BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Tipe Penelitian
Sifat penelitian ini adalah deskriptif. Penelitian deskriptif adalah jenis penelitian yang memberikan gambaran atau uraian atas suatu keadaan sejelas mungkin tanpa ada perlakukan terhadap objek yang diteliti 28.
Penelitian ini bersifat deskriptif, dengan mengunakan pendekatan kualitatif. Metode kulaitatif memungkinkan peneliti mendekati data sehingga mampu
mengembangkan
komponen-komponen
keterangan
yang
analitis,
konseptual dan kategoris dari data itu sendiri, dan bukannya teknik-teknik yang konsepsikan sebelumnya. Penelitian kualitatif dapat memahami perilaku sosial, karena ia menemukan definisi tentang realitas dan bagaimana hal ini dapat mempengaruhi perilakunya.
Bodgan dan tailor (1975 : 5), ”mendefinisaikan metode kualitatif sebagai prosedur penelitaian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis ataupun lisan dari orang-orang dan prilaku yang diamati. Menurut mereka pendekatan ini diarahkan pada latar belakang individu atau organisasi ke dalam variabel atau hipotesis, tetapi perlu memandangnya sebagai bagian dari suatu keutuhan.” 29. Selain itu menurut Krik dan Miller juga menerangkan tentang definisi metode kualitatif, menurut mereka. 28
Ronny Kountur, : Metode penelitian untuk penulisan skripsi dan tesis,PPM, Jakarta,2003,Hal 105 29
Moleong Lexi, Metode Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung. 2000, hal.3
46
”Definisi metode kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang fundamental, yang bergantung pada pengamatan manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orangorang tersebut dalam bahasanya dan dalam peristilahannya.” 30 Selain itu penelitian deskriptif memiliki tujuan untuk melukiskan secara sistematis fakta atau karakteristik populasi tertentu atau bidang tertentu secara faktual dan cermat. Dengan cara mengumpulkan data sebanyak-banyaknya, menyusunnya dengan cara sistematis, dan di analisis dengan cermat yang akan dideskripsikan dalam analisis yang melingkupinya. Tujuan dari penelitan deskriptif ialah untuk melukiskan secara analisa fakta atau karakteristik tertentu atau bidang tertentu secara faktual dan cermat. Serta menggambarkan sifat suatu keadaan yang sementara berjalan pada saat penelitian dilakukan dan memeriksa sebab dari suatu gejala tertentu.
Serta penelitian deskiptif ditujukan untuk mengumpulkan informasi yang aktual secara rinci yang melukiskan gejala yang ada, megidentifikasikan masalah atau memeriksa kondisi dan praktek yang berlaku, membuat perbandingan atau evaluasi, menentukan apa yang dilakukan orang lain dalam menghadapi masalahmasalah yang sama dan belajar dari pengalaman mereka untuk menempatkan rencana dan ketulusan pada waktu yang akan datang.
3.2 Metode Penelitian
Dalam hal ini teori wacana menjelaskan tentang terjadinya sebuah peristiwa seperti terbentuknya sebuah kalimat atau pernyataan. Sebuah kalimat 30
Dedi Mulyana, Metode Penelitian Kualitatif, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung. 2002 Hal. 8
47
bisa terungkap bukan hanya karena ada orang yang membentuknya dengan motivasi atau kepentingan subjektif tertentu (rasional atau irasional). Terlepas dari apapun motivasi atau kepentingan orang ini, kalimat yang dituturkannya tidaklah dapat dimanipulasi semaunya oleh yang bersangkutan. Kalimat itu hanya dibentuk, hanya akan bermakna, selama ia tunduk pada sejumlah aturan gramatika yang berada diluar kemauan, atau kendali si pembuat kalimat. Analisis wacana adalah studi tentang struktur pesan dalam komunikasi. Lebih tepatnya lagi, analisis wacana adalah telah mengenai aneka fungsi (pragmatic) bahasa. Kita menggunakan bahasa dalam kesinambungan atau untaian wacana. Tanpa konteks, tanpa hubungan-hubungan wacana yang bersifat antar kalimat dan super kalimat maka kita akan sukar berkomunikasi dengan tepat satu sama lain. 31
Metode penelitian dalam penulisan ini adalah metode Analisis Wacana dengan menggunakan pendekatan Kualitatif. Menurut Mills Analisis Wacana lebih memperhatikan hal-hal yang berkaitan dengan struktur pada level kalimat, misalnya hubungan ketatabahasaan (gramatika) seperti subjek kata kerja objek, sampai pada level yang lebih luas dari pada teks. Analisis wacana yang dilakukan bertujuan untuk mengeksplisitkan norma-norma dan aturan-aturan bahasa yang implisit 32.
31 32
Alex Sobur, Analisis teks Media hal 46 Alex Sobur, Analisis Teks Media, PT. Remaja Rosda Karya, Bandung, 2002, Hal 13.
48
Menurut Keraf yang dikutip oleh Yoce 33, pengertian wacana dapat dibatasi dari dua sudut yang berlainan. Pertama dari sudut bentuk bahasa, dan yang kedua dari sudut tujuan umum sebuah karangan yang utuh atau sebagai bentuk sebuah komposisi.
Wacana
juga
dapat
diartikan,
sebagai
proses
komunikasi
menggunakan simbol-simbol yang berkaitan dengan interpretasi dan peristiwaperistiwa di dalam sistem kemasyarakatan yang yang luas.
Berdasarkan pengertian wacana, kita dapat mengidentifikasi ciri dan sifat sebuah wacana, antara lain sebagai berikut.: 34.
1. Wacana dapat berupa rangkaian ujar secara lisan dan tulisan atau rangkaian tindak tutur. 2. Wacana mengungkap suatu hal (subjek) 3. Penyajiannya teratur, sistematis, koheren dan lengkap dengan semua situasi pendukungnya. 4. Memiliki satu kesatuan misi dalam rangkaian itu. 5. Dibentuk oleh unsur segmental dan non segmental. Berbicara tentang wacana selalu berkaitan dengan konteks, konteks merupakan ciri-ciri alam di luar bahasa yang menumbuhkan makna pada ujaran atau wacana lingkungan nonlinguistik dari wacana. Konteks wacanaa dibentuk dari berbagai unsur seperti situasi, pembicara, pendengar, penonton, waktu, tempat, adegan, topik, peristiwa, amanat, kode, dan saluran. Unsur-unsur ini
33 34
Yoce Aliah Darma, Analisis Wacana Kritis, Yrama Widya, Bandung 2009, Hal. 3. Ibid, Hal. 3.
49
berhubungan dengan unsur-unsur yang terdapat dalam setiap komunikasi bahasa. 35.
Dari sudut bentuk bahasa, yang berasal dari naskah sekenario atau yang bertalian dengan hierarki bahasa, yang dimaksud dengan wacana adalah bentuk bahasa di atas kalimat yang mengandung sebuah tema. Satuan bentuk yang mengandung tema ini biasanya terdiri atas alinea-alinea, anak-anak bab, bab-bab atau karangan-karangan utuh, baik yang terdiri atas bab-bab maupun tidak. Jadi, tema merupakan ciri sebuah wacana, tanpa tema tak ada wacana.
3.3
Subyek Penelitian
Subyek penelitian ini berupa dialog, seting atau tempat, dan penokohan pada adegan film Laskar Pelangi. Alasan pemilihan subyek karena subyek yang dipilih merupakan sumber yang kompeten untuk dijadikan informasi sehubungan dengan penelitian.
3.4
Teknik Pengumpulan Data 3.4.1
Data Primer
Dalam
hal
ini
peneliti
menggunakan
teknik
pengumpulan data, yaitu observasi terhadap adegan dalam film Laskar Pelangi dan wawancara terstruktur dengan diselingi dengan wawancara tidak terstruktur. Secara garis besar observasi adalah metode atau cara-cara menganalisis dan 35
Opcit, Hal 4.
50
mengadakan pencatatan secara sistematis mengenai tingkah laku dengan melihat atau mengamati individu atau kelompok dalam sebuah film Laskar Pelangi. Wawancara yang dilakukan dengan
menggunakan
pedoman
wawancara.
Peneliti
melakukan wawancara dengan pihak penulis skenario (script writer).
3.4.2
Data Skunder
Data sekunder diperoleh dengan melakukan studi kepustakaan. Studi kepustakaan yang meliputi jurnal, bukubuku serta referensi lainya yang terkait, seperti artikel,surat kabar, majalah dan internet.
3.5
Defenisi Konsep dan Fokus Penelitian 3.5.1
Definisi Konsep
Untuk melaksanakan penelitian ini berbagai konsep dari istilah perlu diperjelas definisi konsepnya, antara lain yaitu : Definisi Konsep dan Operasional Konsep No. 1.
Konsep Wacana
Definisi Menurut, Alex Sobur wacana adalah rangkaian ujar atau rangkaian tindakan tutur yang mengungkapkan suatu hal (subjek) yang
51
disajikan secara teratur, sistematis, dalam suatu kesatuan yang koheren, dibentuk oleh unsur segmental maupun nonsegmental bahasa. Jadi, wacana
adalah
proses
komunikasi
menggunakan simbol-simbol yang berkaitan dengan interpretasi dan peristiwa-peristiwa di dalam sistem kemasyarakatan yang luas. 2.
Idealisme
G.Watts
Cunningham,
seorang
idealisme
amerika serikat, memberikan definisi idealisme yakni: “idealisme merupakan suatu ajaran kefilsafatan yang berusaha menunjukan agar kita dapat memahami materi atau tatanan kejadian-kejadian yang terdapat dalam ruang dan waktu sampai pada hakekatnya yang terdalam, maka ditinjua dari segi logika kita harus membayangkan adanya jiwa atau roh yang menyertainya dan yang dalam hubungan tertentu bersifat mendasar hal-hal tersebut.” Secara ringkas idealisme mengatakan bahwa realitas dari ide-ide, pikiran-pikiran, akal (mind) atau jiwa (self) dan bukan benda material dan kekuatan.
52
3.
Film
Definisi Film Menurut UU 8/1992 Film adalah karya cipta seni dan budaya yang merupakan
media
pandang – dengar
komunikasi
massa
yang dibuat berdasarkan
asas sinematografi dengan direkam pada pita seluloid, pita video, piringan video, dan/atau bahan hasil penemuan teknologi lainnya dalam segala bentuk, jenis, dan ukuran
melalui
proses
kimiawi,
proses
elektronik, atau proses lainnya, dengan atau tanpa
suara,
yang
dapat
dan/atau
ditayangkan
Proyeksi
mekanik,
dipertunjukkan
dengan eletronik,
sistem dan/atau
lainnya. 4.
Drama
Film yang mengangkat tentang aspek-aspek human interest sehingga sasarannya adalah perasaan penonton untuk meresapi kejadian yang menimpa tokohnya. Jenis ini dikaitkan dengan latar belakang kejadiannya, seperti jika kejadiannya terjadi disekitar keluarga maka disebut sebagai drama keluarga.
53
3.5.2
Fokus Penelitian
Fokus penelitian ini berupa dialog, seting atau tempat, dan penokohan yang dimainkan mengarah pada gambaran realitas semangat juang dalam meraih pendidikan dan semangat untuk terus bermimpi dalam meraih cita cita adegan film Laskar pelangi. Dari 126 adegan yang terdapat dalam film tersebut, yang menjadi pilihan adalah 40 adegan yang memiliki ciri-ciri seperti yang disebutkan diatas.
3.6
Teknik Analisis Data
Dalam penelitian ini teknik analisis data yang dilakukan oleh penulis adalah analisis wacana, yaitu penulis berupaya untuk memahami makna tuturan dalam konteks teks, dan situasi. Karena analisis wacana lebih menekankan pada pesan atau teks komunikasi.
Analisis wacana lebih melihat pada “bagaimana” (how) dari pesan atau teks komunikasi. Melalui analisis wacana kita bukan hanya mengetahui bagaimana isi dari teks, dan tata kalimat yang mengandung macam pesan yang disampaikan. Dengan melihat bagaimana anaslisis wacana yang lebih melihat makna yang tersembunyi dari suatu teks.
Dari sekian banyak model analisis wacana, saat ini saya menggunakan model Norman Fairclough karena model Norman Fairclough adalah model yang berusaha menggabungkan suatu model analisis wacana yang mempunyai kontribusi dalam analisis sosial dan budaya sehingga ia mengkombinasikan tradisi
54
analisis tekstual yang selalu melihat bahasa dalam ruang tertutup dengan konteks masyarakat yang lebih luas. Karena Norman Fairclough membangun sebuah model yang mengintegrasikan secara bersama-sama analisis wacana yang didasarkan pada linguistik dan pemikiran sosial politik dan secara umum diintegrasikan pada perubahan sosial.
Norman Fairclough menggunakan wacana menunjuk pada pemakaian bahasa sebagai praktik sosial, lebih dari pada aktivitas individu atau untuk merefleksikan sesuatu. Memandang bahasa sebagai praktik sosial, yang mengandung sejumlah implikasi : 36
1.
Wacana adalah bentuk dari tindakan, seseorang menggunakan bahasa sebagai suatu tindakan pada dunia dan khususnya sebagai bentuk representasi ketika melihat dunia atau realitas..
2.
Model mengimplikasikan adanya hubungan timbal balik antara wacana dan struktur sosial. Disini wacana terbagi oleh struktur sosial, kelas dan relasi sosial lain yang dihubungkan dengan relasi spesifik dari institusi tertentu seperti pada hukum atau pendidikan, sistem dan klasifikasi.
36
Eriyanto, Analisis wacana : Pengantar analisis teks media, PT. LKIS Pelangi Aksara, Yogyakarta 2001, Hal. 286.
55
Norman Fairclough membagi analisis wacana dalam tiga dimensi, yaitu teks, discourse practice dan sociocultural prectice. Semua element yang dianalisis tersebut dipakai untuk melihat tiga masalah berikut : 37
1.
Ideasional, yang merujuk pada representasi tertentu yang ingin ditampilkan dalam teks, yang umumnya membawa muatan ideologis tertentu. Analisis ini pada dasarnya ingin melihat bagaimana sesuatu ditampilkan dalam teks yang bisa jadi membawa muatan ideologis tertentu.
2.
Relasi, merujuk pada analisis bagaimana konstruksi hubungan seperti apakah teks disampaikan secara informal atau formal, terbuka atau tertutup.
3.
Identitas, merujuk pada konstruksi tertentu dari identitas, serta bagaimana personal dan identitas ini hendak ditampilkan.
Ketiga dimensi tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :
Proses Pengumpulan Data dalam CDA Fairclough
No.
Level
Teknik Pengumpulan Data
Level
1
Masalah Teks
Analisis Mikro
2
Praktik
Meso
- Satu/lebih metode Analisis Naskah (sintagmatis atau paradigmatis) - Pengamatan Terlibat pada Produksi Naskah, atau
Wacana 37
Eriyanto, Ibid, Hal. 286.
56
- Depth interview dengan pembuat naskah, atau - “Secondary Data” tentang pembuatan naskah.
3
Sosiokultural Makro
- Depth interview dengan pembuat naskah dan ahli paham dengan tema penelitian. - Secondary data yang relevan dengan tema penelitian - Penelusuran Literatur yang relevan dengan tema penelitian.
Untuk memperoleh gambaran elemen-elemen struktur wacana di atas berikut penjelasan singkat : 1.
Teks
Fairclough melihat teks dalam berbagai tingkatan. Sebuah teks bukan hanya menampilkan suatu objek digambarkan tetapi juga bagaimana hubungan antarobjek didefinisikan. Ada tiga elemen dasar dalam model Fairclough, yang dapat digambarkan sebagai berikut : a. Representasi : bagaimana seseorang, kelompok, tindakan, kegiatan
ditampilkan
dalam
teks.
Representasi
dalam
pengertian Faicrlough dilihat dari dua hal, yakni bagaimana seseorang, kelompok dan gagasan ditampilkan dalam anak kalimat dan gabungan atau rangkaian antara anak kalimat.
57
b. Relasi : bagaimana hubungan antara penulis, khalayak, dan partisipan media film ditampilkan dan digambarkan dalam teks. c. Identitas : bagaimana identitas penulis, khalayak dan partisipan media film ditampilkan dan digambarkan dalam teks. 2.
Praktik kewacanaan
Analisis discourse practice (praktik kewacanaan) memusatkan perhatian pada bagaimana produksi dan konsumsi teks. Teks dibentuk lewat suatu praktik diskursus, yang akan menentukan bagaimana teks tersebut diproduksi. Teks film melibatkan praktik diskursus yang rumit dan kompleks praktik kewacanaan inilah yang menentukan bagaimana teks tersebut terbentuk. Dalam pandangan Faiclough, ada dua sisi dari praktik diskursus tersebut. Yakni produksi teks (dipihak media) dan konsumsi teks (dipihak Khalayak). Jadi, kalau ada teks media yang merendahkan dan memarjinalkan posisi buruh, kita harus mencari tahu bagaimana teks tersebut diproduksi dan dikonsumsi. Faktor pertama dari pembentukan wacana ini adalah individu dan profesi sebagai orang yang bergelut di dunia entertain. Faktor ini berhubungan dan berkaitan dengan para professional. Faktor ini antara lain melengkapi latar belakang pendidikan mereka, perkembangan professional, orientasi politik dan ekonomi para pengelolanya dan keterampilan mereka. 3.
Praktik – sociokultural
Analisis sociocultural practice (praktik-sosiokultural) didasarkan pada asumsi bahwa konteks sosial yang ada di luar media mempengaruhi bagaimana wacana yang ada dalam sebuah film. sociocultural practice ini memang tidak
58
berhubungan langsung dengan produksi teks, tetapi ia menentukan bagaimana teks diproduksi dan dipahami. sociocultural practice menggambarkan bagaimana kekuatan-kekuatan yang ada dalam masyarakat memaknai dan menyebarkan ideologi yang dominant kepada masyarakat. Menurut Fairclough hubungan itu bukan langsung, tetapi dimensi oleh discourse practice. Kalau ideologi dan kepercayaan masyarakat itu paternalistik, maka hubungannya dengan teks akan dimediasi oleh bagaimana teks diproduksi dalam suatu proses dan praktik pembentukan wacana. Mediasai itu meliputi dua hal. Pertama, bagaimana teks diproduksi dan kedua khalayak juga akan mengkonsumsi dan menerima teks tersebut dalam pandangan teks tersebut diproduksi. Faicrlough membuat tiga level analisis sociocultural practice yaitu : 1. Situasional Bagaimana teks itu diproduksi diantaranya dengan memperhatikan aspek situasional ketika teks tersebut diproduksi. Teks dihasilkan dalam suatu kondisi atau suasana yang khas, unik, sehingga satu teks bisa jadi berbeda dengan teks yang lain. Kalau wacana dipahami sebagai tindakan, maka tidakan itu sesungguhnya adalah upaya untuk merespons situasi atau konteks sosial tertentu. 2. Intitusional Level institusional melihat bagaimana pengaruh institusi organisasi dalam praktek produksi wacana. Institusi ini berasal dalam diri media sendiri, bisa juga kekuatan-kekuatan eksternal di luar media yang menentukan
59
proses produksi berita. Faktor institusi penting adalah institusi yang berhubungan dengan ekonomi media. 3. Sosial Foktor sosial sangat berpengaruh terhadap wacana yang muncul dalam pemberitaan. Bahkan Fairclough menegaskan bahwa wacana yang muncul dalam media ditentukan oleh perubahan masyarakat. Dalam level sosial, budaya masyarakat, misalnya turut menentukan perkembangan dari wacana media.
60