ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
BAB III PERLINDUNGAN HUKUM BAGI NASABAH ATAS PENCANTUMAN KLAUSULA EKSONERASI
3.1 Perlindungan Nasabah Pelaku usaha dan konsumen di bidang jasa keuangan atau yang sering disebut dengan nasabah adalah dua pihak yang saling memerlukan. Pelaku usaha perlu menjual
barang dan jasanya kepada konsumen. Sebaliknya konsumen memerlukan barang dan/atau jasa yang dihasilkan dan dijual oleh pelaku usaha guna memenuhi keperluannya sehingga kedua belah pihak saling memperoleh manfaat atau keuntungan. Dalam prakteknya sering kali konsumen dirugikan oleh pelaku usaha yang tidak jujur, yang jika ditinjau dari aspek hukum merupakan tindak pelanggaran hukum. Akibatnya konsumen menerima barang dan atau jasa tidak sesuai dengan kebutuhan mereka baik dari segi kualitas, kuantitas dan harganya. Di sisi lain karena ketidaktahuan dan kurangnya kesadaran konsumen akan hak-haknya maka konsumen menjadi korban pelaku usaha.40 Kondisi tersebut di atas dapat mengakibatkan kedudukan pelaku usaha dan konsumen menjadi tidak seimbang dan konsumen berada pada posisi yang
40
Abdul Halim Barkatullah , Hukum Perlindungan Konsumen, Banjarmasin, h.V.
FH. Unlam Press, 2008,
lemah. Konsumen menjadi objek aktivitas bisnis bagi pelaku usaha untuk meraup keuntungan yang sebesar-besarnya melalui promosi, cara penjualan, serta penerapan perjanjian standar yang merugikan konsumen.
TESIS
KLAUSULA EKSONERASI ...
MELINA HARTANTO
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Faktor utama yang menjadi kelemahan konsumen adalah tingkat kesadaran konsumen akan haknya masih rendah. Lemahnya posisi konsumen dibandingkan posisi produsen
juga disebabkan karena mulai dari awal proses sampai hasil produksi barang dan/ atau jasa yang dihasilkan tanpa campur tangan konsumen sedikitpun sehingga dibutuhkan hukum untuk memberikan perlindungan terhadap konsumen.41 Untuk melindungi keberadaan konsumen (nasabah) dalam proses jual-beli di dunia perbankan maka dibentuklah Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor : 1/POJK.07/2013. Diharapkan dengan diterbitkannya peraturan khusus dibidang jasa keuangan, ada landasan hukum yang kuat dan kepastian hukum terhadap kedudukan nasabah. Kepastian hukum
itu meliputi segala upaya untuk memberdayakan
konsumen dibidang jasa keuangan dalam memperoleh atau menentukan pilihannya atas barang dan/atau jasa sesuai kebutuhan serta mempertahankan atau membela hakhaknya apabila dirugikan oleh perilaku pelaku usaha sebagai penyedia kebutuhan konsumen. Adapun tujuan dari perlindungan konsumen ini tidak diatur secara
Syawali, Hukum Perlindungan Konsumen Mandar Maju, 2000, Bandung, h.37. 41Husni
khusus dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor : 1/POJK.07/2013 (Lex Specialis Derogat Legi Generali), tetapi diatur secara umum dalam Pasal 3 UndangUndang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yaitu sebagai berikut : a. meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri; b. mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan / atau jasa; c. meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen; d. menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi;
TESIS
KLAUSULA EKSONERASI ...
MELINA HARTANTO
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
e. menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha; f. meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang, menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen. Tujuan-tujuan perlindungan konsumen ini merupakan sasaran akhir yang harus dicapai. Sampai saat ini secara universal diakui adanya hak-hak konsumen yang secara universal pula harus dilindungi dan dihormati yaitu :42 a. Hak keamanan dan keselamatan b. Hak atas informasi c. Hak untuk memilih d. Hak untuk di dengar e. Hak atas lingkungan hidup
42Ibid.,h.39.
Dalam konteks hukum perlindungan konsumen terdapat prinsipprinsip yang berlaku dalam bidang hukum. Prinsip-prinsip itu ada yang
masih
berlaku
sampai
sekarang
tetapi
ada
pula
yang
ditinggalkan seiring dengan tuntutan kesadaran hukum masyarakat yang
terus
meningkat.
Prinsip-prinsip
yang
muncul
tentang
kedudukan kosumen dalam hubungan hukum dengan pelaku usaha berangkat dari doktrin atau teori yang dikenal dalam perjalanan sejarah hukum perlindungan konsumen, termasuk dalam kelompok ini adalah:43 a. Let the buyer beware (caveat emptor) b. The due care theory c. The prifity of contract
TESIS
KLAUSULA EKSONERASI ...
MELINA HARTANTO
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Let The Buyer Beware merupakan asas yang menekankan bahwa pelaku usaha dan konsumen adalah dua pihak yang sangat seimbang sehingga tidak perlu ada proteksi apapun bagi konsumen. Akan tetapi di dalam perkembangannya, konsumen tidak mendapat akses informasi yang
sama
terhadap
barang
atau
jasa
Ketidakmampuan bukan hanya karena
yang
dikonsumsikannya.
keterbatasan pengetahuan
konsumen, tetapi lebih karena ketidakterbukaan pelaku usaha terhadap produk yang ditawarkannya. Jika konsumen mengalami kerugian, pelaku usaha dapat dengan mudah berdalih semua itu karena kelalaian konsumen itu sendiri. Dengan adanya Undang-Undang Perlindungan Konsumen kecenderungan ini mulai diarahkan menuju doktrin bahwa pelaku usaha yang
43Sidharta,Op.Cit.,h.50-52.
perlu
berhati-hati
(caveat venditor).44 Diharapkan
dengan
adanya
Undang-Undang Perlindungan Konsumen masyarakat atau konsumen tidak akan dirugikan oleh pelaku usaha dan mendapatkan haknya seiring dengan barangdan/atau jasa yang mereka butuhkan. Selain itu pelaku usaha juga harus selalu menerapkan kejujuran dan keterbukaan terhadap
barang
dan/jasa
yang
mereka
perdagangkan
atau
perjualbelikan. The Due Care Theory. Prinsip atau doktrin yang menyatakan pelaku usaha mempunyai kewajiban untuk berhati-hati dalam memasarkan atau memasyarakatkan produknya, baik barang maupun jasa. Jika ditafsirkan secara a- contrario, untuk mempermasalahkan si pelaku usaha maka seseorang atau konsumen harus dapat membuktikan
TESIS
KLAUSULA EKSONERASI ...
MELINA HARTANTO
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
bahwa pelaku usaha telah melanggar prinsip kehati-hatian. Hal ini sesuai dengan hukum pembuktian di Indonesia pada umumnya menganut pembagian beban pembuktian kepada si penggugat, yaitu Pasal 1865 BW yang menyatakan bahwa barangsiapa yang mendalilkan maka ia wajib membuktikan adanya hak atau peristiwa tersebut. 45 Jadi apabila masyarakat atau konsumen ada yang merasa dirugikan oleh pelaku usaha, maka ia harus mampu membuktikkannya bahwa pelaku usaha tidak memenuhi kewajibannya.
44
Ibid., h.50-51.
45
Ibid.,h.51.
The Privity of Contract. Prinsip ini menyatakan bahwa pelaku usaha mempunyai kewajiban untuk melindungi konsumen, tetapi hal itu baru dapat dilakukan jika diantara mereka telah terjalin suatu hubungan kontraktual. Pelaku usaha tidak dapat disalahkan atas hal-hal di luar yang diperjanjikan.46 Artinya, konsumen boleh menggugat pelaku usaha atas dasar wanprestasi apabila pelaku usaha tidak melaksanakan kewajibannya atau hak konsumen tidak terpenuhi sesuai dengan apa yang telah diperjanjikan dalam kontrak. Penggunaan perjanjian-perjanjian baku merupakan contoh yang sangat jelas bahwa konsumen tidak berdaya dalam menghadapi dominasi pelaku usaha. Dalam kontrak baku, pelaku usaha dapat menghilangkan
sebagian
atau
bahkan
seluruh
tanggung
jawab
(kewajiban) yang seharusnya dipikul melalui klausula eksonerasi.
TESIS
KLAUSULA EKSONERASI ...
MELINA HARTANTO
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Perlindungan terhadap konsumen dipandang semakin penting, mengingat makin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi yang menjadi faktor dalam mencapai sasaran usahanya untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Pemerintah bertanggung jawab sepenuhnya untuk
menjamin
diperolehnya
hak
konsumen,
karena
dengan
dijaminnya hak-hak konsumen tersebut akan tercipta keseimbangan dan iklim usaha yang sehat.
Pengertian konsumen diatur dalam Pasal 1 angka 2 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor : 1/POJK.07/2013
adalah pihak-
pihak yang
46
Ibid., h.52.
menempatkan
dananya dan/atau memanfaatkan pelayanan yang
tersedia di Lembaga Jasa Keuangan antara lain nasabah pada Perbankan,
pemodal
perasuransian,
dan
di
Pasar
peserta
Modal,
pada
pemegang
Dana
polis
Pensiun,
pada
berdasarkan
peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan. Sedangkan yang dimaksud pelaku usaha adalah Pelaku Usaha Jasa Keuangan Perusahaan
adalah Efek,
Bank
Umum,
Penasihat
Bank
Investasi,
Perkreditan
Bank
Rakyat,
Kustodian,
Dana
Pensiun, Perusahaan Asuransi, Perusahaan Reasuransi, Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Gadai, dan Perusahaan Penjaminan, baik yang melaksanakan kegiatan usahanya secara konvensional maupun secara syariah.
TESIS
KLAUSULA EKSONERASI ...
MELINA HARTANTO
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa nasabah bank termasuk konsumen, yaitu, pihak-pihak yang menempatkan dananya dan/atau memanfaatkan pelayanan yang tersedia di Lembaga Jasa Keuangan sehingga segala hak dan kewajiban yang ada dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan berlaku bagi dirinya. Ketentuan tersebut berlaku pula bagi bank syariah yang berkedudukan sebagai lembaga jasa keuangan secara syariah. Bank Syariah dan nasabah dalam akad murabahah telah terjadi suatu hubungan kontraktual dimana nasabah memiliki kebutuhan terhadap suatu barang tertentu dan bank syariah akan memenuhi kebutuhan nasabahnya melalui hubungan hukum yaitu jual-beli. Berdasarkan prinsip the privity of contract seharusnya bank syariah mempunyai kewajiban untuk melindungi nasabahnya dalam memenuhi kebutuhan mereka, bukan mengalihkan sebagian atau bahkan seluruh tanggung jawabnya melalui klausula eksonerasi. Hak-hak konsumen telah diatur dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Dengan diakui dan dilindunginya hak-hak konsumen menunjukkan bahwa telah tercapainya kesejahteraan konsumen. Adapun hak-hak yang dimiliki oleh konsumen adalah sebagai berikut : a. hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsurnsi barang dan/atau jasa; b. hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan; c. hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa; d. hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan / atau jasa yang digunakan; e. hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut; f. hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen; g. hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
TESIS
KLAUSULA EKSONERASI ...
MELINA HARTANTO
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
h. hak untuk mendapatkan komnpensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya; i. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya. Sedangkan kewajiban pelaku usaha juga diatur secara tegas dalam Pasal 7 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yaitu sebagai berikut : a. beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya; b. memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan pcnggunaan, perbaikan dan pemeliharaan; c. memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; d. menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku; e. memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan; f. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan; g. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian. Dengan pengaturan undang-undang tersebut maka diharapkan kepada para pelaku bisnis untuk melakukan peningkatan dan pelayanan sehingga konsumen tidak merasa dirugikan. Dalam hal ini yang terpenting adalah bagaimana sikap produsen agar memberikan hak-hak konsumen yang seharusnya diperoleh. Di samping itu juga agar konsumen menyadari apa saja yang menjadi kewajibannya sehingga kedua belah pihak saling memperhatikan hak dan kewajibannya masing-masing. Apa yang menjadi hak konsumen merupakan kewajiban produsen dan begitu pula sebaliknya. Dengan saling menghormati apa yang menjadi hak maupun kewajiban masingmasing, akan terjadilah keseimbangan (tawazun) sebagaimana yang diajarkan ekonomi Islam.
TESIS
Adanya prinsip keseimbangan akan menyadarkan setiap pelaku
KLAUSULA EKSONERASI ...
MELINA HARTANTO
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
bisnis agar segala aktivitasnya tidak hanya mementingkan dirinya sendiri, namun juga harus memperhatikan kepentingan orang lain.47 Pelaku usaha sangat menyukai penggunaan prinsip tanggung jawab dengan pembatasan untuk dicantumkan sebagai klausula eksonerasi dalam perjanjian standar yang dibuatnya.48 Sebenarnya prinsip tanggung jawab ini sangat merugikan konsumen bila ditetapkan secara sepihak oleh pelaku usaha. Dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen, seharusnya pelku usaha tidak boleh secara sepihak menentukan klausula yang merugikan konsumen, termasuk membatasi maksimal tanggung jawabnya. Jika ada pembatasan, mutlak harus berdasarkan pada peraturan perundang-undangan yang jelas. Untuk terciptanya suatu iklim usaha yang sehat, keadilan serta keseimbangan antara pelaku usaha dan konsumen tidak hanya bergantung pada pengaturan secara tegas di dalam peraturan perundang-undangan.keseimbangan antara pelaku usaha dan konsumen tidak hanya bergantung pada pengaturan secara tegas di dalam peraturan perundang-undangan. Namun juga dibutuhkan kesadaran yang tinggi dari pelaku usaha terhadap hak-hak konsumen agar tercipta harmonisasi diantara pelaku usaha dan konsumen, yaitu tujuan produsen ingin memperoleh laba dan konsumen
47
Muhammad Djakfar,Op.Cit.,h.416-417.
ingin
48Sidharta,Op.Cit.,h.64.
memenuhi
kebutuhannya
serta
memiliki
kepuasan
maksimum
atas
kebutuhannya tersebut.
TESIS
KLAUSULA EKSONERASI ...
MELINA HARTANTO
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
3. 2 Perlindungan Hukum Bagi Nasabah Bank Pada Pembiayaan Murabahah Dalam Pasal 4 Undang-Undang Perbankan Syariah diatur bahwa bank syariah dan unit usaha syariah (UUS) wajib menjalankan fungsi menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat. Berdasarkan kedua fungsi tersebut, terlihat adanya dua hubungan hukum antara bank dan nasabah, yaitu : a. hubungan hukum antara bank dan nasabah penyimpan dana; dan b. hubungan hukum antara bank dan nasabah debitur.49 Bila dikaitkan dengan perjanjian pembiayaan murabahah, maka perjanjian murabahah ini juga merupakan suatu hubungan hukum setara penyedia dana (bank) dengan pengguna dana (nasabah) yang melahirkan perikatan. Hubungan hukum ini timbul karena adanya suatu peristiwa
hukum, yaitu jual-beli yang merupakan
kesepakatan antara bank syariah dengan nasabah untuk sama-sama mengikatkan diri dalam suatu perjanjian pembiayaan. Perjanjian pembiayaan ini sebagai landasan bagi para pihak untuk melakukan suatu prestasi, dimana pembiayaan ini dipersamakan dengan salah satunya berupa transaksi jual beli dalam bentuk murabahah. Nasabah sebagai pihak yang membutuhkan pembiayaan, berkewajiban untuk
49
Sutan Remy Sjahdeini-II, Op.Cit.,h.127.
melakukan suatu prestasi dan setelah prestasi tersebut dipenuhi maka nasabah akan mendapatkan haknya. Bank sebagai pihak yang menyediakan pembiayaan (pemberi dana) mempunyai hak untuk menuntut prestasi dari nasabah dan melakukan kewajiban sesuai dengan apa yang tertuang dalam perjanjian pembiayaan. Prestasi ini berupa kewajiban nasabah maupun pihak bank syariah untuk memenuhi dan melaksanakan semua ketentuan yang telah disepakati bersama dalam perjanjian pembiayaan murabahah. Setelah bank menyalurkan dananya, bank
TESIS
KLAUSULA EKSONERASI ...
MELINA HARTANTO
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
mempunyai hak untuk menuntut nasabah agar melaksanakan dan mematuhi semua prestasi itu tepat pada waktu yang telah ditentukan dalam perjanjian. Semua prestasi tersebut harus sudah dilaksanakan atau terpenuhi pada waktu yang telah ditentukan dalam perjanjian. Adanya prestasi diatas sebagai akibat dari adanya hubungan hukum antara nasabah dan bank syariah, yaitu hubungan kontraktual. Dalam bahasa Indonesia istilah kontrak sama pengertiannya dengan perjanjian. Kedua istilah tersebut merupakan terjemahan dari contract atau agreement dan overeenkomst (bahasa Belanda). Kontrak atau perjanjian dalam bahasa Arab disebut dengan istilah akad berasal dai Al-Aqdun yang berarti ikatan atau simpul tali. Kata “akad” secara terminology fikih adalah perikatan antara ijab (penawaran) dengan kabul (penerimaan) secara yang dibenarkan syara.50 Apabila ketentuanketentuan yang telah disepakati tersebut dilanggar atau tidak dipenuhi, maka hubungan yang terbentuk diantara bank syariah dan nasabahnya juga akan menimbulkan akibat hukum sehingga diperlukan perlindungan hukum bagi pihak yang dirugikan. Seringkali pihak yang mengalami kerugian dalam perjanjian pembiayaan murabahah adalah nasabah karena perjanjian baku yang telah dibuat oleh pihak bank mengandung klausula eksonerasi yang mengalihkan sebagian atau seluruh tanggung jawab pelaku usaha. Dari sudut pandang hukum perjanjian, regulasi mengenai perlindungan nasabah Bank diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor : 1/POJK.07/2013. Pengalihan tanggung jawab ini dilarang berdasarkan Pasal 22 ayat (3) huruf a Peraturan
Otoritas
pengalihan tanggung
Jasa
Keuangan
Nomor : 1/POJK.07/2013. Akibat hukum
jawab yang dicantumkan dalam perjanjian baku ini belum
diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor : 1/POJK.07/2013, tetapi diatur di dalam Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen. Akibat hukum dari penggunaan klausula baku yang mengandung klausula
TESIS
KLAUSULA EKSONERASI ...
MELINA HARTANTO
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
eksonerasi ini diatur dalam Pasal 18 ayat (3) , yaitu, setiap klausula baku yang telah ditetapkan oleh pelaku usaha
50
Abdul Shomad, Hukum Islam Penormaan Prinsip Syariah dalam Hukum Indonesia, Prenada Media, Jakarta,2010,h.177.
pada dokumen atau perjanjian yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dinyatakan batal demi hukum. Ketentuan diatas jelas menunjukkan bahwa pengalihan sebagian atau seluruh tanggung jawab yang seharusnya dipikul oleh pelaku usaha tersebut dilarang secara tegas dalam peraturan perundang-undangan demi terciptanya keseimbangan dan keadilan dalam dunia usaha. Pelaku Usaha Jasa Keuangan dan/atau pihak yang melanggar ketentuan dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini akan dikenakan sanksi sesuai Pasal 53 ayat (1) Peraturan
Otoritas
Jasa
Keuangan
Nomor : 1/POJK.07/2013 berupa sanksi
administratif, yaitu : a. Peringatan tertulis; b. Denda yaitu kewajiban untuk membayar sejumlah uang tertentu; c. Pembatasan kegiatan usaha; d. Pembekuan kegiatan usaha; dan e. Pencabutan izin kegiatan usaha. Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c, huruf d, atau huruf e dapat dikenakan dengan atau tanpa didahului pengenaan sanksi peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a. Dalam Pasal 53 ayat (3)
Peraturan
Otoritas
Jasa
Keuangan
Nomor :
1/POJK.07/2013 menentukan bahwa sanksi denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat dikenakan secara tersendiri atau secara bersama-sama dengan pengenaaan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, huruf d, atau huruf e.
TESIS
KLAUSULA EKSONERASI ...
MELINA HARTANTO
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Sedangkan besaran sanksi denda sebagaimana dimaksud pada Pasal 53 ayat ayat (1) huruf b Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor : 1/POJK.07/2013 ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan berdasarkan ketentuan tentang sanksi administratif berupa denda yang berlaku untuk setiap sektor jasa keuangan. Praktek perbankan dan praktek dunia bisnis pada umumnya untuk pemberian fasilitas pembiayaan atau jasa perbankan lainnya, hubungan hukum antara bank syariah dengan pengguna dana dituangkan dalam perjanjian tertulis. Dalam praktek perbankan, hubungan jasa-jasa tertentu, bank menyediakan pula ketentuan-ketentuan dan syarat-syarat umum yang berlakunya ketentuan-ketentuan dan syarat-syarat umum tersebut adalah berdasarkan surat pernyataan yang ditandatangani oleh nasabah atau berdasarkan perjanjian antara bank dengan nasabah yang didalamnya memuat pernyataan bahwa nasabah tunduk pada ketentuan-ketentuan dan syarat-syarat umum tersebut. Jika melihat pada Pasal 1320 BW (Burgerlijk Wetboek), suatu perjanjian hanya sah apabila perjanjian itu dibuat oleh para pihak yang oleh hukum diangggap cakap membuat perjanjian dan dibuat berdasarkan kesepakatan di antara para pihak yang membuatnya, Dengan kata lain, perjanjian itu dibuat tanpa adanya paksaan oleh satu pihak terhadap pihak lain. Disamping itu, hukum perjanjian menentukan bahwa isi perjanjian hanyalah sah apabila tidak bertentangan dengan Undang-Undang, kepatutan dan ketertiban umum serta dibuat dan dilaksanakan dengan itikat baik oleh para pihak yang membuatnya.51 Selain hal-hal diatas, terdapat asas lain yang harus diperhatikan dalam hukum perjanjian, yaitu, apabila dalam suatu perjanjian tidak diatur mengenai suatu hal yang dipermasalahkan oleh para pihak, tetapi hal itu sudah diatur oleh hukum perjanjian dalam BW, maka ketentuan dalam
TESIS
tersebut yang diberlakukan. Namun, apabila
KLAUSULA EKSONERASI ...
MELINA HARTANTO
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
masalah-masalah tersebut sudah diatur dalam perjanjian, sedangkan ketentuanketentuan tersebut bertentangan dengan BW (Burgerlijk Wetboek), maka yang harus diberlakukan adalah ketentuan-ketentuan yang ada dalam perjanjian tersebut Dalam hukum perjanjian syariah dan penerapannya ada beberapa asas yang harus diperhatikan dan tidak boleh diabaikan dalam membuat perjanjian. Asas-asas ini berpengaruh pasa status suatu akad. Ketika asas ini tidak terpenuhi maka akan mengakibatkan batal atau tidak sahnya perjanjian yang dibuatnya. Asas-asas tersebut sebagai berikut : 52 a. b. c. d. e. f.
51
Al-Hurriyah Al-Musawah Al-Adalah Al-Ridha Ash-Shiddiq Al-khitabah
Gemala Dewi,Op Cit., h.95.
52
Ibid.,h.96-99.
Al-Hurriyah merupakan asas kebebasan. Para pihak mempunyai kebebasan dalaam membuat perjanjian (akad), baik dari segi obyek perjanjian, pernyataan-pernyataan lain maupun dalam hal penyelesaian sengketa. Al-Musawah, yaitu asas persamaan dan kesetaraan. Kedua belah pihak yang melakukan perjanjian mempunyai kedudukan yang sama satu sama lain sehingga dalam menentukan hak dankewajiban masing-masing pihak didasaran pada asas ini. Sedangkan Al-Adalah adalah asas yang menekankan pada keadilan. Dalam pelaksanaan akad dituntut harus benar dalam pengungkapan kehendak dan pemenuhan kewajiban kedua belah pihak. Asas ini juga berkaitan dengan asas kesamaan, meskipun keduanya tidak sama, tapi merupakan lawan dari kezaliman.
TESIS
KLAUSULA EKSONERASI ...
MELINA HARTANTO
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Salah satu bentuk kezaliman adalah mencabut hak-hak kemerdekaan orang lain atau tidak memenuhi kewajibannya yang telah tertuang di dalam akad.53 Al-Ridha adalah asas yang menekankan bahwa semua transaksi harus didasarkan pada kerelaan dari masing-masing pihak (tidak boleh ada paksaan). Jika asas ini tidak terpenuhi, maka artinya sama dengan memakan suatu yang bathil.54 Al-Shiddiq yaitu asas kejujuran dan kebenaran. Dalam pelaksanaan akad
53
Ibid.,h.97.
54
Ibid.,h.98.
harus
didasarkan
pada
kejujuran.
Apabila
dalam
suatu
akad
mengandungketidakbenaran atau kebohongan maka akan mengurangi keabsahan dari akad itu sendiri. Al-Khitabah merupakan asas yang menekan bahwa semua perjanjian harus dituangkan secara tertulis agar jelas kepastian hukumnya. Setelah penjelasan asas-asas diatas maka dapat disimpulkan bahwa bank syariah sebagai lembaga keuangan yang eksistensinya mutlak bergantung pada kepercayaan dari nasabah yang mempercayakan dananya atau yang menggunakan jasa-jasa bank lainnya. Dengan demikian, hubungan bank syariah dan nasabahnya tidak hanya berlandaskan hubungan kontraktual tetapi juga dilandasi oleh asas kepercayaan sehingga tidak boleh hanya memikirkan kepentingan bank itu sendiri tetapi juga harus memperhatikan kepentingan nasabah baik nasabah penyimpan dana maupun nasabah pengguna dana serta pengguna jasa bank lainnya. Pentingnya kepercayaan
nasabah (masyarakat) terhadap bank syariah harus
selalu dijaga untuk menjalin hubungan hukum yang sehat dan seimbang diantara
TESIS
KLAUSULA EKSONERASI ...
MELINA HARTANTO
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
keduanya. Dalam hubungan hukum harus ada perlindungan hukum yang menjadi salah satu aspek penting dalam suatu negara dalam melindungi warga negaranya. Dalam suatu negara, pasti terjadi hubungan antara negara dengan warga negaranya. Hubungan inilah yang melahirkan hak dan kewajiban. Perlindungan Hukum akan menjadi hak bagi warga negara. Di sisi lain perlindungan hukum menjadi kewajiban bagi negara. Negara wajib memberikan perlindungan hukum bagi warga negaranya. Hal ini berarti bahwa perlindungan hukum menjadi unsur yang esensial serta menjadi konsekuensi dalam negara hukum. Negara wajib menjamin hak-hak hukum warga negaranya. Perlindungan hukum merupakan pengakuan terhadap harkat dan martabat warga negaranya sebagai manusia. Perlindungan Hukum memberikan pengayoman kepada hak asasi manusia yang dirugikan oleh orang lain dan perlindungan tersebut diberikan kepada masyarakat agar mereka dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum. Dengan kata lain, berbagai upaya hukum harus diberikan oleh aparat penegak hukum untuk memberikan rasa aman, baik secara pikiran maupun fisik dari gangguan dan berbagai ancaman dari pihak manapun. Perlindungan Hukum sebagai kumpulan peraturan atau kaidah yang diharapkan akan dapat melindungi suatu hal dari hal lainnya yang berkaitan dengan konsumen, nasabah atau siapapun pengguna barang dan/atau jasa lainnya. Hukum memberikan perlindungan terhadap hak-hak pelanggan dari sesuatu yang mengakibatkan tidak terpenuhinya hak-hak tersebut. Perlindungan Hukum adalah penyempitan arti dari perlindungan, dalam hal ini hanya perlindungan oleh hukum saja. Perlindungan yang diberikan oleh hukum, terkait pula dengan adanya hak dan kewajiban, dalam hal ini yang dimiliki oleh manusia sebagai subyek hukum dalam interaksinya dengan sesama
TESIS
KLAUSULA EKSONERASI ...
MELINA HARTANTO
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
manusia serta lingkungannya. Sebagai subyek hukum, manusia memiliki hak dan kewajiban untuk melakukan suatu tindakan hukum.55 Dalam menciptakan perlindungan hukum, ada dua macam sarana yang dapat ditempuh, yaitu : 56 a. Sarana Perlindungan Hukum Preventif Perlindungan hukum yang preventif bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa, yang mengarahkan tindakan pemerintah berikap hati-hati dalam pengambilan keputusan berdasarkan diskresi. Preventif termasuk salah satu pengendalian sosial atau usaha yang dilakukan untuk mencegah terjadinya suatu pelanggaran. Dalam preventif masyarakat atau seseorang diarahkan, dibujuk, atau diingatkan supaya jangan melakukan pelanggaran yang telah disebutkan. a. Sarana Perlindungan Hukum Represif Perlindungan hukum yang represif bertujuan untuk menyelesaikan terjadinya sengketa, termasuk penangananya di lembaga peradilan. Represif termasuk salah satu pengendalian sosial yang dilakukan setelah terjadinya
55
CST Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1989.
56
Maria Alfons, Implementasi Perlindungan Indikasi Geografis Atas Produk-produk Masyarakat Lokal Dalam Perspektif Hak Kekayaan Intelektual, Ringkasan Disertasi Doktor, Universitas Brawijaya, Malang, 2010,h.18.
suatu pelanggaran atau bisa juga diartikan sebagai usaha-usaha yang dilakukan setelah pelanggaran terjadi. Dalam represi, seseorang yang telah melanggar perbuatan akan dihukum ataupun ditangkap oleh polisi dan dijebloskan dalam penjara. Wujud perlindungan hukum pada dasarnya merupakan upaya penegakan hukum, yang secara konsepsional penegakan hukum itu sendiri merupakan suatu kegiatan
TESIS
KLAUSULA EKSONERASI ...
MELINA HARTANTO
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan didalam kaidah-kaidah yang mantap dan mengejawantah dan sikap tindak sebagai penjabaran nilai tahap akhir untuk menciptakan, memelihara, dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup. 57 Dalam penegakan hukum terdapat tiga unsur yang harus diperhatikan, yaitu kepastian hukum, kemanfaatan dan keadilan. Kepaastian hukum merupakan kehendak setiap orang , bagaimana hukum harus berlaku atau diterapkan dalam peristiwa konkrit. Kepastian hukum juga berarti bahwa setiap orang dapat menuntut agar hukum dapat dilaksanakan dan tuntutan itu pasti dipenuhi, dan bahwa setiap pelanggaran hukum akan ditindak dan dikenakan sanksi menurut hukum. Berikutnya adalah kemanfaatn yang berarti bahwa pelaksanaan hukum atau penegakan hukum harus memberi manfaat atau kegunaan bagi masyarakat dan yang terakhir harus memperhatikan
57
Sudikno Mertokusumo, Bab-Bab Tentang Penemuan Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1993, h.1.
keadilan bagi semua lapisan masyarakat. Perlindungan hukum dalam transaksi perbankan harus memperhatikan ketiga unsur diatas. Perlindungan hukum yang dimaksud mencakup yang terdapat dalam Undang-Undang Perbankan Syariah dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor : 1/POJK.07/2013.
Undang-Undang Perbankan Syariah tidak mengatur secara
langsung mengenai perlindungan bagi nasabah, Namun dalam perkembangannya, Bank Indonesia mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 7/7/PBI/2005 mengatur tentang penyelesaian pengaduan nasabah dan yang terbaru adalah Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 8/5/PBI/2006 tentang Mediasi Perbankan.
TESIS
KLAUSULA EKSONERASI ...
MELINA HARTANTO
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Penyelesaian pengaduan nasabah oleh bank tidak selalu dapat memuaskan nasabah dan berpotensi menimbulkan sengketa di bidang perbankan antara bank dan nasabahnya. Selain itu penyelesaian sengketa nasabah dapat berlarut-larut (lama) dan akan berdampak pada nama baik serta tingkat kepercayaan masyarakat terhadap bank. Akhirnya dibentuklah Peraturan Bank Indonesia tentang mediasi perbankan yang dianggap lebih mudah, murah dan cepat dalam menyelesaikan sengketa nasabah dan bank. Mediasi di bidang perbankan dilakukan oleh lembaga Mediasi perbankan independen yang dibentuk asosiasi perbankan. Dalam pelaksanaan tugasnya,
lembaga Mediasi perbankan independen melakukan koordinasi dengan Bank Indonesia. Selain itu dalam dunia perbankan syariah untuk terciptanya keadilan dan menimbulkan rasa aman bagi nasabahnya , maka dalam Undang-Undang Perbankan Syariah diatur mengenai asas dari kegiatan usaha perbankan syariah, yaitu, prinsip syariah, demokrasi ekonomi dan prinsip kehati-hatian. Yang dimaksud dengan berasaskan prinsip syariah adalah kegiatan usaha yang tidak mengandung riba, maysir, gharar, objek haram dan menimbulkan kezaliman. Sedangkan yang dimaksud dengan berasaskan demokrasi ekonomi adalah kegiatan usaha yang mengandung nilai keadilan, kebersamaan, pemerataan dan kemanfaatan. Dengan adanya suatu akad dalam bank syariah maka para pihak terkait oleh ketentuan hukum Islam yang berupa hak-hak dan pemenuhan kewajiban-kewajiban yang harus diwujudkan. Oleh karena itu, akad harus dibentuk oleh hal-hal yang dibenarkan
syariah.
Sahnya suatu akad menurut hukum Islam ditentukan dari
terpenuhinya rukun dan syarat akad. Rukun adalah sesuatu yang harus ada dalam kontrak. Sedangkan syarat adalah hal yang sangat berpengaruh atas keberadaan sesuatu, tetapi bukan merupakan bagian atau unsur pembentuk dari sesuatu tersebut.
TESIS
KLAUSULA EKSONERASI ...
MELINA HARTANTO
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Ini berarti apabila syarat tidak ada maka sesuatu tersebut juga tidak akan terbentuk. 58 Masing-masing bentuk akad memiliki karakteristik yang khas, tetapi secara umum setiap akad
58
Gemala Dewi, Op Cit.,h.14.
mengandung rukun. Seperti yang sudah diuraikan pada bab sebelumnya, rukun akad yang utama adalah ijab dan qabul, syarat yang harus ada dalam rukun dapat menyangkut subjek dan objek suatu perjanjian. Ijab dan qabul ini dapat dilakukan dengan empat cara, yaitu lisan, tulisan, isyarat dan yang terakhir adalah perbuatan. Dalam akad pembiayaan murabahah ijab qabul
dilakukan dengan cara tulisan
(tertulis). Ada kalanya suatu perikatan dilakukan secara tertulis karena para pihak tidak dapat bertemu langsung untuk melakukan perikatan. Selain itu ijab qabul yang dilakukan dengan tulisan memiliki kepastian dalam hal pembuktian. Akad dalam muamalah memiliki kedudukan yang sangat menentukan bagi keabsahan transaksi yang terjadi di antara para pihak yang membuat akad itu. Jika terdapat syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan dalam akad yang bertentangan dengan prinsip syariah, maka akad itu akan batal.59 Dalam akad murabahah, seperti akadakad muamalah lainnya, tidak boleh mengandung syarat-syarat dan ketentuanketentuan yang berisi kewajiban melakukan hal-hal yang dilarang oleh syariah. Pencantuman klausula eksonerasi dalam akad pembiayaan murabahah telah melanggar salah satu prinsip syariah, yaitu, zalim sehingga akad pembiayaan murabahah tersebut menjadi batal.
59
Sutan Remy Sjahdeini-III.,Op.Cit.,h.202.
TESIS
KLAUSULA EKSONERASI ...
MELINA HARTANTO
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Dalam pembuatan akad sering kali konsumen atau nasabah dirugikan
oleh
pelaku usaha. Berbagai kemungkinan penyalahgunaan kelemahan yang dimiliki oleh konsumen dapat terjadi saat sebelum transaksi jual beli berlangsung yakni berupa iklan atau promosi yang tidak benar, saat transaksi itu sendiri berlangsung atau setelah transaksi berlangsung dimana pelaku usaha tidak tahu
menahu dengan
kerugian yang ditanggung konsumen. Oleh karena itu, untuk menghindari kerugian tersebut diharapkan pelaku usaha dan konsumen benar-benar sadar akan hak dan kewajibannya yang telah diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Selain sanksi administratif yang telah disebutkan pada halaman sebelumnya, dibutuhkan juga perlindungan hukum dari Dewan Pengawas Syariah (DPS) untuk mengawasi bank-bank yang ada dibawah pengawasannya agar selalu menjalankan kegiatan usahanya sesuai dengan prinsip syariah dan merevisi klausula-klausula yang sering kali dipergunakan oleh bank untuk membatasi atau
membebaskan dirinya dari tanggung jawab yang
seharusnya dipikul. Penyelesaian sengketa antara nasabah dan bank tidak hanya melalui mediasi perbankan saja. Dalam Undang-Undang Perbankan Syariah dibentuk badan penyelesaian sengketa dalam suatu akad di lingkungan perbankan syariah dapat melalui Pengadilan Agama atau Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS). Badan Arbitrase Syariah Nasional merupakan instrumen hukum yang menyelesaikan perselisihan para pihak, baik yang datang dari dalam lingkungan bank syariah, asuransi syariah, maupun pihak lain yang memerlukannya bahkan dari kalangan nonmuslim pun dapat memanfaatkan lembaga ini selama yang bersangkutan mempercayai kredibilitasnya dalam menyelesaikan sengketa. Klausula arbitrase ini
TESIS
KLAUSULA EKSONERASI ...
MELINA HARTANTO
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
sering dicantumkan dalam setiap akad di bank syariah. Penyelesaian sengketa dapat melalui jalur litigasi dan non litigasi. Litigasi melalui Pengadilan Agama. Sedangkan non litigasi melalui mediasi dan BASYARNAS.
TESIS
KLAUSULA EKSONERASI ...
MELINA HARTANTO