13
BAB III MODIFIKASI LIFE TABLE DASAR MENJADI LIFE TABLE PENDIDIKAN 3. 1 Konsep Life Table Pendidikan Selama ini keterangan tentang pendidikan siswa disajikan dalam bentuk proporsi,
namun berdasarkan status siswa selain berupa proporsi, dapat juga
merupakan proses suatu kejadian. Kejadian biasanya dinyatakan sebagai jumlah perubahan terjadinya kasus baru dalam populasi, misalnya tidak naik kelas atau keluar
selama
periode
waktu
tertentu. Sedangkan
proporsi
merupakan
perbandingan status terhadap populasi total dan dilaporkan dalam bentuk persentase, seperti menghitung Angka Partisipasi Kasar (APK), Angka Partisipasi Murni (APM) dan Angka Putus Sekolah (APtS). Menurut BPS (2011), Angka Partisipasi Kasar (APK) adalah angka perbandingan antara banyaknya murid dari jenjang pendidikan tertentu dengan banyaknya penduduk usia sekolah pada jenjang yang sama dinyatakan dalam persen. Angka Partisipasi Murni (APM) adalah persentase siswa dengan usia yang berkaitan dengan jenjang pendidikannya dari jumlah penduduk di usia yang sama. Sedangkan Angka Putus Sekolah (APtS) menunjukkan tingkat putus sekolah di suatu jenjang pendidikan, misalnya angka putus sekolah SD menunjukkan persentase anak yang berhenti sekolah sebelum tamat SD yang dinyatakan dalam persen (http://www.bps.go.id). Di Indonesia metode yang digunakan untuk menghitung APK, APM dan APtS dilakukan dengan cara membandingkan dijenjangnya kemudian
jumlah siswa sekolah berusia
dengan jumlah penduduk berusia tersebut dikalikan
100%. Sebagai contoh APK tingkat SD = (jumlah siswa SD/MI: penduduk 7-12 tahun) × 100%. Sedangkan untuk menentukan APM tingkat SMP = (jumlah siswa SMP/MTs berusia 13-15 : penduduk berusia 13-15 tahun) × 100%.
Untuk
menentukan APtS SMA, diperoleh dengan membagi jumlah penduduk berusia 16-18 tahun putus sekolah SMA/SMK/MA dibagi dengan penduduk berusia 16-18 tahun yang pernah sekolah SMA/SMK/MA .
14
Kelemahan dari APK, APM dan APtS hanya menerangkan kelompok siswa menurut jenjang pendidikan berdasarkan usia pada wilayah tertentu, sehingga untuk mengetahui seberapa peluang putus sekolah atau peluang tetap tetap bersekolah di setiap jenjangnya sulit diketahui. Untuk memperoleh informasi yang lengkap tentang riwayat pendidikan siswa maka diperlukan life table pendidikan, karena life table pendidikan dapat mengukur tingkat putus sekolah, peluang bersekolah, estimasi, dan proyeksi perubahan pendidikan di masa datang. Riwayat pendidikan siswa selalu diikuti oleh atribut statusnya seperti: naik kelas, tidak naik kelas, lulus, tidak lulus, mengulang, keluar, dan berhenti, sehingga penting diperhatikan dalam menyusun life table pendidikan. Misalkan atribut status tersebut merupakan state, dan keluar atau berhenti bersekolah sebagai state penyerap, maka dalam menyusun life table pendidikan akan lebih mudah apabila menggunakan model multistate life table (MSLT). Model MSLT memungkinkan anggota individu dari populasi untuk pindah state seperti: naik kelas, tidak naik kelas, dan mengulang menuju state penyerap. Perpindahan atau transisi siswa ini merupakan konsep dasar dari kerangka penerapan MSLT dalam bidang pendidikan. Dengan demikian MSLT menggambarkan dinamika saling ketergantungan antar sub populasi (state), di mana sub populasi didefinisikan status individu seperti naik kelas, tidak naik kelas, mengulang, lulus, tidak lulus, pindah, atau berhenti. Putus sekolah (drop out) adalah suatu kejadian keluar dari sekolah. Hubungan kejadian siswa aktif (naik kelas), mengulang (tidak naik kelas) dan keluar (drop out)
dijelaskan pada Gambar 2. Konsep inti dalam life table
pendidikan adalah terjadi perubahan status siswa, dari aktif
(naik kelas) ke
mengulang (tidak naik kelas), dari mengulang (tidak naik kelas) ke aktif (naik kelas), dari aktif (naik kelas) ke keluar (drop out), dan dari mengulang (tidak naik kelas) ke keluar (drop out). Dari Gambar 2, juga diketahui bahwa setiap kejadian baru merupakan sebuah kasus perpindahan status apakah mampu bertahan atau terserap.
15
Aktif (Naik kelas)
Mengulang (Tidak naik kelas)
Keluar (Drop Out) Gambar 2 Keterkaitan kejadian aktif, mengulang, dan keluar. Pendekatan MSLT menurut Willekens (1982), dapat dilihat dari dua perspektif yaitu makro dan mikro. Perspektif makro adalah dengan asumsi life table dipandang sebagai deskripsi dari populasi yang stasioner. Kedua perspektif mikro adalah biografi kohort yaitu sejarah hidup yang menggambarkan perjalanan hidup anggota populasi. Dalam perspektif makro, MSLT menggambarkan dinamika saling ketergantungan dari beberapa sub populasi, di mana setiap sub populasi didefinisikan perubahan status siswa seperti naik kelas, tidak naik kelas, lulus, tidak lulus, mengulang dan pindah atau berhenti (drop out).
3.2
Kajian dalam Menyusun Life Table Pendidikan Life table pendidikan adalah cara sistematis untuk melacak perkembangan
pendidikan sekelompok siswa. Dari kelompok ini ditelusuri mulai masuk sekolah kelas I SD/MI sampai menamatkan pendidikannya di kelas XII SMA/MA/SMK. Beberapa hal yang penting dalam menyusun life table pendidikan yang perlu diperhatikan adalah: jenis MSLT, state dan ruang state, dan peluang transisi. 3.2.1 Jenis Multistate Life Table Rogers (1979), mengelompokkan multistate life table menjadi dua jenis yaitu uniradix dan multiradix. Dalam penelitian ini, radix yang digunakan adalah 100.000, artinya jumlah siswa yang masuk sekolah dari SD/MI hingga SMA/MA/SMK sebanyak 100.000. Uniradix adalah jumlah seluruh anggota radix dalam state yang berbeda dan dapat berinteraksi. Sedangkan multiradix adalah gabungan dari beberapa uniradix dimana antar state dalam satu uniradix dapat berinteraksi dengan state pada uniradix yang lain.
16
Berdasarkan jenisnya, mulistate life table uniradix bidang pendidikan dijelaskan pada Gambar 3. Radix Kohort Aktif (Masuk atau Naik
Mengulang (Tidak naik kelas)
kelas)
Keluar (Drop out)
Gambar 3 Multistate life table uniradix pada bidang pendidikan. Dalam bidang pendidikan khususnya siswa yang tidak naik, ia dapat mengulang belajar kembali pada kelas yang sama namun pada waktu dan kelompok yang berbeda. Berarti terdapat interaksi state antar kohort dari radix yang berbeda, sehingga multistate life table Lynch (2010) pada Gambar 3 dapat dimodifikasi menjadi multistate life table multiradix, ditunjukkan pada Gambar 4. Mengulang (Tidak naik kelas)
Radix Kohort
Aktif (Masuk atau Naik
Mengulang (Tidak naik kelas)
kelas)
Keluar (Drop out)
Aktif (Masuk atau Naik kelas)
Gambar 4 Multistate life table multiradix pada bidang pendidikan. 3.2.2 State dan Ruang State State didefinisikan sebagai atribut status individu pada waktu tertentu, yang dapat berubah pada waktu mendatang (Willekens 1982). Misalnya, jika seorang siswa berada di kelas IX SMP/MTs, maka berarti ia mampu bertahan hingga
17
kelas itu. Pada saat
yang akan datang, mungkin akan lulus, tidak lulus,
melanjutkan ke SMA, atau tidak bersekolah. Jumlah state dalam MSLT biasanya terbatas dan bersifat diskret. Kumpulan dari semua state yang mungkin
dalam suatu himpunan
disebut ruang state. Misalnya, untuk menganalisis perubahan yang sederhana dalam status siswa, ruang state yang mungkin adalah lanjut, tidak naik dan keluar. Jika untuk menganalisis perubahan yang lebih luas, maka dapat dikembangkan menjadi naik kelas atau lulus, tidak naik atau tidak lulus, mengulang, dan keluar atau berhenti bersekolah. Dalam kasus ini, state akan berubah hanya sekali pada waktu tertentu, walaupun tidak naik kelas namun dapat mengulang pada state yang sama tetapi pada waktu yang berbeda. Oleh sebab itu untuk menyusun life table pendidikan lebih tepat apabila menggunakan multistate life table berbasis multi radix. 3.2.3 Matriks Peluang Transisi Fungsi dasar multistate life table merupakan himpunan dari peluang transisi yang didefinisikan untuk semua umur dan untuk mengkontruksi ke dalam sebuah tabel, yaitu dengan mentransformasikan tingkat mortalitas dan migrasi ke dalam bentuk matriks transisi. Dalam bidang pendidikan perubahan state diperlihatkan dengan adanya data transisi dari state ke state yang dialami oleh individu berdasarkan kelas dan waktu. Siswa yang berhasil naik kelas atau lulus ia akan pindah ke state berikutnya namun siswa tidak naik kelas atau tidak lulus maka ia akan mengulang di state yang sama dalam waktu yang berbeda. Berbeda dengan siswa yang pindah keluar atau berhenti (drop out) maka akan masuk state penyerap dan tidak kembali, walaupun terjadi namun jumlahnya sangat kecil. Struktur probabilistik dari MSLT dalam penelitian ini didasarkan pada proses Markov dengan ruang state diskrit. Dengan asumsi bahwa terjadinya suatu kejadian akan datang merupakan hasil dari suatu proses acak dan hanya dipengaruhi oleh kejadian saat ini. Suatu variabel acak didefinisikan oleh satu rangkaian nilai kemungkinan yang berhubungan dengan peluang, dengan waktu yang homogen dan dalam ruang yang terbatas. Dengan kata lain, dengan waktu
18
yang homogen berarti tingkat transisi dapat bervariasi antar interval dan berlangsung terus menerus (Schoen 1988). Pada ruang state yang terbatas model diasumsikan mengandung state J (j = 1,2, ..., j), untuk J >1 dan anggota bilangan bulat positif. State ke J adalah state penyerap, misalnya pada state keluar (drop out) dan tidak ada pengurang. Kelas yang dicapai oleh siswa merupakan suatu proses stokastik {S (x): x ≥0} pada ruang state dengan waktu kontinu.
Untuk populasi,
S (x) menunjukkan posisi siswa dalam ruang state pada kelas x. Rangkaian peluang transisi, state dinyatakan oleh
P{S (x) = j}, dimana j adalah state
terbatas. Peluang transisi antara dua state didefinisikan sebagai pij (x) = Pr{S(x+1)=j│ S(x)=i} (3.1) dimana pij(x, x+1) merupakan peluang bahwa siswa di j pada (x +1) yang berasal dari i pada x. Sehingga untuk peluang transisi dari state asal i ke state j, didefinisikan sebagai (3.2) dimana, nij adalah jumlah siswa pindah dari state asal i ke state tujuan j. sedangkan Tij adalah total siswa yang berada dalam ruang state. Jika a merupakan state siswa yang naik kelas, m adalah state siswa mengulang atau tidak naik kelas dan k adalah state siswa keluar atau berhenti, maka matriks peluang transisi Markovian tiga langkah dari i ke j dapat dinyatakan (3.3) Jumlah elemen dalam setiap kolom adalah satu. Dimana
paa : menunjukkan
transisi dari state a ke state a, pam : dari state a ke state m, pak : dari state a ke state k, pma : transisi dari state m ke state a, pmm :transisi dari state m ke state m, pmk : transisi dari state m ke state k, pka : transisi dari state k ke state a, pkm: transisi dari state k ke state m, dan pkk : transisi dari state k ke state k. Karena dinamika siswa yang naik, tidak naik, lulus, tidak lulus, mengulang, keluar, dan berhenti di setiap tahunnya selalu berubah, maka matriks peluang transisi P(x) tidak dapat diseragamkan, tergantung dari kasus dan gejala yang muncul. Dengan demikian peluang transisi setiap tahunnya tidak sama, tergantung dari perubahan status yang terjadi pada setiap akhir tahun pelajaran.
19
3.3
Konstruksi Model Life Table Pendidikan Dengan menggunakan fungsi dasar life table menurut Brown (1997) dan
multistate life table Siegel & Swanson (2004), maka dapat dijadikan acuan dalam mengkonstruksi life table pendidikan. Selain kolom x sampai dengan (x+n) sebagai periode kelangsungan pendidikan misalnya antara kelas I SD/MI sampai kelas XII SMA/MA/SMK kolom-kolom lainnya adalah lx; Lx ; Tx dan
. Dimana
kolom lx merupakan jumlah siswa yang masih bersekolah naik kelas atau lulus pada kelas x, sedangkan Lx menunjukkan waktu bersekolah yang dijalani oleh siswa antara kelas x sampai (x+1). Total waktu siswa yang bersekolah setelah mencapai kelas x ditunjukkan oleh kolom Tx, sedangkan harapan tetap bersekolah di kelas x ditunjukkan oleh kolom
.
Perhitungan multistate life table pendidikan dimulai dengan pendugaan dari jumlah siswa yang tidak naik dan peluang siswa siswa pengulang dan keluar. Untuk mengkonstruksi model life table pendidikan, maka diperlukan definisi dan notasi yang akan digunakan, sebagai berikut: x
: kelas yang ditempati oleh siswa asal (a) dan pengulang (m)
t
: waktu yang dijalani oleh siswa dalam satu tahun pelajaran
lx
: banyaknya siswa pada kelas x terdiri dari siswa asal (a) dan siswa
t
pengulang (m) dalam tahun t : jumlah siswa asal atau siswa baru yang naik kelas atau lulus di kelas x pada tahun t : banyaknya siswa yang tidak naik atau tidak lulus pada tahun t di kelas x : jumlah siswa yang keluar atau berhenti pada tahun t dikelas x : jumlah siswa yang naik kelas x pada tahun pelajaran t, dengan tanpa membedakan status sebelumnya : jumlah siswa yang mengulang di kelas x pada tahun t, dengan tanpa membedakan status sebelumnya : jumlah siswa yang keluar atau putus sekolah di kelas x pada tahun t, dengan tanpa membedakan status sebelumnya : jumlah siswa naik kelas pada tahun t di kelas (x+1)
20
: jumlah siswa pengulang atau siswa yang tidak naik pada tahun t di kelas (x+1) : jumlah siswa yang keluar atau putus sekolah pada tahun t di kelas (x+1) : jumlah siswa asal dan pengulang pada tahun (t+1) dikelas (x+1) Dengan menggunakan notasi–notasi di atas, sebelum menyusun model life table pendidikan terlebih dahulu disusun kohort pendidikan yang dijalani oleh seluruh siswa. Cara ini dilakukan agar dalam menyusun life table pendidikan tepat berdasarkan karakteristiknya, yaitu multistate life table multiradix. Dengan demikian dapat dilihat keterkaitan hubungan antar state aktif atau naik kelas (a), state tidak naik kelas atau mengulang (m), dan state keluar (k) serta jumlah siswa mampu bertahan pada setiap jenjangnya, sebagaimana dijelaskan pada Gambar 5.
21
Tahun Pelajaran t
....
(t+1)
t-1
t
t
(t+n)
t+1
t+n-1
t+n
Kelas x
t
....
t+1
t
t+n
t+1
t
t
t-1
(x+1)
t+n
t+1
t
t+n-1
t
t+n
t+n
....
t+1 t
t+n
t+n
(x+n) t
t
t
t
t+1
t+n-1
t+1
t+n
t+n
....
t t+1 t+n
Gambar 5 Konstruksi model life table pendidikan berdasarkan kohort Untuk
menghitung
jumlah
siswa
yang
mampu
bertahan
dalam
pendidikannya sampai kelas x pada tahun t diperoleh dengan menggabungkan siswa asal (a) dengan siswa pengulang (m) yang tidak naik dari kelas (x+1), kemudian dikurangi dengan siswa yang tidak naik (m) dan siswa yang keluar atau berhenti (k) di kelas x pada akhir tahun t, sehingga dapat ditulis: (t+1)
l(x+1)
(3.4)
Khusus untuk kelas I SD/MI didefinisikan tl1 Dengan menggunakan peluang transisi masing-masing state, dapat dihitung jumlah siswa yang dapat bertahan pada kelas selanjutnya, sebagai berikut:
22
(3.5) Dimana paa adalah transisi dari state a ke state a, pam : transisi dari state a ke state m, pak: transisi dari state a ke state k, pma: transisi dari state m ke state a, pmm : transisi dari state m ke state m, dan pmk : transisi dari state m ke state k. Untuk memisahkan siswa berdasarkan statusnya, berdasarkan (3.5) dan (3.3), untuk tlx =
], dimana tlx adalah matriks kolom, sehingga
diperoleh: (t+1)
= Px
+ P*x
=
=
=
(3.6)
dimana P*x adalah matriks peluang transisi yang konstan. Waktu yang dijalani oleh siswa lx dalam interval (x,x+1) disimbolkan Lx. Pendekatan untuk nilai Lx dari kelas I SD sampai dengan kelas XII SMA adalah sama, dengan asumsi bahwa rata-rata siswa akan tidak naik kelas dan keluar sebesar 0,5, sehingga diperoleh hubungan linear (3.7) Total waktu yang dijanani oleh siswa bersekolah setelah mencapai kelas x sampai menamatkan sekolahnya disimbolkan dengan Tx. Jumlah ini adalah total dari tLx, sehingga diperoleh
23
(3.8) Contoh menghitung total waktu siswa setelah menamatkan SD, diperoleh dari jumlah waktu bersekolah dari kelas VII SMP sampai dengan kelas XII SMA, sehingga diperoleh: T6 = L7 + L8 + … + L12. Selanjutnya untuk menghitung tingkat harapan siswa untuk dapat bertahan dalam pendidikannya di kelas x disimbolkan oleh
x.
Hal ini merupakan rata-rata
waktu yang dijalani oleh seluruh siswa di kelas x, dirumuskan (3.9)
.
Sebagai contoh untuk menghitung harapan siswa mampu bersekolah sampai kelas X SMA ditahun 2000, dengan menggunakan fungsi (3.9) diperoleh
.
Dengan demikian selain untuk menentukan harapan untuk dapat bertahan,
x
dalam bidang pendidikan dapat diartikan sebagai lama sekolah atau lama belajar dari sekolompok siswa. 3.4
Menyusun Life Table Pendidikan di Kabupaten Sintang.
3.4.1 Sumber Data dan Gambaran Umum Data Pendidikan di Kabupaten Sintang Sumber data utama
yang digunakan dalam penelitian ini merupakan
kompilasi dari Dinas Pendidikan, Kementrian Agama dan Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Sintang. Data tersebut merupakan kumpulan laporan bulanan dari setiap sekolah dan madrasah di Kabupaten Sintang. Untuk menyusun life table pendidikan, peneliti menggunakan data siswa SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA/SMK dari tahun 1999 sampai dengan tahun 2010. Unsur utama dalam menyusun life table adalah data yang menerangkan kematian atau migrasi. Dalam penelitian ini kematian dapat diartikan pindah atau putus sekolah (drop out) sedangkan migrasi dapat diartikan masuk sekolah, naik kelas, tidak naik kelas, tidak lulus atau mengulang. Agar dapat menjelaskan isi life table dengan utuh, terlebih dahulu dijelaskan gambaran umum tentang karakteristik data pendidikan di Kabupaten Sintang seperti peluang siswa naik kelas, tidak naik kelas, tidak lulus, dan keluar. Dengan informasi yang akurat
24
tentang penyebab maupun faktor perubahan status, diharapkan tidak salah dalam membuat kesimpulan. Dari data yang diperoleh, kemudian dicari peluang siswa yang naik kelas atau lulus, tidak naik kelas atau tidak lulus dan peluang siswa yang keluar (drop out) disetiap kelas dan tahun pelajarannya baik menurut sistem periodik maupun sistem kohort. Sebagai contoh, untuk mencari peluang siswa naik kelas x, diperoleh dengan membandingkan jumlah siswa yang berhasil naik kelas (x+1) dengan jumlah siswa di kelas x. Begitu pula cara yang dilakukan dalam menghitung peluang siswa yang tidak naik kelas atau tidak lulus dan peluang siswa yang keluar atau putus sekolah (drop out). Perhitungan peluang siswa dapat dibedakan dengan sistem periodik dan sistem kohort. Peluang pada sistem periodik diperoleh dari perbandingan jumlah siswa pada kelas tertentu dengan jumlah siswa pada kelas sebelumnya, dalam periode tertentu misalnya satu tahun pelajaran. Sedangkan peluang pada sistem kohort diperoleh dengan membandingkan jumlah siswa pada kelas tertentu dengan jumlah siswa pada kelas sebelumnya antar tahun pelajaran berdasarkan riwayat pendidikan dari kelas I SD hingga kelas XII SMA dan dari tahun 1999-2010. Dari hasil yang diperoleh kemudian dibandingkan apakah terdapat persamaan antara sistem periodik dengan sistem kohort. Peluang siswa naik kelas atau dapat melanjutkan pendidikannya ke jenjang selanjutnya menurut sistem periodik ditunjukkan Gambar 6. 1,2
tahun 1999
tahun 2000
1
tahun 2001
Peluang
0,8
tahun 2002 tahun 2003
0,6
tahun 2004
0,4
tahun 2005
0,2
tahun 2006 tahun 2007
0 I
II
III
IV
V
VI VII VIII IX Kelas
X
XI
tahun 2008 tahun 2009
Gambar 6 Peluang siswa dapat melanjutkan kejenjang selanjutnya.
25
Dari Gambar 6, secara global memiliki kecenderungan yang sama yaitu dari kelas I–VI, kelas VII-IX, dan kelas X-XI cenderung naik, namun untuk kelas VI dan kelas IX peluang untuk melanjutkan kejenjang selanjutnya cenderung menurun. Hal ini menunjukkan bahwa banyak tamatan SD yang tidak melanjutkan atau tertampung ke SMP, begitu pula untuk sekolah menengah atas (SMA/MA/SMK). Salah satu faktor penyebabnya adalah biaya pendidikan, khususnya dari tingkat SMP ke tingkat SMA dari pendidikan bersubsidi (BOS) ke pendidikan berbiaya. Peluang siswa tidak naik kelas atau tidak lulus ujian nasional secara global
Peluang
dijelaskan pada Gambar 7. 0,200
tahun 1999
0,180
tahun 2000
0,160
tahun 2001
0,140
tahun 2002
0,120
tahun 2003
0,100
tahun 2004
0,080
tahun 2005
0,060
tahun 2006
0,040
tahun 2007
0,020
tahun 2008 tahun 2009
-
I
II III IV V VI VII VIII IX X XI XII
tahun 2010
Kelas
Gambar 7 Peluang siswa tidak dapat melanjutkan kejenjang selanjutnya. Berdasarkan Gambar 7, jelas bahwa peluang siswa tidak naik atau tidak lulus rata-rata masih dibawah 1%. Peluang tertinggi pada kelas IX SMP dan kelas XII SMA pada tahun 1999-2003 cenderung tinggi, hal ini disebabkan pada tahun– tahun tersebut hanya ada sekali ujian nasional. Sedangkan kecenderungan setelah tahun 2002 lebih rendah dikarenakan terdapat kebijakan pemerintah dengan adanya ujian ulang dan sistem Ujian Paket B/C, sehingga dapat menekan peluang siswa untuk tidak lulus. Hal ini akan berbanding lurus dengan peluang siswa yang mengulang baik tidak naik atau tidak lulus, semakin besar siswa tidak naik atau tidak lulus maka semakin besar pula peluang siswa untuk mengulang, walaupun dilapangan terdapat siswa yang tidak melanjutkan lagi (drop out) jumlahnya sangat kecil (Gambar 8).
26
Peluang
0,1800
tahun 1999
0,1600
tahun 2000
0,1400
tahun 2001
0,1200
tahun 2002 tahun 2003
0,1000
tahun 2004
0,0800
tahun 2005
0,0600
tahun 2006
0,0400
tahun 2007
0,0200
tahun 2008 tahun 2009
-
I
II III IV V VI VII VIII IX X XI XII
tahun 2010
Kelas
Gambar 8 Peluang siswa mengulang di Kabupaten Sintang dari tahun 1999-2010. Peluang siswa keluar atau putus sekolah (drop out) di kabupaten Sintang sebagaimana tergambar pada Gambar 9. 0,0900 tahun 1999
Peluang
0,0800
tahun 2000
0,0700
tahun 2001
0,0600
tahun 2002
0,0500
tahun 2003 tahun 2004
0,0400
tahun 2005
0,0300
tahun 2006
0,0200
tahun 2007
0,0100
tahun 2008
-
tahun 2009
I
II III IV V VI VII VIII IX X XI XII
tahun 2010
Kelas
Gambar 9 Peluang siswa keluar atau putus sekolah (drop out) di Kabupaten Sintang dari tahun 1999-2010. Berdasarkan Gambar 9, peluang siswa tidak dapat melanjutkan pendidikannya atau putus sekolah (drop out) cenderung naik di usia produktif, yaitu dari kelas IV SD ke atas, hal ini disebabkan setelah siswa sudah mampu bekerja maka cenderung untuk tidak melanjutkan tinggi khususnya di daerah pedalaman. Kecenderungan menurunnya peluang siswa untuk berhenti sekolah terjadi setelah tahun 2002, dengan adanya program pemerintah pengalihan subsidi BBM untuk siswa miskin dan Bantuan Operasional Siswa (BOS) sehingga dapat
27
menekan angka putus sekolah terutama pada jenjang SD dan SMP. Faktor lain yang mempengaruhi tingginya angka putus sekolah adalah dampak buruk dari kemajuan teknologi terhadap remaja khususnya di jenjang sekolah menengah, banyak ditemukan kasus berhenti sekolah karena terpaksa menikah. 0,500000 tahun 1999 0,450000 tahun 2000 0,400000 tahun 2001
Peluang
0,350000
tahun 2002
0,300000
tahun 2003
0,250000
tahun 2004
0,200000 0,150000
tahun 2005
0,100000
tahun 2006
0,050000
tahun 2007
-
tahun 2008 I
II
III IV
V
VI VII VIII IX
X
XI XII
Kelas
tahun 2009 tahun 2010
Grafik 10 Peluang siswa keluar di Kabupaten Sintang dari tahun 1999-2010. Gambar 10 menunjukkan peluang mutasi keluar Kabupaten Sintang juga adanya data yang tidak tercatat, hal ini peneliti lakukan karena tidak rutinnya laporan dari dari sekolah, sehingga jika disusun menurut kohort maka tidak akan cocok dengan data kabupaten. Peluang mutasi siswa yang signifikan besar terjadi pada tahun 2003 dan 2004, penyebab utamanya adalah setelah terbentuknya pemekaran kabupaten Melawi pada tahun 2003 juga banyak tutupnya perusahaan bidang HPHH menyebabkan siswa mengikuti kepindahan orang tuanya keluar dari Kabupaten Sintang. Hal yang perlu diperhatikan dalam menyusun life table menurut Brown (1997) adalah kohort. Melalui kohort akan tampak berapa banyak siswa yang dapat melanjutkan pendidikannya dalam satu radix tertentu. Untuk memperoleh data dalam satu kohort tentunya akan memakan waktu yang cukup lama dan untuk mendapatkan data yang lengkap bukanlah hal yang mudah, oleh sebab itu dalam penelitian juga akan disusun life table periodik, kemudian dibandingkan apakah life table periodik dapat mewakili life table kohort. Hasil penelusuran data periodik dan data kohort dapat dibandingkan peluang siswa naik kelas atau dapat melanjutkan pendidikannya ke jenjang selanjutnya
28
dengan enrollment yang sama tahun 1999 perbedaanya tampak sebagaimana pada Gambar 11. 1,2
Peluang
1 0,8 kohort 0,6 periodik tahun 1999
0,4 0,2 0
I
II
III
IV
V
VI VII VIII IX
X
XI
Kelas
Gambar 11 Perbandingan peluang siswa dapat melanjutkan studinya menurut kohort tahun 1999 dan data periodik tahun 1999. Bedasarkan Gambar 11, peluang siswa naik kelas atau melanjutkan antara kohort dan periodik pada kelas VI dan kelas IX memiliki kecenderungan yang sama yaitu menurun dari kelas sebelumnya, kemudian naik ke kelas selanjutnya, namun untuk kelas lainya justru saling bertolak belakang antara kenaikan dan penurunan antara data kohort dengan data periodik. Begitu pula untuk data ratarata data periodik dengan data kohort, sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 12. 1,2
Peluag
1 0,8 kohort
0,6
rata-rata periodik
0,4 0,2 0 I
II
III
IV
V
VI VII VIII IX
X
XI
Kelas
Gambar 12 Perbandingan peluang siswa dapat melanjutkan kejenjang selanjutnya antara kohort tahun 1999 dan data rata-rata periodik. Dengan demikian data periodik tidak persis sama dengan kondisi sebenarnya data hohort. Jika data masing-masing data kohort dibandingkan maka akan diperoleh gambaran sebagaimana pada Gambar 13.
29
1,2 1
Peluang
0,8 tahun 1997
0,6
tahun 1998
0,4
tahun 1999 0,2 0
III
IV
V
VI
VII
VIII
IX
X
XI
Kelas
Gambar 13
Perbandingan siswa melanjutkan antara data kohort tahun 1997, 1998, dan 1999.
Jika dibandingkan antara data kohort tahun 1999 dengan kohort tahun 1998 dan tahun 1997, maka peluang siswa yang melanjutkan hanya dapat dilihat dari kelas III sampai XI, hal ini disebabkan untuk data siswa kelas I dan II pada tahun 1997 dan 1998 tidak dapat ditelusuri. Berdasarkan Gambar 13, walaupun besar peluang berbeda-beda pada setiap kelas namun memiliki kecenderungan yang sama antara kenaikan dan penurunannya. Untuk perbandingan antara data kohort tahun 1999 dengan kohort tahun selanjutnya cenderung memiliki kecenderungan yang sama, walaupun untuk tahun selanjutnya tidak dapat dilihat satu kohort penuh dari kelas I sampai kelas XII, sebagaimana dijelaskan pada Gambar 14. 1,2 1
tahun 1999 tahun 2000
Peluang
0,8
tahun 2001
0,6
tahun 2002 tahun 2003
0,4 tahun 2004 tahun 2005
0,2
tahun 2006
0
tahun 2007
I
II
III
IV
V
VI VII VIII IX
X
XI
Kelas
Gambar 14 Perbandingan siswa melanjutkan antara kohort tahun 1999 dengan data setelah kohort tahun 1999.
30
Jika data kohort dirata-ratakan kemudian dibandingkan dengan data kohort tahun 1999, maka pola yang terjadi yakni setelah kelas II selalu memiliki kecenderungan yang sama walaupun dengan peluang yang berbeda (Gambar 15). 1,2 1
Peluang
0,8 0,6
kohort
0,4 rata-rata kohort
0,2 0 I
II
III
IV
V
VI VII VIII IX
X
XI
Kelas
Gambar 15 Perbandingan antara kohort tahun 1999 dengan rata-rata kohort. 3.4.2 Life Table Pendidikan di Kabupaten Sintang Dalam bidang pendidikan jumlah peserta didik cukup dinamis dan menarik untuk diamati dalam suatu waktu. Hal ini karena pengaruh dari masuk (input), naik kelas atau lulus, tidak naik kelas atau mengulang, keluar atau putus sekolah (drop out), hal ini tidak dapat dijelaskan pada life table unistate, sehingga mempunyai karakteristik tersendiri dalam demografi. Berdasarkan data yang diperoleh dikelompokkan menjadi tiga state yaitu: state aktif (a) untuk naik kelas atau lulus, state mengulang (m) untuk tidak naik kelas atau tidak lulus, dan state keluar (k) untuk berhenti atau pindah keluar kabupaten Sintang. Hal ini sangatlah penting sebagai acauan dalam penyusunan MSLT. Perubahan state ini diperlihatkan dengan adanya data transisi dari state ke state yang dialami oleh individu berdasarkan kelas dan waktu. Siswa yang berhasil naik kelas atau lulus ia akan pindah state berikutnya namun siswa tidak naik kelas atau tidak lulus maka ia dapat mengulang di state yang sama, namun dalam waktu yang berbeda. Berbeda dengan siswa yang pindah keluar atau berhenti (drop out), maka ia masuk pada state terserap dan tidak akan kembali, walaupun terjadi namun jumlahnya sangat kecil.
31
Peluang transisi dalam life table pendidikan ini, didasarkan atas tiga state yaitu: state aktif (a), state mengulang (m), dan state keluar (k). Dari ketiga state tersebut peluang transisi yang terjadi dibatasi sebagai berikut: transisi dari state a ke state a, transisi dari state a ke state m, transisi dari state a ke state k, transisi dari state m ke state a, transisi dari state m ke state m, transisi dari state m ke state k dan state k sebagai state penyerap. Untuk mengamati perjalanan hidup individu yang selalu berubah status sangatlah sulit, terutama mengamati perjalanan pendidikan siswa akan memakan waktu yang panjang. Dalam penelitian ini untuk menentapkan siswa naik, tidak naik, mengulang, pindah atau berhenti dilakukan dengan asumsi, dari siswa pengulang adalah tetap dan tidak ada siswa pindahan dari luar Kabupaten Sintang. Dari data yang diperoleh, ditetapkan peluang siswa pengulang menjadi naik kelas, tidak naik dan keluar atau berhenti masing-masing adalah 0,73212, 0,13023 dan 0,13765. Angka ini diperoleh dari rata-rata kecenderungan ujian akhir SD, SMP dan SMA yang terjadi di Kabupaten Sintang. Sedangkan untuk mengetahui peluang dari siswa asal, diperoleh dari komplemen peluang siswa pengulang. Berdasarkan pengertian life table, dalam pendidikan akan diterangkan riwayat pendidikan dari mulai masuk sekolah hingga menamatkan pendidikanya, sehingga life table kohort dianggap paling ideal. Namun untuk memperoleh data yang kohort sangatlah sulit dan makan waktu yang lama, oleh sebab itu dalam penelitian ini selain disusun life table kohort lengkap dari tahun 1999-2010, juga disusun life table periodik setiap tahun, sebagai contoh disajikan life table periodik tahun 1999 dan life table periodik tahun 2010 (Lampiran 6, Lampiran 7, dan Lampiran 8). Dari ketiga life table tersebut kemudian dibandingkan, apakah life table periodik dapat mendekati life table kohort, sebagaimana dijelaskan pada Gambar 16.
32
1,20000
120.000
1,00000
80.000
0,80000
Kohort Peluang
Jumlah Sisiwa
100.000
60.000 Periodik 99
Kohort
0,40000
40.000 Periodik 10
20.000
0,60000
Periodik 99
0,20000 Periodik 10 -
I
I
II III IV V VI VII VIII IX X XI XII
II III IV V VI VII VIII IX X XI XII
Kelas
Kelas
Jumlah siswa
Peluang lanjut
0,16000 0,40000 0,14000 0,35000 0,12000
0,30000 Kohort
0,08000
Peiodik 99
0,06000
0,25000 Peluang
Peluang
0,10000
Kohort
0,20000 Peiodik 99
0,15000 Period 10
0,04000
0,10000
0,02000
Period 10
0,05000 -
I
II III IV V VI VII VIII IX X XI XII
I
II
III IV
V VI VII VIII IX
X XI XII
Kelas
Kelas
Peluang tidak naik atau tidak lulus
Peluang keluar atau DO
Gambar 16 Perbandingan jumlah siswa yang naik kelas, tidak naik kelas, dan keluar, antara kohort dengan periodik. Berdasarkan Gambar 16, menurut jumlah siswa pada masing-masing kelas, peluang melanjutkan dan peluang keluar atau berhenti cenderung memiliki kecenderungan yang sama. Kecuali pada life table periodik 2010 setelah kelas III jumlah siswa yang tidak naik atau keluar lebih sedikit jika dibandingkan pada life table kohort dan life table periodik 1999. Untuk kasus peluang siswa yang tidak naik kelas atau tidak lulus, pada life table periodik tahun 2010 dan life table kohort memiliki kecenderungan yang sama, sedangkan untuk life table periodik 1999 memiliki kecenderungan yang bertolak belakang, terutama pada jenjang pendidikan menengah. Jika life table periodik tahunan dirata-ratakan kemudian dibandingkan dengan life table kohort, maka hasilnya tampak pada Gambar 17. Dari hasil perbandingan jumlah siswa, peluang melanjutkan, peluang keluar dan harapan antara, ternyata life table periodik tahun 1999 yang inputnya sama dengan life
33
table kohort mempunyai perbedaan terutama pada siswa yang keluar atau berhenti. 120.000
1 0,9
100.000 0,7 Kohort Peluang
Jumlah Siswa
0,8 80.000 60.000 Rata-rata Periodik
40.000
0,6 0,5
Kohort
0,4 Rata-rata Periodik
0,3 0,2
20.000
0,1 -
0 I
II
III IV V
VI VII VIII IX X
Kelas
XI XII
I
II
III
IV
V
VI VII VIII IX
X
XI XII
Kelas
Peluang melanjutkan
0,35
7
0,3
6
0,25
5
0,2
Kohort
0,15 0,1
Rata-rata Periodik
0,05
Harapan
Peluang
Jumlah siswa
Kohort
4 3
Rata-rata Periodik
2 1
0 0
I
II III IV V VI VII VIII IX X XI XII
Kelas
Peluang keluar atau berhenti
I
II
III IV
V
VI VII VIII IX
X
XI XII
Kelas
Harapan sekolah
Gambar 17 Perbandingan jumlah siswa, peluang melanjutkan, peluang keluar, dan harapan sekolahnya, antara kohort dan rata-rata periodik. Jika dibandingkan jumlah siswa, peluang melanjutkan,
peluang keluar atau
berhenti, dan harapan sekolahnya antara life table kohort dengan life table ratarata periodik, maka cenderung memiliki trend yang tidak jauh berbeda. Dengan demikian life table rata-rata periodik dapat mendekati life table kohort. Dari Gambar 16 dan Gambar 17 menunjukkan bahwa life table periodik dapat digunakan dalam bidang pendidikan, namun harus diuraikan latar belakang terjadinya perubahan status individu, hal ini menyangkut kebijakan pemerintah yang berlaku saat itu. Sebagai contoh, pada life table periodik tahun 2010 angka tidak naik kelas dan putus sekolah lebih kecil jika dibandingkan dengan life table kohort atau periodik tahun 1999, hal ini terjadi karena mulai tahun 2002 dengan adanya program pengalihan subsidi BBM ke siswa tidak mampu, Bantuan
34
Operasional Siswa (BOS), dan Bantuan Operarional Manajemen Mutu (BOMM) sehingga mampu menekan APtS di Kabupaten Sintang. Berdasarkan dua jenis life table yang disusun dalam penelitian ini yaitu life table kohort dan life table periodik, maka life table kohort-lah yang terbaik, karena dapat menggambarkan kondisi alamiah suatu populasi yang sebenarnya. Oleh sebab itu life table pendidikan yang dijadikan acuan di Kabupaten Sintang adalah life table menurut kohort, sebagaimana ditunjukkan pada tabel 2-5 berikut. Tabel 2 Peluang siswa asal, pengulang, dan peluang transisi
Kelas
Peluang siswa asal
1
0,95746
2
0,95455
3
Peluang siswa pengulang
Peluang Transisi asal ke naik kelas
asal ke tidak naik kelas
asal ke keluar
0,83811
0,03988
0,07947
0,04545
0,77308
0,04188
0,13959
0,95289
0,04711
0,80450
0,04051
4
0,95187
0,04813
0,83506
5
0,96784
0,03216
6
0,95965
7
0,04254
pengulang ke naik kelas
0,03114
pengulang ke tidak naik kelas
pengulang ke keluar
0,00554
0,00586
0,03327
0,00592
0,00626
0,10788
0,03449
0,00614
0,00648
0,04270
0,07410
0,03524
0,00627
0,00663
0,82286
0,03108
0,11389
0,02355
0,00419
0,00443
0,04035
0,65184
0,01943
0,28837
0,02954
0,00526
0,00555
0,97253
0,02747
0,89341
0,03934
0,03978
0,02011
0,00358
0,00378
8
0,95200
0,04800
0,89335
0,03977
0,01889
0,03514
0,00625
0,00661
9
0,99150
0,00850
0,81499
0,01235
0,16416
0,00622
0,00111
0,00117
10
0,95852
0,04148
0,81296
0,03860
0,10696
0,03037
0,00540
0,00571
11
0,95415
0,04585
0,83845
0,05329
0,06240
0,03357
0,00597
0,00631
12
0,99596
0,00404
0,94385
0,00447
0,04764
0,00296
0,00053
0,00056
Berdasarkan Tabel 2, setelah diketahui masing-masing peluang transisi maka, dapat kita lihat perbedaan peluang siswa asal dan siswa pengulang berikut masing-masing peluang transisinya. Dengan menggunakan rumus peluang bersyarat, dapat dihitung masing–masing peluang naik kelas, peluang tidak naik kelas, dan peluang keluar, baik dari siswa asal maupun siswa pengulang sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 3.
35
Tabel 3 Peluang transisi berdasarkan kelompok siswa asal dan pengulang
Kelas
Peluang siswa asal tidak naik keluar kelas 0,03988 0,07947
Peluang siswa pengulang*) tidak naik naik kelas keluar kelas 0,73212 0,13023 0,13765
1
naik kelas 0,88065
2
0,80989
0,04388
0,14623
0,73212
0,13023
0,13765
3
0,84436
0,04247
0,11317
0,73212
0,13023
0,13765
4
0,87730
0,04486
0,07784
0,73212
0,13023
0,13765
5
0,85026
0,03209
0,11765
0,73212
0,13023
0,13765
6
0,67934
0,02020
0,30045
0,73212
0,13023
0,13765
7
0,91870
0,04042
0,04088
0,73212
0,13023
0,13765
8
0,93848
0,04173
0,01979
0,73212
0,13023
0,13765
9
0,82199
0,01245
0,16556
0,73212
0,13023
0,13765
10
0,84823
0,04023
0,11154
0,73212
0,13023
0,13765
11
0,87884
0,05580
0,06535
0,73212
0,13023
0,13765
12
0,94769
0,00449
0,04783
0,73212
0,13023
0,13765
*) Peluang siswa pengulang telah ditentukan terlebih dahulu Untuk siswa asal yang berhasil naik kelas, tidak naik kelas dan keluar diperoleh dari perbandingan peluang siswa asal yang mengalami perubahan status dengan peluang keseluruhan siswa asal pada Tabel 2. Sebagai contoh dalam mencari peluang siswa asal yang naik kelas VII diperoleh dari peluang siswa asal yang naik kelas VII dibandingkan dengan peluang keseluruhan siswa asal di kelas VII adalah 0,89341 : 0,97253 = 0,9187. Dengan cara yang sama diperoleh pula untuk peluang siswa asal yang tidak naik kelas VII adalah 0,03934 : 0,97253 = 0,4042, dan peluang siswa asal yang keluar di kelas VII adalah 0,03978 : 0,97253 = 0,04088. Untuk mengetahui peluang siswa asal berubah status menjadi naik, tidak naik dan keluar atau putus sekolah dapat digunakan : apx Sebagai contoh untuk menghitung peluang transisi siswa kelas VII : a
p7 =
= 0,91870+ 0,04042 + 0,04088 = 1,00000
.
36
Dengan cara yang sama kita dapat ketahui pula untuk menentukan peluang siswa pengulang digunakan: mpx=
. Sebagai contoh untuk mengetahui
peluang transisi siswa kelas VII : m
p7 =
= 0,73212 + 0,13023 + 0,13765 = 1,00000
Dengan menggunakan peluang transisi pada Tabel 2 dan besaran radix 100.000, dapat diperoleh jumlah total siswa yang naik kelas, siswa yang tidak naik, dan siswa yang keluar, sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 4. Tabel 4 Jumlah siswa yang naik kelas, tidak naik kelas, keluar, dari siswa asal dan pengulang Jumlah Siswa asal / naik kelas
pengulang
asal dan pengulang
asal ke naik kelas
asal ke tidak naik kelas
1
100.000
4.443
104.443
87.534
4.166
2
90.787
4.322
95.109
73.527
3
76.692
3.815
80.507
4
67.549
3.417
5
61.763
6
Kelas
pengulang ke naik kelas
pengulang ke tidak naik kelas
pengulang ke keluar
8.300
3.253
579
612
3.983
13.276
3.164
563
595
64.755
3.257
8.679
2.793
497
525
70.966
59.261
3.030
5.258
2.502
445
470
2.064
63.827
52.514
1.982
7.267
1.511
269
284
54.025
2.290
56.315
36.702
1.091
16.232
1.676
298
315
7
38.378
1.092
39.470
35.258
1.551
1.569
800
142
150
8
36.058
1.831
37.889
33.840
1.505
714
1.340
238
252
9
35.180
304
35.484
28.918
438
5.824
222
40
42
10
29.140
1.270
30.410
24.718
1.172
3.250
930
165
175
11
25.647
1.242
26.889
22.540
1.431
1.676
909
162
171
12
23.449
96
23.545
22.223
105
1.121
70
12
13
asal ke keluar
Dengan menggunakan fungsi-fungsi dari life table Brown (1997), diperoleh jumlah waktu siswa selama bersekolah (Lx), total waktu yang dijalani siswa selama bersekolah setelah mencapai kelas x (Tx), dan harapan siswa dalam pendidikannya pada kelas tertentu (ẽx), dapat dijelaskan pada Tabel 5.
37
Tabel 5 Jumlah total siswa yang naik kelas, tidak naik, keluar, dan harapan untuk tetap bersekolah Naik kelas / lulus
Siswa tidak naik kelas
Siswa keluar
Peluang lanjut
Peluang tidak naik kelas
Peluang berhenti/ keluar
1
90.787
4.744
8.912
0,86925
0,04542
0,08533
2
76.692
4.546
13.871
0,80636
0,04780
3
67.549
3.754
9.204
0,83904
4
61.763
3.475
5.729
5
54.025
2.251
6
38.378
7
Tx
ẽx
99.776
612.634
5,86573
0,14584
87.808
512.858
5,39229
0,04663
0,11433
75.737
425.049
5,27963
0,87031
0,04897
0,08072
67.396
349.312
4,92223
7.551
0,84644
0,03526
0,11830
60.071
281.916
4,41690
1.390
16.547
0,68149
0,02468
0,29383
47.893
221.845
3,93935
36.058
1.694
1.719
0,91354
0,04291
0,04356
38.680
173.952
4,40715
8
35.180
1.743
966
0,92851
0,04601
0,02548
36.686
135.273
3,57027
9
29.140
477
5.866
0,82122
0,01346
0,16532
32.947
98.586
2,77834
10
25.647
1.338
3.425
0,84338
0,04399
0,11263
28.650
65.639
2,15845
11
23.449
1.593
1.847
0,87207
0,05924
0,06869
25.217
36.989
1,37563
12
22.293
118
1.135
0,94681
0,00500
0,04819
11.772
11.772
0,50000
Kelas
Lx
Berdasarkan Tabel 5, dapat diketahui peluang siswa dalam kelanjutan pendidikannya pada masing-masing kelas. Peluang siswa dapat melanjutkan dari SMP/MTs ke SMA/MA/SMK dikabupaten Sintang sebesar 0,8212. Perhitungan ini diperoleh dari jumlah siswa yang berhasil lulus dari SMP/MTs dibagi dengan seluruh siswa di kelas IX baik siswa asal maupun pengulang = 29.140 : (35.180+304) = 29.140 : (35.484) = 0,82122. Dengan cara yang sama, peluang melanjutkan dari SD/MI ke SMP/MTs di Kabupaten Sintang diperoleh 0,68149. Peluang siswa yang tidak dapat melanjutkan sekolahnya, tertinggi terdapat pada kelas VI SD/MI yakni sebesar 0,29383, artinya di Kabupaten Sintang masih banyak lulusan SD/MI yang belum tertampung di SMP/MTs. Untuk mengetahui jumlah waktu bersekolah yang dijalani oleh siswa selama bersekolah, dapat ditunjukkan pada kolom Lx.. Sebagai contoh L9 adalah jumlah
38
waktu siswa selama bersekolah baik siswa asal atau pengulang di kelas IX dalam interval kelas (9;10), sebanyak 32.947 orang. Perhitungan ini diperoleh dari:
Lamanya Sekolah (years of schooling) adalah sebuah angka yang menunjukkan lamanya bersekolah seseorang dari masuk sekolah dasar sampai dengan tingkat pendidikan terakhir, dan biasanya dilaporkan berdasarkan wilayah. Lama sekolah dirumuskan sebagai perbandingan jumlah tahun bersekolah dengan jumlah penduduk usia sekolah, kemudian dikonversikan dengan jenjang pendidikan. Kolom
x
pada life table selain menunjukan tingkat harapan siswa
tetap bersekolah dapat pula diartikan lamanya bersekolah yang akan di tempuh. Lama sekolah untuk Kabupaten Sintang adalah 5,86 tahun atau
masih
setingkat SD. Perhitungan ini didasarkan asumsi untuk tamatan SMA/MA/SMK tidak melanjutkan ke perguruan tinggi. Jika tahun 2010 diketahui jumlah tamatan SMA yang melanjutkan keperguruan tinggi sebanyak 1.674 orang (BPS Sintang tahun 2010) dan mengikuti kecenderungan mahasiswa di perguruan tinggi yang terjadi selama tujuh tahun di Kabupaten Sintang, dengan menggunakan proses perhitungan unistate life table, maka lama sekolah diperkirakan naik menjadi 6,55 tahun. Angka tersebut masih di bawah lama pendidikan tingkat provinsi Kalimantan Barat pada tahun 2010 yakni selama 7,8 tahun. Permasalahan di atas adalah wajar, karena dari segi geografis Kabupaten Sintang berjarak 398 km dari ibukota provinsi atau dapat dikatakan daerah pedalaman. Selain itu, dalam perhitungan life table pendidikan Kabupaten Sintang hanya berdasarkan data pendidikan formal, hal ini dikarenakan untuk data pendidikan informal seperti Paket A, Paket B, Paket C, PKBM dan PBH tidak diketahui.