BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian Yang Digunakan Penelitian ini akan menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif dan fenomenologi untuk dapat menggambarkan sifat-sifat individu, kelompok, dan keadaan atau kehidupan sosial budaya dan penolakan metode ilmu alam. Hal ini sesuai dengan pendapat bahwa penelitian deskriptif mencoba menggambarkan tentang sifat-sifat individu, keadaan, gejala-gejala dalam kelompok tertentu, menentukan adanya hubungan tertentu antara satu gejala dengan gejala lainnya dalam masyarakat1. Menyebutkan penelitian jenis ini bertujuan membuat deskripsi mengenai fakta dan sifat suatu gejala sosial yang teramati pada suatu daerah tertentu secara sistemik, faktual dan teliti2. Pendekatan kualitatif berguna untuk menggambarkan suatu realita dan kondisi sosial dalam masyarakat. Menurut Nasution kualitatif merupakan pendekatan yang berdasarkan pada kenyataan lapangan dan apa yang dialami responden3. Dengan mengacu kepada pendapat Abercrombie menyatakan, tujuan penelitian kualitatif adalah berupaya memahami gejala-gejala sedemikian rupa dan tidak memerlukan kuantitatif, atau karena gejala-gejala tersebut tidak memungkinkan atau tidak perlu diukur secara tepat. Untuk memahami gejalagejala tersebut, maka perlu mempelajari menurut konteks budaya dan kondisi 1
2
3
Tan, Mely G. Segi-Segi Sosial Budaya Kebiasaan Pangan di Indonesia, dalam: Maluku dan Irian Jaya, Jakarta: Buletin Leknas, 1984.Vol. III. No.1.Hal. 42 Rusidi,.Metodologi Penelitian Masyarakat (Kumpulan Materi Kuliah). Bandung: Program Pascasarjana Unpad. 2000. Hal.43 Sudjarwo. Metodologi Penelitian Sosial, Bandung: Mandar Maju. 2001. Hal.25
sosial masyarakat setempat. Pendekatan ini digunakan karena pertama, yang akan diteliti berkaitan dengan pemahaman gejala-gejala sosial budaya masyarakat. Kedua, penelitian ini berupaya untuk memahami konteks sosial budaya masyarakat tertentu. Pendekatan fenomenologi diyakini bermula dari gagasan Edmond Husserl, sebagai penolakan atas dominasi metode dan ilmu alam, yang berpotensi mengkerdilkan kebudayaan manusia. Dengan fenomenologi, Husserl mau “menangkap kembali” kehidupan manusia jauh sebelum science, di mana segala sesuatu masih tampil apa adanya, dengan pengalaman-pengalaman langsung, tanpa dibayang-bayangi oleh asumsi-asumsi atau pengandaian-pengandaian yang selama ini diagungkan oleh ilmu-ilmu pasti dan ilmu alam.4 Sedangkan dengan mencatatkan kembali gagasan Alfred Schutz5, pemikir fenomenologi kontemporer, pendekatan ini memiliki tugas utama, yaitu: merekonstruksi dunia kehidupan manusia “sebenarnya” dalam bentuk yang mereka sendiri alami. Kemudian mendefinisikan fenomenologi sebagai “studi tentang pengetahuan yang datang dari kesadaran atau cara kita memahami sebuah obyek atau peristiwa melalui pengalaman sadar tentang obyek tersebut” 6
. Menurut Schutz, cara kita cara kita mengkonstruksikan makna di luar arus
utama pengalaman ialah melalui proses tipikasi. Dalam hal ini, termasuk
4 5
6
Prasetyono, Emanuel, “Bertemu Dengan Realitas: Belajar Dar iFenomenologi. Hal.2-4 Mulyana, Deddy. 2001. Metodologi Penelitian Kualitatif, Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya, Bandung: Remaja Rosdakarya Hadiono, Afdjani dan Soleh Soemirat , “Makna Iklan Televisi: Studi Fenomenologi Pemirsa Di Ilmu Komunikasi, Volume 8, Nomor 1, Januari - April 2010
Jakarta Terhadap I
membentuk penggolongan atau klasifikasi dari pengalaman dengan melihat keserupaannya7. Sebagai implikasi terhadap metode peneletian sosial,8 maka fenomenologi turut menawarkan tiga model makna terhadap tindakan sosial, seperti: (1) Model konsistensi tindakan yang menjadi validitas obyektif dari konstruksi peneliti yang menjadi jaminan dan pembedaan dengan konstruksi makna dari realitas kehidupan sehari-hari; (2) Model interpretasi subyektif, tempat di mana peneliti dapat mendasarkan kategorisasi jenis tindakan manusia dan hasil makna subyektif dari tindakan atau hasil tindakan yang dilakukan oleh aktor; (3) Model kelayakan (kesesuaian) antara makna yang dikonstruksi oleh peneliti dengan aktor sosial individual dan lingkungan sosialnya. Selain itu untuk menjamin kelayakan pemaknaan yang dilakukan oleh seorang peneliti, makna harus sejalan dengan proses pemaknaan dari pengalaman umum dalam kehidupan sosial keseharian. 3.2 Sifat Penelitian Penelitian ini merupakan studi kasus, Studi kasus adalah uraian dan penjelasan komprehensif mengenai berbagai aspek seorang individu, suatu kelompok, suatu organisasi (komunitas), suatu program, atau suatu situasi sosial9. Dalam memperlajari semaksimal mungkin seorang individu, suatu kelompok, atau suatu kejadian, peneliti bertujuan memberikan pandangan yang lengkap dan mendalam mengenai subjek yang diteliti. Lebih lanjut menurut Vredenbregt 7
8
9
Craib, Ian, Teori-teori Sosial Modern: Dari Parson Sampai Habermas, (Jakarta: Rajawali, 1986) Nindito, Stefanus, “Fenomenologi Alfred Schutz: Studi tentang Konstruksi Makna dan Realitas dalam Ilmu Sosial” dalam Jurnal Ilmu Komunikasi Volume 2, Nomor 1,Juni 2005: 79 Mulyana, Deddy. Metodologi Penelitian Kualitatif, Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya, Bandung: Remaja Rosdakarya. 2001.Hal.201
bahwa sifat khas dari studi kasus adalah mampu mempertahankan keutuhan (wholeness) dari objek, artinya data yang dikumpulkan dalam rangka studi kasus dipelajari sebagai satu kesatuan yang terintegrasi (1984:38). Tujuan studi kasus adalah untuk memberikan gambaran secara rinci tentang latar belakang, sifat serta karakter yang khas dari kasus10.
3.3 Penentuan Sampel Penelitian Dalam penelitian dengan pendekatan kualitiatif penentuan besarnya jumlah sampel tidak ada ukuran yang mutlak. Teknik sampling tidak berdasarkan probabilitas, melainkan dipilih dengan tujuan untuk mendeskripsikan suatu gejala sosial atau masalah sosial tertentu berdasarkan pertimbangan tertentu sehingga disebut sebagai sampling bertujuan (purpo-sive sample). Dengan demikian dalam penelitian kualitatif tidak menggunakan sampling acak, akan tetapi sampel dipilih berdasarkan kebutuhan penelitian. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling11. Sampel dalam kajian penelitian kualitatif lebih sedikit jumlahnya dan cenderung bersifat purposive. Demikian pula dengan jumlah informan dapat berubah dari pemilihan seorang informan pangkal menjurus pada terpilihnya beberapa informan-informan baru12. Informan adalah seseorang yang memberi
10 11
12
Nazir, M. 1985. Metode Penelitian, Jakarta: Ghalia Indonesia. Koentjaraningrat. “Beberapa Dasar metode Statistik dan Sampling Dalam Penelitian Masyarakat” dalam Koentjaraningrat (Redaksi). Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Edisi ketiga. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. 1997. Hal. 89 Miles, M.B dan Huberman, A.M,. Analisis Data Kualitatif. Jakarta: UI Press. 1992.Hal.47
informasi lebih banyak tentang orang lain dan hal yang berkaitan dengannya dari pada tentang dirinya13. Bertolak dari penggunaan sampel dalam penelitian ini, yakni purposive sampling, maka sebagai pertimbangan untuk memeperjelas unsur sampel yang dijadikan informan pangkal dan informan pokok dalam penelitian ini dapat dirinci sebagai berikut: informan pokok terdiri dari 5 informan yang berasal dari pemuda bergaya hidup punk di kota Gorontalo.
3.4 Penentuan Data Yang Digunakan Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari para informan yang telah ditetapkan serta guna keperluan perluan pengembangan, maka tidak menutup kemungkinan akan diperluas lagi kepada informan lainnya yangterkait dengan permasalahan penelitian ini. Data primer lainnya yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data yang menyangkut pengaruh yang ditimbulkan oleh masyarakat. Data sekunder tertuju pada data-data kognitif (the cognitive data) yaitu pengetahuan ilmiah yang berupa data responden, laporan penelitian, keadaan lingkungan dan peta lokasi penelitian, dan dokumen-dokumen resmi lainnya, serta data perilaku (behavioral data) berupa aktivitas, perasaan, dan kelakuan para pelaku.
13
Garna, Judistira K. Metoda Penelitian: Pendekatan Kualitatif, Bandung: Primaco Akademika. 1999.Hal. 55
3.5 Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini, data dikumpulkan melalui observasi dan wawancara. Teknik observasi atau teknik pengamatan yang digunakan adalah pengamatan langsung. Pengamatan dilakukan untuk memperoleh kondisi sesungguhnya dari kehidupan subkultur punk di kota Gorontalo. Wawancara dilakukan guna mendapatkan informasi yang berkaitan dengan kehidupan subkultur punk di kota Gorontalo.Selain itu akan dilakukan wawancara dengan pihak-pihak terkait yang mengetahui secara pasti tentang kehidupan subkultur punk di kota Gorontalo.. Untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan, maka akan dilakukan wawancara dengan para punker yang menjadi objek penelitian, serta unsur-unsur lain yang dianggap mampu memberikan informasi tentang kehidupan subkultur punk di kota Gorontalo. Dalam penelitian ini teknik wawancara yang digunakan oleh peneliti adalah sebagaimana yang pernah diaplikasikan yakni unstructure-interview (wawancara tak terstruktur) dengan dua macam teknik yaitu directed (wawancara terarah) yang juga disebut focused-interview (wawancara terfokus) dan nondirected (wawancara tak terfokus, yang juga disebut free interview (wawancara bebas). Wawancara tak terarah dilakukan peneliti untuk memperoleh keterangan yang terinci dan mendalam mengenai pandangan subyek yang diteliti, sehingga informan memperoleh kebebasan dan berkesempatan untuk mengeluarkan pikiran, pandangan, dan perasaannya tanpa diatur ketat oleh peneliti. Hasil wawancara tak terarah merupakan informasi emic yaitu pandangan subyek yang diteliti.
Isu pokok yang tercakup dalam wawancara ini ialah kehidupan subkultur punk di kota Gorontalo. Fokus utama dalam pertanyaan dalam wawancara diarahkan pada bagaimana kehidupan subkultur punk di kota Gorontalo. Untuk memperdalam isu pokok dan mengaji interpretasi peneliti dalam penelitian ini, maka peneliti lebih banyak mengandalkan wawancara dengan informan terpilih yang merupakan key-persons dalam penelitian ini Selain observasi dan wawancara, maka data akan dikumpulkan melalui informasi dokumentasi dan literatur-literatur ilmiah yang terkait dengan fokus penelitian ini.
3.6 Teknik Analisis Data Analisis data adalah rangkaian kegiatan penelaahan, pengelompokkan, sistematisasi, penafsiran dan verifikasi data agar sebuah fenomena memiliki nilai sosial, akademis dan ilmiah14. Lebih lanjut Suprayogo menjelaskan bahwa analisis data penelitian kualitatif bersifat interaktif (berkelanjutan) dan dikembangkan sepanjang program. Tahap analisis data dalam penelitian kualitatif secara umum dimulai sejak pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan atau verifikasi15. Oleh sebab itu data kualitatif yang dikumpulkan akan dianalisis dengan menggunakan penjelasan kualitatif. Dalam analisis ini, apa yang ditemukan tidak hanya cukup dijelaskan dengan apa adanya, akan tetapi diinterpretasikan.
14
15
Suprayogo, Imam dan Tobroni.. Metodologi Penelitian Sosial-Agama, Bandung: Remaja Rosdakarya. 2001. Hal. 191-192 Ibid., Hal. 191-192
Teknik pengelohan data yang digunakan adalah teknik deskriptif analisis. Metode ini diharapkan dapat memberikan pemahaman yang menyeluruh mengenai aspek-aspek yang berkaitan dengan fokus penelitian. Data yang diperoleh melalui observasi, wawancara dan informasi yang terkait akan diklasifikasikan dan disajikan dalam bentuk deskriptif analisis.
3.7 Lokasi Penelitian Penelitian ini akan dilakukan di kota Gorontalo. Alasan pemilihan lokasi tersebut sebagai lokasi penelitian karena di kota Gorontalo yang tengah menyesuaikan diri dengan kondisi realitas modernisme juga tidak bisa luput dari arus keluar masuknya pertukaran kultur termasuk punk. Sepanjang pengetahuan penulis, bahwa belum ada yang melakukan penelitian dengan basic ilmu sosiologi di lokasi penelitian di kota Gorontalo.
3.8 Waktu Penelitian Penelitian tentang kehidupan subkultur punk ini akan dilakukan selama 6 (dua) bulan, sejak penyusunan proposal penelitian, input data, pengolahan data, analisis data, hingga penulisan laporan penelitian ini.