BAB III OBYEK PENELITIAN
III.1
Latar Belakang Obyek Penelitian
III.1.1 Sejarah Dinas Pendapatan daerah Sehubungan dengan pemberian hak otonom kepada daerah, pemerintah daerah diharapkan dapat menangani berbagai urusan pemerintah yang berada di wilayah masing-masing agar dapat dilakukan dengan cara yang lebih efektif dan efisien. Untuk mendukung kegiatan operasionalnya pemerintah daerah disokong oleh Pendapatan Asli Daerah (PAD) yaitu pendapatan yang sepenuhnya bersumber dari daerah itu sendiri dan perimbangan keuangan yang diberikan oleh pemerintah pusat. Perimbangan keuangan yang diberikan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah sangatlah terbatas. Oleh karena keterbatasannya, maka harus berupaya meningkatkan PAD-nya dengan menggali potensi pendapatan daerah dari Pajak Daerah, Retribusi Daerah, dan Pendapatan Lainnya yang sah melalui tindakan dan cara yang tepat antara lain dengan intensifikasi dan atau ekstensifikasi pemungutannya. Oleh karena pendapatan daerah merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari pemerintah daerah, maka kelahiran suatu unit kerja yang menampung suatu kegiatan yang menyelenggarakan pemungutan-pemungutan di bidang pendapatan daerah sudah barang tentu bersamaan dengan lahirnya pemerintahan di daerah, mengingat kegiatan tersebut sudah sejak awal melekat dan merupakan perangkat dari pada pemerintah daerah. Untuk menciptakan alat penampung kegiatan dalam bentuk organisasi dan menyatukan penafsiran yang berbeda-beda dalam menangani masalah pendapatan 30
daerah maka disusun suatu struktur organisasi dan tata kerja yang khusus menangani pendapatan daerah, yaitu pada tahun 1952 berdasarkan Surat Keputusan Dewan Perwakilan Kota Sementara Djakarta Raja Nomor 18/DK/tanggal 11 September 1952 (Lembar Kota 1952 Nomor 27) dibentuk Suku Bagian Padjak pada bagian Perundangundangan di bawah Sekretariat Walikota Djakarta Raja. Dan pada tahun 2001 sehubungan dengan adanya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah serta berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 3 Tahun 2001 tentang Bentuk Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah dan Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi DKI Jakarta tidak terjadi adanya perubahan nama atau sebutan dan tetap dengan sebutan Dinas Pendapatan Daerah Provinsi DKI Jakarta. Namun pada tahun 2008, sesuai dengan Perda Nomor 10 Tahun 2008 tentang Perangkat Organisasi Pemerintah Daerah, pemerintah daerah bersama-sama dengan instansi terkait sedang melakukan perundingan tentang perubahan identitas dari yang semula Dinas Pendapatan Daerah menjadi Dinas Pelayanan Pajak dan perubahan susunan organisasi di instansi tersebut. Akibat dari adanya perubahan ini Dinas Pelayanan Pajak hanya akan melaksanakan pemungutan pajak daerah saja dan untuk pelaksanaan pemungutan retribusi daerah, penerimaan dari Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dan penghasilan lainnya akan dilimpahkan ke Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD). Selain peraturan-peraturan yang telah disebutkan di atas ada beberapa peraturan lain yaitu Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah dan Undang-undang Nomor 34 Tahun 1999 tentang Kekhususan Provinsi DKI Jakarta, dalam Undang-undang ini dijelaskan bahwa semua pajak daerah selain Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C dikelola oleh pemerintah Provinsi DKI 31
Jakarta dalam hal ini Dinas Pelayanan Pajak dan untuk Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C hanya bisa diterapkan di Kepulauan Seribu. 1. Tugas Pokok dan Fungsi Dipenda Tugas dari Dinas Pendapatan Daerah adalah menyelenggarakan pemungutan pendapatan daerah dan mengadakan koordinasi dengan instansi lain dalam perencanaan, pelaksanaan serta pengendalian pemungutan daerah. Dalam menyelenggarakan tugasnya, Dinas Pendapatan Daerah mempunyai fungsi, yaitu: a.
Perumusan kebijakan teknis di bidang pendapatan daerah;
b.
Penyusunan rencana dan program kegiatan di bidang pendapatan daerah;
c.
Penelitian, pengkajian, evaluasi, penggalian, dan pengembangan pendapatan daerah;
d.
Pembinaan pelaksanaan kebijakan pelayanan di bidang pemungutan pendapatan daerah;
e.
Penyelenggaraan pelayanan dan pemungutan pendapatan daerah;
f.
Pengkoordinasian pelaksanaan pemungutan dana perimbangan;
g.
Pemberian izin tertentu di bidang pendapatan daerah;
h.
Evaluasi, pemantauan, dan pengendalian pungutan pendapatan daerah;
i.
Pengelolaan dukungan teknis dan administratif;
j.
Pembinaan teknis pelaksanaan kegiatan Suku Dinas, dan Unit Pelayanan Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor.
2. Visi dan Misi Dipenda Sesuai dengan tugas pokok dan fungsi serta latar belakang dan fenomenafenomena yang ada, visi Dinas Pendapatan Daerah provinsi Daerah Khusus Ibukota 32
Jakarta secara keseluruhan mendukung visi pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, yaitu: “menjadikan Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai organisasi yang efesien, efektif dan transparan dalam pemungutan pendapatan daerah melalui pelayanan prima dengan dukungan aktif masyarakat”. Untuk mewujudkan visi tersebut di atas, Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta menetapkan beberapa rumusan misi, yaitu: 1.
Menyelenggarakan pemungutan pendapatan daerah;
2.
Mengadakan koordinasi dengan instansi lain dalam perencanaan, pelaksanaan serta pengendalian pemungutan pendapatan daerah;
3.
Melaksanakan
kegiatan
pemungutan
pendapatan
daerah
dengan
prinsip
profesionalisme, transparan dan pelayanan prima; 4.
Memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat dengan prinsip transparan dan akuntabel;
5.
Menciptakan kemudahan, keterbukaan, keadilan, kepastian dan tanggungjawab dalam kegiatan pemungutan;
6.
Mendorong dan menciptakan partisipasi aktif masyarakat dalam pengawasan pemungutan pendapatan daerah;
7.
Peningkatan profesionalisme aparat dengan memanfaatkan teknologi informasi dalam kegiatan pemungutan pendapatan daerah.
3. Susunan Organisasi Dinas Pendapatan Daerah dan Dinas Pelayanan Pajak Susunan organisasi Dinas Pendapatan Daerah sampai tahun 2008, terdiri dari: 1.
Kepala Dinas;
2.
Wakil Kepala Dinas; 33
3.
Bagian Tata Usaha, terdiri dari: 1) Subbagian Umum; 2) Subbagian Keuangan; 3) Subbagian Kepegawaian; 4) Subbagian Perlengkapan.
4.
Subdinas Perencanaan dan Pengembangan Pendapatan Daerah, terdiri dari: 1) Seksi Perencanaan; 2) Seksi Penelitian dan Pengembangan; 3) Seksi Analisis Potensi dan Standarisasi Pajak Daerah; 4) Seksi Analisis Potensi dan Standarisasi Retribusi Daerah.
5.
Subdinas Peraturan Pendapatan Daerah dan Penyuluhan, terdiri dari: 1) Seksi Dokumentasi Peraturan Pendapatan Daerah; 2) Seksi Pengkajian dan Penyusunan Peraturan Pajak Daerah; 3) Seksi Pengkajian dan Penyusunan Peraturan Retribusi Daerah; 4) Seksi Pengkajian dan Penyusunan Peraturan Bagi Hasil Pajak dan Pendapatan Lain-lain; 5) Seksi Penyuluhan Pendapatan Daerah.
6.
Subdinas Bagi Hasil Pajak dan Bagi Hasil Bukan Pajak, terdiri dari: 1) Seksi Data dan Informasi; 2) Seksi Bagi Hasil Pajak Bumi dan Bangunan; 3) Seksi Bagi Hasil Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan dan Pajak Penghasilan; 4) Seksi Bagi Hasil Bukan Pajak dan Pendapatan Lainnya.
34
7.
Subdinas Pengendalian, terdiri dari: 1) Seksi Dokumentasi dan Pelaporan; 2) Seksi Pengendalian Pungutan Pajak Daerah; 3) Seksi Pengendalian Pungutan Retribusi Daerah; 4) Seksi Pengendalian Kinerja.
8.
Subdinas Pemeriksaan Pendapatan Daerah, terdiri dari: 1) Seksi Pemberkasan; 2) Seksi Pengembangan Pemeriksaan; 3) Seksi Analisis Pemeriksaan; 4) Seksi Pemeriksaan Khusus.
9.
Subdinas Informasi Pendapatan Daerah, terdiri dari: 1) Seksi Penatausahaan Informasi; 2) Seksi Informasi Pajak Daerah; 3) Seksi Informasi Retribusi Daerah dan Pendapatan Lain-lain; 4) Seksi Informasi Bagi Hasil Pajak dan Bagi Hasil Bukan Pajak.
10.
Unit Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor;
11.
Unit Penagihan Aktif Pendapatan daerah;
12.
Suku Dinas Pendapatan Daerah Wilayah Kotamadya (yang terdiri dari 9 suku dinas);
13.
Seksi Dinas Pendapatan Daerah Kecamatan;
14.
Kelompok Jabatan Fungsional. Susunan organisasi Dinas Pelayanan Pajak untuk tahun 2009, terdiri dari:
1.
Kepala Dinas;
2.
Sekretariat, terdiri dari: 35
a. Subbagian Umum; b. Subbagian Kepegawaian; c. Subbagian Program dan Anggaran; d. Subbagian Keuangan. 3.
Bidang Perencanaan dan Pengembangan Pajak Daerah, terdiri dari: a. Seksi Perencanaan Pajak Daerah; b. Seksi Perencanaan Pengembangan Potensi Pajak Daerah; c. Seksi Pengembangan Metode Pajak Daerah.
4.
Bidang Sistem Informasi Pajak Daerah, terdiri dari: a. Seksi Infrastruktur Informasi Pajak Daerah; b. Seksi Data Informasi Pajak Daerah; c. Seksi Sistem Aplikasi Pajak Daerah.
5.
Bidang Peraturan dan Penyuluhan Pajak Daerah, terdiri dari: a. Seksi Peraturan Pajak Daerah; b. Seksi Keberatan dan Banding Pajak Daerah; c. Seksi Penyuluhan Pajak Daerah.
6.
Bidang Pengendalian dan Pembinaan, terdiri dari: a. Seksi Pengendalian Pajak Daerah; b. Seksi Pembinaan dan Pengawasan Kinerja; c. Seksi Kerjasama Pajak Daerah. Untuk melihat bagan susunan organisasi Dinas Pelayanan Pajak akan dijelaskan
dalam L1. Beberapa contoh tugas dan fungsi pada masing-masing bidang di Dinas Pelayanan Pajak, sebagai berikut:
36
1. Bidang Perencanaan dan Pengembangan Pajak Daerah. Tugas: Melaksanakan perencanaan penerimaan dan merumuskan metode pelayanan serta menggali potensi pajak daerah. Fungsi: a) Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) dan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Bidang Perencanaan dan Pengembangan Pajak Daerah; b) Pelaksanaan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Bidang Perencanaan dan Pengembangan Pajak Daerah; c) Penyusunan rencana penerimaan pajak daerah; d) Penyusunan rencana strategis Dinas Pelayanan Pajak; e) Pelaksanan penelitian potensi pajak daerah; f) Penyusunan peta potensi pajak daerah; g) Penyusunan rencana pengembangan pajak daerah; h) Pelaksanaan evaluasi metode pelayanan pajak daerah; i) Penyusunan rencana pengembangan metode pelayanan pajak daerah; j) Penyusunan bahan kebijakan teknis pelayanan pajak daerah yang berkaitan dengan perencanaan dan pengembangan pajak daerah; k) Penyiapan bahan laporan dinas yang terkait dengan tugas dan fungsi Bidang Perencanaan dan Pengembangan Pajak Daerah; l) Pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas dan fungsi Bidang Perencanaan dan Pengembangan Pajak Daerah.
37
2. Bidang Peraturan dan Penyuluhan Pajak Daerah Tugas: Melaksanakan perumusan sebagai bahan penyusunan peraturan dan penyuluhan pajak daerah. Fungsi: a) Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) dan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Bidang Peraturan dan Penyuluhan Pajak Daerah; b) Pelaksanaan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Bidang Peraturan dan Penyuluhan Pajak Daerah; c) Penyiapan bahan perumusan peraturan pajak daerah; d) Pelaksanaan perumusan peraturan pajak daerah; e) Pelaksanaan koordinasi penyusunan peraturan pajak daerah; f) Penyiapan bahan evaluasi peraturan pajak daerah; g) Pengkoordinasian pelaksanaan evaluasi peraturan pajak daerah; h) Penerimaan permohonan/pengajuan pengurangan, sanksi administrasi, keberatan dan/atau banding pajak daerah; i) Pelaksanaan penanganan dan/atau penyelesaian proses pengurangan, sanksi administrasi, keberatan dan/atau banding pajak daerah; j) Penyelenggaraan penyuluhan pajak daerah; k) Penyusunan bahan kebijakan teknis pelayanan pajak daerah yang berkaitan dengan peraturan dan penyuluhan pajak daerah; l) Penyiapan bahan laporan dinas yang terkait dengan tugas dan fungsi Bidang Peraturan dan Penyuluhan Pajak Daerah;
38
m) Pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas dan fungsi Bidang Peraturan dan Penyuluhan Pajak Daerah.
III.1.2 Sejarah Terbentuknya SAMSAT Berawal dari adanya pungutan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) sejak tahun 1934, di mana sistem pemungutannya telah beberapa kali mengalami perubahan sampai pada akhirnya sejak tahun 1974 mulai dirintis untuk diberlakukan sistem pemungutan yang disebut Sistem Administrasi Manunggal Dibawah Satu Atap (SAMSAT). Pajak Kendaraan Bermotor merupakan pajak pusat, namun sejak tahun 1957 diserahkan kepada Daerah Tingkat I berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 1957 jo. Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 1957. Dahulu pada sistem pemungutan pajak secara konvensional pelayanan terhadap pembayaran atau pengawasan SWP3D, BBN-KB, STNK, dan SWDKLLJ masih dilakukan secara terpisah pada masing-masing instansi yaitu untuk PKB dan BBN-KB pada Dinas Pajak dengan 5 (lima) wilayah kotanya, untuk STNK dilakukan pada KOMDAK VII Metro Jaya dan SWDKLLJ pada Kantor PT. Asuransi Jasa Raharja di daerah Glodok Jakarta Barat. Namun pada tahun 1974 mulai dirintis kerjasama antara pemerintah daerah DKI Jakarta, Kepolisian RI dan PT. Asuransi Jasa Raharja, dalam rangka pengelolaan kendaraan bermotor secara terpadu dibidang pembayaran PKB, BBN-KB, STNK, dan SWDKLLJ. Ini semua diinspirasi dari studi banding yang dilakukan pemerintah daerah DKI Jakarta bersama-sama KOMDAK VII Metro Jaya ke Australia dan New Zealand. Beranjak dari inspirasi terpadu tersebut, pemerintah daerah DKI Jakarta mempunyai gagasan untuk melaksanakan pengelolaan kendaraan bermotor secara kerjasama dan terpadu dengan Sistem One Roofs Operation, yang terakhir diberi nama 39
Sistem Administrasi Manunggal Dibawah Satu Atap disingkat SAMSAT. Dalam pelaksanaannya harus dengan komputer (sebagai syarat yang harus dipenuhi dalam pelaksanaan), dan dimulai tahun 1974 untuk DKI Jakarta. Sejalan dengan kerjasama tersebut, pada tahun 1975 dibangun Gedung Kantor Bersama SAMSAT yang berlokasi di Komplek Polda Metro Jaya dan dilengkapi dengan mesin komputer. Seluruh biaya pembangunan gedung tersebut dibiayai pemerintah daerah DKI Jakarta melalui APBD, kecuali tanah disediakan oleh KOMDAK VII Metro Jaya. 1. Kantor SAMSAT Wilayah Jakarta Barat Sesuai dengan Surat Kapolda Metro Jaya tanggal 14 Nopember 1995 Nomor B/0444/XI/1995/Datro perihal pembangunan Kantor Bersama SAMSAT secara desentralisasi yang disampaikan kepada Gubernur KDKI Jakarta. Kapolda/Pangab mengusulkan agar tiap wilayah kota dibangun Kantor Bersama SAMSAT. Berdasarkan hasil rapat tanggal 10 Februari 1996 di ruangan Kaditlantas Polda Metro Jaya, bahwa pembangunan Kantor SAMSAT Jakarta Barat direncanakan selesai pada tahun Anggaran 1997/1998. Namun pembangunan tersebut tidak dapat terealisasi sesuai dengan rencana karena dukungan dana yang tidak memadai. Sesuai dengan hasil rapat koordinasi antara Tim Pembina SAMSAT Pusat dan Tim Pembina SAMSAT Daerah di Medan pada tanggal 20 sampai 23 Juli 1999, diusulkan agar dilakukan upaya-upaya peningkatan pelayanan kepada masyarakat dengan dibentuk Kantor Bersama Cabang Pembantu. Pelaksanaan/pembangunan Kantor SAMSAT Jakarta Barat terus diupayakan dan direncanakan dapat dioperasikan pada bulan Mei tahun 2000, yang peresmiannya sudah dilakukan pada bulan Juni tahun 2000 bertepatan dengan Ulang Tahun Jakarta ke 473. 40
2. Instansi Terkait SAMSAT Dalam melakukan kegiatannya, Kantor Bersama SAMSAT didukung oleh beberapa instansi terkait yang kedudukannya dibawah koordinasi Departemen Pertahanan dan Keamanan, Departemen Dalam Negeri dan Departemen Keuangan. Unsur pelaksana dari instansi terkait tersebut pada Kantor Bersama SAMSAT terdiri dari Kepolisian RI yang dalam hal ini diwakili oleh Polda Metro Jaya, Pemerintah daerah Provinsi DKI Jakarta yang dalam hal ini Dipenda bersama aparat terkaitnya dan PT. (Persero) Asuransi Jasa Raharja. Adapun masing-masing tugas dari aparat instansi terkait yang berada pada Kantor Bersama SAMSAT meliputi: 1)
Kepolisian yang dalam hal ini Polisi Lalu Lintas Polda Metro VII Jaya; bertugas dan berfungsi mengurusi masalah Heregistrasi Kendaraan Bermotor beserta kepemilikan kendaraan bermotor.
2)
PT. AK Jasa Raharja; yang mengurusi Polis Asuransi Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan.
3)
Pemerintah daerah DKI Jakarta yang dalam hal ini Dipenda; bertugas dan yang mengurusi Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBN-KB).
4)
Kantor Kas Daerah yang berhubungan dengan penerimaan uang dari Wajib Pajak, Polis Asuransi, dan Biaya Administrasi Kendaraan Bermotor.
3. Susunan Organisasi SAMSAT Dalam susunan organisasi SAMSAT masing-masing unit mempunyai susunan organisasi yang didasarkan kepada peraturan yang dikeluarkan oleh masing-masing induk instansinya. 41
Susunan organisasi Dipenda DKI Jakarta ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 9 tahun 1995, dimana unit pelayanan PKB dan BBN-KB dibagi dalam lima Wilayah Pelayanan dan masing-masing dipimpin oleh seorang Kepala Unit yang dalam melaksanakan tugasnya bertanggung jawab kepada Kepala Dinas. Unit Pelayanan PKB dan BBN-KB sampai tahun 2008 terdiri dari Sub Bagian Tata Usaha, Seksi Pendataan dan Pemeriksaan, Seksi Penetapan Pendaftaran Kendaraan Baru, Seksi Penetapan Pendaftaran Tukar Nama dan Mutasi, Seksi Penetapan Pendaftaran Ulang dan Seksi Penagihan, dimana masing-masing seksi dipimpin oleh seorang Kepala Seksi yang dalam melaksanakan tugasnya bertanggung jawab kepada Kepala Unit Pelayanan PKB dan BBN-KB. Unit Pelayanan PKB dan BBN-KB untuk tahun 2009 terdiri dari Subbagian Tata Usaha, Seksi PKB dan BBN-KB Baru, Seksi PKB dan BBN-KB Perpanjangan, dan Subkelompok Jabatan Fungsional, dimana masing-masing seksi dipimpin oleh seorang Kepala Seksi yang dalam melaksanakan tugasnya bertanggung jawab kepada Kepala Unit Pelayanan PKB dan BBN-KB. Untuk melihat bagan susunan organisasi Kantor SAMSAT tahun 2009 akan dijelaskan dalam L2. 4. Tugas Pokok dan Fungsi SAMSAT Adapun tugas pokok dan fungsi dari SAMSAT adalah: Tugas Pokok: melaksanakan pelayanan kepada masyarakat secara terpadu dan terkoordinasi meliputi Tata Laksana Pendaftaran Kendaraan Bermotor, Tata Laksana Pemungutan PKB dan BBN-KB sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku dan Tata Laksana Pemungutan SWDKLLJ. Untuk melaksanakan tugas pokok tersebut maka fungsi SAMSAT sebagai berikut: 42
1)
Penyusunan program kerja jangka panjang dan jangka pendek mengenai pelayanan dengan Sistem Administrasi Manunggal Dibawah Satu Atap (SAMSAT) secara terpadu dan terkoordinasi antara Unit Dipenda Provinsi DKI Jakarta, POLRI, dan Jasa Raharja;
2)
Menyelenggarakan pelayanan berupa pendaftaran, penetapan, pelaksanaan pungutan yang berkaitan dengan administrasi SAMSAT dan penyerahan hasil pelayanan berupa STNK, BPKB, SPPD, Pening dan Plat Nomor Kendaraan;
3)
Pendataan dan pemeriksaan Subyek/Obyek PKB dan BBN-KB;
4)
Menyelenggarakan pengelolaan arsip (penatausahaan pelaksanaan kegiatan);
5)
Menyediakan informasi tentang hal-hal yang berkaitan dengan urusan pajak di SAMSAT;
6)
Penagihan piutang PKB dan BBN-KB dan penatausahaan penagihan piutang;
7)
Melakukan koordinasi antar unit kerja dalam rangka pelaksanaan kegiatan SAMSAT.
III.2 Petunjuk Pelaksanaan Pemungutan BBN-KB Berdasarkan keputusan Gubernur Kepala DKI Jakarta Nomor 108 Tahun 2004 telah ditetapkan Petunjuk Pelaksanaan Pemungutan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor di Provinsi DKI Jakarta yang mengacu pada Perda DKI Jakarta Nomor 3 Tahun 2003 tentang Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor. Dan untuk memperkuat aspek hukum dalam pelaksanaan pemungutan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor maka disertakan Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah dan Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 4 Tahun 2002 tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah. 43
Petunjuk Pelaksanaan Pemungutan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dimaksudkan untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna dalam pelaksanaan pemungutan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor.
III.2.1 Pendaftaran dan Pelaporan Kendaraan Bermotor 1.
Setiap orang pribadi atau badan atau ahli waris yang menerima penyerahan kendaraan bermotor wajib mendaftarkan diri dan melaporkan kendaraan bermotornya ke Dinas Pendapatan Daerah dalam hal ini Unit Pelayanan PKB dan BBN-KB selambat-lambatnya: 1) 14 hari sejak menerima penyerahan kendaraan bermotor 2) 30 hari terhitung sejak tanggal pelunasan bea masuk kendaraan bermotor; 3) 14 hari setelah perubahan bentuk, fungsi maupun penggantian mesin bagi setiap kendaraan bermotor yang mengalami perubahan bentuk, fungsi maupun penggantian mesin; 4) 30 hari terhitung mulai tanggal fiskal antar daerah diterbitkan bagi kendaraan bermotor pindahan dari luar daerah.
2.
Pendaftaran dengan menggunakan SPOPD atau SPPKB yang harus diisi dengan jelas, benar, lengkap serta ditandatangani oleh Wajib Pajak atau kuasanya.
3.
SPOPD atau SPPKB sekurang-kurangnya memuat: a. Nama, nomor induk kependudukan, alamat lengkap dan kode pos serta kode wilayah pemilik kendaraan bermotor; b. Tanggal penyerahan kendaraan bermotor; c. Jenis/model, merek/tipe, isi silinder, tenaga kuda (Horse Power), tahun pembuatan, tahun perakitan, warna, nomor rangka dan nomor mesin. 44
d. Dasar penyerahan kendaraan bermotor: 1) Jual-beli; 2) Tukar-menukar; 3) Hibah; 4) Warisan; 5) Hadiah; 6) Penggabungan perusahaan (merger); 7) Pemasukan (impor) dari luar negeri untuk barang dipakai sendiri dan atau barang modal; 8) Ganti nama badan hukum dengan perubahan kepemilikan modal perusahaan, seperti akuisisi; 9) Eks dump ABRI/lelang negara. e. Harga jual kendaraan bermotor. 4.
Bentuk, isi dan ukuran formulir SPOPD atau SPPKB sebagaimana tercantum dalam lampiran keputusn ini.
5.
Berikut ini merupakan definisi dari SPOPD dan SPPKB: a. Surat Pendaftaran Obyek Pajak Daerah, yang dapat disingkat SPOPD adalah surat yang digunakan Wajib Pajak untuk mendaftarkan diri dan melaporkan obyek pajak atau usahanya ke Dinas Pendapatan daerah. b. Surat Pendaftaran dan Pendataan Kendaraan Bermotor yang selanjutnya disingkat SPPKB adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan data Obyek Pajak dan Wajib Pajak sebagai dasar perhitungan dan pembayaran pajak yang terutang menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku. 45
6.
Pelaporan kendaraan bermotor terdiri dari: a. Setiap orang pribadi atau badan yang menyerahkan kendaraan bermotor wajib melaporkan kepada Kepala Dinas Pendapatan Daerah dalam hal ini Kepala Unit Pelayanan PKB dan BBN-KB atas terjadinya penyerahan kendaraan bermotor selambat-lambatnya 30 hari sejak saat penyerahan kendaraan bermotor. b. Kewajiban melapor dapat dilakukan dengan cara: 1. pos tercatat; 2. langsung secara tertulis kepada Kepala Unit Pelayanan PKB dan BBN-KB; 3. Faksimile. c. Laporan penyerahan kendaraan bermotor harus memuat data sebagai berikut: 1. nama dan alamat orang pribadi atau badan yang menyerahkan kendaraan bermotor; 2. nama dan alamat orang pribadi atau badan yang menerima penyerahan kendaraan bermotor; 3. tanggal penyerahan kendaraan bermotor; 4. Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (TNKB); 5. jenis, merek, dan tahun pembuatan dan nomor mesin kendaraan bermotor. d. Terhadap pemilik kendaraan bermotor yang tidak mendaftarkan diri dan melaporkan penyerahan kendaraannya dikenakan sanksi administrasi berupa denda sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
46
III.2.2 Tata Cara Penetapan Pajak 1)
Berdasarkan SPOPD atau SPPKB besarnya BBN-KB yang terutang dihitung dan dituangkan ke dalam Surat Setoran Pajak Daerah (SSPD), untuk kemudian ditetapkan dengan menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD).
2)
Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terutangnya pajak, Kepala Dinas Pendapatan Daerah, dapat menerbitkan: ¾ SKPDKB, dalam hal apabila: a. Berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain, pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar; b. SPOPD atau SPPKB tidak disampaikan kepada Kepala Dinas Pendapatan Daerah dalam jangka waktu tertentu setelah ditegur secara tertulis; c. Kewajiban mengisi SPOPD atau SPPKB tidak dipenuhi, pajak yang terutang dihitung secara jabatan. ¾ SKPDKBT, apabila ditemukan data baru dan atau data yang semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah pajak terutang; ¾ SKPDN, apabila jumlah pajak yang terutang sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.
3)
Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKPDKB dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% sebulan terhitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak;
4)
Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKPDKBT dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% dari jumlah kekurangan pajak tersebut;
47
5)
Kenaikan berupa 100% tidak akan dikenakan apabila Wajib Pajak melaporkan sendiri sebelum dilakukan tindakan pemeriksaan;
6)
Jumlah pajak yang terutang dalam SKPDKB dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 25% dari pokok pajak ditambah sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 bulan dihitung sejak saat terutang pajak
7)
Kepala Dinas Pendapatan Daerah dapat menerbitkan Surat Tagihan Pajak Daerah apabila:
8)
a)
Pajak dalam tahun berjalan tidak atau kurang bayar;
b)
Wajib Pajak dikenakan sanksi administrasi berupa bunga dan atau denda.
Jumlah kekurangan pajak terutang dalam Surat Tagihan Pajak Daerah (STPD) ditambah dengan sanksi administrasi 2% (dua persen) sebulan untuk paling lama 15 hari sejak saat terutang pajak.
III.2.3 Tata Cara Pembayaran dan Penundaan Pembayaran 1.
Tata Cara Pembayaran a) BBN-KB wajib dilunasi sekaligus; b) SKPD, SKPDKB, SKPDKBT, STPD, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding yang menyebabkan jumlah BBN-KB yang dibayar bertambah, harus dilunasi dalam jangka waktu paling lama 1 bulan sejak diterbitkan; c) Pembayaran BBN-KB terutang dilakukan di Kantor Perbendaharaan dan Kas Daerah, di Kantor Bersama SAMSAT/Unit Pelayanan PKB dan BBN-KB;
48
d) Pembayaran BBN-KB terutang dapat juga dilakukan dengan cek atau giro bilyet dalam jangka waktu 1 minggu sebelum jatuh tempo pembayaran kepada Petugas Kantor Perbendaharaan dan Kas Daerah menerima cek atau giro bilyet dan mengirimkan pada Bank DKI untuk menerbitkan Nota Kredit; e) Kantor Perbendaharaan dan Kas Daerah yang menerima pembayaran BBNKB, baik tunai maupun nota kredit untuk dilakukan validasi/teraan kas register dengan ketentuan sebagai berikut: Menolak SSPD, SKPDKB, SKPDKBT, STPD cacat atau terdapat hapusan penggantian data kendaraan bermotor dan teraan pembayaran; Menolak dan mengembalikan SSPD, SKPDKB, SKPDKBT, STPD kepada Kantor Unit Pelayanan PKB dan BBN-KB, yang telah jatuh tempo pembayaran; SSPD, SKPDKB, SKPDKBT, STPD harus ditandatangani atau diparaf oleh Kepala Unit Pelayanan PKB dan BBN-KB atau petugas yang ditunjuk. f) SSPD, SKPDKB, SKPDKBT, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan dan Surat Keputusan Banding, tidak atau kurang dibayar setelah jatuh tempo pembayaran dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% sebulan dan ditagih melalui STPD. 2.
Tata Cara Penundaan Pembayaran 1) Dalam hal Wajib Pajak tidak dapat membayar Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor yang terutang sesuai dengan jangka waktu yang telah ditentukan oleh SSPD, SKPDKB, SKPDKBT, STPD dapat mengajukan permohonan penundaan pembayaran secara tertulis kepada Kepala Dinas Pendapatan Daerah dalam hal ini Kepala Unit Pelayanan PKB dan BBN-KB, selambat49
lambatnya 7 hari sebelum jatuh tempo pembayaran yang tercantum dalam SSPD, SKPDKB, SKPDKBT, STPD. 2) Apabila permohonan penundaan dapat diterima maka Kepala Dinas Pendapatan Daerah dalam hal ini Kepala Unit Pelayanan PKB dan BBN-KB menerbitkan Surat Keputusan Penundaan Pembayaran. 3) Penundaan pembayaran diberikan paling lama 30 hari terhitung mulai tanggal jatuh tempo pembayaran yang termuat dalam SSPD, SKPDKB, SKPDKBT, STPD. 4) Wajib Pajak membayar Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor terutang ke Kantor Perbendaharaan dan Kas Daerah (KPKD) pada Kantor Bersama SAMSAT dengan menggunakan SKPD, SKPDKB, SKPDKBT, STPD serta melampirkan Surat Keputusan Penundaan Pembayaran.
III.3
Metode Penelitian Dalam penulisan skripsi ini, jenis penelitian yang digunakan adalah explanatory
study dengan pendekatan studi kasus dimana pengumpulan data dan informasi dilakukan dengan cara mengumpulkan, membaca sumber-sumber informasi untuk memperoleh data yang berkaitan dengan penelitian dan melakukan wawancara dengan pihak yang terkait data atau keterangan yang dibutuhkan dalam hal ini adalah Dinas Pendapatan Daerah dan Kantor SAMSAT Jakarta Barat.
III.3.1 Definisi Operasional Variabel Definisi operasional adalah suatu pendefinisian yang dilakukan dengan cara memberikan arti pada suatu variabel yang mana bertujuan untuk mengukur dan 50
menganalisa variabel-variabel tersebut agar mendapat gambaran yang pasti: 1.
Pendapatan Asli Daerah yang selanjutnya disingkat PAD adalah pendapatan yang diperoleh suatu daerah yang dipungut berdasarkan Peraturan Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan PAD, terdiri dari: a. Hasil Pajak Daerah; b. Hasil Retribusi Daerah; c. Hasil Perusahaan Milik Daerah dan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah; d. Lain-lainnya Pendapatan Asli Daerah.
2.
Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor adalah pajak yang dipungut atas penyerahan kendaraan bermotor. Tarif BBN-KB atas penyerahan pertama ditetapkan sebesar: a. 10% untuk kendaraan bermotor bukan umum; b. 10% untuk kendaraan bermotor umum; dan c. 3% untuk kendaraan bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar. Tarif BBN-KB atas penyerahan kedua dan selanjutnya ditetapkan sebesar: a. 1% untuk kendaraan bermotor bukan umum; b. 1% untuk kendaraan bermotor umum; dan c. 0,3% untuk kendaraan bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar. Tarif BBN-KB atas penyerahan karena warisan ditetapkan sebesar: a. 0,1% untuk kendaraan bermotor bukan umum; b. 0,1% untuk kendaraan bermotor umum; dan c. 0,03% untuk kendaraan bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar. Obyeknya adalah kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraan bermotor. Subyeknya adalah orang pribadi atau badan yang memiliki kendaraan bermotor. 51
3.
Pajak Daerah adalah iuran wajib yang dibayar oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan daerah.
III.3.2 Teknik Pengumpulan Data Dalam penyusunan skripsi ini penulis mengumpulkan data dan keterangan yang akan digunakan sebagai bahan masukan dengan cara melakukan Penelitian Lapangan (Field Research), yaitu data dan keterangan diperoleh dari tempat penelitian dalam hal ini adalah Dinas Pendapatan Daerah dan Kantor SAMSAT Jakarta Barat melalui: 1.
Studi literatur ( literature research) Teknik pengumpulan data utama yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah melalui studi literatur (literature research). Proses ini dilakukan dengan cara membaca dan mempelajari beberapa buku literatur, modul, dan sumbersumber lainnya yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti. Selanjutnya data yang diperoleh tersebut akan dicatat, dikumpulkan, dan dianalisis.
2.
Penelitian lapangan (field research) Penelitian ini merupakan suatu bentuk penelitian berupa tinjauan langsung yang dilakukan pada Dinas Pendapatan Daerah dan Kantor SAMSAT Jakarta Barat guna memperoleh data-data yang dibutuhkan dengan cara: a. Dokumentasi. Mengumpulkan dokumen-dokumen tentang rencana dan realisasi Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor di Kantor SAMSAT, rencana dan realisasi Bea
52
Balik Nama Kendaraan Bermotor secara menyeluruh dan realisasi Pajak Daerah dan Pendapatan Asli Daerah pada periode 2006 – 2008. b. Observasi. Dilakukan dengan cara mengadakan pengamatan langsung terhadap penerapan pelaksanaan pemungutan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor. Hasil observasi kemudian dibandingkan dengan kriteria sesuai dengan penelitian literatur untuk menemukan permasalahan yang ada, sebab, akibat, dan memberikan rekomendasi. c. Inquires of the client. Penulis melakukan tanya-jawab langsung dengan pimpinan maupun karyawan di Dinas Pendapatan Daerah dan Kantor SAMSAT Jakarta Barat mengenai bidang kegiatan, sistem, dan prosedur yang dilakukan instansi tersebut yang berkaitan dengan masalah yang dibahas terutama mengenai perpajakan, guna memperoleh informasi untuk mendukung penelitian ini.
III.3.3 Metode Analisis Data 1.
Metode Analisis Kualitatif Dalam metode ini penulis menyusun teori-teori Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, Pendapatan Asli Daerah serta Pajak Daerah itu sendiri, yang mana datadata tersebut diperoleh dari Dinas Pendapatan Daerah dan Kantor SAMSAT Jakarta Barat serta dari buku-buku yang berhubungan dengan pajak daerah dan buku pendukung lainnya, yang disusun melalui proses pengumpulan data, pengklasifikasian data, dan pengembangan pola dari data tersebut guna mengetahui
53
perkembangan penerimaan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor terhadap Pendapatan Asli Daerah. 2.
Metode Analisis Kuantitatif Dalam metode ini penulis menghitung angka-angka yang berkaitan dengan rencana dan realisasi Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, Pajak Daerah, dan Pendapatan Asli Daerah. Untuk menganalisis data-data yang telah diperoleh, penulis membandingkannya dari tahun ke tahun antara tahun 2006 s/d 2008 sehingga dapat diketahui apakah ada peningkatan atau penurunan dari penerimaan pajak tersebut. Data-data yang telah diperoleh kemudian diolah, selanjutnya dibandingkan dengan hasil studi kepustakaan, kemudian dilakukan analisis, dari analisis yang dilakukan ditarik kesimpulan dan diajukan saran-saran yang dianggap membangun. Untuk mendapatkan solusi atas permasalahan yang terjadi maka akan
dipergunakan teknik analisis sebagai berikut: 1.
Analisis comparative, yaitu membandingkan rencana penerimaan pajak dengan realisasi penerimaan pajak yang kemudian dianalisis. Adapun rumus-rumus yang digunakan antara lain: a. Untuk mengukur laju pertumbuhan baik BBN-KB pada Kantor SAMSAT, BBN-KB Provinsi DKI Jakarta maupun PAD, maka rumusnya: % = { penerimaan tahun t – penerimaan tahun t-1 } x 100 penerimaan tahun t-1 b. Untuk mengukur perbandingan antara rencana dan realisasi, maka rumusnya: % = ( realisasi tahun t / rencana tahun t ) x 100 c. untuk mengukur kontribusi BBN-KB terhadap PD dan PAD, maka rumusnya: misal : % = ( realisasi BBN-KB tahun t / realisasi PD tahun t) x 100
54
2.
Analisis Statistik melalui pendekatan korelasi. Cara menghitung korelasi ( r ) adalah sebagai berikut:
dimana: r = koefisien korelasi y = Pendapatan Asli Daerah (PAD) x = Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor Rumus ini digunakan untuk mengetahui seberapa besar tingginya hubungan antara Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dengan PAD. Untuk membantu memudahkan penulis dalam menghitung koefisien korelasi maka penulis akan mempergunakan software Statistical Package for Social Science (SPSS). Setelah mendapatkan hasil perhitungan selanjutnya penulis akan menyimpulkan hubungan antara Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dengan Pendapatan Asli Daerah.
55