BAB III PERANCANGAN DAN ANALISA DALAM KONTRAK A. Pengertian Kontrak Mengenai ketentuan tentang kontrak telah diatur di dalam Buku III KUH Perdata yang berkaitan dengan Perikatan. Perkataan perikatan (verbintenis) mempunyai arti yang lebih luas dari perkataan perjanjian. Dalam Buku III juga diatur tentang hubungan hukum yang sama sekali sekali tidak bersumber kepada suatu persetujuan atau perjanjian. Pada umumnya Buku III mengatur tentang perikatan-perikatan yang timbul dari persetujuan atau perjanjian. Istlah Hukum Perikatan, terdiri dari dua golongan besar, yaitu, hukum perikatan yang berasal dari undang-undang dan hukum perikatan yang berasal dari perjanjian. Menurut Subekti perikatan berisi hukum perjanjian, perikatan merupakan suatu pengertian yang abstrak, sedangkan suatu perjanjian adalah suatu peristiwa hukum yang konkrit. 27 Istilah Perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan dari istilah overeenkomst dalam bahasa Belanda, atau contract dalam bahasa Inggris. 28 Hukum perikatan dalam Buku ke-III KUHPerdata mencakup semua bentuk perikatan dan juga termasuk ikatan hukum yang berasal dari perjanjian, maka istilah hukum perjanjian hanya sebagai pengaturan tentang ikatan hukum yang terbit dari perjanjian saja.
27
Subekti, Pokok Pokok Hukum Perdata, Intrmasa Cetakan ke-XXXII, Jakarta, 2005. hal. 122 28 Munir Fuady, Op.Cit. hal. 2.
Universitas Sumatera Utara
Istilah kontrak berasal dari bahasa Inggris, yaitu contract, sementara dalam bahasa Belanda disebut dengan, overeenkomst yang diterjemahkan dengan istilah perjanjian sebagaimana yang disebutkan dalam pasal 1313 KUHPerdata. Sedangkan istilah kontrak dalam bahasa Indonesia sudah lama ada dan bukanlah merupakan istilah yang asing, seperti istilah kontrak kerja, buruh kontrak, atau juga istilah kebebasan berkontrak. Kontrak adalah suatu kesepakatan yang diperjanjikan (promissory agreement) diantara dua atau lebih pihak yang dapat menimbulkan atau menghilangkan hubungan hukum. Perbedaan pengertian antara kontrak dengan perjanjian dapat dilihat dari bentuk dibuatnya suatu perjanjian, dimana tidak semua perjanjian dibuat secara tertulis, karena perjanjian dapat berupa lisan maupun tulisan, sehingga perjanjian yang dibuat secara tertulis disebut kontrak. Kontrak dalam pelaksanaan selalu dibuat dalam keadaan tertulis, dan harus memenuhi syarat-syarat sahnya suatu perjanjian. Dan syarat-sayarat sahnya perjanjian juga berlaku dalam membuatan kontrak. B. Jenis-jenis Kontrak Para ahli di bidang kontrak tidak ada kesatuan pandangan tentang pembagian kontrak. Masing-masing mempunyai pandangan yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Ada ahli yang mengkajinya dari sumber hukumnya, namanya, bentuknya, aspek kewajibannya, maupun aspek larangannya.
Universitas Sumatera Utara
Berikut ini jenis-jenis kontrak berdasarkan pembagian di atas. 1.
Kontrak menurut Sumbernya Kontrak berdasarkan sumber hukumnya merupakan penggolongan
kontrak yang didasarkan tempat kontrak itu ditemukan. Menurut Sudikno Mertokusumo, dikutip oleh Salim HS menggolongkan kontrak tersebut menjadi 5 macam, yaitu: 29 a. Perjanjian yang bersumber dari hukum keluarga, seperti perkawinan b. Perjanjian yang bersumber dari kebendaan, seperti peralihan hak milik atas benda c. Perjanjian obligatoir, yaitu perjanjian yang menimbulkan kewajiban d. Perjanjian yang bersumber dari hukum acara atau yang disebut dengan bewijsovereenkomst e. Perjanjianyang bersumber dari hukum publik yang disebut dengan publieckrechtelijkeovereemkomst.
2.
Kontrak menurut Namanya Penggolongan ini didasarkan pada nama perjanjian yang tercantun di
dalam Pasal 1319 KUH Perdata yang hanya disebutkan dua macam kontrak menurut namanya, yaitu kontrak nominaat (bernama) dan kontrak innominaat (tidak bernama). 3.
Kontrak menurut Bentuknya Di dalam KUH Perdata, tidak disebutkan secara sistematis tentang
bentuk kontrak, namun apbila kita melaah berbagai ketentuan yang tercantum di dalam KUH Perdata, maka kontrak menurut bentuknya dapat dibagi 2 macam, yaitu kontrak lisan dan tertulis.
29
Salim HS, Hukum Kontrak, Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Mataram, 2002, hal 32.
Universitas Sumatera Utara
Kontrak lisan yaitu kontrak atau perjanjian yang dibuat oleh para pihak cukup dengan lisan atau dengan kesepakatan para pihak (Pasal 1320 KUH Perdata). Dengan adanya konsensus itu, maka perjanjian itu telah terjadi. Termasuk dalam golongan ini adalah perjanjian konsensual dan riil. Dimana perjanjian konsensual terjadi apabila ada kesepakatan antara para pihak. Sedangkan perjanjian riil adalah suatu perjanjian yang dibuat dan dilaksanakan secara nyata. Kontrak tertulis merupakan kontrak yang dibuat oleh para pihak dalam bentuk tulisan. Kontrak ini dapat juga dibagi menjadi dua macam, yaitu dalam bentuk akta di bawah tangan dan akta notaris. Akta dibawah tangan adalah akta yang cukup dibuat dan ditandatangani oleh para pihak. Sedangkan akta autentik merupakan akta yang dibuat oleh atau dihadapan notaris. 4.
Kontrak Timbal Balik Penggolongan ini dilihat dari hak dan kewajiban para pihak. Kontrak
timbal balik merupakan perjanjian-perjanjian, dimana kedua belah pihak timbul hak dan kewajiban-kewajiban pokok. Perjanjian timbal balik ini dibagi menjadi dua macam, yaitu timbal balik tidak sempurna dan yang sepihak. Kontrak timbal balik tidak sempurna senantiasa timbul suatu kewajiban pokok bagi satu pihak, sedangkan lainnya wajib melakukan sesuatu. Perjanjian sepihak merupakan perjanjian yang selalu timbul kewajibankewajiban hanya bagi satu dari para pihak. Tipe perjanjian ini adalah perjanjian pinjam mengganti. Pentingnya perbedaan disini adalah dalam rangka pembubaran perjanjian.
Universitas Sumatera Utara
5.
Perjanjian Cuma-Cuma atau dengan Alas Hak yang Membebani Penggolongan ini didasarkan pada keuntungan salah satu pihak dan
adanya prestasi dari pihak lainnya. Perjanjian cuma-cuma merupakan perjanjian yang disitu menurut hukumnya hanya timbul keuntungan bagi salah satu pihak, contohnya; seperti hadiah dan pinjam pakai. Sedangkan perjanjian dengan alas hak yang membebani merupakan perjanjian disamping prestasi pihak yang satu senantiasa ada prestasi (kontra) dari pihak lain, yang menurut hukum ada saling hubungannya. 6.
Perjanjian berdasarkan Sifatnya Penggolongan ini didasarkan pada hak kebendaan dan kewajiban yang
ditimbulkan dari adanya perjanjian tersebut. Perjanjian menurut sifatnya dibagi menjadi dua macam, yaitu perjanjian kebendaan dan perjanjian obligatoir. Perjanjian kebendaan adalah suatu perjanjian, dimana ditimbulkan hak kebendaan diubah, dilenyapkan, hal demekian untuk memenuhi perikatan. Contohnya perjanjian pembebanan jaminan dan penyerahan hak milik. Sedangkan perjanjian obligatoir merupakan perjanjian yang menimbulkan kewajiban dari para pihak. Disamping itu dikenal juga jenis perjanjian dari sifatnya, yaitu perjanjian pokok dan perjanjian accesoir. Perjanjian pokok merupakan perjanjian yang utama, yaitu perjanjian pinjam meminjam uang, baik kepada individu maupun lembaga perbankan. Sedangkan perjanjian accesoir merupakan perjanjian tambahan, seperti perjanjian pembebanan hak tanggungan atau fidusia.
Universitas Sumatera Utara
7.
Perjanjian dari Aspek Larangannya Penggolongan
perjanjian
berdasarkan
larangannya
merupakan
penggolongan perjanjian dari aspek tidak diperkenankannya para pihak untuk membuat perjanjian yang bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum. Ini disebabkan perjanjian itu mengandung praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat seperti yang terdapat dalam UU No. 5 Tahun 1999. C. Perancangan dan Analisa Kontrak Pemahaman tentang hukum kontrak haruslah dapat dikuasai, karena dalam pembuatan kontrak kepentingan para pihak akan diakomodir dalam suatu perjanjian yang jelas mempunyai tujuan dan resiko yang tidak diinginkan dapat timbul dikemudian hari. Penyusunan kontrak merupakan persoalan tentang perancangan dan analisa terhadap kepentingan hukum para pihak yang melakukan kesepakatan sehingga sangatlah diperlukan guna mencapai tujuan kesepakatan tersebut. Setiap kontrak mempunyai resiko yang berbeda-beda berdasarkan kepentingan para pihak apabila suatu kontrak tidak disusun sesuai dengan kententuan dan tidak dilakukan analisa kontrak, karena nantinya akan mengikat para pihak di dalam perjanjian. Ada yang mengatakan bahwa merancang kontrak itu tidak gampang, apalagi yang didraft itu kontrak yang bersifat komersil. Dan ada juga yang mengatakan bahwa bahasa kontrak itu sangat khas, berbelit-belit dan berulang ulang. Semuanya itu ada benarnya akan tetapi bukan berarti semua itu sama sekali
Universitas Sumatera Utara
tidak mungkin dilakukan. Asal ada kemauan untuk itu, mestinya tidak ada yang tidak bisa dilakukan di dunia ini. 30 Dalam melakukan perancangan kontrak-kontrak dalam bisnis, secara teoritik harus memahami asas-asas, prinsip-prinsip dan sumber hukum dari kontrak menurut hukum posistif Indonesia seperti KUH Perdata dan perundanganundangan yang berkaitan dengan substansi kontrak. Sedangkan untuk kontrak bisnis internasional harus pula merujuk kepada hukum kontrak internasional sebagaimana terdapat dalam UNIDROIT Principle Of International Commercial Contract (2004) dan UN Convention of the International Sales of Goods (Viennna Convention) atau Konvensi PBB tentang Kontrak Jual Beli Barang. 31 Dalam prakteknya perancangan suatu kontrak haruslah memahami teknik merancang format dan substansi kontrak. Dalam merancang suatu kontrak membutuhkan penguasaan kemahiran/skill yang meliputi : 1.
Kemahiran menulis dengan menggunakan bahasa hukum yang baik, benar, tepat dan jelas dengan tetap berpedoman pada tata bahasa Indonesia atau bahasa Inggris (plain English).
2.
Kemahiran merancang struktur suatu kontrak sesuai dengan karakteristik dari masing-masing jenis kontrak, sehingga semua kepentingan dari para pihak beserta seluruh konsekuensi yuridis yang ditimbulkan dari kontrak tersebut 30
Munir Fuady, Hukum Bisnis dalam Teori dan Praktek, Buku KeEmpat, PT.citra Aditya Bakti, Bandung, 2002, Hal.2. 31 Taryana Soenandar, Prinsip-Prinsip UNIDROIT sebagai Sumber Hukum Kontrak dan Penyelesaian Sengketa Bisnis Internasional, Sinar Grafika, Jakarta, 2004, Hal. 36.
Universitas Sumatera Utara
dapat tertampung dengan tetap memperhatikan prinsip-prinsip hukum yang sifatnya tidak dapat disimpangi (mandatory rules). Disinilah dibutuhkan penguasaan pengetahuan teoritik hukum kontrak nasional dan internaional dan aspek bisnis dari jenis transaksi yang bersangkutan termasuk misalnya aspek-aspek manajerial, finansial dan perpajakan. Terhadap perancangan dan analisa kontrak mempunyai peranan dalam menyusun suatu kontrak . Peranan, disebut juga manfaat dari posisi dan tujuan yang melakukan perancangan dan analisa. Perancangan (contract drafter) adalah suatu bentuk kegiatan melakukan persiapan pembuatan, penyusunan kontrak yang dimulai dari pengumpulan bahan-bahan hukum, penafsiran dan menuangkan keinginan para pihak dalam kontrak. Analisa, atau penelaahan, kajian, interprestasi, penafsiran terhadap suatu rancangan dengan melakukan pembedahan rancangan kontrak dengan melihat apakah terpenuhinya syarat-syarat syahnya kontrak, penerapan azas-azas hukum, ketentuan perundang-undangan yang terkait, keinginan dan perlindungan hukum terhadap pihak-pihak yang melakukan perjanjian dalam kontrak. Dalam penyusunan suatu kontrak, sebelum kontrak ditandatangani untuk disetujui oleh para pihak yang mengikatkan diri dalam suatu perjanjian, ada suatu langkah yang mesti dilakukan, yaitu menganalisa kontrak. Dalam hal melakukan suatu analisa terhadap kontrak dapat dilakukan dalam dua posisi yang berbeda : ketika dalam posisi melakukan perancangan kontrak (contract drafter) dan ketika posisi dalam pihak yang menerima hasil rancangan
Universitas Sumatera Utara
kontrak dari pihak yang melakukan contract drafter atau yang membuat rancangan kontrak. D. Teori-teori dalam Hukum Kontrak Dalam penelitian ini teori yang digunakan tentang hukum kontrak adalah teori Utility sebagai teori inti (grand theory) dan akan didukung oleh teori-teori lainnya (supporting theory). a. Grand Theory (Teori Inti) 1. Teori Kepentingan (UtilitarianismeTheory) dari Jeremy Bentham. Kebebasan berkontrak adalah refleksi dari perkembangan paham pasar bebas yang dipelopori oleh Adam Smith. Adam Smith dengan teori ekonomi klasiknya mendasari pemikirannya pada ajaran hukum alam, hal yang sama menjadi dasar pemikiran Jeremy Bentham yang dikenal dengan utilitarianisme. Jeremy Bentham dalam bukunya “Introduction to the Morals and Legislation” berpendapat bahwa hukum bertujuan untuk mewujudkan semata-mata apa yang berfaedah bagi orang. Menurut Teory Utilitis, tujuan hukum ialah menjamin adanya kebahagian sebesar-besarnya pada orang sebanyak-banyaknya. Kepastian melalui hukum bagi perseorangan merupakan tujuan utama dari pada hukum. 32 Dalam hal ini pendapat Bentham dititik beratkan pada hal-hal yang berfaedah dan bersifat umum. 33 Peraturan-peraturan yang timbul dari norma hukum (kaedah hukum), dibuat oleh penguasa negara, isinya mengikat setiap orang dan pelaksanaannya 32
L.J.van Apeldoorn, Pengantar Ilmu Hukum, Pradnya Paramita, Jakarta 1981, hal. 168. C.S.T. Kansil, Pengantar Hukum dan Tata Hukum Indonesia, PN Balai Pustaka, Jakarta, 1983. hal.42.
33
Universitas Sumatera Utara
dapat dipertahankan dengan segala paksaan oleh alat-alat negara. Keistimewaan dari norma hukum justru terletak dalam sifatnya yang memaksa, dengan sanksinya berupa ancaman hukuman. 34 Bahwa undang-undang adalah keputusan kehendak dari satu pihak; perjanjian, keputusan kehendak dari dua pihak; dengan kata lain, bahwa orang terikat pada perjanjian berdasar atas kehendaknya sendiri, pada undang-undang terlepas dari kehendaknya. 35 2. Teori Kedaulatan Hukum dari Krabbe Dikatakan Krabbe: “aldus moet ook van recht de heerscappij gezocht worden in de reactie van het rechtsgevoel, en ligt dus het gezag niet buiten maar in den mens”, kurang lebih artinya, ”demikian halnya dengan kekuasan hukum yang harus kami cari dari dalam reaksi perasaan hukum; jadi, kekuasaan hukum itu tidak terletak diluar manusia tetapi didalam manusia”. Hukum berdaulat yaitu diatas segala sesuatu, termasuk Negara. Oleh karena itu menurut Krabbe negara yang baik adalah negara hukum (rechtstaat), tiap tindakan Negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada hukum. 36 Azas
kebebasan
berkontrak
dalam
melakukan
suatu
perjanjian
merupakan bentuk dari adanya suatu kedaulatan hukum yang dipunyai oleh setiap individu dalam melakukan suatu perbuatan hukum. Setiap individu menurut kepentingannya secara otonom berhak untuk melakukan perjanjian dengan individu lain atau kelompok masyarakat lainnya. 3. Teori 3P Teori ini didasarkan kepada pemikiran dari Scoott J. Burham yang mendasarkan dalam penyusunan suatu kontrak haruslah dimulai mendasari dengan pemikiran-pemikiran sebagai berikut: 34 35 36
C.S.T. Kansil, Ibid. Hal. 86. L.J.van Apeldoorn. Op.Cit., Hal. 168. L.J.van Apeldoorn. Op.Cit., Hal. 168
Universitas Sumatera Utara
1. Predictable, dalam perancangan dan analisa kontrak seorang darfter harus dapat meramalkan atau melakukan prediksi mengenai kemungkinankemngkinan apa yang akan terjadi yang ada kaitannya dengan kontrak yang disusun. 2. Provider, yaitu siap-siap terhadap kemungkinan yang akan terjadi. 3. Protect of Law, perlindungan hukum terhadap kontrak yang telah dirancang dan dianalisa sehingga dapat melindungi klien atau pelaku bisinis dari kemungkinan kemungkin terburuk dalam menjalankan bisnis. b. Supporting Theory (Teori Pendukung) Lebih dari seabad yang lalu (tahun 1861), ahli hukum Inggris yang masyur Sir Hendry Maine menerbitkan buku berjudul Ancient Law (hukum kuno). Dimana Maine mencoba menjelaskan bagaimana hukum berevolusi selama bertahun-tahun pada masyarakat lebih modern. Maine menunjukan bahwa pada masyarakat seperti itu hukum begerak dari satus ke kontrak. Maksudnya, hubungan hukum dalam masyarakat modern tidak tergantung secara khusus pada kelahiran atau kasta; hubungan hukum itu tergantung pada perjanjian sukarela. 37 Sehingga kontrak adalah perangkat hukum yang umumnya berkenaan dengan perjanjian sukarela. Hukum kontrak di Indonesia diatur dalam Buku III KUHPerdata Bab Kedua yang mengatur tentang perikatan-perikaan yang dilahirkan dari kontrak atau persetujuan. Pengertian kontrak dengan persetujuan adalah sama seperti terlihat yang didefinisikan pada pasal 1313 KUHPerdata. Hukum kontrak hanya mengatur aspek tertentu dari pasar dan mengatur jenis perjanjian tertentu. 38
37
Lawrence F. Friedman, Amerrican Law An Introduction, Second Editon, Hukum Amerika Sebuah Pengantar (Penerjemah Wishnu Basuki), Penerbit PT.Tatanusa, Jakarta 2001, hal.195. 38 Lawrence F. Friedman, Ibid. hal.196.
Universitas Sumatera Utara
Sekalipun demikian mungkin kontrak adalah bagian yang kurang menonjol dari hukum yang hidup (living law) dibandingkan bidang lain yang berkembang berdasarkan hukum kontrak atau pemikiran tentang kontrak.39 Secara akademis, terdapat berbagai macam teori tentang kontrak, yang masing-masingnya mencoba menjelaskan berdasarkan pengelompokannya dan kriterinya masing-masing. Menurut Munir Fuady ada beberapa teori hukum tentang kontrak, yaitu: 40 1.
Teori-teori Berdasarkan Prestasi Kedua Belah Pihak
Teori-teori berdasarkan prestasi kedua belah pihak, menurut Roscoe Pound, sebagaimana yang dikutip Munir Fuady terdapat berbagai teori kontrak:41 a. Teori Hasrat (Will Theory) b. Teori Tawar Menawar (Bargaining Theory) c. Teory sama nilai (Equivalent Theory d. Teori kepercayaan merugi (Injurious Reliance Theory)
a. Teori Hasrat (Will Theory). Dimana teori hasrat ini menekankan kepada pentingnya hasrat (will atau intend) dari pihak yang memberikan janji. Ukuran dari eksistensi, kekuatan berlaku dan substansi dari suatu kontrak diukur dari hasrat tersebut. Menurut teori ini yang terpenting dalam suatu
39
Lawrence F. Friedman, Ibid. hal. 197. Munir Fuady, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), Citra Aditya Bakti, Bandung 2001, hal.5. 41 Munir Fuady, Ibid. 40
Universitas Sumatera Utara
kontrak bukan apa yang dilakukan oleh para pihak dalam kontrak tersebut, akan tetapi apa yang mereka inginkan. b. Teori Tawar Menawar (Bargaining Theory). Teori ini merupakan perkembangan dari teori sama nilai (equivalent theory) dan sangat mendapat tempat dalam Negara-negara yang menganut system Common Law.
Teori sama nilai ini mengajarkan bahwa suatu kontrak hanya
mengikat sejauh apa yang dinegosiasikan (tawar menawar) dan kemudian disetujui oleh para pihak. c. Teory sama nilai (Equivalent Theory). Teori ini mengajarkan bahwa suatu kontrak baru mengikat jika para pihak dalam kontrak tersebut memberikan prestasinya yang seimbang atau sama nilai (equivalent). d. Teori kepercayaan merugi (Injurious Reliance Theory). Teori ini mengajarkan bahwa kontrak sudah dianggap ada jika dengan kontrak yang bersangkutan sudah menimbulkan kepercayaan bagi pihak terhadap siapa janji itu diberikan sehingga pihak yang menerima janji tersebut karena kepercayaannya itu akan menimbulkan kerugian jika janji itu tidak terlaksana. 2.
Teori-teori berdasarkan Formasi Kontrak. Dalam ilmu hukum ada empat teori yang mendasar dalam teori formasi
kontrak, yaitu: a. Teori kontrak defacto. Kontrak de facto (implied in-fact) dalah kontrak yang tidak pernah disebutkan dengan tegas tetapi ada dalam kenyataan, pada prinsipnya dapat diterima sebagai kontrak yang sempurna.
Universitas Sumatera Utara
b. Teori kontrak ekpresif. Bahwa setiap kontrak yang dinyatakan dengan tegas (ekpresif) oleh para pihak baik dengan tertulis ataupun secara lisan, sejauh memenuhi syarat-syarat syahnya kontrak, dianggap sebagai ikatan yang sempurna bagi para pihak. c. Teori promissory estoppel. Disebut juga dengan detrimental reliance, dengan adanya persesuaian kehendak diantara pihak
jika pihak lawan
telah melakukan sesuatu sebagai akibat dari tindakan-tindakan pihak lainnya yang dianggap merupakan tawaran untuk suatu ikatan kontrak. d. Teori kontrak quasi (pura-pura). Disebut juga quasi contract atau implied in law, dalam hal tertentu apabila dipenuhi syarat-syarat tertentu, maka hukum dapat dianggap adanya kontrak diantara para pihak dengan berbagai konsekwensinya, sungguhpun dalam kenyataannya kontrak tersebut tidak pernah ada.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV PERANAN PERANCANGAN DAN ANALISA KONTRAK DALAM KUH PERDATA A. Pengaturan Perancangan dan Analisa Kontrak dalam KUH Perdata Hukum kontrak yang ada di Indonesia diatur di dalam Buku III KUH Perdata, yang terdiri dari 18 bab dan 631 pasal. Yang dimulai dari Pasal 1233 KUH Perdata sampai dengan Pasal 1864 KUH Perdata. Dan masing-masing bab dibagi dalam beberapa bagian. Hal-hal yang diatur di dalam buku III KUH Perdata, meliputi hal-hal berikut ini : 1. Perikatan pada umumnya (Pasal 1233 KUH Perdata sampai dengan Pasal 1312 KUH Perdata) 2. Perikatan yang dilahirkan dari perjanjian (Pasal 1313 KUH Perdata sampai dengan Pasal 1352 KUH Perdata) 3. Hapusnya perikatan (Pasal 1381 KUH Perdata sampai dengan Pasal 1456 KUH Perdata) 4. Jual beli (Pasal 1457 KUH Perdata sampai dengan 1540 KUH Perdata) 5. Tukar menukar (Pasal 1541 KUH Perdata sampai dengan Pasal 1546 KUH Perdata) 6. Sewa menyewa (Pasal 1548 KUH Perdata sampai dengan Pasal 1600 KUH Perdata) 7. Persetujuan untuk melakukan pekerjaan (Pasal 1601 KUH Perdata sampai dengan Pasal 1617 KUH Perdata)
Universitas Sumatera Utara
8. Persekutuan (Pasal 1618 KUH Perdata sampai dengan Pasal 1652 KUH Perdata) 9. Badan Hukum (Pasal 1653 KUH Perdata sampai dengan Pasal 1665 KUH Perdata) 10. Hibah (Pasal 1666 KUH Perdata sampai dengan Pasal 1693 KUH Perdata) 11. Penitipan barang (Pasal 1694 KUH Perdata sampai dengan Pasal 1739 KUH Perdata) 12. Pinjam pakai (Pasal 1740 KUH Perdata sampai dengan Pasal 1753 KUH Perdata) 13. Pinjam meminjam (Pasal 1754 KUH Perdata sampai dengan Pasal 1769 KUH Perdata) 14. Bunga tetap atau abadi (Pasal 1770 KUH Perdata sampai dengan Pasal 1773 KUH Perdata) 15. Perjanjian untung-untungan (Pasal 1774 KUH Perdata sampai dengan Pasal 1791 KUH Perdata) 16. Pemberian Kuasa (Pasal 1792 KUH Perdata sampai dengan Pasal 1819 KUH Perdata) 17. Penanggungan utang (Pasal 1820 KUH Perdata sampai dengan Pasal 1850 KUH Perdata) 18. Perdamaian (Pasal 1851 KUH Perdata sampai dengan Pasal KUH Perdata) Dari pembagian pasal yang berkaitan dengan kontrak di dalam KUH Perdata di atas tidak disebutkan secara sistematis pasal berapa yang menjadi acuan bagi para pihak untuk dapat merancang suatu bentuk kontrak yang baik dan benar.
Universitas Sumatera Utara
Namun di dalam pengaturan hukum kontrak yang telah dibahas sebelumnya, kontrak mengandung system terbuka (open system) yang artinya bahwa setiap orang bebas untuk mengadakan suatu perjanjian, baik yang sudah diatur maupun yang belum diatur di dalam undang-undang. Hal tersebut di atas terlihat dari ketentuan yang tercantum di dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, yang berbunyi : “Semua perjajian yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-undang bagi mereka yang membuatnya’’. Ketentuan di dalam Pasal 1338 KUH Perdata tersebut memberikan kebebasan bagi para pihak untuk dapat: 1. Membuat atau tidak membuat perjanjian 2. Mengadakan perjanjian dengan siapa pun 3. Menentuka isi perjanjian, pelaksanaan dan persyaratannya 4. Menentukan bentuknya perjanjian, yaitu tertulis atau lisan Namun sistem pengaturan hukum kontrak yang bersifat sistem terbuka tersebut tidak lantas memberikan pengertian bagi para pihak untuk dapat melakukan segala bentuk perjanjian yang diinginkannya. Sebab kontrak atau perjanjian tersebut tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan. Dan memiliki syarat-syarat tertentu agar dapat dinyatakan sah dan berlaku bagi para pihak didalamnya agar mentaati dan mematuhi isi dari kontrak tersebut sesuai dengan Pasal 1338 KUH Perdata.
Universitas Sumatera Utara
Syarat-syarat sahnya suatu kontrak juga sama dengan syarat-syarat sahnya perjanjian yang diatur di dalam Pasal 1320 KUH Perdata, yaitu : 1. Adanya kesepakatan kedua belah pihak 2. Kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum 3. Adanya objek perjanjian 4. Adanya causa yang halal Terhadap syarat yang pertama dan kedua disebut syarat subjektif, karena menyangkut pihak-pihak yang mengadakan perjanjian sehingga jika tidak dipenuhi maka kontrak atau perjanjian itu dapat dibatalkan, yang artinya bahwa salah satu pihak dapat mengajukan kepada Pengadilan untuk membatalkan perjanjian yang disepakatinya. Namun jika salah satu pihak tidak keberatan maka perjanjian itu tetap dianggap sah. Sedangkan syarat yang ketiga dan keempat disebut syarat objektif, karena menyangkut objek perjanjian sehingga jika tidak terpenuhi maka kontrak atau perjanjian tersebut batal demi hukum, yang artinya bahwa dari semula perjanjian itu dianggap tidak ada. B. Manfaat Bagi Para Pihak Melakukan Perancangan dan Analisa Kontrak Terminologi perancangan dalam hukum kontrak disebut juga legal drafting, yaitu merancang atau membuat suatu konsep kontrak. Substansi suatu kontrak bisnis pada dasarnya tergantung pada isi dan substansi transaksi bisnis yang melatarbelakanginya. Menurut Niewenhius 42, sepanjang prestasi yang
42
www.gagasanhukum.wordpress.com/2010/06/24/keseimbangan-versus-keadialandalam-kontrak bagian-v/tanggal 7 Juli 2011 pkl.20.45 WIB
Universitas Sumatera Utara
diperjanjiakan bertimbal balik mengandaikan kesetaraan (posisi para pihak), maka apabila terjadi ketidakseimbangan, perhatian akan dititikberatkan pada kesetaraan yang terkait dengan cara terbentuknya kontrak dan tidak pada hasil akhir dari prestasi dimaksud. Karena itu orang dapat menarik kesimpulan bahwa dari substansinya, semakin banyak jenis transaksi yang dibuat orang dalam praktek bisnis dan perdagangan, semakin banyak pula dapat dijumpai jenis kontrak yang satu sama lain berbeda dari segi substansi dan jenis prestasi yang diaturnya. Dari uraian di atas dapat disimpulkan pula bahwa: 1. Tidak ada satu bentuk baku
yang dapat dijadikan pegangan dalam
merancang kontrak bisnis secara umum yang dapat digunakan setiap orang dalam mengadakan suatu transaksi bisnis. Keunikan dan kekhasan dari kontrak-kontrak yang dibuat untuk mendukung transaksi bisnis yang bersangkutan; 2. Substansi, sistimatika dan bentuk dari kontrak-kontrak bisnis yang akan dirancang akan sangat tergantung pada substansi dari kesepakatankesepakatan para pihak dalam transaksi bisnis yang melatarbelakanginya; 3. Dalam praktek seorang perancang kontrak sebaiknya tidak terpaku pada bentuk dan/atau jenis kontrak bisnis yang sudah ada dan sering digunakan, melainkan harus bersikap terbuka dan kreatif untuk merancang kontrakkontrak yang khusus dirancang untuk mengakomodasikan transaksitransaksi bisnis yang sebelumnya ; Namun demikian, apapun jenis, substansi atau objek dari transaksi bisnisnya, orang dapat pula melihat adanya gejala prilaku yang sama dalam arti
Universitas Sumatera Utara
bahwa dalam transaksi-transaksi bisnis yang dibuat oleh para pihak itu selalu dapat dilihat adanya pola perilaku dan situasi umum yang sama yang dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Masing-masing pihak mengehendaki adanya kepastian dengan siapa ia mengadakan transaski bisnis yang bersangkutan; 2. Setiap pihak dalam suatu kontrak pada dasarnya merupakan pihak yang memiliki kepentingan, keuntungan dan tujuan bisnis (business interest, profit atau purposes) tertentu yang hendak diwujudkannya melalui perjanjain dengan pihak yang lainnya; 3. Kesepakatan (agreement) dapat dianggap tercapai apabila terdapat keyakinan pada masing-masing pihak bahwa melalui kontrak yang akan dibuat menjamin kepentingan, keuntungan dan/atau tujuan bisnisnya itu akan dapat dicapai secara optimal; 4. Keyakinan akan menimbulkan dimana terwujudnya perjanjian, masing masing pihak bersedia untuk memberikan janji-janji atau prestasi untuk kepentingan pihak lain secara sukarela dan tanpa ada paksaan atau tekanan apapun; 5. Masing-masing pihak menghendaki adanya jaminan bahwa pelaksanaan janji-janji yang dibuatnya untuk kepentingan pihak yang lain akan diimbangi oleh pelaksanaan janji-janji yang telah dibuat oleh pihak lain dan bahwa ia memiliki akses dan peluang untuk dapat menuntut pelaksanaan janji-janji itu dari pihak yang lain. Hal-hal diatas yang sebenarnya membentuk pola umum dari kontrak yang akan dirancang sehingga para pihak dituntut untuk selalu menyadari bahwa
Universitas Sumatera Utara
manfaat yang didapatkan dalam proses perancangan dan analisa suatu kontrak. Adapun manfaat yang diperoleh para pihak tersebut yaitu ; 1. Memberikan kepastian tentang identitas pihak-pihak yang dalam kenyataannya terlibat dalam perjanjian; 2. Memberikan kepastian dan ketegasan tentang hak dan kewajiban utama masing-masing pihak sesuai dengan inti kontrak atau perjanjian yang hendak diwujudkan para pihak; 3. Memberikan jaminan tentang keabsahan hukum (legal validity) dan kemungkinan pelaksanaan secara yuridis (legal enforceablility) dari kontrak yang dibuat; 4. Memberikan petunjuk tentang tata cara pelaksanaan hak dan kewajiban para pihak yang terbit dari kontrak yang mereka adakan; 5. Memberikan jaminan kepada masing-masing pihak bahwa pelaksanaan janji-janji yang telah disepakati dalam kontrak yang bersangkutan akan menerbitkan hak untuk menuntut pelaksanaan janji-janji atau prestasi dari pihak yang lain yang mengingkari janjinya; 6. Menyediakan jalan yang dianggap terbaik bagi para pihak untuk menyelesaikan perselisihan-perselisihan atau perbedaan pendapat yang mungkin terjadi ketika transaksi bisnis mulai dilaksanakan; 7. Memberikan jaminan bahwa janji-janji dan pelaksanaan janji-janji yang dimuat di dalam kontrak adalah hal-hal yang mungkin wajar, patut dan adil untuk dilaksanakan (fair and reasonable).
Universitas Sumatera Utara
C. Teknik dalam Merancang Kontrak Pada dasarnya dalam melakukan perancangan suatu kontrak terdapat beberapa unsur-unsusr pokok yang meliputi : 1. Bagian Pembukaan, yang memuat identias dari pihak-pihak serta penjelesan umum latar belakang kontrak yang diadakan diantara mereka; 2. Ketentuan-ketentuan pokok yang berisi pokok hubungan hukum serta hak dan kewajiban utama para pihak yang terbit dari kesepakatan yang dibentuk oleh parap ihak dalam kontrak; 3. Ketentuan-ketentuan penunjang, yang memuat tata cara pelaksaan hak dan kewajiban para pihak sertsa hal-hal lain yang dianggap perlu untuk mendukung pelaksaan hak dan kewajiban para pihak; 4. Ketentuan-ketentuan tentang aspek formalitas, yang dianggap perlu mendapat perhatian demi keabsahan hukum dan kemungkinan pelaksaan perjanjian yang dibuat oleh para pihak; 5. Bagian Penutup kontrak, yang mengakhiri batang tubuh kontrak dengan identias pihak-pihak dalam transaksi seta hal-hal yang dianggap perlu dimuat untuk memberikan keabsahan yuridis pada kontrak yang bersangkutan; 6. Lampiran-lampiran kontrak, yang mungkin dianggap perlu dibuat untuk memuat detil-detil teknis operasional yang berkenaan langsung dengan pelaksaan hak dan kewajiban utama para pihak tetapi yang dianggap tidak mungkin untuk tidak efisien untuk dimuat di dalam pasal-pasal kontrak;
Universitas Sumatera Utara
1.
Bagian Pembukaan (Preamble)
Bagian Pembukaan dalam suatu kontrak selalu mengawali suatu dokumen kontrak dan di dalamnya memuat informasi tentang: 1.1 Judul Kontrak (Heading / Contract Title) Judul kontrak adalah nama yang digunakan oleh para pihak untuk mengidentifikasikan inti dari transaksi yang syarat-syaratnya akan diatur di dalam kontrak. Misalnya; kontrak jual beli, joint venture agreement, perjanjian pemborongan, dan sebagainya. Dalam penentuan judul kontrak, biasanya diserahkan kepada kebebasan para pihak, namun tetap menjaga adanya korelasi dan relevansi antara judul yang digunakan dengan pokok perjanjian. Hal lain yang perlu dibuat dalam kata dengan bagian judul adalah nomor kontrak. Penomoran kontrak sering kali dibutuhkan sebagai nomor petunjuk (reference) dalam mengadministrasikan kontrak, korespondensi diantara para pihak, serta nomor referensi yang digunakan dalam lampiran-lampiran kontrak. 1.2 Deskripsi/ Identitas Para Pihak (Komparisi) Sebelum identitas para pihak dirumuskan didalam kontrak, sangat diajurkan bahwa kalimat pembuka suatu kontrak memuat informasi tentang tempat dan tanggal pembuatan kontrak.
Universitas Sumatera Utara
Pada bagian ini terutama harus dirumuskan identitas para pihak yang antara lain, meliputi: a. Nama lengkap dari pihak-pihak (subjek hukum) yang mengadakan perjanjian; b. Status hukum, kedudukan hukum, pekerjaan dari para pihak; c. Alamat atau tempat kedudukan resmi yang digunakan para pihak dalam kontrak; d. Kaidah-kaidah hukum atau peraturan perundang-undangan atau dasar hukum lain yang mendukung kedudukan hukum dan kewenangan dari para pihak; e. Sebutan yang akan digunakan untuk menunjuk para pihak di dalam seluruh kontrak (termasuk lampiran-lampirannya). f. Bila pihak-pihak yang yang mengadakan perjanjian adalah suatu badan hukum (perusahaan), maka perumusan identitas para pihak dapat dilakukan dengan cara: 1) Merumuskan nama, alamat dan identitas lain dari perusahaan, dan kemudian diikuti dengan nama dan identitas orang yang akan bertindak untuk dan atas nama perusahaan itu. Untuk kemudian diakhiri dengan sebutan yang akan dugunakan di dalam kontrak. 2) Merumuskan terlebih dahulu nama dari orang yang bertindak untuk dan atas nama badan hukum/perusahaan tertentu, dan baru diikuti oleh identitas badan hukum/perusahaan tersebut, dan diakhiri dengan sebutan yang akan digunakan dalam kontrak.
Universitas Sumatera Utara
1.3
Pertimbangan-pertimbangan Latar Belakang Kontrak (Recitals) Pada bagian mengakhiri, pembukaan kontrak dan memuat pertimbangan-
pertimbangan umum dan latar belakang dari maksud para pihak sehingga akhirnya mereka bersepakat untuk mengadakan kontrak (general intentions of the parties). Pada bagian ini sebaiknya dimuat pertunjuk bahwa setelah melalui proses penawaran, penerimaan tawaran, negosiasi (offer, acceptance and negosiations) para pihak sepakat untuk mengadakan kontrak yang bersangkutan. Pada bagian ini memiliki fungsi yang kurang lebih sama dengan konsideran atau menimbang dalam suatu peraturan perundang-undangan. 1.4
Ruang Lingkup Perjanjian (Scope of Agreement) Pada bagian ini dirumuskan persyaratan secara umum mengenai inti dari
transaksi yang diadakan oleh para pihak sebagai kesimpulan dari pertimbanganpertimbangan mereka. Hal ini dapat dirumuskan secara khusus (terpisah dari recital) atau menjadi butir terakhir dari butir-butir recitals. 2.
Ketentuan-Ketentuan Pokok Kontrak
Dalam hal ini, pasal-pasal kontrak mulai dirumuskan, pada saat perbincangan memasuki rumusan kententuan tentang inti hubungan hukum dan persyaratan-persyaratan yang disepakati para pihak. Hal yang terpenting yang harus dimuat dalam pasal-pasal kontrak adalah pasal-pasal yang memuat inti hubungan hukum dan inti perjanjian yang diadakan oleh para pihak, ini yang sering dimaksudkan dengan ketentuan-ketentuan pokok
Universitas Sumatera Utara
kontrak. Pasal-pasal yang harus dirumuskan dalam kaitan ini memuat hak-hak dan kewajiban-kewajiban pokok yang terbit dari transaksi yang dibuat oleh para pihak. 2.1
Ketentuan-ketentuan Umum Bagian penting yang sangat dianjurkan untuk dirumuskan terlebih dahulu
sebelum perumusan kententuan-ketentuan pokok, adalah ketentuan umum yang memuat pembatasan istilah dan pengertian yang digunakan di dalam seluruh kontrak. Di dalam ketentuan umum dirumuskan definisi-definisi atau pembatasan pengertian dari istilah-istilah yang dianggap penting dan sering digunakan dalam kontrak, yang disepakati oleh para pihak. Dengan adanya kesepakatan semacam ini, maka perselisihan yang timbul karenan perdebatan perbedaan pengertian atau penafsiran diantara para pihak dapat di minimalisir. 2.2
Ketentuan-ketentuan Pokok Lain Isi, bentuk dan corak dari ketentuan-ketentuan kokok suatu kontrak akan
sangat tergantung dari isi trnaskasi yang disepakati para pihak. Substansi dari ketentuan pokok inilah yang menggambarkan ciri khas suatu kontrak dan membedakannya dengan kontrak yang lain. Misalnya; ketentuan-ketentuan pokok dari suatu kontrak sewa beli berbeda dengan ketentuan ketentuan pokok dari kontrak jual beli dengan cicilan.
Universitas Sumatera Utara
Beberapa hal utama yang sebaiknya dimuat di dalam pasal-pasal tentang kententuan pokok, misalnya tentang: a. Perincian lebih lanjut tentang hubungan kontraktual para pihak dalam wujud pasal-pasal tentang hak dan kewajiban dan kewenangan pokok para pihak yang terbit dari kontrak yang mereka adakan; b. Dasar-dasar kualitas dari objek kontrak, spesifikasi teknis dari pekerjaan atau objek kontrak, penetapan wilayah dan sebagainya. Detil atau perincian lebih lanjut megenai hal ini biasanya dimuat di dalam lampiran kontrak; c. Pasal-pasal tentang persyaratan megenai jumlah barang dan nilai ekonomisnya/harga yang disepakati para pihak (terms of quantity and price); d. Pasal-pasal tentang persyaratan dan tata cara pembayaran (terms and method of payment); e. Pasal-pasal tentang jaminan-jaminan dan tanggung jawab para pihak terhadap resiko-resiko kerugian yang mungkin timbul dalam pelaksanaan kontrak; f. Kententuan tentang masa berlakunya kontrak dan persyaratan-persyaratan mengenai pengakhiran, pembatan dan atau pemutusan kontrak oleh salah satu pihak. g. Hal-hal lain yang secara langusng berkaitan dengan pelaksanan janji-janji para pihak;
Universitas Sumatera Utara
3.
Ketentuan-ketentuan Penunjang
Pasal-pasal yang dikategorikan sebagi ketentuan penunjang berisi ketentuan-ketentuan yang dibutuhkan untuk menjadi pedoman pada pihak dalam opersional / pelaksanaan hak dan kewajiban para pihak yang telah ditetapkan di dalam pokok perjanjian. Artinya, tanpa adanya ketentuan-ketentuan kontrak praktis tidak dapat dilaksanakan secara efektif oleh para pihak. Isi dari pasal-pasal penunjang ini dapat dibedakan dari satu kontrak ke kontrak yang lainnya, tegantung pada jenis transaksi yang disepakati oleh para pihak. a. Tata cara pelaksanaan perjanjian (performance) serta akibat-akibat hukum dari pelaksanaan isi perjanjian. Dalam kategori ini adalah pasal-pasal yang secara langsung mengatur tentang perilaku para pihak dalam melaksanakan hak dan kewajbiannya dalam kontrak. Seperti persyaratan tentang tata cara penyerahan barang, tentang dokumen-dokumen yang harus disiapkan salah satu pihak sebagai syarat pembayaran, tentang kualitas prestasi yang harus dipenuhi oleh para pihak dan sebagainya. b. Dalam hal ini, merancang dan menganalisa kontrak perlu disadari benar kategori transaksi yang dibuat oleh para pihak, ditinjau dari kualitas prestasi yang harus direalisasikan oleh para pihak. c. Pasal-pasal tentang pembebasan diri dari tanggunjawab, dari hak atau kewajiban hukum tertentu (pasal yang mengenyampingkan keharusan pengajuan perkara ke pengadilan bila salah satu pihak hendak mengakhiri kontrak secara sepihak, atau pasal yang melepaskan tanggunjawab salah satu
Universitas Sumatera Utara
pasal yang melepaskan tanggungjawab salah satu pihak dari cacat-cacat tersembunyi yang tidak diketahui pada saat pernjanjian dibuat. d. Pasal-pasal tentang wanprestasi (breach of contract atau non performance) yang memuat tentang hal atau situasi apa yang disepakati para pihak berikut akibat-akibat yang timbul bila salah satu pihak mengingkari janjinya serta hak dan kewenangan apa yang terbit pada pihak lain yang dirugikan oleh wanprestasi tersebut. e. Pasal-pasal tentang jaminan yang dibuat oleh salah satu pihak untuk kepentingan paihak yang lain, seperti jaminan bebas dari tuntutan pihak ke tiga, jaminan atas kualitas barang, jaminan pelaksanaan dan sebagainya. f. Ketentuan tentang keadaan memaksa
(force majeur) dan akibat-akibat
hukumnya terhadap pelaksaan kontrak. Secara umum force majeur diartikan sebagai peristiwa-peristiwa yang tidak dapat diduga sebelumnya oleh para pihak, yang dapat menghambat pelaksanaan kontrak, sehingga dapat dijadikan dasar bagi pihak yang mengalami perisitiwa itu untuk dibebaskan dari tanggungjawab atas dasar wanprestasi. Dalam praktek adakalanya pengertian force majeur ini dibedakan ke dalam: 1) Perisitiwa-peristiwa alam yang dianggap sebagai bencana (acts of god), dan; 2) Perisitiwa-peristiwa yang tidak dapat dikategorikan sebagai bencana alam tetapi yang bila terjadi dianggap dapat mengahmbat pelaksanaan atau tidak memungkinkan pelaksaan kontrak, seperti perubahan nilai mata uang, kebijakan negara di bidang ekonomi dan sebagainya.
Universitas Sumatera Utara
g. Ketentuan tentang ada/ tidaknya kemungkinan bagi para pihak untuk megalihkan
kedudukannya
kepada
pihak
ke
tiga
dan
tata
cara
pelaksanaannya. h. Ketentuan tentang pemilihan domisili, pemilihan forum dan tata cara penyelesaian sengketa yang mungkin timbul dari pelaksanaan kontrak (dispute settlement clause). i.
Petentuan tentang kondisi-kondisi tertentu yang digunakan untuk memulai atau mengakhiri pelaksanaan kontrak (conditions precedent/subsequent).
j.
Pasal-pasal tentang kemungkinan perubahan atas isi dan persyaratan kontrak dan tata cara pelaksanaannya.
k. Akibat-akibat dari tidak sahnya bagian –bagian tertentu kontrak terhadap keabsahan keseluruhan kontrak. l.
Pasal-pasal yang menentukan kekuatan hukum dari kesepakatan-kesepakatan yang dibuat pada saat negosiasi (sebelum kontrak dibuat) atau yang disepakati para pihak setelah kontrak dibuat (merger clause).
m. Pasal-pasal tentang pihak-pihak yang harus mengurus perizinan (misalnya izin eksport, izin import, izin usaha, dan sebagainya). n. Khusus
untuk
kontrak-kontrak
transnasional
(kontrak-kontrak
yang
berkenaan dengan pihak-pihak dan/ atau elemen-elemen asing) perlu diperhatikan pula pasal-pasal penunjang khusus tentang: i.
Hukum yang dipilih oleh para pihak untuk ,mengatur dan menafsirkan pengertian-pengertian dalam kontrak mereka (choice of law);
Universitas Sumatera Utara
ii.
Bahasa resmi yang digunakan untuk kontrak-kontrak yang dianggap sah dan untuk menafsirkan kontrak seandainya terjadi perselisihan dalam penafsiran kontrak;
iii.
Mata uang, yang digunakan sebagai alat pembayaran dalam pelaksanaan kontrak;
iv.
Masalah-masalah lain yang sudah disinggung sebelumnya yang dlaam praktek menghendaki penyelsaian berdasarkan kaidah-kaidah dari slaah satu sistem hukum yang relevan dnegan kontrak, melalui pendekatan hukum perdata internasional;
4.
Ketentuan-Ketentuan Tentang Aspek-aspek Formal Kontrak
Dalam memenuhi unsur formalitas kontrak pada dasarnya memuat pasalpasal tentang hal-hal tertentu yang harus diperhatikan oleh para pihak agar kontrak yang dibuat menjadi sah (valid) dan dapat dilaksanakan secara yuridis. Ketentuan-ketentuan tersebut, misalnya : a. Pasal-pasal yang memuat hal-hal yang berkaitan dengan, dan pihak-pihak yang bertanggungjawab atas proses pendaftaran atau perolehan izin khusus (yang diterbitkan oleh badan publik). b. Pasal yang memuat alamat-alamat dan format korespondensi yang akan digunakan oelh para pihak secara resmi dalam pelaksnaan kontrak. Ketentuan semacam ini akan berguna khususnya dikaitkan dengan alamat yang harus digunakan dalam pengiriman peringatan-peringatan tertulis yang dilakukan oleh salah satu pihak kepada pihak yang lain
Universitas Sumatera Utara
5.
Bagian Penutup
Pada bagian ini mengakhiri batang tubuh kontrak dengan identitas pihakpihak dalam transaksi serta hal-hal lain yang dianggap perlu dimuat untuk meberikan keabsahan yuridis para kotrak yang bersangkutan. Pada bagian akhir, dari kontrak umumnya dimuat berbagai informasi penutup, seperti misalnya: 1. Tanggal dan tempat penandatanganan kontrak oleh para pihak (bila hal ini belum disebut dibagian pembukaan); 2. Kolom-kolom untuk tandatangan para pihak atau wakil-wakil resmi dari para pihak; 3. Tanda pengenal atau cap dari pihak-pihak (khususnya bila para pihak adalah badan-badan hukum); 4. Materai yang ditempel dan dibubuhi tanggal pada saat kontrak ditandantangani. Kewajiban ini tidak perlu di lakukan apabila kontrak dibuat diatas kertas segel yang sah;
6. Lampiran-lampiran Kontrak Terhadap kontrak-kontrak yang dibuat untuk mengatur transaksi bisnis yang agak rumit dan mencakup persoalan-persoalan teknis atau hal-hal lain secara detil, seringkali membutuhkan lampiran-lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kontrak. Agar secara yuridis lampiran-lampiran itu melekat pada kontrak induknya, maka di dalam kontrak induk (dipasal-pasal yang relevan
Universitas Sumatera Utara
atau didalam suatu pasal khusus di bagian penunjang) harus dibuat pasal penunjuk yang menunjuk kearah lampiran yang tepat. Lampiran-lampiran
dapat
beraneka
ragam
bentuk,
fungsi
dan
penyebutannya misalnya: i.
Annex, yang dapat diartikan sama dnegan lampiran;
ii.
Adddendum, yang isinya biasanya dibuat untuk memuat perubahanperubahan terhadap pasal-pasal tertentu dalam kontrak induk. Apabila suatu kontrak dilengkapi dengan sebuah addendum, maka dalam memberi penafsiran dan pemahaman terhadap pasal tertentu
(yang
dirubah di dalam addendum) secara hukum harus dilakukan berdasarkan hal yang dimuat di dalam addendum tersebut; iii.
Exhibits, yang biasanya memuat jadwal-jadwal yang disepakati, spesifikasi teknis, desain-desain, peta lokasi, dan sebagainya;
iv.
Supplement, yang berisi ketentuan-ketentuan tambahan yang dibuat oleh para pihak untuk melaksanakan hal-hal tertentu dalam rangka pelaksaan kontrak utamanya;
v.
Schedule, yang dapat digunakan untuk memuat berbagai informasi yang dibutuhkan untuk pelaksanaan kontrak, walaupun umumnya berkaitan dnegan jadwal-jadwal tertentu yang harus dipenuhi oleh para pihak; dan lain sebagainya.
Di dalam lampiran juga dapat memuat tentang : a. Denah-denah teknis atau skema-skema; b. Spesifikasi teknis atau mesin-mesin, atau kontruksi;
Universitas Sumatera Utara
c. Rumus-rumus, resep, formula, dan sebagainya; d. Standar mutu yang harus dipatuhi oleh pihak tertentu dalam kontrak ; e. Gambar-gambar, motif-motif, desain; f. Jadwal-jadwal yang disepakati oleh para pihak untuk melaksanakan transaksi; g. Perubahan-perubahan atau modifikasi terhadap ketentuan-ketentuan di dalam kontrak induk; h. Rincian dari penghitungan persoalan-persoalan keuangan, penghitungan komisi, royalities, dan sebagainya; i.
Dalam kontrak tertentu defiinisi atau batasan dari pengertian-pengertian yang digunakan dalam kontrak induk (menggantikan pasal tentang definisi di dalam kontrak induk).
Berdasarkan hal tersebut diatas mengenai teknik merancang dan menganalisa kontrak maka para pihak dapat menuangkan maksud dan tujuan yang diinginkan dalam membuat suatu kontrak serta sedapat mungkin meminimalisir suatu keadaan yang tidak diingkan dikemudian hari. Suatu kontrak yang baik dan benar adalah merupakan kontrak yang dibuat sesuai dengan awal kesepakatan para pihak dan memberikan kepastian hukum kepada para pihak yang dimulai dari proses merancang dan menganalisa kontrak.
Universitas Sumatera Utara
BAB V PENUTUP A.
KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian ini, hal-hal yang dapat disimpulkan adalah
sebagai berikut : 1.
Perancangan dan analisa kontrak mempunyai peran yang besar dalam tercapainya suatu kesepakatan yang dimulai pada saat dilakukannya negosiasi sampai pada pelaksanaan dari kontrak yang telah disepakati. Peran perancangan dan analisa kontrak adalah memahami teknik merancang format dan substansi kontrak, yang pada umumnya para pihak sangat awam tentang hal ini dan keberadaan perancang kontrak ini akan terasa sekali apabila terjadi suatu sengketa dalam pelaksanan kontrak
dan peranannya dalam
menghadpi sengketa tersebut dibutuhkan karena perancang kontrak telah memehami secara formal yuridis dan substnasi terhadap kontrak tersebut mulai dari tahap negosiasi sampai pada pelaksanaaan kontrak. Kegiatan
perancangan
kontrak
dalam
transaksi
bisnis
akan
dapat
menghilangkan rasa keragu-raguan bagi para pihak dalam melakukan kesepakatan karena perancang kontrak dalam merancang substansi kontrak akan mejadikan kontrak dapat dijalankan secara optimal sebagai landasan hukum dan juga sebagai alat bukti yang sah, karena adanya perikatan hukum yang jelas antara pihak-pihak yang hendak mengikatkan diri di dalamnya.
Universitas Sumatera Utara
2.
Dalam merancang sebuah kontrak yang baik dan benar harus memenuhi syarat-syarat dalam perancangan kontrak, seperti syarat prosedural yang dibuat berdasarkan kesepakatan yang bebas dari kekhilafan, paksaan, baik secara fisik, mental, pengetahuan maupun ekonomi, dan terjadi bukan melalui tipuan atau memberikan kesan yang menyesatkan yang dapat menyebabkan orang terpengaruh atau khilaf untuk membuat suatu kontrak. Selanjutnya kontrak haruslah dibuat oleh orang yang cakap dan berwenang untuk itu serta diwujudkan melalui prosedur standar yang digariskan oleh undang-undang, yaitu memenuhi syarat subjektif dan obektif. Sebuah kontrak yang baik harus jelas dan terperinci, menyangkut subjeknya, objeknya serta kewajiban para pihak beserta sanksi yang dibebankan terhadap para pihak, serta kejelasan cara dan prosedur pelaksanaan sanksi, serta tidak bertentangan dengan seluruh norma hukum yang terkait dengan kontrak. Dalam perancangan sebuah kontrak, mestinya harus dengan syarat-syarat tambahan yang berisikan klausul-klausul pengaman untuk kepentingan para pihak di dalamnya secara berlapis dan sedetail mungkin guna melindungi secara maksimum, sehingga istilah yang digunakanpun haruslah dari awal diberi penjelasan yang pasti, guna menghindari terjadinya multitafsir.
3.
Sering kendala yang ditemui dalam melakukan peracangan dan analisa kontrak datangnya dari para pihak itu sendiri. Kecendrungan para pihak untuk memakai draf kontrak yang telah disusun atau disiapkan oleh pihak lain tidak ada peluang untuk melakukan analisa
terhadap format dan ketentuan-
ketentuan tentang syarat-syarat kontrak yang baik , sehingga dengan sikap seperti itu tentunya akan menimbulkan sengketa dikemudian hari.
Universitas Sumatera Utara
4.
Dalam melakukan perancangan kontrak langkah-angkah yang harus dilakukan agar dapat mengantisipasi kontrak-kontrak yang dapat menjadi sumber konflik yaitu dengan cara mengakomodir kepentingan para pihak dengan memenuhi asas-asas hukum yang berlaku dalam penyusunan suatu kontrak. Perancangan kontrak dilakukan dengan memahami secara utuh apa para pihak. Untuk itu, harus digali informasi selengkap mungkin dari para pihak menyangkut latar belakang dan tujuan dari transaksi tersebut. Hal yang esensial untuk perlu diperhatikan dalam merancang dan menganalisa kontrak, agar nantinya dalam pelaksanaan kontrak dapat berjalan sebagaimana yang diinginkan, maka ketentuan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan substansi kontrak juga harus dipahami.
B. Saran 1.
Agar setiap para pihak dapat memperoleh bentuk kontrak yang baik dan benar maka dapat menggunakan peranan perancang kontrak dalam melakukan penyusunan kontrak yang bisa berasal dari Advokat, Konsultan Hukum, atau orang yang memahami hukum tentang kontrak.
2.
Dalam penyusunan sebuah kontrak harus memperhatikan sayarat-syarat dalam perancangan kontrak, sebagaimana yang telah diatur dalam undangundang dan dibuat oleh orang yang cakap, berwenang dan professional.
3.
Dalam melakukan perjanjian, pada tahap awal negosiasi agar menyiapkan draf kontrak yang sebelumnya telah dirancang dan dianaliasa dengan baik
Universitas Sumatera Utara
oleh perancang kontrak. Sehingga jika sudah waktunya dapat dipergunakan dan memberikan kepastian hukum terhadap transaksi bisnis yang dilakukan. 4.
Perancang kontrak dalam menyusun dan menganalisa kontrak harus menyiapkan langka-langkah antisipasi terhadap persoalan hukum yang bakal timbul terhadap perjanjian yang telah dituangkan dalam sebuah kontrak dengan melakukan perumuskan secara cermat, tepat dan benar terhadap format kontrak yang hendak dirancang serta ketelitian yang tinggi dalam merumuskan pasal-pasal kontrak.
Universitas Sumatera Utara