BAB III STRUKTUR UMUM CERITA RAKYAT AJI KAHAR MASYARAKAT KUALA PANE KABUPATEN LABUHAN BATU
Pada dasarnya penelitian struktur, yaitu suatu penelitian yang membahas unsur-unsur karya sastra dalam usaha menemukan makna karya yang bersangkutan, penelitian struktur yang dimaksudkan di sini adalah penelitian tentang tema, alur, latar, tokoh dan penokohan. Tema Jika kita membaca cerita rakyat sering terasa bahwa pengarang tidak hanya sekedar menyampaikan sebuah cerita saja, namun ada suatu konsep pusat yang diperluas dalam cerita itu dan pengarang menyampaikan melalui tema. Tema dalam suatu cerita sangatlah penting karena dengan tema pengarang dengan mudah menyampaikan perasaanya baik melalui pengalaman dan rasanya untuk menceritakan karya sastra itu. Tema adalah ide pokok atau suatu gagasan utama yang mendasari suatu karya sastra dan dalam karya sastra tema mempunyai unsur-unsur yang tidak dapat dipisahkan dalam membentuk suatu proses penciptaan prosa. Ini terlihat jelas bahwa tema atau pikiran utama itu sangatlah diperlukan dalam cerita atau karya sastra baik yang bersifat fikitif maupun non fiktif harus memerlukan tema, karena dengan adanya tema pengarang menyampaikan inspirasinya terarah dan jelas. Untuk menentukan tema di sini penulis melihat persoalan yang paling menonjol, konflik yang paling banyak hadir, menghitung urutan penceritaan.
Universitas Sumatera Utara
Unsur Cerita Unsur Tema Menolong
Baik
Ceroboh
Jujur
III
II
II
I
Amanah
Pemaaf
Persoalan Yang I
Paling Menonjol Konflik Yang Paling I
I
Hadir Menghitung Waktu Penceritaan Jumlah
3
2
3
1
1
1
Namun, untuk mengetahui tema dari cerita rakyat Aji Kahar ini hanya dua cara di atas yang dapat digunakan yaitu, persoalan yang paling menonjol dan konflik yang paling banyak hadir, sedangkan menghitung waktu penceritaan tidak dapat digunakan, hal ini karena dalam cerita tersebut tidak ditemukan waktu penceritaan yang akan dihitung. Sikap menolong yang pertama, terdapat pada diri Aji Kahar yaitu pada saat ia panen, lalu ia memberikan pertolongan kepada penduduk yang mengharapkan pertolongan, setiap orang yang datang meminta pertolongan kepada Aji Kahar selalu pulang tidak pernah dengan tangan hampa. Sikap menolong yang kedua, ketika Aji Kahar berada di Sungai Barumun sedang mandi di saat itu ia mendengar suara meminta pertolongan, ternyata anak salah satu warga hanyut di Sungai Barumun lalu Aji Kahar dengan cepat berenang dan melawan arus untuk menangkap anak itu dan akhirnya anak itu dapat diselamatkan. Sedangkan sikap menolong yang ketiga, ketika sering hilangnya
Universitas Sumatera Utara
warga yang mandi-mandi di Sungai Barumun, maka penduduk pun meminta pertolongan kepada Pawang Buaya untuk menemukan anak warga yang hilang, dan ternyata selama ini anak yang hilang itu telah dimangsa buaya dan buaya itu adalah buaya Aji Kahar. Sikap baik yang terdapat dalam cerita, pertama terletak pada sikap baik Aji Kahar, walaupun diusianya yang hampir seabad, namun ia dimata penduduk selalu sikap yang baik, ramah dan sikap yang penolong. Sedangkan sikap baik yang kedua terdapat pada Pawang Buaya, dengan permintaan penduduk untuk menangkap makhluk yang memangsa warga, dengan senang hati Pawang Buaya membantu warga dan tanpa pamrih. Sikap ceroboh yang terdapat dalam cerita ini yakni pertama, cerobohnya anak-anak yang sedang bermandi-mandian di Sungai Barumun, melompat kesana kemari akhirnya hanyut dibawa derasnya arus sungai. Sedangkan sikap ceroboh yang kedua, ketika sebulan berita meninggalnya Aji Kahar maka penduduk pun sudah melupakan kesedihan meninggalnya Aji Kahar itu. Dan warga pun sudah kembali berkerja ke sawah dan anak-anak gadis atau ibu-ibu sudah mencuci bahkan bermandi-mandian ke sungai. Tetapi seorang anak gadis yang keasikan mandi tiba-tiba dimangsa oleh buaya dan akhirnya anak itu dibawa oleh buaya tersebut sampai tak meninggalkan bekas, karena kecerobohan anak gadis itu maka terjadilah korban. Sikap jujur yang terdapat dalam cerita ini, yaitu terdapat pada diri Aji Kahar ketika warga bertanya apa rahasianya supaya tetap sehat, awet mudah dan tetap kuat. Maka Aji Kahar menjawab, selalu bersiakap jujur tidak serakah dan selalu mensyukuri nikmat.
Universitas Sumatera Utara
Sikap pemaaf yang terdapat dalam cerita ini terdapat dalam bagian ketika sering hilangnya warga akibat dimangsa oleh buaya, maka dari itu warga pun sangat murka dan marah terhadap mahkluk yang memangasa warga. Maka dengan bantuan seorang Pawang Buaya baru diketahui bahwasannya yang memangsa penduduk selama ini adalah buaya Aji Kahar, sejak diketahui yang memangsa penduduk adalah buaya Aji Kahar malah warga pun tidak menghajar atau membunuh buaya tersebut, melainkan warga memaafkannya dan meminta Pawang Buaya untuk membawa buaya Aji Kahar ketempat asalnya dan memakamkan Aji Kahar secara normal setelah dimandikan dengan air kelapa terlebih dahulu. Konflik yang paling hadir di dalam cerita ini adalah, karena salah satu warga ceroboh dan tidak memenuhi amanah yang diberikan oleh Aji Kahar yaitu ketika Aji Kahar nantinya meninggal dunia sebelum jasadnya dikebumikan maka dimandikan dengan air kelapa terlebih dahulu, tetapi warga tidak menghiraukan amanah tersebut maka dari amanah itu menimbulkan malapetaka, seperti hilangnya anak-anak yang bermandi-mandian di Sungai Barumun, anak kecil maupun anak dewasa yang menjadi santapan kebuasan buaya Aji Kahar. Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa tema yang terdapat dalam cerita rakyat Aji Kahar ini adalah “Kebaikan dan sikap menolong sesama akan membawa dampak yang baik di dalam kehidupan, serta malaksanakan amanah
sebagai
tanggung
jawab
yang
diamanahkan,
sehingga
tidak
mangakibatkan malapetaka”.
Universitas Sumatera Utara
Alur Alur merupakan suatu rentetan peristiwa atau jalannya suatu cerita yang diurutkan dalam aspek pengisahan sebuah karya sastra, alur juga element yang menyelaraskan gagasan tentang jalinan asal muasal kejadian dalam tata tubuh dan perkembangannya sebuah cerita. Untuk menentukan alur di sini penulis membagi alur menjadi lima tahapan sebagai berikut : exposition (pengarang mulai melukiskan keadaan sesuatu), generating circumstances (peristiwa mulai bergerak), ricing action (keadaan mulai memuncak), climax (puncak), denoument (penyelesaian).
Exposition ( Pengarang Mulai Melukiskan Sesuatu ) Dalam bagian ini pengarang menggambarkan keadaan cerita, seperti memperkenalkan tokoh dengan lingkungannya waktu dan tempat kejadian cerita. Seperti terlihat pada kutipan berikut ini : “Labuhan Batu yang wilayahnya terbentang dari Langga Payung sampai ke Selat Malaka mengalir Sungai Barumun yang berlikuliku dan deras airnya................ Pada hilir sungai yang merupakan pertemuan antara Sungai Barumun, Sungai Bilah dengan Selat Malaka masyarakatnya sangat ramai dan terdapat tepian mandi serta terdapat pula sebatang pohon kayu tua yang rebah............. Tak jauh dari batang kayu yang rebah berdiri sebuah rumah besar, bertangga dan berkolong tinggi, sehingga anak-anak bebas berjalan atau bermain dibawahnya. Di dalam rumah inilah Aji kahar bermukim beserta anak dan cucu-cucunya, istrinya telah lama meninggal dunia”. (AK : 3-4) Dari jenis alur exposition di atas jelas menunjukan bahwa pengarang melukiskan atau menggambarkan keadaan dengan memperkenalkan lingkungan, dimana sang tokoh hidup dan berkembang dikediamannya. Seperti terlihat sang Aji Kahar bersama keluarganya tinggal disebuah tempat di rumah yang memiliki
Universitas Sumatera Utara
sistem rumah panggung, sehingga anak-anak warga pun dapat bermain-main di bawahnya.
Genarating Circumstances (Peristiwa Mulai Bergerak) Peristiwa mulai bergerak ini dimulai ketika adanya orang tenggelam di sungai dan Aji Kahar dapat berenang melawan arus melebihi orang normal dan dijumpai adanya buaya di ladang Aji Kahar, sejak itulah orang menaruk curiga pada Aji Kahar bahwa ia seorang manusia buaya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada kutipan berikut ini : Suatu hari ketika malam bulan purnama beberapa pemuda secara iseng ingin mencuri hasil tanaman Aji Kahar, mereka melihat seekor buaya yang sangat besar menjaga kebun mereka terkejut dan takut, namun ketika diberitahukan kepada teman-temannya dan dilihat lagi buaya itu tidak ada lagi. Di malam berikutnya mereka membuktikan bahwa buaya itu ada di sawah Aji Kahar yang lain lagi. Kejadian demi kejadian ini meyakinkan masyarakat bahwa Aji Kahar memiliki mahkluk siluman berupa buaya, menurut orangorang tua di kampungnya Aji Kahar pernah berguru kepada Pawang Buaya yang tinggalnya di hulu Sungai Barumun. Hal tersbut ditandai sejak dulu beberapa kali terlihat Aji Kahar mampu berenang di Sungai Barumun melawan arus dengan sangat lincah sekali. (AK : 4) Dari jenis alur Genarating Circumstances di atas ini jelas menunjukkan, bahwa pengarang memulai menggerakkan sebuah cerita dengan adanya kejadiankejadian yang membuat pembaca mulai tertarik dan penasaran terhadap kejadiankejadian yang aneh tersebut, sehingga cerita menarik dan dapat mengambil perhatian (simpatik) pembaca. Dari cerita Aji Kahar ini pengarang memulai menggerakkan cerita memulai peristiwa tenggelamnya anak warga di sungai yang airnya sangat deras dan mustahil oranga dapat menyelematkan anak itu karena selain sungai itu airnya yang sangat deras juga sungai itu terkenal dalam. Karena
Universitas Sumatera Utara
dengan pertolongan Aji Kahar ini lah anak itu terselamatkan, dari sini lah warga mulai curiga siapakah Aji Kahar sebenarnya diusia yang hampir seabad dia dapat berenang melawan arus yang deras sekali dan sungai yang terkenal dalam. Sejak kejadian itu warga menduga bahwa Aji Kahar bukanlah manusia biasa, tetapi mempunyai kelebihan seperti buaya. Karena sebelumnya pemuda pernah melihat seekor buaya yang sangat besar menungguh sawah Aji Kahar.
Ricing Action (Keadaan Mulai Memuncak) Keadaan mulai memuncak ini ditandai dengan adanya kejadian-kejadian yang aneh dan tak lazim ada pada diri Aji Kahar yaitu Aji Kahar ke sungai setiap pagi sebelum matahari terbit dan embun masi membasahi bumi dan petang sebelum matahari terbenam saat langit terlihat berwarna jingga kemerah-merahan, lain dari pada itu ujung jari kelingking Aji Kahar tangan kirinya puntung, dan juga pantang meminum air kelapa, pernah ia meminta tolong kepada penduduk ketika ia meninggal dunia nantinya sebelum mayatnya dikebumikan agar mayatnya itu dimandikan dengan air kelapa serta ia sangat suka makan dagingdagingan, namun makan sayur dan buah ia tidak suka. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut ini : Aji Kahar mempunyai kebiasaan mandi di sungai setiap pagi hari sebelum matahari terbit dan embun masi membasahi bumi, kemudian petang hari sebelum matahari terbenam saat langit terlihat berwarna jingga kemerah-merahan........... hal yang aneh pada diri Aji Kahar yaitu ujung jari kelingking tangan kirinya puntung tak pernah diketahui oleh seorangpun apa penyebabnya, bahkan keluarga sekalipun tidak mengetahui apa sebabnya, agar jangan diketahui orang lain ia senantiasa memasukkan tangan kirinya ke saku. Hal yang aneh lagi yang pada diri Aji Kahar, beliau pantang meminum air kelapa apa penyebabnya orang juga tidak mengetahui.................. “Kalau begitu Atok juga minta tolong dan ini pesan Atok, kalau nanti Atok meninggal dunia, tolong
Universitas Sumatera Utara
mandikan Atok dengan air kelapa sebalum jasad Atok dikebumikan, itu pesan Atok ya!”.................................Dan Aji Kahar mempunyai kebiasaan menyukai makanan yang berupa daging-dagingan, sedangkan sayur-sayuran dan buah beliau tidak menyukainya. (AK : 5-7) Dari jenis alur ricing action di atas, ini jelas menunjukkan bahwa pengarang menceritakan kejadian ini keadaannya mulai memuncak. Dengan kejadian-kejadian yang menjadikan cerita ini berisi dan menarik. Ini ditandai dengan kebiasaan-kebiasaan seorang Aji Kahar selalu yang tak lazim seperti manusia kebanyakkan yaitu Aji Kahar selalu mandi ke sungai setiap sebelum matahari terbit di saat orang-orang masi tidur dan embun masih membasahi bumi dan selalu makan daging-dagingan setiap hari, selain itu Aji Kahar pantang minum air kelapa dan apabila ia meninggal ia minta dimandikan dengan air kelapa sebelum jasadnya dikebumikan, orang yang mendengarnya pun terheran-heran apa yang terjadi pada diri Aji Kahar. Dari sinilah pengarang membuat ceirita ini mulai memuncak.
3.2.4
Climax ( Puncak ) Puncak dari cerita ini yaitu sering terjadinya orang hanyut dan hilang di
Sungai Barumun ketika mandi dan seketika itu juga air penuh dengan darah di Sungai itu, namun penduduk yakin bahwa di sungai itu ada buaya yang memangsa manusia. Dengan bantuan Pawang Buaya diketahuilah bahwa memang di Sungai Barumun itu ada mahkluk penjaga air yaitu buaya terkadang memakan binatang yang ada di air dan juga manusia ketika mereka lapar. Dengan demikian warga pun meminta agar Pawang Buaya membunuh buaya-buaya yang ganas itu
Universitas Sumatera Utara
agar kehidupan masyarakat Kuala Pane aman dan damai seperti sedia kalah. Hal ini dapat dilihat pada kutipan sebagai berikut : Ada beberapa anak sedang mandi-mandi di Sungai Barumun sambil berlompat-lompatan sambil menyelam kesana kemari tapi tiba-tiba terdengar suara “tolong...tolong...tolong...” teriakan seorang anak yang tenggelam ketengah sungai, namun tiba-tiba di dalam air timbul darah yang sangat banyak dan akhirnya anak itu hilang..............Jauh di hulu Sungai Barumun tinggallah seorang Pawang Buaya, yang memiliki kecepatan berenang melebihi kemampuan orang biasa. Konon kabarnya Pawang Buaya berpantang makan ikan, karena ikan adalah sahabatnya.................... Dengan kejadian sering hilangnnya orang di Sungai Barumun maka penduduk meminta tolong kepada Pawang Buaya. Pawang Buaya pun dengan hati yang tulus tanpa mengharapkan imbalan materi mencari orang yang hilang itu. Melalui jampi-jampi Pawang Buaya diketahuilah bahwa bocah dan gadis yang hilang si Sungai Barumun itu telah dimangsa buaya. Atas permintaan masyarakat maka Pawang Buaya dapat memusnahkan buaya yang sangat ganas itu agar masyarakat dapat kembali tenang. (AK : 11-13)
Dari jenis alur climax di atas, ini jelas menunjukkan bahwa pengarang membuat cerita ini sampai dengan isi cerita yang sebenarnya dengan menitikberatkan kejadian-kejadian yang memang isi dari judul ini, bahwa Aji Kahar adalah seorang buaya dan ini ditandai dengan sering hilangnya warga yang bermandi-mandian di sungai dimangsa oleh buaya dengan kegalauan penduduk maka warga pun meminta pertolongan dari sang Pawang Buaya yang konon teman seperguruan buaya Aji Kahar, agar desa dan masyarakat itu dapat kembali tenang.
3.2.5
Denoument ( Penyelesaian ) Akhir dari cerita ini yaitu ketika Pawang Buaya memanggil penghuni
Sungai Barumun yaitu buaya-buaya yang memangsa manusia dan ketika itu juga
Universitas Sumatera Utara
Pawang Buaya dan penduduk mengetahui bahwa yang selama ini memangsa warga Kuala Pane adalah buaya Aji Kahar sahabat Pawang Buaya sendiri dan buaya Aji Kahar meminta kepada Pawang Buaya untuk menyempurnakan kematiannya agar tidak memangsa masyarakat lagi. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut ini : Dan dengan mantra-mantra dan ajiaan Pawang Buaya menyelam dan berseruh di dalam air........... Pawang Buaya berkata pada penduduk “ kita tunggu malam ini kita akan kedatangan tamu istimewa yaitu si raja air penguasah sungai. Suara air berkecipak dan sesosok mahkluk hitam sebesar batang kelapa merayap naik kedarat mendekati Pawang Buaya berganti-gantian dan berjalan sangat pelan-pelan karena ia merasa malu baik kepada Pawang Buaya maupun penduduk. Lalu Pawang Buaya menjelaskan bahwa yang memangsa manusia itu adalah buaya ini dan ia adalah Buaya Aji Kahar karena ia merasa lapar maka ia memangsa manusia. Setelah kejadian itu Pawang Buaya datang kekeluarga Aji Kahar dan bercerita. Semasa mudah Pawang Buaya dan Aji Kahar teman seperguruan sama-sama memiliki ilmu kebatinan raja air, yang seharusnya ketika beliau meninggal sebelum dikebumikan jasadnya dimandikan dengan air kelapa.............Kini buaya tersebut telah kembali ke alam baqa dan kematian Aji Kahar telah sempurna, setelah Buaya Aji Kahar dimandikan dengan air kelapa. Sejak itu penduduk Kuala Pane merasa tentram dan berani bermain air di Sungai Barumun serta mencuci ataupun mandi. Air Sungai Barumun menjadi tenang, setenang perasaan penduduk yang kini hidup makmur tentram dan damai. (AK : 15-21) Dari jenis alur denoument di atas, ini menunjukkan bahwa pengarang mengakhiri cerita itu dengan memberikan penyelesaian dan jawaban-jawaban serta membongkar habis atas kejadian suatu cerita. Ini ditandai dengan sejak pertolongan Pawang Buaya, penduduk mengetahui dengan jelas bahwa selama ini penyebab hilangnya warga karena dimangsa oleh si buaya Aji Kahar dikarenakan ketika Aji Kahar meninggal tidak dimandikan dengan air kelapa, sehingga ia menjadi bringas dan buas, tetapi berkat dengan bantuan Pawang Buaya tersebut akhirnya Aji Kahar sadar dan minta dimakamkan secara normal, dan ketika itu
Universitas Sumatera Utara
juga Pawang Buaya memakamkan sesuai keinginan Aji Kahar dan kini masyarakat Kuala Pane menjadi aman, tentram dan damai air di Sungai Barumun pun kini juga menjadi tenang. Dari beberapa jenis alur di atas dapat disimpulkan bahwa dalam cerita rakyat Aji Kahar ini adalah alur maju, karena cerita ini diuraikan melalui pengantar awal cerita, sampai selesai dan tuntas dalam penyelesaian cerita, tanpa menceritakan kembali secara berulang-ulang (plash back) cerita.
3.3 Latar Latar adalah segala keterangan, petunjuk, pengacuan yang berkaitan dengan waktu, ruang, dan suasana terjadinya peristiwa dalam cerita. Latar meliputi penggambaran letak geografis (termasuk topografi, pemandangan, perlengkapan, ruang), pekerjaan atau kesibukan tokoh, waktu berlakunya kejadian, musim, lingkungan agama, moral, intelektual, sosial, dan emosional tokoh. Latar dapat juga seperti gambaran tempat dan waktu ataupun segala situasi tempat terjadinya suatu peristiwa, dimana para tokoh hidup dan bergerak. Latar mempunyai ruang yang diamati seperti waktu, musim ataupun sejarah.
3.3.1
Latar Tempat Latar tempat biasanya menjelaskan tentang lokasi kejadian peristiwa yang
diceritakan di dalam karya sastra. Dalam hal ini tempat yang dipergunakan berupa tempat-tempat dengan nama tertentu dan lokasi tertentu. Latar tempat yang terdapat dalam cerita rakyat Aji Kahar, yakni :
Universitas Sumatera Utara
1.
Di Sungai Barumun tempat bermandian dan mencuci peralatan dapur serta terjadinya malapetaka yaitu buaya memangsa warga masyarakat Kuala Pane.
2.
Di batang pohon kayu yang rebah ketika dipergunakan untuk tempat alas mencuci pakaian kaum remaja putri.
3.
Di tepi Sungai Barumun berdiri rumah panggung yaitu tempat tinggal Aji Kahar beserta anak dan cucunya.
4.
Di sawah atau ladang tempat bercocok tanam Aji Kahar.
5.
Di sawah tempat kejadian warga melihat adanya mahkluk besar berupa buaya yang menjaga kebun Aji Kahar.
6.
Di tempat peraduan Aji Kahar, dimana ia telah meninggal dunia.
7.
Di makam Aji Kahar yaitu terjadinya pembongkaran makam Aji Kahar karena jasad Aji Kahar hilang.
8.
Di hulu Sungai Barumun yaitu tempat tinggalnya Pawang Buaya.
9.
Di dalam Sungai Barumun tempat terjadinya Pawang Buaya dengan mantra-mantranya memnggil penguhuni sungai yaitu buaya.
3.3.2
Latar Waktu Latar waktu mengungkapkan kapan sebuah cerita itu sedang berlangsung
dan terjadi. Adapun latar waktu yang terdapat dalam cerita Aji Kahar adalah : 1.
Baik siang dan malam hari Sungai Barumun dipenuhi warga Kuala Pane terdengar riuh gelak canda masyarkat yang mandi-mandi.
2.
Pada suatu ketika dimalam bulan purnama pemuda menjumpai seekor buaya yang besar menunggu kebun Aji Kahar.
Universitas Sumatera Utara
3.
Setiap pagi berembun dan petang ketika langit jingga kemerah-merahan Aji Kahar selalu mandi di Sungai Barumun.
4.
Pada suatu petang, kejadian bocah hanyut dan dimangsa buaya lalu ditolong oleh Aji Kahar.
5.
Setelah beberapa bulan kejadian anak hanyut di Sungai Barumun Aji Kahar meninggal ditempat peraduannya.
6.
Hari berganti malam dan malam berganti pagi warga Kuala Pane pergi ke kebun dan ketika itu juga dari salah satu warga menjumpai kuburan Aji Kahar terbongkar.
7.
Setelah beberapa bulan Aji Kahar meninggal sang bocah di sungai hanyut tenggelam dimangsa buaya.
8.
Pada malam hari masyarkat berkumpul dan berdoa bersama-sama supaya anak yang hilang di Sungai Barumun diketemukan kembali.
9.
Ketika bulan purnama Pawang Buaya kedatangan tamu yang sengaja diundang dan untuk dimintai keterangan siapa dan mengapa memangsa warga Kuala Pane.
10.
Malam menjelang pagi buaya Aji Kahar menemui Pawang Buaya dan warga Kuala Pane serta meminta Pawang Buaya agar Buaya Aji Kahar dimakamkan secara normal dan sempurna supaya tidak memangsa warga.
3.3.3
Latar Sosial Latar sosial yang terdapat di dalam cerita Aji Kahar ini adalah budaya
masyarakatnya hidup dalam tatanan norma dan adat-istiadat. Hal ini terlihat pada masyarakatnya yang ramah, sopan dan saling menghormati satu sama lain, serta
Universitas Sumatera Utara
anak-anaknya yang begitu baik dan akrab dengan siapa saja. Bahkan warga masyarakatnya tidak pernah terdengar tidak akur dalam bersosial, ini terlihat bahwa apabila ada suatu kejadian-kejadian yang tidak baik misalnya orang hilang di sungai atau dimangsa buaya maka mereka pun berkerja sama untuk mencarinya, mereka merasa masalah itu ditanggung bersama dan dari wujud ini menunjukkan bahwa warganya berjiwa sosial yang tinggi. Selain itu, budaya masyarakatnya juga hidup dalam tatanan adat istiadat dan upacara ritual, ini ditandai dengan adanya pawang, yaitu berupa Pawang Buaya. Dan dengan mantra-mantra Pawang Buaya tersebut, maka penduduk pun dapat terselamatkan dari buasnya buaya Aji Kahar. Ini dapat dilihat pada petikan mantra Pawang Buaya berikut ini : “Wahai para buaya sang raja air Datanglah engkau menghadapku Dtanglah beriring megah berbanjar Bunga si panggil panggil telah kutabur Datanglah berarak beriring patuh Perintah hamba berbuat begitu Hai engkau si raja air Aku tahu mula mu jadi Buku tebu tulang-tulangmu Badanmu dari tanah liat keras terbakar Urat nadimu berongga liat lapang Tengguli kental adalah darahmu Besi berat adalah kulitmu Purih pinang jadi ekormu Duri pandan sisik belakangmu Tunjang berombang jadi taring gigimu Keras ekormu memangsa pecah Kalau merontah musuh-musuh Gemelutuk gigimu waktu mengunyah Hai engkau si raja air Kujemput engkau dengan tujuh tali Kusimpul-simpul dengan tujuh kaitan Tak dapat engkau ingkari Boleh diikat sebelum dijerat Hai engkau si raja air Terimalah hadiah tergantung
Universitas Sumatera Utara
Kiriman putri raja Sungai Barumun Datanglah wahai si raja air Naiklah ke darat Hamba menantimu”. (AK : 15 – 16) Dalam cerita rakyat Aji Kahar ini masyarakatnya menggunakan latar sosial, ini dapat terlihat bahwa selain masyarakatnya yang ramah, sopan dan saling menghormati satu sama lain, serta anak-anaknya yang begitu baik dan akrab dengan siapa saja, juga masyarakatnya hidup dalam norma dan adat istiadat sosial yang percaya adanya pawang, ini diketahui karena masyarakatnya masi adanya kepercayaan terhadap dukun atau pawang yang memiliki kekuatan magis atau kekuatan batin untuk memenuhi kepentingan hidup manusia.
3.4
Tokoh Tokoh adalah individu ciptaan/rekaan pengarang yang mengalami
peristiwa-peristiwa atau lakukan dalam berbagai peristiwa cerita. Pada umumnya tokoh berwujud manusia, dapat pula berwujud binatang atau benda yang diinsankan. Peristiwa dalam karya fiksi seperti halnya peristiwa dalam kehidupan sehari-hari, selalu diemban oleh tokoh atau pelaku-pelaku tertentu. Pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita inilah yang disebut dengan tokoh Untuk menentukan tokoh di sini penulis membedakan menjadi dua bagian tokoh yaitu ada sebagai tokoh sentral dan ada juga sebagai tokoh bawahan (tokoh pembantu) yang masing-masing memiliki peran dan fungsi yang berbeda, yakni : Tokoh utama (tokoh sentral) dalam cerita rakyat Aji Kahar ini adalah : 1. Aji Kahar 2. Pawang Buaya Toko bawahan (tokoh pembantu) dalam cerita rakyat Aji Kahar ini adalah
Universitas Sumatera Utara
a
Tokoh andalan. (tokoh bawahan yang menjadi kepercayaan tokoh sentral (protagonis atau antagonis). 1. Penduduk
b
Tokoh tambahan. (tokoh yang sedikit sekali memegang peran dalam peristiwa cerita.) 1. Pemuda 2. Anak Aji Kahar 3. Cucu Aji Kahar
c
Tokoh lataran (tokoh yang menjadi bagian atau berfungsi sebagai latar cerita saja) 1. Anak-anak penduduk
3.4.1
Penokohan Penokohan erat hubungannya dengan peristiwa yang menggambarkan para
pelaku itu menurut keinginan para pengarangnya. Penokohan adalah sifat tabiat atau perangai tokoh yang terdapat dalam suatu cerita, watak selalu ditafsirkan oleh pembaca sehingga memabawa pesan moral. Penokohan atau perwatakan adalah pelaku yang digambarkan oleh pengarang di dalam suatu karya. Yang bagian dari segala perbuatan, ucapan, kebiasaan dalam segala keadaan yaitu fisisk tokoh tersebut. Penokohan ini selalu dihubungkan dengan tokoh atau pelaku yang ada di dalam sebuah cerita. Dan penokohan dari cerita rakyat Aji Kahar ini adalah : 1. Aji Kahar
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan cerita, Aji Kahar pada awalnya tokoh prtoagonis yaitu tokoh yang membawakan perwatakan positif atau yang menyampaikan nilai-nilai positif. Ini dapat diketahui bahwa Aji Kahar seorang warga yang baik, ramah dan sipat penolong. Hal ini dapat dilihat dari petikan berikut : Aji Kahar di hati penduduk Kuala Pane perilakunya sangat baik dan terpuji, beliau tidak pernah membenci atau menyakiti hati orang lain. Beliau senantiasa mangulurkan tangan bila orang lain yang mengalami kesusahan, Aji Kahar diusianya yang hampir seabad masih sangat cekatan, oleh karena itulah masyarakat di Kuala Pane sangat menghormati dan mencintai Aji Kahar. (AK : 5) Aji Kahar mendengar dari kejahuan ada yang minta-minta tolong disaat petang ketika dia mandi lalu dengan cepat Aji Kahar menyelam ke dalam air, tak lama kemudian anak itu pun terselamatkan walaupun pingsan karena banyak minum air lalu ibunya memeluk sambil menangis dan akhirnya bocah itu terselamatkan berkat pertolongan Aji Kahar. (AK : 7) Namun diakhir cerita ia menjadi seorang tokoh sentral yang antagonis yaitu tokoh yang membawakan perwatakkan yang membawa nilai-nilai negatif. Ini dapat diketahui karena ia sangat buas dan selalu memangsa warga yang apabila bermandian di sungai, ini disebabkan pada waktu kematian Aji Kahar salah seorang warga tidak melaksanakan amanah Aji Kahar yaitu apabila Aji Kahar meninggal sebelum jasadnya dikebumikan harus dimandikan dengan air kelapa terlebih dahulu. Oleh sebab itulah maka Aji Kahar berubah menjadi buaya yang sangat buas dan bringas. 2. Pawang Buaya Berdasarkan cerita Aji Kahar ini, Pawang Buaya adalah seorang tokoh dengan perwatakan sentral protagonis yaitu tokoh yang membawakan perwatakan positif atau menyampaikan nilai-nilai yang baik. Ini dapat diketahui secara fisik Pawang Buaya ini digambarkan seorang lelaki yang baik, sopan dan jiwa
Universitas Sumatera Utara
penolong. Ia menolong warga Kuala Pane dengan setulus hati dan tanpa pamri. Ini dijumpai ketika warga sering dimangsa buaya ia pun turut andil membantu warga. Dengan mantra-mantranya akhirnya buaya pemangsa manusia dipanggil dan dengan jampi-jampinya itu pula tidak ada lagi waraga yang dimangsa oleh buaya. 3. Penduduk Penduduk digambarkan ramah-tamah, sopan dan penyayang kepada setiap penduduk, ini terlihat ketika mereka saling berjumpa dimanapun dengan orang lain mereka selalu ramah dan tersenyum dan juga saling menyapa serta kepada Aji Kahar mereka selalu hormat. 4. Pemuda Berdasarkan cerita Aji Kahar ini, pemuda ini digambarkan sebagai tokoh yang suka iseng dan ingin mengambil hasil kebun Aji Kahar. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut : Suatu hari ketika malam bulan purnama beberapa pemuda secara iseng ingin mencuri hasil tanaman Aji Kahar, mereka melihat seekor buaya yang sangat besar menjaga kebun mereka terkejut dan takut, namun ketika diberitahukan kepada teman-temannya dan dilihat lagi buaya itu tidak ada lagi. Di malam berikutnya mereka membuktikan bahwa buaya itu ada di sawah Aji Kahar yang lain lagi. (AK : 4) 5. Anak Aji Kahar Berdasarkan cerita Aji Kahar, anak Aji Kahar ini seorang anak yang sangat menyayangi keluarganya terutama kepada ayahnya, Aji Kahar yang usianya hampir seabad.
Universitas Sumatera Utara
6. Cucu Aji Kahar
Berdasarkan cerita Aji Kahar ini, cucu Aji Kahar ini digambarkan seorang bocah yang polos dan penyayang terhadap kakeknya, Aji Kahar. Ia selalu mandi ke sungai bersama Aji Kahar. 7. Anak-Anak Penduduk Berdasarkan cerita Aji Kahar ini, anak-anak penduduk ini digambarkan mereka sangat baik dan riang, ini dijumpai ketika mandi di sungai sangat riang melompat dan berenang kesana kemari di dalam air. Hal ini dapat dilihat dalam petikan berikut : Beberapa bulan setelah Aji Kahar meninggal, beberapa anak sambil menggembalakan kerbaunya bermain-bermaindan mandi di Sungai Barumun. Dari tebing sungai ada yang meloncat terjun ke air, berengan ke tengah sungai. Berulang-berulang mereka lakukan sambil sesekali melihat kerbau yang sedang makan rumput. Suasana sangat riuh, mereka bergembira, berenang, berkejar-kejaran di air, menyelam, timbul tenggelam dan terapung silih berganti. (AK : 11)
Universitas Sumatera Utara
BAB IV NILAI-NILAI DIDAKTIS DALAM CERITA RAKYAT AJI KAHAR MASYARAKAT KUALA PANE KABUPATEN LABUHAN BATU
Tolong-menolong Tolong-menolong adalah saling menolong, di sini memiliki arti saling membantu meringankan beban orang lain dalam kesulitan. Dalam hal ini, KBBI (2000 : 425) menjelaskan bahwa tolong-menolong adalah saling menolong; membantu untuk meringankan beban penderitaan dan sebagainya. Dalam hal ini kita dituntut untuk saling menolong sesama manusia, yaitu saling merasakan apa yang dirasakan orang lain dengan tujuan meringankan beban penderitaan orang lain, karena bagaimanapun juga manusia tidak dapat hidup sendiri dan tanpa bantuan orang lain. Sejalan dengan ini Yulius (Oktober, 1993 : 108 ) juga berpendapat “menolong adalah membantu, memberi apa-apa yang berguna pada segenap insan ketika dalam kesusahan”. Dapat diartikan bahwa menolong bukan hanya memberikan bantuan berupa jenis materi saja, melainkan sama pentingnya dengan memberikan sesuatu yang bukan materi seperti ide atau gagasan atas pemecahan dari suatu masalah yang sedang dihadapi seseorang. Sering seseorang di antara kita meminta saran atau pendapat sahabatnya tentang penyelesaian dari masalah yang sedang dihadapinya. Maka dengan memberikan pendapat yang berupa jalan pemecahan masalah itu, perbuatan ini sudah dapat disebut menolong. Jadi jelaslah bahwa untuk menolong sesama, perlu disesuaikan terhadap masalah yang dihadapinya.
Universitas Sumatera Utara
Hal ini diungkapkan pula oleh Kartono (1997 : 109) yang menjelaskan bahwa, “Teknik dan pendekatan dalam menolong harus disesuaikan dengan kebutuhan dan masalah tertentu, pribadi dan kondisi yang sedang dihadapi. Untuk menolong perlu : Berusaha mengenal pokok persoalan dan kebutuhan yang sebenarnya. Bersama mencari jalan keluar/pemecahan dari persoalan atau untuk memenuhi kebutuhan. Bersama mencari jalan keluar/pertolongan, merupakan usaha bersama. Penilaian dan tindak lanjut”. Nilai didaktis yang menuntun agar kita berbuat menolong sesama, ini terungkap dalam cerita Aji Kahar yakni, dalam cerita yang mengisahkan tentang Aji Kahar yang hanya seorang petani dapat membantu fakir miskin, dan tetangganya yang sedang dalam kesusahan, walaupun Aji Kahar seorang petani namun hasil tanamannya tidak akan habis dimakan seluruh keluarganya, sehingga dia sangat gemar membantu atau menolong sesama. Tidak pernah ada orang yang mengharapkan bantuannya berupa bahan pangan kembali dengan tangan kosong atau tidak dapat apa-apa, melainkan siapa pun yang datang dia selalu menolong. Ini dapat dilihat dari petikan cerita rakyat Aji Kahar : “Aji Kahar adalah seorang petani hasil tanamanya tidak habis untuk dimakan anak-beranak sisanya tidak sedikit yang diberikan kepada fakir miskin atau tetangganya, tidak pernah ada orang yang mengharapkan uluran tanganya kembali dengan tangan hampa”. (AK : 4) Demikianlah perbuatan seorang Aji Kahar yang telah banyak membantu kaum kerabatnya yang membutuhkan pertolongan terhadap dirinya. Jelaslah bahwa cerita ini adalah sebagai tuntunan kepada kita agar kita selalu mau menolong orang-orang lemah atau orang yang sedang dalam kesulitan. Karena jelas manusia tidak dapat hidup tanpa bantuan orang lain juga.
Universitas Sumatera Utara
Selain itu, Aji Kahar juga selalu menolong orang yang membutuhkan pertolongannya baik anak-anak maupun orang dewasa. Ini diketahui ketika Aji Kahar bermandi-mandian di sungai tiba-tiba ia mendengar suara orang yang sedang meminta pertolongan, ia pun segerah menuju kearah suara itu dan dijumpai ada ibu-ibu yang melihat anaknya hanyut ke sungai. Dengan sigap Aji Kahar pun berenang dengan cepatnya, akhirnya anak itu terselamatkan. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut ini : Aji Kahar mendengar dari kejahuan ada yang minta-minta tolong disaat petang ketika dia mandi lalu dengan cepat Aji Kahar menyelam ke dalam air, tak lama kemudian anak itu pun terselamatkan walaupun pingsan karena banyak minum air lalu ibunya memeluk sambil menangis dan akhirnya bocah itu terselamatkan berkat pertolongan Aji Kahar. (AK : 6-7) Dari uraian di atas jelaslah bahwa, nilai-nilai didaktis yang menuntun kita untuk selalu berbuat saling menolong antar sesama, dan tak memandang apakah orang itu masih mudah maupun sudah tua. Karena sikap menolong itu wajib bagi siapa saja yang benar-benar membutuhkan pertolongan. Nilai-nilai didaktis yang menuntun agar kita berbuat saling menolong antar sesama ini juga terungkap dalam cerita Aji Kahar ini, tepatnya pada Pawang Buaya. Diceritakan bahwa jauh di hilir Sungai Barumun tinggallah seorang Pawang Buaya yang memiliki kecepatan berenang melebihi kemampuan orang biasa. Dan ia memiliki kekuatan magis berupa mantra-mantra yang dapat menolong orang, ketika orang meminta pertolongan. Sebagai seorang pawang, Pawang Buaya memiliki ilmu kebatinan yang sangat tinggi. Apabila ada penduduk yang tersesat berburu di hutan atau yang hilang tak tentu rimbanya, maka dengan kekuatan batinnya orang yang hilang itu akan diketemukan. Selain
Universitas Sumatera Utara
itu juga Pawang Buaya dapat pula mengobati orang-orang yang sakit melalui dengan tenaga batinnya. Dengan kejadian sering hilangnnya orang di Sungai Barumun maka penduduk meminta pertolongan kepada Pawang Buaya. Pawang Buaya pun dengan tulus membantu penduduk tanpa mengharapkan imbalan materi atau sejenis apapun karena sikap menolong itu kewajiban bagi orang sanggup untuk menolongnya dan akhirnya ia pun mencari orang yang hilang itu. Melalui jampijampi atau mantra-mantra Pawang Buaya itu maka ketahuanlah siapa yang selama ini memangsa penduduk. Atas permintaan masyarakat maka Pawang Buaya dapat memusnahkan buaya yang sangat ganas itu agar masyarakat dapat kembali tenang. Dan dengan mantra-mantranya itu Pawang Buaya pun menyelam dan berseruh di dalam air sambil membaca mantra. Hal ini dapat dilihat pada petikan berikut ini : “Wahai para buaya sang raja air Datanglah engkau menghadapku Datanglah beriring megah berbanjar Bunga si panggil panggil telah kutabur Datanglah berarak beriring patuh Perintah hamba berbuat begitu Hai engkau si raja air Aku tahu mula mu jadi Buku tebu tulang-tulangmu Badanmu dari tanah liat keras terbakar Urat nadimu berongga liat lapang Tengguli kental adalah darahmu Besi berat adalah kulitmu Purih pinang jadi ekormu Duri pandan sisik belakangmu Tunjang berombang jadi taring gigimu Keras ekormu memangsa pecah Kalau merontah musuh-musuh Gemelutuk gigimu waktu mengunyah Hai engkau si raja air Kujemput engkau dengan tujuh tali Kusimpul-simpul dengan tujuh kaitan
Universitas Sumatera Utara
Tak dapat engkau ingkari Boleh diikat sebelum dijerat Hai engkau si raja air Terimalah hadiah tergantung Kiriman putri raja Sungai Barumun Datanglah wahai si raja air Naiklah ke darat Hamba menantimu”. (AK : 15-16) Demikianlah perbuatan seorang Pawang Buaya yang telah banyak menolong penduduk dan kaum kerabat dari bahaya buasnya buaya-buaya yang memangsa manusia. Jelaslah bahwa cerita ini adalah sebagai tuntunan kepada kita agar kita selalu mau menolong orang-orang yang lemah yang benar membutuhkan pertolongan ketika orang itu di dalam kesulitan.
Memiliki Sikap Kemanusiaan Menurut KBBI (2000) dijelaskan tentang “kemanusiaan adalah sifat-sifat manusia; secara manusia; segala sesuatu yang layak bagi manusia seperti kasih kepada sesama mahkluk hidup. Selanjutnya Yulius, (Oktober, 1993 : 105) mengemukakan bahwa, kemanusiaan adalah secara adat manusia, perasaan sebagai manusia. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa sikap kemanusiaan adalah sikap yang merupakan segala perbuatan yang layak den berkenaan dengan perasaan sesama, seperti perbuatan saling mengasihi, tolong menolong dan damai dengan sesamanya. Hal ini menjelaskan bahwa sesama manusia hendaklah selalu berbuat kebaikkan yakni, mencintai perdamaian, menolong sesama dan memaafkan kesalahan orang lain. Perbuatan-perbuatan inilah yang diungkapkan dalam isi cerita ini, melalui watak-watak tokoh ceritanya. Dalam melalui penggambaran watak tokoh cerita
Universitas Sumatera Utara
yang mencerminkan sikap kemanusiaan tadi, kepada pembaca ingin disampaikan suatu tuntunan agar senantiasa melakukan perbuatan-perbuatan kemanusiaan dalam hidupnya. Ali (2000 : 73) mengatakan bahwa “damai ialah tidak bermusuhan, tidak berperang; tentram, aman. Dari pendapat tersebut penulis berkesimpulan bahwa mencintai perdamaian maksudnya adalah selalu menginginkan suasana aman, tentram dan tiada pertengkaran. Karena itu dalam menghadapi suatu konflik dengan orang lain, kita harus mempunyai kesabaran dan ketenangan tanpa harus menuruti perasaan emosi yang ada dalam diri kita. Dengan adanya kesabaran dan ketenangan diri, maka akan tercipta suasana damai di antara kedua pihak yang berkonflik tersebut. Nilai didaktis yang menuntun kita untuk menciptakan suasana damai dan tolong-menolong dengan orang lain, jelas terungkap dalam salah satu pada cerita Aji Kahar ini, yakni yang mengisahkan bahwa Aji Kahar perilakunya selalu baik kepada semua penduduk, baik kepada yang muda maupun kepada penduduk yang tua dan selalu mengulurkan bantuan serta kepada yang membutuhkan. Dan menjaga kedamaian kepada semua masyarakat, sehingga seluruh masyarakat Kuala Pane sangat menghormati dan mencintai Aji Kahar. Hal ini dapat dilihat pada petikan cerita Aji Kahar berikut : “Aji Kahar di hati penduduk Kuala Pane perilakunya sangat baik dan terpuji, beliau tidak pernah membenci atau menyakiti hati orang lain. Beliau senantiasa mangulurkan tangan bila orang lain yang mengalami kesusahan, Aji Kahar diusianya yang hampir seabad masih sangat cekatan, oleh karena itulah masyarakat di Kuala Pane sangat menghormati dan mencintai Aji Kahar”. (AK : 5)
Universitas Sumatera Utara
Dengan adanya petikan cerita yang telah diungkapkan di atas, maka kita diajak mencontoh perbuatan Aji Kahar itu untuk selalu berprikemanusiaan antar sesama dan selalu berbuat baik serta mencintai dan menghormati baik pada kaum yang muda maupun terhadap orang tua tanpa memandang status sosialnya. Selain itu, nilai-nilai didaktis yang terdapat dalam bagian ini juga yaitu memaafkan kesalahan orang lain, ini berawal dari sering hilangnya penduduk yang bermandi-mandi atau mencuci di Sungai Barumun, maka penduduk meminta bantuan kepada Pawang Buaya untuk menemukan siapa sebenarnya yang memangsa penduduk agar yang memangasa penduduk itu dibunuh dan dimusnahkan dari Kuala Pane, supaya kehidupan masyarakat Kuala Pane aman dan terhindar dari bahaya. Dengan senang hati maka dengan bantuan Pawang Buaya memiliki kekuatan batin, sehingga ketahuanlah siapa yang sebenarnya memangsa penduduk, yaitu buaya Aji Kahar. Dengan diketahui bahwasannya yang memangsa penduduk selama ini adalah buaya Aji Kahar. Walaupun mereka telah diberitahu oleh Pawang Buaya yang memangsa orang sebagai santapannya, namun tak seorang pun melampiaskan kemarahan, memukul, atau menghajar sang buaya, melainkan semua warga memaafkan buaya Aji Kahar dan meminta Pawang Buaya untuk menghantarkan ketempat peristirahatannya menyempurnakan kematiannya, terlebih dahulu dimandikan dengan air kelapa. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan berikut ini : Segera penduduk tahu bahwa buaya Aji Kahar inilah yang telah memangsa orang sebagai santapannya. Walaupun mereka telah diberi tahu, tak seorang pun melampiaskan kemarahannya, memukul atau menghajar buaya Aji Kahar. Pawang Buaya mendatangis sang buaya yang tetap menundukkan kepalanya.
Universitas Sumatera Utara
Dielus-elus kaki depan buaya itu seakan-akan memberi salam selamat datang. (AK : 18) Dengan adanya uraian di atas, nilai didaktis tersebut menuntun kita agar selalu memafkan kesalahan orang lain, baik yang disengaja maupun tidak disengaja, maka kita selaku umat manusia untuk berlaku saling memaafkan. Supaya terjalinnya tali persaudaraan.
Kejujuran Menurut KBBI (2000 : 461) mengemukakan bahwa, jujur adalah ikhlas; tulus hati, tidak sombong. Sedangkan kejujuran adalah ketulusan hati, ini berarti bahwa segala sesuatu yang kita lakukan haruslah dengan ikhlas dan setulus hati. Ketidakjujuran merupakan kelakuan buruk dan merupakan suatu dosa besar yang merusak peribadi dan masyarakat. Ketidakjujuran akan menimbulkan kebencian di antara sesama manusia dan menyebabkan kehilangan kepercayaan di antara kita sendiri dan akan menjadikan kita saling menjauh, tidak saling menolong dan tidak terdapat kerukunan di antara kita. Berbagai macam hal yang menyebabkan orang berbuat tidak jujur. Mungkin karena tidak rela, pengaruh lingkungan, kebutuhan ekonomi, atau pun karena ingin mendapatkan sesuatu dengan jalan mecuri dan lain-lain. Di samping ketidakjujuran sebagaimana telah diterangkan di atas, juga ada ketidakjujuran dalam bentuk-bentuk yang lain, antara lain : a. Berlebih-lebihan dalam memberitakan sesuatu. Kalau orang sudah terbiasa dengan begitu, maka selamanya tidaklah enak baginya jika tidak melebih-lebihkan.
Universitas Sumatera Utara
b. Mencampuradukkan yang benar dengan yang salah. Baik dalam perbuatan maupun dalam perkataan. c. Mengatakan sesuatu yang berlainan dari yang ada di hati, walaupun pada dasarnya yang dinyatakan itu benar. Kemudian untuk menjaga dan mempertahankan agar selalu jujur juga butuh kekuatan dan kesabaran yang sama sekali tidak ringan. Adapun sumber dari berani, kuat dan sabar dalam bersikap jujur itu pastilah bukan iming-iming materi dan duniawi karena semuanya dapat dibeli melainkan bersifat moralitas dan ukhrawi. Anggaplah hal ini sebagai sebagai keyakinan yang berisi kesadaran bahwa kehidupan manusia di dunia ini sebagai pengantar dan pijakkan menuju kehidupan yang abadi di akhirat kelak. Akankah kejujuran bisa dikalahkan oleh ketidakjujuran yang kini semakin merajalela? Dapatkah kita menepis anggapan bahwa siapa yang jujur pasti akan hancur? Sebaiknya kejujuran haruslah ditegakkan, karena dengan kejujuran maka akan disenangi banyak orang, orang tidak akan khawatir dengan sikap dan perbuatan kita. Dengan kejujuran pula maka siapapun tidak akan merugikan orang lain. Dari isi cerita rakyat Aji Kahar ini, digambarkan yakni sebagaimana seorang Aji Kahar hidup bersama keluarga, anak dan cucunya selalu bersikap baik, ramah dan berlaku jujur dan tamak terhadap sesuatu. Terutama dalam menjalani hidup dan bersosialisasi kepada masyarakat selalu berlaku jujur, berfikir secara benar jangan serakah hidup tentram dan damai. Hal ini dapat terlihat pada petikan cerita rakyat Aji Kahar berikut, “Sepanjang hayatnya belum pernah terdengar Aji Kahar sakit, ketika ditanya bagaimana cara hidup agar sehat, beliau bertutur“
Universitas Sumatera Utara
bahwa tubuh harus dibawa bergerak sehingga berkeringat, jangan bermalas-malasan, makan, minum tidur secukupnya dan teratur. Berlaku jujur, berfikir secara benar jangan serakah sehingga hidup tentram dan damai”. (AK : 5) Nilai didaktis di atas, mengajarkan bahwa setiap orang hendaklah bersikap untuk hidup sehat, cara hidup yang normal yaitu berfikir secara benar jangan bersikap serakah agar hidup selalu tentram dan damai, serta selalu bertindak yang jujur karena jujur adalah tindakan yang baik dan merupakan suatu pahala besar bagi orang yang melakukannya. Tidak hanya berpahala tetapi juga akan menimbulkan citra diri yang baik dalam diri kita. Tindakan jujur selain menimbulkan kesenangan bagi orang lain, juga membuat jiwa menjadi tentram dan damai karena merasa senang.
Sikap Tidak Hati-Hati Akan Merugikan Diri Sendiri Sebelum penulis mengungkapkan isi cerita Aji Kahar yang mengandung nilai didaktis ini, lebih dahulu akan dijelaskan tentang pengertian sikpa kehatihatian tersebut. Menurut KBBI (2000 : 122) dijelaskan bahwa, “Hati-hati adalah awas; waspada; perhatian dan tidak lengah”. Selanjutnya Yulius (Oktober, 1993 : 79) mengemukakan bahwa, “waspada senantiasa ingat, awas dan bersiap-siap”. Berdasarkan kedua pendapat di atas, maka penulis berkesimpulan bahwa sikap hati-hati yakni sikap yang mencerminkan segala perbuatan waspada serta berjaga-jaga disetiap saat terhadap segala sesuatu atau terhadap segala tindakan, yang mungkin akan memberikan akibat yang kurang baik terhadap segala kemungkinan, yang mungkin akan memberikan akibat yang kurang baik terhadap
Universitas Sumatera Utara
diri kita. Ini berarti, kita dituntun agar senantiasa menanamkan sikap hati-hati itu di dalam diri kita masing-masing. Sebab dengan adanya sikap ini pada diri kita, segala kemungkinan akan terjadinya maksud-maksud yang kurang baik dari orang lain terhadap diri kita akan terhindar. Nilai-nilai didaktis yang menuntun kita agar bersikap hati-hati dan waspada, jelas terungkap dalam salah satu pada cerita Aji Kahar berikut ini Dari isi cerita rakyat Aji Kahar ini digambarkan yakni sekelompok anak-anak bermandi-mandian di sungai hanya karena tidak berhati-hati maka anak itu dimangsa buaya, dan akhirnya hilang dibawa derasnya arus sungai. Hal ini dapat terlihat pada petikan cerita Aji Kahar berikut ini : Setelah beberapa bulan Aji Kahar meninggal, ada beberapa anak sedang mandi-mandi di Sungai Barumun sambil berlompatlompatan sambil menyelam kesana kemari tapi tiba-tiba terdengar suara “tolong...tolong...tolong...” teriakan seorang anak yang tenggelam ketengah sungai, namun tiba-tiba di dalam air timbul darah yang sangat banyak dan akhirnya anak itu hilang. (AK : 11 ) Dengan adanya petikan cerita di atas, maka kita diajak untuk terus berhatihati dan waspada di segala keadaan agar terhindar dari segala kemungkinan bahaya yang ada.
4.5
Amanah Amanah adalah segalah sesuatu baik perbuatan maupun ucapan yang
dipercayai dari orang lain untuk menjaga dan menjalankan apa yang dititipkan kepada orang yang dipercaya serta akan dimintai pertanggung jawaban. Amanah menurut KBBI (2000) bahwa “amanah adalah barang sesuatu yang dipercayakan (dititipkan ) pada orang lain.
Universitas Sumatera Utara
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa amanah adalah sesuatu yang dititipkan kepada orang lain baik ucapan maupun perbuatan yang akan dimintai pertanggungjawaban. Oleh karena itu, maka amanah tak terlepas dari tanggung jawab. Tanggung jawab adalah kesadaran manusia akan tingkah laku atau perbuatan yang disengaja maupun tidak disengaja. Tanggung jawab juga berarti sesuatu sebgai perwujutan dari kesadaran akan kewajiban. Menurut KBBI (2000 : 495-496) bahwa “tanggung jawab adalah wajib menanggung segala sesuatunya, kalau ada sesuatu hal boleh dituntut, dipersalahkan atau dipertanyakan. Dari isi cerita Aji Kahar ini digambarkan bahwa seorang Aji Kahar mengamanahkan suatu permintaan kepada seorang ibu, ketika anak dari ibu itu hanyut dari sungai dan ditolong oleh Aji Kahar, maka Aji Kahar pun beramanah pada ibu-ibu tersebut ketika nantinya Aji Kahar meninggal sebelum jasadnya dikebumikan hendaknya dimandikan terlebih dahulu dengan air kelapa. Hal ini terlihat pada petikan cerita rakyat Aji Kahar berikut ini : “Kalau begitu Atok beramanah dan ini pesan Atok, kalau nanti Atok meninggal dunia, tolong mandikan Atok dengan air kelapa sebalum jasad Atok dikebumikan, itu pesan Atok ya!”. (AK : 7) Tetapi orang yang diamanahkan oleh Aji Kahar lupa bahwa sebelum Aji Kahar meninggal harus dimandikan dengan air kelapa. Ini terlihat dalam petikan berikut : Berita meninggalnya Aji Kahar tersiar ke seluruh masyarakat Kuala Pane, penduduk merasa kehilagan dengan sosok Aji Kahar yang baik hati itu, namun penduduk lupa akan pesan Aji Kahar ketika dia meniggal, sebelum jasadnya dikebumikan agar dimandikan dengan air kelapa. (AK : 9)
Universitas Sumatera Utara
Maka sejak meninggalnya Aji Kahar banyak orang-orang yang bermandian di sungai hanyut dan dimangsa oleh buaya, dan buaya yang memangsa warga adalah buaya Aji Kahar. Nilai didaktis di atas, mengajarkan bahwa setiap orang haruslah menjalankan amanah yang telah ditipkan oleh orang lain itu, sebab amanah itu akan dimintai pertanggungjawaban, kalau memang tidak sanggup untuk menjalankan amanah tersebut sebaiknya amanah itu jangan diterima karena apabila amanh itu tidak dilakukan atau dijalankan maka akan menimbulkan malapetaka.
Universitas Sumatera Utara
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1
Kesimpulan Setelah penulis mengkaji cerita rakyat Aji Kahar ini, dengan seksama,
maka penulis membuat kesimpulan sebagai berikut : 1. Dalam cerita Aji Kahar ini tema yang ingin diungkapkan kepada pembaca merupakan nilai didaktis untuk pengajaran moral. Temanya tentang kebaikan dan keikhlasan hati akan membawa dampak yang baik di dalam kehidupan, serta melaksanakan amanah sebagai tanggung jawab yang diamanahkan, sehingga tidak terjadi malapetaka. 2. Alur yang terdapat dalam cerita rakyat Aji Kahar ini adalah alur maju, sebab cerita ini diuraikan melalui pengantar awal cerita, sampai selesai dan tuntas dalam penyelesaian cerita. 3. Latar dalam cerita Aji Kahar ini terdiri dari tiga bagian yaitu : latar tempat, latar waktu dan latar sosial. 4. Tokoh dalam cerita Aji Kahar ini adalah Aji Kahar, Pawang Buaya, anak-anak warga, pemuda, anak Aji Kahar, cucu Aji Kahar dan warga penduduk. 5. Nilai-nilai didaktis yang terdapat dalam cerita rakyat Aji kahar adalah tolongmenolong, memiliki sikap kemanusiaan, kejujuran, sikap tidak hati-hati akan merugikan diri sendiri, amanah,
Universitas Sumatera Utara
5.2
Saran Di dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan sedikit saran
kepada pembaca khususnya para pecinta sastra yakni : 1. Sebagai seorang mahasiswa di Sastra Daerah ataupun pecinta sastra, sudah seharusnya lebih berkeinginan untuk menggali cerita-cerita hasil sastra daerah yang banyak mengandung nilai-nilai didaktis. Dengan melakukan penggalian kembali, maka hasil-hasil sastra daerah yang semakin menghilang dapat tercipta kelestariannya untuk diwariskan kepada generasi yang akan datang. 2. Untuk mengangkat kembali hasil-hasil sastra lama ke tengah-tengah kehidupan masyarakat pada jaman moderen ini, dapat kita lakukan misalnya dengan membuat suatu sajian drama, pembuatan film yang bersifat kedaerahan
dan
kemungkinan-kemungkinan
lainnya
yang
mampu
menumbuhkan minat dan kecintaan masyarakat terhadap karya-karya sastra lama. Dengan diangkatnya kembali hasil-hasil karya sastra lama ini, yang banyak mengandung nilai-nilai kebenaran berupa tuntunan moral, maka akan terbentuk kepribadian dan moral masyarakat yang tinggi.
Universitas Sumatera Utara