48
BAB III PEMBERITAAN REPUBLIKA DAN KOMPAS TENTANG PENGAKUAN LEMBAGA INTERNASIONAL WORLDHELP YANG MEMBAWA 300 ANAK-ANAK KORBAN BENCANA ALAM TSUNAMI DI ACEH
3.1 Sejarah Berdirinya Republika Republika adalah sebuah surat kabar yang lahir di tengah-tengah keadaan Indonesia yang terus berubah. Dalam perubahan yang melanda hampir semua aspek kehidupan, baik itu di bidang politik, ekonomi, iptek, sosial dan budaya. Karena itu Koran “Republika,” sebuah nama yang diberikan
oleh
Presiden
Soeharto,
memilih
berposisi
untuk
turut
mempersiapkan masyarakat Indonesia untuk memasuki masa pembangunan yang dinamis.1
3.1.1 Hubungan Republika dengan ICMI Republika terbit perdana pada 4 Januari 1993. Dengan ambisi komersial, perspektif politik, koneksi yang baik, harian ini muncul menghadapi tantangan yang diidentifikasikan para peserta seminar ICMI (Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia ) pada 1991. Republika dibangun ICMI melalui Yayasan Abdi Bangsa. Terbentuknya ICMI sebagai lembaga di balik Republika, dianggap memberi harapan bagi komunitas Islam untuk tidak lagi berada di pinggiran. Seperti banyak disoroti ilmuwan dan cendekiawan bahwa hubungan antara 1
Bambang Sadono SY, dkk (ed), Profil Pers Indonesia : 50 Tahun PWI Mengabdi Negeri, Citra Almamater, Semarang, 1996, hlm. 36
49
Islam dan negara sebelum masa ini bersifat kurang akur. Menurut Bahtiar Effendi hubungan yang bersifat “bermusuhan” tersebut telah membawa implikasi-implikasi yang kurang mengenakkan. Secara politis, hal itu telahantara lain-menempatkan Islam politik pada posisi pinggiran atau minoritas dalam dinamika politik nasional. Bahkan sementara kalangan Islam sendiri beranggapan bahwa mereka telah diperlakukan sebagai “kucing kurap” oleh negara. Dan yang paling menyedihkan adalah komunitas politik Islam sering menjadi sasaran empuk bagi sebuah kecurigaan, sebagai kelompok antiideologi pancasila.2 Beberapa ilustrasi yang sangat jelas memperlihatkan kekalahan Islam politik itu adalah : Pembubaran partai masyumi dan ditolaknya rehabilitasi partai itu (1960); tidak diperkenankannya tokoh-tokoh penting bekas masyumi untuk memimpin Parmusi, partai yang dibentuk untuk menggantikannya (1968); dibatasinya partai-partai politik Islam dari empat (NU, MI, PSII, dan perti) menjadi satu, PPP (1973); berkurangnya jumlah wakil-wakil Islam dalam parlemen dan kabinet; dan lewat pengasastunggalan pancasila, tidak dibolehkannya Islam sebagai asas organisasi sosial dan politik (1985).3 Dalam situasi semacam itu, mudah ditebak bahwa laverege struktural mereka sangatlah terbatas-kalau tidak sama sekali tertutup. Maka tidak heran jika aspirasi Islam sebelum tahun 1990-an kurang bergema–untuk tidak mengatakan mati- di tanah air. Sedangkan tahun 1990 dianggap sebagai saat
2
Bahtiar Effendy, kata pengantar dalam ICMI Negara dan Demokratisasi : Catatan Kritis Kaum Muda, Kelompok Studi LINGKARAN dan Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1995, hlm. x 3 Khamami Zada, Islam Radikal : Pergulatan Ormas-Ormas Islam Garis Keras di Indonesia, TERAJU, Jakarta, 2002, hlm. 30
50
yang tepat oleh para aktivis Islam untuk membentuk wadah bersama bagi cendikiawan muslim itu yang sangat mereka dambakan. Waktunya dianggap tepat karena situasi politik memang telah memberikan suasana kondusif bagi terbentuknya organisasi intelektual berdimensi dan atau berlabel Islam wadah bersama bagi cendekiawan muslim yang telah mereka dambakan selama bertahun-tahun.4 Namun tidak semua cendekiawan Islam setuju dengan pembentukan ICMI. Deliar Noer misalnya menolak bergabung dengan beberapa alasan di antaranya adalah ICMI bukan merupakan organisasi yang mewakili Islam, melainkan sekedar direkayasa bagi kembali terpilihnya Soeharto.5 Djohan Effendi secara diam-diam tetapi tegas memperingatkan bahwa ICMI mempolitikkan Islam. Menurutnya, ICMI beresiko merusak inti keberhasilan budaya Islam, dan pada akhirnya mendorong militer untuk sekali lagi memusuhi mereka yang memanfaatkan Islam untuk mencapai tujuan politik.6 Sedangkan Abdurrahman Wahid, Ketua Nahdhatul Ulama waktu itu menuduh ICMI menumbuhkan sektarianisme.7 Meskipun banyak juga tokoh yang tidak mendukung, ICMI tetap maneruskan langkahnya. Dalam perkembangan selanjutnya, Pembentukan ICMI merupakan tonggak terpenting dalam hubungan akomodatif antara Islam dan negara karena dalam organisasi ini berkumpul tokoh-tokoh Islam yang
4
A Makmur Makka dan Dhurorudin Mashad, ICMI : Dinamika Politik Islam di Indonesia, IDESINDO, Jakarta, 1996, hlm. 12 5 Robert W. Hefner, ICMI dan Perjuangan Kelas Menengah Indonesia, Tiara Wacana Yogyakarta, 1995, hlm. 47 6 ibid, hlm. 48 7 ibid
51
berada di luar birokrasi dengan yang ada di dalam birokrasi. Sehingga ada yang menyebut sebagai aliansi cendikiawan muslim dan birokrasi.8 Aspirasi Islam yang meluas ini bersinggungan pula dengan kenyataan di dunia pers. Sampai tahun 1990-an belum ada koran Islam bertaraf nasional yang cukup berpengaruh di Indonesia. Dalam setting sosiologis, fakta ini mengherankan banyak pengamat Indonesia, mengingat hampir 80% penduduk Indonesia beragama Islam.9 Sebagai upaya menjawab persoalan pers yang berorientasi Islam ini, pada tanggal 28 novermber 1991 ini ICMI mengadakan seminar tentang pers Islam. Seminar ini melahirkan harapan perlunya media Islam yang cukup kuat, baik dari pengaruh sosial politik maupun dari aspek bisnis. Dengan kata lain, bisa mengatasi ketimpangan yang dialami pers sebelumnya. Harapan ini menjadi kenyataan dengan diterbitkannya harian Republika pada tahun 1993.10 Dengan berdirinya Republika, berarti juga memperpanjang tangan ICMI dalam memperjuangkan aspirasi umat Islam. Hill seperti dikutip oleh Junarto Imam Prakoso, mengatakan bahwa perusahaan ini mewakili konsep baru yang tegas dalam proses produksi surat kabar dan pemasarannya di Indonesia. Dengan dukungan ICMI, Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP) gampang diraih di antara pelamar sulit mendapatkannya. Republika mengesankan membawa apirasi mayoritas jurnalis serta intelektual Islam yang liberal dan sekuler dalam mengangkat isu maupun peristiwa, tapi secara
8
Khamami Zada, Op. Cit, hlm. 49 Agus Sudibyo dkk, Kabar-Kabar Kebencian : Prasangka Agama di Media Massa, ISAI, Jakarta, 2001, hlm. 10 10 ibid, hlm. 11 9
52
ideologis ia menginformasikan nilai-nilai Islam sebagaimana Kompas dan Suara Pembaruan yang kristen.11
3.1.2 Konsep Baru Persuratkabaran Kehadiran Republika bukan hanya memberi saluran bagi aspirasi umat Islam yang selama beberapa waktu terhambat, namun juga menumbuhkan pluralisme informasi di masyarakat. Karena itu kalangan umat antusias memberi dukungan, antara lain dengan membeli saham sebanyak satu lembar saham per orang. PT Abdi Bangsa Tbk
sebagai penerbit Republika pun
menjadi perusahaan media pertama yang menjadi perusahaan publik. Selain dituntut piawai berhitung, pengelola koran ini merasa harus jeli, cerdik, dan kreatif bersiasat untuk tetap bertahan dan memenangkan persaingan. Sejak awal, Republika memang dekat dengan "sesuatu yang baru". Tatkala lahir, Republika menggebrak dengan tampilan "Desain Blok" yang tak lazim. Dengan tampilan itu, Republika pun mampu menyabet gelar juara pertama Lomba Perwajahan Media Cetak 1993. Tahun 1995, Republika membuka situs web di internet. Republika menjadi yang pertama mengoperasikan Sistem Cetak Jarak Jauh ( SCJJ ) pada tahun 1997. Pendekatan juga dilakukan kepada komunitas pembaca lokal. Republika menjadi salah satu koran pertama yang menerbitkan halaman khusus daerah. Selalu dekat dengan publik pembaca adalah komitmen Republika untuk maju. 11
Junarto Imam Prakoso, Sikap Netralitas Pers dalam Pemerintahan Habibie dalam Jurnal Ikatan Sarjana Komunikasi Indodesia, Rosda, Bandung, vol III, April 1999, hlm. 117
53
Mulai tahun 2004, Republika dikelola oleh PT Republika Media Mandiri ( RMM ). Sementara PT Abdi Bangsa naik menjadi perusahaan induk ( Holding Company ). Di bawah PT RMM, Republika terus melakukan inovasi penyajian untuk kepuasan pelanggan.12 Republika memang berbeda dengan koran-koran lainnya. Banyak perbedaan apabila diperhatikan, misalnya dalam pengemasan, pendalaman dan penyajian. Republika cenderung lebih menyajikan suatu berita secara atraktif, jelas dan tuntas sehingga tidak perlu terlalu banyak energi untuk memahaminya. Corak jurnalismenya dilandasi keinginan untuk menyajikan informasi yang selengkap-lengkapnya bagi para pembaca. Bahasa dan gaya penuturannya diupayakan populer, renyah dan tidak kaku tanpa mengabaikan kaidah bahasa. Visualisasi dan desain yang menarik dalam bentuk penonjolan unsur grafis yang informatif (berupa gambar, foto dan tabel) serta eksplorasi warna, juga merupakan kekuatan surat kabar ini.13 Dewan penasihat Republika melibatkan tokoh organisasi lembaga studi pembanguna Adi Sasono, Intelektual Nurcholish Madjid, para akdemisi yang terhormat, seperti pakar ilmu politik Universitas Gadjah mada, M. Amien rais dan lain-lain. Budaya Republika, yang mendukung sikap terbuka dan apresiatif terhadap bentuk-bentuk kebudayaan dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, tak hanya menghadirkan hiburan, ulasan, dan menampilkan
12 13
Situs Resmi Republika, h ttp/www. republika. co. id Bambang Sadono dkk, Op. Cit, hlm. 37
54
berita yang spektakuler. Republika juga mendorong sikap beragama yang terbuka sekaligus kritis terhadap realitas sosial ekonomi kontemporer.14 Visi Republika adalah menjadikan harian umum Republika sebagai koran umat yang terpercaya dan mengedepankan nilai-nilai universal yang sejuk, toleran, damai, cerdas, dan profesional, namun mempunyai prinsip dalam keterlibatannya menjaga persatuan bangsa dan kepentingan umat Islam yang berdasarkan pemahaman rahmatan lil alamin. Menjadikan "All You Can Read" bukan sekedar slogan menjadi tantangan bagi Republika untuk terus menjadi yang terdepan dalam persaingan memuaskan pembaca. Maka hadirlah tabloid Dialog Jumat dan Rekor sebagai bonus untuk pembaca Republika. Dengan format tabloid 8 halaman, kedua tabloid itu mengupas tuntas isu-isu seputar keislaman dan olah raga.15 Pada bulan agustus 1993 penjualan Republika menyentuh angka 125.000. Parni Hadi, Pemimpin Redaksi pertama harian ini mengklaim bahwa sudah 1,3 juta lembar saham terjual atau hanya sedikit di bawah setengah dari 2,9 juta lembar yang direncanakan. Tak dapat dibantah, kehadiran Republika menunjukkan
penghargaan
besar
publik
pembaca
koran,
juga
mengindikasikan bahwa ada pangsa yang dapat diperhitungkan untuk kualitas koran yang diproduksi secara profesional, berwawasan liberal, tapi diinformasikan oleh nilai-nilai Islam progresif.16
14
Bambang Sadono dkk, Op. Cit, hlm. 37 http/www.republika. co. id 16 Junarto Imam Prakoso, Op. Cit, hlm. 118 15
55
Struktur Organisasi Republika
PENGELOLA PT Republika Media Mandiri KOMISARIS Komisaris Utama : Erick Thohir, Komisaris : Muhammad Lutfi, Saiful Haq Manan DIREKSI Direktur Utama/Direktur Operasional: G.Radityo Gambiro, Direktur Pemasaran:Adrian Djamaloeddin, Direktur Keuangan: Soesantyo, Kadiv Iklan dan Promosi:Joko Susanto, Kadiv Sirkulasi : Dedik Supardiono, Kadiv Produksi : Nurrokhim, Kadiv Riset dan Pengembangan : Arif Supriyono, Kadiv Sistem Informasi Manajemen : Anif Punto Utomo, Kadiv SDM : Y.Sofyan, Kadiv Keuangan : Hery Setiawan. REDAKSI Pemimpin Redaksi: Asro Kamal Rokan, Wakil Pemimpin Redaksi:Ikhwanul Kiram Mashuri. Redaktur Pelaksana : Nasihin Masha, Wakil Redaktur Pelaksana: Arys Hilman, Nurul S Hamami. Asisten Redaktur Pelaksana:Priyantono Oemar, Agung Pragitya Vazza, Nina Chairani Ibrahim. Staf Redaksi: Ahmadun Y Herfandra, Alwi Shahab, Ali Said, Ismantoro, Rudy Harahap, Budi Utomo, Bakhtiar Pada, C Purwatinigsih, Irfan Junaidi, Irianto Pandu Wibowo, Irwan Kelana, Neni Ridarineni, Purwadi Tjitrawijata, Damanhuri Zuhri, Khoirul Azwar Siregar, Taufiqurrahman Bachdari, Wachidah Handasah, Firkah Fansuri, Burhanuddin Bella, Muhammad Subarkah, Siwi Tri Puji Budiwiyati, Teguh Setiawan, Dharmawan, Teguh Indra, Nonang MR, Mohamad Amin Madani, Indah Wulaningsih, M Irwan Ariefyanto, Maghfiroh Yenny, Natalia Endah Hapsari, R Hiru Muhammad, Rachmat Santosa Basarah, Rakhmat Hadi Sucipto, Ratu Ratna Damayani, Siti Darojah Sri Wahyuni, Subroto, Susie Evidia Yuvidianti, Yeyen Rostiyani, Agus Husni, Bidramnanta, Maman Sudiaman, Dewi Mardiani, Elba Damhuri, Lili Hermawan, Johar Arief, Yusuf Assidiq,, Budi Rahardjo, Didi Purwadi, Endro Yuwanto, Ferry Kisihandi, Husni Arifin, Mohammad Akbar, Nur Hasan Murtiaji, Reiny Dwinanda, Mohammad Syakir, Rusdy Nurdiansyah, Iman F Yuniarto, Harun Husein, Samsul Muarif. Perwakilan Daerah:DIY Jawa Tengah : Akhmad Khurun(Kepala), Yoebal Ganesha Rasyid(Kepala Redaksi), Heri Purwata, Eko Widiyatno, Indra Wisnu Wardhana, M As'adi, Edi Setyoko. Jawa Timur : M Anis Fathoni(Kepala),Sunarwoto(Kepala Redaksi,Wardianto, M Gufron. Jawa Barat:Yusuf Supriyatna ( Kepala ), Arba'iyah Satriani(Kepala Redaksi), Djoko Suceno, Agus Yulianto,Nian
56
Poloan(Medan),Maspriel Aries(Palembang),Khairul Jasmi(Padang),Ahmad Baraas(Bali),Andi Nur Aminah(Makassar). Sekretaris Redaksi : Fachrul Ratzi.17
3.2 Sejarah berdirinya Kompas Kompas berdiri pada saat kondisi politik Indonesia tidak menentu. Beberapa kali, pemerintah telah melakukan pergantian sistem pemerintahan. Ciri sistem politik pada masa ini adalah dominasi peranan presiden, terbatasnya peranan partai politik, berkembangnya pengaruh komunis dan meluasnya peranan ABRI sebagai unsur sosial politik. Dalam praktik pemerintahan, pada periode ini telah banyak melakukan distorsi terhadap praktik demokrasi. Dekrit presiden 5 juli 1959 dipandang sebagai salah satu jalan keluar dari kemacetan politik yang terjadi dalam sidang konstituante.18 Pemerintah pada masa ini, yaitu demokrasi terpimpin umumnya dikatakan orang sebagai periode terburuk bagi sejarah perkembangan pers di Indonesia. Penguasa memandang pers semata-mata dari sudut kemampuannya dalam memobilisasi massa dan opini publik. Pers seakan-akan dilihat seperti senapan yang siap menembakkan peluru (informasi) ke arah massa atau khalayak yang tidak berdaya. Pers dianggap sebagai alat “revolusi” yang besar pengaruhnya
untuk
menggerakkan
atau
meradikalisasi
massa
untuk
menyelesaikan sebuah revolusi.19
17
http/www.republika.co.id PUSLIT IAIN Syarif Hidayatullah, Pendidikan Kewarganegaraan : Demokrasi, HAM dan Masyarkat Madani, IAIN Jakarta press, Jakarta, 2000, hlm. 179 19 Akhmad Zaini Abar, Kisah Pers Indonesia 1966-1974, LkiS, Yogyakarta, 1995, hlm. 60 18
57
Antara tahun 1960-1965, peredaran penerbitan pers di Indonesia tidak menunjukkan perkembangan yang stabil sebagai pencerminan keadaan umum. Jumlah surat kabar dan oplah pada tahun 1960 hampir tidak berbeda dengan tahun sebelumnya. Pada tahun 1959, oplah 94 surat kabar harian mencapai 1.036.500 lembar sedang oplah 273 jenis lainnya berjumlah sedikit di atas tiga juta lembar. Pada tahun 1960, jumlah surat kabar harian mencapai 97 dengan oplah sebanyak 1.090.500.20
3.2.1 Hubungan dengan Partai Katolik Kompas berdiri 28 Juni 1965. Ia diprakarsai oleh PK Ojong dan Jakob Oetama. Selain itu peran August Parengkuan dan Indra Gunawan juga tidak kalah besarnya dalam membangun Kompas. Kemudian dari waktu ke waktu, harian ini mampu hadir dengan sajian yang memikat pembacanya. Keberhasilan ini tidak lepas dari kepiawaian PK Ojong dan Jakob Oetama dalam memimpin, hingga menjadikan Kompas sebagai koran terbesar, baik segi oplah maupun pemasukan iklan.21 Kelahirannya tidak bisa dilepaskan dari Partai Katolik. Menurut sebuah versi, pendirian Kompas sepenuhnya merupakan ide dan inisiatif Partai Katolik yang akhirnya diterima dengan berat hati oleh para jurnalis profesional mengingat situasi saat itu. Buktinya, pengaruh partai semakin jelas jika ditilik dari yayasan Bentara Rakyat, yayasan yang menerbitkan Kompas.
20
Tribuana Said, Sejarah Pers Nasional dan Pembangunan Pers Pancasila, Haji Masagung Jakarta, 1988, hlm. 130 21 Bambang Sadono dkk, Profil Pers Indonesia, Citra Almamater, Semarang, 1996, hlm. 31
58
Anggota yayasan ini adalah gabungan dari berbagai organisasi Katolik seperti pimpinan Partai Katolik, PMKRI, Organisasi Pemuda Katolik, Persatuan Guru Kataolik, Universitas Katolik, Wartawan Katolik. Warna Katolik juga muncul dalam filosofi dasar yayasan.22 Ciri kepartaian muncul secara dominan pada Kompas sebagaimana juga surat kabar partai pada masa itu. Kompas, dengan demikian, menjadi juru bicara partai, meskipun dalam cara yang cukup halus. Pembaca dapat menjumpai pengumuman-pengumuman Partai Katolik, Organisasi-organisasi Katolik, juga Universitas Katolik.23 Kedekatan kompas dengan Partai Katolik berlanjut pada tahun 1971. Saat itu hubungan antara surat kabar dan parta politik meningkat, sementara pemerintah memperkecil loyalitas primordial.24 Seperti diungkapkan oleh Frans Seda, seorang tokoh partai katolik : “Hubungan akrab antara Kompas dan partai berlangsung terus hingga 1971 pada saat terjadi restrukturisasi perpolitikan partai. Setelah itu masingmasing berjalan sendiri (Kompas dan Partai Politik), meskipun sejumlah prinsip-prinsip dasar partai masih tetap dijaga oleh kompas. Ketika saya dan kasimo masih aktif dalam partai, interaksi keduanya masih intensif. Tahun 1968, saya berhenti dari kepemimpinan partai dan kemudian hubungan itu semakin longgar. Hubungan antara keduanya kemudian lebih didasarkan pada kapasitas pribadi. Semenjak itu kompas menjadi profesional dengan sedikit atau pengaruh dari partai.”25
Dua tahun kemudian, pemerintah mengikis partai-partai politik dengan memaksa mereka (kecuali golongan karya) melebur menjadi 2, yaitu Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Demokrasi Pancasila (PDI). 22
Agus Sudibyo dkk, Op. Cit , hlm. 7 Ibid, hlm. 8 24 Junarto Imam Prakoso, Op. Cit, hlm. 117 25 Agus Sudibyo dkk, Op. Cit, hlm. 8 23
59
Semenjak itulah hubungan antara kompas dan Partai Katolik makin longgar sampai akhirnya kini kompas menjadi institusi bisnis yang profesional dan profit-oriented. Meski demikian, toh sampai kini masih ada pihak yang mempercayai bahwa kecenderungan pemberitaan kompas dipengaruhi, bahkan merupakan representasi dari suara Katolik.26 Kompas adalah harian pagi yang prestisius dan terbesar dalam angka penjualan harian (mencapai 520.000 pada tahun 1991 dengan 50.000 lebih banyak pada setiap minggu).27 Kesuksesan Kompas Gramedia, menurut Frans Seda, adalah : pertama, pada kemampuan untuk mengemas berita dan penerbitan sesuai selera pasar dengan profesionalisme dan mutu kerja yang terus menerus dipertahankan dan ditingkatkan. Kedua, karena kompas mendasarkan pada prinsip dan cita-cita yang benar, sehat dan dihayati. Prinsip-pinsip profesionalisme, mendahulukan mutu, penuh tanggung jawab sebagai alat pemberitaan, kontrol sosial, dan pembentuk opini, bermoral dalam pelayanan pada pelanggan, beretika dalam menyelenggarakan usaha dan menjaga independensi.28
3.2.2 Koran Terbesar Menurut David T Hill seperti dikutip oleh Junarto, Kompas adalah koran berkualitas dengan tiras terbesar di Asia Tenggara. Kompas memulai dengan 5000 eksemplar. Sebelum “peristiwa 15 januari 1974” tiras tertinggi
26
Ibid Junarto Imam Prakoso, Op. Cit. hlm. 28 Frans Seda dalam Humanisme dan Kebebasan Pers, Penerbit Buku Kompas, Jakarta, 2001, hlm. 59 27
60
harian kompas 177.000 eksemplar. Dalam bulan Mei jumlah tiras tinggal 169 eksemplar. Jadi turun delapan ribu eksemplar dalam lima bulan.29 Penjualan meningkat secara konsisten karena kompas berhasil meraih reputasi yang baik dari laporan mendalamnya. Dengan visi kehati-hatian dan sikap moderat terhadap isu politik, Kompas berhasil menghindari pembredelan massal pada pertengahan dekade 1970-an. Namun pada Januari 1978, bersama 7 surat kabar lainnya, kompas sempat dibredel. Hanya lewat telepon, Kepala Dinas Penerangan Laksusda Raya pada 20 Januari malam bahwa hari berikutnya, tanggal 21 Januari surat kabar yang bersangkutan dilarang terbit. Keputusan tertulis katanya, akan dikeluarkan departemen penerangan, sampai surat kabar diizinkan terbit kembali dua minggu kemudian.
30
Ketika baru saja terbit tanggal 6 februari
1978, Kompas mencapai tiras 293.000 eksemplar, sedangkan tiras tertinggi sebelum dibredel 276.000 eksemplar. Setelah mencapai tiras “puncak” begitu terbit kembali setelah dilarang terbit itu, hari-hari berikutnya tiras terus melorot.31 Disominasi segmen pasar yang kelas menengah dan atas Kompas membangun basis dukungan pelanggan yang loyal. Meskipun mungkin mereka tahu bahwa mereka membaca koran yang secara rasis adalah rival, mereka enggan mengganti kebiasaan mereka membaca kompas setiap hari.
29
Abdurrahman Surjomihardjo dkk, Beberapa Segi Perkembangan Pers di Indonedia, Penerbit Buku Kompas, Jakarta, 2001, hlm. 203 30 ibid, hlm. 201 31 ibid
61
Pada tahun 1993, PT CISI Raya utama pernah mengkalkulasi pendapatan PT Kompas Media Nusantara, penerbit harian kompas, sudah mencapai angka Rp. 30 miliar-Rp. 30 miliar. Sementara asetnya diperkirakan Rp. 150 miliar-Rp. 160 miliar. Tahun 1994, lembaga riset ini memperkirakan kenaikan pendapatan kompas 10%-11%.32 Pada tahun 1990-an Kompas menjadi induk bagi 38 anak perusahaan yang dikenal dengan kelompok Kompas-Gramedia, yang bergerak di percetakan, penerbitan, dan stasiun radio. Ekspansi Kompas mendominasi penerbitan dan termasuk jajaran 40 teratas konglomerasi negara.33 Khusus bisnis medianya, kelompok Kompas komplit merambah peluang. Untuk kalangan menengah ke atas, di samping memberikan santapan pagi berupa harian Kompas sendiri, juga The Jakarta Post. Untuk hiburan, tersedia tabloid Nova, Citra dan majalah Hai (khusus untuk pembaca dari kalangan remaja) serta Jakarta-Jakarta. Kemudian, untuk hiburan yang lebih berbobot, disediakan majalah bulanan Tiara dan Intisari. Di samping itu, kelompok Kompas juga menerbitkan surat kabar yang segmen pasarnya lebih spesifik, seperti Tabloid Otomotif, Bola, Hoplaa, Pramuka dan Majalah info komputer, Angkasa, Bobo, Kawanku.34
Struktur Organisasi Kompas Penerbit: 32
Bambang Sadono, Op. Cit, hlm. 31 Junarto Imam Prakoso, Op. cit, hlm. 34 Bambang Sadono, Op. Cit, hlm. 31 33
62
PT Kompas Media Nusantara
Pendiri: P.K. Ojong (1920-1980) Jakob Oetama Pemimpin Umum: Jakob Oetama, Wakil Pemimpin Umum: ST. Sularto, Agung Adiprasetyo, Pemimpin Redaksi/Penanggung Jawab: Suryopratomo, Wakil Pemimpin Redaksi: Bambang Sukartiono, Rikard Bagun, Redaktur Senior: August Parengkuan, Ninok Leksono, Redaktur Pelaksana: Trias Kuncahyono , Wakil Redaktur Pelaksana: Taufik H. Miharja, Sekretaris Redaksi dan Wakil: Retno Bintarti, Wakil Sekretaris Redaksi: Mamak Sutamat, Oemar Samsuri STAF REDAKSI: Jakarta : G.M. Sudarta, Indrawan SM, Bambang SP, Kartono Ryadi, J.B. Kristanto, Julius Pourwanto, Tony D. Widiastono, Jimmy S. Harianto. Bre Redana, James Luhulima Budiarto Shambazy, Myrna Ratna M, Sri Hartati, Rusdi Amral, Irving R.Noor, Ninuk Pambudy, Agnes Aristiarini, Fandri Yuniarti, Simon Saragih, Dedi Muhtadi, Budiman Tanuredjo, Abun Sanda, Rusdi Amral, Kenedi Nurhan, Markus Duan Allo, Reinhart Simanjuntak, Moch. S. Hendrowijono, M.Sjafe'i Hassanbasari, Efix Mulyadi, Ansel da Lopez, Rudy Badil, Gunawan Setiadi, Bob Hutabarat, Muh. Sudarto Js., Djoko, Pournomo, Diah Marsidi, Irwan Julianto, Chris Pudjiastuti, Yesayas Oktovianus, Maria Hartiningsih, Hasanuddin, Pieter P. Gero, Nugroho F. Yudho, Julian Sihombing, Lim Bun Chai, Yuni Ikawati, Rene L. Pattiradjawane, Marcus Suprihadi A.W. Subarkah, Ibrahimsyah Rahman, Atika Walujani M, Arbain A.W. Rambey, Cordula M. Kuntari, Banu Astono, Anton Sanjoyo, Salomo Simanungkalit, C. Windoro A.T., Bambang Wisudo P, Rakaryan Sukarjaputra, Dirman Thoha, Agus Hermawan, Nugroho F. Yudho, Andi Suruji, M. Nasir, Irwan Gunawan, J. Osdar , Maruli Tobing, Muzni Muis, Mulyawan Karim, Ardus M. Sagewa, Soelastri, Johnny TG, Ratih P. Sudarsono, Elly Roosita, Suhartono, Clara Westi, Agnes Swetta Pandia Korano Nicolash LMS, Putu Fajar Arcana, Ferry Irwanto, Ferry Santoso, Subur Tjahjono, Elok Dyah Messwati, Yunas Santhani Azis, Joice Tauris Santi, Ida Setyorini, Buyung Wijaya Kusuma, Nasrullah Nara, A. Maryoto, Pingkan Elita Dundu, Sonya Helen Sinombor, Jannes Eudes Wawa, Nasru Alam Azis Imam Prihadiyoko, Syahnan Rangkuti, Hanni Sulistyaningtias, Adi Prinantyo Edna Caroline, Ardhian Novianto, Danu Kusworo, Osa Triyatna, Agus Susanto Sutta Dharmasaputra, Lusiana Indriasari
63
LITBANG: Kepala: Daniel Dhakidae Wakil: Bestian Nainggolan Manajer Diklat: H. Witdarmono Alamat Redaksi: Jalan Palmerah Selatan 26-28, Jakarta 10270, INDONESIA Telepon: 534-7710, 534-7720, 534-7730, 530-2200 Fax: (62)(21) 548-6085 E-mail:
[email protected] Teleks: 65582 KOMPAS IA Alamat Surat (seluruh bagian): P.O. Box 4612 Jakarta 12046 Alamat Kawat: Kompas Jakarta Percetakan: PT Gramedia35
3.3 Gambaran
Umum
Pemberitaan
Republika
dan
Kompas
tentang
Pengakuan Worldhelp yang Membawa 300 Anak-anak Korban Bencana Alam Tsunami di Aceh
Bencana tsunami yang terjadi pada akhir tahun 2004 lalu memang sangat dahsyat. Ombak yang datang dengan tiba-tiba setinggi pohon kelapa telah meluluhlantakkan segala yang menghalanginya. Pepohonan, rumah, pertokoan, masjid dan bangunan-bangunan lain rata dengan tanah. Ombak juga menyapu anak-anak dan orang dewasa tanpa kenal suku, agama, rasa dan antar golongan. Sehingga ratusan ribu nyawa melayang. Keadaan di sebagian kota rencong ini, hingga beberapa minggu masih sangat mengenaskan. Yang bisa dilihat hanya tumpukan puing-puing yang mengotori hampir setengah kota, mayat-mayat yang bergelimpangan di manamana, serta lumpur hitam yang membuat orang takut untuk menginjaknya.36
35 36
www.kompas.com Kompas, 15 Januari 2005
64
Posko Departemen Sosial, sampai rabu, 12 Januari 2005 menyebutkan bahwa jumlah korban yang tewas adalah 110.299 orang dan hilang 12.047 orang.37 Sehingga tidak mengherankan jika menteri luar negeri AS, Collin Powell ketika berkunjung di Indonesia pada 5 Januari 2005 mengatakan bahwa sepanjang karier militernya di beberapa medan perang dan melihat korban-korban badai di AS, belum pernah ia melihat kerusakan sedemikian hebat yang diakibatkan oleh badai tsunami di Nangroe Aceh Darussalam.38 Sedangkan Sekjen PBB Koffi Annan tidak bisa menutupi rasa kagetnya ketika, 7 Januari 2005, melihat langsung dahsyatnya kerusakan yang diakibatkan bencana tsunami saat meninjau Banda Aceh dan Meulaboh.39 Karena dahsyatnya bencana itu, perhatian masyarakat baik domistik, regional dan Internasional sangat besar. Kepedulian masyarakat Indonesia terhadap penderitaan yang dihadapi masyarakat Aceh luar biasa. Bukan hanya dalam bentuk materi yang mereka berikan, tapi juga dalam bentuk tenaga.40 Selain itu posko-posko penerima bantuan berdiri di mana-mana untuk menampung bantuan dari masyarakat. Banyak juga masyarakat dari berbagai kalangan dan golongan yang turun ke jalan mencari sumbangan dari para orang kaya yang lewat. Perhatian dan solidaritas yang diperhatikan masyarakat dunia juga tidak kalah besar. Jumlah bantuan terus mengalir dari waktu ke waktu. Bantuan makanan, obat-obatan, pakaian dan uang datang dari mana-mana.
37
ibid Kompas, 6 Januari 2005 39 Kompas, 8 Januari 2005 40 Kompas, 4 Januari 2005 38
65
Saking banyaknya bantuan yang datang, seminggu setelah bencana terjadi, TNI Angkatan Laut mengusulkan bahwa aliran sumbangan berbentuk barang yang terus mengalir dihentikan sambil dihimbau agar sumbangan yang diberikan sebaiknya dalam bentuk uang.41 Tim bantuan dan pertolongan datang dari mancanegara seperti Malaysia, Singapura, Australia, China, Jepang, Amerika Serikat, Kanada, Rusia, Meksiko, Uni Eropa, dan masih banyak lagi. Organisasi seperti palang merah Internasional dan bulan sabit merah aktif menyelamatkan korban. Beberapa tim relawan datang memberikan pertolongan.42 Dalam aspek lebih strategis, sejumlah pemimpin dunia menyatakan kesediaan untuk menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi di Jakarta 6 Januari 2005, khusus membahas masalah tsunami. Di tengah kesibukan aparat dan relawan mengevakuasi dan memakamkan korban, salah satu prioritas masalah yang menjadi perhatian adalah menyelamatkan nasib dan memberi penanganan spesifik kepada anakanak yang masih hidup. Meski tidak ada data pasti, ditengarai cukup banyak anak-anak yang selamat dari amukan gelombang dahsyat tsunami.43 Menurut ketua Tim Penyelamat Anak Yatim Piatu Aceh dan Sumut DPP Partai Amanat Nasional, Patrialis Abar, jumlahnya tidak kurang dari 50.000 orang.44 Sedangkan Ketua Komisi Nasional Perlindungan anak Dr. Seto Mulyadi juga berpendapat tidak jauh berbeda. “data yang saya peroleh hingga saat(6 janauri
41
Kompas, 4 Januari 2005 Ibid 43 Bagong Suyanto, Nasib Anak-Anak Korban Bencana, Kompas, 4 Januari 2005 44 Republika, 18 Januari 2005 42
66
2005-ed) ini menunjukkan ada sekita 50.000 anak-anak Aceh, baik bayi berumur beberapa bulan, balita, maupun awal belasan tahun yang membutuhkan perlindungan,” kata kak seto, nama akrabnya.45 Badan Perserikatan Bangsa-bangsa untuk anak-anak (UNICEF) bersama Departemen Sosial, dan lembaga lainnya, telah mendaftar anak-anak di 17 lokasi pengungsian, yang terpisah dari keluarganya di banda Aceh dan Pidie. Berbagai informasi mengenai anak-anak dikumpulkan dan disimpan untuk dicocokkan apabila ada orang yang datang ke Save the Children. Dari 7.489 pengungsi yang didata di 17 lokasi, 1.427 di antaranya anak-anak yang sebagian sudah tidak memiliki keluarga sama sekali.46 Berbeda dengan orang dewasa yang memiliki daya tahan lebih dan mandiri, anak-anak apalagi yang masih balita, tentu secara psiko-medis jauh lebih rentan. Selain itu, umumnya anak-anak juga memiliki ketergantungan yang tinggi tanpa ada uluran tangan secara khusus dari orang-orang dewasa di sekitarnya. Akibat kekurangan obat-obatan dan minimnya tenaga medis, diperkirakan puluhan anak di Nangroe Aceh Darussalam dan sumatera utara tak dapat terselamatkan nyawanya karena luka atau sakit yang tak tertangani. Yang tak kalah mencemaskan, akibat kondisi lingkungan yang amat buruk, kelaparan, ancaman wabah penyakit karena keterlambatan memakamkan mayat-mayat korban, bukan tidak mungkin korban tewas di kalangan anakanak akan terus bertambah.47
45
Kompas, 6 januari 2005 Kompas, 26 Januari 2005 47 Bagong Suyanto, Nasib Anak-Anak Korban Bencana, Kompas, 4 Januari 2005 46
67
Nasib anak-anak korban tsunami menjadi perhatian dunia di tengah meningkatnya kekhawatiran mengenai perdagangan anak. Untuk itu tidak salah jika pemerintah Indonesia melarang anak-anak aceh ke luar dari aceh. Masyarakat hanya diperbolehkan menjadi orang tua asuh dan anak-anak itu akan tetap menjadi tanggungan negara di rumah yatim piatu yang dikelola oleh pemerintah, yayasan Islam, dan pesantren. Wakil Presiden Yusuf Kalla, mengatakan
sebelum
dibentuk
panti
asuhan,
pemerintah
membuat
penampungan sementara dan mendata anak-anak Aceh. “selama pendataan belum selesai, anak-anak Aceh tidak boleh dibawa ke luar Aceh,” ucap Kalla.48 Karena tindakannya itu, direktur UNICEF, kamis, 6 januari 2005 memuji pemerintah Indonesia. “ini adalah suatu contoh sebuah pemerintah mengambil tindakan untuk melawan sebuah unsur kriminal,” kata direktur sksekutif UNICEF, Carol Bellamy pada wartawan di Jakarta.49 Di tengah kekahawatiran mengenai penyelamatan anak-anak korban bencana tsunami, muncul berita yang mengagetkan masyarakat. Berita itu berjudul “Misionaris AS bawa 300 anak Aceh.” Di tanah air, Berita tersebut pertama kali ditulis oleh Republika pada jum’at 14 januari 2005. Republika yang melansir berita itu dari The Washington Post menyebutkan bahwa sekelompok Misionaris yang berbasis di virginia, Amerika Serikat (AS), mengaku telah membawa 300 anak yatim piatu aceh. Worldhelp, kelompok Misionaris itu diberitakan menjemput langsung anak-anak aceh itu dari Banda 48 49
Republika, 4 Januari 2005 Kompas, 7 Januari 2005
68
Aceh terus dibawa ke Jakarta, dan ditempatkan di keluarga-keluarga Kristen. Worldhelp menyatakan bencana besar di acehlah yang membawa mereka membawa anak-anak itu. Mereka menyebut anak-anak yang dibawanya kehilangan orang tua dan keluarganya berusia 12 tahun ke bawah.50 Worldhelp termasuk organisasi amal dan keagamaan yang terjun ke serambi mekah begitu tsunami menerjang pada 26 desember lalu. Berbeda dengan organisasi sosial-kemanusiaan lainnya yang membantu, Worldhelp seperti
diberitakan
The
Washington
Post,
membawa
misi
untuk
mengkristenkan anak-anak yang mereka bawa.51 Kiprah Worldhelp di dunia Interbasional sudah tidak asing lagi. Di antaranya, seperti disebutkan dalam situs resminya adalah melatih 7000 pastor di Eropa, Asia Tenggara, India dan China, telah membangun 8.600 gereja di negara-negara itu dan 1.198 di daerah-daerah terpencil, menyebarkan sedikitnya 8 juta injil ke sekolah-sekolah, rumah sakit, gereja-gereja, yayasan yatim piatu, panti asuhan dan markas militer. Selain itu telah mengkristenkan sedikitnya 35 ribu orang, mengumpulkan dana hingga 40 juta dollar AS (Rp. 420.000) untuk kegiatan missionaris dan menyebarkan agama di 50 negara di dunia.52 Berita tentang pengakuan Worldhelp membawa 300 anak aceh dari Banda Aceh ke Jakarta juga menjadi konsumsi media-media barat (AS, Inggris dan australia). Selain koran ternama AS, The Washington Post, yang membeberkan kasus tersebut, sedikitnya 30 media cetak dan elektronik barat 50
Republika, 14 januari 2005 ibid 52 Republika, 14 januari 2005 dari situs resmi www.worldhelp.net.com 51
69
lainnya juga ikut memuatnya pada tanggal yang sama (13 januari 2005). Di antaranya adalah San Fransisco Chronicle, Telegraph, Miami Herald dan Sidney Morning Herald.53 Kasus ini sejak awal memang telah mendapatkan perhatian serius dari Republika. Dalam beberapa beritanya, republika menyebut kata “pemurtadan” sebagai kekhawatirannnya terhadap kasus ini. Hal ini dilakukan karena banyaknya relawan asing yang masuk ke aceh tanpa data yang jelas. Hingga rabu, 12 januari 2005, relawan yang datang ke yang terkena gempa bumi di nagroe aceh darussalam dan sumatera utara tidak jelas berapa jumlahnya. Posko relawan kemanusiaan departemen kemanusiaan departemen pertahanan menunjukkan relawan yang diberangkatkan ke NAD berjumlah 1.055 orang, sedangkan yang ke sumut tidak tercatat.54 Sedangkan di banda aceh sendiri telah tercatat 5.602 relawan dari berbagai daerah di indonesiadan ribuan relalawan lain dari 56 oranisasi di dunia.55 Selain itu, hal ini dinyatakan langsung dalam tajuknya pada sabtu, 15 januari 2005 yang berjudul, “
Rencana Aksi Bagi Anak-anak Korban
Tsunami.” Menurut Republika, sejak awal memang sudah mengingatkan kemungkinan-kemungkinan terjadinya pemurtadan anak-anak yatim piatu di aceh. Untuk itu, masyarakat dituntut agar jangan menganggap bahwa kecurigaan Republika terhadap kasus tersebut berlebihan dengan mengingat
53
Republika, 15 januari 2005 Kompas, 13 januari 2005 55 ibid 54
70
kembali agar seluruh komponen masyarakat memperhatikan sepak terjang relawan-relawan asing, baik sipil maupun militer.56 Setelah pemberitaan dari The Washington Post, Republika menurunkan tulisan ini berlanjut satu minggu penuh, mulai 14 januari 2005-22 januari 2005 dalam bentuk straight news, kecuali 16 januari, karena hari ini adalah hari minggu. Menurut data yang berhasil penulis kumpulkan, Republika menurunkan tujuh berita berbentuk straight news. Tiga berita tersebut diletakkan di halaman depan sebagai headline. Sedangkan empat berita yang lain terletak di halaman dalam. Sedangkan Kompas kurang memberikan perhatian yang serius terhadap kasus ini. Kompas hanya menurunkan satu berita, yaitu pada selasa, 18 januari 2005. Berita tersebut mengutip tokoh keagamaan, baik muslim maupun non-muslim yang meminta pemerintah harus melakukan investigasi terhadap isu yang berkembang tentang anak-anak Aceh yang dibawa ke luar aceh. Hal ini dilakukan untuk mencegah munculnya prasangka antarkelompok atau antar-agama yang dapat menjurus pada konflik horizontal. Dalam penelitian ini, penulis akan mengulas satu per satu pemberitaan tersebut menggunakan analisis framing. Untuk mebandingan berita-berita ini sebenanya tidak layak karena jumlah berita antara Republika dan Kompas tidak seimbang. Untuk itu penulis hanya akan membandingkan frame antara republika dan kompas pada hari yang sama yaitu pada tanggal 18 Agustus 2005. Perbadingan ini penulis lakukan untuk mengetahui bagaimana fakta
56
Republika, 15 januari 005
71
yang sama dimaknai secara berbeda oleh media karena memiliki frame yang berbeda. Lampiran 1 Tabel pemberitaan tentang aktivitas Worldhelp di Republika dan Kompas
Surat Kabar
Tanggal
Judul Berita
Republika
14 januari 2005
Misionaris AS Bawa 300 Anak Aceh
15 januari 2005
Brewer : Pengakuan itu Kami Hapus
17 januari 2005
Usut Tuntas Worldhelp
18 januari 2005
Lintas agama : Usut Worldhelp
19 januari 2005
Soal
Worldhelp,
Tokoh
Aceh
Minta
Pemerintah Serius 20 januari 2005
Presiden : Kapolri Harus Selidiki Worldhelp
22 januari 2005
Din
:
Pemerintah
Harus
Klarifikasi
Worldhelp Kompas
18 januari 2005
Pemerintah Harus Investigasi Kasus Anak Aceh