BAB III PENYELENGGARAAN MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG) JANGKA MENENGAH KECAMATAN
Deskripsi Singkat Topik : Pokok Bahasan
: Penyelenggaraan Kecamatan
Musrenbang
Jangka
Menengah
Sub Pokok Bahasan : 1. Pelaksanaan Musrenbang Jangka Menengah Kecamatan 2. Dimensi atau Indikator Efektivitas Musrenbang Jangka Menengah Kecamatan 3. Karakteristik Program dan Kegiatan Kecamatan Waktu
: 2 (dua) kali tatap muka pelatihan
Tujuan
: Praja dapat memahami urgensi Musrenbang Jangka Menengah Kecamatan sebagai dasar dalam menyusun Renstra Kecamatan
Metode
: Praktek (mempraktekkan, diskusi dan tugas terstruktur)
A. Pelaksanaan Musrenbang Jangka Menengah Kecamatan Draft dokumen Renstra Kecamatan yang sedang disusun pada dasarnya merupakan salah satu dasar dalam membuat Renstra Kecamatan yang baik yang akan dibawa pada saat musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang) jangka menengah kecamatan. Dokumen Renstra Kecamatan sebagai pedoman atau arah pembangunan yang ingin dicapai Kecamatan dalam kurun waktu lima tahun ke depan yang - 51 -
memuat visi, misi, tujuan, sasaran, strategi, kebijakan, program dan kegiatan dengan mengacu pada dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten/Kota yang sudah ada, maka program dan kegiatan yang direncanakan sesuai dengan urusan pemerintahan yang menjadi batas kewenangan kecamatan, dengan mempertimbangkan kemampuan/kapasitas serta berbagai potensi yang ada di Kecamatan. Dalam
upaya
menghasilkan
Renstra
Kecamatan
yang
dapat
mengantisipasi kebutuhan pembangunan Kecamatan dalam jangka waktu lima tahunan, maka penyusunannya perlu dilakukan secara komprehensif dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan (stakeholders) pembangunan yang ada di Kecamatan dalam sebuah forum yang dinamakan “Musrenbang Jangka Menengah Kecamatan”. Adapun alur pikir pelaksanaan musrenbang jangka menengah kecamatan dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Definisi – Definisi a) Musrenbang Jangka Menengah Kecamatan adalah forum konsultasi dengan para pemangku kepentingan pembangunan yang ada di kecamatan untuk membahas rancangan Renstra Kecamatan, dibawah koordinasi Camat. b) Musrenbang Jangka Menengah Kecamatan juga merupakan forum untuk mendapatkan komitmen para pemangku kepentingan pembangunan yang ada di Kecamatan yang menjadi masukan dalam penyempurnaan rancangan Renstra Kecamatan. c) Pemangku kepentingan Kecamatan adalah pihak yang berkepentingan dengan kegiatan prioritas dari Kecamatan untuk mengatasi permasalahan di Kecamatan serta pihak-pihak yang berkaitan dengan dan atau terkena dampak hasil musyawarah. d) Narasumber adalah pihak-pihak pemberi informasi yang dibutuhkan untuk proses pengambilan keputusan dalam Musrenbang Kecamatan . e) Peserta adalah pihak yang memiliki hak pengambilan keputusan dalam Musrenbang Jangka Menengah Kecamatan f) Musrenbang Jangka Menengah Kecamatan menghasilkan antara lain :
- 52 -
Berbagai masukan dan komitmen para pemangku kepentingan pembangunan yang ada di Kecamatan yang menjadi masukan dalam penyempurnaan rancangan Renstra Kecamatan (terlampir), Dokumen Usulan Rencana Pembangunan Lima tahun kedepan yang akan dilaksanakan di Kecamatan (terlampir), Berita Acara Musrenbang Jangka Menengah Kecamatan.
2. Dasar Penyelenggaraan a) Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, b) Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, c) Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, d) Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tatacara penyusunan, pengendalian dan evaluasi pelaksanaan perencanaan Pembangunan Daerah, e) Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008 tentang Kecamatan, f) Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, g) Peraturan Daerah Kabupaten/Kota tentang Prosedur Perencanaan dan Penganggaran Daerah. 3. Tujuan Musrenbang Jangka Menengah Kecamatan diselenggarakan bertujuan untuk : a) Membahas dan menyepakati hal-hal yang akan menjadi prioritas kegiatan pembangunan di Kecamatan dalam kurun 5 tahun kedepan; b) Media konsultasi dengan para pemangku kepentingan pembangunan yang ada di Kecamatan untuk membahas rancangan Renstra Kecamatan , dibawah koordinasi Camat. c) Mendapatkan komitmen para pemangku kepentingan pembangunan yang ada di Kecamatan yang menjadi masukan dalam penyempurnaan rancangan Renstra Kecamatan d) Melakukan klasifikasi atas kegiatan prioritas pembangunan Kecamatan sesuai dengan Tugas Pokok dan Fungsi ; e) Melakukan Analisis untuk mengkaitkan kegiatan prioritas pembangunan Kecamatan dengan kebijakan, sasaran dan program RPJMD. f) Menghasilkan kesepakatan-kesepakatan mengenai program dan kegiatan prioritas yang akan dilaksanakan 5 tahun kedepan yang dituangkan ke dalam berita acara hasil Musrenbang Jangka Menengah Kecamatan . 4. Langkah - langkah Pelaksanaan Musrenbang Jangka Menengah Kecamatan a) Persiapan Berbagai hal yang perlu disiapkan untuk penyelenggaraan Musrenbang Jangka Menengah Kecamatan adalah : - 53 -
Pembentukan Tim Penyelenggara Musrenbang Jangka Menengah Kecamatan yang diketuai oleh Sekretaris Kecamatan, Penyusunan naskah rancangan Renstra Kecamatan, Penggandaan Naskah Rancangan Renstra Kecamatan, Menyiapkan panduan pelaksanaan yang memuat durasi, tanggal/waktu pelaksanaan, mekanisme dan susunan acara, Mengirim surat undangan kepada peserta.
b) Pelaksanaan Pendaftaran Peserta Musrenbang Jangka Menengah Kecamatan, Pemaparan kondisi umum Kecamatan dan proyeksinya ke depan oleh Camat, Pemaparan Rancangan Renstra Kecamatan, Pembahasan Rancangan Renstra Kecamatan dengan melibatkan seluruh peserta Musrenbang Jangka Menengah Kecamatan, Perumusan kesepakatan para pemangku kepentingan pembangunan hasil musrenbang jangka menengah Kecamatan, Pembacaan hasil kesepakatan oleh Ketua Tim Penyelenggara musrenbang Jangka Menengah Kecamatan (Sekretaris Kecamatan ). c) Keluaran Materi kesepakatan dan komitmen hasil Musrenbang Jangka Menengah Kecamatan, yang selanjutnya menjadi masukan utama penyempurnaan rancangan Renstra Kecamatan, Matrik Keterkaitan Misi, Kebijakan, Sasaran, Indikator Program dan Kegiatan Renstra Kecamatan (terlampir), Berita Acara Hasil Musrenbang Jangka Menengah Kecamatan (terlampir). d) Peserta Unsur Muspika, Kepala UPTD yang ada di Kecamatan, Instansi Vertikal yang ada di Kecamatan, Para Kepala Desa, unsur BPD, LPMD, Forum Delegasi Musrenbang Tingkat Desa dan Kecamatan, Organisasi kemasyarakatan yang ada di Kecamatan. e) Narasumber Camat, Sekretaris Kecamatan, Fasilitator (dari unsur yang menguasai bahan bahasan, contoh : dari Bappeda Kabupaten/Kota).
- 54 -
f)
Waktu Pelaksanaan Berbeda halnya dengan Musrenbang Tahunan Kecamatan yang dilaksanakan selambat-lambatnya pada akhir bulan Maret tahun berkenaan, maka waktu pelaksanaan Musrenbang Jangka Menengah Kecamatan dilaksanakan bisa kapan saja tergantung kondisi masingmasing daerah dengan memperhatikan Dokumen RPJM Daerah bersangkutan.
g) Tugas Tim Penyelenggara/Fasilitator Menyusun rancangan Renstra Kecamatan, Menyusun jadwal dan agenda Musrenbang Renstra Kecamatan, Mengumumkan secara terbuka tentang jadwal, agenda, dan tempat pelaksanaan Musrenbang Jangka Menengah Kecamatan, Mendaftar peserta Musrenbang Jangka Menengah Kecamatan, Memfasilitasi proses pelaksanaan Musrenbang Jangka Menengah Kecamatan, Merekap daftar kegiatan prioritas pembangunan di Kecamatan yang akan dilaksanakan lima tahun ke depan, Memfasilitasi perumusan berita acara hasil Musrenbang Kecamatan, dengan sekurang-kurangnya memuat skala prioritas kegiatan lima tahun ke depan yang telah disepakati.
B. Dimensi atau Indikator Efektivitas Musrenbang Jangka Menengah Kecamatan Musrenbang merupakan media dalam rangka menjaring sebanyak mungkin aspirasi masyarakat. Mekanisme musrenbang dikatakan efektif apabila pelaksanaannya dapat diukur. Untuk itulah diperlukan adanya alat ukur untuk mengetahui sejauhmana mekanisme musrenbang tersebut dapat dikatakan efektif atau tidak. Terdapat 4 (empat) dimensi yang dapat dijadikan alat ukur untuk mengetahui efektifitas tersebut, antara lain : 1). Satuan waktu Pelaksanaan musrenbang masih sering tidak tepat waktu. Ketidaktepatan penyelenggaraan musrenbang ini sebagian besar disebabkan oleh faktor - 55 -
antara lain tidak adanya informasi dari penyelenggara (Kecamatan), musrenbang kurang dijadwalkan dengan baik sehingga banyak masyarakat yang tidak menghadiri musrenbang dengan alasan tidak punya waktu, atau justru aparat pemerintah sendiri yang tidak punya waktu karena berbagai kesibukan. Dengan demikian terlihat bahwa pemanfaatan jadwal atau waktu penyelenggaraan musrenbang masih kurang diperhatikan. Apabila dilihat dari perbandingan beban kerja dengan waktu yang diperlukan dalam penyelenggaraan musrenbang, sebetulnya cukup memadai. Artinya bahwa tersedia waktu yang cukup dalam penyelenggaraan musrenbang untuk menghasilkan hal-hal yang seharusnya dapat diwujudkan selama pelaksanaan musrenbang tersebut. Hanya saja terjadi ketidaktepatan dalam penggunaan waktu, sehingga penyelenggaraan musrenbang menjadi kurang efektif. 2). Satuan hasil Dari segi hasil, pelaksanaan musrenbang sebenarnya dirasakan oleh masyarakat karena mampu menampung aspirasi masyarakat, walaupun semua aspirasi
yang disampaikan tidak seluruhnya dapat diakomodasikan.
Ketertampungan aspirasi masyarakat melalui musrenbang
tersebut, juga
dapat dilihat dari RPT (rencana pembangunan tahunan) yang tersusun, yang pada dasarnya merupakan daftar rencana kegiatan pembangunan tahunan. Penyelenggaraan
musrenbang
bisa
menghasilkan
rumusan
usulan
pembangunan dari tingkat desa/kelurahan dan kecamatan, walaupun sebagian besar lebih menyangkut kegiatan yang akan didanai oleh pemerintah. Dan yang lebih meyakinkan adalah rumusan penggunaan dana pembangunan yang - 56 -
tersedia di desa/kelurahan dan kecamatan tersebut didasarkan pada kesepakatan yang dicapai pada pelaksanaan musrenbang. 3). Kualitas Kerja Penyelenggaraan musrenbang masih sering tidak didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai, akibatnya penyelenggaraan musrenbang itu sendiri menjadi kurang lancar. Misalnya dalam pelaksanaan musrenbang masih sering tidak disediakan formulir isian tentang usulan atau daftar kebutuhan masyarakat. Faktor sarana dan prasarana yang lain juga masih sangat minimal seperti tidak terbentuknya kepanitiaan penyelenggaraan musrenbang, tidak tersedianya alat tulis secara memadai, maupun masalah konsumsi, selanjutnya tempat rapat yang sempit, dan penerangan yang kurang memadai serta kelengkapan lain seperti ketersediaan OHP. Dilihat dari kualitas penyerapan aspirasi masyarakat, sebagaimana telah disebutkan dimuka bahwa sebagian besar masyarakat masih mengatakan bahwa
pelaksanaan
musrenbang
cukup
mampu
menyerap
aspirasi
masyarakat. Hal ini dapat dilihat bahwa sebagian besar masyarakat menyatakan
bahwa
penyelenggaraan
musrenbang dapat
memberikan
kesempatan yang sama kepada semua peserta untuk menyampaikan aspirasinya. Hanya saja dalam pelaksanaannya, masih banyak pula perserta musrenbang yang hanya menjadi peserta pasif atau pendengar saja, tidak berani mengemukakan pendapat, atau bahkan tidak tahu apa permasalahan yang dihadapi atau kebutuhan yang diharapkan. Hal tersebut karena peserta - 57 -
musrenbang belum mengetahui atau belum pernah mendapatkan pelatihan tentang mekanisme perencanaan pembangunan sehingga mereka masih awam dengan mekanisme perencanaan pembangunan itu sendiri. 4). Kepuasan Masyarakat Karena
berbagai
kendala
sebagaimana
disebutkan
diatas,
maka
penyelenggaraan musrenbang masih banyak dirasakan belum memberikan kepuasan kepada masyarakat. Selama ini forum musrenbang, yang merupakan
forum formal yang ditentukan dan telah dijadwalkan oleh
pemerintah
sebagai
forum
perencanaan
pembangunan
di
tingkat
desa/kelurahan dan kecamatan lebih berperan sebagai forum penampung aspirasi masyarakat dan tidak memiliki bargaining position yang kuat sebagai forum yang dapat dijadikan sebagai dasar bagi pemerintah kabupaten/kota dalam melaksanakan pembangunan. Sebagai akibatnya, penyelenggaraan musrenbang menjadi forum yang kurang diminati oleh masyarakat. Bahkan banyak
masyarakat
musrenbang
itu
yang
sendiri.
kurang
antusias
Rendahnya
dengan
prosentase
penyelenggaraan masyarakat
yang
mengharapkan penyelenggaraan musrenbang menjadi indikator bahwa penyelenggaraan
musrenbang
belum
memberi
cukup
manfaat
bagi
masyarakat. Hasil dari pelaksanaan musrenbang juga belum sepenuhnya merupakan daftar kebutuhan yang diusulkan oleh masyarakat. Dan kondisi yang lebih jauh, masih banyak terjadi kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah, ternyata berbeda dengan usulan yang telah disepakati bersama - 58 -
pada waktu pelaksanaan musrenbang. Dengan kata lain bahwa harapan masyarakat terhadap hasil dari musrenbang tersebut belum terpenuhi, karena usulan-usulan yang telah disampaikan dan ditampung dalam musrenbang ternyata tidak terealisasikan dalam kegiatan pembangunan, atau dengan istilah “apa yang dibutuhkan tidak terjadi, yang terjadi adalah yang tidak dibutuhkan”. Sebagai wadah mekanisme penyusunan rencana pembangunan, masyarakat mengharapkan aspirasi yang telah ditampung dan disepakati dapat dilaksanakan, atau dengan kata lain, hal-hal yang telah disepakati dalam pelaksanaan musrenbang hendaknya dapat dijadikan dasar dalam pelaksanaan pembangunan di Daerah. Untuk itu masyarakat mengharapkan agar pelaksanaan musrenbang dapat dihadiri oleh semua komponen masyarakat, sehingga berbagai aspirasi dan kebutuhan masyarakat dapat ditampung dan dipecahkan. Realitas dari belum efektifnya penyelenggaraan musrenbang pada dasarnya dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain faktor penjaringan aspirasi, dinamika pelaksanaan, penentuan arah dan kebijakan serta strategi dan prioritas yang diambil. Keempat faktor tersebut secara sistemik saling berpengaruh.
C. Karakteristik Program dan Kegiatan Kecamatan Sebagai SKPD kewilayahan, program dan kegiatan kecamatan yang merupakan penjabaran visi dan misi kecamatan tersebut mempunyai karakteristik - 59 -
tersendiri dibandingkan SKPD lain. Karakteristik tersebut muncul karena kecamatan mempunyai kewenangan atributif dan kewenangan delegatif, sehingga kecamatan menyelenggarakan pelayanan secara langsung kepada masyarakat (direct services) dan pelayanan secara tidak langsung (indirect services) (lihat Bab I). Penyelenggaraan musrenbang jangka menengah kecamatan biasanya bermuara pada program dan kegiatan kecamatan selama selama lima tahun ke depan dan secara bertahap dilaksanakan setiap tahun yang diawali dengan penyelenggaraan musrenbang tahunan. Penyelenggaraan musrenbang tahunan sebenarnya berfungsi sebagai alat evaluasi terhadap tingkat capaian sasaran program dan kegiatan tahunan dalam jangka lima tahun sekaligus menampung berbagai ide segar yang muncul yang tidak tertampung dalam pelaksanaan musrenbang lima tahunan, sehingga dimungkinkan melakukan revisi terhadap Renstra Kecamatan. Apalagi dinamika dan perkembangan lingkungan eksternal senantiasa
berubah
yang
mempengaruhi
penyelenggaraan
pemerintahan
kecamatan. Namun demikian, seindah dan sebagus apapun program dan kegiatan kecamatan tidak akan berarti apa-apa apabila tidak didukung oleh anggaran yang memadai. Fakta selama ini menggambarkan bahwa mekanisme musrenbang tahunan baik tingkat desa/kelurahan maupun kecamatan sebagai perencanaan partisipatif telah rutin dilaksanakan namun hasil atau keputusan akhir tetap berada di tingkat kabupaten/kota. Perencanaan semacam itu hanya digunakan sebagai justifikasi untuk menunjukkan kepada masyarakat bahwa mekanisme perencanaan - 60 -
pembangunan yang dilalui oleh pemerintah kabupaten/kota telah berangkat dari bawah (bottom up) dan melibatkan partisipasi masyarakat. Padahal yang terjadi, perencanaan tersebut nyatanya hanya sebatas formalitas sehingga yang muncul “apa yang tidak diharapkan, namun yang diharapkan tidak muncul”, dan musrenbang jangka menengah merupakan “kuburan aspirasi”. Asumsi tersebut muncul karena umumnya program dan kegiatan tahunan kecamatan “yang itu-itu saja” dan bersifat rutin karena perencanaan partisipatif dari bawah “dikalahkan” oleh perencanaan dari atas (top down) seperti yang terjadi di Kota Surabaya, dimana Pemerintah daerah mempunyai 10 (sepuluh) program pokok tahunan yang harus dilaksanakan oleh seluruh kecamatan yang berjumlah 31 kecamatan antara lain : 1. Pelaksanaan Musrenbang Kecamatan, 2. Penanggulangan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS), 3. Monitoring dan Penyuluhan Masalah Kemiskinan, 4. Bimbingan dan Teknik (Bimtek) Persampahan, 5. Penyediaan Barang dan Jasa, 6. Pemeliharaan Sarana dan Prasarana Umum, 7. Kependudukan, 8. Operasional Pengelolaan Administrasi Kecamatan dan Kelurahan, 9. Penertiban RW dan RT/Lingkungan, dan 10. Penyuluhan Jender. Dalam terminologi pencapaian tujuan jangka menengah dan panjang daerah, sah-sah saja sebuah kecamatan melaksanakan amanat pemerintah daerah - 61 -
karena kecamatan dituntut untuk mendukung visi daerah seperti halnya visi Kota Surabaya yaitu “Surabaya Cerdas dan Peduli (Surabaya Smart and Care)” yang artinya Terwujudnya kota Surabaya sebagai pusat perdagangan dan jasa yang cerdas dalam merespon semua peluang dan tuntutan global, didukung oleh kepedulian tinggi dalam mewujudkan struktur pemerintahan dan kemasyarakatan yang demokratis, bermartabat dalam tatanan lingkungan yang sehat dan manusiawi. Namun demikian, karena kecamatan telah mempunyai renstra sendiri (dengan merujuk pada RPJP dan RPJM Daerah) tentunya kecamatan mempunyai kekhususan sesuai kondisi geografis masing-masing. Di samping itu sesuai dengan kewenangan atributifnya yaitu kewenangan melakukan koordinasi, pembinaan dan pelayanan kepada masyarakat, maka kecamatan dituntut untuk menjembatani program dan kegiatan desa dan kelurahan. Pada banyak daerah, fungsi koordinasi dan pembinaan kepada desa dan kelurahan ini terkadang “dilupakan” karena tidak didukung dengan anggaran yang memadai untuk mengadakan kedua kegiatan dimaksud. Padahal fakta di lapangan menggambarkan bahwa kapasitas (pengetahuan, wawasan dan keterampilan) perangkat desa (dan kelurahan) sangat terbatas, sebagaimana disarikan dalam Naskah Akademik Rancangan Undang-undang tentang Desa (2007;30) : Sebagian besar perangkat desa di Indonesia tidak memahami berbagai peraturan dan tugas yang menyangkut diri sendiri mereka sendiri, kecuali sebagian kecil perangkat yang mau mencari tahu atau mereka yang kritis. Pada umumnya mereka bekerja apa adanya (Taken for granted) sesuai dengan kebiasaan perangkat sebelumnya. Di jaman Orde Baru, semua formulir administrasi (monografi, buku tamu, buku keuangan, buku proyek, buku tanah desa, dan sebagainya) bisa terisi dan diperbarui terus karena ada proses monev yang berjalan. Tetapi di era reformasi, buku- 62 -
buku administrasi itu terbengkalai, kecuali desa-desa yang mempunyai predikat maju. Di banyak desa, data monografi desa sekian tahun lalu masih terpampang dengan tulisan spidol/cat permanen. “Ada organisasi tetapi tidak berorganisasi”, adalah sebuah metafora yang menggambarkan bahwa organisasi birokrasi desa tidak berjalan dengan baik, apalagi desa-desa yang terbelakang, terutama di luar jawa. Sebagian besar desa di Indonesia sampai sekarang belum memiliki kantor desa sebagai pusat penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan administrasi. Dari fakta di atas, nampak bahwa desa dan kelurahan (terutama desa) mengalami hambatan dalam penyelenggaraan pemerintahan terutama administrasi pembukuannya karena kurangnya supervisi dari pemerintah daerah, dan kecamatan yang paling dekat orbitasinya diharapkan mampu memberikan dan memecahkan permasalahan yang dihadapi kedua institusi tersebut. Kasus tersebut baru satu kasus diantara sekian kasus yang dihadapi oleh desa maupun kelurahan, masih banyak kasus lain yang membutuhkan kepanjangan tangan dari pemerintah daerah. Kenyataannya, fungsi pembinaan terhadap desa dan kelurahan lebih banyak dikerjakan langsung oleh misalnya Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa (BPMD), Bagian Pemerintahan Desa/Kelurahan di Sekretariat Daerah atau SKPD lain yang ada embel-embel Desa dan Kelurahan, dan kecamatan senantiasa “dilewati”. Banyak diklat-diklat yang diselenggarakan oleh SKPD dengan sasaran desa dan kelurahan dengan tembusan kepada Camat atau surat sejenis yang ditujukan kepada Camat agar merekomendasikan kepada perangkat desa/ kelurahan untuk mengikuti kegiatan serupa seperti Diklat Kearsipan, Tata Naskah Dinas, Penyusunan Profil Desa/Kelurahan, dll. Serupa dengan fungsi pembinaan, fungsi koordinasi oleh Camat juga membutuhkan
ongkos,
minimal
untuk
rapat
koordinasi
(rakor)
yang - 63 -
diselenggarakan oleh Camat. Kalaupun tidak, Camat dan perangkat kecamatan yang melakukan koordinasi ke desa-desa dan kelurahan juga membutuhkan BBM untuk operasionalnya. Semakin banyak kuantitas koordinasi yang dilakukan Camat beserta perangkat, berkorelasi terhadap kebutuhan anggaran. Apalagi apabila Pemda banyak melakukan rapat-rapat koordinasi dengan mengundang kecamatan yang intensitasnya tidak dapat diduga. Bahkan seorang Camat di salah satu daerah pernah berkelakar, andaikan belanja langsung Camat yang besarnya hanya Rp. 120.000.000,-/tahun dibagi habis seluruh personil kecamatan dalam satu tahun maka tiap orang mendapatkan ± Rp. 20.000,-. Jadi benar anekdot selama ini yang mengatakan “Camat bukan hanya ujung tombak, tapi juga ujung tombok”. Sementara fungsi pelayanan langsung kepada masyarakat seperti pelayanan kependudukan yaitu KTP, KK, Kartu Identitas Penduduk Sementara/ Musiman maupun perijinan-perijinan lainnya mendapat hambatan dengan rencana penarikan kewenangan pada tingkat kabupaten/kota (terutama pelayanan kependudukan sesuai UU Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan). Berbeda dengan perencanaan dinas teknis dan lemtekda yang bersifat sektoral
(misalnya
bidang
kesehatan,
pendidikan,
pertanian,
perikanan,
perkebunan, sarana dan prasarana daerah), mereka telah mempunyai batas-batas maupun program dan kegiatan yang jelas. Apabila program dan kegiatan terhambat karena minimnya anggaran maka solusinya adalah kuantitasnya
- 64 -
dikurangi atau program dilaksanakan multiyear atau bahkan ditunda tahun berikutnya, dsb. Ironisnya, ketika kecamatan ikut dilibatkan dalam menangani masalah sektoral namun tidak dibekali kemampuan keuangan yang memadai. Di lain pihak, dinas teknis dan lemtekda yang terkait dengan program sektoral ingin agar program dan kegiatannya dibantu tapi tidak dengan pembiayaannya (karena kewenangan tersebut tidak dilimpahkan). Idealnya, program dan kegiatan kecamatan merupakan perpaduan antara perencanaan dari bawah (bottom up) dan perencanaan dari atas (top down) atau biasa disebut perencanaan eklektik. Jadi, kecamatan diberikan kesempatan untuk melaksanakan fungsi sebaik-baiknya menurut kewenangan atributif dan delegatifnya, dengan tetap mengacu pada program dan kegiatan pemerintah daerah dalam rangka mendukung visi dan misi daerah tersebut.
- 65 -
D. Praktek Musrenbang Jangka Menengah Kecamatan Pelatih membuat skenario, memandu dan memfasilitasi Praja untuk melaksanakan praktek Musrenbang Jangka Menengah Kecamatan : Tugas Pelatih
: Membentuk Tim Fasilitator, Narasumber dan Peserta Musrenbang
Tugas Praja
: Melakukan simulasi penyelenggaraan Musrenbang Jangka Menengah Kecamatan.
- 66 -