BAB III PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM MOH. HATTA
A. Biografi dan Karya-karya Moh. Hatta Mohammad Moh. Hatta dilahirkan pada 12 Agustus 1902 (1321 H.) di Batuampar, Sumatra Barat. Ayahnya, Haji Mohammad Jamil, kelahiran Batuampar, sedangkan ibunya, Siti Saleha, kelahiran Bukittinggi. Kakeknya dari pihak ayah, Syekh Arsyad, adalah seorang guru agama terkenal; sedangkan kakeknya dari pihak ibu, Ilyas Bagindo Marah, adalah seorang pedagang. Dalam susunan keluarga, Moh. Hatta adalah anak kedua. Mulanya, semenjak dilahirkan, ia bernama Mohammad Athar; namun ia dipanggil dengan nama kecil "Atta", yang pada akhirnya berubah menjadi Hatta. Hatta dibesarkan dalam keluarga yang berada dan terpandang. Sungguh pun demikian, bukan saja ia tidak bersifat sombong dan manja, tetapi sejak kecil sudah menunjukkan sikap disiplin. Selain itu, sejak Sekolah Dasar Moh. Hatta telah gemar membaca. Semula Moh. Hatta belajar di Sekolah Rakyat sampai tahun ketiga; kemudian pindah ke sekolah Belanda, Europese Lagere School (ELS), dan selesai pada 1916. Selain sekolah, Moh. Hatta pun belajar mengaji, khususnya, setelah magrib di Surau. Tiga tahun kemudian, 1919, Moh. Hatta menyelesaikan sekolahnya di Meer Uitgebreid Lagere Onderwijs (MULO), setingkat SMP sekarang. Kemudian, Moh. Hatta melanjutkan belajarnya ke Sekolah Menengah Dagang Jakarta; dan ia berhasil menyelesaikannya pada 1921. Dari Jakarta, Moh. Hatta berangkat ke 53
54
Rotterdam, Belanda, untuk melanjutkan studinya di Nederland Handelshoge School. la berhasil menamatkan studinya dengan gelar "Drs." dalam bidang Ilmu Dagang pada 1932, ketika ia berusia 30 tahun.73 Kalau Hatta kemudian terkenal sebagai salah seorang tokoh dan pelopor pergerakan nasional, sesungguhnya semangat tersebut sudah mulai diperlihatkannya sejak ia sekolah di MULO. Ketika itu, di Padang, ia sudah giat berkecimpung dalam berbagai organisasi pergerakan: misalnya menjadi salah seorang pengurus (bendahara) Jong Sumatranen Bond. Kemudian ketika pindah belajar ke Jakarta, antara. 1920—1921, menjadi bendahara Jong Sumatranen Bond (JBS). Selama studi di Belanda, berbagai kepengurusan sempat ia pegang. Antara tahun 1922—1925 ia menjadi bendahara Perhimpunan Indonesia dan sekaligus menjadi staf redaksi majalah perhimpunan tersebut, Indonesia Merdeka. Dari bendahara, ia meningkat terpilih sebagai ketua Perhimpunan Indonesia 1.925-1930. Dua tahun setelah terpilih sebagai ketua Perhimpunan Indonesia, ia dipercaya sebagai perwakilan Indonesia menjadi anggota pucuk pimpinan Liga melawan Imperialisme dan Penjajahan yang berkedudukan di Berlin, Jerman Timur sekarang; keanggotaan tersebut dijabatnya sampai 1931. Kemudian pada Agustus 1927 Moh. Hatta mengikuti Kongres Democratique International IV di Beirville, Paris. Pada kesempatan yang sama ia mengunjungi Kongres Liga di Brussel sebagai utusan perhimpunan-
73
Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah, 1992, Ensiklopedi Islam Indonesia, Jakarta: Djambatan Anggota IKAPI, hlm. 310
55
perhimpunan nasional Indonesia. Ketika kembali ke Belanda, ia ditangkap dan dipenjarakan di Den Haag, 23 September 1927-22 Maret 1928.74 Setelah selesai studi, 1932, Moh. Hatta kembali ke tanah air. Setahun kemudian ia menjadi ketua Pendidikan Nasional Indonesia sampai 1934. Sebagaimana ketika studi di Belanda, di tanah air pun Moh. Hatta dianggap cukup berbahaya bagi kepentingan politik kolonial. la dipenjarakan pemerintah Belanda selama 8 tahun, 1934— 1942. Sebebas dari penjara Moh. Hatta kembali aktif dalam berbagai kepengurusan, misalnya, menjadi pucuk pimpinan Bumi Putra bersama dengan Sukarno, Ki Hajar Dewantara, dan K.H. Mas Mansur terkenal dengan sebutan empat serangkai. Akhirnya, pada 17 Agustus 1945, bersama Sulkarno dan atas-nama seluruh rakyat Indonesia memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Esoknya, 18 Agustus 1945, ditetapkan menjadi wakil presiden RI pertama. Selain tokoh pergerakan nasional, proklamator, dan wakil presiden, serta beberapa jabatan penting lainnya, Moh. Hatta pun, sesungguhnya, seorang ilmuwan. Dalam mengabdikan ilmunya, Moh. Hatta mengajar, misalnya, di Sekolah Staf Komando Angkatan Darat di Bandung antara 19511959. Kemudian, mengajar di Universitas Gajah Mada 1954-1959. Antara 1966-1971, Moh. Hatta menjadi guru besar luar biasa pada Universitas Hasanuddin di Ujungpandang; sedangkan di Universitas Pajajaran, Bandung, pada 1967-1971.
Mohammad Hatta, 1971, Membangun Kooperasi dan Kooprasi Membangun, Jakarta: Pusat Kooprasi Pegawai Negeri, hlm. XVII 74
56
Karena jasa-jasanya yang luar biasa terhadap tanah air, ia memperoleh berbagai anugerah Doktor kehormatan (Doctor Honoris Causa), misalnya, dari Universitas Gajah Mada; begitupun, anugerah yang sama diterimanya dari Universitas Hasanuddin dan Universitas Indonesia, masing- masing pada 1973 dan 1975. 75 Sebagai ilmuwan, Moh. Hatta terkenal sangat produktif. Karyakaryanya meliputi bidang politik, falsafat, dan ini yang terpenting bidang ekonomi. Sebagai ekonom, Moh. Hatta sangat besar perhatiannya terhadap pembaharuan sistem ekonomi nasional. Salah satu gagasannya untuk memperbaiki perekonomian nasional adalah sistem koperasi. Karena sistem ini dipandang sangat sesuai dengan jiwa bangsa Indonesia yang, di samping memiliki semangat gotong royong, juga sesuai dengan semangat masyarakat yang sedang berkembang. Sebagai seorang muslim yang taat dan, sekaligus, sebagai ekonom, Moh. Hatta pernah mengemukakan gagasan tentang pendayagunaan zakat. Menurut Hatta, zakat merupakan sumber daya ekonomi umat yang sangat potensial, jika dikelola dengan sistem yang tepat. Karenanya, untuk kepentingan tersebut, pada 1966, Moh. Hatta pernah membuat UndangUndang Pokok Wajib Zakat. Akhirnya, tokoh pergerakan nasional, proklamator, dan wakil presiden Republik Indonesia pertama yang memiliki keterlibatan sangat kuat dengan Islam, wafat pada 14 Maret 1980 (1400 H) di Jakarta 76 Mohammad Hatta, 1978, Memoir, Jakarta: Tintamas, hlm. 158. Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah, op. cit, hlm. 311-312.
75 76
57
Di bawah ini beberapa pidato-pidato, tulisan dan ceramah-ceramah Mohammad Moh. Hatta yang telah dicetak dan dijadikan buku: 1. Alam Pikiran Yunani, UI Press, Jakarta, 1986 2. Membangun Kooperasi dan Kooprasi Membangun, Jakarta: Pusat Kooprasi Pegawai Negeri, 1971 3. Sosialisme Religius, Kreasi Wacana, Yogyakarta, 2001 4. Mohammad Moh. Hatta Bicara Marxis dan Sosialisme di Indonesia, Melibas, Jakarta, 2000 5. Pengantar ke Jalan Ilmu Pengetahuan, Penerbit PT. Pembangunan, Jakarta,1954. 6. Islam Society, Democracy and Peace, KBRI, New Delhi, 1955. 7. Lampau dan Datang, Penerbit Djambatan, Jakarta, 1965. 8. Tanggung Jawab Moril Seorang Intelegensia, Pidato Hari Alumni Universitas, 1957. 9. Demokrasi Kita, Cetakan I, Penerbit Pandji Masyarakat, Jakarta, 1960, Cetakan 11, Penerbit Pustaka Antara, Jakarta, 1961. 10. Peranan Pemuda Menuju Indonesia Merdeka Adil dan Makmur, Penerbit Angkasa, Bandung, 1966. 11. Pancasila Jalan Lurus, Penerbit Angkasa, Bandung, 1966. 12. Islam Masyarakat Demokrasi dan Perdamaian, Penerbit Tinta Mas, Jakarta, 1957. 13. Bung Moh. Hatta Berpidato Bung Moh. Hatta Menulis, Penerbit Mutiara, Jakarta, 1979.
58 14. Kumpulan Karangan Jilid Ī II, III, Penerbit Bulan Bintang, Jakarta, 1966. 15. Pengertian Pancasila, Pidato Peringatan lahirnya Pancasila tanggal 1 Juni, 1955 di Gedung Kebangkitan Nasional, Penerbit Idayu Press, Jakarta, 1977. 16. Sekitar Proklamasi 17 Agustus 1945, Penerbit Tinta Mas, Jakarta, 1969. B. Pemikiran Ekonomi Islam Moh. Hatta 1. Agama dan Ilmu (Termasuk Ilmu Ekonomi) Menurut Moh. Hatta, agama merupakan kepercayaan yang mutlak sehingga
kebenarannya
tidak
bisa
dibantah.
Selanjutnya
Moh.Hatta
menyatakan: yang pokok dari agama ialah Tuhan, dan peraturan Tuhan. Kalau dipelajari apa yang tercantum dalam ajaran agama, maka tujuan Tuhan menurunkan agama kepada manusia ialah agar manusia berbuat baik, berbuat keadilan dalam dunia ini, sebagai jenjang buat kembali ke akhirat. Oleh karena itu itu manusia harus berbuat baik, berbuat keadilan melaksanakan perintah Tuhan itu. Lebih jauh Moh.Hatta menandaskan bahwa Tuhan itu absolute, Ia ada selama-lamanya, tidak terbatas. Oleh karena itu perintah Tuhan wajib dijalankan. Tuhan tidak bisa disamai, dan tidak bisa disekutukan dengan Tuhan lainnya. Dalam Islam hanya satu Tuhan, tidak dua, tiga, tapi satu. Dan buat agama, banyak bisa dipakai metode teleologi. Jadi tujuan ke sana, apa jalan yang bisa dilaksanakan di dunia ini supaya tujuan itu bisa tercapai. Kalau dipikirkan dalam-dalam, maka tujuan agama ialah mencari keselamatan dan
59
damai dunia dan akhirat. Kewajiban manusia dalam dunia ini ialah berbuat baik. Di dunia ini melakukan amal buat akhirat. Jadi kalau dapat melaksanakan amal di dunia ini sebaik-baiknya, akhirat pun akan terjamin. Tugas manusia di dunia ini, tidak hanya buat akhirat saja, tapi juga berbuat baik di dunia ini. Tapi amal ialah jalan ke akhirat. Oleh karena itu keselamatan di dunia ini, memudahkan jalan ke akhirat.77 Dalam pandangan Tuhan, semua manusia sama, yang membedakan adalah takwa. Namun dalam pandangan manusia bahwa setiap orang kadfang dibedakan apakah ia kaya atau miskin. Yang kaya, diberi kedudukan yang tinggi, sedangkan yang miskin direndahkan. Dalam pandangan Tuhan, bahwa manusia bergantung pada amal hidupnya di dunia ini. Kalau amalnya baik di dunia mendapat kedudukan yang baik pula nanti di akhirat. Jadi tugas manusia ialah, sebelum menempuh jalan ke akhirat, berbuatlah amal yang sebaikbaiknya di dunia ini. Amal yang sebaik-baiknya ialah supaya umat Tuhan yang sama di dunia ini, mendapat pembagian yang sama. Kekayaan alam, bumi ini dibuat oleh Tuhan buat membantu hidup manusia. Janganlah hanya sebagian saja yang menikmati dunia ini. Sebagian lagi kelaparan. Itu tidak boleh, sebab Tuhan yang punya dunia ini. Kalau meninggal apa yang" dibawa ke akhirat itu. Toh tidak lebih dari kain kafan yang membalut badan. Hartaharta yang terkumpulkan ditinggalkan buat orang yang di dunia juga.78 Ilmu memberi keterangan tentang bagaimana duduknya suatu masalah dalam hubungan sebab dan akibat. Ilmu mempelajari hubungan kausal di 77 78
M. Hatta, 1983, Ilmu Dan Agama, Jakarta: Yayasan Idayu, hlm. 12 Ibid, 13
60
antara sejenis masalah. Kebenaran yang didapat dengan keterangan ilmu hanya benar atas syarat yang diumpamakan dalam keterangan itu. Karena itu keterangan ilmu relatif sifatnya. Orang ilmu menerima tiap kebenaran yang didapat dari penyelidikan ilmu dengan pandangan yang kritis. Sikap yang kritis itulah yang menjadi tabiat ilmu. Tiap-tiap pendapat yang dikemukakan diuji kebenarannya. Itulah yang membawa kemajuan ilmu. Boleh dikatakan: ilmu bermula dengan sikap tidak percaya. Agama bermula dengan percaya. la menerima suatu kebenaran Dengan tidak mau dibantah. Kebenaran agama bersifat absolut. Percaya adalah pangkal dan tujuan penghabisan daripada agama. Menurut dasarnya yang sedalam-dalamnya, agama menghendaki persatuan umat manusia dalam persaudaraan. la mengemukakan dasar-dasar normatif, bagaimana mestinya. Tujuan agama ialah memberi pegangan hidup kepada manusia sebagai individu dan sebagai anggota masyarakat untuk berbuat yang benar, yang baik, yang adil, yang jujur dan yang suci, supaya ada kesejahteraan dalam hidup manusia dan bangsa. Tetapi, sungguhpun agama mempunyai medan sendiri, terpisah dari medan ilmu, agama adalah datum bagi ilmu. Sebagaimana ilmu yang dipahamkan
dapat
memperdalam
keyakinan
agama,
demikian
juga
kepercayaan agama dapat memperkuat keyakinan ilmu dalam menuju citacitanya. Juga ilmu dituntut, pada hakikatnya, untuk keselamatan dan kebahagiaan hidup manusia. Tidak sedikit korban yang diberikan oleh pujangga ilmu sepanjang masa untuk mencapai pengetahuan guna
61
keselamatan hidup manusia dan perbaikan masyarakat. Kekuatan jiwa untuk berkorban itu sering diperoleh dari tekad dan keyakinan agama.79 Sekarang nyatalah, bahwa ilmu dituntut tidak semata-mata untuk tahu saja, untuk memuaskan keinginan akan pengetahuan. Ilmu dituntut guna keselamatan dan perbaikan hidup manusia di atas dunia ini. Sebagai anggota masyarakat orang berilmu bertanggung jawab, sekurang-kurangnya merasai tanggung jawabnya, tentang baik atau buruk keadaan masyarakat. Memang, ada masanya dalam sejarah bahwa orang mempelajari ilmu semata-mata untuk tahu saja, dengan tiada mengharapkan keuntungan dari itu. Misalnya, di zaman Yunani purbakala, ahli-ahli pikir memecah otaknya untuk mengupas berbagai masalah yang dilihatnya di alam. Berhadapan senantiasa dengan alam yang begitu luas, yang sangat indah dan ajaib tampaknya pada malam hari, timbul di hatinya keinginan untuk mengetahui rahasia alam itu. Hati mereka terpikat dengan irama yang begitu tetap dalam edaran bintang, matahari dan bulan.80 Lalu timbul pertanyaan di dalam hati: apa yang mengatur peredaran yang begitu teratur, adakah hukum yang menguasai alam ini? Dan adakah atau siapakah arsiteknya? Kemudian timbul pula pertanyaan di dalam hati: dari mana datangnya alam ini, betapajadinya, bagaimana kemajuannya dan ke mana sampainya? Pertanyaan-pertanyaan ini membawa manusia memikirkan masalah kausalita, soal hubungan sebab dan akibat. Tiap yang jadi ada sebabnya dan ada kelanjutannya. Berhubung dengan itu datang pula dua masalah teoritika. Apakah hubungan sebab dan akibat itu berlaku 79 80
Mohammad Hatta, 2002, Kumpulan Pidato II, Jakarta: PT Gunung Agung, hlm. 42-43 Mohammad Hatta, 1986, Alam Pikiran Yunani, Jakarta: Tintamas, hlm. 19.
62
menurut garis yang lurus ataukah sebab, keadaan dan kelanjutan terjadi dalam kedudukan yang bertentangan, menurut jalan dialektik? Demikianlah beratus tahun alam besar itu menjadi soal dan pertanyaan, yang mengikat perhatian ahli-ahli pikir Yunani. Ada suatu cerita tentang filosof Yunani yang pertama, Thales. la suka sekali menyisihkan diri dari pergaulan yang biasa, dan kesenangannya ialah memikirkan masalah alam semesta dan mencari keterangan tentang sebab yang penghabisan dari segala yang ada. Pada suatu hari, waktu ia sedang berjalan-jalan dan matanya asyik memandang ke atas, melihat keindahan alam, ia terjatuh ke dalam suatu lubang. Seorang perempuan tua yang lewat di dekatnya menertawakan dia, sambil berkata, "Hai Thales, jalan di langit engkau ketahui, tetapi jalanmu sendiri di atas bumi ini tidak kau tahu.81 Tetapi, tidak selama-lamanya orang Yunani dahulu kala memikirkan masalah alam, semata-mata untuk tahu saja. Lambat-laun pengetahuannya tentang alam dan hukum-hukumnya itu dipergunakannya untuk memperbaiki dasar hidupnya di atas dunia ini. Dari ilmu teoritika, yang dituntut selama ini, timbullah applied science. Kemudian, di sebelah alam besar, yang berada di luar dirinya, terdapat oleh ahli pikir Yunani alam kecil, yang berada di dalam dirinya. Alam ini tiada terlihat dengan mata, melainkan dapat dirasai adanya. Lalu timbul pertanyaan di dalam hatinya: apa ujud lahirku, apa kewajiban hidupku? Betapa seharusnya sikap hidupku, dan apa yang harus kubuat untuk mendatangkan
81
Ibid, hlm. 5-8
63
bahagia? Dengan keinsafan itu manusia mulai menghadapkan ke mukanya masalah etik.82 Sejak etik mulai mempengaruhi pikiran manusia, ia tidak dapat lagi mempelajari ilmu semata-mata untuk pengetahuan ilmu saja. Ilmu pengetahuan yang diperolehnya itu ia pergunakan untuk perbaikan kehidupan. Ilmu menjadi alat yang penting dalam perjuangan buat hidup dan untuk mencapai penghidupan yang lebih sempurna. Sejarah ilmu alam dan teknik membuktikan sejelas-jelasnya betapa besar pengaruhnya atas kemajuan masyarakat dari masa ke masa. Pendapatanpendapatan baru dalam daerah teknik segera dipergunakan orang untuk menyempurnakan produksi dan alat-alat perhubungan di darat dan di laut, kemudian juga di udara. Begitulah kita lihat revolusi teknik segera disusul oleh revolusi industri, transpor dan distribusi. Kita sekarang masuk ke dalam masa yang sering disebut orang "abad atom". Kelanjutan ilmu tentang ini sangat mendahsyatkan, karena tenaga atom itu pertama kali dipergunakan untuk menghancurkan. Tetapi sekarang telah timbul keinsafan, bahwa tenaga atom itu harus dipergunakan untuk keperluan peradaban, untuk memperhebat industri berbagai rupa dan untuk perbaikan jaminan hidup. Menuntut ilmu untuk kemajuan ilmu dikerjakan orang juga, tetapi di sebelah itu terdapat kegiatan untuk mempergunakannya di dalam praktek. Ilmu dipergunakan untuk mencapai perbaikan hidup manusia di atas dunia yang jauh dari sempurna ini.83 82 83
M.Hatta, op. cit, hlm. 44-45 Ibid, hlm. 45
64
Sekarang timbul pertanyaan: "Apakah sumbangan Islam dalam hal ini? Islam adalah agama, bukan ilmu. Sebagai agama ia tak dapat langsung memberi isi kepada ilmu. Sumbangan Islam kepada ilmu terdapat pada anjurannya kepada penganut-penganutnya untuk mempelajari ilmu sebanyakbanyaknya di mana saja dan dari siapa saja. Kaum muslimin diharuskan menuntut kemuliaan hidup dan ketinggian derajat, dan untuk mencapai tingkat itu perlu benar ilmu pengetahuan. Itulah sebabnya maka diharuskan menuntut ilmu, seperti ucapan Syeikh Muhammad Abduh, "Di segala tempat serta menjemputnya dari segala lidah." Tentang agama, tempat orang menuntut ilmu tidak menjadi soal, yang diperhatikan hanya hikmat dan kepandaiannya. Nabi besar Muhammad s.a.w. bersabda, "Alhikmatu dhadl-latul mukmini jahaisu wajadaha fahua ahaqqu biha. " (Hikmat itu barang tuntutan mukmin, di mana saja ia dapati, ialah yang paling patut menjemputnya.) Sejarah Islam membuktikan pula, bahwa berabad-abad lamanya Islam menjadi pendorong atas persebaran ilmu. Pujangga-pujangga Islam dahulu kala menghidupkan kembali ilmu-ilmu Yunani yang telah terpendam di masa Zaman Tengah dan menyebarkannya ke Eropa dengan melalui Asia Minor (Asia Kecil), Afrika Utara dan Spanyol. Sisa-sisa kebesaran kultur Islam di Spanyol masih kelihatan di Spanyol Katolik sekarang. Kalau tidak karena dorongan agama Islam, tidak akan mungkin suatu bangsa di Arabia, yang terkebelakang dalam segala rupa, dalam peradaban dan kebudayaan, dalam tempo yang begitu singkat menjadi pemangku dan penyebar ilmu.84
84
Ibid, hlm. 45
65
Sumber daripada kegiatan itu ialah karena Islam tidak membatasi tugas penganut-penganutnya hingga urusan akhirat saja. Islam adalah buat dunia dan akhirat. Islam tidak saja menyuruh orang beribadat, menyembah Tuhan semata-mata, akan tetapi mewajibkan juga orang mengatur penghidupan di dunia sebaik-baiknya.. Seperti diketahui, Islam artinya damai. Tidak di dalam ibadatnya saja juga dalam salamnya orang Islam mengucapkan damai! Damai' bagi segala umat manusia. Dan damai pulalah hukum yang setinggi-tingginya di dalam Islam. Sebab keadilan hidup baru tercapai, apabila tiap-tiap orang tenteram hatinya, jiwanya dikuasai oleh perasaan damai terhadap keadaannya dan alam sekitarnya. Hanya dunia yang damai, berdasarkan persaudaraan antara segala manusia
dapat
menimbulkan
kesejahteraan
dan
kemakmuran
dalam
masyarakat. Sebenarnya didikan Islam adalah didikan damai. Segala ibadat kita, kita tujukan dengan sepenuh-penuh makrifat kepada Allah, Yang Maha Esa, Tuhan seru sekalian alam. Sembahyang lima kali sehari kita lakukan dengan muka yang bersih serta jiwa yang murni, karena hanya dalam keadaan begitulah kita dapat berhadapan dengan Allah, tempat kita menyerahkan seluruh isi jiwa kita, yang kita tidak putus-putus memuji kebesaran-Nya: Allahu Akbar. Sewaktu kita akan menghadap Allah, hati kita harus suci, bebas dari segala perasaan buruk dan niat jahat, bebas daripada amarah.85 Semuanya ini terkias pada cara mengambil wudhu, yang ditetapkan dalam agama.
85
Ibid, hlm. 47-48
66
Sungguhpun badan telah bersih sesudah mandi, namun anggota-anggota tubuh dicuci juga. Supaya mulut bersih daripada ucapan yang keji-keji, muka bersih sebagai cermin hati, tangan bersih daripada memegang yang tak halal, telinga bersih daripada mendengar fitnah, hasutan, dan yang tidak-tidak, kening bersih mencahayakan kalbu yang terang, kaki bersih dari jalan yang serong. Sembahyang kita sudahi pula dengan mengucapkan "assalamualaikum" ke kanan dan ke kiri, menghaturkan damai kepada semuanya, kepada sekitar alam. Setiap hari, dengan berjangka waktu, kita melatih diri kita, untuk menguasai hawa-nafsu dan untuk mengontrol diri kita sendiri, untuk menanam dalam jiwa kita perasaan suci dan murni. Tetapi sayang, tidak selalu kita insaf akan segala yang kita perbuat itu. Sering-sering kita melakukan ibadat menurut kebiasaan saja dan lupa, bahwa sebenarnya kita melakukan latihan rohani dan jasmani di hadapan Tuhan Yang Maha Esa. Sebab itu ada baiknya, sewaktu-waktu kita renungkan dengan penuh keinsafan, betapa tegasnya pimpinan yang diberikan Islam kepada kita. Islam memimpin kita ke jalan damai, mengajar kita, berhati sabar, tetapi semuanya di atas dasar kebenaran dan keadilan. Karena, hanya kebenaran dan keadilanlah yang dapat menimbulkan suasana damai. Sebab itu, mencari kebenaran, yang juga ujud yang terutama bagi ilmu, dan menuntut keadilan adalah kewajiban yang utama bagi umat Islam.86
86
Ibid, hlm. 47
67
Segala barang yang baik dan suci tidak didapat dengan begitu saja di atas dunia yang tidak sempurna ini. Semuanya itu harus .diperjuangkan, dan perjuangan menghendaki keberanian. Keberanian menghadapi berbagai kesulitan, keberanian menderita dan berkorban untuk kemenangan cita-cita. Juga di sini Islam memberi pimpinan. Sendi daripada keberanian terletak dalam kepercayaan. Dasar kepercayaan Islam memberi kita pegangan yang teguh untuk berjuang menuntut kebenaran dan keadilan. Kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang menjadi sebab segala-galanya, "yang tidak beranak dan dianakkan, dan tidak ada yang menyamainya", kepercayaan ini dengan sendirinya menimbulkan rasit berani dalam hati orang Islam. Hanya Allah tempat orang Islam takut, hanya Allah tempat ia menyerahkan segala isi jiwanya. la bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan tak takut kepada siapapun juga selain dari Allah. Dari Tuhan datang kebenaran dan keadilan, dan karena itu orang Islam yang berjuang di atas jalan Allah, tak pernah merasa takut dan sunyi di mana saja ia berada. la merasa dalam jiwanya, bahwa Tuhan senantiasa ada pada sisinya, memimpinnya dan melindunginya. Tawakal menjadi sumber kekuatan bagi pahlawan dan pujangga Islam sepanjang masa.87 Bagi orang Islam, tugas hidupnya dapat dibacanya di dalam Quran, terpencar di dalam segala fasal. Seperti saya sebut tadi, Islam tidak saja mengatur hal-ihwal ibadat dan aural, tetapi mengatur juga sikap hidup
87
Ibid, hlm. 48
68
manusia di dalam pergaulan, menentukan hak dan kewajibannya sebagai anggota masyarakat dan sebagai warga negara. Ya, dasar pemerintahan negara pun ditetapkan, yaitu musyawarah. Dalam Quran telah tertanam dasar pemerintahan demokrasi. Cara melaksanakan pemerintahan demokrasi itu di dalam praktek diserahkan kepada manusia yang berakal, akal yang diperolehnya sebagai anugerah Tuhan. Dengan akalnya yang diberi Tuhan, manusia harus melaksanakan pemerintahan negara dan susunan masyarakat yang sebaik-baiknya, yang memberikan bahagia kepada segala umat manusia, semuanya hamba Allah. Manusia harus setiap waktu bersyukur kepada Allah, Tuhan seru sekalian alam, yang telah menikmati hidupnya. Agar tiap-tiap orang tahu berterima syukur, hidupnya di dunia haruslah baik. Mencapai masyarakat, yang menjamin kebahagiaan dan keselamatan hidup bagi segala orang, adalah tugas seorang Islam. Tugas dan suratan hidup orang Islam terpencar seluruh Quran, tertulis dalam berbagai ayat. Semuanya itu perincian daripada pokok asasi yang tercantum di dalam surat Al-Fatihah. Surat AI-Fatihah yang menjadi pokok daripada Quran Suci! Orang Islam yang mengerjakan ibadat, membacakan AlFatihah tidak kurang dari 17 kali sehari. Siapa yang memahamkan isi dan makna surat ini sedalam-dalamnya, ia di situ mendapat petunjuk tentang apa seharusnya tujuan hidupnya, betapa caranya ia harus berjuang di atas jalan Allah dan dari mana ia mendapat kekuatan untuk berjuang.88
88
Ibid, hlm. 49.
69
Tuan semuanya tahu isi surat Al-Fatihah. Alangkah hebatnya getaran jiwa yang ditimbulkan oleh AI-Fatihah ini di dalam tubuh orang Islam. Hanya satu Tuhan yang disembah, yaitu Allah. Tuhan disembah bukan karena takut, melainkan karena cinta. Tuhan orang Islam sifatnya pengasih dan penyayang. Dia menjadi hakim di hari kemudian. Artinya, Tuhan orang Islam adalah Mahaadil. Kepada Tuhan Yang Pengasih dan Penyayang serta Mahaadil itu orang Islam minta pertolongan, minta dipimpin ke jalan yang lurus, jalan yang benar dan adil, jalan mereka yang diberkati oleh Tuhan. la minta dijauhkan dari jalan yang sesat, jalan mereka yang dimurkai oleh Tuhan. Kekuatan jiwa Islam terletak pada tawakalnya dan pada menyerah sepenuh-penuhnya kepada Tuhan. Ibadat dan perbuatan orang Islam di atas dunia hendaklah sesuai dengan sifat-sifat yang dipujikan kepada Tuhan Yang Maha Esa: pengasih dan penyayang serta adil, dan selalu berdiri di atas jalan yang benar. Kalau tidak akan dikerjakan, apa artinya pujian yang sebanyak itu yang dipanjatkan ke hadirat Allah? Tuhan tidak kekurangan apa pun juga, tidak kurang besar dan tidak kurang hormat, la adalah Zat yang lengkap dengan segala rupa. Karena itu segala pujian yang dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa berarti bersedia melaksanakannya dengan perbuatan di atas dunia yang fana ini. Penjelmaan daripada sifat pengasih dan penyayang itu ialah persaudaraan. Persaudaraan antara orang sebangsa dan antara segala bangsa. Betapa juga besarnya perbedaan paham antara seseorang dengan seorang, antara partai dengan partai tentang berbagai masalah hidup, persatuan bangsa
70
tetap terpelihara, rasa persaudaraan tetap berkuasa. Selanjutnya, persaudaraan segala bangsa hendaklah menjadi tujuan. Hanya di atas persaudaraan itulah bisa tercapai rukun dan damai dalam pergaulan internasional. Tetapi, sebaliknya, ternyata pula, bahwa persaudaraan hanya mungkin di atas derajat yang sama. Antara tuan dan budak, antara si penindas dan si tertindas, tidak mungkin tercapai persaudaraan yang sebenarnya, rasa persaudaraan tidak dapat dipaksakan, ia harus keluar dari hati yang suci sebagai sambutan terhadap perlakuan. Untuk mencapai dasar yang sehat bagi persaudaraan bangsa-bangsa sedunia, perlulah lenyap lebih dahulu stelsel imperialisme dan kolonialisme, yang menimbulkan penindasan bangsa yang satu oleh bangsa yang lain dan yang menggalangi kemajuan kebudayaan dan perekonomian bangsa yang tertindas. Penjelmaan sifat Tuhan Yang Maha Adil, yang menjadi hakim di hari kemudian, ke dalam perbuatan kita sehari-hari, terletak dalam melakukan keadilan. Kita, dalam segala perbuatan kita, hams bersifat adil, kita hams cinta kepada keadilan dan bersedia pula membela keadilan di dalam dunia ini. Membela keadilan meliputi juga tuntutan, supaya keadilan sosial menjadi dasar pergaulan dalam masyarakat antara manusia dan manusia dan antara bangsa dan bangsa di dunia seluruhnya. Perdamaian yang dituju oleh Islam hanya mungkin tercapai, apabila dunia internasional telah sempurna tersusun dengan berdasarkan hukum. Bukan hukum yang diperintahkan oleh yang kuat kepada yang jemah - karena itu sebenarnya perkosa - melainkan hukum yang lahir dari sumbernya yang
71
sedalam-dalamnya, menjelma ke dunia sebagai hasil dari permusyawaratan segala bangsa. Seperti diperingatkan tadi, hukum yang setinggi-tingginya menurut Islam ialah damai. Dan hukum yang lahir dari bermusyawarat dan berdamai, dengan tiada paksaan, adalah pula keadilan yang sebesar-besarnya, yang dapat dicapai oleh manusia. Di atas dasar ini dunia bisa jadi aman dan damai, bangsa- bangsa di dunia akan merasakan hidup dalam lingkungan hukum yang adil. Sebelum ada hukum yang mengikat dan menguasai tindakan tiap- tiap bangsa terhadap yang lain, belumlah sempurna hukum dunia. Dan belumlah pula dapat dicapai apa yang diciptakan oleh almarhum Roosevelt sebagai kemerdekaan yang ketiga dan yang menjadi slogan dalam Perang Dunia Kedua, yaitu freedom from fear. Apa yang dikemukakan .itu sebagai dasar dunia baru tidak berbeda dengan tuntutan Islam. Perasaan damai baru bisa meresap dalam jiwa manusia, apabila ia terlepas dari rasa takut, apabila di sekitarnya berlaku hukum dan keadilan. Sebab itu umat Islam dari segala negeri mempunyai kewajiban ikut serta berjuang untuk mencapai keadilan hukum dan keadilan sosial di dunia. Keadilan sosial belum tercapai, apabila dalam masyarakat masih terdapat pertentangan yang hebat antara kaya dan miskin, apabila kemakmuran belum merata ke seluruh lapisan masyarakat. Manusia harus terlepas dari kesengsaraan hidup, dapat merasai freedom from want, barulah
72
tercapai keadilan sosial. Sumber-sumber produksi di dalam negeri harus dikerahkan untuk mencapai kesejahteraan rakyat semuanya. Salah satu jalan untuk mencapai keadilan sosial ialah kooperasi, yang mengujudkan kerja sama dengan dasar tolong-menolong. Organisasiorganisasi kooperasi sesuai benar dengan cita-cita Islam, karena Islam meletakkan tanggung jawab pada individu untuk keselamatan masyarakat seluruhnya. Selanjutnya, untuk mencapai keadilan sosial menurut Islam, negara
hendaklah
merupakan
suatu
welfare
state,
yang
menjamin
kemakmuran bagi segala orang. Bukan kemakmuran jasmani saja, melainkan juga dan terutama kemakmuran rohani. Manusia akan tetap merasa miskin, apabila ia tidak dapat serta dalam perkembangan kultur. Kesejahteraan hidup baru tercapai, apabila ada perimbangan antara kemakmuran jasmani dan rohani; Perimbangan itu hanya tercapai, apabila seruan agama cukup berpengaruh dalam masyarakat. Ilmu, terutama ilmu alam dan teknik, telah mencapai tingkat kemajuan yang begitu tinggi sehingga, apabila tidak dikekang oleh agama, ia mudah menjadi demon yang sehebat-hebatnya. Dengarlah jeritan jiwa seorang pujangga besar sebagai Albert Einstein terhadap kemajuan ilmu yang dia sendiri sebagian besar menciptakannya. Demikian juga negara sebagai organisasi masyarakat. Negara bukan tujuan tersendiri, melainkan alat untuk mencapai kebahagiaan, perdamaian dan kemerdekaan bagi rakyat. Bukan rakyat untuk negara, melainkan sebaliknya negara untuk rakyat.
73
Inilah juga cita-cita Islam. Bumi ini dan alam sekitarnya bukanlah kepunyaan manusia, melainkan kepunyaan Allah, Tuhan seru sekalian alam. Tuhan yang menjadikan alam ini dan menjadikan bumi tempat kediaman manusia. Kedudukan manusia di atas bumi ini tidak lain sebagai juru kuasa, yang bertanggung jawab atas keselamatannya seterusnya. Sebab itu kewajiban manusia yang mendiami bumi Allah ini ialah memeliharanya sebaik-baiknya dan meninggalkannya kepada angkatan kemudian dalam keadaan yang lebih baik dari yang diterimanya dari angkatan yang terdahulu dari dia. Inilah sendi pandangan hidup Islam! Tuan-tuan yang datang belajar ke Universitas Islam ini, dasarkanlah ilmu yang Tuan tuntut di atas pandangan hidup Islam. Memang, logika ilmu tetap tidak berubah, tetapi tujuan ke mana pengetahuan ilmu itu dikerahkan hendaklah sepadan dengan etik Islam. Apabila Tuan di sini mempelajari ilmu alam, ciptakanlah supaya pengetahuan Tuan itu nanti dipergunakan untuk meringankan hidup manusia di dalam dunia yang tidak sempurna ini. Tetapi tidak itu saja. Isi kepala dan hati Tuan, hendaklah dilimpahkan pula untuk perjuangan menentang nafsu dan kebuasan manusia yang mau mempergunakan ilmu untuk membuat murderous instrument of mass destruction. Tuan berdosa kepada Allah, apabila Tuan abaikan tugas ini. Apabila Tuan di sini menuntut ilmu hukum atau ilmu politik atau ilmu ekonomi, pendeknya ilmu sosial, pergunakanlah ilmu itu untuk menciptakan bangunan masyarakat dan negara, yang menjamin keadilan sosial dan
74
persaudaraan, tidak saja antara manusia senegara melainkan juga antara bangsa-bangsa. Orang Islam melakukan tiap-tiap perbuatan karena Allah. Demikian juga hendaknya sikap Tuan dalam menuntut ilmu. Juga ilmu meminta korban diri (self sacrifice) dari penuntutnya, karena hanya dengan korban itu ilmu mencapai kemajuan.
2. Dakwah dan Pembangunan (Termasuk Pembangunan Ekonomi) Apabila kita berkata tentang dakwah, maka teringat pada kita kebesaran Tuhan yang tidak ada hingganya, yang kemurahan-Nya terhadap hamba-Nya tertanam dalam Surat Al Fatihah, yang menjadi pokok seluruh Kitab Al-Quran. Segala pekerjaan kita mulai dengan nama Allah Yang Pemurah dan Penyayang dan menanam dalam keyakinan kita, bahwa segala pujian hanya untuk Tuhan, Pemimpin semesta alam, selalu dengan sifat yang Pemurah dan Penyayang. Apabila dalam keinsafan kita sudah hidup tekad dan keyakinan, bahwa segala pujian hanya untuk Allah, Pemimpin seluruh alam, maka tak ada tinggal lagi sisa pujian yang hams diberikan kepada sesama manusia, betapa juga besar jasanya kepada kita. Segala pujian hanya untuk Allah. Dalam Surat Al Fatihah kita diajar pula, bahwa Tuhan Yang Pemurah dan Penyayang itu, memerintahkan hari pembalasan. Diterangkan dalam Surat Az Zaizalah, ayat 7 dan 8, bahwa siapa yang mengerjakan perbuatan baik sebesar atom akan dilihatnya. Siapa yang mengerjakan kejahatan seberat atom, akan dilihatnya pula. Surat ini, sebagai suatu penjelasan dari Surat Al Fatihah menggambarkan sejelas-jelasnya sifat Allah Yang Maha Adil. 89
89
Ibid, hlm. 198
75
Dalam Surat Al Fatihah kita diajar seterusnya menyatakan keyakinan kita yang diucapkan terhadap Allah: "Hanya Engkau yang kami sembah, dan kepada Engkau saja kami memohon pertolongan." Ini berarti bahwa hanya terhadap Tuhan Yang Maha Esa kita sembahyang dan hanya terhadap Tuhan Yang Maha Esa kita memanjatkan doa. Tidak lagi kepada unsur-unsur peninggalan takhyul lama atau kepada arwah nenek-moyang yang sudah meninggal. Kita kadang-kadang ziarah pada kuburan mereka bukan dengan kepercayaan bahwa mereka keramat dan memintakan pertolongan, melainkan mendoakan kepada Tuhan, supaya hidup mereka di akhirat diberi bahagia oleh Allah. Dalam Surat Al Fatihah seterusnya kita meminta kepada Allah: "Pimpinlah kami kejalan yang lurus. Jalan mereka yang Engkau anugerahi nikmat, bukan jalan orang-orang yang dimurkai dan bukan pula jalan orangorang yang sesat." Apabila kita meminta kepada Tuhan dengan begitu ikhlasnya, adakah lagi bagi kita untuk berbuat lain daripada yang diminta itu? Apakah artinya kita sebagai manusia, hamba Allah, apabila kita - setelah meminta kepada Tuhan dipimpin ke jalan yang baik, yang benar - di sebelah itu berbuat lagi hal-hal yang bertentangan dengan apa yang kita minta? Bukankah kita dengan itu mempermainkan Tuhan? Akibatnya mempermainkan diri kita sendiri! 90 Pada tiap sembahyang kita mengucapkan, sebelum menyebut isi Surat Al Fatihah, antara lain "sembahyangku, pengorbananku, kehidupanku dan kematianku, semuanya untuk Tuhan, Pemimpin Semesta Alam. Dia (Tuhan
90
Ibid, hlm. 199
76
itu) tidak mempunyai sekutu; dan itulah yang diperintahkan kepadaku, dan aku orang pertama yang menundukkan diri kepada Tuhan." Apabila kita sanggup melakukan dakwah membawa manusia tawakal kepada Allah dengan sepenuh-penuh jiwa dan raga, maka dapatlah kita membentuk manusia yang ikhlas untuk menyumbangkan tenaganya bagi segala usaha pembangunan. Bukankah Allah sudah berfirman dalam Quran, bahwa manusia dua tugasnya sekali jalan: cari akhirat dan berbuat baik di dunia. Sejalan dengan itu berkali-kali dalam Islam kita diajarkan, bahwa kita harus mengatur hidup demikian rupa, seolah-olah kita akan hidup lama, tetapi seolah-olah kita akan meninggal besok. Pendek kata kita hams membangun bumi Allah yang diadakan untuk kita sebagai tempat kediaman sementara, dalam perjalanan kita menuju akhirat. Bumi Allah ini, yang dipinjamkan kepada kita manusia sebagai tempat kediaman sementara, hendaklah kita pelihara dengan baik dengan membangun berbagai segi penghidupan jasmani dan rohani, supaya dapat kita tinggalkan bagi angkatan manusia yang akan datang dalam keadaan yang lebih baik dan sempurna dari pada keadaan yang kita terima dari angkatan yang mendahului kita.91 Untuk melaksanakan tugas kita itu kita harus membangun. Pada bagian bumi yang kita duduki sebagai bangsa, kita harus melaksanakan cita-cita yang tertanam dalam undangundang dasar, membangun suatu Indonesia yang adil dan makmur. Cita-city ini sesuai benar dengan apa yang. diperintahkan Islam.
91
Ibid, hlm. 199
77
Selain dari tawakal kepada Tuhan Yang Maha Esa, tugas orang Islam ialah membangun pojok bumi yang didiaminya. Islam menuntut umatnya mengerjakan usaha membangun. Begitu pula bangsa Indonesia akan dikaruniai Tuhan dengan keadaan yang lebih baik, penghidupan yang lebih sempurna, apabila bangsa Indonesia sendiri, keseluruhannya dan tiap-tiap orang anggotanya, berusaha memperbaiki nasibnya. Masing-masing harus ikut serta dalam usaha pembangunan menurut kecakapan masing-masing. Yang besar-besar dikerjakan oleh pemerintah, di pusat dan daerah, yang sedang dikerjakan oleh kumpulan swasta yang mempunyai modal, yang modal itu digabungkan mereka sebagai pokok membangun. 0rang-orang kecil, orangseorang dapat berusaha sendiri. Lebih baik orang-orang kecil bergabung dalam kooperasi ekonomi, supaya modal mereka menjadi lebih besar dan keyakinan mereka untuk membangun bidang mereka bertambah besar pula. Dalam pengalaman yang saya hadapi sejak berpuluh-puluh tahun, sering saya lihat orang- seorang, orang kecil, takut bergerak lebih maju, karena takut kapitalnya akan dihancurkan oleh saingan lawan yang lebih besar.92 Tetapi setelah tergabung dalam kooperasi, dengan gabungan kapital mereka yang menjadi lebih besar, takut itu hilang dan keberanian timbul untuk menempuh jalan maju. Dengan bersatu itu dalam kooperasi yang berdasarkan tolongmenolong semangat jadi hidup dan akal bertambah luas. Seperti sering saya peringatkan sejak berpuluh tahun yang lalu, Bahwa juga badan-badan yang bukan semata-mata ekonomi sifatnya dapat ikut serta
92
Ibid, hlm. 200
78
membangun,
membangun
dengan
memperkuat
sendi-sendi
hidupnya.
Ambillah misalnya pondok-pondok pendidikan agama, seperti surau, pesantren dan lain-lain namanya. Apabila ada persekutuan dan kerja sama antara guru dan murid, maka sekitar pondok itu atau pada tempat yang tidak jauh dari situ diadakan daerah yang ditanami dengan padi atau buah-buahan, dan tumbuh-tumbuhan yang bernilai besar yang hasilnya dapat menyediakan biaya untuk menghidupi tempat pengajian itu. Tergantung kepada luasnya tanah yang ditanami dan buah yang ditanam, hasil tanaman itu dapat membiayai seluruh keperluan pondok itu dan murid-muridnya atau hanya sebagian saja. Tetapi bagaimana juga tempat pengajian itu mendidik muridmurid memahamkan jalan ke akhirat, tetapi juga melatih diri mereka untuk menghadapi jalan mencari nafkah hidup pada pondok pengajian itu dapat pula diadakan pelajaran bertukang kayu atau tukang besi dan lain-lain sebagai persiapan untuk menghadapi tugas hidup utama di dunia yang fana itu.93 Begitulah, pondok atau surau atau pesantren hendaknya menjadi tempat untuk melatih pengetahuan rohani dan jasmani, supaya muridnya apabila sudah tamat pelajaran mengaji tidak canggung menghadapi tugas hidupnya di atas dunia yang fana ini. Lambat-laun tiap-tiap tempat pendidikan agama itu dapat menjadi suatu badan otonomi yang melaksanakan pendidikan rohani dan jasmani, yang hidupnya tidak terlalu bersangkut kepada bantuan dari luar.
93
Ibid, hlm. 202
79
Cara lama, apabila kita mempunyai kesungguhan hati, dapat ditinggalkan berangsur-angsur, cara lama yang pondok pengajian itu hanya mendidik murid berpengetahuan berat sebelah dan akhirnya tidak mengerti lagi kewajiban hidup di atas dunia yang fana ini. Marilah kita berpedoman dengan Surat Al Qashash ayat 77 untuk mencari akhirat dan berbuat baik di dunia.