BAB III OBJEK DAN METODOLOGI PENELITIAN
III.1. Objek Penelitian Objek penelitian pada riset ini adalah para auditor yang bekerja di kantor- kantor akuntan publik lokal atau domestik yang berdomisili di Jakarta. Basalamah (1994) mendefinisikan, ”Populasi adalah sekumpulan (satu set) data yang menjelaskan mengenai beberapa kejadian yang menjadi perhatian peneliti.” (h.17). Populasi dan sampel dalam penelitian ini adalah para auditor yang memiliki posisi di dalam organisasinya sebagai partner, menejer, senior auditor, junior auditor. Jumlah KAP yang dijadikan sebagai tempat riset sebanyak 16 (enam belas) KAP yang mayoritas terletak di daerah Jakarta Barat. Masing – masing KAP mendapat 10 kuisioner yang dibagikan kepada 10 auditor, sehingga total kuisioner yang dibagikan untuk memperoleh data adalah 160 kuisioner. Data yang digunakan dalam pengolahan data untuk menghasilkan kesimpulan mengenai pengaruh unsur - unsur pendidikan, pengalaman, pelatihan dan independensi terhadap kualitas audit berasal dari kuesioner yang telah diisi dengan baik oleh para auditor dan dikembalikan kepada penulis. Adapun untuk data alamat KAP yang berada di Jakarta Barat didapatkan dari situs Departemen Keuangan Indonesia. Tabel III.1 Total KAP Yang Dibagikan Kuesioner Keterangan Jumlah KAP yang dikunjungi dan dibagikan kuesioner 16 KAP yang fiktif atau tidak ditemukan alamatnya (6) Total KAP yang mengembalikan kuesioner 10 Sumber: Kuesioner
32
Tabel III.1 menunjukan bahwa dari 16 KAP yang dikunjungi dan dibagikan kuesionernya, hanya 10 KAP yang menerima kuesioner. Sisanya alamat KAP tidak ditemukan atau fiktif dan ada juga yang sudah tutup karena pemiliknya meninggal dunia. Tabel III.2 Total Kuisioner Yang Dikembalikan Keterangan Jumlah Jumlah kuisioner yang dibagikan 100 Kuisioner yang tidak kembali (48) Kuisioner yang digunakan dalam pengolahan data 52 Sumber: Kuesioner Tabel III.2 menunjukan bahwa dari 100 kuesioner yang dibagikan hanya 52 responden yang mengisi. Sisanya sebanyak 28 kuesioner dikembalikan tidak terisi dan 20 kuesioner tidak kembali dari 2 KAP yang sudah dikunjungi dan diserahkan kuesioner. Dari 52 kuesioner yang akan diolah datanya dalam uji hipotesis liner berganda sudah mencukupi ukuran sampelnya, yaitu lebih dari 30%.
III.2. Metode Penarikan Sampel III.2.1. Populasi dan Teknik Pemilihan Sampel Menurut Basalamah (1997), ”Seorang peneliti dapat mengumpulkan seluruh data atau populasi yang akan diteliti ataukah sebagian saja dari populasi tersebut.” (h.135). Keterbatasan waktu merupakan salah satu alasan penulis menggunakan sampel dalam pengolahan data untuk menghasilkan suatu keputusan mengenai tema yang diangkat penulis dalam skripsi ini. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik convinience sampling, para peneliti memilih unit yang nyaman, dekat, mudah dijangkau dll.
33
III.2.2. Skala Pengukuran Variabel Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kualitas audit (KA) yang akan dianalisa bersamaan dengan tiga variabel independen yaitu Pendidikan (PDK), Pengalaman (PGL), dan Pelatihan (PLT) dan Independensi (IDP). Data yang diperoleh dalam penelitian ini merupakan jenis data interval karena jawaban responden diukur dengan skala likert yang mempunyai gradasi dari sangat tidak setuju sampai dengan sangat setuju. Dalam penelitian ini Skala Likert yang digunakan mempunyai lima kategori yaitu: 1. Sangat Tidak Setuju
4. Setuju
2. Tidak Setuju
5. Sangat Setuju
3. Ragu - ragu Variabel penelitian merupakan alat yang digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomenal sosial yang diamati. Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Daftar Pertanyaan (Kuesioner). Kuesioner penelitian ini terdiri dari dua bagian yaitu data responden, dan yang merupakan inti dari kuesioner ini, berisi pertanyaan yang berkaitan dengan tema yang dibahas dalam penelitian ini yaitu mengenai pendidikan, pengalaman, pelatihan, dan independensi dan kualitas audit. Pertanyaan untuk mengukur lima variabel yang dibahas dalam penelitian ini diperoleh penulis dari beberapa sumber informasi yang berasal dari beberapa buku, artikel, dan literatur yang kemudian dimodifikasi sehingga secara keseluruhan menghasilkan 28 pertanyaan.
34
Kemudian sebelum data diolah melalui SPSS 16.0 dilakukan dahulu skoring data dengan cara membalikan hasil skala penilaian pada pertanyaan dalam kuesioner yang nilainya bersifat negatif menjadi positif. Untuk variabel pengukur pendidikan, pengalaman, pelatihan dan independensi pertanyaan dibuat berdasarkan kutipan bacaan dibawah ini. Undang – undang No.34 tahun 1945 yang mengatur mengenai penggunaan sebutan akuntan. Untuk dapat berpraktik sebagai AP, diperlukan izin dari Departemen Keuangan dan harus memiliki persyaratan sebagai berikut ini: 1. Persyaratan Pendidikan Diperlukan gelar sarjana ekonomi jurusan akuntansi dari universitas negeri atau swasta yang telah mendapatkan persetujuan dari Panitia Ahli Persamaan Ijazah Akuntansi. 2. Ujian Negara Akuntansi Sarjana ekonomi jurusan akuntansi diharuskan mengikuti Ujian Negara Akuntansi (UNA) untuk dapat memperoleh sebutan akuntan publik atau auditor yang independen. 3. Persyaratan Pengalaman Untuk memperoleh izin sebagai akuntan publik terdaftar, seorang akuntan terdaftar harus memiliki pengalaman kerja sebagai auditor pada kantor akuntan publik atau Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) paling sedikit tiga tahun. Sedangkan untuk independensi terangkum dalam SPAP (2001), aturan etika terdiri dari lima bagian, yaitu: 1. Independensi, integritas dan objektivitas 2. Standar umum prinsip akuntansi 35
3. Tanggung jawab kepada klien 4. Tanggung jawab dan praktik lain (h.200001-200006) Selain itu SPAP yang bersumber pada PSA No. 02 butir kedua menjelaskan, auditor bertanggung jawab untuk merencanakan dan melaksanakan audit untuk memperoleh keyakinan yang memadai apakah laporan keuangan bebas dari salah saji yang material, baik yang disebabkan oleh kekeliruan ataupun kecurangan. Kemudian pada butir keempat, disebutkan bahwa persyaratan profesional yang dituntut dari auditor independen adalah orang yang memiliki pendidikan dan pengalaman yang berpraktik sebagai auditor independen. (h.110.1-110.3) Hal lainnya dijelaskan dalam Boyton dan Johnson (2002), untuk peraturan perilaku independensi juga dijelaskan dalam peraturan 101-Independensi, yang menyatakan: Seorang CPA (Certified Public Accountant) yang berpraktik publik harus bersikap independent dalam melaksanakan jasa professional sebagaimana disyaratkan oleh standar resmi yang diumumkan oleh badan – badan yang ditunjuk oleh dewan. Selain itu karena pentingnya masalah independensi ini bagi berbagai jasa atestasi, maka hingga saat ini AICPA (American Institute of Certified Public Accountants) telah menerbitkan interpretasi yang terdapat beberapa tema dalam interpretasi independensi, yang meliputi pengaruh dari (1) kepentingan keuangan, (2) hubungan bisnis, (3) arti ungkapan CPA atau kantor akuntan publik, (4) jasa lainnya yang meliputi jasa akuntansi, jasa audit yang diperluas dan jasa konsultasi manajemen, (5) litigasi, (6) imbalan yang belum dibayar oleh klien. (h.97-106) Yulius Jogi Christiawan dalam jurnal akuntansi keuangan VOL. 7, NO. 1, MEI 2005: 6188, menyatakan pertanyaan tentang independensi in appearance berkaitan dengan: 36
Bagaimana bentuk standar independensi In Appearance , yang berkaitan dengan (1) larangan memiliki saham klien baik secara langsung ataut tidak, (2) larangan memiliki hubungan hutang piutang dengan klien, (3) larangan merangkap sebagai manajemen klien, (4) menjamin bahwa personel auditor maupun Kantor Akuntan Publik tidak memiliki masalah hukum dengan klien, (5) larangan merangkap sebagai internal auditor klien ditetapkan. Bagaimana standar tersebut dijalankan. Dan tindakan apa yang dilakukan untuk setiap penyimpangan. Dan Pertanyaan tentang kompetensi pengalaman berkaitan dengan: Pendekatan apa yang digunakan dalam penugasan personel untuk mencapai keseimbangan antara kebutuhan, keahlian, pengembangan dan pemanfaatan personel dalam pelaksanaan perikatan. Masalah dan situasi khusus apa yang mengharuskan personel untuk berkonsultasi, dan bagaimana personel melakukan konsultasi dengan atau menggunakan sumber atau pihak yang berwenang mengenai masalah yang kompleks dan tidak biasa. Apakah ada satu atau lebih personel yang bertindak sebagai spesialis yang berwenang dalam konsultasi. Bagaimana prosedur untuk menyelesaikan perbedaan pendapat antara personel pelaksana dengan para spesialis. Bagaimana lingkup dokumentasi yang harus dilakukan terhadap hasil konsultasi mengenai masalah atau situasi khusus yang mengharuskan adanya konsultasi. Dan bagaimana dokumentasi yang diperlukan untuk konsultasi lain. Bagaimana prosedur untuk perencanaan perikatan, prosedur untuk mempertahankan standar mutu Kantor Akuntan Publik untuk pekerjaan yang dilaksanakan dan prosedur untuk mereview kertas kerja dan laporan perikatan. Dari hasil rangkuman informasi diatas menghasilkan kriteria – kriteria variabel operasional dan sebagai pengukur variabel pendidikan, pengalaman, pelatihan, independensi dan kualitas audit di bawah ini: 37
III.2.2.1. Operasionalisasi Pendidikan (PDK) Tabel III.2.2.1 Operasional Variabel dan Pengukuran PDK Operasional dan Pengukuran Variabel Kriteria 1. Auditor harus memiliki latar belakang pendidikan S1. 2. Pendidikan yang berkelanjutan (PPL) dapat meningkatkan keahlian dan kualitas auditor. 3. Tingkat pendidikan akademis dapat mempengaruhi kinerja auditor. 4. Pendidikan akademis guna meningkatkan kualitas dan kemampuan untuk mencapai karir dan kedudukan yang lebih baik. 5. Pendidikan akan membentuk kepribadian, pengembangan wawasan bagi seorang auditor. Tabel III.2.2.1 menjelaskan dari lima kriteria yang terbentuk diatas menghasilkan 5 pertanyaan untuk variabel pendidikan yang disajikan dalam kuesioner.
III.2.2.2. Operasionalisasi Pengalaman (PGL)
Kriteria
Tabel III.2.2.2 Operasional Variabel dan Pengukuran PGL Operasional dan Pengukuran Variabel 1. Dengan melakukan perpindahan organisasi dapat menambah pengalaman sebagai auditor. 2. Kemampuan auditor dalam melakukan pengauditan dapat tercermin dari banyaknya pengalaman yang dimiliki. 3. Pengalaman yang banyak memudahkan auditor menemukan salah saji/temuan audit 4. Pengalaman mempunyai efek yang signifikan terhadap kasus yang ditangani auditor 5. Pengalaman berpengaruh teradap ketepatan waktu dalam penyelesian audit.
Tabel III.2.2.2 menjelaskan dari lima kriteria yang terbentuk diatas menghasilkan 5 pertanyaan untuk variabel pengalaman yang disajikan dalam kuesioner.
38
III.2.2.3. Operasionalisasi Pelatihan (PLT)
Kriteria
Tabel III.2.2.3 Operasional Variabel dan Pengukuran PLT Operasional dan Pengukuran Variabel 1. Pelatihan merupakan sarana peningkatan mutu profesional, sehingga auditor diwajibkan untuk mengikutinya. 2. Auditor diwajibkan mengikuti lokakarya dan konfrensi ataupun simposium guna meningkatkan profesionalismenya. 3. Frekuensi pelatihan yang berkelanjutan dapat meningkatkan keahlian auditor. 4. Pelatihan berkelanjutan dapat menambah pengatahuan terkini bidang akuntansi 5. Pengarahan dari pembimbing pelatihan, dapat memberikan motivasi untuk bekerja lebih baik.
Tabel III.2.2.3 menjelaskan dari lima kriteria yang terbentuk diatas menghasilkan 5 pertanyaan untuk variabel pelatihan yang disajikan dalam kuesioner.
III.2.2.4. Operasionalisasi Independensi (IDP)
Kriteria
Tabel III.2.2.4 Operasional Variabel dan Pengukuran IDP Operasional dan Pengukuran Variabel a. Auditor harus bebas dari pengaruh setiap pekerjaan dalam bidang yang diaudit atau yang pernah menjadi tanggung jawabnya. b. Seorang auditor tidak memihak kepada siapapun dalam mengambil keputusan ataupun mengeluarkan opini audit untuk menjaga independensinya. c. Auditor sudah seharusnya tidak terlibat dalam pertentangan kepentingan dengan teraudit. d. Auditor tidak boleh mempunyai kepentingan keuangan langsung dengan klien. e. Auditor tidak diperkenankan memiliki hubungan kerjasama atau memegang investasi bisnis dengan perusahaan yang diauditnya.
39
Tabel III.2.2.4 menjelaskan dari lima kriteria yang terbentuk diatas menghasilkan 5 pertanyaan untuk variabel independensi yang disajikan dalam kuesioner.
III.2.2.5. Operasionalisasi Kualitas Audit (KA)
Kriteria
Tabel III.2.2.5 Operasional Variabel dan pengukuran KA Operasional dan Pengukuran Variabel 1. Auditor mampu bekerja sama secara teamwork dalam melakukan pengauditan. 2. Auditor selalu taat pada Undang-undang, standar akuntansi dan auditing, dan peraturan yang berlaku umum termasuk peraturan organisasi. 3. Auditor selalu berpedoman kepada SPAP 4. Auditor dapat beradaptasi dengan cepat terhadap standar dan peraturan baru. 5. Auditor selalu menyelesaikan pekerjaan dengan baik dan tepat waktu. 6. Auditor selalu mampu membuat laporan audit dengan tepat. 7. Auditor dapat mengembangkan temuan audit. 8. Pelaksanaan audit yang dilakukan sesuai dengan perencanaan audit yang telah ditetapkan sebelumnya.
Tabel III.2.2.5 menjelaskan dari delapan kriteria yang terbentuk diatas menghasilkan 8 pertanyaan untuk variabel kualitas audit yang disajikan dalam kuesioner. Sehingga dari masing – masing kriteria variabel yang sudah terbentuk menghasilkan sebuah pertanyaan yang disajikan dalam dalam bentuk kuesioner dapat diisi dengan lengkap oleh responden, maka jawaban atas pertanyaan kuesioner tersebut dapat digunakan untuk analisa lebih lanjut dalam penelitian ini. Berdasarkan jawaban dari masing – masing responden maka akan dilanjutkan dengan menjumlahkan jawaban atas setiap pertanyaan pada setiap variabel dari setiap responden yang kemudian nilai
40
rata – ratanya dapat dihitung dan hasil perhitungan nilai rata – rata tersebut yang seterusnya akan disebut sebagai variabel independen dan variabel dependen.
III.3. Teknik Pengumpulan Data Untuk melakukan pengumpulan data, penulis mendatangi langsung KAP yang menjadi objek penelitian untuk melakukan penelitian, selain itu penulis juga memanfaatkan sarana sebagai berikut: 1. Studi Kepustakaan Untuk mendukung penelitian ini, penulis menelaah berbagai informasi tertulis berupa literatur, buku-buku pengetahuan, peraturan perundang-undangan, dan berbagai informasi lainnya yang relevan dan berkaitan dengan tema yang angkat dalam penelitian. 2. Studi Lapangan Pengumpulan
data
dilakukan
dengan
studi
kepustakaan
yaitu
teknik
pengumpulan data dan informasi yang dilakukan dengan pengamatan langsung dari sepuluh KAP yang mayoritas terletak di Jakarta Barat. Studi lapangan yang dilakukan antara lain : a. Observasi Non Partisipan Pengumpulan data dengan melakukan pengamatan, mencatat dan menganalisis secara langsung pada KAP, tetapi tidak terlibat langsung dengan proses kerja yang diteliti. Seperti melakukan pengamatan mengenai lingkungan dan suasana kerja KAP berpraktik.
41
b. Kuesioner Penulis menggunakan kuesioner yang merupakan instrumen penelitian berupa daftar pertanyaan yang ditujukan untuk para auditor yang merupakan objek dan populasi penelitian dalam skripsi ini.
III.3.1. Teknik Pengolahan dan Analisis Data Tahapan puncak dari penelitian adalah berupa pengolahan dan analisis data. Data yang menjadi input dalam pengolahan data dianalisis dengan menggunakan teknik analisis statistik yang memanfaatkan software statistik yaitu Statistical Product Solution Service versi 16.0. Sebelum dilakukan pengujian hipotesis, hasil penelitian harus melakukan pengujian validitas dan reliabilitas instrumen penelitian, yang dalam hal ini menggunakan kuesioner. 1) Pengujian Validitas Dikutip dalam Sarwono (2006), Pengujian validitas sangat diperlukan dalam suatu penelitian, khususnya yang menggunakan kuesioner dalam memperoleh data. Validitas adalah ukuran yang menunjukkan sejauh mana instrumen pengukur mampu mengukur apa yang ingin diukur. Pengujian validitas digunakan untuk mengetahui kelayakan butir - butir dalam suatu daftar pertanyaan dalam mendefinisikan suatu variabel. Uji validitas menggunakan analis faktor (Factor Analysis), suatu skala pengukuran dikatakan valid apabila skala tersebut digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur dan validitas suatu butir pertanyaan dapat dilihat pada hasil output SPSS versi 16.0. (h.219)
42
2) Pengujian Realibilitas Reliabilitas menunjukkan pada suatu pengertian bahwa suatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk dijadikan sebagai alat pengumpulan data karena instrumen tersebut sudah baik. Instrumen yang sudah dapat dipercaya akan menghasilkan data yang dapat dipercaya pula. Reabilitas berkonsentrasi pada masalah akurasi pengukuran dan hasilnya. Koefisien reliabilitas ini didukung dengan koefisien Cronbach Alpha. Untuk melihat reliabel tidaknya dilakukan dengan melihat koefisien reliabilitas yang berkisar dari 0 hingga 1. Jogianto (2008), umumnya skor reliabilitas yang diterima banyak penelitian bersifat antara 0,70 sampai 0,80. Namun demikian di tahapan – tahapan awal riset, nilai reliabilitas diatas 0,60 dianggap cukup. (h.52) 3) Pengujian Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk melihat apakah bentuk sebaran dari skor jawaban subjek normal atau tidak. Pengujian normalitas dilakukan terhadap distribusi variabel independen dengan dependen, dengan menggunakan teknik One Sample Kolmogorof Sminov Test pada program SPSS 16.0. kaidah yang digunakan untuk mengetahui normal atau tidaknya sebaran data adalah jika p > 0,05 maka sebaran dikatakan normal, namun jika p < 0,05 maka sebarannya dinyatakan tidak normal.
III.3.2. Teknik Pengujian Hipotesis III.3.2.1. Analisis Regresi Berganda Menurut Sugiyono (1999), pada penelitian ini digunakan analisis regresi berganda dengan tujuan untuk menganalisis pengaruh dependensi antara tiga variabel independen dengan satu variabel dependen.
43
Model sampel untuk analisis regresi berganda : KA = α + β1 PDK1 + β2 PGL2 + β3 PLT3 + β4 IDP4 Keterangan : KA
: Kualitas Audit (variable dependent)
PDK
: Pendidikan (variable independent)
PGL
: Pengalaman (variable independent)
PLT
: Pelatihan (variable independent)
IDP
: Independensi (variable independent)
α
: Konstanta
Setelah koefisien regresi didapat maka dimasukan ke dalam rumus kolerasi ganda 4 prediktor : R = β1 ∑ PDK1KA + β2 ∑ PGL2 KA + β3 ∑ PLT3 KA + β4 ∑IDP4 KA ∑ KA Kemudian melakukan uji koefisien kolerasi ganda : F = R² (N-m-1) m (1 –R²) Karena F hitung lebih besar dari F tabel maka koefisien kolerasi yang diuji adalah signifikan untuk α = 5% dan α = 1%, sehingga dapat diberlakukan ke populasi. (h.210-219)
III.3.2.2. Uji Parsial dengan T -test Sarwono (2006) menyatakan, pengujian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya pengaruh masing - masing variabel independen secara parsial terhadap variabel dependen. Hasil T-test ini dapat dilihat pada tabel Coefficients dalam output SPSS. (h.135) 44
•
Hasil uji T tergantung dari nilai signifikansinya pada taraf signifikasi 95% (α = 0,05), apabila nilai signifikansinya lebih besar daripada α atau signifikan level α = 5% atau p-value > α = 5% maka secara bersama - sama keempat variabel independen tersebut tidak mempunyai pengaruh terhadap variabel dependennya. Ho = diterima dan Ha = ditolak, maka disimpulkan bahwa pengaruh variabel independen secara bersama - sama tidak signifikan dengan variabel dependennya.
•
Hasil uji T tergantung dari nilai signifikansinya pada taraf signifikasi 95% (α = 0,05), apabila nilai signifikansinya lebih kecil daripada α atau signifikan level α = 5% atau p-value < α = 5% maka secara bersama - sama keempat variabel independen tersebut mempunyai pengaruh terhadap variabel dependennya. Ho = ditolak dan Ha = diterima, maka disimpulkan bahwa pengaruh variabel independen secara bersama - sama signifikan dengan variabel dependennya.
III.3.2.3. Uji Simultan dengan F -test Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada perbedaan yang signifikan antar variabel dan juga untuk mengetahui pengaruh bersama - sama variabel independen terhadap variabel dependen. Hasil F-test dapat dilihat pada tabel ANOVA dalam output SPSS. Untuk menguji signifikansi antara variabel yang diteliti dapat digunakan kriteria sebagai berikut : •
Hasil uji F tergantung dari nilai signifikansinya pada taraf signifikasi 95% (α = 0.05), apabila nilai signifikansinya lebih kecil daripada α atau signifikan level α = 5% atau p-value < α = 5% maka secara bersama - sama keempat variabel
45
independen tersebut tidak mempunyai pengaruh terhadap variabel dependennya. Ho = diterima dan Ha = tidak diterima, maka disimpulkan bahwa pengaruh variabel independen secara bersama - sama tidak signifikan dengan variabel dependennya. •
Hasil uji F tergantung dari nilai signifikansinya pada taraf signifikasi 95% (α = 0.05), apabila nilai signifikansinya lebih besar daripada α atau signifikan level α = 5% atau p-value > α = 5% maka secara bersama-sama ketiga variabel independen tersebut mempunyai pengaruh terhadap variabel dependennya. Ho = tidak diterima dan Ha = diterima, maka disimpulkan bahwa pengaruh variabel independen secara bersama - sama signifikan dengan variabel dependennya.
III.3.3. Teknik Pengujian Asumsi Klasik Regresi Linier Berganda III.3.3.1. Multikolineritas Uji multikolineritas merupakan bentuk pengujian untuk asumsi dalam analisisregresi berganda. Pengujian ini bertujuan untuk menghindari kebiasaan dalam proses pengambilan kesimpulan mengenai pengaruh pada uji parsial masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen. Jika ada kolerasi maka terjadi masalah multikolineritas. Pendeteksian dilakukan dengan memakai VIF (Variance Inflation Factor), yang menyatakan apabila VIF berada > 5 maka akan terjadi multikolineritas.
III.3.3.2. Autokorelasi Uji autokorelasi merupakan pengujian asumsi dalam regresi dimana variabel dependen tidak berkorelasi dengan dirinya sendiri. Maksud dari korelasi dengan dirinya
46
sendiri adalah bahwa nilai dari variabel dependen tidak berhubungan dengan nilai variabel itu sendiri, baik nilai periode sebelumnya atau nilai periode setelahnya. Untuk mendeteksi autokorelasi dapat digunakan uji Durbin-Watson (DW). Untuk menguji apakah ada korelasi kesalahan pada periode t dengan kesalahan t-1. Pendeteksian autokorelasi dapat dilakukan dengan BRUEUSCH-GODFREY SERIAL CORRELATION LM Test, yaitu: •
Apabila nilai probabilitas berada > 0,05 maka tidak terjadi autokolerasi
•
Apabila nilai probabilitas berada < 0,05 maka terjadi autokorelasi
III.3.3.3. Heteroskesdastisitas Asumsi heterokesdastisitas adalah asumsi dalam regresi dimana varians dari residual tidak sama untuk satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Terdapat perbedaan pola yang ditunjukkan dengan nilai yang tidak sama antar satu varians dari residual. Salah satu uji untuk menguji heteroskesdastisitas adalah dengan melihat penyebaran dari varians residual. Pengujian heteroskedastisitas dilakukan dengan White Test, yaitu: •
Jika nilai probabilitas α > 0,05, maka tidak terjadi heteroskedastisitas
•
Jika nilai probabilitas α < 0,05, maka terjadi heteroskedastisitas
47