BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai dengan Oktober 2012. Penelitian ini dilakukan di Pulau Dudepo, Kecamatan Anggrek, Kabupaten Gorontalo Utara, yang meliputi 4 stasiun penelitian yaitu: 1.
Stasiun I terletak di sebelah Selatan Pulau Dudepo, dengan titik koordinat yaitu 00 54’ 10.15” N dan antara 1220 45’ 28.65” E.
2. Stasiun II terletak di sebelah Barat Pulau Dudepo, dengan titik koordinat yaitu 00 54’ 43.45” N dan antara 1220 45’ 25.78” E. 3. Stasiun III terletak di sebelah Utara Pulau Dudepo, dengan titik koordinat yaitu 00 53’ 59.23” N dan antara 1220 47’ 44.01” E. 4. Stasiun IV terletak di sebelah Timur Pulau Dudepo, dengan titik koordinat yaitu 00 52’ 16.26” N dan antara 1220 48’ 13.07” E. Untuk lebih jelasnya peta lokasi penelitian dapat di lihat pada Gambar 8.
1
Gambar 8. Peta Lamun (Sumber:2 DKP Provinsi Gorontalo, 2012)
B. Alat dan Bahan Penelitian 1.
Alat Alat yang digunakan dalam penelitian dapat di lihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Alat yang Digunakan Untuk Penelitian No Nama Alat Jumlah Kegunaan 1 Roll meter 1 buah Menentukan jarak stasiun dan transek kuadrat 2 Transek kuadrat 1 buah Menghitung jumlah tegakan lamun 1x1m 3 Refraktometer 1 buah Mengukur salinitas perairan 4 DO meter 1 buah Mengukur suhu, kadar oksigen 5 Layang-layang 1 buah Mengukur kecepatan arus arus 6 Secchi Disk 1 buah Mengukur kecerahan 7 Alat tulis dan 1 perangkat Mencatat hasil penelitian kertas 8 Kantong plastik 1 buah Menyimpan sampel 9 Kamera 1 buah Dokumentasi 10 Buku identifikasi 1 buah Mengidentifikasi jenis lamun El Shaffai (2011) 11 Tali rafia 1 gulung Sebagai garis transek 12 GPS 1 buah Menentukan titik koordinat 13 Perlengkapan 1 buah Membantu kegiatan pengamatan snorkling
2.
Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian dapat di lihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Bahan yang Digunakan Untuk Penelitian No Nama Bahan Kegunaan 1 Lamun Sebagai sampel pengamatan 2 Aquades Mensterilkan alat
3
C. Metode Pengambilan Data Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan menggunakan metode survey, dimana data yang diambil berupa data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh dan dikumpulkan secara langsung dari lapangan berupa pengamatan parameter fisika dan kimia perairan, jenis dan jumlah tegakan lamun, serta wawancara dengan penduduk setempat. Sedangkan data sekunder merupakan data atau informasi yang diperoleh secara tidak langsung, berupa kondisi umum lokasi penelitian yang meliputi sejarah, luas, dan letak geografis, serta dari laporan penelitian maupun sumber lain tentang ekosistem lamun. 1.
Penentuan Stasiun Penelitian Lokasi pengambilan sampel dibagi menjadi 4 stasiun berdasarkan keberadaan
dan kondisi lamunnya serta masing-masing sisi pulau, yaitu stasiun I terletak di sebelah Selatan, stasiun II berada di sebelah Barat, stasiun III di sebelah Utara dan untuk stasiun IV terletak di sebelah Timur Pulau Dudepo. Titik antara stasiun satu dan stasiun lainnnya ditentukan dengan menggunakan Global Positioning System (GPS). Setiap stasiun pengamatan dibagi menjadi 3 substasiun, dan masing-masing substasiun terdiri dari 3 plot/transek kuadran yang berukuran 1x1 meter, sehingga jumlah plot/transek kuadran yang diamati semuanya berjumlah 9 setiap stasiunnya. Substasiun ini ditempatkan tegak lurus dengan garis pantai sepanjang 100 m. Jarak antara substasiun satu dan lainnya yaitu 50 meter, sedangkan jarak antar transek/plot adalah 33 meter. Penempatan transek kuadrat dapat di lihat pada Gambar 10.
4
Substasiun I
Substasiun II
Substasiun III Line transek
33 m Plot (1x1 m)
50 m 100 m
Gambar 9. Tata Letak Pemasangan Line Transect Quadrat
2.
Pengamatan dan Pengambilan Data Lamun Pengamatan lamun di lokasi penelitian meliputi identifikasi jenis lamun, dan
menghitung jumlah tegakan dari lamun tersebut. Pengamatan dan pengambilan data lamun dilakukan langsung di lapangan. Pengamatan lamun hanya dibatasi pada transek kuadran, dan pengamatan ini dilakukan dengan cara berjalan kaki pada saat air surut. Untuk memudahkan pengamatan, maka digunakan perlengkapan snorkeling (snorkel dan masker) untuk menghitung jumlah tegakan lamun pada transek kuadran. Kemudian mengambil satu tegakan untuk setiap spesies sebagai sampel lalu dimasukkan ke dalam kantong plastik serta diberi label atau tanda pada setiap spesies yang ditemukan. Selanjutnya jenis lamun ini di identifikasi di Labolatorium Jurusan Perikanan, Fakultas Ilmu-ilmu Pertanian dengan menggunakan buku identifikasi El Shaffai (2011).
5
D. Analisis Data 1.
Kerapatan Jenis Kerapatan jenis merupakan jumlah total individu jenis dalam suatu unit area
yang diukur. Kerapatan jenis lamun dihitung dengan menggunakan rumus (Fachrul, 2007): Ki = Dimana : Ki ni A
2.
= Kerapatan jenis ke-i = Jumlah total individu dari jenis ke-i = Luas area pengambilan sampel (m2).
Kerapatan Relatif Kerapatan relatif (KR) yaitu perbandingan antara jumlah individu jenis dan
jumlah total indovidu seluruh jenis. Kerapatan realtif lamun dapat dihitung dengan rumus (Fachrul, 2007) : KR = Dimana: KR ni ∑n
3.
= Kerapatan relatif = Jumlah individu ke-i = Jumlah individu seluruh jenis.
Frekuensi jenis Frekuensi jenis (F) yaitu peluang suatu jenis ditemukan dalam titik sampel
yang diamati. Frekuensi jenis lamun dihitung dengan rumus (Fachrul, 2007) :
6
Fi = Dimana : Fi Pi ∑P
4.
= Frekuensi jenis ke-i = Jumlah petak sampel tempat ditemukan jenis ke-i = Jumlah total petak sampel yang diamati.
Indeks Dominansi Untuk mengetahui ada tidaknya dominansi dari jenis tertentu, digunakan
rumus (Odum, 1971 dalam Syamsurisal, 2011). D = ( ∑ Pi ) 2
Dimana : D = Pi = ni = N =
Indeks dominansi ni/N Jumlah individu jenis ke-i Jumlah total individu dari seluruh jenis.
Nilai indeks dominansi berkisar 0-1. Jika indeks dominasi 0 berarti hampir tidak ada jenis lamun yang mendominasi dan apabila nilai indeks dominasi mendekati 1 berarti ada salah satu jenis yang mendominasi di komunitas tersebut.
5.
Indeks Keanekaragaman (H’) Perhitungan indeks keanekaragaman jenis pada penelitian ini menggunakan
indeks Shannon-Wiener (Cox, 2002 dalam Lefaan, 2008).
H’ = -∑ Pi x log Pi
7
Dimana : H’ = Indeks Keanekaragaman Pi = ni/N ni = Jumlah individu setiap jenis N = Jumlah individu seluruh jenis Kriteria : H’ < 1
= Keanekaragaman jenis rendah, tekanan ekologis sangat kuat.
1 < H’ <3
= Keanekaragaman jenis sedang, tekanan ekologis sedang.
H’ > 3
= Keanekaragaman
jenis
tinggi,
terjadi
keseimbangan
ekosistem.
6.
Indeks Kemerataan (Keseragaman) Keanekaragaman tidak dapat terlepas dari kemerataan (evenness), yang dapat
dihitung dengan rumus (Odum, 1971 dalam Herliandi, 2011). e=
Dimana : e = Nilai keseimbangan antar jenis H’ = Indeks keanekaragaman Shannon wiener S = Jumlah jenis Indeks kemerataan (keseragaman) berkisar antara 0-1. Bila indeks kemerataan kurang dari 0,4, maka ekosistem tersebut berada dalam kondisi tertekan dan mempunyai kemerataan rendah. Jika indeks kemerataan antara 0,4-0,6, maka ekosistem tersebut dalam kondisi kurang stabil dan mempunyai keseragaman sedang.
8
Dan jika indeks kemerataan lebih dari 0,6, maka ekosistem tersebut dalam kondisi stabil dan mempunyai keseragaman tinggi. Hasil perhitungan dari nilai kerapatan jenis, frekuensi jenis, indeks dominansi, indeks keanekaragaman dan indeks kemerataan lamun dari tiap-tiap stasiun pengamatan dihitung dengan menggunakan Microsoft Excel dan di lihat tingkat perbedaan antar stasiun dengan menggunakan analisis of varians (ANOVA) dengan bantuan SPSS (Statistical Package for the Social Sciences) versi 16.0. Dalam pengujian digunakan tingkat signifikasi 0,05 (a = 5%), atau dengan kata lain tingkat kepercayaan sebesar 0,95 (95 %). Dimana jika nilai signifikannya lebih besar dari 0,05 dan F hitung lebih kecil dari F tabel, maka disimpulkan bahwa Ho diterima, artinya tidak ada perbedaan antara suatu kelompok, untuk itu tidak dilakukan uji lanjutan dengan menggunakan analisis Tukey. Sebaliknya jika nilai signifikannya lebih kecil dari 0,05 dan F hitung lebih besar dari F tabel maka disimpulkan bahwa Ho ditolak, artinya ada perbedaan antara suatu kelompok, untuk itu dilakukan uji lanjutan dengan analisis Tukey.
9
10