103
BAB IV PEMIKIRAN SISTEM EKONOMI ISLAM ABAD PERTENGAHAN
Fase kedua (masa pertengahan) merupakan fase sekitar abad ke-11 sampai dengan abad ke-15 M yang disebut juga sebagai fase cemerlang karena meninggalkan warisan intelektual yang sangat kaya. Ciri khas pemikiran ekonomi pada masa ini adalah para cendekiawan Muslim mampu menyusun suatu konsep tentang bagaimana umat melaksanakan kegiatan ekonomi yang seharusnya berlandaskan al-Quran dan al-Hadits.156 A. Pemikiran Sistem Ekonomi Ibnu Khaldun (732 H/1332 M – 808 H/1406 M) 1. Biografi Ibnu Khaldun Ibnu Khaldun lahirkan di Tunisia pada awal Ramadhan 732 H atau tepatnya pada tanggal 27 Mei 1332 M. Nama lengkapnya adalah Abdurrahman Abu Zaid Waliuddin Ibnu Khaldun. Abdurrahman adalah nama kecilnya dan Abu Zaid adalah nama panggilan keluarganya, sedangkan Waliuddin adalah gelar yang diberikan kepadanya sewaktu ia menjabat sebagai qadi di Mesir. Selanjutnya ia lebih popular dengan sebutan Ibnu Khaldun.157
156
M. Nejtullah Siddiqi, History of Islamic Economic Thought………, hal. 1-19 Zainab al-Khundairi, Filsafat Sejarah Ibn Khaldun, terj. Ahmad Rafi’ Usmani, (Bandung: Penerbit Pustaka, 1987), hal. 9 157
103
104
Berdasarkan
silsilahnya,
Ibnu
Khaldun
masih
mempunyai
hubungan darah dengan Wail bin Hajr, salah seorang sahabat Nabi SAW yang terkemuka. Nenek moyang Ibnu Khaldun berasal dari Hadramaut. Di Tunis keluarganya menetap setelah pindah dari Spanyol Moor. Selama empat tahun di tempat itu ia menyelesaikan Muqaddimah, tahun 1337 M. Kemudian ia pindah ke Tunis untuk menyelesaikan kitab al-I’bar (sejarah dunia) dengan perolehan bahan-bahan dari perpustakan kerajaan.158 Sebagai anggota dari keluarga yang cukup terpandang, Ibnu Khaldun seakan sudah ditakdirkan untuk menduduki jabatan tertinggi dalam administrasi negara dan mengambil bagian dalam hampir semua pertikaian politik di Afrika Utara. Perjalanan karirnya dimulai pada tahun 1352 M, ketika masih berusia 20 tahun, ia sudah menjadi master of the seal sahib al-‘alamah (penyimpan tanda tangan) dan memulai karier politiknya yang berlanjut hingga 1375 M, perjalanan hidupnya beragam.159 Kecintaannya dalam bidang intelektual dan pembaharuan terlihat dari dinamika kehidupan yang ia jalani. Hal tersebut dapat dilihat baik itu ketika ia di penjara (Ibnu Khaldun di penjara pada zaman Dinasti Sultan Abu Enan selama dua tahun) atau di istana (Ibnu Khaldun hidup di lingkungan istana ketika menjabat sebagai master of the seal di Dinasti Sultan Abu Ishaq, Council of Ulama dan secretary di Dinasti Sultan Abu Inan, secretary di Dinasti Sultan Abu Salem, duta kerajaan Granada di 158
Ibid. Lihat dan bandingkan dengan Muhammad Abdullah Enan, Life and Work of Ibn Khaldun (Kitab Bhavan: New Delhi, 1997), hal. 2-3. 159
105
Dinasty Abu Abdillah Muhammad Ibnu Yusuf), dalam keadaan kaya atau miskin, menjadi pelarian atau menteri, ia selalu mengambil bagian dalam peristiwa-peristiwa politik di zamannya, dan selalu tetap berhubungan dengan para ilmuwan lainnya baik dari kalangan Muslim, Kristen maupun Yahudi. Hal ini menandakan bahwa Ibnu Khaldun tidak pernah berhenti belajar.160 Awal karir tersebut hanya dijalani oleh Ibnu Khaldun selama kurang lebih dua tahun, kemudian ia berkelana menuju Biskara. Selanjutnya, ia di angkat menjadi sekretaris kesultanan di Fez-Maroko dalam pemerintahan Sultan Abu Inan. Di kota inilah Ibnu Khaldun memulai karir di dunia politik praktis pada tahun 1354 M. Selama 8 tahun tinggal di Fez, banyak sikap-sikap politik yang dia lakukan. Belum lama ia menjabat sekretaris kesultanan, ia sudah dicurigai oleh Sultan sebagai pengkhianat yang berusaha melakukan satu komplotan politik. Iklim politik yang penuh intrik tersebut menyebabkan Ibnu Khaldun meninggalkan Afrika Utara dan demi karirnya sebagai politikus dan pengamat, akhirnya ia memantapkan diri pergi ke Spanyol dan sampai di Granada pada tahun 1362 M.161 Ibnu Khaldun diterima dengan baik oleh raja Granada, Abu Abdillah Muhammad Ibnu Yusuf. Setahun setelah kedatangannya di Granada ia diangkat menjadi duta ke istana Raja Pedro El Cruel, dan ditugaskan sebagai diplomat untuk mengadakan perjanjian perdamaian 160
Ibid. Bandingkan juga dengan Adiwarwan Azwar Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam…….., hal. 392-393. 161 Ibid.
106
antara Granada dan Sevilla. Karena prestasinya sebagai diplomat, ia diberi kedudukan yang semakin penting di Granada. Hal ini menimbulkan kecemburuan di lingkungan kerajaan, akhirnya dia memutuskan untuk kembali ke Afrika Utara. Di Afrika Utara Ibnu Khaldun beberapa kali mendapat tawaran jabatan politik dari para Amir (Gubernur), dan untuk ke sekian kalinya dia berpindah tangan dari satu penguasa ke penguasa lainnya.162 Setelah bertahun-tahun hidup dalam pusaran kehidupan politik praktis, naluri kesarjanaannya ternyata memaksanya masuk kehidupannya yang baru yaitu dengan cara ber-khalwat. Dalam masa khalwat-nya dari tahun 1375-1378 M (ia jalani masa tersebut di Gal’at Ibnu Salamah, sebuah Puri di Provinsi Oran) Ibnu Khaldun mulai menulis magnum ophus-nya tentang sejarah dunia dengan Mukaddimah sebagai volume pertama.163 Dalam karyanya Muqaddimah tersebut, Ibnu Khaldun mengemukakan sebuah
teori model
dinamika yang
mempunyai
pandangan jelas bagaimana faktor-faktor dinamika sosial, moral, ekonomi dan politik saling berbeda namun saling berhubungan satu dengan yang lainnya bagi kemajuan maupun kemunduran sebuah lingkungan masyarakat atau pemerintahan sebuah wilayah (negara). Ibnu Khaldun menyelesaikan penulisan Muqaddimah-nya pada pertengahan tahun 779 H / 1377 M, hanya dalam waktu lima bulan. Dalam buku Muqaddimah tersebut Ibnu Khaldun memberikan bahasan 162
Ibid. Ibid, hal. 51. Serta bandingkan dengan Adiwarwan Azwar Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam…….., hal. 393. 163
107
yang luas terhadap teori nilai, pembagian kerja dan perdagangan internasional, hukum permintaan dan penawaran, konsumsi, produksi, uang, siklus perdagangan, keuangan publik, dan beberapa bahasan makro ekonomi lainnya. Pada tahun 1378 selanjutnya ia pergi meninggalkan Qal’at menuju Tunis.164 Pada bulan Oktober 1382, Ibnu Khaldun pergi dari Tunis menuju Makkah untuk menunaikan haji dan singgah terlebih dahulu di Mesir. Dalam kepergiannya ini, maka berakhirlah petualangan Ibnu Khaldun sebagai seorang polikus yang banyak terlibat dalam dunia politik. Faktor utama penyebab Khaldun meninggalkan dunia politik tersebut tidak lain karena naluri kesarjanaannya yang muncul untuk kemudian memaksanya berkhalwat.165 Pada fase selanjutnya ia habiskan 24 tahun masa hidupnya di Mesir, yaitu antara tahun 1382 sampai dengan 1406 M. Fase ini dapat dikatakan sebagai masa pengabdian Ibnu Khaldun dalam bidang akademik dan pengadilan. Ibnu Khaldun meninggal dunia pada tanggal 26 Ramadhan 808 H / 16 Maret 1406 M dalam usia 74 tahun menurut perhitungan Masehi atau 76 tahun menurut perhitungan Hijriyah dan ia dimakamkan di kuburan kaum sufi, di luar Bab al-Nahsr, Kairo.166 2. Kondisi Sosial Politik Pada Masa Ibnu Khaldun Ibn Khaldun (1332-1406 M/ 732-808 H) hidup pada masa ketika dunia Islam sedang mengalami perpecahan dalam bidang politik dan 164
Ibid, hal. 112. Ibid, hal. 50-63. 166 Zainab al-Khundairi, Filsafat Sejarah Ibn Khaldun………., hal. 18-20. 165
108
kemunduran dalam bidang ilmu pengetahuan. Pada masa kemunduran Islam ini, banyak terjadi kekacauan historis yang sangat serius, baik dalam kehidupan politik maupun intelektual. Situasi kehidupan politik dunia Islam pada masa Ibn Khaldun dapat dikatakan tidak stabil. Instabilitas politik ini telah membuat hidupnya selalu berpindah-pindah dari satu kota ke kota lainnya. Afrika Utara, tempat kelahiran Ibn Khaldun, pada pertengahan abad ke-14 Masehi merupakan medan pemberontakan dan kekacauan politik. Dinasti al-Muwahhidun, yang berkuasa ketika itu, telah mengalami kehancuran, dan digantikan oleh dinasti-dinasti kecil berikutnya, seperti Keamiran Bani Hafish di Tunisia, Keamiran Bani 'Abd al-Wad di Tilmisan, dan Keamiran Bani Marin di Fez.167 Sementara itu di Andalusia (Spanyol), pasukan Salib sedang bersiap-siap untuk menaklukkan kawan-kawasan yang berada di bawah kekuasaan Muslim. Toledo, Cordova, dan Sevilla yang merupakan pusatpusat kebudayaan umat Islam di Andalusia telah jatuh ke tangan pasukan Kristen. Kaum Muslimin hanya mampu mempertahankan sebagian kawasan kecil di bagian Andalusia Selatan, yang meliputi kota Granada, Almeria, dan Giblar Tar. Wilayah-wilayah ini dikuasai oleh Bani Ahmar
167
Totok Suharto, Epistemologi Sejarah Kritis Ibnu Khaldun (Yogyakarta: Pustaka Baru, 2003), hal. 25.
109
yang dipimpin oleh Muhammad Yusuf ibn Nashir (1230-1272 M) dengan Granada sebagai pusat pemerintahannya.168 Adapun dalam bidang intelektual, kaum Muslimin pada abad ke empat belas masehi ini sedang mengalami stagnasi pemikiran yang memilukan. Gelombang Hellenisme yang muncul semenjak abad-abad sebelumnya telah mereda, akibat adanya pukulan Ibn Taimiyah terhadap pemikiran spekulatif dalam teologi dan filsafat. Abad ini merupakan masa yang relatif sunyi bagi dunia Intelektual Islam. Karya-karya yang muncul ketika itu pada umumnya hanya berupa syarh (penafsiran, penjelasan) atau syarh dari syarh. Oleh karena itu, masa ini ditinjau dari sejarah intelektual Islam dapat disebut sebagai 'asr al-syuruh wa alhawasyi (masa pensarahan dan pemberian catatan pinggir). Tidak banyak karya pemikir Muslim yang lahir pada masa ini sebagai suatu usaha yang orisinal, kecuali al-Muqaddimah, karya monumental Ibn Khaldun.169 Selain itu, Adiwarman A. Karim menjelaskan bahwa pada masa ini dunia Timur diperintah oleh seorang teknokrasi aristokratik
yang
menumbuhsuburkan seni dan sains. Apabila ada orang yang termasuk anggota dari kelompok elit ini baik itu dalam hal keturunan atau pendidikanya maka ia akan ditawari pangkat yang tinggi serta posisi teknis yang penting oleh para raja atau sultan dikawasan tersebut. Seiring dengan revolusi-revolusi dan peperangan, gaji yang ditawarkan serta
168
Lihat dan bandingkan dengan Qasim A. Ibrahim dan Muhammad A. Saleh, Buku Pintar Sejarah Islam: Jejak Langkah Peradaban Islam dari Masa Nabi Hingga Masa Kini……, hal.540546. 169 Totok Suharto, Epistemologi Sejarah Kritis Ibnu Khaldun……., hal. 25-26.
110
koneksi yang ada membuat mereka bepergian dari satu tempat ketempat lain mengikuti seorang penakluk atau untuk menghindari hukuman. Sementara itu, Ibnu Khaldun termasuk kedalam kelompok elit ini baik karena keturunannya atau pendidikannya.170 3. Guru Ibnu Khaldun Seperti halnya tradisi yang berkembang di masa itu, Ibnu Khaldun mengawali pelajaran dari ayahnya sendiri. Setelah itu, ia pergi berguru kepada para ulama terkemuka, seperti Abu Abdillah Muhammad bin AlAraby Al- Hasayiri, Abu Al-Abbas Ahmad ibnu Al-Qussar, Abu Abdillah Muhammad Al- Jiyani, dan Abu Abdillah Muhammad ibnu Ibrahim AlAbily, untuk mempelajari berbagai ilmu pengetahuan, seperti tata bahasa Arab, hadist, fiqih, teologi, logika, ilmu alam, matematika dan astronomi.171 Dapat dilihat dari banyaknya disiplin ilmu yang digeluti oleh Ibnu Khaldun di masa mudanya, dapat diketahui bahwa ia memiliki kecerdasan yang luar biasa. Hal ini menunjukkan bahwa Ibnu Khaldun adalah seorang yang memiliki ambisi tinggi, yang tidak pernah puas hanya dengan satu disiplin ilmu saja. Baginya ilmu pengetahuan begitu luas dan bervariasi, bahkan hingga akhir hayatnya ia masih terus belajar. Ibnu Khaldun tercatat sebagai cendekiawan yang rajin menulis, bahkan ketika memasuki usia remaja tulisan-tulisannya sudah menyebar 170
Adiwarwan Azwar Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam…….., hal. 392. Hal ini diperkuat dengan perjalanan hidup Ibnu Khaldun yang pernah melayani para penguasa di Tunisia, Maroko, Spanyol dan Al Jazair. Herman Arisandi, Buku Pintar Pemikiran Tokoh-Tokoh Sosiologi dari Klasik Sampai Modern (Yogyakarta: Diva Pers, 2015), hal. 19. 171 Adiwarwan Azwar Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam…….., hal. 391-392.
111
kemanamana. Tulisan-tulisan dan pemikiran Ibnu Khaldun terlahir karena studinya yang sangat dalam, pengamatan terhadap berbagai masyarakat yang dikenalnya dengan ilmu dan pengetahuan yang luas, serta karena ia hidup di tengah-tengah mereka dalam pengembaraannya yang luas pula.172 4. Corak Pemikiran Ibn Khaldun Ibn Khaldun adalah salah seorang cendekiawan Muslim yang hidup pada masa kegelapan Islam. Ia dipandang sebagai satu-satunya ilmuwan Muslim yang tetap kreatif menghidupkan khazanah intelektualisme Islam pada periode Pertengahan. Ibn Khaldun dalam lintasan sejarah tercatat sebagai ilmuwan Muslim pertama yang serius menggunakan pendekatan sejarah (historis) dalam wacana keilmuan Islam.173 Sejak al-Kindi, alFarabi, sampai sekarang, pemikiran Islam hanya menyinggung masalah manthiq, tabi'iyyat dan illahiyyat. Ilmu-ilmu kemanusiaan, termasuk sejarah, tidak atau belum pernah menjadi sudut bidik telaah keilmuan yang serius. Perintisan Ibn Khaldun terhadap metode historis yang murni ilmiah tidak pernah mendapat tanggapan serius, dan bahkan tetap terlupakan hingga ditampilkannya kembali karyanya, al-Muqaddimah pada abad ke 19 Padahal Ibn Khaldun sesungguhnya telah menobatkan ilmu sejarah 172
Nur Chamid menggambarkan luasnya ilmu pengetahuan Ibnu Khaldun dengan dengan menyebutkan karya-karya besarnya serta karya yang monumental yaitu al-Ibar wa Diwan alMubtada al-Khabar fi Ayyami al-Arab wa al-Ajam wa al-barbar wa Man Asarahum min Dzawi as-Sultan al-Akbar atau yang lebih dikenal Al Ibar dengan Muqadimah-nya yang membuat namanya melambung. Lihat, Nur Chamid, Jejak Langkah Sejarah Pemikiran……. ,hal. 247-248. 173 M. Amin Abdullah, Studi Agama: Normativitas atau historisitas (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), hal. 87
112
sebagai 'mahkota ilmu pengetahuan'. Dalam pandangan Gibb, penyebab utama terjadinya pembekuan pemikiran di kalangan kaum Muslimin pada periode Pertengahan sesungguhnya disebabkan karena kegagalan mereka dalam menggunakan pendekatan historis. 174 Dalam khazanah intelektual Islam, kaum Muslimin mempunyai metode
historis
tersendiri
sebagaimana
tekah
digunakan
dan
dikembangkan oleh Ibn Khaldun. Bahkan Barat sendiri sebenarnya mengutip dan mengembangkan metode Ibn Khaldun, karena memang ia terkenal di Barat dengan metode sejarahnya. Bahkan Philip K. Hitti menyatakan bahwa tidak ada penulis Arab dan Eropa yang mempunyai pemikiran sejarah yang jelas seperti Ibn Khaldun yang telah mengulasnya secara filosofis. Semua orang sepakat bahwa Ibn Khaldun adalah ahli filsafat sejarah terbesar selama negara Islam terbentang dan salah seorang ahli filsafat sejarah terbesar selama dunia berkembang.175 Reputasi Ibn Khaldun secara realitas memang diakui dan dikagumi oleh kaum intelektual, baik di kalangan Barat maupun Timur. Sungguh banyak predikat yang disandangkan kepadanya. Ibn Khaldun terkadang disebut sebagai sejarawan, ahli filsafat sejarah, sosiolog, ekonom, ahli geografi, ilmuwan politik, dan lain-lain. Banyaknya predikat yang disandangnya ini membuktikan bahwa Ibn Khaldun adalah seorang cendekiawan Muslim yang keilmuannya hampir menyentuh seluruh sendi-sendi kehidupan manusia. Akan tetapi, dalam bidang sejarah dan 174
H.A.R. Gibb, Islam a Historical Survey (New York: Oxford University Press, 1978), hal. 124 dan 126. 175 Philip K. Hitti, History of The Arabs………………., hal. 568.
113
filsafat sejarah, Ibn Khaldun telah mendapat perhatian khusus daripada bidang-bidang lainnya.176 Namun meski demikian, dalam katalok tokoh pemikir ekonomi Islam nama Ibnu Khaldun juga tidak bisa dianggap remeh. Selain pandangan ekonominya yang segar, Ibnu Khaldun juga membahas tersendiri tentang ekonomi pada muqadimah kitab al Ibar dengan cukup terperinci. Ketenaran dan kemegahan Ibn Khaldun disebabkan karya monumentalnya, al-Muqaddimah. Di dalam al-Muqaddimah,
Ibn
Khaldun telah membangun teori-teorinya tentang sejarah, ilmu sosial, kebudayaan dan ekonomi. Meski Ibn Khaldun lebih menonjol dalam bidang sejarah, namun bukan berarti dia hanya mencatat peristiwaperistiwa historis. Lebih dari itu, ia telah berusaha mencermati sebabsebab dan alasan-alasan yang menonjol yang menyebabkan terjadinya suatu proses sejarah. 5. Kitab Muqadimah Ibnu Khaldun telah menulis banyak buku, antara lain: Syarh alBurdah, sejumlah ringkasan atas buku-buku karya Ibnu Rusyd, sebuah catatan atas buku Mantiq, ringkasan (Mukhtasar) kitab al-Mashul karya Fakhr al-Din al-Razi (Usul al-Fiqh), sebuah buku tentang matematika, dan sebuah buku sejarah yang terkenal, Al-Ibar wa al-Diwan al-Mubtada’ wa al- Khabar fi Tarikh al-Arab wa al-Ajam wa al-Barbar.177
176 177
hal. 285.
Totok Suharto, Epistemologi Sejarah Kritis Ibnu Khaldun……, hal. 6. Boedi Abdullah, Peradaban Pemikiran Ekonomi Islam (Bandung: Pustaka Setia, 2010),
114
Ibnu Khaldun dalam karyanya Muqaddimah mengemukakan sebuah teori Model Dinamika, yang mempunyai pandangan jelas bagaimana faktor-faktor dinamika sosial, moral, ekonomi, dan politik saling berbeda namun saling berhubungan satu dengan lainnya bagi kemajuan maupun kemunduran sebuah lingkungan masyarakat atau pemerintahan
sebuah
wilayah
(negara).
Ibnu
Khaldun
telah
menyumbangkan teori produksi, teori nilai, teori pemasaran, dan teori siklus yang dipadukan menjadi teori ekonomi umum yang koheren dan disusun dalam kerangka sejarah.178 Muqadimah dari kitab al Ibar sendiri memiliki enam bab dengan enam bab yang masing-masing memiliki pembahasan yang cukup panjang lebar. Pada bab pertama membahas tentang “Perubahan Umat Manusia Secara Umum”. Bab kedua membahas tentang “Peradaban Badui, Bangsa-Bangsa dan Kaidah-Kaidah Luar, Serta Kondisi Kehidupan Mereka”. Bab ketiga membahas tentang “Dinasti, Kerajaan, Khalifah, Pangkat, Pemerintahan dan Segala Sesuatu yang Berhubungan Dengan Itu”. Bab keempat membahas tentang “Negeri dan Kota, Serta Semua Bentuk Peradaban Lain, Kondisi yang Terjadi disana, dan Pertimbangan Primer dan Sekunder”. Bab kelima membahas tentang “Berbagai Aspek Tentang Penghidupan Seperti Keuntungan dan Pertukangan”. Bab
178
Nur Chamid, Jejak Langkah Sejarah Pemikiran……. ,hal. 247-248.
115
keenam membahas tentang “Berbagai Macam Ilmu Pengetahuan, Metode-Metode Pengajarannya”.179 Sementara itu untuk bahasa dan metode penulisan dari kitab Muqadimah ini juga berbeda dengan kitab-kitab yang dikarang pada abad klasik. Pada kitab muqadimah lebih sistematis dan tidak terpaku dengan hadits yang biasa menjadi ciri khas dari kitab-kitab klasik. Selain itu, penggunaan nalar kritis (ra’yu) begitu terasa pada kitab ini dengan ciri khas analisa Ibnu Khaldun yang lebih condong sebagai seorang sejarawan. 6. Pemikiran Sistem Ekonomi Ibnu Khaldun Ibnu Khaldun tidak hanya disebut sebgai bapak sosiologi tetapi juga dikenal sebagai bapak ilmu Ekonomi, karena banyak teori ekonomi yang digagasnya jauh mendahului Adam Smith dan David Ricardo. Artinya, ia lebih dari tiga abad mendahului para pemikir Barat modern tersebut. Muhammad Hilmi Murad telah menulis sebuah karya ilmiah berjudul “Abul Iqtishad: Ibnu Khaldun” yang Artinya “Bapak Ekonomi: Ibnu Khaldun.”180 Dalam tulisan tersebut Ibnu Khaldun dibuktikan secara ilmiah sebagai penggagas pertama ilmu ekonomi secara empiris. Tulisan ini menurut Zainab Al-Khudairi, disampaikannya pada Simposium tentang Ibnu Khaldun di Mesir 1978.
179
V.
180
Ibn Khaldun, Muqaddimah, terj. Ahmadie Thaha (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1986), hal.
Muhammad Hilmi Murad, Abu al-Iqtishad: Ibnu Khaldun dalam A’mal Mahrajan Ibnu Khaldun, (Kairo, Markaz Al-Qawmi lil Buhuts al-Ijtimaiyah wa al-Jinaiyah, 1962), hal. 308
116
Sebelum Ibnu Khaldun, kajian-kajian ekonomi di dunia Barat masih bersifat normatif, adakalanya dikaji dari perspektif hukum, moral dan adapula dari perspektif filsafat. Karya-karya tentang ekonomi oleh para imuwan Barat, seperti ilmuwan Yunani dan zaman Skolastic bercorak tidak ilmiah, karena pemikir zaman pertengahan tersebut memasukkan kajian ekonomi dalam kajian moral dan hukum.181 Sedangkan Ibnu Khaldun pada masa itu sudah mengkaji problem ekonomi masyarakat dan negara secara empiris. Ia menjelaskan fenomena ekonomi secara aktual. Muhammad Nejatullah Ash-Shiddiqy, menuliskan poin-poin penting dari materi kajian Ibnu Khaldun tentang ekonomi. Ibn Khaldun mampu menguraikan aneka ragam masalah ekonomi yang luas, termasuk ajaran tentang tata nilai, pembagian kerja, sistem harga, hukum penawaran dan permintaan, konsumsi dan produksi, uang, pembentukan modal, pertumbuhan penduduk, makro ekonomi dari pajak dan pengeluaran publik.182 Tidak hanya itu dia juga mengulas tentang daur perdagangan, pertanian, indusrtri dan perdagangan, hak milik dan kemakmuran, dan sebagainya. Ia juga membahas berbagai tahapan yang dilewati masyarakat dalam perkembangan ekonominya. Kita juga menemukan paham dasar
181
Lihat dan bandingkan dengan ulasan yang diberikan Deliarnov yang mengulas pemikiran ekonimi dari masa Yunani hingga masa modern. Deliarnov, Perkembangan Pemikiran Ekonomi……., hal. 12-13, 17-18 dan 20-21. 182 Muhammad Nejatullah Shiddiqy, Muslim Economic Thinking, A Survey of Contemporary Literature, dalam buku Studies in Islamic Economics, International Centre for Research in Islamic Economics (King Abdul Aziz Jeddah and The Islamic Foundation, United Kingdom, 1976), hal. 261.
117
yang menjelma dalam kurva penawaran tenaga kerja yang kemiringannya berjenjang mundur.183 Menurut Ibnu Khaldun Sebuah Negara berbudaya terbentuk melalui pembangunan atau
penaklukan kota-kota oleh masyarakat
primitif yang memiliki solidaritas yang kuat. Tujuan pembentukan Negara adalah
untuk
mewujudkan
keinginan-keinginan
alamiah,
dan
mengaktualisasikan potensi-potensi dan kesempurnaan hidup mereka. Seperti halnya pada aspek-aspek lain kebudayaan yang berperadaban (civilized culture), begitu Negara berbudaya tercipta, maka niscaya ia mengikuti hukum
alam
tentang pertumbuhan,
kedewasaan, dan
kemerosotan, Ibn Khaldun sering mengibaratkan dengan siklus kehidupan manusia: Bayi, Anak-anak dan remaja, dewasa, tua, renta dan mati.184 Pandangan Ibnu Khaldun tentang bangunan sistem ekonomi bisa kita lacak melalui kitab muqadimahnya. Untuk lebih mudah menggali bagaiman konsep siste ekonomi yang diinginkan oleh Ibnu Khaldun maka akan dibuat beberapa sub bab yang mengarah kepada pembahasan sistem ekonomi. Adapun pemikiran Ibnu Khaldun tentang bangunan sistem ekonomi Islam adalah sebagai berikut: a) Konsep Produksi dalam Suatu Negara Dalam pemikiran ekonominya, Ibnu Khaldun menegaskan bahwa kekayaan suatu Negara tidak ditentukan oleh banyaknya uang di suatu Negara, tetapi ditentukan oleh tingkat produksi Negara 183
Ibid. Lihat dan Bandingkan, Herman Arisandi, Buku Pintar Pemikiran Tokoh-Tokoh Sosiologi dari Klasik Sampai Modern……, hal. 20-23. 184
118
tersebut dan neraca pembayaran yang positif (konsekuensi alamiah dari tingkat produksi yang tinggi) . Bisa saja suatu Negara mencetak uang sebanyak-banyaknya, tetapi bila hal itu bukan merupakan refleksi pesatnya pertumbuhan sektor produksi, uang yang melimpah itu tidak ada nilainya. Sektor produksilah yang menjadi motor pembangunan, menyerap tenaga kerja, meningkatkan pendapatan pekerja dan menimbulkan
permintaan atas faktor produksi
lainnya.185 Bagi ibn khaldun produksi adalah aktivitas manusia yang diorganisasikan
secara
sosial
dan
internasional
dengan
memperhatikan faktor-faktor berikut: 1) Sifat Alamiah Manusia Adalah Melakukan Produksi Pada satu sisi manusia adalah binatang ekonomi yang memiliki tujuan untuk melakukan produksi. Pernyataan tersebut diungkapan Ibnu Khaldun dalam kitabnya muqadimah yaitu Manusia di bedakan dari makhluk hidup lainnya dari segi upayanya mencari penghidupan dan perhatiannya pada berbagai jalan untuk mencapai dan memperoleh sarana-sarana (kehidupan).186 Selain memiliki tujuan untuk melakukan produksi tenaga manusia juga menjadi objek dari produksi yang paling utama. Karena menurut Ibnu Khaldun Laba (produksi) adalah nilai 246.
185
Abdul Ar Rahman Ibnu Khaldun, Muqadimah, Juz. II, (Beirut: t.p.,t.t.h.), hal. 245 dan
186
Ibid, juz I, hal. 67.
119
utama yang di capai dari tenaga kerja manusia. Sementara manusia mencapai produksinya dengan tanpa upayanya sendiri, contohnya lewat perantara hujan yang menyuburkan ladang dan hal hal lainnya. Meski demikian, hal tersebut hanyalah pendukung saja. Upaya manusia sendiri yang harus lebih aktif dan di kombinasikan dengan hal-hal tersebut.187 Tenaga manusia juga sangat penting untuk setiap akumulasi laba dan modal. Apabila sumber produksi adalah kerja seperti halnya pekerjaan kerajinan tangan atau jasa maka jelas manusia berperan penuh dalam pekerjaan tersebut. Meski demikian bukan berarti ketika sumber pendapatan adalah hewan, tanaman atau mineral (tambang) manusia tidak memiliki peran. Manusia tetap dibutuhkan demi kelangsungan dan kelancaran proses produksi tersebut.188 Dari teori konsep alamiah manusia yang dijelaskan oleh Ibnu Khaldun tersebut seakan menunjukkan kepada kita bahwa manusia (tenaga manusia) merupakan unsur penting dalam kegiatan produksi. Selain memang tabiat alamia manusia adalah melakukan produksi, kegiatan ini juga merupakan salah satu upaya manusia untuk mencukupi kebutuhan hidupnya agar tetap survive.
187 188
Ibid, juz II, hal. 272-273. Ibid, hal. 274.
120
2) Kegiatan Produksi Secara Kolektif Melakukan produksi merupakan hal penting bagi keberlangsungan manusia. Apabila manusia ingin hidup dan mencari nafkah, manusia harus makan. Dan ia harus memproduksi makanannya. Dan hanya tenaganya yang memiliki kemampuan tersebut. Pernyataan tersebut dipertegas oleh Ibnu Khaldun bahwa segala sesuatunya semua berasal dari Allah. Namun tenaga manusia penting untuk penghidupan manusia (produksi).189 Meski demikian, manusia tidak bisa memproduksi semuanya
secara
sendirian.
Dibutuhkan
suatu
pengorganisasian tenaganya. Melalui modal atau keterampilan, operasi
produksi yang
paling
sederhana
mensyaratkan
kerjasama dari banyak orang dan latar belakang teknis dari keseluruhan peradaban. Hal ini dipertegas oleh Ibnu Khaldun bahwa tenaga manusia secara individu tidak cukup baginya untuk mendapatkan makanan yang ia perlukan, dan tidak memberikan makanan sebanyak-banyak yang ia perlukan untuk hidup.190 Setiap melakukan produksi pasti memerlukan sejumlah kegiatan dan setiap kegiatan memerlukan sejumlah peralatan dan keahlian. Organisasi sosial dari tenaga kerja ini harus 189 190
Ibid, hal. 247. Ibid, juz I, hal. 69.
121
dilakukan melalui spesialisasi yang lebih tinggi dari pekerja. Hanya melalui spesialisasi dan pengulangan operasi-operasi sederhanalah orang menjadi terampil dan dapat memproduksi barang dan jasa yang bermutu baik dengan kecepatan yang baik.191 Selain
itu,
menurut
Ibnu
Khaldun
dengan
cara
melakukan spesialisasi dan kerjasama sosial, upaya manusia akan berlipat ganda. Produksi agregat yang akan dihasilkan oleh manusia yang bekerja secara kolektif akan akan lebih besat jika dibandingkan dengan jumlah total produksi individu dari setiap orang yang bekerja sendiri-sendiri, dan lebih besar apabila dibandingkan dengan jumlah yang dibutuhkan mereka untuk dapat bertahan hidup serta ada surplus yang tersisa yang dapat digunakan untuk diperdagangkan.192 Oleh karena itu, Ibnu Khaldun menganjurkan sebuah organisasi sosial dari produksi dalam bentuk spesialisasi pekerja.
Hanya
spesialisasi
saja
yang
memberikan
produktivitas yang tinggi. Hal ini perlu untuk penghasilan dari suatu penghidupan yang layak. Hanya pembagian kerja yang memungkinkan terjadinya suatu surplus dan perdagangan antara para produsen.
191 192
Ibid, juz II. hal. 250. Ibid, hal. 235, dan Juz I hal. 69.
122
Organisasi sosial dalam proses produksi ini apabila dikaji lebih dalam sama dengan konsep kerja kolektif yang diusung oleh Karl Marx pendiri paham sosialis-komunis. Karl Marx menghendaki adanya tatanan sosial yang masyarakatnya saling bahu membahu bekerja kelompok untuk melakukan suatu kegiatan produksi.193 Bedanya, dalam sistem kerja kolektif model Karl Marx negara sebagai poros kebijakan untuk menentukan masyarakat harus melakukan pekerjaan tertentu serta
negara
juga
memiliki
otoritas
penuh
untuk
mendistribusikan hasil produksi. Artinya, hasil produksi dari sistem kerja kolektif tersebut diberikan kepada negara untuk didistribusikan kedaerah lain untuk mencapai pemerataan ekonomi,
bukan
masyarakat
sendiri
yang
menjual/
mendistribusikan hasil kerjanya. 3) Organisasi Internasional dari Produksi Sama halnya dengan pembagian kerja dalam negeri, terdapat juga pembagian kerja secara internasional. Pembagian kerja internasional ini tidak didasarkan kepada sumber daya alam dari negeri-negeri tersebut, tetapi didasarkan kepada keterampilan
penduduk-penduduknya,
karena
bagi
Ibn
Khaldun tenaga kerja adalah faktor produksi yang paling penting. 193
Konsep masyarakat sosialis komunis yang digasa oleh Karl Marx dipaparkan jelas oleh Deliarnov. Lihat, Deliarnov, Perkembangan Pemikiran Ekonomi….., hal. 71-78.
123
Hal
tersebut
seperti
yang
tertuang
dalam
kitab
muqadimah yaitu kota-kota tertentu memiliki keahlian yang tidak dimiliki oleh kota-kota lainnya. Oleh karena itu, semakin banyak populasi yang aktif, semakin banyak produksinya. Karena menurut Ibnu Khaldun dalam hal jumlah kemakmuran dan aktivitas bisnisnnya, kota-kota besar maupun kecil berbeda-beda sesuai dengan perbedaan ukuran peradabannya (populasinya).194 Maka sejumlah surplus barangpun akan dihasilkan dan dapat diekspor, dengan demikian meningkatkan kemakmuran kota tersebut. Hal ini dianalogikan oleh Ibnu Khaldun dengan terpenuhinya kebutuhan pokok penduduk maka surplus produk dalm jumlah besar akan masih tersisa. Surplus ini mencakup kebutuhan suatu populasi jauh diatas jumlah jumlah dan cakupan yang sebenarnya, dan akan kembali lagi kepada penduduknya
dalam
bentuk
laba
yang
dapat
mereka
akumulasikan. Dengan mekanisme ini maka kemakmuran akan meningkat pada masyarakat.195 Hukum kausalitaspun disini berlaku, karena semakin tinggi kemakmuran, semakin tinggi pula permintaan penduduk terhadap barang dan jasa, yang menyebabkan naiknya harga-
194 195
Ibid, hal. 235, dan Juz II hal. 234 dan 265. Ibid, hal. 244.
124
harga barang dan jasa tersebut, dan juga naiknya gaji yang dibayarkan kepada pekerja-pekerja terampil. Menurut Ibnu Khaldun, Kemewahan lagi-lagi meningkat dengan seiring meningkatnya laba serta kebiasaan dan kebutuhan terhadap barang mewah meningkat. Keahlian diciptakan untuk mendapatkan produk-produk mewah. Maka nilai yang dihasilkan dari barang mewah tersebut juga akan ikut meningkat, dan sebagai hasilnya laba juga akan ikut meningkat. Keahlin dan tenaga kerja juga mahal di kota-kota dengan peradaban atau populasi yang banyak seiring dengan semakin mewahnya kehidupan penduduknya. 196 Selain itu Ibnu Khaldun Juga memaparkan tiga penyebab kenapa naiknya gaji para pekerja profesionl. Tiga faktor tersebut adalah: a) Terdapat banyak kebutuhan terhadap keahlian dan tenaga kerja karena kemewahan meliputi kota. b) Pekerja industrial memberikan nilai yang tinggi atas jasa dan pekerjaan mereka. c) Besarnya jumlah orang yang memiliki uang untuk menghambur-hamburkan serta orang-orang seperti ini memiliki banyak kebutuhan.197
196 197
Ibid, hal. 236. Ibid.
125
Konsep-konsep yang ditawarkan oleh Ibnu Khaldun memperlihatkan kepada kita teori yang menunjukkan interaksi antara permintaan dan penawaran, permintaan menciptakan penawaranya sendiri yang pada gilirannya akan menciptakan permintaan yang bertambah. Lebih lanjut ia juga berusaha untuk menunjukkan proses perkembangan yang komulatif yang disebabkan oleh infrastruktur suatu negara. Karena faktor produksi yang paling utama adalah tenaga kerja serta hambatan pembangunan yang paling utama adalah ketersediaan tenaga kerja yang terampil, maka proses komulatif ini pada aplikasinya merupakan sebuah teori ekonomi tentang pembangunan. Berkaitan dengan hal ini Ibnu Khaldun berpendapat bahwa sebuah keahluan memerlukan guru, peradaban yang menetap, yang sempurna dan meluas. Dengan adanya unsur tersebut maka keahlian dengan sendirinya
akan
berakar
dengan
kuat
dengan
syarat
memerlukan waktu yang cukup lama. Selain itu, faktor yang membuat keahlian terus meningkat yang lainya adalah dengan banyaknya orang yang meminta jasa keahlian tersebut.198 Dengan teorinya ini pula berarti Ibn Khaldun juga menguraikan sebuah teori ekonomi tentang pembangunan yang berdasarkan atas interaksi permintaan dan penawaran, serta
198
Ibid, hal. 306-309 dan 311.
126
lebih jauh, tentang pemanfaatan dan pembentukan modal manusia. Landasan pemikiran dari teori ini adalah pembagian internasional dan sosial yang berakibatkan pada suatu proses komulatif yang menjadikan negeri-negeri yang kaya semakin kaya dan menjadikan yang miskin semakin lebih miskin lagi. Teori Ibn Khaldun merupakan embrio suatu teori perdagangan internasional, dengan analisis tentang syaratsyarat pertukaran antara negara-negara kaya dengan Negaranegara miskin, tentang kecenderungan untuk mengekspor dan mengimpor, tentang pengaruh struktur ekonomi terhadap perkembangan dan tentang pentingnya modal intelektual dalam proses pertumbuhan. b) Teori Nilai, Uang dan Harga Dalam kitabnya muqadimah Ibnu Khaldun juga membahas tentang konsep nilai, uang dan harga. 1) Teori Nilai Menurit Ibn Khaldun, nilai suatu produk sama dengan jumlah tenaga kerja yang dikandungnya.199 Sama halnya dengan kekayaan bangsa-bangsa yang tidak ditentukan oleh jumlah uang yang dimiliki bangsa/negara tersebut. Akan tetapi kekayaan suatu bangsa/negara tersebut ditentukan oleh neraca pembayaran yang sehat. Dan kita tahu bahwa kedua hal
199
Ibid, hal. 289.
127
tersebut terikat satu sama lainya. Neraca pembayaran yang sehat adalah konsekuensi alamiah dari tingkat produksi yang tinggi. Secara jelas Ibnu Khaldun menyinggung masalah ini dalam
kitab
kebanyakan
mukadimahnya. orang
awam
Ia
berpendapat
menyangka
baahwa
kemakmuran
didaerahnya merupakan hasil dari jumlah kekayaan yang lebih banyak yang mereka miliki atau merupakan hasil dari lebih banyaknya jumlah tembang emas dan perak dari bangsabangsa kuno untuk mereka sendiri. Namun hal tersebut adalah salah, karena peradaban yang besar akan mengasilkan laba yang besar pula karena jumlah tenaga kerja yang banyak. Jumlah tenaga kerja inilah yang merupakan penyebab adanya laba pada suatu daerah/negara/bangsa.200 2) Teori Uang Ukuran ekonomis pada suatu niali barang atau jasa perlu ada penstandartan tersendiri untuk memudahkan sistm transaksi bagi manusia. Namun pengukuran ini harus memiliki kulitas tertentu dan harus diterima oleh semua sebagai standrt yang legal dan penerbitanya harus bebas dari pengaruh subjektif.
200
Ibid, hal. 245-246.
128
Menurut Ibnu Khaldun, Allah menciptakan dua jenis batuan emas dan perak sebagai nilai ukur semua akumulasi modal. Selain itu mas dan perak juga dianggap sebagai harta dan kekayaan oleh penduduk dunia.
201
Dari pendapat tersebut
menunjukkan bahwa Ibnu Khaldun menganggap emas dan perak sebagai nilai ukur yang paling sesuai karena tidak terpengaruh oleh fluktuasi subjektif dan semua manusia menganggap emas dan perak sebagai barang beharga. Selanjutnya Ibnu Khaldun menjelaskan bahwa kantor202 percetakan yang mengurusi dan memperhatikan koin-koin yang digunakan oleh umat Islam dalam melakukan transaksi, dan menjaga agar tidak terjadi kemungkinan pemalsuan atau kualitas yang rendah jika yang digunakan adalah jumlah logamnya dan bukan berat logamnya yang dipergunakan dalam transaksi. Selain itu, standart logam bukanlah sesuatu yang ditetapkan dengan kaku akan tetapi tergantung dengan penilaian bebas dan disepakati.203 Dari urain tersebut terlihat jelas jika Ibnu Khaldun mendukung penggunaan mas dan perak sebagai standart moneter. Meski demikian Abu Khaldun juga memperbolehkan sistem transaksi dengan menggunakan uang logam namun
201
Ibid, hal. 274. Kantor yang dimaksud disini menurut Ibnu Khaldun harus dibawah kendali kekhalifahan. Ibid, hal. 407. 203 Ibid. 202
129
dengan syarat. Uang logam tersebut diibaratkan Ibnu Khaldun sebagai sebuah jaminan yang diberikan penguasa bahwa sekeping uang logam mengandung sejumlah kandungan emas dan perak tertentu. Sementara itu untuk percetakanya adalah sebuah kantor religius dan karenanya tidak tunduk kepada aturan-aturan temporal. Jumlah emas dan perak yang dikanding dalam sekeping koin tidak dapat diubah begitu koin sudah diterbitkan. 3) Teori Harga Menurut Ibnu Khaldun, penduduk suatu kota memiliki makanan yang lebih banyak apabila dibandingkan dengan yang mereka perlukan, oleh karena itu harga makanan cukup relatif rendah, kecuali apabila nasib buruk menimpa karena faktor cuaca yang dapat mempengaruhi persediaan makanan.204 Dari konsep yang dikemukakan oleh Ibnu Khaldun terlihat bahwa timbulnya harga adalah hasil dari hukum permintaan dan penawaran. Pengecualian satu-satunya dari hukum ini adalah harga emas dan perak, yang merupakan standar moneter. Semua barang-barang lainnya terkena fluktuasi harga yang tergantung pada pasar. Bila suatu barang langka dan banyak diminta, maka harganya tinggi. Jika suatu barang berlimpah, maka harganya rendah.
204
Ibid, hal. 240.
130
Karena itu, Ibn Khaldun menguraikan suatu teori nilai yang berdasarkan tenaga kerja, sebuah teori tentang uang yang kuantitatif, dan sebuah teori tentang harga yang ditentukan oleh hukum permintaan dan penawaran. c) Teori Distribusi Harga suatu produk terdiri dari tiga unsur: gaji, laba, dan pajak. Gaji adalah imbal jasa bagi produser, laba adalah imbal jasa bagi pedagang, dan pajak adalah imbal jasa bagi pegawai negeri dan penguasa. Masing-masing akan diuraikan dalam perspektif Ibnu Khaldun. Karena pada setiap unsur tersebut dengan sendirinya ditentukan oleh hukum permintaan dan penawaran. Dan yang lebih mengesankan lagi, Ibnu Khaldun pada masa itu juga sudah mencetuskan konsep distribusi optimum yang mencakup gaji, laba dan pajak. 1) Gaji Dalam masalah gaji Ibnu Khaldun menganalogikan permasalahan ini dengan pengolahan tanah yang memerlukan tenaga kerja dab bahan-bahan yang mahal. Oleh karena itu aktifitsa pertanian ini memerlukan biaya yang tidak sedikit dan mereka akan menghitung pengeluaran-pengeluaran ini ketika menentukan harga-harganya.205
205
Ibid, hal. 242.
131
Dari sini dapat diambil kesimpulan bahwa menurut Ibnu Khaldun nilai dari suatu produk adalah sama dengan jumlah tenaga kerja yang dikandungnya, gaji merupakan unsur utama dari harga barang-barang dan harga tenaga kerja adalah basis harga
suatu
barang.
Akan
tetapi
dalam
pembahasan
sebelumnya dijelaskan bahwa harga dari tenaga kerja itu sendiri ditentukan oleh hukum permintaan dan penawaran. Sementara itu menurut Ibnu Khaldun, Gaji akan mencapai nilai optimum ketika mampu menyiimbangkan dalam dua kondisi ketika gaji naik dan turun. Dia menjelaskan dua kondisi tersebut adalah: “hanya sedikit bisnis yang berjalan (dan) harga-harga… menjdai sangat rendah”.206 Atau secara kontemporer dapat diakatan “apabila gaji terlalu rendah, pasar akan lesu dan produksi tidak akan mengalami peningkatan”. Kondisi kedua adalah: “Pekerja, pengrajin dan para profesional
akan
menjadi
sombong”.207
Atau
secara
kontemporer dapat diakatan “apabila gaji terlalu tinggi, akan terjadi tekanan inflasi dan produsen kehilangan minta untuk bekerja”.
206 207
Ibid, hal. 241. Ibid.
132
2) Laba Ibnu
Khaldun
menyebutkan
bahwa
hakikat
dari
perdagangan adalah usaha untuk mencetak laba dengan menaikkan modal, dengan cara membeli barang dengan harga yang serendah-rendahnya dan menjualnya dengan harga yang setinggi-tingginya.208 Atau bisa dikatakan laba adalah selisih antara harga jual dengan harga beli. Untuk memperoleh laba yang maksimum, menurut Ibnu Khaldun pasar harus menyeimbangkan ketika menghadapi dua situasi yang berbeda yaitu: “apabila harga-harga dari jenis apapun tetap rendah maka pedagang akan kehilangan modalnya”.209 Atau secara kontemporer dapat diakatan “apabila laba sangat rendah, pedagang terpaksa akan melikuidasi saham-sahamnya dan tidak dapat memperbaharui karena tidak ada modal”. Sementara
kondisi
yang
kedua
Ibnu
Khaldun
menjelaskan bahwa “hal yang sama hancurnya penghidupan para pedagang berlaku apabila harga terlalu tinggi yang memberikan laba dan penghidupan bagi orang-orang adalah harga yang pertengahan dan fluktuasi pasar yang cepat”.210 Atau secara kontemporer dapat diakatan “apabila laba terlalu
208
Ibid, hal. 297. Ibid, hal. 301. 210 Ibid, hal. 302. 209
133
tinggi, para pedagang akan melikuidasi saham-sahamny pula dan tidak dapat memperbaharuinya karena tekanan inflasi”. 3) Pajak Menurut Ibnu Khaldun, pajak bervariasi sesuai dengan penguasa dan penduduknya.211 Sama halnya dengan dua faktor ditribusi yang lainya, pajak juga terpengaruh oleh fluktuasi antara hukum permintaan dan penawran. Dia berpendapat bahwa untuk mencapai nilai optimum pajak maka harus menyeimbangan dua situasi ini yaitu: “pemilik harta dan kekayaan yang berlimpah dalam peradaban tertentu memerlukan kekuatan protektif untuk membelanya”.212 Atau secara kontemporer dapat diakatan “apabila pajak terlalu rendah, maka pemerintah tidak dapat menjalankan fungsinya”. Sementara itu kondisi kedua adalah “apabila pajak terlalu memberatkan dan laba yang diharapkan tidak terjadi, maka insetif bagi aktivitas kultural akan hilang”.213 Atau secara kontemporer dapat diakatan “apabila pajak terlalu tinggi, tekanan fisikal menjadi terlalu kuat, sehingga laba para pedagang dan produsen menurun dan hilanglah insetif mereka untuk bekerja”.
211
Ibid, 80-81. Ibid, hal. 250. 213 Ibid, hal. 81. 212
134
Tantang konsep distribusi yang dikemukakan oleh Ibnu Khaldun, Adiwarman Azwar Karim menilai bahwa Ibnu Khaldun memiliki pandangan bahwa produksi bergantung pada kepada penawaran dan permintaan terhadap produk. Akan tetapi penawaran sendiri tergantung kepada jumlah produsen dan hasratrnya untuk bekerja, sama halnya dengan permintaan tergantung kepada jumlah pembeli dan hasrat mereka untuk membeli.214 Produsen sendiri merupakan populasi yang aktif. Hasrat untuk memproduksi sendiri merupakan hasil dari motif-motif psikologis dan finansial yang ditentukan oleh permintaan yang tinggi dan distribusi yang menguntungkan produser dan pedagang, oleh karenannya pajak yang rendah dan laba serta gaji yang tinggi. Sementara itu pembeli merupakan penduduk dan negara itu sendiri, dan daya beli ditentukan oleh pendapatan yang tinggi, yang berarti tingkat persediaan yang tinggi dan bagi negara adalah jumlah pajak yang melimpah.215 Oleh karena itu, hukum kausalitas diatas yang menjadi veriabel penentu bagi produksi adalah populasi serta pendapatan belanja negara dan keungan publik. Akan tetapi populasi dan keuangan publik harus menaati hukum yang tidak dapat ditawartawar dan selalu mengalami fluktuasi.216
214
Adiwarman Azwar Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam………, hal. 406-407. Ibid. 216 Ibid. 215
135
d) Teori Siklus Ibnu Khaldun kelihatnya juga sadar betuk bahwa tingkat optimum pada faktor-faktor distribusi tidak dapat terjadi dalam jangka waktu panjang dan siklus aktivitas ekonomi harus terjadi. Lebih khusus lagi, populasi dan keuangan publik yang menjadi variabel penentu bagi produksi selalu mengalami fluktuasi. 1) Siklus Populasi Perihal siklus populasi, Ibnu Khaldun memberikan gambarana bahwa dalam dinasti-dinasti pada masa dahulu, kelaparan dan wabah penyakit bertambah. Sejauh menyangkut kelaparan, penyebab utmanya adalah bahwa kebanyakan orang pada waktu itu enggan untuk mengolah tanah. Sementara itu banyaknya wabah penyakit diakibatkan oleh banyaknya kelaparan yang sudah disebutkan tadi. Sebab utama dari hal yang terakhir adalah rusaknya udara karena peradaban yang terlalu banyak. Hal ini pula yang menyebabkan mengapa wabah penyakit muncul lebih sering di kota-kota daripada di daerah-daerah lainya.217 Disini Ibnu Khaldun inigin menunjukkan bahwa terdapat sebuah siklus populasi di kota-kota. Populasi tersebut mengalami
pertumbuhan
dan
dalam
pertumbuhanya
menyebabkan peningkatan permintaan dan produksi yang pada
217
Abdul Ar Rahman Ibnu Khaldun, Muqadimah, Juz. II,….. hal. 125-126.
136
gilirannya membawa imigran baru. Namun, pertumbuhan tersebut terlalu besar jika dibandingkan dengan kemungkinan daya dukung geografis dan produksi bahan makanan di kota tersebut yang pada akhirnya populasi akan menurun secara alamiah. Pada akhirnya populasi ini akan menentukan siklus ekonomi karena populasi merupakan faktor utama dalam produksi. 2) Siklus Keuangan Publik Berbicara soal siklus keuangan publik, Ibnu Khaldun membanginya menjadi daua kategori yaitu: (a) Pengeluaran Pemerintah Ibnu
Khaldun
menjelaskan
bahwa
apabila
penguasa dan rombongannya menghentikan belanja negara, maka akan mengakibatkan bisanis akan merosot dan laba komersil akan turun karena kekurangan modal.218 Dari sini maka akan timbul sebuah teori apabila pemerintah mengehntikan belanjanya, maka krisis akan terjadi. Begitu juga sebaliknya, apabila semakin banyak yang dibelanjakan oleh pemerintah maka akan semakin baik pula akibat dari perekonomia. Oleh karena itu, sisi pengeluaran keuangan publik menurut Ibnu Khaldun sangatlah penting. Pada satu sisi,
218
Ibid, hal. 92.
137
sebagian dari pengeluaran ini penting bagi aktivitas ekonomi. Tanpa adanya infrastruktur yang disiapkan oleh negara, mustahil akan terjadi populasi yang besar. Tanpa adanya ketertiban dan kestabilan politik produsen juga tidak akan memiliki insentif untuk berproduksi. (b) Perpajakan Menurut Ibnu Khaldun, Uang beredar diantara produk dan penguasa yakni beredar pulang dan pergi. Jadi apabila penguasa menyimpan untuk dirinya sendiri maka penduduk tidak akan menikmatinya.219 Dari pengertian ini Ibnu Khaldun pada masa ini pemerintah tidak dapat menciptakan uang. Karena seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, kantor relegius yang berhak menerbitkan uang. Lebih lanjut Ibnu Khaldun menjelaskan bahwa uang yang dibelanjakan oleh pemerintah berasal dari penduduk melalui pajak. Pemerintah dapat meningkatkan pengeluarnnya hanya dengan pemerintah menaikan pajak. Akan tetapi tekanan fiskal yang terlalu tinggi dapat melemahkan semangat kerja masyarakat. Maka timbullah siklus fiskal. Pemerintah memungut pajak yang kecil dan penduduk akan memiliki laba yang besar.
219
Ibid, hal. 93.
138
Mereka akan bersemangat untuk bekerja, akan tetapi kebutuhan pemerintah serta tekanan fiskal naik.220 Laba produsen dan pedagang akan turun dan mereka kehilangan hasyrat untuk berproduksi. Produksi akan mengalami penurunan, akan tetapi pemerintah tidak dapat menurunkan pengeluaran dan pajaknya. Akibatnya tekanan fiskal naik dan pemerintah harus menangani atau memberikan stimulus bagi unit-unit produksi. Semakin besar unit produksi yang dibantu oleh pemerintah maka pemerintahpun akan semakin miskin penduduk akan pergi dan peradabanpun akan hancur.221 Jadi, bagi Ibnu Khaldun terdapat sebuah optimum fiskal tapi juga mekanisme yang tidak dapat dibalik, yang menyebabkan pemerintah harus membelanjakan lebih banyak dan memungut lebih banyak pajak, yang menyebabkan adanya siklus produksi. Dengan demikian Ibnu Khaldun telah menguraikan sebuah teori dinamik yang berdasarkan pada hukum populasi dan hukum keuangan publik. Sesuai dengan hukum yang tidak bisa diganggu gugat lagi, suatu negeri akan selalu melalui siklus-siklus perkembangan ekonomi dan depresi.222
220
Ibid, hal. 80-81. Ibid. 222 Adiwarman Azwar Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam………, hal. 412. 221
139
Dari paparan diatas, dapat dipahami bahwa pemikiran Ibnu Khaldun tentang ekonomi sesungguhnya sangat brilian yang mencakup berbagai permasalahn ekonomi, baik mikro maupun makro, apalagi pemikiran itu dikemukakannya pada abad 14 ketika Eropa masih terkebelakang. Ibnu Khaldun telah melakukan kajian empiris tentang ekonomi Islam, karena ia menjelaskan fenomena ekonomi hubungan antara masyarakat dan negara. Pemikiran Ibnu Khaldun tentang ekonomi jauh mendahului para sarjana Barat modern. Oleh karena itu, yang pantas disebut sebagai Bapak ekonomi adalah Ibnu Khaldun, bukan Adam Smith. Karena jauh-jauh hari Ibnu Khaldun telah membahas teori pembagian kerja jauh sebelum Adam Smith lahir dan prinsip nilai tenaga kerja sebelum David Ricardo. Tak cukup sampai disitu, Ibnu Khaldun juga menguarai tentang teori populasi sebelum
Malthus
dan
membahas
peran
negara
dalam
sistem
perekonomian sebelum Keynes. Pemikiran Ibnu Khaldun tentang pajak, perdagangan internasional, usaha membangun peradaban dan politik juga sangat urgen untuk dipertimbangkan dalam konteks kekinian dalam rangka mewujudkan masyarakat dan negara yang baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur. Sementara itu, dari ulasan tentang pemikiran ekonomi Ibnu Khaldun maka kita dapat mengambil kesimpulan tentang bagaimana kontruksi sistem ekonomi Islam menurut Ibnu Khaldun. Adapun bangunan sistem ekonomi Islam menurut Ibnu Khaldun adalah:
140
1) Faktor produksi yanga paling utama adalah tenaga kerja manusia. 2) Organisasi soasial (kerja kolektif) sangat diperlukan untuk meningkatkan agregat produksi pada suatu wilayah/negara denga cara pembagian kerja sesuai dengan keterampilan yang dimiliki. 3) Untuk meningkatkan surplus dalam negeri, masing-masing negara harus memaksimalkan potensi keterampilan penduduknya untuk menghasilkan produk dan dijual ke negara/wilayah lain (ekspor). 4) Kekayaan sebuah negara tidak ditentukan oleh jumlah uang yang dimiliki bangsa tersebut, akan tetapi ditentukan oleh produksi barang dan jasanya dan oleh neraca pembayaran yang sehat. 5) Menjadikan emas dan perak sebagai standart nilai uang, meski demikian Ibnu Khaldun tidak menolak adanya uang logam yang dikelurakan oleh pengawasan negara secara resmi dan nilainya telah disepakati. 6) Harga timbul dari hukum permintaan dan penawaran. 7) Dalam masalah distribusi, Ibnu Khaldun menerapkan sistem keseimbangan. Gaji yang diterima produsen, laba yang diterima pedagang dan pajak sebagai pemasukan negara ditentukan oleh mekanisme hukum permintaan dan penawaran. Sehingga negara tidak memiliki hak untuk mengontrol harga atau besarnya pajak tanpa memperhatikan kurva permintaan dan penawaran. 8) Dalam teorinya siklus populasi, Ibnu Khaldun perpendapat bahwa suatu wilayah atau negara tidak disarankan memiliki penduduk yang
141
banyak.
Oleh
karena
itu
pemerataan
ekonomi
merupakan
keniscayaan yang harus diwujudkan oleh negara agar tidak terjadi perpindahan penduduk. 9) Dalam teorinya siklus keuangan publik, semakin banyak yang dibelanjakan oleh pemerintah maka akan semakin baik bagi perekonomian, begitu juga sebaliknya. Serta pemerintah tidak dapat begitu saja menaikan pajak meski negara sedang butuh keuangan yang banyak.
B. Pemikiran Sistem Ekonomi Al Maqrizi (766 H/1364 M – 845 H/1442 M) 1. Biografi Al Maqrizi Nama lengkap Al Maqrizi adalah Taqiyuddin Al Abbas Ahmad bin Ali Abdil Qadir Al-Husaini, Ia lahir di Desa Barjuwan, Kairo pada tahun 766 H (1364 M). Keluarganya berasal dari Maqarizah sebuah desa yang terletak di kota Ba’lakbak. Maqarizah bermakna terpencil dari kota, oleh karena itu ia cenderung dikenal sebagai Al-Maqrizi.223 Kondisi ekonomi ayahnya yang lemah menyebabkan pendidikan masa kecil dan remaja Al Maqrizi berada dibawah tanggungan kakeknya dari pihak ibu, Hanafi ibnu Sa’igh seorang penganut mazhab Hanafi. Al Maqrizi tumbuh berdasarkan mazhab ini. Setelah kakeknya meninggal dunia pada tahun 786 H (1384 M), Al Maqrizi beralih ke mazhab Syafi’i.
223
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Suplemen Ensiklopedi Islam, (Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 1999), Jilid 2, hal 42.
142
Namun dalam perkembangan pemikirannya, ia terlihat cendrung menganut mazhab Zhahiri.224 Al Maqrizi merupakan sosok yang sangat mencintai Ilmu. Sejak kecil ia gemar melakukan rihlah ilmiah. Ia mempelajari berbagai disiplin ilmu, seperti fiqih, hadits dan sejarah, dari para ulama’ yang besar yang hidup pada masanya. Diantara tokoh terkenal yang sangat mempengaruhi pemikirannya adalah Ibnu Khaldun, seorang ulama’ besar dan penggagas ilmu-ilmu sosial, termasuk ilmu ekonomi. Interaksinya dengan Ibnu Khaldun dimulai ketika Abu Al Iqrishad ini menetap di Kairo dan memangku jabatan hakim agung (Qadhi Al-Qudah) mazhab Maliki pada masa pemerintahan Sultan Barquq (784-801 H).225 Al Maqrizi juga merupakan seorang Muhtasib (pengawas pasar, semacam kepala lembaga atau kepala pasar) yang memiliki pengetahuan tentang kondisi ekonomi pada masanya dan juga seorang pengkritik keras pemerintahan Burji Mamluk. Ia menerapkan analisis Ibnu Khaldun dalam bukunya yang berjudul Ighatsah Al-Ummah bi Kasyfil Gummah (menolong rakyat dengan mengetahui sebab-sebab penyakitnya). Yaitu menentukan sebab-sebab yang menimbulkan krisis ekonomi di Mesir pada masa periode 806-808 H.226 Pada saat usia 22 tahun, Al Maqrizi mulai terlibat dalam berbagai tugas pemerintahan Dinasti Mamluk. Pada tahun 788 H (1386 M), Al 224
Ibid. Muhammad bin Abdurrahman Al Janidal, Manahij Al Bahitsin fi Al Iqtishad Al Islami, Jilid. II, (Riyadh: Syirkah Al Ubaikan li Al-Thaba’ah wa Al Nasyr, 1406), hal. 208. 226 Umer Chapra. Masa Depan Ilmu Ekonomi (Sebuah Tinjauan Islam). (Jakarta: Gema Insani Press. 2001), hal. 143. 225
143
Maqrizi memulai kiprahnya sebagai pegawai di Diwan Al-Insya, semacam sekertariat Negara. Kemudian ia diangkat menjadi wakil Qadhi pada kantor hakim agung mazhab Syafi’i. khatib di Masjid Jamil AlHakim dan guru Hadits di Madrasah Al-Muayyadah.227 Pada tahun 791 H (1389 M), Sultan Barquq mengangkat AlMaqrizi sebagai Muhtasib di Kairo. Jabatan tersebut diembannya selama dua tahun. Pada masa ini Al Maqrizi mulai banyak bersentuhan dengan berbagai permasalahan pasar, perdagangan, dan Mudharabah. Sehingga perhatiannya terfokus pada harga-harga yang berlaku, asal-usul uang dan kaidah-kaidah timbangan.228 Pada tahun 811 H (1408 M), Al Maqrizi diangkat sebagai pelaksana administrasi Waqaf di Qalanisiyah, sambil bekerja di rumah sakit An-Nuri, Damaskus. Pada tahun yang sama, ia menjadi guru hadits di Madrasah Asyrafiyyah dan Madrasah Iqbaliyyah. Kemudian Sultan Al Malik Al-Nashir Faraj bin Barquq (1399-1412 M) menawarinya jabatan wakil pemerintah di Dinasti Mamluk di Damaskus. Namun, tawaran ini ditolak Al Maqrizi.229 Kurang lebih 10 tahun menetap di kawasan Damaskus, akhirnya Al Maqrizi kembali ke Kairo Mesir. Lalu ia mengundurkan diri sebagai pegawai pemerintahan serta menghabiskan waktunya untuk menggeluti bidang ke ilmuan. Bahkan pada tahun 834 H (1430 M), ia bersama 227
Ambok Pangiuk, Inflasi Pada Fenomena Sosial Ekonomi: Menurut Al Maqrazi (Institut Agama Islma Neger (IAIN) Thaha Saifudin Jambi: Jurnal Kontekstualita Vol. 28, 2013), hal. 153. 228 Muhammad bin Abdurrahman Al Janidal, Manahij Al Bahitsin fi Al Iqtishad Al Islami……, hal. 208. 229 Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Suplemen Ensiklopedi Islam……, hal. 42.
144
dengan keluarganya menunaikan ibadah haji serta bermukim disana untuk beberapa waktu guna mendalami ilmu serta mengajarkan hadits dan menulis sejarah.230 Perjalanan hidupnya ini menunjukan kepada kita bahwa Al-Maqrizi merupakn ulama yang haus ilmu yang ditunjukanya dengan mendedikasikan sisa hidupnya serta meninggalkan jabatanya demi mendalami ilmu. Lima tahun setelahnya, ia kembali lagi ke kampung halamanya di Barjuwan, Kairo. Di sana ia aktif mengajar serta menulis, terutama menulis sejarah Islam. Bahkan ia terkenal sebagai seorang sejarawan besar pada abad ke 9 H. Al Maqrizi meninggal dunia pada tanggal 27 Ramadhan 845 H/ 9 Februari 1442 M di Kairo.231 2. Kondisi Sosial Politik Pada Masa Al Maqrizi Al Maqrizi (766-845 H/1364-1442 M), kondisi sosial politik pada masa ini tidak jauh berbeda dengan apa yang dialami oleh Ibnu Khaldun. Ditempat kelahiran Al Maqrizi, Mesir tengah mengalami masa surut dibawah pemerintahan bani Mamluk Burji. Perekonomiannya secara umum sangatlah parah, produksi bahan makanan dan cadangannya tidak mencukupi dengan kebutuhan penduduk yang terus meningkat. Hal ini menimbulkan kelangkaan bahan-bahan kebutuhan pokok sehingga
230 231
Ibid. Ibid.
145
menimbulkan kelaparan massal di Mesir, sesuatu yang belum pernah terjadi sebelumnya.232 Penyebab tak lain karena administrasi pemerintahan yang tidak efisien dan sangat korup. Praktik suap menyuap, komersialisasi jabatan, korupsi, kolusi dan nepotisme tumbuh subur didalamnya dan pada saat yang sama diberlakukan pajak represif oleh pemerintah yang tidak accountable terhadap rakyat, sehingga menjadi kontra-produktif bagi petani. Inilah yang menyebabkan kemerosotan yang sangat tajam dalam produksi pertanian sebagai sektor kehidupan yang paling dominan saat itu.233 Sementara itu secara global, dunia Islam sedang mengalami perpecahan dalam bidang politik dan kemunduran dalam bidang ilmu pengetahuan. Pada masa kemunduran Islam ini, banyak terjadi kekacauan historis yang sangat serius, baik dalam kehidupan politik maupun intelektual. Situasi kehidupan politik dunia Islam pada masa ini dapat dikatakan tidak stabil. Di Andalusia (Spanyol), pasukan Salib sedang bersiap-siap untuk menaklukkan kawan-kawasan yang berada di bawah kekuasaan Muslim. Toledo, Cordova, dan Sevilla yang merupakan pusatpusat kebudayaan umat Islam di Andalusia telah jatuh ke tangan pasukan
232
Ambok Pangiuk, Inflasi Pada Fenomena Sosial Ekonomi: Menurut Al Maqrazi……., Hal. 153-154. Lihat dan bandingkan dengan Adel Allouche, Mamluk Economics: A Study and Translation of Al Maqrizi’s Ighthah (Shalt Lake City: Universitas of Utah Press, 1994), hal. Ix. 233 Ibid.
146
Kristen. Kaum Muslimin hanya mampu mempertahankan sebagian kawasan kecil wilayah tersebut.234 Adapun dalam bidang intelektual, kaum Muslimin pada abad ke empat belas masehi ini sedang mengalami stagnasi pemikiran yang memilukan. Gelombang Hellenisme yang muncul semenjak abad-abad sebelumnya telah mereda, akibat adanya pukulan Ibn Taimiyah terhadap pemikiran spekulatif dalam teologi dan filsafat. Abad ini merupakan masa yang relatif sunyi bagi dunia Intelektual Islam. Karya-karya yang muncul ketika itu pada umumnya hanya berupa syarh (penafsiran, penjelasan) atau syarh dari syarh. Oleh karena itu, masa ini ditinjau dari sejarah intelektual Islam dapat disebut sebagai 'asr al-syuruh wa alhawasyi (masa pensarahan dan pemberian catatan pinggir). Tidak banyak karya pemikir Muslim yang lahir pada masa ini sebagai suatu usaha yang orisinal, kecuali beberapa tokoh besar seperti Ibn Khaldun dan Al Ghazali.235 3. Guru Al Maqrizi Tidak banyak sumber yang menjelaskan siapa saja yang pernah menjadi guru dari Al Maqrizi. Umar Chapra hanya menyebutkan Ibnu Khaldun merupakan guru yang paling dominan memperngaruhi pemikiran Al Marizi.236 Apa yang dikemukakan oleh Umer Chapra
234
Lihat dan bandingkan dengan Qasim A. Ibrahim dan Muhammad A. Saleh, Buku Pintar Sejarah Islam: Jejak Langkah Peradaban Islam dari Masa Nabi Hingga Masa Kini……, hal.540546. 235 Totok Suharto, Epistemologi Sejarah Kritis……., hal. 25-26. 236 Chapra, Umer; The Future Of Economics, An Islamic Perspective, (edisi terjemahan, SEBI, Jakarta, 2001), hlm.171-172.
147
memang benar karena selain Ibnu Khaldun dan Al Maqrizi hidup dalam satu zaman, Al Maqrizi dalam kitabnya ightasah pernah megutip pendapat Ibnu Khaldun tentang efek domino prilaku pejabat yang tidak baik. Ketika pegawai pemerintah bisa menduduki jabatannya karena memberikan suap. Maka orang yang menyuap tadi kemudian akan menerapkan pajak yang menindas untuk menutup ongkos yang telah dikeluarkan untuk menyuap.237 Meski para pakar sejarah tidak banyak menyebutkan siapa guru dari Al Maqrazi, namun untuk kepiawainya dalam bidang keilmuan tidak perlu diragukan lagi. Karena semasa hidupnya, dai pernah mengajar dibeberapa madrasah seperti menjadi guru Hadits di Madrasah AlMuayyadah, guru hadits di Madrasah Asyrafiyyah dan Madrasah Iqbaliyyah yang ada di Damaskus.238 4. Corak Pemikiran Al Maqrizi Dari latar belakang sejarah kehidupan Al Maqrizi, dia dibesarkan dibawah tanggungan kakeknya dari pihak ibu, Hanafi ibnu Sa’igh seorang penganut mazhab Hanafi. Al Maqrizi tumbuh berdasarkan mazhab ini. Setelah kakeknya meninggal dunia pada tahun 786 H (1384 M), Al Maqrizi beralih ke mazhab Syafi’i. Namun dalam perkembangan pemikirannya, ia terlihat cendrung menganut mazhab Dzahiri.239
237
Al Maqrizi menguraikan permasalahan ini dalam analisanya penyebab inflasi karena manusia. Lihat, Al Maqrizi, Ightisah Al Ummah bi Kasyf Al Ghummah (Kairo: t.p.t.t), hal. 52-53. 238 Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Suplemen Ensiklopedi Islam……, hal. 42. 239 Ibid.
148
Dilihat dari perjalanan hidup Al Maqrizi yang dibesarkan dilingkungan bermadzhab Hanafi lalu pindah ke madzhab Safi’I dan pada akhirnya terindikasi menganut madzhab Dzahiri, Al Maqrizi adalah seorang yang kritis dan tidak mau tejebak dalam satu pandangan hidup yang statis. Sifat kritis anti kemapanan yang dimiliki oleh Am Maqrizi terlihat ketika masa hidupnya. Dia dikenal sebagai seorang pengkritik keras kebijakan-kebijakan moneter yang diterapkan oleh pemerintah Bani Mamluk Burji yang dianggap sebagai sumber malapetaka yang menghancurkan perekonomian negara dan msyarakat Mesir. Prilaku menyimpang yang dilakukan oleh penguasa pada saat itu telah mengakibatkan krisis ekonomi yang sangat parah yang didominasi oleh kecenderungan inflasioner yang semakin diperburuk dengan merebaknya wabah penyakit yang menular Mesir pada waktu itu.240 Latarbelakang kehidupan Al Maqrizi yang bukan seorang sufi atau filsuf dan relatif didominasi oleh aktivitasnya sebagai sejarawan Muslim sangat mempengaruhi corak pemikirannya tentang ekonomi. Ia senantiasa melihat setiap persoalan dengan Flash Back dan mencoba memotret apa adanya mengenai fenomena ekonomi suatu Negara dengan memfokuskan perhatiannya pada beberapa hal yang mempengaruhi naik turunnya suatu pemerintahan. Hal ini berarti bahwa pemikiran-pemikiran ekonomi Al
240
Adel Allouche, Mamluk Economics: A Study and Translation of Al Maqrizi’s Ighthah….., hal. Ix.
149
Maqrizi cendrung positif, suatu hal yang unik dan menarik pada fase kedua yang notabene didominasi oleh pemikiran yang normatif.241 5. Kitab Karangan Al Maqrizi Al Maqrizi sangat produktif menulis berbagai bidang ilmu, terutama sejarah Islam. Lebih dari seratus buah karya tulis telah dihasilkannya, baik berbentuk buku kecil maupun besar. Buku-buku kecilnya memilki urgensi yang khas serta menguraikan berbagai macam ilmu
yang
tidak
terbatas
pada
tulisan
sejarah.
Al
Syayyal
mengelompokkan buku-buku kecil tersebut menjadi empat kategori. a) Buku yang membahas beberapa peristiwa sejarah Islam umum, seperti kitab Al Niza’ wa Al Takhshum fi ma baina Bani Umayyah wa Bani Hasyim. b) Buku yang berisi ringkasan sejarah beberapa penjuru Dunia Islam yang belum terbahas oleh para sejarawan lainnya, seperti Kitab Al Imam bi Akhbar Man bi Ardh Al-Habasyah min Muluk Al-Islam. c) Buku yang menguraikan Biografi singkat para raja, seperti Kitab Tarajim Muluk Al Gharb dan Kitab Al Zahab Al Masbuk bi Dzikr Man bi Hajja min Al Khulafa wa Al Muluk. d) Buku yang mempelajari beberapa aspek ilmu murni atau sejarah beberapa aspek sosial dan ekonomi di dunia Islam pada umumnya, dan di Mesir pada khususnya, seperti kitab Syudzur Al ‘Uqud fi Dzikir A Nuqud, kitab Al Akhyal wa Al Auzan Al Syar’iyyah, kitab
241
Adiwarman Azwar Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi…….., hal. 418.
150
Risalah fi Al Nuqud Islamiyyah dan kitab Ighatsah Al Ummah bi Kasyfil Gummah.242 Sedangkan terhadap karya-karya Al Maqrizi yang berbentuk buku besar, Al Syayyal membagi menjadi tiga kategori. a) Buku yang membahas tentang sejarah dunia, seperti Khabar ‘an Al Basyr. b) Buku yang menjelaskan sejarah Islam umum, seperi kitab Ad Durar Al Mudh’iyah fi Tarikh Al Daulah Al Islamiyah. c) Buku yang menguraikan sejarah Mesir pada masa Islam, seperti Kitab Al-Muwa’izh wa Al-I’tibar bi Dzikr Al-Immah Al-Fahimiyyin Al-Khulafa, dan kitab Al-Suluk li Ma’rifah Duwal Al-Muluk.243 Sementara
itu
dalam
bidang
ekonomi
terutama
untuk
mengidentifikasi pemikiran ekonomi Al Razi, para pakar ekonomi banyak merujuk kepada kita Risalah fi Al Nuqud Islamiyyah dan kitab Ighatsah Al Ummah bi Kasyfil Gummah. Karena memang kedua kitab tersebut yang paling banyak membahas tentang perekonomian terutama masalah keuangan sistem moneter. 6. Pemikiran Sistem Ekonomi Al Maqrizi Seperti yang telah disinggung, Al Maqrizi menggunakan analisis gurunya, Ibnu Khaldun dalam menelaah kejala ekonomi yang ada disekitarnya. Sebelumnya Ibnu Khaldun memang telah mencari korelasi
242
Jamaludin Al Syayyal, Penghantar Al Muhaqqiq, dalam Taqiyuddin Ahmad bin Ali Al Maqrizi, Itt’azh Al-Hunafa bi Akhbar Al Aimmah Al Fathmiyyin Al Khulafa (Kairo: Lajnah Ilhya Al Turtas Al Islamy, 1967), hal. 11-12. 243 Ibid.
151
antara pemerintahan yang buruk dan harga gandum yang tinggi, untuk mencari tahu hubungan sebab akibatnya. Ia menemukan, ketika administrasi publik menjadi buruk dan tidak efisien antara lain ditandai dengan munculnya sistem perpajakan yang memaksa dan menindas petani-petani tidak memiliki insentif dan merasa tidak ada untungnya bercocok tanam. Kebijakan perpajakan menjadi sesuatu yang kontra produktif bagi pertanian. Akibatnya produksi dan persediaan gandum gagal berpacu dengan kenaikan jumlah penduduk sebagai akibat meningkatnya kemakmuran kala itu. Kelangkaan persediaan itu menyebabkan
kekurangan
pasokan
di
masa
paceklik,
sehingga
menyebabkan naiknya harga.244 Ternyata dimasa hidupnya, Al-Maqrizi menjumpai situasi yang sama seperti yang dialami Ibnu khaldun. Dalam bukunya, Iqhatsah, ia meminjam analisis gurunya untuk mengidentifikasi bahwa administrasi politik menjadi sangat lemah dan buruk pada saaat itu. Pegawai pemerintah bisa menduduki jabatannya karena memberikan suap. Akibatnya ketika menjabat, orang yang menyuap tadi kemudian menerapkan pajak yang menindas untuk menutup ongkos yang telah dikeluarkan untuk menyuap. Dorongan untuk bekerja dan berproduksi menjadi bertolak belakang dan hasil produksi menurun. Krisis diperburuk dengan penurunan mata uang, karena pengeluaran mata uang tembaga (fulus) yang berlebihan untuk menutupi defisit anggaran negara. Fakto-
244
Abdul Ar Rahman Ibnu Khaldun, Muqadimah, Juz. II,….. hal. 80-81.
152
faktor tersebut ditambah dengan paceklik mendorong kepada tingginya tingkat inflasi, penderitaan rakyat kecil, dan kemiskinan negara.245 Dalam kondisi demikian itulah Al Maqrizi membentangkan akar persoalan pada variabel-variabel sosial, ekonomi dan politik dengan menunjukkan sejumlah persoalan seperti korupsi, kebijakan pemerintah yang buruk dan tidak populer dan administrasi yang lemah sebagai determin utamanya. Ini semua berperan penting dalam memperburuk dampak kemerosotan produksi nasional terutama bahan-bahan kebutuhan pokok.246 Adapun yang hendak dikemukanan Al-Maqrizi adalah bahwa kondisi perekonomian yang begitu buruk sebenarnya dapat dipulihkan tanpa harus melakukan gebrakan-gebrakan yang sering kali justru merugikan kepentingan masyarakat dan mengurangi tingkat kesejahtraan secara umum. Kesimpulannya, kesalahan dalam mengatur perekonomian ditambah pemerintah tidak memiliki legitimasi, bertanggungjawab pada penderitaan rakyat miskin selama musim paceklik dan bencana alam lainnya.247 Dari sini menunjukkan bahwa Al Maqrizi merupakan orang yang memiliki banyak pengetahuan. Dengan kata lain Al Maqrizi adalah salah satu intektual Muslim yang multidimensi. Al Maqrizi tidak hanya menguasai pengetahuan keagamaan, tetapi ia juga mengusai dengan baik pengetahuan non-keagamaan atau pengetahuan umum. Tidak banyak pada 245
Al Maqrizi, Ightisah Al Ummah bi Kasyf Al Ghummah………., hal. 52-53. Ibid. 247 Ibid. 246
153
zamannya intektual yang banyak menguasai berbagai disiplin ilmu pengetahuan seperti Al Maqrizi. Dari perspektif objek pembahasan, apabila ditelusuri kembali berbagai literatur Islam klasik, pemikiran terhadap uang merupakan fenomena yang jarang diamati para cendikiawan Muslim, baik pada periode klasik maupun pertengahan. Menurut survey Islahi, selain AlMaqrizi, diantara sedikit pemikir muslim yang memiliki perhatian terhadap uang pada masa ini adalah Al-Ghazali, Ibnu Taimiyyah, Ibnu Alqayyim Al-Jauziyah dan Ibnu Khaldun.248 Dengan demikian, secara kronologis dapat dikatakan bahwa Al-Maqrizi merupakan cendekiawan Muslim abad pertengahan yang terakhir mengamati permasalahan tersebut, sekaligus mengkorelasikannya dengan peristiwa inflasi yang melanda suatu negeri. Al-Maqrizi adalah salah seorang murid Ibnu Khaldun yang terkemuka. Meskipun pada zaman rasulullah dan khulafaur Rasyidin uang dan inflasi tidak menimbulkan masalah sama sekali, tetapi dengan berjalannya waktu, banyak kepala pemerintahan yang meninggalkan nilainilai Islam sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah. Akibatnya, kasus semacam ini menjadi masalah serius.249 Uang didalam Islam secara resmi dan penuh pertama kali diterbitkan dalam bentuk dinar dan dirham Islam pada masa Khalifah Bani Umayah, Abdul Malik bin Marwan. Pada saat itu dinar dan dirham 248
Jamaludin Al Syayyal, Penghantar Al Muhaqqiq……., hal. 18-19. Adiwarman A.Karim, Ekonomi Islam: Suatu Kajian Kontemporer, (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), Cet ke- I, hlm. 67. 249
154
dicetak sesuai dengan timbangan yang telah ditentukan oleh Rasulullah. Sebelumnya Khalifah Umar pernah menerbitkan dirham, namun karena masih bercampur dengan unsur Persia maka tidak bisa disebut uang Islam. Sampai saat ini, dinar dan dirham menjadi identik dengan Islam, padahal yang pertama menggunakan bukanlah umat Islam.250 Secara umum, ada perbedaan pendapat dintara fuqaha tentang keharusan penggunaan dinar dan dirham oleh umat Islam sebagai mata uang dalam perkonomian. Pendapat pertama menyatakan bahwa uang adalah bentuk penciptaan dan hanya terbatas pada dinar dan dirham. Artinya, tidak ada bentuk mata uang lain yang boleh dipergunakan selain dinar dan dirham, termasuk juga uang kertas yang beredar saat ini. Karena menurut mereka Allah telah menciptakan emas dan perak sebagai tolok ukur nilai. Sebagai buktinya adalah banyaknya istilah emas dan perak yang disebut dalam Al-Qur’an. Pendapat ini dikemukakan oleh AlGhazali, Ibnu Qudamah, dan Al-Maqrizi.251 Pendapat kedua menyatakan bahwa uang adalah masalah terminologi. Maka segala sesuatu yang secara terminologi manusia dapat diterima dan diakui oleh mereka sebagai tolok ukur nilai, maka bisa disebut sebagai uang. Pandangan ini lebih dekat dengan definisi uang yang ada saat ini. Pendapat ini juga menyepakati substansi dari pernyataan Umar r.a sebagai berikut: “Aku ingin menjadikan dirham dari kulit unta” Lalu dikatakan kepadanya, “Jika demikian, unta akan habis” 250
Nur Chamid, Jejak Langkah Sejarah Pemikiran……. ,hal. 109-112. Abdul Hadi Ilman, Uang Suatu Kajian Kontemporer, (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), Cet ke- I, hlm. 77. 251
155
maka dia manahan diri. Hal ini menunjukkan bahwa pemimpin dapat uang dari materi apapun dan dengan bentuk apapun selama dapat merealisasikan kemaslahatan, dan tidak menyalahi aturan syariah. Pendapat kedua ini didukung oleh Imam Malik, Imam Ahmad, Ibnu Taimiyah, dan Ibnu Hazm.252 Perbedaan pendapat ini tidak hanya terkait lahiriah dan fisik dari uang itu sendiri, tapi lebih jauh adalah pada hal-hal yang substansial (misal posisi zakat dan riba). Hal ini mengingat bahwa uang memiliki peranan yang sangat penting. Pelayanan besar yang diberikan oleh uang dalam perkonomian, hubungan yang kuat antara uang dan perekonomian, pengaruh uang yang sangat besar, dan uang merupakan salah satu faktor kekuasaan dan kemandirian ekonomi. a) Teori Tentang Uang Karena pengaruh dari gurunya Ibnu Khaldun, Al Maqrizi selalu menggunakan telaah historis pada setiap pembahasanya terutaa dalam masalah konsep uang. Pemikiran Al Maqrizi tentang uang meliputi sejarah dan fungsi uang, implikasi penciptaan mata uang dan daya beli. 1) Konsep Uang (Sejarah dan Fungsinya) Bagi Al-Maqrizi, mata uang memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan ummat, hal ini karena dengan menggunakan uang manusia dapat memenuhi kebutuhan hidup
252
Ibid.
156
serta
memperlancar
aktivitas
kehidupannya.
Untuk
membuktikan hipotesanya terhadap permasalahan ini, ia mengungkapkan sejarah penggunaan mata uang oleh ummat manusia, sejak masa dahulu kala hingga masa hidupnya yang berada di bawah pemerintahan dinasti Mamluk.253 Menurut dia, baik pada masa sebelum maupun setelah kedatangan Islam, mata uang digunakan oleh manusia untuk menentukan berbagai harga barang dan biaya tenaga kerja. Untuk mencapai tujuan ini, mata uang yang dipakai hanya terdiri dari emas dan perak. Dalam sejarah perkembangannya, Al Maqrizi menguraikan bahwa bangsa Arab jahiliyyah menggunakan dinar emas dan dirham perak sebagai mata uang mereka yang masing-masing diadopsi dari romawi dan Persia serta mempunyai bobot dua kali lebih berat dimasa Islam.254 Setelah Islam datang, Rasulullah SAW menetapkan berbagai praktik muamalah yang menggunakan kedua mata uang tersebut, bahkan mengkaitkannya dengan hukum zakat harta. Penggunaan kedua mata uang ini terus berlanjut tanpa perubahan sedikitpun hingga tahun 18 H ketika khalifah Umar ibnu Al Khattab menambahkan lafadz-lafadz Islam pada kedua mata uang tersebut.255
253
Al Maqrizi, Al Nuqud Al Qadimah Al Islamiyah….., hal. 73. Ibid, hal. 73 dan 28-30. 255 Ibid, hal. 37-38. 254
157
Berbagai fakta dalam sejarah tersebut menurut Al-Maqrizi mengidentifikasikan bahwa mata uang yang dapat diterima sebagai standar nilai, baik menurut hukum, logika maupun tradisi hanya yang terdiri dari emas dan perak. Oleh karena itu mata uang yang menggunakan bahan selain kedua logam ini tidak layak disebut sebagai mata uang. Meski demikian, Al Maqrizi berpendapat keberadaan fulus tetap diperlukan sebagai alat tukar terhadap barang-barang yang tidak signifikan dan untuk berbagai biaya kebutuhan rumah tangga sehari-hari. Dengan kata lain, penggunaan fulus hanya diizinkan dalam berbagai transaksi yang berskala kecil.256 Sementara itu walaupun menekankan urgensi penggunaan kembali mata uang yang terdiri dari emas dan perak, Al Maqrizi menyadari bahwa uang yang bukan merupakan satu-satunya faktor yang mempengaruhi kenaikan harga-harga. Menurutnya, penggunaan mata uang emas dan perak tidak serta merta menghilangkan inflasi dalam perekonomian karena inflasi juga dapat terjadi akibat faktor dalam dan tindakan sewenangwenang dari penguasa.257 Menurut Al Maqrizi, hal tersebut terjadi karena tidak terlepas dari pengaruh pergantian penguasa dan dinasti yang masing-masing menerapkan kebijakan yang berbeda dalam 256 257
Al-Maqrizi, Ighatsah Al-Ummah bi Kasyf Al-Gummah………., hal. 80. Ibid, hal. 83.
158
pencetakan bentuk serta nilai dinar dan dirham. Sebagai contoh, jenis dirham yang telah ada diubah hanya untuk merefleksikan penguasa pada saat itu. Dalam kasus yang lain terdapat beberapa perubahan tambahan pada komposisi logam yang membentuk dinar dan dirham. Konsekuensinya terjadi ketidakseimbangan dalam kehidupan ekonomi ketika persediaan logam bahan mata uang tidak mencukupi untuk memproduksi sejumlah unit mata uang. Begitu pula halnya ketika harga emas atau perak mengalami penurunan.258 Menurut Al Maqrizi, percetakan mata uang harus disertai dengan perhatian yang lebih besar dari pemerintah untuk menggunakan mata uang tersebut dalam bisnis selanjutnya. Pengabaian terhadap hal ini, sehingga terjadi peningkatan yang tidak seimbang dalam pencetakan uang dengan aktivitas produksi dapat menyebabkan daya beli riil uang mengalami penurunan.259 Seperti halnya Ibnu Khaldun telah membangun hubungan sebab akibat antara pemerintahan yang buruk dengan hargaharga pangan yang melonjak, seraya menejelaskan bahwa pada tahapan dinasti selanjutnya, ketika administrasi publik menjadi korup da tidak efisien, serta mulai digunakannya pemaksaan dan perpajakan yang menindas, maka para petani tidak memiliki 258
Ibid, 71-72. Ibid, hal. 74.
259
159
insentif dan akan berhenti menanam. Produksi bahan makanan dan cadangan tidak akan mampu berpacu dengan jumlah penduduk
yang
bertambah
karena
kemakmuran
yang
sebelumnya terjadi. Ketiadaan cadangan akan menyebabkan kelangkaan pasokan makanan yang menimbulkan kelaparan massal dan menyebabkan ekskalasi harga.260 2) Akibat Penciptaan Mata Uang Yang Buruk Menurut Al-Maqrizi penciptaan mata uang dengan kualitas yang buruk akan melenyapkan mata uang yang berkualitas baik. Hal ini terlhat jelas ketika ia menguraikan situasi moneter pada tahun 569 H. Pada masa pemerintahan Sultan Shalahuddin al-Ayyubi ini, mata uang yang dicetak mempunyai kualitas yang sangat rendah dibandingkan dengan mata uang yang telah ada diperedaran.261 Dalam kasus seperti itu, masyarakat akan lebih memilih untuk menyimpan mata uang yang memiliki kualitas baik dan meleburnya menjadi perhiasan serta melepaskan mata uang yang memiliki kualitas buruk ke dalam peredaran. Akibatnya, mata uang lama akan keluar dari peredaran.262 3) Teori Daya Beli Al Maqrizi perpendapat bahwa pencetakan mata uang harus disertai dengan perhatian yang lebih besar dari pemerintah 260
Ibid, hal. 52-53. Al Maqrizi, Al Nuqud Al Qadimah Al Islamiyah….., hal. 66-67. 262 Ibid. 261
160
untuk
menggunakan
mata
uang
tersebut
dalam
bisnis
selanjutnya. Pengabaian terhadap hal ini, akan mengakibatkan terjadinya peningkatan yang tidak seimbang dalam pencetakan uang dengan aktivitas produksi dapat menyebabkan daya beli rill uang mengalami penurunan.263 Dalam kasus ini, Al Maqrizi memperingatkan kepada para pedagang untuk tidak terpuku pada peningkatan laba nominal mereka. Menurutnya, mereka akan menyadari hal itu ketika membelanjakan sejumlah uang yang lebih besar untuk berbagai macam pengeluaranya.264 Meski seorang pedagang merasa memiliki laba yang banyak, akan tetapi dengan kenaikan yang ia lakukan untuk barang daganya akan memicu naik barang-barang kebutuhan. Sementara itu disisi lain ia sendiri juga menjadi seorang konsumen untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Pada moment inilah pedagang akan merasakan kenaikan labanya tidak memberikan pengaruh yang besar. Teori daya beli yang dikemukakan oleh Al Maqrizi ini hampir sama dengan teori pengendalian harga versi Adam Smith yaitu teori Invisible Hand (tangan tak terlihat).265 Apabila dalam
263
Al Maqrizi, Ightisah Al Ummah bi Kasyf Al Ghummah…, hal. 74. Ibid, 265 Smith menganalogikan teorinya ini dengan seorang penjual peniti. Dia menggambarkan, apabila seorang penjual peniti menaikan harga penitinya maka konsumen akan lari ke produk peniti yang lainya. Begitu juga sebaliknya, seorang penjual peniti yang mendapatkan konsumen tersebut menaikan harga penitinyanya maka konsumen akan lari ke produk lainya. Disinilah akan terjadi keseimbangan harga karena adanya persaingan antara produsen satu dengan produsen yang lainya. Lihat, Deliarnov, Perkembangan Pemikiran Ekonomi….. hal.31. 264
161
teori Adam Smith pengendali harga adalah karena adanya efek domino dari persaingan antar produsen, sedangkan teori Al Maqrizi juga karena efek domino namun lebih bersifat prilaku sebab akibat yang ditimbulkan sendiri selaku manusia sebagai makhluk sosial ekonomi. b) Teori Tentang Inflasi Ketika mengungkapkan berbagai fakta bencana kelaparan yang pernah terjadi di Mesir, Al Maqrizi berpendapat bahwa peristiwa inflasi merupakan sebuah fenomena alam yang menimpa kehidupan masyarakat di seluruh dunia sejak masa dahulu hingga sekarang. Menurutnya tanda terjadinya inflasi adalah ketika harga-harga secara umum mengalami kenaikan dan berlangsung terus-menerus. Pada saat ini persediaan barang dan jasa mengalami kelangkaan, dan karena konsumen sangat membutuhkannya, maka konsumen harus mengeluarkan lebih banyak uang untuk barang dan jasa yang sama.266 Lebih lanjut Al Maqrizi mengklasifikasikan inflasi berdasarkan faktor penyebabnya dalam 2 faktor, yaitu inflasi yang di sebabkan oleh faktor alamiah dan inflasi yang disebabkan oleh kesalahan manusia. 1) Inflasi Alamiah
266
Al Maqrizi, Ightisah Al Ummah bi Kasyf Al Ghummah…, hal. 30.
162
Menurut Al Maqrizi, ketika suatu bencana alam terjadi, berbagai bahan makanan dan hasil bumi lainnya mengalami gagal panen, sehingga persediaan barang-barang tersebut mengalami
penurunan
yang
sangat
drastis
dan
terjadi
kelangkaan.267 Dilain pihak karena sifatnya yang sangat signifikan dalam kehidupan, permintaan terhadap berbagai barang tersebut mengalami peningkatan. Harga-harga membumbung tinggi jauh melebihi daya beli masyarakat. Hal ini sangat berimplikasi terhadap kenaikan harga berbagai barang dan jasa lainnya. Akibatnya, transaksi ekonomi mengalami kemacetan, bahkan berhenti sama sekali yang pada akhirnya menimbulkan bencana kelaparan,
wabah
penyakit
dan
kematian
dikalangan
masyarakat.268 Keadaan yang semakin memburuk tersebut memaksa rakyat untuk menekan pemerintah agar segera memperhatikan keadaan mereka. Untuk menaggulangi bencana itu, pemerintah mengeluarkan sejumlah besar dana yang mengakibatkan perbendaharaan negara mengalami penurunan drastis karena disisi lain pemerintah tidak mendapatkan pemasukan yang berarti. Dengan kata lain pemerintah mengalami defisit anggaran Negara baik secara politik, ekonomi, maupun sosial, 267 268
Ibid, hal. 74-79. Ibid.
163
dan menjadi tidak stabil yang kemudian menyebabkan keruntuhan sebuah pemerintahan.269 Lebih lanjut, ia menyatakan bahwa sekalipun suatu bencana telah berlalu, kenaikan harga-harga tetap berlangsung. Hal ini merupakan implikasi dari bencana alam sebelumnya yang mengakibatkan aktivitas ekonomi terutama di sektor produksi mengalami kemacetan. Ketika situasi lebih normal, persediaan barang-barang yang signifikan, seperti benih padi, tetap tidak beranjak naik, bahkan tetap langka, sedangkan permintaan terhadapnya meningkat tajam. Akibatnya, harga barang-barang ini mengalami kenaikan yang kemudian diikuti oleh kenaikan harga berbagai jenis barang dan jasa lainnya, termasuk upah dan gaji para pekerja.270 2) Inflasi Karena Kesalahan Manusia Tidak hanya faktor alam, faktor kesalahan manusia juga merupakan faktor yang paling berpengaruh terjadinya suatu inflasi. Al Maqrizi telah mengidentifikasi tiga hal penyebab terjadinya inflasi karena faktor manusia ini yaitu: korupsi dan administrasi yang buruk, pajak yang berlebihan dan peningkatan sirkulasi mata uang fulus. a) Korupsi dan Administrasi yang Buruk.
269 270
Ibid. Al Maqrizi, Ightisah Al Ummah bi Kasyf Al Ghummah……, hal, 50-51.
164
Al Maqrizi beranggapan bahwa pengangkatan para pejabat pemerintahan yang berdasarkan pemberian suap dan bukan karena kavabilitas, akan menempatkan orang-orang yang tidak memiliki kredibilas pada jabatan penting dan terhormat baik dikalangan legislative, yudikatif, maupun ekskutif. Mereka rela menggadaikan seluruh harta miliknya sebagai kompensasi untuk meraih jabatan yang diinginkan serta kebutuhan sehari-hari sebagai pejabat.271 Akibatnya para pejabat pemerintahan tidak lagi bebas dari intervensi dan intrik para kroni istana. Mereka bukan hanya disigkirkan setiap saat, tetapi juga disita kekayaannya, bahkan
diekskusi.
Kondisi
ini
selanjutnya
sangat
mempengaruhi moral dan efisiensi administrasi sipil dan militer.272 Ketika
berkuasa,
para
pejabat
tersebut
mulai
menyalahgunakan kekuasaan untuk meraih kepentingan pribadi, baik untuk memenuhi kewajiban finansialnya maupun
kemewahan
mengumpulkan
harta
hidup.
Mereka
sebanyak-banyaknya
berusaha dengan
menghalalkan segala cara. Merajalelanya ketidakadilan para pejabat tersebut telah membuat kondisi rakyat semakin meperihatinkan, sehingga mereka terpaksa meninggalkan 271 272
Ibid, hal. 52-53. Ibid,
165
kampunga halaman dan pekerjaannya. Akibatnya terjadi penurunan drastic jumlah penduduk dan tenaga kerja serta hasil-hasil produksi yang sangat berimplikasi terhadap penurunan penerimaan pajak dan pendapatan Negara.273 b) Pajak Yang Berlebihan Lebih lanjut Al Maqrisi mengungkapkan bahwa karena akibat dominasi para pejabat bermental korup dalam suatu
pemerintahan,
pengeluaran
Negara
megalami
peningkatan yang sangat drastis. Sebgai kompensasinya, mereka menerapkan system perpajakan yang menindas rakyat dengan memeberlakukan berbagai pajak baru serta menaikkan tingkat pajak yang telah ada.274 Hal ini sangat mempengaruhi kondisi para petani yang merupakan kelompok mayoritas dalam masyarakat. Para pemilik tanah yang ingin selalu berada dalam kesenangan akan melimpahkan beban pajak kepada para petani melalui pening katan biaya sewa tanah, sehingga tekanan para pejabat dan para pemilik tanah terhadap petani menjadi lebih besar dan intensif.275 Frekuensi
berbagai
pajak
untuk
pemeliharaan
bendungan dan pekerjaan-pekerjaan yang serupa semakin meningkat, konsekuensinya biaya-biaya untuk penggarapan 273
Ibid. Ibid..., hal. 43-54 275 Ibid. 274
166
tanah, penaburan benih, pemungutan hasil panen dan sebagainya meningkat. Dengan kata lain, panen padi yang dihasilkan pada kondisi ini membutuhkan biaya yang lebih besar hingga melebihi jangkauan para petani. Kenaikan harga-harga tersebut terutama benih padi hampir mustahil mengalami penurunan karena sebagian besar benih padi dimiliki oleh para pejabat yang sangat haus kekayaan Akibatnya para petani kehilagan motivasi untuk bekerja dan memproduksi.276 Lalu Mereka akan lebih memilih meninggalkan tempat tinggal dan pekerjaannya daripada harus hidup dalam penderitaan umtuk kemudian menjadi pengembara di daerah-daerah
pedalaman.
Dengan
demikian,
terjadi
penurunan jumlah tenaga kerja dan peningkatan lahan tidur yang akan mempengaruhi tingkat hasil produksi serta hasil bumi lainnya, dan pada akhirnya menimbulkan kelangkaan bahan makanan serta meningkatnya harga-harga.277 Teori yang dikemukakan oleh Al Maqrizi ini memiliki implikasi yang sama dengan teori pungutan pajak yang tidak berimbang oleh Ibnu Khaldun. Menurut Ibnu Khaldun, ketika pemerintah menaikkan pajak tanpa melihat hukum permintaan 276 277
Ibid. Ibid.
dan
penawaran
maka
akan
terjadi
167
ketidakseimbangan ekonomi dalam masyarakat. Ketika hal tersebut terjadi, tidak hanya masyarakat namun pemerintah juga akan mendapatkan akibatnya bahkan sebuah perdaban dapat hancur karena faktor ini.278 Dari sini dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa Al Maqrizi menghendaki adanya sebuah keseimbangan antara pemerintah dan msyarakat dalam suatu negara. Meski pemerintah memiliki kemampuan untuk menentukan segala bentuk kebijakan, namun pemerintah tidak dapat berbuat sewenang-wenang. Pemerintah harus mengedepankan azaz kemaslahatan bersama dan keadilan tanpa otoriter, karena apabila
terjadi
sesuatu
pada
ummat
(kolepsnya
perekonomian) maka pemerintahpun yang akan menanggung kerugian yang paling besar. Lagi-lagi Al Maqrizi menggunakan penalaran efek domino yang pernah dilakukan oleh gurunya Ibnu Khaldun. Dari hukum kausalitas yang dikemukakan oleh Al Maqrizi secara tersirat menunjukkan kepada kita bahwa negara memiliki kewajiban untuk melakukan pemerataan ekonomi. Agar
sumberdaya
produksi
(tenaga
manusia)
tidak
berpindah-pindah mengikuti kurva pertumbuhan ekonomi yang berbeda-beda pada suatu daerah. 278
Lihat teori perpajakan Ibnu Khaldun yang harus memperhatikan neraca permintaan dan penawaran, Abdul Ar Rahman Ibnu Khaldun, Muqadimah….., hal. 80-81.
168
c) Peningkatan Siklus Mata Uang Seperti yang telah dibahas sebelumnya, pada mulanya mata uang fulus yang memiliki nilai intrinsik jauh lebih kecil dibandingkan dengan nilai nominalnya dicetak sebagai alat transaksi untuk memenuhi berbagai kebutuhan hidup seharihari yang tidak signifikan (dengan jumlah nilai yang relatif kecil). Oleh sebab itu jumlah mata uang ini sangat sedikit dalam peredaran. Berkaitan dengan hal ini Al Maqrizi mencoba memberikan telah sejarah tentang asal usul fulus dan akibat meningkatnya sirkulasi mata uang fulus. menurutnya ketika terjadi defisit anggaran sebagai akibat dari prilaku buruk para pejabat yang menghabiskan uang Negara untuk berbagai kepentingan pribadi dan kelompoknya, akhirnya pemerintah melakukan pencetaka uang fulus secara besarbesaran.279 Dia menambahkan bahwa kegiatan tersebut semakin meluas pada saat ambisi pemerintah untuk memperoleh keuntungan yang besar dari pencetakan mata uang yang tidak membutuhkan biaya produksi yang tinggi sehingga semakin tidak terkendali. Sebagai penguasa, mereka mengeluarkan maklumat yang memaksa masyarakat untuk
279
Ibid, hal. 71.
169
menggunakan mata uang itu. Jumlah fulus yang dimiliki masyarakat semakin besar dan sirkulasinya mengalami peningkatan yang sangat tajam sehingga fulus menjadi mata uang yang dominan.280 Kebijakan pemerintah tersebut berimplikasi terhadap keberadaan mata uang yang lainnya. Seiring dengan keuntungan besar yang diperoleh dari pencetakan fulus, pemerintah menghentikan pencetakan perak sebagai mata uang. Bahkan sebagai salah satu implikasi gaya hidup para pejabat, sejumlah dirham yang dimilki oleh masyarakat dilebur menjadi perhiasan. Sebagai hasilnya, mata uang dirham mengalami kelangkaan dan menghilang dari peredaran, sementara itu mata uang dinar masih terdapat dalam peredaran meskipun hanya dimilki oleh beberapa gelintir orang.281 Oleh karena itu keadaan ini menempatkan fulus sebagai standar nilai bagi sebagian besar baik itu utuk barang dan jasa. Kebijakan pencetakan fulus secara besarbesaran
menurut
Al
Maqrizi
sangat
mempengaruhi
penurunan nilai mata uang secara drastis. Akibatnya uang tidak lagi bernilai dan harga-harga membumbung tinggi
280 281
Ibid. Ibid.
170
yang pada gilirannya menimbulkan kelangkaan bahan makanan.282 Gagasan Al Maqrizi tentang teori inflasi dapat dikatakan sangat familiar dengan ilmu ekonomi modern yang ada saat ini. Apabila kita bandingkan, gagasan dari Al Maqrizi dapat disejajarkan dengan pemikiran ekonom-ekonom Barat abad ke-19 dan abad ke20. Bahkan yang kita kenal saat sebagai bapak Inflasi yaitu Milton Friedmand membahas inflasi ini baru pada abad ke-19.283 Para ekonom Barat pada umumnya hanya membagi penyebab dari inflasi menjadi dua yaitu: cost push inflantion dan demand pull inflation. Dari sini nampak jelas bahwa Al Maqrizi lebih memahami apa yang sebenarnya menyebabkan inflasi, karena baik itu inflasi yang disebabkan oleh sebab alamiah atau karen ulah kesalahan manusia keduanya dapat membentuk cost push atau demand pull. Dari ulasan pemikiran ekonomi Al Maqrizi maka kita dapat mengambil kesimpulan tentang bagaimana kontruksi sistem ekonomi Islam menurut Al Maqrizi. Adapun bangunan sistem ekonomi Islam yang dimaksud adalah: 1) Uang yang dapat diterima sebagai standar nilai adalah uang emas dan perak. 2) Uang fulus dapat digunakan tapi hanya untuk transaksi dengan skala yang kecil. 282 283
Ibid. hal. 72. Lihat dan Bandingkan, Nasrulloh Ali Munif, Sistem Ekonomi Islam….., hal. 321.
171
3) Percetakan mata uang harus mendapat perhatian yang lebih besar dari pemerintah, dengan tujuan untuk mempertahankan nilai uang dan kestabilan ekonomi. 4) Negara tidak dapat mencari keuntungan dengan cara memanfaatkan keotoriteranya untuk mencetak uang yang sebanyak-banyaknya atau mengurangi kualitas bahan dari uang. Karena jika hal tersebut terjadi maka akan terjadi ketidak stabilan ekonomi dan daya beli masyarakat. 5) Pengendalian harga akan terjadi secara alami dengan semakin pahamnya para pedagang untuk tidak menjual barang diluar batas kemampuan konsumen. Karena menurut Al Maqrizi, pedagang atau produsen disisi lain juga sebagi konsumen. Laba besar yang diperoleh tidak ada manfaatnya ketika semua barang ikut naik. 6) Inflasi disebabkan oleh dua faktor utama yaitu faktor alamiah dan faktor kesalahan manusia. 7) Dari faktor kesalahan manusia dan pungutan pajak yang berlebih (penyebab inflasi) dapat diturunkan menjadi sebuah kesimpulan bahwa negara tidak berhak untuk bertindak sewenang-wenang kepada rakyatnya. Harus ada keseimbangan dan keadilan dalam membuat kebijakan perihal masalah perekonomian.
172
8) Dari kasus yang sama juga dapat disimpulkan bahwa negara memiliki kewajiban untuk meratakan kesejahteraan ekonomi. Karena ketika terjadi inflasi, manusia sebagai sumber utama produksi tidak pindah ke daerah lain.