Log Permeable
Log adalah suatu grafik kedalaman waktu dari satu set data yang menunjukkan parameter yang diukur secara berkesinambungan di dalam sebuah sumur. Tersedianya alat komputer, kini sebuah log dapat merupakan gabungan dari beberapa log (composite log).
38
Langkah
awal
yang
dilakukan
dalam
evaluasi
formasi
adalah
mengidentifikasi reservoir atau lapisan permeabel. Log yang digunakan untuk mengidentifikasi lapisan permeabel adalah :
Log Gamma Ray (GR)
Log gamma ray adalah suatu rekaman tingkat radioaktifitas alamiah yang dipancarkan oleh peluruhan unsur uranium (U), thorium (Th) dan potasium (K) dalam suatu formasi batuan. Pemancaran yang terus menerus terdiri dari semburan pendek tenaga tinggi sinar gamma yang mampu menembus batuan dan dapat dideteksi oleh detektor dan biasanya memakai jenis detektor scintillation (Harsono, 1997). Log GR diukur dalam API Unit (APIU) dan setiap APIU besarnya adalah 1/200 kali respon yang dihasilkan oleh standar kalibrasi API.
Gambar 3.7 Tiga unsur radioaktif utama yang umum dijumpai pada batuan jumlah dari pulsa yang tercatat per satuan waktu (sinar Gamma). (Harsono, 1997)
Log GR dalam pekerjaan evaluasi formasi digunakan untuk :
Menentukan volume lempung. Log GR dapat digunakan untuk menentukan kandungan lempung dari suatu formasi. Hal ini didasarkan pada kenyataan
39
bahwa uranium, thorium, dan potassium sebagian besar terkonsentrasi dalam mineral lempung.
Identifikasi litologi. Formasi
yang
mempunyai
radioaktivitas
kecil
dan
menunjukkan defleksi ke kiri. Formasi lempung yang kedap air mempunyai sifat radioaktivitas tinggi dan kurva lognya ke arah kanan.
Korelasi antar sumur Log GR mempunyai karakteristik respon tertentu terhadap batuan. Log GR sangat efektif untuk mengenali zona permeabel berdasarkan fakta bahwa elemen-elemen radioaktif (U,Th, dan K) cenderung terkonsentrasi pada shale impermeabel, dan sedikit terkonsentrasi pada karbonat dan sandstone permeabel. Bacaan tertinggi kurva GR diperoleh pada shale, yaitu rata-rata 100 APIU tetapi dapat juga bervariasi dari 75-150 APIU, sedangkan sandstone bersih dan dolomite memiliki harga GR relatif rendah, yaitu 20-30 APIU. Bacaan paling rendah sekitar 15-20 APIU diperoleh pada limestone dan anhydrite.
3.5
Penentuan Marker Stratigrafi Dan Korelasi Sumur
Korelasi merupakan suatu pekerjaan menghubungkan suatu titik pada suatu penampang stratigrafi dengan titik yang lain pula dengan anggapan bahwa titik-titik tersebut terletak pada perlapisan yang sama (Koesoemadinata, 1980). Korelasi dilakukan dengan tujuan:
Mengetahui dan merekontruksi kondisi geologi bawah permukaan (struktur dan stratigrafi) serta mengetahui penyebaran lateral maupun vertikal dari zona hidrokarbon.
Merekontruksi paleogeografi daerah penelitian pada waktu geologi tertentu, yaitu dengan membuat penampang stratigrafi.
40
Menafsirkan kondisi geologi yang mempengaruhi pembentukan hidrokarbon, migrasi dan akumulasinya di daerah penelitian.
Menyusun sejarah geologi daerah penelitian.
Marker stratigrafi yang telah ditentukan akan menjadi acuan sebagai marker stratigrafi dalam seismik setelah dilakukan pengikatan data seismik dan data sumur (Well Seismic Tie).
3.6
Pengolahan Data Seismik
Data seismik yang digunakan dalam studi ini adalah data rekaman seismik 3D. Dalam studi ini, data seismik akan digunakan untuk penafsiran pola struktur dan stratigrafi di daerah penelitian. Penafsiran stratigrafi dapat dilakukan dengan data seismik dengan asumsi bahwa rekaman gelombang seismik refleksi merupakan rekaman kronostratigrafi sehingga dapat digunakan sebagai alat bantu korelasi ke suatu daerah yang tidak memiliki informasi umur yang saat ini dikenal sebagai seismik stratigrafi (Vail dan Michtum, 1977).
Penafsiran struktur hanya mencakup pengenalan pola struktur, kedudukan patahan, yang ada di daerah penelitian dan pengaruh struktur tersebut selama pengendapan. Pengaruh struktur, dalam hal ini sesar atau patahan dalam pengendapan dapat ditunjukkan oleh pola penebalan antara dua refleksi (batas lapisan) apakah terjadi perbedaan ketebalan secara mencolok atau gradasional. Adanya perbedaan ketebalan secara mencolok pada bagian up-block dan down-block menunjukkan bahwa patahan-patahan tersebut aktif selama pengendapan. Sebaliknya jika penebalan secara gradasional yang biasanya menuju kepusat patahan-patahan tersebut terjadi setelah pengendapan (postsedimentation). Informasi ini sangat penting dalam pembuatan peta-peta bawah permukaan terutama menyangkut perkembangan cekungan di daerah penelitian.
41
Penafsiran stratigrafi dalam studi ini mencakup penafsiran dan deskripsi litologi dari pola refleksi yang meliputi konfigurasi, kontinuitas, amplitudo, dan frekuensi. Pola refleksi tersebut secara geologi menunjukkan bidang perlapisan. Proses pengendapan yang terjadi serta erosi. Konfigurasi internal parallel-sub parallel, shingled, hingga hummocky, konfigurasi eksternal sheet/wedge, dan batas-batas sikuen berupa pola refleksi concordance, erosional truncation, onlap dan downlap dapat mencerminkan fasies pengendapan
yang
dapat
dihubungkan
dengan
energi
lingkungan
pengendapan. Parameter kontinuitas refleksi dapat menunjukkan kontinuitas perlapisan, frekuensi menunjukkan ketebalan lapisan batuan, serta amplitudo menunjukkan perubahan densitas batuan sehingga masing-masing parameter dapat berguna untuk analisis sejarah lingkungan pengendapan.
3.7 Prinsip Dasar Metode Seismik
Metode
seismik
adalah
metode
pemetaan
struktur
geologi
dengan
menggunakan energi gelombang akustik yang diinjeksikan ke dalam bumi dan menganalisis hasil gelombang pantulnya (Wayne, 1991). Keunggulan metode seismik daripada metode geofisika yang lain disebabkan oleh banyak faktor, yang terpenting yaitu akurasinya yang cukup tinggi, resolusi tinggi, dan daya tembus yang cukup dalam (Telford dkk., 1976). Ilustrasi dari penjalaran gelombang pada metode seismik dapat dilihat pada gambar 3.8.
Gambar 3.8 Ilustrasi Metode Seismik Refleksi. (Telford dkk.,1976)
42
Tujuan dari seismik refleksi adalah untuk menarik kesimpulan tentang batuan, terutama tentang perlapisannya dari waktu tiba yang terukur dan (dalam penggunaan yang terbatas) dari variasi amplitudo dan frekuensi (Telford dkk.,1976).
Salah satu sifat akustik yang khas pada batuan adalah impedansi akustik (IA) yang merupakan hasil perkalian antara densitas (ρ) dan kecepatan (V), dimana didapatkan persamaan: IA V
Dalam mengontrol harga IA kecepatan mempunyai arti lebih penting daripada densitas. Sebagai contoh, porositas atau material pengisi pori batuan (air, minyak dan gas) lebih mempengaruhi harga kecepatan daripada densitas. Batuan yang keras dan sukar dimampatkan seperti batugamping, granit mempunyai harga IA yang tinggi, sedangkan batuan yang lunak seperti lempung yang lebih mudah dimampatkan mempunyai harga IA yang rendah (Sukmono, 1999).
Nilai-nilai impedansi akustik yang dimaksudkan adalah kecepatan dan massa jenis batuan penyusun lapisan bumi dimana hubungan antar keduanya dapat dinyatakan sebagai berikut:
R 2V2 1 V1 / 2V2 1 V1 dan T 1 R Dimana,
R
= koefisien refleksi
ρ
= massa jenis batuan (kg/m3)
V
= kecepatan rambat (m/detik2)
ρV
= impedansi akustik (kg.m/detik2)
T
= koefisien transmisi
Two Way Time (TWT) adalah waktu merambatnya gelombang dari sumber ledakan kemudian dipantulkan kembali oleh bidang reflektor. Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bila IA besar akan didapat harga R yang besar pula,
43
maka pemantulan gelombang kuat, dan bila gelombang seismik melalui bidang patahan akan menyebabkan amplitudonya menurun sehingga gelombang seismik akan dipantulkan ke segala arah, gejala ini disebut difraksi.
Suatu pantulan seismik yang terlihat pada suatu penampang boleh bisa atau tidak bisa menggambarkan ciri suatu batas lapisan sedimen (Tearpock dan Biscke, 1991). Dalam banyak kasus, lebih aman untuk mengasumsikan bahwa satu
pantulan
(individual
reflection)
seismik
yang
terbentuk
dapat
menggambarkan suatu isochronous, atau suatu lapisan yang sama.
Prosedur yang harus dilakukan dalam memetakan bawah permukaan dengan menggunakan data seismik dan informasi well log adalah : 1.
Menganalisa kondisi data seimik untuk diikatkan dengan data sumur (pengikatan data seismik dan data sumur).
2.
Melakukan interpretasi horison dan patahan dari data seismik.
3. Mengambil informasi dari data seismik dan mentransfernya ke dalam peta. 4. Merekonstruksi peta bawah permukaan.
3.7.1
Pengikatan Data Seismik dan Sumur (Well Seismic Tie)
Untuk meletakan horizon seismik (skala waktu) pada posisi kedalaman sebenarnya dan agar data seismik dapat dikorelasikan dengan data geologi lainnya yang umumnya diplot dalam skala kedalaman, maka perlu dilakukan well seismic tie. Banyak teknik yang dapat dilakukan dalam pengikatan ini, tetapi yang umum dipakai adalah dengan memanfaatkan seismogram sintetik dari hasil survei kecepatan (well velocity survey) (Sukmono, 1999). Metode well seismic tie yang dilakukan dalam studi yaitu: Check Shot Survey Pada survei check shot kecepatan diukur dalam lubang bor dengan sumber gelombang di atas permukaan. Sumber gelombang yang digunakan sebaiknya sama dengan yang dipakai dalam survei seismik. Posisi horizon yang akan dipetakan ditentukan dari data log dan dilakukan beberapa
44
pengukuran pada horison yang akan dipetakan tersebut. Waktu first break rata-rata untuk tiap horison dilihat dari hasil pengukuran tersebut. Pada survei ini sebaiknya dipastikan bahwa geofon menempel sempurna pada dinding lubang bor pada saat dilakukan pengukuran.
Kegunaan dari survei check shot adalah untuk mendapatkan time-depth curve yang lebih lanjut dapat dimanfaatkan untuk pengikatan data seismik dan sumur, perhitungan kecepatan interval, kecepatan rata-rata dan koreksi data sonik pada pembuatan seismogram sintetik.
3.7.2
Picking Horizon dan Patahan (Sesar)
Identifikasi pantulan (picking) biasanya disebut sebagai kemampuan untuk mengidentifikasi lapisan batuan pada penampang seismik yang biasa disebut top formasi. Secara definisi horison adalah suatu slice sepanjang permukaan suatu bidang. Apabila pada saat menelusuri suatu horison kemudian tiba-tiba kenampakan horison tersebut tidak jelas, maka untuk meneruskannya dengan cara mengikuti horison lain yang berdekatan dan sejajar dengan horison tersebut.
Patahan ditunjukkan oleh refleksi yang diskontinu. Bidang patahan yang umunya miring akan terlihat jelas pada penampang seismik yang searah dengan arah kemiringan patahan tersebut. Untuk patahan dengan kemiringan kurang dari 40o agak sulit dideteksi dalam penampang seismik. Patahan mendatar (strike slip fault) yang menyebabkan perpindahan sepanjang jalur patahan juga sulit untuk dideteksi. Hal ini baru akan terlihat jika ada penyimpangan bentuk struktur utama.
3.7.3
Identifikasi Struktur
Berdasarkan geometri dan kinematikanya, sesar dibagi menjadi tiga, yaitu sesar normal, sesar naik, dan sesar geser.
Sesar normal adalah sesar dimana pergeseran kearah dip lebih dominan dan bagian hanging wall bergerak relatif turun
45
dibandingkan dengan bagian footwall (Gambar 3.9). Secara umum terdapat dua kategori dalam sesar normal, yaitu sesar normal planar dan sesar normal listrik.
Sesar normal planar merupakan jenis sesar yang paling sering dijumpai pada kebanyakan cekungan, dapat dikenali dengan parameter berikut : ditunjukkan dengan kemiringan bidang sesar relatif konstan dengan kedalaman, sesar normal pada hanging wall mengindikasikan pergerakan turun blok hanging wall relatif turun terhadap blok foot wall, tidak ada perubahan kemiringan reflektor dari blok hanging wall ke foot wall, terbentuk sesar antitetik. Bila sesar normal planar ini melibatkan atau mempengaruhi lapisan miring, maka sedimen pengisi akan terkait akan berbentuk wajik (syn-fault sedimentation) (Gambar 3.9)
Sesar normal listrik merupakan jenis sesar normal yang mempunyai bidang sesar melengkung yang memungkinkan blok hanging wall berotasi. Sesar normal listrik ini dapat dikenali dengan parameter berikut: perbedaan tilting dari blok hanging wall dan foot wall, terbentuknya
lipatan
seretan
terbalik
(reverse
drag
fold)
terbentuknya sesar antitetik dibagian atas lipatan seretan terbalik tersebut, umumnya merupakan sesar tumbuh (Gambar 3.9).
Sesar naik adalah sesar yang mempunyai pergerakkan dominan searah kemiringan dimana blok hanging wall relatif bergeser kearah atas dibandingkan dengan blok foot wall. Sesar naik sudut rendah sering disebut dengan sesar anjak dan yang mempunyai sudut tinggi disebut sesar naik (Gambar 3.10).
46
FONDATIONS OF STRUCTURAL GEOLOGY
0
KM 5 10
5 10
A Hanging wall anticline Hanging wall Rollover syncline
e
A
ver Roll-O
Ramp
B
Hanging wall
Hanging wall block a Flat Foot wall
Foot wall block
B
C
Listric Fault Detachment
Flat
3
2
Ramp
Horsetall Faults or Listruc Fan
1
R
Foot wall
ID
ER
So le
Hanging wall
D
or
Flo or F
E
Listric Fan 5 4
Control High Counter Fan 4 3
3 2
1
Floo rF
4
"R
oo tF
Hanging wall au lt"
Hanging wall 2
Shortcut Fault
1 2
ault
R ID ER
aults
1
Root Fa ult
3
2
F
1
G
Extensional Duplex
Gambar 3.9 Geometri dan Model Sesar Turun/Normal. (Park, 1989)
FAULTING Hangingwall ramp Hangingwall
ramp flat
Footwall
Footwall ramp A
3
2
B
1
1
3
2
C
D roof thrust
imbricate zone
floor thrust E
triangle zone
pop up
3
2
1
non slip
frontal ramp
G
back thrust F
Gambar 3.10 Geometri dan Model Sesar Naik. (Park, 1989)
Sesar geser adalah sesar yang mempunyai peranan dominan searah jurus sesar (Gambar 3.11) Sesar ini umumnya mempunyai kemiringan vertikal dan bila panjangnya lebih dari satu kilometer maka sering melibatkan batuan dasar. Sesar geser berskala besar sering disebut dengan wrench. Struktur yang berasosiasi dengan
47
sesar geser ini jauh lebih bervariasi yang berasosiasi dengan jenis sesar lainnya. Pada perlipatan, sesar normal dan sesar naik sering berasosiasi dengan sesar geser. Kepastian mengenai keberadaan patahan geser sulit untuk diidentifikasi dari rekaman sismik saja, tetapi lebih dicerminkan oleh adanya struktur yang berasosiasi seperti adanya en-echelon graben, sesar anjakan, dan lipatan yang sumbu-sumbunya miring terhadap arah sesar geser. Struktur bunga (flower structure) sering diasosiasikan dengan sesar geser, tetapi selama struktur ini terdapat pada sesar geser karena sesar normal listrik juga terdapat pada struktur bunga ini. FONDATION OF STRUCTURAL GEOLOGY
SYNTHETIC STRIKE-SLIP FAULT S LD FO
NORMAL FAULT
THRUST OR REVERSE FAULT
fault termination ANTITHETIC STRIKE-SLIP FAULT
A B Before movement
fault overlap
After movement
C
(A)
(B) 1 2
3
3
2
1
1
1
2
2
3
3
POSITIF FLOWER STRUCTURE
Out of page
Into page NEGATIF FLOWER STRUCTURE
D
E
Gambar 3.11 Geometri dan Model Sesar Geser. (Park, 1989)
3.8
Faktor-Faktor Yang Perlu Diperhatikan Dalam Pemahaman Proses-Proses Interpretasi Struktur Dalam Penampang Seismik
Identifikasi Fase Pemekaran (Rifting) Pemekaran terjadi pada suatu perioda dimana cekungan mengalami ekstensi dan sekuen syn-rift akan terisi oleh sedimen yang berumur
48
sama. Sesar normal listrik merupakan mekanisme utama penyebab ekstensi selama fase pemekaran ini, dapat dikatakan telah terjadi apabila, dapat diidentifikasi adanya sesar normal listrik yang melibatkan cekungan. Jenis lainya dari aktivitas sesar, terutama sesar normal planar, tetapi juga mungkin sesar normal rotasional, dan sesar geser yang juga dapat terjadi pada fase pemekaran atau rifting ini. Blok sesar yang terjungkit (tilted fault block) merupakan hasil khas proses rifting dan dapat menyebabkan terbentuknya perangkap. Sesar normal listrik itu sendiri dapat dikenali dengan kriteria berikut: o Tilting diferensial dari reflektor pre-rift antara blok hanging wall dan foot wall mengidentifikasikan rotasi dari pensesaran dan dapat digunakan sebagai salah satu kriteria untuk mengenali sesar normal listrik. o Seretan terbalik sering dimiliki oleh refleksi pre-rift dan syn-rift yang lebih tua pada sisi sesar yang turun dan merupakan diagnostik dari pergerakan sesar rotasi dari bidang sesar yang melengkung. o Bentuk segitiga atau wajik pada sekuen syn-rift mengindikasikan tilting aktif selama sedimentasi, seperti downlap dari reflektor pre-rift didrkat sisi turun sesar oleh reflektor syn-rift.
Identifikasi Fase Postrift Batas sekuen berupa ketidakselarasan biasanya berkembang pada tahapan ini, yang memisahkan antara sekuen syn-rift dengan post-rift di semua tempat. Hubungan reflektor pada ketidakselarasan post-rift ini sering tidak terlihat jelas dan bersudut rendah. Subsiden termal merupakan proses utama selama tahapan post-rift. Subsiden termal ini dapat terjadi melalui kombinasi beberapa proses: o Pelengkungan
(flexure)
dimana
hinge-lines
terdefinisikan secara jelas dan melibatkan proses rotasi. Proses ini bersifat lokal.
49
o Pensesaran normal planar yang mengakomodasi tegasan lokal baik akibat proses penurunan maupun proses pelengkungan.
3.9
Pemetaan Bawah Permukaan
Setelah melakukan picking horison dan interpretasi struktur pada data seismik 2D maka di dapat korelasi seismik (skala waktu) pada masing-masing horison yang kemudian dilakukan pembuatan peta struktur waktu pada masing-masing horison lalu dikonversi menjadi peta struktur kedalaman dengan menganalisa kecepatan dan digunakan untuk penyesuaian marker-marker yang telah ditentukan dari data log tiap-tiap sumur pada skala kedalaman. Setelah pembuatan peta kedalaman, dilakukan pembuatan peta ketebalan (isopach) dengan mengurangai top masingmasing horison.
Pemetaan bawah permukaan secara umum dilakukan untuk menggambarkan bentuk dan kondisi geologi bawah permukaan. Peta bawah permukaan merupakan salah satu alat utama yang digunakan oleh para ahli geologi untuk kegiatan eksplorasi hidrokarbon, baik tahap eksplorasi sampai tahap pengembangan. Sifat peta bawah permukaan ada dua yaitu kuantitatif dan dinamis. Sifat kuantitatif (bersifat numerik) dinyatakan dalam garis-garis kontur yang memiliki nilai yang sama. Sifat dinamis adalah akurasi dari peta bawah permukaan itu sendiri tidak dinilai berdasarkan metoda tetapi dinilai atas data yang tersedia sehingga semakin banyak data yang dimiliki akan semakin baik.
Manfaat dari pemetaan bawah permukaan adalah untuk mengetahui kondisi geologi bawah permukaan, mengetahui lingkungan pengendapan, menentukan arah suplai sedimen, dan mengetahui daerah prospek hidrokarbon. Oleh karena peta ini memperlihatkan kenampakan dua dimensi dan penyebaran lateral suatu fasies lingkungan pengendapan. Dari hasil analisis data log, data batuan, data biostratigrafi, dan data seismik, dapat dibuat suatu peta ketebalan (isopach), yang kemudian diharapkan dapat menjelaskan perkembangan cekungan, kondisi
50
sedimentasi, faktor-faktor yang mempengaruhi proses perkembangan cekungan dan model struktur daerah penelitian.
Bagan Alir Penelitian
Studi Pustaka daerah Penelitaian,
Pengolahan Data
Data Log Sumur
Data 3D Seismik
Marker Stratigrafi
Pengikatan Data Seismik dengan Data Sumur
Korelasi Detail Log Sumur Daerah Penelitian
Marker Seismik Horizon PreRift, Syn-rift dan Post-rift
Penentuan Fase Syn-rift dan Fase Post-rift
Menarik Horizon dan Interpretasi Struktur
Analisis Fasies berdasarkan log gamma ray
- Peta Bawah Permukaan - Peta Seismik Attribute - Model Geologi 3D (Model Sesar) Analisis Fasies berdasarkan metode seimik atribut
Tektonostratigrafi dan Pola Sedimentasi Endapan Syn-Rift, Blok Tanjung Jabal, Jambi
51