14
BAB III PEMBAHASAN
3.1 Aljabar atas Lapangan Dalam tesis ini akan dibahas definisi alajabar klasik dan definisi aljabar melalui karakterisasi hasilkali tensor. Berikutnya akan ditunjukkan bahwa setiap aljabar dapat diperoleh dari dual suatu koaljabar dan membuktikan konversnya untuk kasus aljabar berdimensi hingga. DEFINISI 3.1 Suatu aljabar (A,.,+;k) atas suatu lapangan k adalah suatu gelanggang (A,.,+) yang dilengkapi suatu aksi dari k pada A sedemikian sehingga (A,+,k) suatu ruang vektor atas lapangan k dan berlaku λ(ab)=(λa)b=a(λb) untuk semua a, b ∈ A dan λ ∈ k Operasi perkalian di A dan aksi dari k pada A menyatakan perlunya pendefinisian suatu pemetaan linier M : A⊗A → A. Tentunya perkalian tersebut harus bersifat asosiatif dan terdapat suatu unsur kesatuan 1A. Sifat asosiatif ini dapat diwakili dengan suatu diagram komutatif sebagai berikut. A⊗A⊗A
I⊗M
A⊗A
M ⊗I
M M
A⊗A
A (Sifat Asosiatif dari A)
15
Eksistensi unsur kesatuannya dapat dinyatakan melalui diagram sebagai berikut. A⊗A u⊗ I
I⊗ u
k⊗ A
A⊗k
∼
∼ A ( Sifat unit di A )
Secara formal dapat diperoleh suatu definisi tentang aljabar atas lapangan k sebagai berikut : DEFINISI 3.2 Suatu aljabar atas lapangan k adalah suatu tripel (A, M, u) dengan A suatu k-ruang vektor, M : A⊗A → A suatu pemetaan multiplikasi, u: k → A suatu pemetaan unit sehingga diagram-diagram berikut komutatif : A⊗A⊗A
I⊗M
A⊗A
M ⊗I
M M
A⊗A
A (Sifat Asosiatif dari A)
16
A⊗A u⊗ I
I⊗ u
k⊗ A
A⊗k
∼
∼ A ( Sifat unit di A )
Definisi 3.1 dan 3.2 di atas ekuivalen. Formalnya dituangkan dalam teorema berikut: TEOREMA 3.1 Misalkan A suatu k-ruang vektor, maka A suatu aljabar atas lapangan k jika dan hanya jika terdapat pemetaan multiplikasi M : A⊗A → A dan pemetaan unit u: k → A sehingga diagram-diagram berikut komutatif A⊗A⊗A
I⊗M
A⊗A
. M ⊗I
M
(3.1)
M A⊗A
A
( Sifat asosiatif)
A⊗A u⊗ I
I⊗ u
k⊗ A
A⊗k
∼
∼ A
(sifat unit )
(3.2)
17
Bukti : (⇒ ) Diketahui A suatu aljabar atas lapangan k. Karena 1A unit di A, definisikan suatu pemetaan linier u: k → A melalui pengaitan λ a λ.1A untuk setiap λ ∈ A. Selanjutnya karena A suatu aljabar atas lapangan k maka A suatu gelanggang dengan operasi hasilkali AxA → A oleh pengaitan (a,b) a ab. Pemetaan tersebut adalah suatu pemetaan balance akibatnya terdapat pemetaan linier M : A⊗A → A. selanjutnya dapat ditunjukkan bahwa diagram (3.1) dan (3.2) tersebut komutatif. ( ⇐ ) Diketahui (A, +) suatu ruang vektor atas lapangan k, akibatnya (A, +) suatu grup komutatif. Perkalian skalar M/AxA : AxA → A dapat dipilih sebagai restriksi dari M : A⊗A → A. Sekarang tinggal menunjukkan bahwa A mempunyai unit, 1A. Karena k suatu lapangan maka k mempunyai unsur kesatuan, sebut 1k. Maka u(1k) suatu unit di A. melalui dua pemetaan linier di atas dan sifat komutatif kedua diagram dapat diperoleh bahwa A suatu gelanggang dengan unsur kesatuan. Terakhir
∀
λ
∈
A,
a,
b
∈
A
berlaku
λ(ab)
=
λ
(M(a⊗b))
=M(λ(a⊗b))=M(λa⊗b)=(λa)b=M(a⊗λb)=a(λb). Dengan demikian A suatu aljabar atas lapangan k.
Berikut ini beberapa contoh aljabar atas suatu lapangan 1. Himpunan semua bilangan riil atas ℜ 2. Himpunan semua bilangan kompleks atas ℜ 3. Himpunan semua matriks n x n dengan entri riil atas ℜ.
Q.E.D
18
Sebagaimana disebutkan di atas bahwa definisi aljabar atas suatu lapangan dapat didefinisikan melalui karakterisasi hasilkali tensor. Di sini akan diberikan suatu contoh konstruksi definisi aljabar melalui karakterisasi hasilkali tensor sebagai berikut. Pandang (Mn(ℜ), . , + ; ℜ ) suatu aljabar atas suatu lapangan riil ℜ. Unsur kesatuan di Mn(ℜ) adalah 1A = In matriks identitas maka definisikan suatu pemetaan linier ( pemetaan unit ) u: ℜ → Mn(ℜ) melalui pengaitan λ a λ.1A untuk setiap λ ∈ ℜ dengan λ.1A matriks diagonal dengan entri pada diagonal utamanya adalah λ . Juga karena Mn(ℜ) suatu aljabar atas lapangan riil ℜ maka Mn(ℜ) suatu gelanggang dengan operasi perkalian Mn(ℜ) x Mn(ℜ) → Mn(ℜ) oleh pengaitan (A,B) a AB untuk semua A, B di Mn(ℜ). Pemetaan tersebut adalah suatu pemetaan balance maka menurut definisi hasilkali tensor terdapat pemetaan linier M : Mn(ℜ) ⊗ Mn(ℜ) → Mn(ℜ). Dari pendefinisian di atas diperoleh juga bahwa Mo(M ⊗ I) = Mo(I ⊗ M) dan Mo(u ⊗ I) = Mo(I ⊗ u). Jadi, menurut definisi 3.2 (Mn(ℜ), M, u ) suatu aljabar atas suatu lapangan ℜ melalui pendefinisian karakterisasi hasilkali tensor.
19
2.2 Aljabar sebagai Dual dari suatu Koaljabar Pendekatan definisi suatu aljabar atas suatu lapangan melalui hasilkali tensor sebagaimana didefinisikan dalam definisi 3.2 di atas membawa kepada definisi suatu koaljabar dengan “mendualkan atau “membalik semua arah panah” DEFINISI 3.3 Suatu koaljabar adalah suatu tripel (C, ∆, ε) dengan C suatu ruang vektor atas suatu lapangan k, ∆ : C → C ⊗C pemetaan komultiplikasi dan
ε : C → k suatu pemetaan kounit sehingga diagram-diagram berikut komutatif ∆
C⊗C ⊗C
C⊗C
∆⊗I
∆
∆
C⊗C
C (Sifat Koasosiatif )
C⊗C ε⊗ I k⊗ C
I⊗ ε
∆
C
C⊗k
(Sifat kounit)
20
Contoh-contoh koaljabar: 1. Misalkan S suatu himpunan tak hampa. Notasikan kS sebagai suatu k-ruang vektor dengan S sebagai basisnya. Maka (kS, ∆ , ε ) suatu koaljabar atas k dengan mendefinisikan ∆ : kS → kS⊗kS dan ε : kS → k oleh ∆(s) = s⊗s dan
ε(s)=1 untuk semua s ∈ kS. 2. Lapangan k dapat dipandang sebagai ruang vektor atas dirinya sendiri. Dengan mendefinisikan ∆ : k → k⊗k dan ε : k → k oleh ∆(α) = α⊗1 dan ε(λ)=λ untuk semua λ ∈ k maka (kS, ∆ , ε ) suatu koaljabar atas k. Masalah yang muncul adalah apakah setiap aljabar senantiasa dapat didualkan menjadi suatu koaljabar dan apakah setiap koaljabar senantiasa dapat didualkan menjadi suatu aljabar. Sekarang pandang V suatu ruang vektor atas lapangan k, V*=Homk(V,k) menotasikan suatu ruang dual linier dari V. Selanjutnya jika M dan N k-ruang n
vektor dan t suatu unsur dari M⊗N, maka t dapat diwakili oleh t =
∑ xi i =1
⊗ yi
untuk suatu bilangan bulat posistif n, suatu himpunan bebas linier (xi) i=1,n di M, dan suatu (yi) i=1,n ⊂ N seperti dijelaskan dalam proposisi berikut. Proposisi 3.1 Misalkan t suatu unsur tak nol dari M⊗N. Maka terdapat suatu bilangan bulat positif terkecil n, (xi) i=1,n di M dan (yi) i=1,n ⊂ N yang bebas n
linier sehingga t =
∑ xi i =1
⊗ yi .
21
Bukti : Misalkan n suatu bilangan bulat positif terkecil dimana terdapat n
representasi t =
∑ xi i =1
i=1,n
⊗ y i dengan (xi) i=1,n ⊂ M. Akan ditunjukkan bahwa (yi)
⊂ N bebas linier. n −1
Andaikan tidak, maka ada yn sehingga yn =
∑ αi yi
sehingga:
i =1
t =
n −1
n −1
i =1
i =1
∑ xi ⊗ y i + x n ⊗ ( ∑ α i y i )
n −1
=
∑ ( xi i =1
⊗ αi xn ) ⊗ yi
Tetapi {x1+α1xn,…….,xn-1+αn-1xn} suatu himpunan yang bebas linier. Jadi, ada bilangan bilangan bulat posisitif n-1 sehinggga t dapat dinyatakan seperti di atas, kontradiksi dengan n bilangan bulat positif terkecil. Jadi, (yi) i=1,n ⊂ N bebas linier.
Q.E.D
Berikutnya akan diberikan suatu proposisi yang cukup penting dalam proses dualisasi yang dilakukan. Proposisi 3.2 Misalkan k suatu lapangan, M dan N suatu k-ruang vektor. Pemetaan
linier
ρ
:
M*⊗N*
→ (M⊗N)* yang didefinisikan oleh
ρ(f⊗g)(m⊗n)=f(m)g(n) untuk f ∈M*, g ∈N*, m ∈M dan n ∈ N, adalah satu-satu. Bukti :
22
Ambil 0 ≠Σfi⊗gi ∈ M*⊗N* , akan ditunjukkan bahwa ρ(Σfi⊗gi)(m⊗n) ≠ 0. Tanpa mengurangi keumuman misalkan {fi} ⊂ M* dengan {fi} bebas linier dan g1≠ 0. Misalkan pula X*=span{fi} subruang dari M* dengan dimk X* < ∞. Buat suatu pemetaan λ : M → X** yang didefinisikan oleh λ(m) = λm untuk semua m di M. Artinya untuk semua ζ ∈ X* berlaku λ(m)(ζ) = λm(ζ)=ζ(m). Selanjutnya akan ditunjukkan bahwa λ suatu pemetaan satu-satu dan pada. Pandang vektor m di M yang memenuhi λ(m)=0. Ini berarti λ(m)(ζ) =ζ(m) = 0 untuk semua ζ ∈ X*. Andaikan bahwa m ≠ 0 maka ada ζ ∈ X* yang memenuhi
ζ(m) ≠ 0. Hal ini kontradiksi dengan ζ(m) = 0 untuk semua ζ ∈ X*. Jadi haruslah m = 0, oleh karenanya λ suatu pemetaan satu-satu. Selanjutnya karena dimk X* < ∞ maka λ suatu pemetaan pada. Pilih m ∈ M sehingga dipenuhi
⎧1, jika i = 1 ⎩0 , jika i ≠ 1
δI,1=λ(m)(fi)=fi(m) = ⎨
Selanjutnya pilih n ∈ N dengan g1(n) ≠ 0, maka :
ρ(Σfi⊗gi)(m⊗n)= Σ(fi(m)⊗gi(n))=f1(m)g1(n)=g1(n) ≠ 0. Oleh karenanya, ρ suatu pemetaan satu-satu. Q.E.D
23
Misalkan (C, ∆, ε) suatu koaljabar atas suatu lapangan. Definisikan pemetaan M : C*⊗C* → C* dengan M=∆*ρ dan u : k → C* dengan u=ε*φ dan
φ : k → k* adalah suatu isomorfisma kanonik. Berkenaan dengan pernyataan di atas diturunkan suatu proposisi sebagai berikut Proposisi 3.3 (C*, M, u) suatu aljabar atas suatu lapangan k. Bukti : Notasikan M(f⊗g)=f *g sehingga dari definisi dapat diperoleh bahwa: (f *g)(c)=( ∆*ρ) (f⊗g)(c)= )=ρ (f⊗g)(∆(c))=Σf(c1)g(c2) untuk semua f,g ∈ C* dan c ∈ C. Dari sini dapat ditunjukkan sifat asosiatifnya sebagai berikut: ((f * g) * h)(c) = Σ(f * g)(c1)h(c2) = Σf(c1)g(c2)h(c3) = Σf(c1)(g * h)(c2) = (f * (g * h))( c) Juga untuk semua α∈k dan c ∈ C berlaku u(α)(c)= αε(c). Unit dari suatu aljabar adalah u(1k) sebagaimana didefinisikan oleh M yaitu u(1k) * f = f =f * u(1k) untuk semua f di C*, yang diperoleh dari Σε (c1)c2=Σc1ε(c2)=c. Jadi, C* suatu aljabar atas lapangan k
Q.E.D
Dalam kasus aljabar berdimensi hingga atas suatu lapangan k, proposisi 3.3 dapat didualkan lagi menjadi suatu koaljabar.
24
Misalkan
(A,M,u)
suatu
aljabar
yang
berdimensi
hingga
maka
ρ : M*⊗N* → (M⊗N)* bijektif dan definisikan ∆ : A* → A*⊗A* oleh M=ρ-1M* dan ε : A* → k oleh ε =δu* dengan δ : k* → k. Proposisi 3.4 Jika (A, M, u) suatu aljabar berdimensi hingga maka (A*, ∆, ε) suatu koaljabar. Bukti : Ambil f ∈ A* dan ∆(f)=Σgi⊗hi. Misalkan ∆(gi)=Σg`i,j⊗g``i,j dan
∆(hi)=Σh`i,j⊗h``i,j maka dapat dihitung bahwa : (∆ ⊗ I)∆(f) = Σg`i,j⊗g``i,j ⊗hi ; dan (I ⊗ ∆)∆(f) = Σgi⊗h`i,j ⊗h``i,j. Akan ditunjukkan bahwa (∆ ⊗ I)∆ = (I ⊗ ∆)∆ Pandang pemetaan berikut θ : A*⊗A*⊗A* → (A⊗A⊗A)* yang didefinisikan oleh θ(u⊗v⊗w)(a⊗b⊗c)=u(a)v(b)w(c) ∀ u, v, w ∈ A* dan a, b, c ∈ A adalah suatu pemetaan injektif. Tetapi :
θ(Σg`i,j⊗g``i,j ⊗hi )(a⊗b⊗c)= Σg`i,j(a)g``i,j(b) hi(c)= Σgi(ab)hi(c)=f(abc) dan θ(Σgi⊗h`i,j ⊗h``i,j )(a⊗b⊗c)= Σgi(a)h`i,j(b) h``i,j(c)= Σgi(a)hi(bc)=f(abc); Karena θ injektif maka Σg`i,j⊗g``i,j ⊗hi = Σgi⊗h`i,j ⊗h``i,j yang menunjukkan bahwa (∆ ⊗ I)∆ = (I ⊗ ∆)∆ sehingga sifat koasosiatif terpenuhi. Selanjutnya akan ditunjukkan bahwa (ε ⊗ I)∆ = (I ⊗ ε)∆.. Dengan menggunakan alasan yang sama dengan di atas akan diperoleh bahwa (Σ ε(gi)hi)(a) = (Σgi(1)hi(a) = f(a).
25
Oleh karenanya, (Σ ε(gi)hi)=f dan dengan cara yang sama juga (Σε(hi)gi) =f, yang menunjukkan bahwa (ε ⊗ I)∆ = (I ⊗ ε)∆ atau sifat kounit dipenuhi. Jadi, A* suatu koaljabar atas suatu lapangan k.
Q.E.D
Jadi, dalam kasus dimensi hingga teori aljabar dan koaljabar adalah saling dual. Tetapi hal tersebut tidak berlaku dalam kasus dimensi tak hingga. Proposisi 3.3 mengatakan bahwa setiap dual dari koaljabar adalah aljabar sedangkan konversnya belum tentu berlaku.
3.3
Penerapan Hasil Berikut akan diberikan contoh dual dari suatu koaljabar adalah aljabar dan
untuk kasus aljabar yang berdimensi hingga dualnya merupakan suatu koaljabar. Contoh I (dual suatu koaljabar adalah aljabar) Dalam contoh sebelumnya (kS, ∆, ε ) suatu koaljabar atas lapangan k melalui pendefinisian ∆ : kS → kS ⊗ kS dan ε : kS → k oleh ∆(s) = s⊗s dan ε(s)=1 untuk semua s ∈ kS. Maka ( (kS)*, M, u) dengan (kS)* = Hom(kS, k) suatu aljabar atas suatu lapangan k dengan pemetaan multiplikasi dan pemetaan unitnya didefinisikan sebagai berikut : M : (kS)* ⊗ (kS)* → (kS)* , M=∆*ρ dan ρ : (kS)* ⊗ (kS)* → (kS⊗kS)* dan u : k → (kS)* dengan u = ε*φ dan φ : k → k* adalah suatu isomorfisma kanonik. Dengan mengambil A = (kS)* diagram hasil dualnya diberikan sebagai berikut :
26
A⊗A⊗A
I⊗M
A⊗A
. M ⊗I
M M
A⊗A
A
( Sifat asosiatif)
A⊗A u⊗ I
I⊗ u
k⊗ A
A⊗k
∼
∼ A
(sifat unit )
Contoh II ( dual suatu aljabar bedimensi hingga adalah suatu koaljabar ) Pandang (Mn(ℜ), M, u ) suatu aljabar atas lapangan riil ℜ yang berdimensi hingga. Pemetaan ρ : Mn(ℜ)* ⊗ Mn(ℜ)* → (Mn(ℜ) ⊗ Mn(ℜ))* besifat bijektif karena dimensi dari Mn(ℜ) hingga, oleh karenanya akan terdapat pemetaan ρ-1 . Dengan mendefinisikan ∆ :
Mn(ℜ)* →
Mn(ℜ)* ⊗
Mn(ℜ))*
dan
ε : Mn(ℜ)*→ ℜ oleh M =ρ-1M* dan ε =δu* dengan δ : ℜ* → ℜ maka (Mn(ℜ)*,∆ , ε ) suatu koaljabar atas lapangan ℜ . Juga dengan mengambil C = Mn(ℜ)* digram hasil dualnya diberikan sebagai berikut :
27
∆
C⊗C ⊗C
C⊗C
∆⊗I
∆
∆
C⊗C
C (Sifat Koasosiatif )
C⊗C ε⊗ I k⊗ C
I⊗ ε
∆
C
C⊗k
(Sifat kounit)