Dinamika Pemikiran Ekonomi Islam Agus Salim Fakultas Ushuluddin IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi
Abstract: One of crucial challenges for muslim intellectuals is how to develop a new paradigm of Islamic economy which is based on the integrated principle of humanism and theology. This integrated principle is expected to be able to guarantee people’s wellbeing within in the framework of Islamic rule. To develop this principle, a historical record of thoughts and development on Islamic economy is necessarily required. Islamic economy offers an alternative solution for the unsteady global economy which is still dominated by quarrelling socialist. The domination of socialist has been blamed for the destroying the essence of humanism and civilization thought the strong influence of hedonism and materialist concept Keywords: Dynamics, Islam, economic though.
I. Latar Belakang Beberapa dekade terakhir ini banyak para pemikir dan praktisi dalam berbagai bidang termasuk bidang ekonomi yang menilai telah terjadi krisis global, kompleks, dan multidimensional. Krisis ini timbul tid;ik saja disebabkan kesalahan pada tingkat operasional tetapi bahkan lebih dahsyat pada tingkat konsepsional dan paradigmatik meliputi intelektual, moral dan spiritual.1 Pritjop Capra, Titik Batik Peradaban: Sains, Masyarakat, dan Kebudayaan, Yogyakarta: Yayasan benteng Budaya, 1997. 1
Innovatio, Vol. VIII, No. 2, Juli-Desember 2009
331
Agus Salim
Dalam bidang ekonomi, Fritjop misalnya memberikan kritik terhadap para ekonom yang membicarakan ilmu ekonomi melalui pendekatan yang reduksionis dan terpecah-pecah dari bidangbidang keilmuan dan bidang lainnya seolah-olah sebagai sesuatu yang berdiri sendiri, statis, dan stagnan. Padahal menurutnya, ilmu ekonomi adalah organisme hidup yang dalam perkembangannya mengalami evolusi dinamis.2 Bahkan ia juga memberikan penjelasan lebih lanjut, bahwa akibat dari pemahaman yang statis dan tidak mengakui adanya evolusi, perubahan dan adaptasi, menimbulkan kekeliruan di kalangan ilmuwan ekonotni dan juga ilmu-ilmu sosial lain yang menganggap ilmu-ilmu tersebut “bebas nilai”. Sementara menurutnya “nilai-nilai yang dijadkan pedoman oleh masyarakat akan menentukan pandangan dunia, lembaga keagamaan, perusahaan dan teknologi ilmiah dan pengaturan-pengaturan politik dan ekonomi masyarakat itu. Sekali perangkat nilai dan tujuan kolektif telah terungkapkan dan dikodifikasikan, perangkat tersebut akan menjadi kerangka persepsi, wawasan dan pilihan-pilihan untuk inovasi dan adaptasi sosial masyarakat itu, sehingga dengan demikian, menurutnya “Ilmu ekonomi merupakan ilmu yang paling bergantung pada nilai dan paling normatif di antara ilmu-ilmu sosial lainnya. Model dan teorinya akan selalu didasarkan atas sistem nilai tertentu dan pada pandangan tentang hakikat manusia.”3 Sebenarnya berbagai kritik dan kecaman terhadap kelemahan teori ekonomi atau teori pembangunan sosio-ekonomi yang menjadi acuan dalam proses pembangunan global selama ini, tidak saja. Fritjop, tetapi sudah banyak pula dilontarkan oleh para ilmuwan lain, diantaranya: E.F. Schumacher, Kenneth Boulding, Quentin Skinner, Theodore Roszak, Erich Fromm, Gunnar Myrdal, J.K Galbraith, R Heilbroner, John Brome dan Amartya Sen. Mereka berpendapat bahwa kelemahan paling mendasar dari paradigma teori ekonomi tersebut adalah pengabainnya terhadap dimensi moral, nilai-nilai sosial dan etika.4 2 3
332
Capra, Titik Batik. Capra, Titik Batik. Innovatio, Vol. VIII, No. 2, Juli-Desember 2009
Dinamika Pemikiran Ekonomi Islam
Menyadari adanya kelemahan mendasar tersebut, mereka bukan hanya menyarankan agar digunakan pendekatan interdisipliner dalam mempelajari fenomena ekonomi, tetapi juga menyarankan agar dilakukan pendekatan holistik, Pendekatan ini mengintegrasikan kebutuhan material dan spiritual manusia, interaksi antara manusia, serta interaksi manusa dengan alam semesta.5 Bahkan, Paul Omerod dan Paul Krugman, sebagaimana dikutip Mubyarto, secara tegas menyatakan bahwa ada hubungan yang erat antara ilmu ekonomi dan sistem ekonomi yang dianut Indonesia dengan krisis ekonomi yang dialami sejak beberapa waktu lalu hingga saat ini.6 Untuk itu, sebuah tantangan dan kesempatan bagi komunitas intelektual khususnya dan masyarakat Indonesia umumnya, untuk melakukan pekerjaan “besar” berupa pengembangan paradigma baru tentang pendekatan pembangunan ekonomi yang dilandaskan pada visi kemanusiaan dan ketuhanan secara integral, yang dilandasi pada asas yang bersifat azali yang dapat menjaga keselamatan seluruh manusia dan alam semesta, yaitu yang didasarkan pada nilainilai syariah Islam. Sebagai tahap awal, dalam upaya tersebut, berikut ini dijelaskan secara sekilas mengenai peta sejarah pemikiran ekonomi Islam. Di Indonesia untuk penyebutan ekonomi Islam sering disebut dengan istilah ekonomi syariah, sebagaimana secara kelembagaan ada bank syariah, asuransi syariah, pasar modal syariah, dan lain-lain.
II. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam A. Perkembangan Ekonomi dalam Sejarah Dalam buku-buku sejarah ekonomi konvensional yang dipelajari oleh para mahasiswa ekonomi di seluruh belahan dunia sekarang ini,
M, Umer Chapra, Islamic and Economic Challenge, Jeddah: Islamic Foundation, 1996. 5 Chapra, Islamic and Economic. 6 Mubyarto, Reformasi Sistem Ekonomi.Yogyakarta: Aditya Media, 1998. 4
Innovatio, Vol. VIII, No. 2, Juli-Desember 2009
333
Agus Salim
ditemukan bahwa dalam rangkaian perjalanan sejarah tersebut ada masa “kekosongan” yang cukup lama yaitu sekitar 500 tahun. Penulis-penulis buku tersebut menilai bahwa seolah-olah ilmu ekonomi ini menjelma dengan sendirinya (mengalami reinkarnasi) dari masa Yunani kuno seperti Aristoteles (367-322 SM) ke St. Thomas Aquinas (1225-1274 M). atau sejak abad 7-12 M tidak ada masa diskurus intelektual berkaitan dengan ekonomi. Di antara buku sejarah ekonomi ini adalah buku yang ditulis oleh Joseph Alois Schumpeter, History of Economic Analysis (1954). Dalam buku ini ia berpendapat bahwa analisa ekonomi dimulai sejak masa Yunani dan tidak dikembangkan beberapa lama hingga muncul ekonomi scholastic dengan tokohnya St. Thomas Aquinas (1225- 1274 M). Masa kekosongan tersebut sering kemudian dinamakan “great gap the schurnpeterian”. Schumpeter hanya menulis tiga baris dalam catatan kakinya nama Ibn Sina dan Ibn Rusyd dalam kaitan proses transmisi pemikiran Aristoteles kepada St. Thomas tanpa sedikitpun menjelaskan kedudukan mereka dalam transmisi tersebut termasuk kemungkinananya ia mengutip atau “mencuri” dari pemikiran mereka.7 Sekalipun sudah mulai banyak yang menentang pendapat ini, tetapi “great gap” ini tetap dianggap suatu yang benar-benar terjadi. Sebenarnya adanya kekosongan pencatatan sejarah ekonomi tidak saja antara tahun pertama Masehi sampai ditemukannya pemikiran St. Thomas Aquinas tetapi juga menjadi kekosongan pencatatan antara tahun 1270 M sampai dengan ditemukannya pemikiran Quesney (1758 M). Adanya kaitan yang lepas (missing link) dalam sejarah tersebut menunjukkan bahwa baik disengaja atau tidak disengaja, menimbulkan pertanyaan besar bagi kaiangan sejarawan ekonomi khususnya. Ada apa dan kenapa hal itu bisa terjadi? Beberapa jawaban bisa dimunculkan atas pertanyaan tersebut, tetapi satu hal yang penting bahwa yang dianggap masa kekosongan atau great gap tersebut adalah masa dimana peradaban dunia diisi oleh umat Islam sejak mulai munculnya di Mekah pertengahan abad Baqir al-Hasana & Abbas Mirakhor (eds.), Essay On Iqtishad Islamic Approach to Economics Problems, USA: Nur Corp, 1989. 7
334
Innovatio, Vol. VIII, No. 2, Juli-Desember 2009
Dinamika Pemikiran Ekonomi Islam
ke 6 dengan kelahiran Nabi Muhammad SAW (570 M) sampai lemah terlepasnya kekhalifahan Usmani ke penjajahan Barat sekitar abad 12 Masehi. Kenyataan adanya penghilangan kronologis sejarah, tidak saja memberikan “kekaburan” terhadap fakta-fakta peradaban tetap juga terjadinya penghilangan substansi peradaban itu sendiri. Esensi normatif berupa kebenaran dan kebijaksanaan (wisdom) yang sudah dikembangkan oleh para filosof pada masa Yunani dalam berbagai hal termasuk fenomena sosial dan ekonomi dan ditumbuhkembangkan oleh umat Islam, seolah-olah diputus dan tidak mempunyai ikatan dengan yang dikembangkan setelahnya. Salah satu contoh substansi yang terputus dari adanya missing link ini adalah adanya larangan pembebanan riba (sebagai bentuk ketidakadilan) dalam Bible (Perjanjian Lama) tetapi tidak dijadikan acuan para pemikir ekonomi setelah St. Thomas Aquinas. Bahkan secara tidak langsung hal ini diakui oleh penulis ekonomi kontemporer yang juga penerima nobel bidang ekonomi yaitu Paul A Samuelson. Samuelson dalam bukunya Economics, sebagaimana dikatakan Karnaen, edisi ke-9, Bab 42 dengan judul “Wind of Change: Evolution of Economic Doctrines”, antara lain mengatakan: But from its eraliest beginnings, political economy was concerned with policy. Thus both Testament of Bible warns agains intrest or usury, as do Aristotle and ST. Thomas Aquinas.” Pada buku yang sama Edisi ke-14, bab 22 dengan judul “The Wind of Change: the Triumph of the market”, sub bab A dengan judul “Evolution of Economic Thought: Early Roots”, antara lain Samuelson kembali mengatakan: “Economic thinking began with Aristotle and continue through the teaching of medieval Scholastic. This early stirrings dealt largely with normative doctrine such as the idea of a “justice price”, which purpoted to tell the genuine value of commodity. The Scholastic rejecred interest on loans as unjust “usury”, and prohibitions of usury survive to day as intererest-rate ceilings in many states and countries”. 8 Karnaen A. Perwaatmadja, Kajian Sejarah Pemikiran Ekonomi, Jakarta: BEMJM-UIN, 2001. 8
Innovatio, Vol. VIII, No. 2, Juli-Desember 2009
335
Agus Salim
Dengan demikian, boleh jadi krisis global dan multidimensi terjadi sebagaimana dikatakan Fritjop di atas adalah karena hilangnya substansi peradaban yang mendasarkan pada normative doctrines dengan peradaban yang hedonis materialistik yang banyak dikembangkan sekarang ini. B. Pemikiran Ekonomi Islam 1. Proses transmisi dan diskursus awal Fakta sejarah menunjukkan bahwa periode yang dianggap oleh Shumpeterian sebagai “great gap” adalah masa di mana umat Islam mengalami pertumbuhan, perkembangan, dan kemajuan atau umat Islam sering menyebut masa-masa the golden age sedangkan bagi Barat merupakan masa-masa the dark age. Para pemikir muslim sejak awal terutama pada masa transmisi berbagai keilmuwan yang dilakukan di masa Bani Abbas, terutama pada masa Pemerintahan Al-Ma’mun (813-833 M) dengan lembaganya yang terkenal Bait al-Hikmah atau Rumah Kebijaksanaan9 hingga seterusnya tetap mengakui bahwa pernah mempelajari dan melakukan transmisi besar-besaran dari ilmuwan Yunani dalam berbagai disiplin ilmu pengetahuan. kemudian mereka melakukan penyesuaian dengan doktrin yang diajarkan Nabi Muhammad SAW baik dalam al-Quran maupun Hadisnya. Proses transmisi ini melahirkan penemuan-penemuan baru dan meletakkan kerangka dasar dalam pengembangan berbagai disiplin ilmu pengetahuan, baik ilmu-ilmu alam maupun ilmu-ilmu sosial. Mulai dari filsafat, matematika, astronomi, ilmu optik, biologi, kedokteran, sejarah, sosiologi, psikologi, pedagogi, sampai sastra termasuk juga tentunya ilmu ekonomi. Para pemikir muslim klasik tidak terjebak untuk mengkotak-katakkan berbagai macam ilmu tersebut seperti yang dilakukan oleh para pemikir saat ini. Mereka melihat ilmu-ilrnu M. Montgomery Watt, Islam dan Peradaban Dunia, Pengaruh Mam Terhadap Barat, Jakarta: Gramedia Utama, 1995. 9
336
Innovatio, Vol. VIII, No. 2, Juli-Desember 2009
Dinamika Pemikiran Ekonomi Islam
tersebut sebagai ayat-ayat Allah yang bertebaran di seluruh alam. Dalam pandangan mereka, ilmu-ilmu itu walaupun sepintas terlihat berbeda-beda dan bermacam-macam j enisnya namun pada hakekatnya berasal dari sumber yang satu yaitu Tuhan. Mereka melakukan klasifikasi terhadap berbagai macam ilmu sebatas sebagai pembedaan bukan pemisahan. Karenanya tidaklah mengherankan bila para pemikir klasik muslim menguasai berbagai bidang ilmu. Ibn Sina (980-1037 M), sebagai contoh, selain terkenal sebagai ahli filsafat, bahkan ia juga mendalami psikologi dan musik. Al-Ghazali (1058-1111 M), selain banyak membahas masalah filsafat, pendidikan, psikologi, ekonomi dan pemerintahan ibn Khaldun (1332-1404 M) selain banyak membahas masalah sejarah juga banyak menyinggung masalah-masalah sosiologi dan antropologi budaya, ekonomi, geografi pembangunan dan peradaban bahkan futurologi. 10 Dengan karakter pemahaman keilmuwan tersebut, maka bidang ekonomi juga menjadi bagian dari diskurus pembahasan mereka. Namun secara umum, pemikiran ekonomi dimaksud terangkum dalam berbagai tema di bidang tafsir, flkih, ushul fikih, bahkan teologi. la belum berdiri sendiri. Dan seperti dikatakan oleh Muhammad Baqir Al-Shadr, kita harus membedakan antara ekonomi sebagai sisten, dan ekonomi sebagai ilmu. Sebagai sistem, ekonomi mengacu pada cara suatu masyarakat mengatur kehidupan ekonominya. Sedangkan sebagai ilmu ekonomi mengacu kepada upaya memahami berbagai peristiwa dan gejala ekonomi berdasarkan kerangka teori tertentu yang menjelaskan korelasi antara peristiwa dan gejata itu dengan berbagai faktor yang melatarinya. Yang dibakukan oleh ilmu fikih dari ekonomi ketika itu adalah aspek hukum yang kemudian membentuk sistemnya. Selain itu, sebenarnya ekonomi sebagai sebuah disiplin ilmu tersendiri baru muncul sekitar 4 abad yang lalu walaupun akar pemikirannya sudah lahir jauh sebelum itu. 10
Adi W. Karim, Ekonomi Mikro Islam, Jakarta, UIT, 2002.
Innovatio, Vol. VIII, No. 2, Juli-Desember 2009
337
Agus Salim
2.
Pertumbuhan dan perkembangan pemikiran ekonomi Islam Pemikiran ekonomi Islam sebagai sebuah sistem yaitu mengacu pada cara suatu masyarakat mengatur kehidupan ekonominya, sebagaimana dikatakan Shadr di atas, pada dasarnya telah ada sejak ajaran Islam itu sendiri di bawa oleh Nabi Muhammad SAW dengan mengutip ungkapan Siddiqie, pemikiran ekonomi Islam berusia setua Islam itu sendiri.11 Hal ini berdasarkan bahwa ajaran Islam, yang bersumber pada AlQuran dan Hadis, sejak awak sangat mendorong dan berpandangan positif terhadap kegiatan ekonomi, misalnya 10 surat pertama yang diturunkan Tuhan setelah surat al-’Alaq dan alMudatsir, hampir seluruhnya berkaitan dengan respon al-Quran terhadap kondisi sosial- ekonomi masyakat, di samping berbagai ayat-ayat lainnya, seperti QS. Al-Jum’at: 10, dan Al-An’am: 165. Bahkan Nabi Muhammad SAW sendiri adalah sebagai pelaku ekonomi. Begitu pula para sahabatnya pada generasi awal (masa Khulafaur al-Rasyidin) sebagaian besar terlibat dalam kegiatan ekonomi di samping kegiatan lainnya. Pembahasan berkaitan dengan pertumbuhan dan perkembangan ekonomi Islam ini, sebenarnya sudah banyak dibahas oleh para penulis yang peduli pada pengembangan ekonomi Islam. Di antaranya Siddiqie (1982), Akram Khan, Sabzwari, dan Kadim Sadr.12 Siddiqie misalnya mencoba melakukan survei dengan urutan secara kronologis waktu dari pemikir-pemikir ekonomi Islam berikut dasar-dasar pemikirannya. Menrutnya, kronologis pemikir Islam dibagi pada 4 (empat) fase, yaitu fase pertama sejak awal Islam sampai 1058 M, fase kedua 1058-1446; fase ketiga dari tahun 1446-1932, dan fase dari 1932 hingga sekarang. Diantara tokoh pemikir yang melakukan pembahasan ekonomi
Muhmmad Nejatullah Siddiqie, Muslim Economic Thinking, a Survey of Contemporary Literature, Jeddah, ICRI Economics King Abdul Aziz University, 1981. 12 Karim, Ekonomi Mikro. 11
338
Innovatio, Vol. VIII, No. 2, Juli-Desember 2009
Dinamika Pemikiran Ekonomi Islam
pada fase pertama adalah: Zaid bin Ali (699-738 M), Abi Hanifah (699-767 M), al-Awza’i (707-774 M), Malik bin Anas (712-796), Abu Yusuf (731-796M), Muhammad bin Hasan al-Shaibani (750804), Abu Ubaid al Qasim Ibn Sallam (-838 M), Haris bin Asad al-Muhasibi (-859) Junaid al Baghdadi (-910), Ibn Miskawaih (1030 M) dan al-Mawardi (-1058 M). yang masuk fase kedua adalah: Al-Ghazali (1055-1111 M), Ibn Taimiyah (1263-1328 M), Ibn Khaldun (1332-1404 M). Yang termasuk fase ketiga adalah Shah Waliyullah (1703-1762 M), Muhammad Iqbal (1873 -1938 M). Dan fase setelahnya dari tahun 1932-sekarang di antaranya Yusuf Qardhawi, Muhmamad A Mannan, Khursid Ahmad, M, Nejatullah Siddiqie, dan lain-lain. Penulis tidak akan melakukan pembahasan masing-masing pemikiran mereka berkaitan dengan ekonomi kecuali hanya sekilas pada fase kontemporer yang akan dibahas pada sub berikutnya. Tetapi berdasarkan hasil survei di atas, kita dapat melakukan perbandingan mengenai sejarah perkembangan ekonomi Islam dengan ekonomi konvensional. Karnaen, salah seorang yang mengembangkan ekonomi syariah di Indonesia, telah melakukan penelitian mengenai perbandingan ini. Berikut adalah penjelasan perbandingan tersebut. Kalau kita menyimak apa yang disebut “The main stream of economics” pada the family of economics-nya Paul A Samuelson, segera kita akan jumpai kekosongan pemikiran ekonomi dari tahun pertama masehi sampai ditemukannya pemikiran St. Thomas Aquinas pada tahun 1270. pada jeda waktu itu menurut “the family trees of economics” diisi oleh para scholastic yang sifatnya normative. Sementara itu menurut catatan para pengamat muslim, sejak datangnya agama Islam di abad ke-7, telah banyak para pemikir muslim yang memberikan sumbangannya. Para pemikir muslim ini adalah para fukaha (ahli fikih), sufi, dan ahli filsafat yang memberikan sumbangan pemikirannya secara universal termasuk didalamnya menyangkut masalah ekonomi. Mereka inilah yang merupakan peletak dasar pemikiran Islam tentang ekonomi. Sepanjang para scholastic dan para Innovatio, Vol. VIII, No. 2, Juli-Desember 2009
339
Agus Salim
fukaha, sufi, dan ahli filsafat muslim ini mengacu kepada buku suci mereka masing-masing, maka dalam hal pelarangan terhadap bunga atau riba mereka sama dan sejalan. Kemudian antara ditemukannya pemikiran St. Thomas Aquinas di tahun 1270 dengan ditemukannya ekonomi Quesney di tahun 1758 terdapat jeda waktu 5 abad yang menurut “The family trees of economic” diisi oleh para Physiocrats dan para Merchantilis. Pandangan ekonomi mereka disebut aliran klasik (Classical School). Sementara itu pada abad ke 11 -15 yang sama terdapat para pemikir muslim yang terkenal seperti al-Ghazali, Ibn Taimiyah, dan Ibn Khaldun. Pemikiran para pemikir Muslim ini memang komprehensif dan menyangkut juga tentang ekonomi. Mereka mewakili fase kedua dari pemikiran ekonomi dari sudut ajaran Islam. Akhirnya pada waktu pemikiran ekonomi Adam Smith (1776 M) ditemukan dan diikuti oleh T.R Maltus (1798 M), David Ricardo, JS. Mill (1848 M), W. Marshal (1890 M) dan JM. Keynes (1936) yang membentuk mazhab Kapitalis, dan ilmu ekonomi neo-klasik, yang kemudian dicoba ditandingi dengan pemikiran Karl Marx (1867 M), V Lenin (1914) yang membentuk mazhab Sosialisme-Komunisme, muncul pada di abad ke-15 sampai abad ke-20 para pemikir ekonomi muslim seperti Shah Waliyullah, Jamaluddin al-Afgani, dan Muhammad Iqbal. Mereka mewakili fase ketiga dari pemikiran ekonomi dari sudut ajaran Islam. Untuk itu, dari kronologis kajian sejarah pemikiran ekonomi dapat diketahui bahwa adanya masa kekosongan (missing link atau great gap) yang merupakan absurditas dan tidak logis. Dengan tersambungnya kembali kronologis sejarah pemikiran ekonomi yaitu masuknya pemikiran-pemikiran muslim di bidang ekonomi, menjadi terbangun kerangka sejarah yang berkesinambungan (continuitas) dan menyatu (integration) sekalipun ada cara pendekatan yang berbeda (difference approach). Persoalan kemudian adalah bagaimana memahami kesinambungan kronoiogis tersebut juga secara bersamaan 340
Innovatio, Vol. VIII, No. 2, Juli-Desember 2009
Dinamika Pemikiran Ekonomi Islam
melakukan pemahaman terhadap pemikiran-pemikiran. Misalnya, pada fase pertama pemikir ekonomi Islam ada Abu Yusuf (731-798) yang menulis kitab Al-Kharaj. Dalam buku tersebut, di antaranya ia membahas tentang bagaimana kebijaksanaan pengendalian harga, bagaimana harga ditentukan dan bagaimana pengaruh pajak terhadap harga. Dengan demikian jauh sebelum kaum skolastik yaitu St. Abertus Magnus (1206-1280) dan kaum Merkantilis, yaitu David Hume (1711-1776), bahkan kaum klasik, yaitu Adam Smith (1723-1790) serta kaum neo klasik, yaitu Alfred Marshal (1842-1924) membicarakannya, Abu Yusuf sudah terlebih dahutu membicarakannya.13 Bahkan apa yang ditulis oleh Adam Smith (1776 M), yang dianggap sebagai bapak mendapat insipirasi dari karya Abu Ubayd (838 M) yang bukunya berjudul Al-Amwal. Al-Amwal jika diartikan dalam bahasa Inggris artinya Wealth dan judul buku Adam Smith adalah The Wealth of Nations. Begitu juga teori Pareto Optimum diambil dari kitab Nahjul Balaghah Imam AH yang “dicuri” tanpa pernah disebut sumber kutipannya oleh pemikir Barat.14 Dengan demikian, sekalipun adanya ketidakjujuran ilmiah yang dilakukan pemikir Barat, pemikir-pernikir ekonomi muslim telah mengidentifikasi banyak konsep, variabel, dan teori-teori ekonomi yang masih relevan hingga kini.
III. Pemikiran Ekonomi Islam Kontemporer Babak baru perkembangan pemikiran mengenai ekonomi islam secara dramatik di tingkat internasional mulai timbul pada dasawarsa tahun 1970-an sekalipun secara lokal dan sporadis telah muncul sejak awal abad 20-an. Beberapa faktor yang memunculkan perkembangan baru ini, diantaranya adalah: Pertama, mulai terjadinya kemerdekaan negara-negara yang mayoritas penduduknya muslim di hampir seluruh wilayah terutama wilayah Asia, Timur Tengah, dan Afrika. 13 14
Perwaatmadja, Kajian Sejarah. Adi W. Karim (ed.), Sejarah Pemikiran Ekonomi Islami, Jakarta: HIT.
2001. Innovatio, Vol. VIII, No. 2, Juli-Desember 2009
341
Agus Salim
Kedua, timbulnya apa yang disebut sebagai kekuatan ekonomi petro dollar, yaitu yang dihasilkannya industri perminyakan yang berasal dari negara-negara Islam (Islamic countries) seperti Libya, Kuwait, Iran, Brunai Darussalam, Irak, Persatuan Emirat Arab, Aljazair, Malaysia, dan Indonesia. Negara-negara tersebut oleh Bank Dunia disebut dengan “Capital Surplus Oil Exporters”. Ketiga, timbulnya kesadaran tentang “kebangkitan Islam” pada abad ke 14 Hijriyah yang melanda Dunia Islam pada dasawarsa tahun 1970-an. Dan keempat lahirnya generasi barn intelektual Muslim Barat maupun di negara-negara Islam. Di samping secara bersamaan adanya kebangkitan Dunia Ketiga dalam pembangunan yang didukung oleh lembaga-lembaga internasional seperti PBB, Bank Dunia, dan beberapa lembaga yang bersifat regional dan internasional lainnya seperti ADB (Asian Development Bank), IDB (Islamic Development Bank), dan OKI-Organisasi Konferensi Islam15 melalui OKI dan IDBnya misalnya berbagai konferensi internasional tentang Ekonomi Islam diselenggarakan.16 Dengan berbagai faktor dan kegiatan internasional tersebut. Maka muncul berbagai literatur mengenai Ekonomi Islam dan derivasinya. Dalam literatur-literatur tersebut ditunjukkan pertumbuhan dan perkembangan cukup signiflkan dalam pengembangan pemikiran ekonomi Islam. Bukan saja pada tataran teoritis-konsepsional tetapi juga sudah masuk pada tataran praktis-operasional. Menurut Siddiqie, misalnya cakupan bahasan dalam literatur ekonomi Islam meliputi diantaranya dasar-dasar filosofis ekonomi Islam, perbandingan ekonomi antara sistem Islam dan “isme-isme” lainnya, kritik Islam terhadap sistem ekonomi kontemporer, analisis ekonomi dalam kerangka Islam, dan sejarah pemikiran Islam.17 Berdasarkan survei yang dilakukan Siddiqie (1981) tersebut Muhammad Aslam Haneef, Contemporary Islamic Economic Thought a Selected Comparative Analisys, Kuala Lumpur: S. Abdul Majeed & Co, 1995. 16 Dawam Rahardjo, Islam dan Transformasi Sosial-Ekonomi, Jakarta: LSAF, 1999. 17 Siddiqie, Muslim Economic. 15
342
Innovatio, Vol. VIII, No. 2, Juli-Desember 2009
Dinamika Pemikiran Ekonomi Islam
dan juga Akram Khan (1989) sebagaimana dijelaskan Haneef18 terhadap literatur-literatur mengenai ekonomi Islam yang muncul sejak pertengahan abad 20, diketahui bahwa dalam perkembangan pemikiran ekonomi Islam para penulis muslim memiliki pendekatan dan tinjauan yang berbeda. Secara garis besar peta pemikiran dan kecenderungan dalam memahami ekonomi Islam, menurut Siddiqie dan Khan, terdapat tiga bagian besar, mereka adalah: 1. Pendekatan yuridis. Mereka memberikan kontribusi dalam pembahasan ekonomi Islam melalui pendekatan legalistik dan membahas konsep-konsep dasar dari prinsip ajaran Islam berkaitan dengan ekonomi, misalnya pembahasan masalah riba, zakat, bank, kemiskinan dan pembangunan. 2. Pendekatan modernis, mereka tidak melakukan pendekatan legalistik, tetapi lebih kepada pendekatan rasionalitas-kritis terhadap term-term dan persoalan-persoalan ekonomi dan masyarakat yang langsung dari sumbernya yaitu Al-Qur’an dan Hadits. Dengan proses ijtihad yang mereka lakukan memberikan kontribusi pada pengembangan pemikiran ekonomi yang lebih realistik dengan kenyataan sosiai. Meskipun mendapatkan reaksi dari pihak-pihak lain yang tidak mengakui pendekatan metodologi yang dilakukannya. 3. Pendekatan yang dilakukan oleh para sarjana ekonomi yang belajar di Barat dan mengembangkan pemikiran ekonomi Islam melalui istilah-istilah dan pendekatan “mainstream” ekonomi konvensional (pendekatan neo-klasik dan sintesa keynesian). Analisa mereka menggunakan teknik-teknik pendidikan dan pelatihan ekonomi yang mereka pelajari. Menurut Haneef, yang masuk kategori pertama diantaranya adalah Muhammad Baqir Taleghani. Sedangkan yang masuk kategori ketiga adalah M.A Mannan, M. Najetullah Siddiqie, Syed Nawab Heidar Naqvi, dan Monzer Kahf. Sedangkan yang masuk kategori kedua, Haneef nampaknya tidak secara jelas menyebutkan 18
Haneef, Contemporary Islamic.
Innovatio, Vol. VIII, No. 2, Juli-Desember 2009
343
Agus Salim
orang-orangnya. Namun dengan melakukan perbandingkan terhadap kategorisasi yang dilakukan oleh yang lainnya, yang termasuk kategori kedua di antaranya Timur Kuran, Jomo, Muhammad Arid, dan lain-lain. Oleh karenanya, untuk memudahkan kategorisasi pemikiran ekonomi Islam kontemporer ada yang mengklasifikasikan sebagai berikut: Mazhab Baqir as-Shadr, Mazhab Alternatif kritis dan mazhab mainstream. Dari semua pendekatan tersebut, masing-masing mempunyai kelebihan dan kelemahan, di samping ada kesamaan dan perbedaan. Di antara persamaan dari pendekatan-pendekatan tersebut adalah mengenai dasar-dasar filosofi dari sistem ekonomi Islam. Dasardasar tersebut yaitu Tauhid, Khilafah, Ibadah, Takaful, dan ‘Adalah. Di samping mereka juga sepakat terhadap sumber hukum yaitu alQur’an dan Sunnah, serta prinsip-prinsip umum yang dijelaskan keduanya seperti kewajiban zakat dan pelarangan riba sebagai dasar dari sistem ekonomi Islam. Adapun beberapa pendekatan yang muncul di antara mereka adalah: a. Penafsiran dari istilah-istilah dan konsep tertentu dalam alQur’an dan Sunnah. b. Metodologi atau pendekatan yang digunakan untuk membangun kerangka teori atau sistem ekonomi Islam. c. Sebagai akibat dari perbedaan kedua hal di atas, mereka juga berbeda dalam memberikan pandangan (views) dan karakteristik (features) dari sistem ekonomi Islam. Oleh karenanya dalam membicarakan pemikiran ekonomi Islam, sekalipun dasar-dasarnya sama tetapi dalam pengaktualisasian dasar-dasar tersebut mengalami perbedaan karena berbeda latar belakang pendidikan dan kecenderungan. Namun demikian, semua pemikiran yang ada, secara positif memberikan kontribusi yang luar biasa dalam upaya memahami pemikiran ekonomi Islam. Di samping juga sangat terbukanya bagi generasi selanjutnya untuk melakukan kajian ekonomi Islam. Berikut sekilas perbedaan cara pandang pemikiran ekonomi 344
Innovatio, Vol. VIII, No. 2, Juli-Desember 2009
Dinamika Pemikiran Ekonomi Islam
Islam kontemporer:19 1. Mazhab Baqir As-Shadr Mazhab ini berpendapat bahwa ilmu ekonomi (economics) tidak pernah bisa sejalan dengan Islam. Ekonomi tetap ekonomi dan Islam tetap Islam, keduanya tidak akan pernah dapat disatukan karena keduanya berasal dari filosofi yang saling kontradiktif. Yang satu anti-Islam, yang lainnya Islam. Perbedaan filosofi ini berdampak pada perbedaan cara pandang melihat masalah ekonomi. Misalnya, mazhab Baqir menolak pernyataan bahwa sumber daya itu terbatas. Menurutnya Islam tidak mengenal adanya sumber daya yang terbatas. 2. Mazhab Mainstream Mazhab ini melihat masalah ekonomi hampir tidak ada bedanya dengan pandangan ekonomi konvensional. Mazhab ini tidak pernah membuang sekaligus teori-teori ekonomi konvensional ke keranjang sampah, tetapi mengambil hal-hal yang baik dan bermanfaat. Mereka berpendapat bahwa himah atau ilmu bagi umat Islam adalah bagaikan barang yang hilang. Di mana saja ditemukan maka berhak untuk mengambilnya. Tentu selama tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip ajaran Islam. 3. Mazhab Alternatif Kritis Mazhab ini mengkritik kedua mazhab sebelumnya. Mazhab Baqir dikritik sebagai mazhab yang seolah-olah ingin menemukan sesuatu yang baru padahal sebenarnya sudah ada dan ditemukan orang lain, sedangkan mazhab mainstream dikritiknya sebagai jiplakan dari ekonomi konvensional dengan menghilangkan variabel riba dan memasukkan variabel zakat serta niat. Mazhab ini berpendapat, analisa kritis bukan saja harus dilakukan terhadap sosialisme dan kapitalisme, tetapi juga terhadap ekonomi Islam itu sendiri. Proposisi dan teori yang diajukan oleh ekonomi Islam harus selalu diuji kebenarannya sebagaimana yang dilakukan terhadap ekonomi konvensional. 19
Karim (ed.), Sejarah Pemikiran.
Innovatio, Vol. VIII, No. 2, Juli-Desember 2009
345
Agus Salim
IV. Penutup Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan beberapa hal berikut: 1. Berbagai kritik yang disampaikan oleh para pakar terhadap kelemahan teori ekonomi dan pembangunan dewasa ini menunjukkan perlunya terobosan dan keberanian berbagai pihak untuk tidak terpaku terhadap pakem atau arus utama (mainstream) pemikiran ekonomi yang ada dan mencoba menumbuhsuburkan teori lain yang didasarkan pada pendekatan holistik, yaitu nilai-nilai aj aran Islam. 2. Sejarah pemikiran ekonomi yang dipelajari selama ini ternyata memutus dan menghilangkan rangkaian atau kesinambungan peradaban manusia melalui tidak terelaborasinya pemikiranpemikiran yang tumbuh dalam rentang waktu lama menjadi satu kesatuan sehingga adanya nilai-nilai luhur yang terkubur dari proses pemutusan tersebut. 3. Adanya upaya-upaya melahirkan kembali pemikiran yang terkubur tersebut, yaitu pemikirian ekonomi yang dikembangkan umat Islam, akan memberikan khazanah yang sangat berharga bagi peradaban umat manusia ke depan. 4. Perjalanan ekonomi Islam telah tumbuh sejak adanya Islam itu sendiri yaitu sejak Muhammad SAW menyampaikan risalah Tuhan kepada umatnya. Kemudian dikembangkan secara periodik oleh penerus dan peminatnya hingga sekarang. 5. Pemikiran ekonomi Islam kontemporer (sekarang) mengalami perkembangan yang dinamis, sehingga memberikan wacana yang sangat variatif. Meskipun menggunakan dasar filosofis yang sama, tetapi sesuai dengan pendekatan dan kencenderungan dalam aktualisasinya mengalami perkembangan yang dinamis pula bahkan sedikit perbedaan, mereka berprinsip “kesatuan dalam keragaman”.
346
Innovatio, Vol. VIII, No. 2, Juli-Desember 2009
Dinamika Pemikiran Ekonomi Islam
BIBLIOGRAFI Baqir al-Hasana & Abbas Mirakhor (edt), Essay On Iqtishad Islamic Approach to Economics Problems, USA: Nur Corp, 1989. Capra, Pritjop. Titik Batik Peradaban: Sains, Masyarakat, dan Kebudayaan, Yogyakarta: Yayasan benteng Budaya, 1997. Chapra, M. Umer, Islamic and Economic Challenge, Jeddah: Islamic Foundation, 1996. Chapra, M. Umer, The Future of Economic an Islamic Perspective, Jakarta: SEBI, 2001. Ghazanfar, SM. History if Islamic Thought: The Schumpeterian Great Gap The Lost Arab-Islamic Legacy and the Literature Gap, dalam Jurnal Islamic Studies, Vol. 6: 2 1995. Haneef, Muhammad Aslam, Contemporary Islamic Economic Thought a Selected Comparative Analisys, Kuala Lumpur: S. Abdul Majeed & Co. 1995. Karim, Adi W. (ed.), Ekonomi MikroIslam, Jakarta, UIT, 2002. Karim, Adi W. (ed.), Sejarah Pemikiran Ekonomi Islami, Jakarta: HIT. 2001. M. Montgomery Watt, Islam dan Peradaban Dunia, Pengaruh Mam Terhadap Barat, Jakarta: Gramedia Utama, 1995. Mubyarto, Membangun Sistem Ekonomi, Yogyakarta: BPFE, 2000 Mubyarto, Reformasi Sistem Ekonomi.Yogyakarta: Aditya Media, 1998. Perwaatmadja, Karnaen. A, Kajian Sejarah Pemikiran Ekonomi Mam, Jakarta: BEMJM-UIN, 2001. Rahardjo, Dawam, Islam dan Transformasi Sosial-Ekonomi, Jakarta: LSAF, 1999. Siddiqie, Muhmmad Nejatullah, Muslim Economic Thinking, a Survey of Contemporary Literature, Jeddah, ICRI Economics King Abdul Aziz University, 1981.
Innovatio, Vol. VIII, No. 2, Juli-Desember 2009
347