45
BAB III PRAKTEK SEWA MENYEWA DAN PEMANFAATAN TANAH EKS BENGKOK DI KELURAHAN ROWOSARI KECAMATAN TEMBALANG KOTA SEMARANG
A. Gambaran Umum wilayah Kelurahan Rowosari 1. Kondisi Geografi Sebagai lembaga pemerintahan yang terkecil dalam struktur pemerintahan, pemerintah desa maupun kelurahan mempunyai fungsi yang strategis yakni sebagai ujung tombak dalam pembangunan nasional dalam sektor pertanian. Hal ini dapat dilihat dari mayoritas penduduk Indonesia tinggal di pedesaan, dan sebagian besar dari mereka hidup sebagai petani. Oleh karena itu pemerintah desa atau kelurahan diharapkan dapat lebih memberdayakan segala potensi yang ada di wilayah masing-masing. Secara geografis Kelurahan Rowosari terletak dalam ketinggian + 47 meter diatas permukaan laut, yang berarti bahwa wilayah kelurahan ini secara topografi termasuk dalam dataran rendah, sehingga curah hujan yang dialami wilayah ini sekitar 2.655 mm/tahun. Kelurahan Rowosari adalah suatu wilayah kelurahan yang terletak di pinggiran Kota Semarang, di wilayah Kecamatan Tembalang. Secara administratif batas wilayah Kelurahan Rowosari adalah sebagai berikut : 1) Sebelah Utara berbatasan dengan desa Kebonbatur Kabupaten Demak 2) Sebelah Selatan berbatasan dengan desa Kalikayen Kecamatan
46
Ungaran 3) Sebelah Timur berbatasan dengan desa Banyumeneng Kabupaten Demak 4) Sebelah Barat berbatasan dengan desa Meteseh Kecamatan Tembalang Orbitrasi Kelurahan Rowosari adalah sebagai berikut : 1) Jarak dari pusat Pemerintahan Kecamatan : + 3 Km 2) Jarak dari pusat Pemerintahan Kota : + 17 Km 3) Jarak dari Ibukota Propinsi : + 15 Km 4) Jarak dari Ibukota Negara : + 563 Km Adapun luas wilayah Kelurahan Rowosari adalah 719,577 Ha, yang terdiri dari 9 RW dan 41 RT. Dalam pemerintahan di Kelurahan Rowosari setiap RW merupakan satu dukuh yang terdiri dari beberapa RT. Keadaan tersebut dapat dilihat dalam tabel berikut : Tabel 1. Nama Dukuh, RW dan Jumlah RT di Kelurahan Rowosari No.
Nama Desa
RW
Jumlah RT
1.
Dukuh Sambung
I
3
2.
Dukuh Krajan
II
5
3.
Dukuh Krasak
III
5
4.
Dukuh Rowo Tengah
IV
5
5.
Dukuh Tampirejo
V
4
6.
Dukuh Muntuk Sari
VI
5
7.
Dukuh Pengkol
VII
5
47
8.
Dukuh Kedung Sari
VIII
4
9.
Dukuh Kebuntaman
IX
5
Sumber Data : Monografi Kelurahan Rowosari Pebruari 2006 Dalam struktur pemerintahan, Kelurahan Rowosari berada dibawah Pemerintah Kecamatan Tembalang dan Pemerintah Kota Semarang dan dipimpin oleh seorang Lurah. Dalam menjalankan pemerintahan, Lurah dibantu oleh seorang Sekretaris Lurah, tiga orang Kepala Seksi (Ka. Sie.) dan empat orang staf kelurahan. Berikut ini susunan pemerintahan Kelurahan Rowosari tahun 2006 : No.
Nama
Jabatan
1.
H. Nurrohim, SH.
Lurah
2.
Iwan Sutami, S.Sos.
Sekretaris Lurah
3.
Sumadi
Ka. Sie. Pemerintahan
4.
Edi Nugroho, SH.
Ka. Sie. Pembangunan
5.
Supandi, SH.
Ka. Sie. Keamanan dan Ketertiban
6.
Budi Setiawan
Staf Kelurahan
7.
Tas’an
Staf Kelurahan
8.
Rofi'ah
Staf Kelurahan
9.
Rohani
Staf Kelurahan
Kelurahan Rowosari terdiri dari 2.243 Kepala Keluarga dengan penduduk yang berjumlah 8.722 jiwa, yang terdiri dari 4.212 orang laki-
48
laki dan 4.510 orang perempuan. Adapun perincian jumlah penduduk Kelurahan Rowosari dapat dilihat pada tabel 2 berikut ini : Tabel 2. Jumlah Penduduk menurut Kelompok Umur pada Tahun 2005 Kelompok Umur
Laki-laki
Perempuan
Jumlah
0–4
563
583
1146
5–9
478
487
965
10 – 14
489
492
981
15 – 19
478
489
967
20 – 24
481
498
979
25 – 29
367
378
745
30 – 34
320
356
676
35 – 39
242
298
540
40 – 44
225
237
462
45 – 49
190
229
419
50 – 54
174
218
392
55 - 59
124
156
280
60 - 64
59
51
110
65 +
22
38
60
4212
4510
8722
Jumlah
Sumber Data : Monografi Kelurahan Rowosari Pebruari 2006
49
2. Kondisi Sosial, Ekonomi, Budaya dan Keagamaan a. Keadaan Sosial Ekonomi Kehidupan penduduk di Kelurahan Rowosari pada awalnya bercorak agraris dan mata pencaharian masyarakatnya bersifat homogen, karena hampir seluruh penduduk
di wilayah Kelurahan
Rowosari ini berprofesi sebagai petani, baik pada musim hujan maupun musim kemarau. Namun akhir-akhir ini jumlah petani sangat menurun drastis, karena hasil dari bertani tidak dapat dijadikan sebagai penghasilan tetap, karena tidak menentunya musim. Sehingga hal ini menyebabkan para penduduk yang berusia tua masih bertani dan yang berusia muda sebagian besar menjadi buruh bangunan. Namun perlu diketahui bahwa jenis tanah di Kelurahan Rowosari bersifat sawah tadah hujan, jadi para petani tidak selalu menanami sawahnya dengan padi. Hal ini dikarenakan musim hujan yang tidak menentu, sehingga masa tanam padi hanya bisa dilakukan satu sampai dua kali dalam setahun. Dan pada musim kemarau para petani menanaminya dengan tanaman palawija. Berikut ini tabel jenis areal tanah di Kelurahan Rowosari : Tabel 3. Jenis Areal Tanah Kelurahan Rowosari No.
Jenis Areal Tanah
1.
Sawah
2.
Tambak
Luas (Ha) 225,077 -
50
3.
Tanah Tegalan
155,130
4.
Areal Pemukiman Penduduk
264,735
5.
Pabrik
6.
Lain-lain
74,615
7.
Jumlah
719,557
Sumber Data : Monografi Kelurahan Rowosari Pebruari 2006 Keadaan sosial ekonomi Kelurahan Rowosari sebagian besar ditopang dari buruh bangunan. Selain hal tersebut keadaan sosial ekonomi masyarakat Kelurahan Rowosari juga ditopang oleh sumbersumber lain, seperti usaha perdagangan, Pegawai Negeri Sipil (PNS), Pegawai Swasta, buruh pabrik, anggota TNI/Polri, dan lain sebagainya. Untuk menggambarkan keadaan sosial ekonomi masyarakat Kelurahan Rowosari tersebut dengan lebih jelas, table berikut ini akan mendeskripsikan tentang mata pencaharian mereka sebagai berikut : Tabel .4 Jenis Mata Pencaharian Penduduk pada Tahun 2006 No.
Jenis Mata Pecaharian
Jumlah
1.
Petani pemilik tanah
491
2.
Buruh tani
729
3.
Nelayan
0
4.
Pengusaha
12
5.
Buruh Industri
1.061
51
6.
Buruh Bangunan
1.675
7.
Pedagang
52
8.
Pengangkutan
16
9.
PNS + TNI/Polri
28
10.
Pensiunan
22
11.
Pelajar/Mahasiswa
2.841
12.
Usia Non Produktif (0 – 7 th)
1.743
13.
Lain-lain
52 Jumlah
8722
Sumber Data : Monografi Kelurahan Rowosari Pebruari 2006 Penduduk di Kelurahan Rowosari mengutamakan pendidikan, baik pendidikan umum maupun pendidikan keagamaan. Hal inidapat terlihat dari banyaknya jumlah penduduk usia sekolah yang berhasil menamatkan pendidikannya setaraf dengan SMU dan kemudian melanjutkan ke Perguruan Tinggi (D 3, S 1) maupun ke Pondok Pesantren. Berikut ini klasifikasi penduduk menurut pendidikan mereka : Tabel 5. Jenis Pendidikan Penduduk Tahun 2006 No.
Pendidikan
Jumlah
1.
Perguruan Tinggi
51
2.
Akademi
64
52
3.
Tamat SMU/MA
1.876
4.
Tamat SMP/MTs
1.118
5.
Tamat SD/MI
1.706
6.
Belum tamat SD/MI
1.583
7.
Tidak tamat SD/MI
790
8.
Tidak Sekolah
1.534
9.
Jumlah
8.722
Sumber Data : Monografi Kelurahan Rowosari Pebruari 2006 Di Kelurahan Rowosari ini juga terdapat beberapa fasilitas umum seperti tempat peribadatan, sekolah, lapangan olah raga, balai kelurahan dan lain sebagainya yang menunjang berbagai kegiatan dalam kehidupan bermasyarakat di Kelurahan Rowosari. Tabel 6. Banyaknya Sarana Umum di Kelurahan Rowosari No.
Jenis Sarana
Jumlah
1.
Masjid
7
2.
Musholla
40
3.
Taman Kanak-Kanak (TK)
2
4.
Sekolah Dasar (SD)
3
5.
Madrasah Ibtidaiyah (MI)
4
6.
Madrasah Tsanawiyah (MTs)
1
7.
Madrasah Aliyah (MA)
1
53
8.
Puskesmas
1
9.
Balai Kelurahan
1
10.
Lapangan Olah Raga
2
11.
Taman Pendidikan Al Qur’an
10
Sumber Data : Monografi kelurahan Rowosari Pebruari Tahun 2006 b. Keadaan Sosial Budaya dan Keagamaan Masyarakat Kelurahan Rowosari sebagai masyarakat yang beretnis Jawa mempunyai corak kehidupan sosial sebagaimana masyarakat jawa lainnya. Namun keadaan sosial budaya masyarakat Kelurahan Rowosari hampir sebagian besar dipengaruhi oleh agama Islam. Budaya tersebut dipertahankan oleh masyarakat Kelurahan Rowosari sejak dulu sampai sekarang. Adapun budaya tersebut antara lain: 1) Barzanji Kegiatan ini dilaksanakan oleh para pemuda pemudi serta anakanak yakni dengan mnembaca kitab Al Barzanji. Biasanya kegiatan barzanji ini dilaksanakan seminggu sekali yakni setiap hari Kamis malam dan bertempat di Musalla dan Masjid. 2) Yasinan Kegiatan ini dilaksanakan seminggu sekali setiap hari Ahad malam oleh para remaja dengan acara pembacaan Surat Yasin secara bersama-sama dan dilanjutkan dengan ceramah keagamaan. Hal ini dilakukan untuk memupuk pengetahuan keagamaan para remaja
54
dan menjaga mereka agar tidak terjerumus dalam kegiatan yang bertentangan dengan agama. Kegiatan ini biasanya dilakukan di rumah penduduk secara bergantian. 3) Rebana Rebana merupakan salah satu budaya Islami yang masih dipertahankan oleh masyarakat di berbagai wilayah, karena merupakan salah satu peninggalan budaya Islam. Di daerah Demak dan sekitarnya termasuk Semarang, group rebana menjamur di berbagai desa maupun kelurahan. Di Kelurahan Rowosari ini pun terdapat delapan group, yang masing-masing bertujuan sama yaitu mempertahankan budaya Islam. Kegiatan
kesenian
ini
biasanya
dilakukan
untuk
memeriahkan berbagai acara baik kegiatan yang bersifat umum maupun dalam kegiatan keagamaan, antara lain Karnaval peringatan Hari Kemerdekaan, Acara Khitanan, Acara Pernikahan, Acara Peringatan Hari Besar Islam dan lain sebagainya. 4) Tahlilan Kegiatan tahlil ini dilakukan oleh bapak-bapak seminggu sekali yakni setiap hari Kamis malam setelah salat Isya’. Kegiatan ini di dalamnya berisi acara pembacaan kalimah tayyibah dan siraman rohani. Selain diadakan rutin seminggu sekali, kegiatan ini juga dilakukan pada saat seorang penduduk mempunyai hajatan baik
55
hajatan kematian, pernikahan, khitanan, syukuran dan lain sebagainya. 5) Manaqiban Adalah kegiatan
membaca kitab
Manaqib yang
biasanya
dilaksanakan secara bergantian di setiap rumah. Kegiatan ini biasanya dilakukan oleh ibu-ibu setiap hari Rabu malam. Begitu pula dalam berbagai upacara adat yang ada di Kelurahan Rowosari sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai ajaran Islam, misalnya acara selamatan, upacara pernikahan, upacara nyadran, upacara sedekah desa dan lain sebagainya. Dalam acara tersebut pasti tidak akan ketinggalan akan bacaan Al Qur’an dan bacaan kalimah tayyibah serta doa-doa yang sesuai dengan ajaran Islam. Jadi nilai-nilai Islam telah meresap dalam setiap aktivitas kehidupan sosial budaya masyarakat Kelurahan Rowosari. Dalam kehidupan keagamaan masyarakat Kelurahan Rowosari Kecamatan Tembalang Kota Semarang seratus persen beragama Islam. Jadi, di setiap desa (RW) maupun RT kita akan selalu menemukan tempat peribadatan bagi kaum muslim baik berupa masjid maupun musholla. B. Praktek sewa menyewa dan Pemanfaatan tanah eks bengkok di Kelurahan Rowosari Pada awalnya Kelurahan Rowosari adalah sebuah desa yang merupakan bagian dari wilayah Kecamatan Ungaran Kabupaten Semarang.
56
Sebagaimana sebuah desa yang terletak di wilayah kabupaten, di Kelurahan Rowosari ini terdapat bermacam-macam budaya maupun sistem dalam pemerintahan sebagaimana layaknya desa yang lain. Salah satu diantara hal tersebut adalah adanya tanah milik pemerintah yang sering disebut dengan tanah kas desa atau tanah bondo desa ataupun tanah bengkok. Sebagaimana telah diuraikan di atas bahwa Kelurahan Rowosari dahulu adalah sebuah desa, oleh karena itu susunan pemerintahannya dipimpin oleh Kepala Desa dengan dibantu oleh para pejabat desa atau pamong desa. Pamong desa adalah seseorang yang bekerja dan mengabdi kepada masyarakat dimana ia tinggal, dan dia diangkat oleh Kepala Desa. Sedangkan Kepala Desa seorang pemimpin yang diangkat oleh masyarakat untuk memimpin dalam waktu yang telah ditentukan melalui Pemilihan Kepala Desa (PILKADES). Dalam kepemimpinannya Kepala desa beserta para pamong desa tidak digaji secara langsung oleh negara setiap bulannya, akan tetapi sebagai ganti gajinya mereka
diberikan hak untuk mengelola tanah bengkok yang
merupakan tanah milik Negara. Tanah tersebut diberikan kepada mereka selama menjadi pejabat desa atau pamong desa, dan apabila telah selesai masa jabatannya, tanah tersebut dikembalikan lagi ke desa. Hal tersebut harus dikembalikan ke desa dikarenakan tanah bengkok adalah tanah milik desa (tanah milik Negara) sebagaimana dalam arti lain tanah bondo desa. Setelah jabatan yang ditinggalkan oleh pejabat lama terisi, maka tanah bengkok tersebut diberikan kepada pejabat baru untuk mengelolanya.
57
Berikut ini akan penulis uraikan mengenai praktek sewa menyewa tanah eks bengkok dari masa pemerintahan desa hingga saait ini : 1. Sewa menyewa tanah bengkok pada masa pemerintahan desa Sebagaimana telah diuraikan di atas, bahwa pada masa pemerintahan desa, seorang Kepala Desa dan perangkatnya adalah tidak digaji oleh pemerintah. Sebagai gantinya maka mereka diberikan tanah bengkok (tanah milik negara) untuk dikelola sendiri, disewakan, atau dipergunakan untuk keperluan lain dengan tidak merubah status tanah tersebut. Dengan melihat keadaan warga, bahwa tidak semua warga Rowosari mempunyai tanah garapan (sawah), maka lurah dan para perangkatnya berinisiatif membantu mereka dengan menyewakan tanah bengkok bagian masing-masing kepada para warga. Selain hal tersebut, alasan lain yang dikemukakan adalah bahwa mereka juga tidak sanggup jika harus menggarap lahan tanah bengkok miliknya yang sangat luas. Praktek sewa menyewa pada masa itu terjadi dengan sistem yang sangat sederhana, yakni antara petani penyewa dengan perangkat desa yang menyewakan tanah bengkoknya hanya didasari dengan sikap saling percaya dan pembayaran sewa berada di depan. Hal tersebut dapat diketahui dari tidak adanya alat bukti yang berupa surat otentik baik berupa kuitansi maupun perjanjian tertulis antara keduanya.1
1
Wawancara dengan Bp. H. Karomi tanggal 12 Desember 2005
58
2. Sewa menyewa tanah Eks bengkok pada masa pemerintahan kelurahan Seiring dengan bergulirnya waktu, pada tahun 1981 wilayah Rowosari berpindah status dari pemerintah desa menjadi pemerintah kelurahan dengan kedudukan wilayah di bawah Pemerintah Kotamadya Dati II Semarang dan Pemerintah Kecamatan Semarang Selatan. Beberapa tahun kemudian terjadi pemekaran di beberapa wilaya di Kota Semarang, salah satunya adalah wilayah Kecamatan Semarang Selatan, sehingga berdiri sendiri Kecamatan Tembalang yang termasuk didalamnya wilayah Kelurahan Rowosari. Pada masa pemerintahan kelurahan ini, praktek sewa menyewa tidak lagi ditangani oleh masing-masing pejabat kelurahan, namun hanya di koordinir oleh seorang staf Kelurahan dan uang sewa tanah eks bengkok tersebut disetor ke kas daerah. Dalam prakteknya, sewa menyewa tanah eks bengkok ini tidak mengalami banyak perubahan yang signifikan. Hanya saja sistem saling percaya yang digunakan pada masa pemerintahan terdahulu lebih ditingkatkan, yakni dengan adanya penulisan surat tanda terima yang sah dalam bentuk kuitansi oleh pihak kelurahan, sehingga para petani penyewa mempunyai alat bukti bahwa dirinya berhak memanfaatkan tanah eks bengkok yang mereka sewa sesuai waktu yang telah ditentukan. Akan tetapi peningkatan ini tidak disempurnakan lagi dengan adanya surat perjanjian antara petani penyewa dengan pihak kelurahan yang menyewakan tanah eks bengkok tersebut.
59
Dalam prakteknya, sistem pembayaran sewa dilakukan di awal masa tanam, setiap tahun pembayaran dilakukan pada bulan Oktober. Pada bulan tersebut Pemerintah Kelurahan mengadakan lelang garapan tanah bengkok. Namun sebagaimana diketahui bahwa para petani penyewa tidak mau melepaskan tanah garapannya, maka pihak penyewa adalah orang yang sama pada tahun-tahun sebelumnya, maka kegiatan lelang garapan tanah bengkok hanya sebagai formalitas saja. Yang terpenting dari hal tersebut adalah pembayaran sewa untuk masa tanam setahun ke depan. Oleh karena itu hingga sekarang ini dapat dilihat bahwa para petani penyewa tanah eks bengkok adalah tidak berubah, dan jika pun berubah mereka yang menjadi penyewa baru adalah para ahli waris dari para penyewa tanah yang telah meninggal.
3. Sewa menyewa dan Pemanfaatan tanah Eks bengkok setelah Keputusan Kepala Kelurahan Rowosari tentang pelepasan tanah eks bengkok Dengan semakin bertambahnya kebutuhan manusia, maka semakin lama tanah yang ada di negeri ini harus dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Berbagai macam cara digunakan baik oleh pemerintah, swasta
maupun perorangan. Dalam koran Semarang Post disebutkan
bahwa di beberapa kelurahan akan diadakan konservasi
tanah eks
bengkok. Keterangan lebih lengkapnya adalah sebagai berikut : Sebanyak 162,06 hektar lahan eks bengkok dari 442,93 hektar akan dipergunakan untuk keperluan program konservasi dan
60
pengentasan kemiskinan. Lahan yang berada di lima kecamatan tersebut rencananya akan dikembangkan sebagai lahan tanaman pangan, seperti buah-buahan dan sayuran. Kelima kecamatan itu adalah Kecamatan Tembalang, Banyumanik, Gunung Pati, Mijen serta Ngaliyan. Dari kelima kecamatan tersebut lebih dari 35 kelurahan dilibatkan dalam program yang juga menggandeng pemerintah Jepang ini. Rencananya program konservasi lahan bengkok di Semarang ini dilakukan dalam tiga tahapan. Tahap pertama dilakukan pada tahun 2005 dengan wilayah yang digarap yakni Kelurahan Rowosari Kecamatan Tembalang, Kelurahan Pudak Payung Kecamatan Banyumanik, dan Kelurahan Kedungpane Kecamatan Mijen. Tahap kedua yang dilaksanakan pada tahun 2006 dilakukan di Kelurahan Gunung Pati Kecamatan Gunung Pati dan Kelurahan Purwosari Kecamatan Mijen. Dan sisanya sebanyak 31 kelurahan dilakukan pada tahap tiga tahun 2007.2 Selain digunakan untuk konservasi, tanah eks bengkok juga digunakan untuk menyediakan perumahan yang semakin dibutuhkan masyarakat dengan perkembangan bertambahnya penduduk di negeri ini. Hal ini dilakukan pemerintah guna memenuhi kebutuhan pemukiman yang mulai padat di setiap daerah. Dengan situasi tersebut pemerintah Kota Semarang juga mengalokasikan tanah eks bengkok yang berada di beberapa wilayah di kota Semarang untuk digunakan sebagai perumahan. Salah satu diantaranya adalah pelepasan tanah eks bengkok 3 di kelurahan Rowosari yang luasnya sekitar 40. 000 m2.
yang terdiri dari tanah bekas
bengkok Carik Persil 26 yang luas seluruhnya + 64.300 m2
2
dilepas
Semarang Post, Selasa Pon, 11 Januari 2005 Sebenarnya masalah pelepasan tanah eks bengkok di kota Semarang sempat menuai kontroversi. Beberapa fraksi di DPRD Kota Semarang mempertanyakan alasan pelepasan aset tanah eks-bengkok milik Pemkot Semarang tersebut. Bahkan mereka sempat mengadakan rapat paripurna pembentukan panitia khusus (pansus) pelepasan beberapa tanah eks-bengkok. Pembentukan Pansus Mutasi Tanah Eks-Bengkok merupakan tindak lanjut dari Surat Wali Kota No 143/03039 bertanggal 18 Juli 2005. Dalam surat itu disebutkan, tujuh lokasi tanah eks-bengkok yang ada di Kelurahan Mangunharjo, Pongangan, Plalangan, Gunungpati, Muktiharjo Kidul, Lamper Tengah, serta Rowosari, akan dilepaskan untuk kepentingan warga. Lihat : Suara Merdeka, Minggu, 16 Oktober 2005. 3
61
seluas + 31.100 m2, dan tanah bekas bengkok Bekel Persil 28 seluas + 8.900 m2. Tanah eks bengkok yang dilepas tersebut tercantum dalam Surat Keputusan
Kepala
Kelurahan
Rowosari
Kecamatan
Tembalang
Kotamadya Daerah Tingkat II Semarang Nomor 143/09/Tahun1997 tanggal
8
Nopember
1997
tentang
Pelepasan
Tanah
Bekas
Bengkok/Bondo Desa Kelurahan Rowosari Kecamatan Tembalang seluas + 40.00 m2, untuk lokasi pembangunan perumahan karyawan/karyawati Inspektorat Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Semarang. Taksiran nilai ganti rugi tanah
bekas bengkok
Rp. 4.500,-/ m2, sehingga
untuk
tanah
tersebut seluas
adalah itu
seharga
nilai ganti
ruginya adalah Rp. 180.000.000,- (Seratus Delapan Puluh Juta Rupiah). Atas pelepasan tanah bekas bengkok/bondo desa tersebut, maka Kelurahan
Rowosari
Kecamatan
Tembalang
pengembalian dana sebesar Rp. 100.000.000,-
akan
mendapatkan
yang selanjutnya akan
digunakan sebagai berikut : a.
Pembangunan pagar bumi keliling kantor/balai/rumah dinas Kepala Kelurahan
b.
Pengadaan Mebelair dan
c.
Selebihnya sebesar Rp. 80.000.000,- disetor ke Kas Daerah. Dalam membuat keputusan tersebut Kepala Kelurahan Rowosari
mendapat surat perintah dari walikota melalui Surat Walikota Kepala Darerah Tingkat II Semarang tanggal 4 Nopember 1997 Nomor 143/7013
62
tentang Perintah Musyawarah Kelurahan. Pemerintah Kelurahan Rowosari menindak lanjuti surat tersebut dengan mengadakan Musyawarah Kelurahan Rowosari pada tanggal 8 Nopember 1997 dengan dihadiri oleh beberapa pihak antara lain Ketua LKMD dan stafnya, staf kelurahan Rowosari, Ketua RW/RT, tokoh masyarakat dan para petani penyewa tanah eks bengkok. Dalam musyawarah tersebut
telah diperoleh
kesepakatan mengenai pokok-pokok hasil pembicaraan para peserta sebagai berikut : a. Tidak keberatan atas pelepasan tanah bekas bengkok/bondo desa Kelurahan Roweosari Kecamatan Tembalang tersebut untuk lokasi pembangunan Perumahan Karyawan/Karyawati Inspektorat Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Semarang b. Taksiran nilai ganti rugi
tanah
bekas
bengkok
tersebut
adalah
Rp. 4.500,- / m2, sehingga untuk tanah seluas + 40.000 m2 nilai ganti ruginya adalah Rp. 180.000.000,-
dan atas pelepasan tanah bekas
bengkok/bondo desa tersebut, maka Kelurahan Rowosari Kecamatan Tembalang akan mendapatkan pengembalian dana sebesar Rp. 100.000.000,-
4
Sebagaimana diketahui bahwa masa sewa tanah bengkok berakhir pada bulan Oktoober setiap tahunnya, maka pada bulan Oktober 1997, kelurahan sebagai pihak yang menyewakan tanah eks bengkok tidak lagi menyewakannya. Hal ini dikarenakan turunnya Surat Perintah
4
Sumber : Surat Keputusan Kepala Kelurahan Rowosari
63
Walikota Kepala Daerah Tingkat II Semarang untuk mengadakan Musyawarah Kelurahan tentang pengalihan tanah eks bengkok untuk pembangunan Perumahan Karyawan/Karyawati Inspektorat Wilayah Kotamadya Semarang. Setelah mengadakan musyawarah Kelurahan dan disetujui oleh perserta musyawarah (Kepala Kelurahan dan stafnya, LKMD, Tokoh masyarakat, Ketua RW/RT serta para petani penyewa tanah eks bengkok), Kepala Kelurahan Rowosari pun mengeluarkan Surat Keputusan
Kepala
Kelurahan.
tentang
pelepasan
tanah
bekas
bengkok/bondo desa Kelurahan Rowosari Kecamatan Tembalang tersebut untuk lokasi pembangunan
Perumahan
Karyawan / Karyawati
Inspektorat Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Semarang. Setelah terbitnya Surat Keputusan Kepala Kelurahan tersebut, praktis para petani penyewa tanah eks bengkok tidak dapat menyewanya kembali, karena status tanah eks bengkok tersebut telah berubah hak kepemilikannya yaitu milik pribadi Karyawan/Karyawati Inspektorat Wilayah Kotamadya Semarang yang telah membelinya. Namun perlu diketahui bahwa hingga saat itu para petani yang dahulu menyewa tanah eks bengkok tersebut masih memanfaatkannya. Mereka beralasan bahwa tanah tersebut masih dapat dimanfaatkan hingga pemiliknya datang ke lokasi dan bertemu dengan petani pengggarap dan ditindak lanjuti dengan membuat perjanjian baru baik berupa sewa menyewa maupun perjanjian lainnya. Dalam rentang waktu tersebut secara prakstis mereka (para
64
penyewa tanah eks bengkok) tidak lagi membayar uang sewa, namun mereka masih memanfaatkan tanah tersebut. Menurut Bapak Sairi dan beberapa petani penggarap yang sependapat dengannya, tanah eks bengkok yang masih ia manfaatkan sekarang ini belum diketahui siapa pemiliknya. Karena hingga saat ini pemilik tanah tersebut belum pernah meninjau tanahnya, sehingga ia belum pernah bertemu pemilik tanah sekaligus belum pernah melakukan perjanjian lanjutan. Ia berpendapat bahwa rentang waktu sampai pemilik tanah mengetahui penggarapnya sekarang ini adalah hanya memanfaatkan tanah eks bengkok daripada tanah tersebut ditumbuhi oleh tanaman liar. Dan ia akan memanfaatkan tanah tersebut sampai kapan pun, dan sampai pemiliknya mengetahui, ataupun sampai tanah itu dibangun perumahan oleh pemiliknya. Karena ia juga beranggapan bahwa sangatlah rugi apabila tanah yang subur tersebut tidak dimanfaatkan atau dibiarkan tumbuh tanaman yang tidak berguna. 5 Lain lagi bagi Bapak Rasijan dan beberapa orang yang telah bertemu dengan pemilik tanah yang digarapnya. Karena ia telah bertemu dengan pemilik tanah yang digarapnya, maka perjanjiannya ia harus rela jika tanaman yang ditanamnya digusur ketika tanah tersebut didirikan sebuah bangunan. Ia yakin bahwa apa yang ia lakukan adalah sesuai dengan aturan perjanjian, karena hal itu berarti bahwa ia telah diberi
5
Wawancara dengan Bapak Sairi tanggal 15 Desember 2005
65
kepercayaan pemilik tanah untuk memanfaatkan tanah tersebut tanpa pembayaran ataupun bagi hasil sekalipun. 6 Menurut Bapak Suroto (pemilik tanah eks bengkok) dan sebagian besar pemilik tanah di tempat tersebut, bagi dirinya tidak terlalu mempermasalahkan apabila tanah itu digarap oleh petani penyewa sebelumnya, karena ia mengetahui keadaan masyarakat daerah Rowosari yang tergolong masih pas-pasan. Hanya saja mereka perlu mengetahui bahwa tanah yang mereka garap itu sewaktu-waktu akan didirikan bangunan, dan mereka juga harus mau jika bangunan tersebut didirikan tidak ada ganti rugi apabila telah ditanami. 7 Dengan
berbagai
keadaan
tersebut
maka
penulis
akan
menganalisis praktek sewa menyewa tersebut yang telah habis masa sewanya dengan dikaitkan dengan hukum Islam.
6 7
Wawancara dengan Bapak Rasijan tanggal 15 Desember 2005 Wawancara dengan Bapak Suroto tanggal 18 Desember 2005
66