BAB III PENETAPAN PENGADILAN AGAMA KENDAL TENTANG PERUBAHAN BIODATA PADA AKTA NIKAH
A. Kewenangan Pengadilan Agama Kendal Menurut M. Yahya Harahap, ada lima tugas dan wewenang yang terdapat di lingkungan Peradilan Agama, yaitu: (1) Fungsi Kewenangan mengadili, (2) Memberi keterangan, pertimbangan, dan nasihat hukum Islam kepada instansi pemerintah, (3) Kewenangan lain oleh atau berdasarkan Undang-undang, (4) Kewenangan Pengadilan Tinggi Agama mengadili perkara dalam tingkat banding dan mengadili sengketa kompetensi relaf, (5) Bertugas mengawasi jalannya Peradilan.1 Kewenangan Peradilan Agama diatur dalam Pasal 49 sampai Pasal 53 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 yang diubah menjadi Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006, kemudian diubah kembali yang kedua menjadi Nomor 50 Tahun 2009.
Kewenangan tersebut terdiri atas wewenang relatif dan
wewenang absolut.2 a) Kewenangan Relatif Peradilan Agama. Kewenangan relatif diartikan sebagai kewenangan Pengadilan yang satu jenis dan satu tingkatan.3 Pada Pasal 4 ayat (1) Undang-undang
1
M. Yahya Harahap, Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama, UU Nomor 7 Tahun 1989, (Jakarta: Pustaka Kartini, 1993), hlm.133 2 Gemala Dewi, Hukum Acara Perdata Peradilan Agama Di Indonesia, ( Jakarta: Kencana Prenada Media, 2005) hlm.101. 3 Erfaniah Zuhriah, Peradilan Agama Indonesai, Sejarah Pemikiran dan Realita, (Malang: UIN-Malang Press, 2009), hlm. 199.
45
46
Nomor 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama berbunyi: “ Peradilan Agama berkedudukan di Kotamadya atau di ibukota Kabupaten dan daerah hukumnya meliputi wilayah Kotamadya dan Kabupaten.” Dengan berdasarkan pasal tersebut, tiap Pengadilan Agama memiliki wilayah hukum tertentu, dalam hal ini meliputi satu kotamadya atau satu kabupaten.4 Kewenangan relatif merujuk pada Pasal 118 HIR atau Pasal 142 RB.g jo Pasal 66 dan Pasal 73 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989.5 Pada Pasal 118 ayat (1) HIR menganut asas bahwa yang berwenang adalah Pengadilan tempat kediaman tergugat. b) Kewenangan Absolut Peradilan Agama Kewenangan absolut adalah menyangkut masalah kekuasaan antar badan peradilan dilihat dari segi macamnya pengadilan, menyangkut pemberian kekuasaan untuk mengadili, sesuai peran dan fungsi peradilan. Ruang lingkup kewenangan absolut Pengadilan Agama untuk memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara ditingkat pertama antara orang-orang beragama Islam dibidang perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infak, shadaqah, dan ekonomi syari’ah yang dilakukan berdasarkan hukum Islam. Sehingga dalam perkara-perkara tersebut dilakukan oleh orang yang bukan beragama Islam dan tidak dengan landasan hukum Islam, perkara tersebut secara absolut tidak
4
Ibid., hlm.196. M.Fauzan, Pokok-Pokok Hukum Acara Perdata Peradilan Agama dan Mahkamah Syar’iyah di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2007), hlm. 33 5
47
menjadi kewenangan Peradilan Agama, tetapi menjadi kewenangan Peradilan Umum.6 Pengadilan Agama Kendal beralamat di Jl. Soekarno Hatta Km 4 Brangsong Kendal yang merupakan sebuah pengadilan tingkat pertama di lingkungan Peradilan Agama yang berkedudukan di ibu kota kabupaten Kendal. Dalam kewenangannya, Pengadilan Agama Kendal telah memeriksa, mengadili, dan memutus perkara permohonan perubahan biodata pada Akta Nikah yang terdaftar dengan perkara No. 0006/Pdt.P/2013/PA.Pkl.
B. Proses Penetapan Perubahan Biodata Pada Akta Nikah di Pengadilan Agama Kendal Perkara perubahan biodata pada akta nikah merupakan perkara voluntair. Pada perkara voluntair masalah yang diajukan bersifat kepentingan sepihak, artinya benar-benar murni untuk menyelesaikan kepentingan pemohon yang memerlukan kepastian hukum dan tidak bersentuhan dengan hak-hak dan kepentingan orang lain. Permasalahan yang dimohonkan tanpa adanya sengketa dengan pihak lain.Tidak ada orang lain atau pihak ketiga yang ditarik sebagai lawan. Hasil putusan hakim terhadap perkara voluntair berupa penetapan. Proses penetapan perubahan biodata pda akta nikah di Pengadilan Agama Kendal dilakukan melalui dua tahap, yaitu tahap pendaftaran perkara dan
6
Ahmad Mujahidin, Pembaharuan Hukum Acara Peradilan Agama, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2012).hlm.
48
tahap pemeriksaan perkara melalui proses persidangan. Adapun masingmasing tahap tersebut dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Pendaftaran Perkara a. Pihak berperkara datang ke Pengadilan Agama dengan membawa surat gugatan atau permohonan. b. Pihak berperkara menghadap petugas Meja I dan menyerahkan surat gugatan atau permohonan, minimal 5 (lima) rangkap.Untuk surat gugatan ditambah sejumlah Tergugat. Dokumen yang perlu diserahkan kepada Meja I adalah : 1) Surat kuasa khusus (dalam hal Penggugat atau Pemohon menguasakan kepada pihak lain). 2) Fotokopi kartu tanda advokat bagi yang menggunakan jasa advokat. 3) Surat kuasa insidentil harus ada keterangan tentang hubungan keluarga dari Kepala Desa/Lurah dan/atau surat izin khusus dari atasan bagi PNS/POLRI/TNI. c. Petugas Meja I (dapat) memberikan penjelasan yang dianggap perlu berkenaan dengan perkara yang diajukan dan menaksir panjar biaya perkara yang kemudian ditulis dalam Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM).Besarnya panjar biaya perkara diperkirakan harus telah mencukupi untuk menyelesaikan perkara tersebut,didasarkan pada pasal 182 ayat (1) HIR atau pasal 90 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang
49
Nomor: 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama dan terahir UndangUndang Nomor : 50 Tahun 2009. 1) Bagi yang tidak mampu dapat diijinkan berperkara secara Prodeo (cuma-cuma).
Ketidakmampuan
tersebut
dibuktikan
dengan
melampirkan surat keterangan dari Lurah atau Kepala Desa setempat yang dilegalisasi oleh Camat. 2) Bagi yang tidak mampu maka panjar biaya perkara ditaksir Rp.0,00 dan ditulis dalam Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM), didasarkan pasal 237-245 HIR. 3) Dalam tingkat pertama, para pihak yang tidak mampu atau berperkara secara prodeo ini ditulis dalam surat gugatan atau permohonan bersama-sama (menjadi satu) dengan gugatan perkara. Dalam posita surat gugatan atau permohonan untuk berperkara secara prodeo dan dalam petitumnya. d. Petugas Meja I menyerahkan kembali surat gugatan atau permohonan kepada pihak berperkara disertai dengan Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM) dalam rangkap 3 (tiga). e. Pihak berperkara menyerahkan kepada pemegang kas (KASIR) surat gugatan atau permohonan tersebut dan Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM). f. Pemegang kas menyerahkan asli Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM) kepada pihak berperkara sebagai dasar penyetoran panjar biaya perkara ke bank.
50
g. Pihak berperkara datang ke loket layanan bank dan mengisi slip penyetoran panjar biaya perkara. Pengisian data dalam slip bank tersebut sesuai dengan Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM), seperti nomor urut dan besarnya biaya penyetoran. Kemudian pihak berperkara menyerahkan slip bank yang telah diisi dan menyetorkan uang sebesar yang tertera dalam slip bank tersebut. h. Setelah berperkara menerima slip bank yang telah divalidasi dari petugas layanan bank, pihak berperkara menunjukan slip bank tersebut dan menyerahkan Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM) kepada pemegang kas. i. Pemegang kas setelah meneliti slip bank kemudian menyerahkan kembali kepada pihak berperkara. Pemegang kas kemudian memberi tanda lunas dalam Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM) dan menyerahkan kembali kepada pihak berperkara asli dan tindasan pertama Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM) serta surat gugatan atau permohonan yang bersangkutan. j. Pihak berperkara menyerahkan kepada petugas Meja II surat gugatan atau permohonan sebanyak jumlah tergugat ditambah 2 (dua) rangkap serta tindasan pertama Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM). k. Petugas Meja II mendaftar/mencatat surat gugatan atau permohonan dalam register bersangkutan serta memberi nomor register pada surat gugatan atau permohonan tersebut yang diambil dari nomor pendaftaran yang diberikan oleh pemegang kas.
51
l. Petugas Meja II menyerahkan kembali 1 (satu) rangkap surat gugatan atau permohonan yang telah diberi nomor register kepada pihak berperkara. 2. Proses Persidangan Setelah proses pendaftaran selesai, selanjutnya pihak/para pihak berperkara akan dipanggil oleh jurusita/jurusita pengganti untuk menghadap ke persidangan setelah ditetapkan Susunan Majelis Hakim (PMH) dan hari sidang pemeriksaan perkaranya (PHS) Tentang hukum acara yang berlaku dalam Peradilan Agama dinyatakan dalam Pasal 54 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama yang berbunyi ”Hukum Acara yang berlaku pada pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama adalah Hukum Acara Perdata yang berlaku dalam lingkungan Peradilan Umum, kecuali yang telah diatur secara khusus dalam undang-undang ini”. 7 Menurut pasal tersebut di atas, Hukum Acara Peradilan Agama sekarang bersumber (garis besarnya kepada dua aturan, yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama (yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006), dan yang berlaku di lingkungan Peradilan Umum. Peraturan perundang-undangan yang menjadi inti Hukum Acara Perdata Peradilan Umum, antara lain :8
7 8
Ibid, hlm. 20-21. Ibid, hlm. 21
52
a. HIR (Het Herziene Inlandsche Reglement) atau disebut juga RIB (Reglemen Indonesia yang diperbaharui); b. RBg (Rechts Reglement Buitengewesten) atau disebut juga Reglemen untuk Daerah Seberang, maksudnya untuk luar Jawa Madura. c. RsV (Reglement op de Burgelijke Rechtsvordering) yang zaman jajahan Belanda dahulu berlaku untuk Raad van Justitie. d. BW (Burgelijke Wetboek) atau disebut juga Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata Eropa. e. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 Tentang Peradilan Umum. Peraturan perundang-undangan tentang Acara Perdata yang samasama berlaku bagi lingkungan Peradilan Umum dan Peradilan Agama adalah : a. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman (telah diganti dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman). b. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung (yang telah diaganti dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2005 Tentang Mahkamah Agung). c. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Tentang Perkawinan dan pelaksanaannya. Pengadilan Agama berkuasa atas perkara perkawinan bagi mereka yang bergama Islam sedangkan bagi yang selain Islam menjadi kekuasaan
53
Peradilan Umum. Peradilan Agamalah yang berkuasa memeriksa dan mengadili perkara dalam tingkat pertama, tidak boleh langsung berperkara di Pengadilan Tinggi Agama atau Mahkamah Agung.9 Berdasarkan hal tersebut maka pengajuan permohonan penetapan perubahan biodata pada akta nikah merupakan perkara perkawinan yang menjadi kewenangan Pengadilan Agama. Adapun proses persidangan perkara perubahan biodata pada akta nikah di pengadilan Agama Kendal dilaksanakan sebagai berikut: a. Setelah perkara didaftarkan, Pemohon menunggu Surat Panggilan untuk menghadiri persidangan; b. Tahap Persidangan 1)
Pembacaan surat permohonan Pemohon
2)
Pembuktian
3)
Kesimpulan
4)
Pembacaan Penetapan
c. Setelah perkara diputus, pihak yang tidak puas atas putusan tersebut dapat mengajukan upaya hukum (verset, banding, dan peninjauan kembali) selambat-lambatnya 14 hari sejak perkara diputus atau diberitahukan. d. Setelah putusan mempunyai kekuatan hukum tetap, untuk perkara permohonan talak, Pengadilan Agama: 1)
9
Menetapkan hari sidang ikrar talak;
Ibid, hlm. 27-28.
54
2)
Memanggil Pemohon dan Termohon untuk menghadiri sidang ikrar talak;
3)
Jika dalam tenggang waktu 6 (enam) bulan sejak ditetapkan sidang ikrar talak, suami atau kuasanya tidak melaksanakan ikrar talak di depan sidang, maka gugurlah kekuatan hukum penetapan tersebut dan perceraian tidak dapat diajukan berdasarkan alasan hukum yang sama.
e. Setelah pelaksanaan sidang ikrar talak, maka dapat dikeluarkan Akta Cerai. f. Setelah putusan mempunyai kekuatan hukum tetap, untuk perkara cerai gugat, maka dapat dikeluarkan Akta Cerai. g. Untuk perkara lainnya, setelah putusan mempunyai kekuatan hukum tetap, maka para pihak yang berperkara dapat meminta salinan putusan. h. Apabila pihak yang kalah dihukum untuk menyerahkan obyek sengketa, kemudian tidak mau menyerahkan secara sukarela, maka pihak yang menang dapat mengajukan permohonan eksekusi ke Pengadilan Agama yang memutus perkara tersebut Untuk mengetahui penetapan perubahan biodata pada akta nikah di Pengadilan Agama Kendal berikut ini diberikan contoh berdasarkan Penetapan Pengadilan Agama Kendal Nomor : 0006/Pdt.P/2013/PA.Kdt sebagai berikut: 1. Pemohon
55
Pemohon perkara yaitu Muhammad Fahrurrozi bin Amin, umur 23 tahun, agama Islam, pekerjaan Buruh, tempat tinggal di Dusun Balongan RT 002 RW 002, Desa Sumbersari Kecamatan Ngampel, Kabupaten Kendal, sebagai “pemohon”. 2. Duduk perkara Pemohon dengan surat permohonannya tertinggal 02 Januari 2013 yang telah terdaftar di Kepaniteraan Pengadilan Agama Kelas IA Kendal Nomor 006/Pdt.P/2013/PA.Kdl. mengemukakan hal-hal sebagai berikut : 1) Pada tanggal 29 April 2008, pemohon dengan istri Pemohon bernama SUWARTINI bin RUPOKO, umur saat menikah 18 tahun, agama Islam, pekerjaan Buruh, tempat kediaman di Dusun Balongan RT 002 RW 002 Desa Sumbersari Kecamatan Ngampel, Kabupten Kendal telah melangsungkan pernikahan menurut agama Islam di rumah orang tua Pemohon di Dusun Balongan RT 002 RW 002 Desa Sumbersari Kecamatan Ngampel, Kabupten Kendal di hadapan Pegawai Pencatat Nikah Kantor Urusan Agama Kecamatan Ngampel Kabupaten Kendal; 2) Setelah pernikahan tersebut Pemohon dengan istri Pemohon bertempat tinggal di rumah orang tua istri pemohon hingga sekarang dan telah hidup rukun sebagaimana layaknya suami
istri dan
dikaruniai 1 orang anak bernama : Siti Zulaikho, umur 4 tahun;
56
3) Bahwa pernikahan pemohon dan istri pemohon telah tercatat dalam Buku Nikah dari Kantor Urusan Agama Kecamatan Ngampel dengan nomor 70/37/IV/2008, tanggal 29 April 2008; tertulis tahun lahir Pemohon 24 Januari 1988 yang benar adalah 24 Januari 1990 4) Bahwa akibat dari kesalahan tulis tersebut Pemohon dalam mengurus Akta Kelahiran Anak mengalami hambatan sehingga pemohon sangat membutuhkan penetapan dari Pengadilan Agama Kelas 1 A Kendal guna dijadikan sebagai alasan hukum untuk mengurus Akta Kelahiran Anak. 5) Bahwa Pemohon sanggup membayar seluruh biaya yang timbul akibat perkara ini. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, pemohon mohon agar Ketua Pengadilan Agama penetapan yang amarnya berbunyi sebagai berikut : a.
Mengabulkan permohonan pemohon;
b.
Menetapkan merubah tahun lahir pemohon sebagaimana tertulis dalam Kutipan Akta Nikah Nomor 70/37/IV/2008, tanggal 29 April 2008, semula tertulis 24 Januari 1988 yang adalah 24 Januari 1990;
c.
Memerintahkan kepada Pemohon untuk mencatatkan perubahan nama tersebut kepada Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan Ngampel Kabupaten Kendal sebagaimana tersebut dalam amar No.2;
d.
Menetapkan biaya perkara menurut hukum ;
e.
Atau menjatuhkan penetapan lain seadil-adilnya;
57
Pada hari persidangan yang telah ditetapkan, pemohon telah hadir sendiri di persidangan dan menyatakan tetap pada permohonannya, kemudian dibacakan permohonan pemohon ternyata pemohon tetap pada permohonannya dan menambahkan keterangan di persidangan bahwa pemohon saat melangsungkan pernikahan senyatanya baru berusia 18 tahun, karena pemohon lahir tanggal 24 Januari 1990, namun saat itu pemohon tidak memohon disnpensasi ke pengadilan agama terlebih dahulu karena calon istri pemohon terlanjur hamil sehingga usia pemohon dituakan menjadi lahir tanggal 24 Januari 1988 agar dapat melaksanakan pernikahan. 3. Tentang Hukumnya Bahwa dalam permohonan ini pada pokoknya Pemohon meminta agar pengadilan merubah atau meralat identitas pemohon, dalam Buku Nikahnya tanggal lahir pemohon tertulis 24 Januari 1988, menjadi tanggal 24 Januari 1990. Perubahan tersebut dimaksudkan untuk melengkapi
persyaratan
administrasi
dalam
rangka
mengurus
pembuatan Akta Kelahiran anak pemohon. Sesuai dengan ketentuan pasal 34 ayat (2) Peraturan Menteri Agama RI Nomor 11 tahun 2007 tentang Pencatatan Nikah, dinyatakan bahwa perubahan yang menyangkut Biodata suami, istri ataupun wali harus didasarkan kepada keputusan pengadilan, dalam hal ini adalah Pengadilan Agama setempat sebagaimana dimaksud Pasal 1 angka 5 Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2007;
58
Pada posita angka 1), Pemohon mendalilkan bahwa pemohon telah menikah dengan istri pemohon menurut agama islam pada tanggal 29 April 2008, umur saat menikah 18 tahun sebagaimana tersebut dalam Buku Kutipan Akta Nikah Nomor 70/37/IV/2008. Sesuai dengan ketentuan pasal 2 ayat (1) Jo. Pasal 26 ayat (1) Peraturan Menteri Agama RI Nomor 11 Tahun 2007 menentukan bahwa Pegawai Pencatat Nikah yang berwenang mencatat peristiwa nikah dalam akta nikah, termasuk di dalamnya juga apabila terjadi kekeliruan data-data dalam periswtiwa pernikahan yang berwenang membetulkan atau meralat adalah Pegawai Pencatat Nikah setelah ada keputusan pengadilan. Oleh karena berdasarkan posita angka 1) dan dihubungkan dengan posita angka 4 bahwa saat menikah Pemohon berusia 18 tahun (lahir 24 Januari 1990) dan ada kesalahan tulis sehingga yang tertulis di Kutipan Akta Nikah Pemohon lahir 24 Januari 1988, dan sesuai keterangan Pemohon di persidangan bahwa Pemohon saat akad nikah melakukan penggantian tahun kelahiran karena calon istri pemohon terlanjur hamil akibat hubungan badan sebelum pernikahan, maka Majelis Hakim berpendapat penulisan tahun kelahiran pada Kutipan Akta Nikah pemohon tersebut bukan kesalahan tulis, namun secara nyata ada kesengajaan pemohon untuk melakukan penyimpangan dari ketentuan pasal perkawinan hanya diizinkan jika pria berumur 19 (sambilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 (enam belas) tahun.
59
Jika ada penyimpangan dari pasal 7 ayat 91 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tersebut di atas yaitu seorang pria yang akan menikah namun umurnya belum memenuhi syarat yaitu kurang dari 19 tahun, tidak diperbolehkan untuk menempuh jalan pintas yang melanggar hukum dengan mengganti tahun kelahiran dari yang senyatanya namun ada solusi yaitu dengan mengajukan permohonan dispensasi Kawin ke Pengadilan Agama terlebih dahulu sebagaimana ketentuan Pasal 7 Ayat (2) Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan; Sebagaimana posita angka 1), posita angka 4) dan keterangan pemohon di persidangan maka Majelis Hakim menilai bahwa saat akan melangsungkan pernikahan meskipun pemohon usianya kurang dari 19 tahun namun tidak mengajukan permohonan dispensasi kawin ke Pengadilan Agama terlebih dahulu melainkan menempuh jalan pintas dengan melakukan penggantian tahun kelahiran seharusnya tanggal 24 Januari 1990 ditulis tanggal 24 Januari 1988 oleh karenanya Majelis Hakim
berpendapat
bahwa
Pemohon
sengAja
melakukan
penyimpangan dari pasal 7 ayat (2) Undang-undang Nomor 1 tahun 1974, maka pasal 1 angka 5 jo Pasal 34 ayat (2) Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2007 tidak dapat diterapkan dalam perkara ini.
60
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, oleh karenanya permohonan pemohon dinyatakan tidak dapat diterima (NietOntvankelijkeVerklaard). Berdasarkan pasal 89 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 serta Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009, tentang perubahan kedua atas Undang-undang Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama, Penggugat dibebani untuk membayar biaya perkara ini. 4. Putusan hakim Berdasarkan pembuktian dan pertimbangan hukum, hakim Pengadilan Agama Kendal memberikan penetapan sebagai berikut: 1) Menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima ; 2) Membebankan kepada pemohon untuk membayar biaya perkara yang hingga kini ditetapkan sebesar Rp 146.000,- (Seratus empat puluh enam ribu rupiah);