BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1.
Tipe Penelitian Penelitian ini menggunakan tipe penelitian deskriptif dengan pendekatan
kuantitatif. Dalam hal ini, peneliti melakukan penelitian dengan lebih banyak menonton atau melihat tayangan (data) dan mengevaluasinya dengan cara melihat peraturan-peraturan hukum penyiaran yang berlaku di Indonesia. Penelitian deskriptif adalah jenis penelitian yang hanya melaporkan situasi atau peristiwa dan tidak menjelaskan hubungan, tidak menguji hipotesis ataupun membuat prediksi47. Tipe penelitian ini bersifat deskriptif karena berusaha melukiskan secara sistematis kualitas sensor dalam Sinetron Anak Jalanan di RCTI. Metode deskriptif juga sebagai suatu metode dalam suatu kelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun kelas peristiwa pada masyarakat sekarang. Tujuannya yaitu deskiptif, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual, dan aktual dalam memberikan informasi.48 Penelitian deskriptif ditujukan untuk: 49 1. Mengumpulkan informasi aktual secara rinci yang melukis gejala yang ada.
47
Rachmat Kriyantono. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana. 2010. Hal 59. Mohammad Nazir. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia. 1988. Hal 60. 49 Djalaludin Rakhmat. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya. 2004. Hal 25. 48
44 http://digilib.mercubuana.ac.id/z
45
2. Mengidentifikasikan masalah, atau memeriksa kondisi dan praktek-praktek yang berlaku. 3. Membuat perbandingan dan evaluasi. 4. Menentukan apa yang dilakukan orang lain dalam menghadapi masalah yang sama, belajar dari pengalaman mereka, menetapkan rencana dan keputusan pada waktu yang akan datang. Sedangkan pendekatan kuantitatif adalah suatu kegiatan deskriptif meliputi pengumpulan data, analisis data, serta diakhiri dengan kesimpulan yang didasarkan pada penganalisaan data tersebut50. Dalam penelitian kuantitatif, peneliti dituntut bersikap objektif dan memisahkan diri dari data. Karena peneliti harus menjaga sifat objektif, maka dalam analisis datanya pun peneliti tidak boleh mengikutsertakan analisis dan interpretasi yang bersifat subjektif.51
3.2.
Metode Penelitian Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode penelitian yang
bersifat analisis isi. Analisis isi merupakan metode yang sangat tepat digunakan dalam bidang komunikasi karena yang menjadi objek penelitian adalah isi pesan yang disampaikan media komunikasi. Metode analisis isi pada dasarnya merupakan suatu teknik sistemik untuk menganalisis isi pesan dan mengolah pesan, atau suatu alat untuk mengobservasi
50
Subana M. dab Sudrajat. Dasar-dasar Penelitian Ilmiah. Bandung: PT. Pustaka Setia. 2001. Hal 26-27. 51 Rachmat Kriyantono. Op, cit.. Hal 55-56.
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
46
dan menganalisis isi perilaku komunikasi yang terbuka dari komunikator yang dipilih.52 Menurut Berelson (1952) yang kemudian diikuti oleh Kerlinger (1986), analisis isi didefinisikan sebagai “suatu metode untuk mempelajari dan menganalisis komunikasi secara sistematik, objektif, dan kuantitatif terhadap pesan yang nampak”.53 1. Prinsip sistemik oleh Berelson diartikan bahwa ada perlakuan prosedur yang sama pada semua isi yang dianalisis. Penelitian tidak dibenarkan melakukan analisis hanya pada isi yang sesuai dengan perhatian dan minatnya, tetapi harus pada keseluruhan isi yang telah ditetapkan untuk diteliti (yang telah ditetapkan dalam pemilihan populasi dan sampel). 2. Prinsip obyektif, berarti hasilnya tergantung prosedur penelitian bukan pada orangnya. Yaitu dengan ketajaman kategorisasi yang ditetapkan, sehingga orang lain dapat menggunakannya. Dan apabila digunakan untuk isi yang sama, dengan prosedur yang sama maka hasilnya harus sama pula, walaupun penelitinya berbeda. 3. Kuantitatif, diartikan dengan mencatat nilai-nilai bilangan atau frekuensi untuk melukiskan berbagai jenis isi yang didefinisikan. 4. Isi yang nyata, diberi pengertian, yang diteliti dan dianalisis hanyalah isi yang tersurat, yang tampak, bukan makna yang dirasakan oleh peneliti.
52
Richard W. Budd, Robert K. Thorp, Lewis Donohew. Content Analysis of Communications. New York: The Mac Millan Company. 1967. Hal 2. 53 Roger D. Wimmer & Joseph R. Dominick. Mass Media Research. New York: Wadsworth Publishing Company. 2000. Hal 135.
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
47
3.3.
Populasi dan Sampel
3.3.1. Populasi Populasi dapat didefinisikan sebagai suatu kumpulan subjek, variabel, konsep, atau fenomena54. Dari pengertian tersebut, populasi bukanlah hanya manusia melainkan bisa berupa fenomena ataupun konsep. Pada penelitian ini, yang menjadi populasi adalah Sinetron Anak Jalanan di RCTI dalam tiga hari, yakni: 1. Episode 1 yang tayang pada tanggal 12 Oktober 2015. 2. Episode 2 yang tayang pada tanggal 13 Oktober 2015. 3. Episode 279-280 yang tayang pada tanggal 21 Maret 2016. Alasan peneliti memilih populasi tersebut karena: 1. Episode 1 dan episode 2 adalah episode-episode awal tayangan Sinetron Anak Jalanan sebelum ditegur oleh KPI. 2. Episode 279-280 (21 Maret 2016) adalah salah satu episode setelah ditegur KPI tetapi masih memiliki banyak pelanggaran di dalamnya. Jadi dengan demikian, populasi tersebut dipilih karena peneliti ingin membandingkan apakah ada perbedaan kualitas sensor antara episode-episode awal tayangan Sinetron Anak Jalanan sebelum ditegur oleh KPI dan setelah ditegur atau disanksi oleh KPI.
54
Morissan. Metode Penelitian Survei. Jakarta: Kencana Prenada Media Grup. 2012. Hal 109.
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
48
3.3.2. Sampel Sampel adalah bagian dari populasi yang mewakili keseluruhan anggota populasi yang bersifat representatif55. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan total sampling. Total sampling adalah teknik penentuan sampel bila semua anggota populasi dijadikan sampel56. Alasan mengambil total sampling karena jumlah populasi yang kurang dari 100, seluruh
populasi dijadikan
sampel
penelitian semuanya57. Di samping itu,
peneliti menggunakan total sampling adalah agar terlihat kekonsistensiannya penelitian selama penelitian berlangsung.
3.4.
Definisi Konsep dan Operasionalisasi Kategori
3.4.1. Definisi Konsep Konsep yang perlu didefinisikan dalam penelitian ini adalah: 1. Kualitas Sensor Kualitas adalah tingkat baik buruknya taraf atau derajat sesuatu (penilaian). Sedangkan Sensor film atau sinetron menurut Undang-undang Nomor 33 Tahun 2009 tentang Perfilman adalah penelitian, penilaian, dan penentuan kelayakan film atau sinetron untuk dipertunjukkan kepada khalayak umum. Jadi, kualitas sensor adalah tingkat baik buruknya penentuan kelayakan film atau sinetron untuk dipertunjukkan kepada khalayak umum (massa). 55
56
Loc, cit.
Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Bandung: CV. Alfabeta. 2009. Hal 124. 57 Suharsimi Arikunto. Prosedur Suatu Penelitian: Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta. 2002. Hal 62
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
49
2. Sinetron Sinetron adalah akronim dari sinema elektronik. Sinetron bisa juga disebut sebagai film yang dibuat khusus untuk penayangan di televisi. Sinetron pada umumnya bercerita tentang kehidupan manusia sehari-hari yang diwarnai konflik berkepanjangan. Seperti layaknya drama atau sandiwara, sinetron diawali dengan perkenalan tokoh-tokoh yang memiliki karakter yang khas satu sama lain. Dibuatnya sinetron menjadi berpuluh-puluh bahkan ratusan episode kebanyakan karena tujuan komersial semata-mata.
3.4.2. Operasionalisasi Kategori Definisi
operasional
kategori
adalah
unsur
penelitian
yang
memberitahukan bagaimana caranya mengukur suatu variabel, dengan kata lain operasional kategori adalah petunjuk pelaksanaan bagaimana mengukur suatu variabel. Kategorisasi kualitas sensor Sinetron Anak Jalanan akan dilihat dari segi kecenderungan frekuensi pelanggaran terhadap pasal-pasal P3SPS tahun 2012 yang muncul dan tidak di sensor (blurring/cutting) pada episode 1 (tayang tanggal 12 Oktober 2015), episode 2 (tayang tanggal 13 Oktober 2015), dan episode 279280 (tayang tanggal 21 Maret 2016) adalah sebagai berikut:
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
50
Kategorisasi Kualitas Sensor Berdasarkan Kemunculan Pelanggaran Sinetron Anak Jalanan No. 1.
Kategori Adegan
Sub Kategori Balapan liar
Indikator Melakukan balapan di jalan raya atau di luar sirkuit.
pelanggaran di jalanan.
Memacu kecepatan
Memacu kendaraan dengan
Berpacu kepada P3
tinggi di jalan raya
kecepatan tinggi (ngebut) di
KPI Tahun 2012
jalanan atau jalan raya.
Pasal 14 dan pasal
Berkendara tidak
Tidak menggunakan helm atau
21 ayat 1 serta SPS
melakukan atribut
tidak menggunakannya dengan
KPI Tahun 2012
lengkap
benar/standar (pengendara roda
pasal 15 ayat 1, dan
dua), tidak menggunakan sabuk
pasal 37 ayat 4.
pengaman (pengendara roda empat). Melakukan freestyle
Adegan yang menampilkan atau mencontohkan atraksi di jalan dengan motor atau mobil.
2.
Adegan
Tidak menggunakan
Pakaian sekolah atau atributnya
pelanggaran di
pakaian sekolah
tidak digunakan dengan benar
sekolah.
dengan benar
atau standar.
Berpacu kepada P3
Contoh: baju sekolah dikeluarkan,
KPI Tahun 2012
menggunakan rok mini, dll.
Pasal 14 serta SPS
Menggunakan
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
Memakai atribut yang dilarang
51
KPI Tahun 2012
atribut yang tidak
atau diizinkan di sekolah.
pasal 15 ayat 1, pasal sesuai.
Contoh: laki-laki memakai anting,
16 ayat 2, dan pasal
dll.
37 ayat 4.
Tidak sopan
Melawan kata-kata guru atau
terhadap guru
kurang hajar terhadap guru.
Pacaran di
Menampilkan adegan sepasang
lingkungan sekolah
kekasih pacaran di lingkungan sekolah dengan mesra. Contoh: berpegang tangan, mencium.
3.
Adegan
Tidak sopan
Melawan kata-kata orang tua,
pelanggaran dalam
terhadap orang tua
kasar atau kurang hajar terhadap orang tua.
rumah tangga. Berpacu kepada P3
Tidak sopan
Suami kasar atau kurang hajar
KPI Tahun 2012
terhadap istri
terhadap istri.
Pasal 14 dan pasal
Contoh: menampar
21 ayat 1 serta SPS
Tidak sopan
Istri melawan kata-kata suami,
KPI Tahun 2012
terhadap suami
kasar atau kurang hajar terhadap
pasal 15 ayat 1, dan
suami.
pasal 37 ayat 4. 4.
Adegan
Mencaci maki
Ucapan yang dikeluarkan dengan
pelanggaran
nada keras dan merendahkan
dengan kata-kata /
seseorang.
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
52
verbal.
Contoh: “dasar sialan!”, “dasar
Berpacu kepada P3
bego!”, “dasar pengemis!”
KPI Tahun 2012
Menghina
Tindakan mengejek orang lain
Pasal 14 dan pasal
dengan kata-kata yang kurang
15 ayat 1 serta SPS
sopan.
KPI Tahun 2012
Contoh: “Eh gendut!”, “Jelek lo!”
pasal 15 ayat 1, pasal Berkata kotor
Mengucapkan kata-kata yang
17 ayat 2 poin d,
tidak lazim diucapkan di muka
pasal 24, dan pasal
umum.
37 ayat 4.
Contoh: “Shit! (tai!)”, “fuck!” Mengancam
Berbicara dengan nada tinggi dan menakuti dengan kata-kata untuk menakuti. Contoh: “Gue bunuh lu!”
Provokatif
Berbicara dengan orang lain dengan maksut untuk menghasut atau memengaruhi. Contoh: “kita habisin aja mereka!”
Berbohong
Berbicara dengan tidak benar, tidak jujur, dan memutar-balikkan fakta.
Penipuan
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
Melakukan kebohongan dengan
53
maksud menguntungkan diri sendiri atau kelompok. Contoh: penipuan uang, dll. 5.
Adegan
Berkelahi
Melakukan adegan tindak
pelanggaran
kekerasan dengan tangan
dengan perbuatan /
(memukul) ataupun dengan kaki
non verbal.
(menendang).
Berpacu kepada P3
Berkelahi dengan
Melakukan adegan tindak
KPI Tahun 2012
senjata
kekerasan dengan menggunakan
Pasal 14, Pasal 17
alat, baik itu benda tumpul, benda
dan pasal 21 ayat 1
tajam, ataupun senjata api.
serta SPS KPI Tahun Membunuh
Tindakan menghilangkan nyawa
2012 pasal 25, pasal
seseorang, baik itu sengaja
15 ayat 1, pasal 23
ataupun tidak.
poin a, dan pasal 37 ayat 4. 6.
Adegan
Menampilkan
Adegan menampilkan minuman
menampilkan
minuman keras
keras/alkohol ataupun seseorang
mirasantika.
sedang meminumnya dengan
Berpacu kepada P3
eksplisit.
KPI Tahun 2012
Menampilkan
Adegan menampilkan narkoba
Pasal 14 dan pasal
narkoba dan obat-
dan obat-obatan terlarang lainnya
18 serta SPS KPI
obatan terlarang
ataupun seseorang sedang
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
54
Tahun 2012 pasal 26
lainnya
ayat 3, pasal 15 ayat
memakai/mengonsumsinya dengan eksplisit.
1, pasal 27 ayat 2. 7.
Adegan erotis.
Menampilkan
Adegan seseorang menggunakan
Berpacu kepada P3
seseorang dengan
rok mini, pakaian dengan belahan
KPI Tahun 2012
pakaian seksi
dada terlihat, dsb.
Menampilkan
Adegan seseorang melakukan
pasal 14, pasal 16 dan pasal 21 ayat 1
serta SPS KPI Tahun seseorang dengan
tarian atau gerakan-gerakan yang
2012 pasal 15 ayat 1, gerakan erotis
dapat menimbulkan birahi.
pasal 18 poin h dan i, pasal 37 ayat 4.
Penjabaran atau isi dari pasal-pasal Pedoman Perilaku Penyiaran Komisi Penyiaran Indonesia dan Standar Program Siaran Komisi Penyiaran Indonesia Tahun 2012 (P3SPS) dalam kolom kategorisasi di atas adalah; Pedoman Perilaku Penyiaran
Pasal 14 ayat (1): “Lembaga penyiaran wajib memberikan perlindungan dan pemberdayaan kepada anak dengan menyiarkan program siaran pada waktu yang tepat sesuai dengan penggolongan program siaran.”
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
55
Pasal 14 ayat (2): “Lembaga penyiaran wajib memperhatikan kepentingan anak dalam setiap aspek produksi siaran.”
Pasal 15 ayat (1): “Lembaga penyiaran wajib memperhatikan dan melindungi hak dan kepentingan: a. orang dan/atau kelompok pekerja yang dianggap marginal; b. orang dan/atau kelompok dengan orientasi seks dan identitas gender tertentu; c. orang dan/atau kelompok dengan kondisi fisik tertentu; d. orang dan/atau kelompok yang memiliki cacat fisik dan/atau mental; e. orang dan/atau kelompok pengidap penyakit tertentu; dan/atau f. orang dengan masalah kejiwaan.”
Pasal 16: “Lembaga penyiaran wajib tunduk pada ketentuan pelarangan dan/atau pembatasan program siaran bermuatan seksual.”
Pasal 17: “Lembaga penyiaran wajib tunduk pada ketentuan pelarangan dan/atau pembatasan program siaran bermuatan kekerasan.”
Pasal 21 ayat (1): “Lembaga penyiaran wajib tunduk pada ketentuan penggolongan program siaran berdasarkan usia dan tingkat kedewasaan khalayak di setiap acara.”
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
56
Pasal 18: “Lembaga penyiaran wajib tunduk pada ketentuan pelarangan dan/atau pembatasan
program
terkait
muatan
rokok,
NAPZA
(narkotika,
psikotropika, dan zat adiktif), dan/atau minuman beralkohol.”
Standar Program Siaran
Pasal 15 ayat (1): “Program siaran wajib memperhatikan dan melindungi kepentingan anakanak dan/atau remaja.”
Pasal 16 ayat (2): “Penggambaran tentang lembaga pendidikan harus mengikuti ketentuan sebagai berikut: a) tidak memperolok pendidik/pengajar; b) tidak
menampilkan
perilaku
dan
cara
berpakaian
yang
bertentangan dengan etika yang berlaku di lingkungan pendidikan; c) tidak menampilkan konsumsi rokok dan NAPZA (narkotika, psikotropika, dan zat adiktif), dan minuman beralkohol; d) tidak menampilkan makian dan kata-kata kasar; dan/atau e) tidak menampilkan aktivitas berjudi dan/atau tindakan criminal lainnya.
Pasal 17 ayat (1): “Program siaran dilarang menampilkan muatan yang melecehkan orang dan/atau kelompok masyarakat tertentu.”
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
57
Pasal 17 ayat (2): “Orang dan/atau kelompok masyarakat tertentu sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) antara lain, tetapi tidak terbatas: a) pekerja tertentu, seperti: pekerja rumah tangga, hansip, pesuruh kantor, pedagang kaki lima, satpam; b) orang dengan orientasi seks dan identitas gender tertentu; c) lanjut usia, janda, duda; d) orang dengan kondisi fisik tertentu, seperti: gemuk, ceking, cebol, bibir sumbing, hidung pesek, memiliki gigi tonggos, mata juling; e) tunanetra, tunarungu, tunawicara, tunadaksa, tunagrahita, autis; f) pengidap penyakit tertentu, seperti: HIV/AIDS, kusta, epilepsi, alzheimer, latah; dan/atau g) orang dengan masalah kejiwaan.”
Pasal 18: “Program siaran yang memuat adegan seksual dilarang: h) mengeksploitasi dan/atau menampilkan bagian-bagian tubuh tertentu, seperti: paha, bokong, payudara, secara close up dan/atau medium shot; i) menampilkan gerakan tubuh dan/atau tarian erotis.”
Pasal 23: “Program siaran yang memuat adegan kekerasan dilarang: a) menampilkan tawuran,
secara
detail
pengeroyokan,
peristiwa
penyiksaan,
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
kekerasan, perang,
seperti:
penusukan,
58
penyembelihan, mutilasi, terorisme, pengrusakan barang-barang secara kasar atau ganas, pembacokan, penembakan, dan/atau bunuh diri”
Pasal 24 ayat (1): “Program siaran dilarang menampilkan ungkapan kasar dan makian, baik secara verbal maupun nonverbal, yang mempunyai kecenderungan menghina atau merendahkan martabat manusia, memiliki makna jorok/mesum/cabul/vulgar, dan/atau menghina agama dan Tuhan.”
Pasal 24 ayat (2): “Kata-kata kasar dan makian sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) di atas mencakup kata-kata dalam bahasa Indonesia, bahasa daerah, dan bahasa asing.”
Pasal 25: “Promo program siaran yang mengandung muatan adegan kekerasan dibatasi hanya boleh disiarkan pada klasifikasi D, pukul 22.00-03.00 waktu setempat.”
Pasal 26 ayat (3): “Program siaran dilarang menampilkan anak-anak dan/atau remaja yang merokok dan meminum minuman beralkohol.”
Pasal 27 ayat (2): “Program siaran yang bermuatan penggambaran pengkonsumsian rokok dan/atau minuman beralkohol:
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
59
a) hanya dapat ditayangkan dalam program yang ditujukan bagi khalayak dewasa; dan b) wajib ditampilkan sebagai perilaku dan gaya hidup yang negatif dan/atau melanggar hukum, serta tidak digambarkan sebagai sesuatu yang hebat dan menarik.”
Pasal 37 ayat (4): “Program siaran klasifikasi R dilarang menampilkan: a) muatan yang mendorong remaja belajar tentang perilaku yang tidak pantas dan/atau membenarkan perilaku yang tidak pantas tersebut sebagai hal yang lumrah dalam kehidupan sehari-hari; b) muatan
yang
mendorong
remaja
percaya
pada
kekuatan
paranormal, klenik, praktek spiritual magis, supranatural, dan/atau mistik; c) materi yang mengganggu perkembangan kesehatan fisik dan psikis remaja, seperti: seks bebas, gaya hidup konsumtif, hedonistik, dan/atau horor; d) jasa pelayanan seksual dan/atau alat bantu seksual; e) iklan obat-obatan untuk meningkatkan kemampuan seksual, iklan jasa pelayanan seks,
iklan pakaian dalam yang menampilkan
visualisasi pakaian dalam, iklan alat tes kehamilan, iklan kondom dan/atau alat pencegah kehamilan lain, promo progam siaran yang masuk klasifikasi dewasa, iklan majalah dan tabloid yang ditujukan
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
60
bagi pembaca dewasa, dan iklan alat pembesar payudara dan alat vital; f) adegan seksual sebagaimana dimaksudkan pada Pasal 18.” Jadi dengan demikian, penerapan pasal-pasal tersebut adalah untuk mengklasifikasikan pelanggaran-pelanggaran adegan Sinetron Anak Jalanan pada episode 1 (tayang tanggal 12 Oktober 2015), episode 2 (tayang tanggal 13 Oktober 2015), dan episode 279-280 (tayang tanggal 21 Maret 2016). Sehingga pasal-pasal tersebut adalah sebagai pedoman atau indikator apakah tayangan Sinetron Anak Jalanan pada episode tersebut melanggar P3SPS atau tidak. Alasan pemilihan pasal-pasal kategorisasi dalam Pedoman Perilaku Penyiaran Komisi Penyiaran Indonesia dan Standar Program Siaran Komisi Penyiaran Indonesia Tahun 2012 (P3SPS) di atas, dipilih berdasarkan: 1. Isi dari surat teguran KPI kepada Sinetron Anak Jalanan tanggal 11 Januari 2016 dan 12 Februari 2016. 2. Pengamatan isi dari keseluruhan pasal-pasal P3SPS yang dilakukan peneliti dan kemudian dicocokkan dengan isi tayangan Sinetron Anak Jalanan pada episode 1 (tayang tanggal 12 Oktober 2015), episode 2 (tayang tanggal 13 Oktober 2015), dan episode 279-280 (tayang tanggal 21 Maret 2016).
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
61
3.5.
Reliabilitas Reliabilitas menyangkut ketepatan alat ukur. Suatu alat ukur dikatakan
memliliki reliabilitas apabila dipergunakan berkali-kali oleh peneliti yang sama atau peneliti lain tetap memberikan hasil yang sama.58 Makna dari uji reliabilitas adalah suatu nilai yang menunjukkan konsistensi suatu alat pengukur dalam mengukur gejala yang sama.59 Adapun cara yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan cara Holsti (1969) dengan formulanya: Reliabilitas60: CR =
2M N1 + N2
Keterangan: CR
= Coeficient Reliability (reliabilitas)
M
= Jumlah pernyataan yang disetujui oleh pengkoding (hakim) dan periset.
N1, N2 = Jumlah pernyataan yang diberi kode oleh pengkoding (hakim) dan periset. Bertolak dari uji statistik tersebut, dapat diketahui kesepakatan para juri, nilai kesepakatan yang dianggap reliabel. Menurut Lasswell, 70%-80%
58
Djalaludin Rakhmat. Op, cit. 2004. Hal 17. Umar Husein. Metode Riset Komunikasi Organisasi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. 2002. Hal 108. 60 Rachmat Kriantono. Op, cit. Hal 59. 59
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
62
persetujuan kesepakatan antarjuri sudah cukup handal. Sementara menurut Wimmer dan Dominick, kesepakatan antarkoder sebesar 75% sudah handal.61 Uji reliabilitas yang diberi kode oleh juri (koder) ini dilakukan untuk memperkuat yang telah peneliti lakukan dan menjadi penunjang penelitian, sehingga dari penelitian yang diperoleh seimbang dan tidak berat sebelah serta tidak bersifat subjektif.62 Untuk menghindari bias pengkodingan dan tetap memiliki kredibilitas serta objektifitas, peneliti dibantu oleh dua orang yang bertindak sebagai pengkoder I dan II, yaitu: 1. Devitri Indriasari, M.Si (Akademisi). 2. Muhammad Abiyoso, SSn (Scriptwritter FTV dan layar lebar). Hasil dari pengkodingan pengkoder I dan II kemudian dilakukan uji reliabilitas terhadap pengkodingan yang dilakukan peneliti. Uji reliabilitas dalam statistik digunakan untuk mengetahui kesalahan dalam pengukuran, tujuan digunakannya dua orang pengkoder adalah untuk memperoleh kesepakatan atas tujuan bersama sehingga diharapkan masukan reliabilitasnya tinggi.63 Penjabaran hitungan reliabilitasnya adalah sebagai berikut: CR =
2M N1 + N2
=
2 (105)
=
110 + 110
210
=
0,95455
220
= 0,95 (dibulatkan) x 100% = 95%
61
M. Jamiluddin Ritonga. Riset Kehumasan. Jakarta: Grasindo. 2004. Hal 85. Burhan Bungin. Metode Penelitian Kuantitatif. Jakarta: Rajawali Pers. 1993. Hal 159. 63 Djalaludin Rakhmat. Loc, cit. 62
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
63
Berdasarkan uji Holsty, dapat diperoleh tingkat reliabilitas pada penelitian ini adalah 95%. Jadi dapat disimpulkan bahwa hasil tersebut adalah reliabel.
3.6.
Teknik Pengumpulan Data
3.6.1. Data Primer Teknik pengumpulan data adalah prosedur yang sistematis dan standar untuk memperoleh data yang diperlukan64. Teknik pengumpulan data yang pertama adalah dengan data primer. Data primer merupakan sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data65. Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data primer dilakukan dengan cara mengumpulkan data, melihat, mencermati, dan menganalisis tayangan Sinetron Anak Jalanan di RCTI pada episode 1 (tayang tanggal 12 Oktober 2015), episode 2 (tayang tanggal 13 Oktober 2015), dan episode 279-280 (tayang tanggal 21 Maret 2016).
3.6.2. Data Sekunder Teknik pengumpulan data yang kedua adalah data sekunder. Data sekunder atau sumber sekunder merupakan sumber data yang diperoleh dengan cara membaca, mempelajari dan memahami melalui media lain yang bersumber dari literatur, buku-buku, serta dokumen lainnya66.
64
Mohammad Nazir. Op, cit. Hal 211. Sugiyono. Op, cit. Hal 137. 66 Loc, cit. 65
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
64
Dalam memperoleh data sekunder, peneliti memperoleh data dari bukubuku literatur (perpustakaan), surat kabar, internet, dan artikel-artikel mengenai objek penelitian yang berhubungan dengan permasalahan yang dibahas.
3.7.
Teknik Analisis Data Menurut
Maleong,
teknik
analisis
data
adalah
sebagai
proses
mengorganisasikan mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang didasarkan oleh data.67 Berikut adalah tahapan-tahapan yang dilakukan peneliti dalam melakukan analisis isi penilitian ini: 1. Mengumpulkan bahan, yakni tayangan Sinetron Anak Jalanan di RCTI episode 1 (tayang tanggal 12 Oktober 2015), episode 2 (tayang tanggal 13 Oktober 2015), dan episode 279-280 (tayang tanggal 21 Maret 2016). 2. Membuat lembar koding. 3. Menentukan juri. 4. Menilai kategori. 5. Menguji reliabilitas. 6. Peneliti melakukan analisis isi. 7. Tabel frekuensi. Setelah mendapatkan data yang sesuai dengan penelitian lalu dikumpulkan unit analisis kemudian untuk dipilih berdasarkan jenis yang akan diteliti dan 67
Burhan Bungin. Riset Komunikasi. Jakarta: Prenada Media Group. 2007. Hal 163.
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
65
berdasarkan ketegori yang telah dibuat lalu dimasukkan dalam tabulasi. Hasil terbanyak yang terdapat ditabulasi merupakan yang termasuk dalam prioritas utama dalam penelitian ini.
3.8.
Unit Analisis Unit adalah fungsi dari fakta empiris, tujuan penelitian dan tuntutan yang
dibuat oleh berbagai teknik yang ada. Dalam analisis isi, unit analisis isi muncul dalam interaksi antara realitas dan pengamat68. Berdasarkan pokok permasalahan dalam penelitian ini, peneliti memakai unit sintaksis. Unit sintaksis disini yaitu berupa kata atau simbol.
68
Klaus Kippendorf. Analisis Isi Pengantar dan Metodologi. Jakarta: Citra Niaga Rajawali. 1993. Hal 22.
http://digilib.mercubuana.ac.id/z