JURNAL YIISTITIA
ASPEK HUKUM INFORMED CONSENT
Oleh:
Kodrat AIam, SH Dosen Fakulws Hukunt Uniqtersitns Wirabdra lndramayu
is ofun mixed with underswnding tlle t)lerapeutic contrdctbetween dactor and patient, or th.e. so-callcd tlverapeutic tra.nsaction. To explnin thcse differences, the autlwrs relate to tlw prouisions of Articb 1i20 BW gooxrning t)lle terms of thz. ualidity of an a,greernant (conuact). L)nderswndrng
A.
of informed
consent itself
timbul dari pengurusan kepentingan orang lain yang tidak
Pendahuluan
Buku III B\f perihal perikatan.
berdasarkan persetujuan berjudul Perkataan
"Perikatan" (uerbintenis) mempu-
nyai arti yang lebih luas dari perkataan "Perjanjian", sebab dalam Buku Ill itu, diatur juga perihal hubungan hukum yang samasekali tidak bersumber pada pada suatu persetujuan atau perjanjian, yaitu perihal perikatan yang timbul dari perbuatan yang
melanggar hukum (onrectmatige daad) dan perihal perikatan yang
(zaa-
kwaarneming)t.
Kital: Undangundang Hukum Perdata tidak memberikan rumusan, definisi, maupun arti istilah "perikatan". Diawali
dengan ketentuan Pasal
L233,
:
"Tiaptiap perikatan dilahirkan baik karena persetujuan, baik karena undangundang", ditegaskan
yang menyatakan bahwa
'
subekti, Pokok-ftokok
Hukum
Perdata, Cetakan XXIX, PT. Intamas4 Jakarta 200l,hal.122.
JURNAL TUSTITIA
bhhwa setiap kewajiban perdata dapat terjadi karena dikehendaki oleh pihakpihak yang terkait
dalam perikatan yang secara sengaja dibuat oleh mereka, ataupun karena ditentukan oleh
peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Dengan demikian berarti perikatan adalah hubung an hukum antara dua atau lebih orang (pihak) dalam bidang/
4.
Hubungan hukum tersebut melahirkan kewajiban pada
salah satu pihak
dalam
perikatan.
Menurut hukum, hubungan
dokter dan pasien merupakan suatu perjanjian yang obyeknya berupa pelayanan medis atau upaya penyembuhan, yang dikenal sebagai transaksi terapeutik.
lapangan harta kekayaan, yang melahirkan kewajiban pada salah
Perikatan yang timbul dari transaksi terapeutik (penyembulr-
satu pihak dalam
an) itu disebut
hubungan
hukum tersebutz.
Dari
uerbintenis,
rumusan
yang
diberikan di atas, Kartini Muliadi dan Gunawan 'S7idjaja menyatakan bahwa suatu perikatan sekurangnya membawa serta di dalamnya empat unsur, yaitu3 t 1. Bahwa perikatan itu adalah suatu hubungan hukum;
Z.
Hubungan hukum tersebut melbatkan dua atau lebih orang (pihak);
3. '
Hubungan hukum tersebut
adalah hubungan hukum dalam lapangan hukum harta kekayaan;
2 Kartini Muljadi dan
Gunawan
Widjaja, Perikatan pada Umumnya, PT. RajaGrafi ndo, Jakarta, 2004, hal.
' Ibid., hal. 17.
17 .
inspannings
yaitu suatu perikatan
yang harus dilakukan dengan hatihati dan usaha keras (met zorg en iupanning). Karena prestasinya berupa suatu upaya, maka hasilnya jelas belum pasti. Akibatnya, apabila upaya itu gagal, dalam arti pasien tidak menjadi sembuh atau bahkan meninggal, hal ini merupakan resiko yang
harus dipikul baik oleh dokter maupun oleh pasien.a Sebagaimana perikatan pada umumnya, maka terhadap transaksi terapeutik (penyembuhan), juga berlaku ketentuan-ketentuan umum Hukum Perikatan sebagaimana diatur dalam Buku III B\f. a D. Veronica Komalau[ti, Hukum dan Etika dalam Praktek Dokter, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1989, hal.84.
JURNAL TIISTTTIA Sebagai suatu perikatan, didalam transaksi terapeutik (penyem-
buhan) terdapat dua pihak, yaitu dokter sebagai pemberi pelayanan
medis dan pasien
sebagai
penerima pelayanan medis; hak dokter disatu pihak dan kewajiban pasien di lain pihak secara timbal balik; serta prestasi yang harus dilaksanakan oleh masing-masing pihak.
Oleh karena itu dalam transaksi terapeutik (penyem-
Hak untuk menentukan nasibnya sendiri itu ditemukan dasarnya dalam United Nadons International Covenant on Ciqtil and Polttcal Rlghts 1966, khususnya
Pasal
1
berikut6
yang berbunyi
sebagai
,
....(1) AIL peopb.s lw,te
thr.
rigllt of selfAe.rcrmination. By virtue of their political swus and freelry pursue tlwir
tfu right thty freely deurmine economic, social
and
cultural
buhan) antara dokter dan pasien, kita jumpai hak-hak pasien disatu pihak dan pada pihak lain
dtuebpment".
merupakan kewajiban-kewajiban dari dokter, dan demikian pula
informasi dapat ditemukan dasarHelsinki, yitu dala"m bab Clinical Research Combined with Professional. Care, yang diantaranya berbunyi sebagai berikut : "... If at aLL possible, consistent with patient psych.ology, tlle dactor slwull" obwin thz patient's freely gven consent after the patient hns been
sebaliknya.
Pada dasarnya
transaksi
terapeutik (penyembuhan) antara dokter dan pasien, bertumpu pada
dua macam hak asasi yang rqerupakan hak dasar manusia, yaitu5
,
1. Hak untuk Z.
menentukan nasibnya sendiri (thz right to s elfletermination) ; dan Hak atas informasi (tfu right to information).
5 Hermien Hadiati
Koeswadji, Hukum Kedoltteran di Dunia Internasional, Makalah pada Simposium Hukum
Kedokteran yang diselenggarakan oleh BPHN, Depkes dan IDI, Jakarta, 6-7 Juni 1983, hal. l0-l l.
Sedangkan hak
atas
nya dalam Deklarasi
glven a fuLL explanation...".
dan juga dalam bab
Non
Tlwrapeutic Cltnical Research yang berbunyi sebagai berikut : "... 3a Cllnical. research on a human being cannot be understaken 6 D. Veronica Komalawati, Op.cit., hal.85.
JURNAL TTISTITIE
been informed; ... ,f lle is ... etc".
tentang syara?syarat sahnya suatu perjanjian (kontrak). Di dalam
Dengan kedua hak dasar t6rsebut, dokter dan Pasien
dinyatakan bahwa untuk sahnYa perjanjian diperlukan 4 (emPat)
bersama,sama menemukan teraPi yang paling tepat yang akan digunakan. Sebab dalam hubung' an dokter dan pasien, kedudukan pasien sederajat dengan dokter. Bahkan status manusia (Pasien)
syarat, yaituT
witlwut lvs free consent after fu
l''as
ketentuan Pasal l3Z0 B\7
dalam ilmu kedokteran Pun tidak lagi sebagai obyek tetapi sebagai subyek yang berkedudukan sederajat dengan dokter. Oleh karena itu, sebelum upaya penyembuhan dilakukan,
diperlukan adarrya Persetujuan pasien yang dikenal sebagai informed consent. Persetujuan pasien tersebut didasarkan atas informasi dari dokter mengenai
penyakit, alternatif,
upaya
pengobatan serta segala akibat yang mungkin timbul dari upaya pengobatan itu. Pengertian informed consent sendiri sering dicampur adukkan dengan pengertian kontrak terapeutik antara dokter dan Pasien atau yang disebut sebagai transaksi
terapeutik. Untuk menjelaskan
perbedaan tersebut,
penulis mengaitkannya dengan ketentuan Pasal l3Z0 BW yang mengatur
1.
,
Toestemrning (kesePakatan/ persetujuan)
2.
Bekwaamlwid (kecakaPan/ kemampuan)
3. Bepaald 4.
ondzrwerP (hal
tertentu) Geoorlnfdr. oorTaak (sebab yang halal)
Transaksi terapeutik meru-
pakan perjanjian
(kontrak)
sebagaimana dimaksudkan dalam pasal tersebut di atas. Sedangkan inforrned consent meruPakan to estemming (kesepakatan / persetu-
juan). Dengan demikian, Yang dimaksud dengan informed consent adalah suatu kesepakatan/
persetujuan pasien atas
uPaya
medis yang akan dilakukan dokter terhadap dirinya, setelah Pasien
mendapat informasi dari dokter mengenai upaya medis Yang daPat dilakukan unruk menolong dirinya, disertai informasi mengenai segala resiko yang mungkin tedadi.
' rbid, hat. 86.
JURNAL TIISTITIA
Informed consent merupakan syarat terjadinya suatu transaksi
terapeutik
dan bukan syarar
sahnya. Sebab syarar sahnya suaru kontrak diperlukan adanya ketiga syarat lainnya yang tercantum di dalam Pasal 1320 B'S7 tersebut di atas.
Sehubungan dengan itu, Sudikno Mertokusumo menggu.
nakan istilah
Dengan
memperhatikan seperti tersebut di atas, maka dalam pembahasan mengenai materi dari makalah ini penulis akan memusatkan dan membatasi pembahasannya pada hal-hal sebagai berikut :
latar belakang masalah
1. Mengapa informtd consent
"berlakunya
menjadi syarat
perjanjian", yrng diartikan secara operasional dan bukan berarti bahwa perjanjian itu sah. Hal ini disebabkan ada perbedaan antara syarat sahnya perjanjian dan syarat terjadinya perjanjian. Menurut
Sudikno Mertokusumo,
I tbtd., hal.87.
dokter dan pasien dalam 2.
suatu upaya medis I Dalam hal bagaimanakah
dokter berkewajiban menyampaikan informed
consent
kepada pasiennya,
suaru
perjanjian yang sudah memenuhi syarat terjadinya, dengan sendirinya sudah berlaku walaupun belum tentu sah, kecuali apabila tiga syarat lainnya juga dipenuhi, maka perjanjian iru dapat dibatal. kan. Namun yang rerpenting di dalam transaksi terapeurik itu merupakan perjanjian (kontrak) yang bersifat konsensuils. Berdasarkan uraian hal tersebut di aras, maka penulis tertarik untuk melakukan suatu penulisan makalah dengan judut sebagai berikut : "Aspek Hukum Informed Consent."
terjadinya
perjanjian terapeurik antara
bagaimana aliannya 3.
pula
dan
pengecu-
?
Jenis dan Informasi
apa
sajakah yang harus kemukakan oleh dokter melalui informtd consent. yang disampaikan kepada pasiennya I
B.
Pembahasan
lnformed coftsent. merupakan syarat terjadinya suatu transaksi,/ kontrak terapeutik karena transala si terapeutik iru berturnpu pada
dua macam hak asasi yang
JURNAL TIISTITTA
merupakan hak dasar manusia,
yaitu hak untuk
menentukan
diperlukan dalam suatu transaksi
luman being of adult
terapeutik, yaitulo t "Probably tlle acwal statement of a dac*ine ds to tlle necessity for and informed corcent. in a medtcal contrxt l:als eqtolved in part because of breclles of good faith or of gross insensitiuiey to tlle patient's right and
years
and sound mind hz,s a riglt to dztnrmine what shnll be done withhis
be d small minonty "f phlsiciaru resulting in shoclcing
own body".
outcomp.stt.
Oleh karena pasien yang berkepentingan untuk menentu-
Bahkan menurut King, menyatakan apabila kesepakatan/ persetujuan (informed coruenr) iru tidak ada, akibatnya adalah
nasibnya sendiri, dan hak atas informasi. Sehubungan dengan ini, Cordozo seorang hakim agung Amerika Serikat mengemukakan bahwae
t
every
kan apa yang akan dilakukan terhadap tubuhnya, maka jelas bahwa adanya informed consent
dalam transaksi terapeutik merupakan hak pasien sebelum ia menjalani suatu upaya medis yang dilakukan dokter untuk menolong dlrinya. Hak itu berarti suatu kewenangan untuk berbuat atau
tidak berbuat, sehingga pasien mempunyai kebebasan untuk menggunakan atau tidak menggunakannya. Namun infornw.d conseflt itu dirasakan sangat
feelings
sebagai
berikutrl
:
"Treatment performed in tlv. absence ,f ualtd consent flwJ constitute a battery and be actionabb. witlwut, expert testimony on tlv. standnrd of care. Moreover, since recouery may be based on tlle inuasion
of
one's dignttary interests, one ma! recoaler for battery euen in tlle absence
of plqsical lwrm. Wfun tllere has been consent
to
the. medica| procedure,
but that consent wds not sufficientl4 informed, the. plqsician may be Liable,
unds a negligence tlleory, for h.arrn thnt woul.d have probabb been usuallry
e Joseph King Jr.,
Medical Malpractice, West Publishing Co, St. Paul
Minn, l986,hal.
130.
ro Charles P. Bailey,
Informed
Consent, Legal Medicine Annuaft, Appleton Century Crofts, New York, 1979,ha1.273. rr Joseph King, Jr., Op.cit.,hal. 13l.
JURNAL T1ISTITIA avoidr.d
lwd
tl:.r- required disclosuses
been made,".
utama persetujuan pasien yang dikenal adalahr3
Sebenarnya
kesepakatan/ persetujuan (informed coruenr) itu pada umumnya dianggap telah
a.
kondisi-kondisi sebagai berikutr 2, 1. Secara faktual pasien mau menjalani suatu prosedur
kesehatan dalam rangka penanganan terhadap penyakitnya. Dengan atau tanpa perserujuan yang faktual
yaitu '
berdasarkan
penting untuk
menentukan
adanya kesepakatan/perserujuan yang diberikan pasien kepada dokter yang merawatnya. Sehingga untuk menilai ada tidaknya kesepakatan/persetujuan pasien, maka sikap tindak pasien harus dimengerti oleh dokter. - Dengan demikian dapat dikatakan bahwa bentuk-benruk
t2 Soerjono Soekanto
dan
Herkutanto, Pengantar Hukum Kesehatan, Remaja Karya, Bandung, 1987, hal. l2l.
Persetujuan Ekspresif, yaitu apabila secara faktual pasien mau menjalani suatu prosedur upaya medis dalam rangka penanganan terhadap penyakimya. Persetujuan Non Ekspresif,
yaitu apabila
tindak pasien dapat ditarik kesimpulan bahwa yang
Secara yuridis, kondisi. kondisi iru merupakan dasar
v
b.
sikap
bersangkutan telah memberi. kan persetujuannya.
yang
mencakup:
ada, sebab didasarkan aras
Z.
,
1. Persetujuan Efektif,
7.
berdasarkan sikap dan tindakan pasien dapat ditarik kesimpulan bahwa . pasien yang bersangkutan memberikan persetujuannya. Persetujuan tmplikatif, khusus-
nya dalam keadaan darurat. Sebab dalam keadaan darurat dengan ancaman kematian
bagi pasien baik
dewasa
maupun anakanak sehingga tidak perlu dipermasalahkan ada atau tidaknya persetujuan dalam keadaan demikian disimpul. kan (implikatifl adanya persetujuan pasien yang bersang kutan dan dokter berkewajiban penuh untuk melaksanakan upaya apapun yang wajar untuk menyelamatkan pasien.
dimaksud, maka
t'Ibid
JURNAL YITSTITTA
Dari penjelasan ini tampak bahwa pasien dianggap telah memberikan kesepakatan atau
atau pembedahan),
persetujuannya pada saar sikap dan tindaknya menunjukkan seperri kondisi.kondisi tersebut di atas. Pada saat itu pulalah
informed consent secara tertulisla.
transaksi terapeutik
(penyem-
buhan) terjadi, sehingga timbul perikatan antara dokter dan pasien. Di satu pihak dokter berkewajiban atas suatu prestasi dan pada pihak lain pasien berhak atas prestasi itu, demikian juga sebaliknya.
Adapun perikatan pokok yang ditimbulkan dalam transaksi terapeutik adalah kewajiban
dokter untuk melakukan upaya medis dan hak pasien atas upaya medis tersebut; kewajiban pasien untuk membayar honorarium kepada dokter atas upaya medis yang telah dilakukannya dan hak dgkter atas pembayaan honorarium tersebut. Dalam prakteknya, kita
jumpai bentuk tertulis
informed
consent berupa formulir berkepala "Surat Pernyataan ljin Operasi"
atatt "Surat ljin Operasi". Informed consent secara tertulis itu pada umumnya dibuat sebelum dilakukannya suatu tindakan medis yang memerlukan pembiusan (operasi
sedangkan
untuk tindakan pengolSatan atau perawatan biasa tidak diperlukan Sekarang, informed coruent itu dibuat sebagai bukti bahwa pasien telah menyetujui upaya tindakan medis yang akan dilakukan oleh
dokter dan menerima
segala
resiko yang mungkin timbul. Hal ini juga dimaksudkan unruk menumbuhkan rasa aman dan tenteram bagi seorang dokter terutama terhadap kemungkinan dilakukannya tuntutan hukum oleh pasien di kemudian hari. Perkembangan selanjutnya, infor. mnd consent itu dianggap sebagai kontrak terapeutik, namun dipermasalahkan karena, antara
lain: isinya ditentukan secara sepihak oleh dokter/rumah sakit sedangkan pihak pasien sama sekali tidak ikut menentukan isi dari kontrak iru, sehingga kepada pasien hanya diberi kesempatan
untuk menerimanya atau menolaknya. Hal inilah yang akhirnya seringkali menimbulkan tanggapan yang keliru terhadap informed consent itu. Berdasarkan kedua hak
dasar manusia yang melandasi u. .,verontca
14 ^
hal. 90.
Komalawati, Op.cit.,
JURNAL YUSTITIA
transaksi terapeutik (penyembuhan) maka setiap pasien bukan
V
diagnosisnya
yang
hanya mempunyai kebebasan untuk menentukan apa yang
didasarkan pada informasi dari pasien mengenai keluhan-keluhan yang dideritanya, dan didasarkan pada
boleh dilakukan terhadap dirinya
hasil pemeriksaan klinis tubuh
atau tubuhnya, tetapi juga ia terlebih dahulu berhak untuk mengetahui hal-hal mengenai dirinya yaitu penyakitnya dan
pasien.
tindakan-tindakan apa yang dapat dilakukan dokter terhadap rubuh, nya untuk menolong dirinya serta segala resiko yang mungkin timbul kemudian. Akan tetapi untuk menentukan secara mutlak informasi yang seharusnya diberikan oleh dokter kepada pasiennya itu sangat sulit, sebab hal itu tergantung pada keadaan pasien. Selain itu, informasi dari dokter pun merupakan hasil diagnosis dokter
adalahr5
berdasarkan andmnesa atau riwayat penyakit pasien yang disusun oleh dokter dari keterangan yang diberikan pasien secara sukarela (keluhan pasien) dan dari keterangan yang diperoleh dengan melakukan wawancara pada penderita atau orang yang mengetahui benar-benar tentang kesehatan pasien, dan berdasarkan hasil penelitian klinis pada tubuh pasien. Dengan kata lain, informasi dokter merupakan hasil
Oleh karena itu, seperti kita
ketahui fungsi dari informasi dokter, menurut King, antara lain ,
"... protecaon of tlle
patient's
nglt of selfdeurm'nation. Indzed, a centra| premise of thz dactrine is tlwt the patient's freedam to dncidc what shnl| be dnne with his body mny be an eoJen mare pardfiwunt interest tllen preseruation of tfu patient's lwalth".
Sedangkan fungsi lainnya yang dikemukakan oleh Verberne sebagai berikutl6 , "Die informatiue is niet allzn vdn wezenlijk belang 4)oor fut verkrijgen udn een rechtsgeldigde toestemtning, fi\aat is ookiets waar elke patient zonder meer recht op lleft, onder meer uit lwofed eisen uan geodt
trouw, die touch elke contracts situatie belleerst".
([nformasi
itu tidak hanya
sunggutr-sungguh penting untuk ri 16
Joseph
King Jr., Of.cit.,hal.
155.
Ruud Verberne, Patien en Arts Ars Aequi, 1976, hal. 562.
,
JURNAL YIISTTTIA
memperoleh
ijin/persetujuan yang disahkan oleh hukum, tetaPi juga sesuatu yang bagaimanaPun menjadi hak setiap pasien, antara alain karena menurut itikad baik yang bagaimanapun menguasai setiap situasi perjanjian /kontrak).
sarkan
pertanyaan
adanya
maupun tanpa adania Pertanyaan dari pasiennya. Sebab berdasarkan itikad baik yang dimaksudkan di atas, berarti informasi itu
merupakan hak Pasien dan kewajiban dari dokter untuk memberikannya.
Ini berarti bahwa fungsi informasi
itu
adalah unilk
melindungi dan
menjamin Pasien aitu
pelaksanaan hak untuk menentukan apa Yang harus dilakukan terhadap tubuhnya yang dianggap lebih Penting daripada pemulihan kesehatannYa itu sendiri. DisamPing itu, informasi dari dokter inr harus diberikan berdasarkan itikad baik dari dokter yang bersangkutan. Dalam prakteknya masih
banyak dijumpai dokter Yang kurang memberikan informasi yang diperlukan kepada Pasientryfl, antara lain karena Pam dokter itu setiap harinya menerima puluhan pasien sehingga tidak cukup waktu bagi dokter untuk
memberikan informasi kePada pasiennya. Namun seharusnYa dokter tidak hanya memberikan informasi atas semua Pertanyaan
yang diajukan pasien tentang penyakitnya, tetapi juga harus memberikan informasi baik berda-
Namun karena informasi dari dokter meruPakan hasil diagnosis dokter yang juga didasarkan atas informasi dari Pasien, maka pasien juga memPunYai kewajiban untuk untuk memberi' kan informasi yang dilandaskan pada itikad baiknya. lnformasi itu menyangkut keluhan'keluhan yang dideritanya, termasuk juga
informasi mengenai
tindakandilakukannYa yang telah tindakan dalam mengatasi keluhan itu. Secara timbal balik hal itu juga
berarti bahwa dokter berhak atas informasi dari pasiennYa itu. Dengan demikian, untuk terjadinya suatu transaksi terapeutik (penyembuhan) diPerlukan kerjasama yang baik antara dokter dan pasien agar PenYembuhan berhasil sebaik mungkin. Biasanya, informasi dibedakan antara informasi professional
dan informasi
lengkaP.
informasi professionai,,
tingan pasien
Pada
kePen' benar-benar
JURNAL TUSTITTA
pemeriksaan harus dikemukakan. Dan semua jalur alternatif terapi yang mungkin dapat diterapkan harus berikut dikemukakan kemungkinan berhasilnya atau komplikasinya.
diperhitungkan, sedangkan pada informasi lengkap yang ditekan. kan hanyalah kewajiban untuk memberikan informasi dan kepentingan pasien tidak diperhati. kan17. Dengan kata lain, informasi lengkap merupakan informasi menyeluruh sebagai kewajiban.
Segi+egi informasi perlu mendapat perhatian
yang
secara
seksama adalah sebagai berikutl8
,
1. Mencakup suatu
'
Z.
v
.
peramalan kondisi pengobatan yang wajar dan sudah diketahui dapat membawa akibat-akibat bagi pasien berupa kelumpuhan, kenyerian, atau mempeP pendek hidup apabila pelaksanaannya disetujui oleh pasien. Kewajiban dokter memberikan rekomendasi mengenai pemeriksaan atau terapi dengan suatu perkiraan yang rasional mengenai kemungkinan berha, sil, termasuk resiko kematian atau kemungkinan komplikasi yang dapat diduga akan
3.
terjadi. Kerugian-kerugian yang dise' babkan karena kegagalan hasil
17 Soerjono
Soekanto
280.
Cha.les
P. Bailey, Op.cit.,
meliputile
t
1. Diagnosis Z.
(pengamatan/ pengenalan terhadap gejala' gejala penyakit) Terapi,/cara pengobatan
dengan kemungkinan
ada-
nya alternatif
3. 4.
Cara kerja dan pengalaman Resiko,resiko langsung dan samping
5.
Kemungkinan perasaan sakit atau perasaan lain
6.
Keuntungan
terapi,/cara
pengobatan
7.
Prognose (ramalan tentang jalannya penyakit)
Menyadari bahwa tidak semua pasien dapat memahami informasi dari dokter, disamping kemungkinan pasien sendiri tidak mampu mengemukakan keluhan' nya karena keberadaannya tidak
dan
Herkutanto, Op.cit., hal. 123.
't
Secara sistematis isi informasi dari dokter itu
hal.
re
hal.94.
D. Veronica Komalawati, Op.cit.,
JURNAL YIISTITTA
memungkinkan, maka ada empat kelompok pasien yang tidak perlu mendapat informasi, yaituzo , 1. Pasien yang akan menjalani pengobatan dengan "placebo" (obat palsu). Placebo meru' pakan senyawa farmakologis tidak aktil yang digunakan
sebagai
obat untuk
banding atau sugesti
pem-
Guggesn/-
tllerapeuticum).
mengurus kepentingan pasien dengan sebaik-baiknya. Setelah pasien sadar kembali, dokter berkewajiban memberikan infor' masi mengenai tindakan medis
yang telah dilakukannya
dan mengenai segala kemungkinan yang timbul dari tindakan tersebut. Untuk tindakan selanjutnya tergantung pada persetujuan pasien yang bersangkutan.
7. Pasien yang akan dirugikan
jika mendengar informasi tersebut, misalnya:
karena sehingga membahayakan kesehatannya. Pasien yang sakit jiwa
lemah jantung
3. 4.
Pasien yang belum dewasa.
Apabila pasien keadaan
dalam
tidak sadar sehingga
C.
Penutup
1. Simpulan
a. Didalam suatu
transaksi
terapeutik terdaPat hu' bungan hukum diantara dua pihak, yaitu dokter
dokter tidak mungkin memberikan informasi, maka dokter
sebagai pemberi pelayanan
dapat bertindak atau melakukan upaya medis tanpa seijin pasien
penerima pelayanan medis; hak dokter disatu pihak
sebagai tindakan berdasarkan Taak,waarneming
atau perwakilan
sukarela menurut ketentuan Pasal L354 B\7. Dalam keadaan
demikian perikatan yang timbul tidak berdasarkan suatu persetujuan pasien, tetapi berdasarkan suatu perbuatan menurut hukum, yaitu : dokter berkewajiban unruk 20
lbid,hal
94.
medis dan pasien
sebagai
dan kewajiban pasien di lain pihak secara timbal balik; serta prestasi yang harus dilaksanakan oleh masing-masing pihak. Sedangkan informed consent sendiri secara yuridis merupakan dasar penting untuk menentuk&n adanya kesepakatan /persetuj uan
JURNAL TITSTTTIA
yang diberikan pasien kepada dokter yang merawatnya. Pada saat itu transaksi pulalah
terapeutik (PenYembuhan)
mulai terjadi, sehingga timbul perikatan
antara satu Di dokter dan pasien. pihak dokter berkewajiban atas suatu prestasi dan
pada pihak lain
efek samping, (d) Kasuskasus penolakan teraPi yang dilakukan pasien, dan (e) Kasuvkasus eksperimen' tal. Pengecualian mana
berlaku dalam hal,
Pasien belum
keputusan mandiri karena
secara belum cukup umur' 6) Pasien tidak bisa memberikan keputusan karena terganggu mentalnya dan sedang di bawah pengam'
Pasien
puan, G) Pasien untuk sementara tidak bisa memberikan persetujuan
transalsi terapeutik adalah kewajiban dokter unruk melakukan upaya medis dan hak pasien atas upaya
karena dalam kondisi tidak sadarkan diri dan tidak ada
wali yang bisa
medis tersebut.
Inforrned conseflt, harus diberikan di dalam hal-ha1 sebagai berikut : (a) Kasuskasus yang menYangkut
obat yang mengandung bahan kimia berbahaYa dan menimbulkan banYak
(d)
Karena keyakinan
Yang
membuka rahasia medis
yang justeru
(b)
diketahui secara Pasti efek sampingnya, (c) KasuY kasus yang menggunakan
dimintai
persetujuan, dan
layak dari Petugas kesehatan untuk tidak
pembedahan atau oPerasi,
Kasus'kasus Yang membutuhkan dan menggunakan teknologi baru kedokteran yang belum
bisa
mengambil
berhak atas prestasi itu, demikian juga sebaliknYa. Adapun perikatan Pokok yang ditimbulkan dalam
b.
(o)
memperburuk
akan
kondisi
paslen.
c.
ketentuan Berdasarkan (3) Permenkes Pasal ? Ayat No. 29012008 dinYatakan bahwa informed coruent Yang
disampaikan oleh dokter kepada pasienpya, sekurangkurangnya mencakuP
JURNAL'N$TfiIA setiap orang tidak bertin'
tentang , (a) Diagnosis dan tata cara tindakan kedolc teran, (b) Tujuan tindakan kedokteran yang akan
dak
dengan hatan atau kebaikan
tindakan medis
dilakukan oleh
resikonya, (d) Resiko dan komplikasi yang mungkin Prognosis yang dan (0
memungkinkan untuk itu, dokter dituntut untuk selalu menyampaikan penjelasan mengenai tindakan medis yang akan dilakukan
Perkiraan pembiayaan. 2. Saran a. Perikatan yang timbul dari transaksi terapeutik (penyembuhan) pada hakekatnya merupakan suatu perikatan yang harus dilakukan dengan hati-hati dan usaha keras. Karena prestasinya berupa suatu upaya, maka hasilnya jelas
belum pasti.
'
Akibatnya,
apabila upaya itu gagal, dalam arti pasien tidak
menjadi sembuh
atau
bahkan meninggal, hal ini
merupakan resiko yang harus dipikul baik oleh
dokter maupun b.
@
oleh
Yang
dokter
sangatlah tinggi. KarenanYa dalam keadaan normal dan
terhadap tindakan
dilakukan,
saja,
mengingat resiko dari
(c) Alternatif tindakan lain dan
dilakukan,
tedadi, (e)
sewenang-wenang dalih demi kese'
melalui informed consent daiam batas.batas yang memang diperkenankan
c.
untuk itu. Dalam prakteknya masih banyak dijumpai dokter yang kurang memberikan informasi yang diperlukan kepada pasiennya, antara lain karena para dokter itu setiap harinYa menerima puluhan pasien sehingga
tidak cukup waktu
bagi memberikan dokter untuk
informasi kepada
nya. Namun
pasien-
seharusnYa
dokter tidak
hanya
pasien.
memberikan informasi atas
Infomwd consent hendaknya dituiukan bagi pencaPaian jaminan tertib hukum agar
semua pertanyaan yang diajukan pasien - tentang penyakitnya, tetapi juga
JURNAL T1ISTITTA
harus memberikan infor-
masi baik
berdasarkan adanya pertanyaan rrrflu' pun tanpa adanya pertanyaan dari PasiennYa.
L
Sebab berdasarkan itikad baik yang dimaksudkan di atas, berarti informasi itu merupakan hak pasien dan
kewajiban dari
dokter untuk memberikannya.
DAFTARPUSTAKA
Alexandra Indriyanti Dewi, Etiko
dnn Hukum Pustaka Book
Keselwtan,
Publisher,
Yogyakarta, 2008.
Charles P. BaileY, Informed C,oruent, Legal Medicine Annual, Appleton Century Crofts, New York, 1979, hal. 273.
D. Veronica Komalawati, Hukum dan Etil
Dokter, Pustaka
Sinar
Harapan, Jakarta, 1989. Hermien Hadiati Koeswadji, Hulwm Kednkteran di Dunia
A .e
a
Inrcrnasional, Makalah Pada Hukum Simposium yang Kedokteran diselenggarakan oleh BPHN, Depkes dan IDI, Jakarta, 6'7 Juni 1983. Herkutanto et. a11., Panduan AsPek
Hukum Prakrck Dokter Stuasta, Pengurus Besar lkatan Dokter [ndonesia, Cetakan Kedua, Jakarta, 1994. Joseph King, Jt., Medical Mal.Practice,'West Publishing Co, St. Paul Minn, 1986. Kartini Muljadi dan* Gunawan
\flidiaja, Perikatan Pdd.a
JURNAL TIISTTTIA PT. Unumnya, RajaGrafindo, Jakarta, 2004. Ruud Verberne, Paaen en Arts , Ars Aequi, L976. Subekti, Pokol*Pokok Hubum Perdara, Cetakan )C(X, PT. Intermasa, Jakarta, 200 1. Soerjono Soekanto dan
Herkutanto,
Pengantar
Hukum Kesehaun,
Remaja Karya, Bandung, 1987.