85
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini akan membahas apek-aspek metodologis yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu meliputi pendekatan, subyek penelitian, proses dan teknik pengumpulan data, analisis data, dan keabsahan data dan hasil penelitian. A. Pendekatan Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif dalam bentuk studi etnografi, yaitu sebuah pendekatan untuk mengembangkan pemahaman terhadap aktivitas atau perilaku sehari-hari dari sekelompok orang dalam seting tertentu. Paradigma yang digunakan adalah post-positivistik, yaitu cara pandang penelitian yang bersifat interpretif, konstruktif, dan berlangsung dalam seting alamiah (natural setting). Dengan cara pandang ini peneliti berkeyakinan bahwa teori tidak memiliki fungsi eksplanasi atau prediksi, melainkan memberi tafsir atau membuat pemahaman langsung secara teralami (lived experience), bukan melalui generalisasi yang abstrak (Alwasilah, 2009: 45). Penelitian ini didasarkan pada sebuah asumsi bahwa bimbingan kelompok adalah sebuah budaya yang telah dimiliki dan dipraktekkan oleh komunitas Jama’ah Tarbiyah dalam bentuk halaqah. Sebagai sebuah budaya, ia tidak saja berkaitan dengan pengetahuan yang dapat dibahasakan (propositional knowledge), tetapi juga menyangkut pengetahuan yang tidak dapat dibahasakan (tacit knowledge), yang tidak Muskinul Fuad, 2013 85 Mengembangkan Kepribadian Muslim Halaqah Sebagai Model Bimbingan Kelompok Untuk Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
86
dapat diperoleh dengan pendekatan rasionalistik-ilmiah, karena pendekatan ini hanya menjelaskan pengetahuan proposisional saja (Guba & Lincon dalam Alwasilah, 2009: 103). Pemahaman terhadap aspek-aspek bimbingan kelompok dalam konteks halaqah dan tarbiyah tidak akan lengkap tanpa mengetahui konstruksi emik dan pengalaman para responden yang tergabung di dalam jama’ah ini, yaitu dengan pendekatan kualitatif-naturalistik yang mensyaratkan peneliti dapat berinteraksi langsung dengan kehidupan mereka tanpa jarak. Metode etnografi dipilih karena dipandang tepat untuk dapat digunakan dalam melakukan deskripsi dan interpretasi terhadap sebuah kelompok (sistem) sosial atau budaya. Dalam konteks penelitian ini peneliti berasumsi bahwa halaqah-halaqah yang ada dalam jama’ah Tarbiyah adalah kelompok yang memiliki sistem sosial dan budaya. Metode etnografi
memungkinkan penulis untuk dapat mendeskripsikan
representasi diri yang diasumsikan oleh sebuah komunitas (Parker, 2005: 54), yang dalam konteks penelitian ini adalah kelompok halaqah sebagai lokusnya. Sebagai peneliti, penulis berupaya untuk mempelajari pola-pola perilaku, tradisi, dan pandangan hidup yang dapat diamati dari kelompok ini (Harris dalam Creswell, 1998:58). Pola-pola ini berkaitan dengan model bimbingan kelompok yang dipraktekkan dalam komunitas ini beserta cara pandang yang mendasarinya. Dilihat dari jenisnya, etnografi yang digunakan dalam penelitian ini adalah cenderung mengarah pada field ethnography (etnografi lapangan), karena peneliti mempelajari dan menyelami sebuah kelompok dalam kehidupan sehari-hari mereka secara Muskinul Fuad, 2013 Halaqah Sebagai Model Bimbingan Kelompok Untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
87
langsung dalam seting alamiah. Dengan meminjam apa yang telah diteorikan oleh Spradley (1997: 34), langkah yang penulis lakukan adalah dengan cara memperhatikan makna tindakan dari kejadian yang ada dalam kelompok halaqah yang ingin penulis pahami melalui nilai-nilai (budaya) yang mereka miliki. Dalam melakukan kerja lapangan, penulis membuat kesimpulan budaya halaqah dari tiga sumber, yaitu dari apa yang mereka katakan, dari cara mereka bertindak, dan dari dokumen yang mereka gunakan. B. Subyek Subyek penelitian yang diambil adalah para anggota kelompok halaqah dalam komunitas Jama’ah Tarbiyah yang ada di Kota Purwokerto sebagai informan. Di antara para informan terdapat beberapa orang yang berperan sebagai murabbi (pembimbing) yang telah lama bergabung dalam komunitas ini dan dipandang cukup berpengalaman dalam aktivitas pembinaan terhadap para mutarabbi (anggota yang dibimbing) dalam beberapa kelompok selama bertahun-tahun. Di antara mereka ada pula yang berperan sebagai murabbi sekaligus mutarabbi dan ada pula yang hanya menjadi mutarabbi, yang datang dari kelompok dan latar belakang yang berbedabeda. Di antara mereka ada yang memiliki latar belakang sebagai dosen, mahasiswa, siswa, ibu rumah tangga, wiraswastawan, buruh, karyawan, anggota legislatif, guru, satpam, dan sebagainya. Untuk dapat masuk dalam komunitas ini secara mudah, peneliti menempuh strategi snowball (bola salju). Pertama kali, penulis mendatangi seorang informan kunci yang
merupakan seorang murabbi terkemuka dalam
Muskinul Fuad, 2013 Halaqah Sebagai Model Bimbingan Kelompok Untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
88
komunitas ini dan melakukan wawancara mendalam dengannya. Dari informan kunci inilah, penulis kemudian memperoleh referensi tentang informan-informan lain yang dipandang layak dan dapat memberikan data yang penulis butuhkan. Dari informan ini pula, penulis kemudian mendapatkan informasi penting berkenaan dengan berbagai referensi atau buku yang selama ini dijadikan bahan rujukan oleh komunitas ini dalam menjalankan aktivitas tarbiyah (pembinaan). C. Proses dan Teknik Pengumpulan Data Pada awal tahun 2010, sebelum sampai pada tahap pengumpulan data dan terlibat secara lebih mendalam dalam komunitas halaqah, penulis telah mengawali penelitian ini, dengan melakukan komunikasi secara personal dengan salah seorang teman penulis, yaitu seorang aktivis di Jamaah Tarbiyah di kota Bandung, tempat penulis menempuh studi lanjut saat ini. Kepada informan ini, penulis mengutarakan maksud penulis untuk dapat melakukan penelitian pada komunitas Jamaah Tarbiyah di kota ini. Akan tetapi, setelah mendapatkan lampu hijau dari para pemimpin komunitas ini dan sempat melakukan studi pendahuluan dan wawancara awal, karena berbagai kendala kesibukan dan perbedaan bahasa dan budaya yang dapat menghalangi penulis untuk dapat berinteraksi secara lebih dekat dengan mereka, penulis kemudian memutuskan untuk mengubah tempat penelitian, yaitu dari kota Bandung ke kota Purwokerto, tempat penulis berdomisili saat ini. Sejak bulan Juni tahun 2010, akhirnya penulis mendapatkan respon positif dari
para aktivis yang menjadi tokoh-tokoh terkemuka Jamaah Tarbiyah di
Muskinul Fuad, 2013 Halaqah Sebagai Model Bimbingan Kelompok Untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
89
Purwokerto untuk mengadakan penelitian dalam komunitas mereka. Selama kurang lebih dua tahun penulis telah terlibat di dalam kehidupan komunitas ini dan banyak mendapatkan data-data penting dan menarik tentang pandangan hidup dan pola bimbingan kelompok yang ada dalam komunitas ini. Secara garis besar data-data itu dikumpulkan melalui tiga teknik di bawah ini : 1. Observasi-partisipatif, yaitu pengamatan sistematis dan terencana yang dimaksudkan untuk memperoleh data yang dibutuhkan secara valid dengan cara terlibat langsung dalam kehidupan subyek yang diteliti. Alwasilah (2009: 210) meringkas proses ini dengan tiga kata yaitu saksikan, catat, dan maknai. Teknik ini dilakukan peneliti dengan mengikuti setiap aktivitas kelompok yang dilakukan dalam komunitas Jama’ah Tarbiyah, yaitu kegiatan pekanan dalam kelompok kecil (liqa’), tatsqif (pertemuan pekanan dalam kelompok besar), mabit (pertemuan dua bulanan dalam kelompok kecil dan besar), riyadhah (olahraga), kegiatan daurah (seminar dan workshop), rihlah (perjalanan ke luar kota), dan kegiatan lain yang senantiasa di lakukan secara rutin dan insidental di kalangan mereka. Data yang berhasil digali dengan teknik ini adalah meliputi materi halaqah, metode bimbingan, proses dan dinamika kelompok, dan manajemen kelompok, pengalaman merasakan suasana ukhuwah dan kebersamaan yang terjadi di antara anggota halaqah, dan nilai-nilai lain yang melekat pada jama’ah ini. Hal ini penulis lakukan agar Muskinul Fuad, 2013 Halaqah Sebagai Model Bimbingan Kelompok Untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
90
dapat diketahui gambaran yang lengkap tentang perikehidupan jama’ah dalam setiap seting (kegiatan) yang ada. Kegiatan observasi partisipan yang penulis lakukan pada dasarnya terpusat pada satu kelompok halaqah utama, tetapi dengan seijin murabbi, penulis memiliki kesempatan untuk mengikuti kelompok-kelompok halaqah lainnya. Di samping itu, dalam setiap sesi (acara) pertemuan di luar forum halaqah, penulis biasanya berkesempatan untuk berinteraksi dengan para murabbi dan mutarabbi dari kelompok halaqah lain. Sebagai contoh, saat mengikuti kegiatan riyadhah (olahraga) futsal, yang melibatkan kelompok halaqah lain sebagai mitra bertanding, penulis banyak mengamati bagaimana dinamika interaksi yang terjadi pada masing-masing kelompok. Contoh lainnya, pada beberapa sesi acara ta’lim atau tatsqif (kajian) rutin yang diselenggarakan oleh kelompok penulis dan dihadiri para jamaa’ah dari kelompok halaqah lainnya, penulis diberi kepercayaan untuk menjadi narasumber. Dalam kesempatan ini penulis dapat mengamati dan memperhatikan interaksi di kalangan para jama’ah, baik dalam intra halaqah maupun antar halaqah. 2. Wawancara mendalam. Hal dilakukan terhadap murabbi dan para mutarabbi, untuk menggali informasi seputar nilai-nilai, prinsip, konsep atau pandangan hidup yang diyakini dan senantiasa dijalankan dalam jama’ah Tarbiyah. Wawancara mendalam juga dimaksudkan untuk
Muskinul Fuad, 2013 Halaqah Sebagai Model Bimbingan Kelompok Untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
91
menggali motivasi, aspirasi, dan pemaknaan para responden terhadap pengalaman-pengalaman mereka selama mengikuti halaqah dan kegiatan atau perangkat-perangkat tarbiyah lain, yang meliputi: mukhayyam, daurah, tatsqif, rihlah, mabit, dan sebagainya. Untuk kepentingan penelitian ini, penulis telah melakukan beberapa kali sesi wawancara. Subyek pertama yang penulis wawancarai adalah seorang murabbi, bernama Dm, yang saat itu memiliki keudukan sebagai Ketua Bidang Pembinaan Kader. Dari informan kunci ini, penulis kemudian diberi informasi tentang beberapa orang informan lain (murabbi) yang bisa diwawancarai secara snowball. Dari kalangan mutarabbi, penulis juga mendapatkan beberapa informan penting, baik dari internal kelompok penulis sendiri maupun dari kelompok lain. 3. Studi dokumentasi, yaitu dengan mempelajari dokumen-dokumen yang berisi tentang poko-pokok pikiran Manhaj Tarbiyah, terutama berkaitan dengan aspek-aspek penting berkaitan dengan konsep pembinaan dan kedudukan halaqah dalam konteks tarbiyah. Studi ini dilakukan penulis mengingat bahwa dalam melakukan aktivitas dakwah dan pendidikannya, Jama’ah Tarbiyah menggunakan beberapa buku rujukan, baik yang ditulis oleh tokoh-tokoh Ikhwanul Muslimin seperti Hasan Al-Banna, Said Hawwa, Ali Abdul Halim Mahmud, dan Yusuf Al-Qardhawy, sebagai insipirator gerakannya, maupun yang ditulis oleh para aktivis Jama’ah
Muskinul Fuad, 2013 Halaqah Sebagai Model Bimbingan Kelompok Untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
92
Tarbiyah di Indonesia. Semua rujukan tersebut biasanya selalu dikutip atau disebut oleh informan kunci saat diwawancarai oleh penulis. Di luar buku, penulis memanfaatkan pula foto-foto dokumentasi seputar aktivitas halaqah dan acaran lainnya, yang berhasil penulis dapatkan di lapangan. Penggunaan berbagai rujukan di atas untuk kepentingan pengumpulan data semata-mata didasarkan pada asumsi bahwa sebagai sebuah jamaah atau organisasi yang sedang berjuang untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah digariskannya, komunitas halaqah yang penulis teliti ini tentu saja memiliki berbagai kelemahan. Oleh karena itu, paradigma yang digunakan dalam penelitian ini bukan semata-mata bersifat das-sein (senyatanya), artinya hanya menggunakan data yang benar-benar terjadi atau dapat dilihat dan dibuktikan di lapangan, tetapi juga bersifat das-sollen (seharusnya), yaitu mencakup hal-hal yang mungkin belum terjadi atau dilihat dan dibuktikan sepenuhnya di lapangan. Sepanjang hal-hal yang bersifat ideal (seharusnya) ini mendapatkan afirmasi dari subyek dan dijadikan sebagai kerangka berfikir dan tujuan jama’ah, maka hal itu dapat dianggap valid sebagai data lapangan. D. Analisis Data Analisis yang dilakukan bersifat induktif, deskriptif, dan kualitatif. Prosesnya dilakukan baik sebelum di lapangan, selama di lapangan, ataupun setelah di lapangan. Sebelum terjun ke lapangan secara langsung, peneliti melakukan analisis terhadap
Muskinul Fuad, 2013 Halaqah Sebagai Model Bimbingan Kelompok Untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
93
data hasil studi pendahuluan yang penulis dapatkan melalui wawancara awal terhadap beberapa orang teman yang dipandang mengetahui secara global tentang pandanganpandangan dan tradisi halaqah yang ada dalam Jama’ah Tarbiyah. Data dari hasil studi pendahuluan ini dan ditambah dengan data sekunder yang penulis dapatkan dari penelitian sejenis, kemudian digunakan untuk menentukan fokus penelitian sementara. Awalnya, berdasarkan analisis sebelum di lapangan, penulis bermaksud memfokuskan penelitian ini pada persoalan pengembangan kepribadian muslim yang menjadi ciri khas dari kelompok halaqah, tetapi fokus ini kemudian berubah lebih luas, yaitu menjadi model bimbingan kelompok yang dipraktekkan dalam komunitas ini, dengan tetap menyertakan aspek pengembangan kepribadian yang ada di dalamnya. Selama di lapangan, penulis melakukan model analisis yang dikemukakan oleh Miles dan Huberman (Sugiono, 2008: 337), yaitu reduksi data, penyajian data, dan verifikasi. Reduksi data dilakukan mengingat bahwa jumlah data yang diperoleh di lapangan ternyata cukup berlimpah, sehingga perlu dicatat secara teliti dan rinci. Melakukan reduksi data berarti merangkum, memilih dan memfokuskan hal-hal yang pokok dan penting, mencari tema dan polanya, serta membuang hal-hal yang tidak diperlukan. Setelah dilakukan reduksi, data kemudian disajikan dalam bentuk tabel, peta pikiran, atau peta konsep. Langkah selanjutnya yang penulis lakukan adalah penarikan kesimpulan atau verifikasi. Akan tetapi, penarikan sebuah kesimpulan dalam penelitian ini sesungguhnya dibangun secara bertahap, yaitu dari kesimpulan Muskinul Fuad, 2013 Halaqah Sebagai Model Bimbingan Kelompok Untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
94
awal, pertengahan, dan baru kemudian sampai pada kesimpulan akhir. Kesimpulan awal adalah kesimpulan yang dibangun pada proses pengumpulan data pada tahapa awal, yang bersifat sementara, dan akan berubah jika tidak didukung dengan buktibukti yang kuat pada tahap pengumpulan data berikutnya. Kesimpulan pertengahan dan akhir adalah kesimpulan yang ditarik pada tahap berikutnya atau tahap akhir dari proses pengumpulan data, yang dipandang lebih kredibel karena telah mendapatkan bukti-bukti yang kuat di lapangan. Kesimpulan akhir dapat memiliki kesamaan, berubah, atau berbeda sama sekali dengan kesimpulan awal, tergantung dari tingkat keterdukungan data yang ada selama di lapangan. E. Keabsahan Data dan Hasil Penelitian Secara internal, pengujian keabsahan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara triangulasi, perpanjangan pengamatan, meningkatkan ketekunan, member check, analisis kasus negatif, menggunakan data pendukung, dan ditambah dengan hasil diskusi dengan teman sejawat (Sugiyono, 2008: 368). Dengan triangulasi, penulis berusaha selalu membandingkan dan melakukan pengecekan antara data yang diperoleh melalui wawancara, observasi, dan kajian terhadap beberapa dokumen (buku) yang dirujuk oleh para informan kunci atau responden. Dengan teknik ini pula, penulis berupaya menggali data dari beberapa sumber data, baik itu dari seorang murabbi, mutarabbi, maupun subyek yang berperan sebagai murabbi sakaligus mutarabbi. Untuk melakukan perpanjangan pengamatan, penulis
Muskinul Fuad, 2013 Halaqah Sebagai Model Bimbingan Kelompok Untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
95
selalu bolak-balik ke lapangan, untuk melakukan observasi dan wawancara berkalikali, baik dengan satu narasumber atau seting yang sama maupun yang berbeda. Selanjutnya, peneliti berupaya meningkatkan ketekunan dengan cara melakukan pengamatan secara lebih cermat, terus-menerus, dan berkesinambungan. Dengan cara ini, peneliti dapat memperoleh data yang relatif pasti dan dapat merekam berbagai peristiwa di lapangan secara sistematis. Sebagai contoh, saat melakukan pengamatan awal terhadap acara pertemuan pekanan dalam halaqah, peneliti memiliki kesan bahwa kegiatan ini adalah kegiatan pengajian biasa sebagaimana majlis-majlis ta’lim pada umumnya, tetapi setelah mencermati secara lebih mendalam, peneliti kemudian sampai pada sebuah kesimpulan bahwa halaqah bukanlah model pengajian kelompok biasa, melainkan sebuah model bimbingan kelompok yang di dalamnya terdapat aspek-apsek yang berkaitan dengan pola kepemimpinan, interaksi, dan dinamika kelompok yang menarik untuk dicari polapolanya. Termasuk dalam upaya meningkatkan ketekunan adalah dengan cara membaca berbagai referensi atau penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan halaqah, tarbiyah atau pola-pola bimbingan dan konseling kelompok dalam berbagai komunitas. Salah satu upaya yang dilakukan oleh penulis dalam rangka memperoleh data yang valid dan absah adalah dengan melakukan member check, yaitu pengecekan data yang diperoleh kepada informan atau sumber data. Dengan langkah ini, penulis dapat
Muskinul Fuad, 2013 Halaqah Sebagai Model Bimbingan Kelompok Untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
96
mengetahui seberapa jauh data yang diperoleh sesuai dengan apa yang telah diberikan atau disepakati oleh informan. Sebagai contoh, dalam sebuah kesempatan, setelah sekian bulan penulis terlibat dalam wawancara dan observasi dalam sebuah kelompok halaqah dan menuliskan dalam catatan lapangan, maka penulis kemudian mendatangi murabbi dari kelompok itu untuk melakukan klarifikasi dan masukan atas data dan kesimpulan sementara yang berhasil penulis susun. Selain langkah-langkah di atas, dalam rangka mendapatkan data penelitian yang valid, penulis selalu memperhatikan kasus (temuan data) yang tidak sesuai, bertentangan, atau berbeda dengan data yang telah ditemukan sebelumnya.
Di
samping itu, peneliti juga selalu melengkapi data-data peneilitian dengan bukti rekaman, trankrip, catatan lapangan, dan foto-foto yang diperoleh di lapangan. Sebagai upaya terakhir, penulis kemudian melakukan diskusi dengan beberapa orang teman sejawat penulis baik secara langsung maupun secara tidak langsung untuk mendiskusikan berbagai temuan, analisis, dan kesimpulan yang ada dalam penelitian ini. Secara eksternal, agar hasil penelitian ini memiliki keabsahan untuk dapat diterapkan atau digunakan dalam konteks dan situasi sosial lain (transferability), di luar komunitas Jam’ah Tarbiyah, maka peneliti melakukan diskusi dan meminta masukan terhadap tiga orang akademisi, yaitu dua orang pakar bimbingan dan konseling Islami dan satu orang pakar pendidikan Islam. Hasil diskusi dan masukan
Muskinul Fuad, 2013 Halaqah Sebagai Model Bimbingan Kelompok Untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
97
dari ketiga orang akademisi ini kemudian peneliti gunakan untuk memperbaiki dan melengkapi hasil penelitian, terutama terhadap rancangan halaqah sebagai model bimbingan kelompok untuk mengembangan kepribadian muslim yang bersifat hipotetik.
Muskinul Fuad, 2013 Halaqah Sebagai Model Bimbingan Kelompok Untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu