69 69
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Objek Penelitian Kehadiran Golkar, tidak saja menegaskan bergeraknya kekuatan politik anti-Komunis dan penegak Pancasila di Tengah-tengah arus politik menentang komunisme, namun ia juga hadir sebagai kekuatan alternatif di tengah-tengah ―kegagalan‖ eksperimentasi sistem multipartai era Demokrasi Parlementer. Partaipartai politik pada masa itu telah berkembang sebagai kekuatan-kekuatan, sebagaimana di istilahkan Cliffford Geertz, ―ideology politik aliran‖. sedemikian besarnya semangat ideologisasi itu, yang dalam praktiknya justru mempertegas tajamnya pertarungan politik yang, terutama ditandai oleh jatuh bangunnya kabinet pemerintahan. keadaan ini membuat tidak adanya konsistensi dalam pembangunan nasional. Golkar hadir dalam semangat mengoreksi partai-partai yang terjebak pada konflik ideologis dan visi developmentalisme. embrionya ditandai oleh hadirnya golongan-golongan fungsional non-afiliatif, yang posisi dan perannya banyak ―terpinggirkan‖
oleh
dominasi
partai-partai
politik.
Gagasan
untuk
mengembangkan golongan fungsional ini, memang sering dilontarkan oleh Bung Karno dalam mematangkan eksperimen Demokrasi terpimpin. Bung Karno menginginkan kekuatan alternatif di luar partai-partai, yang kemudian diberi tempat secara formal di Front Nasional. Namun, pada saat yang sama, angkatan bersenjata juga sangat menyadari potensi kekuatan politik golongan fungsional
70
itu. Puncaknya, Angkatan Bersenjata, dalam hal ini Angkatan Darat, sebagai kekuatan politik Pengimbang komunisme, efektif memanfaatkan golongangolongan fungsional yang anti-komunis ke dalam Sekber Golkar pada 1964. kehadiran Sekber Golkar segera membedakan dirinya dengan partai-partai yang berideologi politik aliran. dalam perkembangannya, ideology Golkar semakin jelas, yakni mengusung tema pembangunan sebagai basisnya. Boleh dikatakan, ideology Golkar adalah developmentalisme. ini penting untuk membedakannya dengan konteks ideology politik aliran yang dominan pada masa itu. Dengan penegasan bahwa Pancasila telah final sebagai ideology Negara dimana Golkar merupakan pembela terdepannya, ia kemudian tampil sebagai kekuatan politik yang programatik. Golkar mengedepankan program-program pembangunan yang lebih pragmatis, dalam arti menjauhkan potensi konflik ideology politik aliran, dan karenanya sangat mengedepankan stabilitas politik. memang, hadir dan membesarnya Golkar sebagai kekuatan politik, secara sistematis didukung oleh rezim Orde Baru. Pilihan Orde Baru terhadap Sekber Golkar, yang kemudian menjadi Golkar sebagai kontestan pemilu, tidak lepas dari asumsi dasar bahwa ia belum terkontaminasi oleh tradisi dan pilihan ideologis partai-partai. Golkar merupakan kekuatan politik yang bersifat catch all, mewadahi keberagaman dan mencerminkan kebhinekaan Indonesia. ia berbeda dengan ―partai agama‖ atau ―partai nasionalis‖ yang sepanjang era Demokrasi Parlementer dan Demokrasi Terpimpin telah terbentuk corak ideology politiknya. Golkar lebih cair secara ideology politik, justru ketika mengedepankan gagasan-
71
gagasan mengenai karya-kekaryaan, modernisasi dan pembangunan. Karena itulah, Golkar selalu dilihat sebagai kekuatan pembangunan, atau bahkan identik dengan pembangunan itu sendiri. pilihan ke corak pragmatisme pembangunan Orde Baru yang melibatkan banyak teknokrat di pemerinrtahan, tentu saja merupakan semacam antithesis, apabila dibandingkan dengan sebelumnya. Kendatipun ditopang oleh berbagai kebijakan politik rezim Orde Baru yang membuat Golkar memperoleh lebih banyak kemudahan dibandingkan dengan dua kontestan pemilu lain, yakni Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI), Golkar tidak serta-merta terlena. Sebagaimana diulas dalam buku ini, Golkar memiliki kesadaran dan upaya yang nyata untuk melakukan pengakaran politik (party rooting) di masyarakat. Aktivisme Kader Penggerak Teritorial Desa (Karakterdes), misalnya, merupakan langkah nyata petinggi Golkar untuk mengakar kebawah. inilah yang menarik untuk dicatat, bahwa kendatipun Golkar ditopang oleh kekuasaan Orde Baru, didukung sepenuhnya oleh militer dan birokrasi, persambungannya dengan basis dukungannya dari rakyat diperkuat. Perlu dicatat juga bahwa, Golkar telah memanfaatkan semua itu juga untuk membangun kelembagaan politiknya. Selain memiliki jaringan infrastruktur yang paling maju, Golkar juga membangun tradisi perkaderan yang baik. Mekanisme perkaderan tersebut tidak saja diperkaya oleh eksisnya organisasiorganisasi ―yang mendirikan‖ atau yang dikenal dengan Kino-kino Golkar, dan ―yang didirikan‖ atau organisasi-organisasi sayap, tetapi juga oleh organisasiorganisasi seaspirasi, baik organisasi kepemudaan, profesi, keagamaan dan yang
72
lain. Korporatisme Orde Baru membuat Golkar sebagai suatu muara dari proses perkaderan politik yang sistematis dan cermat. Terlepas dari lekatnya campur tangan rezim kekuasaan, muara dari proses perkaderan yang multispektrum itu, mencerminkan Golkar sebagai ―miniature Indonesia‖. Ketika rezim Orde Baru jatuh pada 1998, Golkar dihadapkan pada situasi kepolitikan baru. Tantangan yang dihadapinya, ke dalam dan keluar tidaklah ringan. Namun, Golkar dapat dengan cepat beradaptasi dalam merespons lingkungan barunya. Ini tidak lepas dari watak pembaru, yang sejak berdirinya Golkar telah menjadi bagian integralnya. Adaptabilitas Golkar pada masa transisi pasca-Orde Baru, terutama mengemuka ketika ia merumuskan ―paradigma baru‖, yang menegaskan bahwa Golkar baru merupakan kekuatan politik yang ikut mendorong agenda-agenda reformasi dan demokrasi. Apa yang menjadi pilihan sikap Golkar ini, sesuai dengan langkah dan kebijakan Presiden B.J. Habibie yang selaras dengan tuntutan-tuntutan reformasi dari masyarakat, terutama reformasi politik. di DPR, Golkar menunjukkan dirinya sebagai kekuatan reformasi dalam proses penataan system politik sebagai revisi UU bidang politik. Kontribusi Golkar dalam proses pembuatan legislasi baru tersebut menunjukkan bahwa pemihakannya terhadap reformasi tidak diragukan. Kendatipun demikian, karena Golkar memiliki riwayat yang melekat pada Orde Baru, maka ketika rezim itu runtuh, desakan terhadap pembubaran Golkar menyeruak dimana-mana.
73
Menghadapi hal itu, Akbar Tanjung sebagai ketua umum Partai Golkar di masa transisi, memilih tidak mengembangkan sikap konfrontatif. Golkar terus bertahan dalam koridor konstitusi. Tuntutan hukum oleh sebagian masyarakat yan anti-Golkar pun ternyata tidak juga mempan, ketika Mahkamah Agung menolaknya. Golkar juga masih dapat bertahan, ketika Presiden Abdurrahman Wahid mengeluarkan Maklumat Presiden, yang salah satu butirnya berisi pembubaran Partai Golkar. Kendatipun demikian, sejarah mencatat bahwa masa transisi, merupakan masa sulit bagi Golkar. Banyak kantor Golkar di daerah di bakar massa anti-Golkar. Acara-acara mereka juga sering dikacaukan. Masa sulit itu, nyatanya tidak membuat Golkar kolaps. Akbar Tanjung telah membawa partai, tidak saja sekedar eksis, tetapi tetap merupakan partai pemenang pemilu kedua pada 1999, bahkan yang pertama pada 2004. Namun, Golkar gagal pada Pilpres 2004. Pasca-Munas VII Partai Golkar di Bali pada 2004, Jusuf Kalla sebagai Ketua Umum Partai Golkar mengembalikan Partai Golkar ke ―pemerintahan‖, ketika ketua umum sebelumnya, Akbar Tanjung, memilih untuk konsisten bergabung dalam Koalisi Kebangsaan di luar pemerintahan. Langkah Jusuf Kalla itu, sesungguhnya merupakan konsekuensi dari posisinya sebagai Wakil Presiden, walaupun banyak disebut sebagai telah mengembalikan tradisi dan ―khittah‖ Golkar sebagai ―partai pemerintah‖. Meskipun demikian, akomodasi politik pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono – Jusuf Kalla terhadap Golkar tampak tidak optimal. Porsi kader Golkar di Kabinet tidak proporsional, dibandingkan dengan kekuatan politiknya di DPR. Kontribusi
74
Golkar di pemerintahan, pada kenyataannya, tidak berbanding lurus dengan insentif yang didapat. posisi perolehan suara Golkar pada pemilu 2009 merosot, dan gagal pula dalam Pilpres. setelah Munas VIII Partai Golkar di Riau dengan kemenangan Aburizal Bakrie, Golkar segera menegaskan dukungannya pada pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono – Budiono. Kendatipun demikian, sikap kritis Golkar tetap menonjol, terutama ketika kasus skandal Bank Century mengemuka pada awal pemerintahan. Sikap kritis tersebut tidak dapat dilepaskan dari Ketua Umum Partai Golkar yang sepanjang sejarahnya tidak merangkap jabatan di pemerintahan atau di lembaga kenegaraan. Konsistensi konsentrasi mengurus partai ini, juga ditunjukkan oleh Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham, yang mengundurkan diri dari DPR. Dengan pendekatan manajemen matriks dan kerja keras semua pengurus, Partai Golkar tampak semakin menggeliat. Dalam konteks ini, rasanya tidak mengherankan jika Golkar menuai apresiasi positif dari masyarakat, sebagaimana ditunjukkan oleh berbagai hasil survey nasional. 3.2. Paradigma Penelitian Paradigma dalam penelitian ini yaitu konstruktivis, konstruktivis paradigma konstruktivisme adalah dapat ditelusuri dari pemikiranWeber yang menjadi ciri khas bahwa prilaku manusia secara fundamental berbeda dengan prilaku alam. Manusia bertindak sebagai agen dalam bertindak mengkunstuksi realitas sosial. Cara konstruksi yang dilakukan kepada cara memahami atau memberikan makna terhadap prilaku mereka sendiri. Weber melihat bahwa individu yang memberikan
75
pengaruh pada masyarakat tetapi dengan beberapa catatan, bahwa tindakan s oci al i ndi vi du berhubungan d en gan ras i onal i t as. Ti ndakan sosi al yang dimaksudkan oleh Weber berupa tindakan yang nyata-nyata diarahkan kepada orang lain. Juga dapat berupa tindakan yang bersifat "membatin",atau bersifat subjektif yang mengklaim terjadi karena pengaruh positif dari situasi tertentu. Selain itu konstruktivisme adalah cara memandang seseorang perihal pemerolehan pengetahuan dan pengalaman berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang dimilikinya. Artinya seseorang dapat membangun dan mengembangkan pengetahuan dan pengalaman melalui keterlibatan langsung atau melalui perilaku yang dilakukannya. Dalam hal ini proses penelitian merupakan suatu kegiatan yang aktif dan berkesinambungan dalam menggunakan informasi untuk memperoleh data sehingga lahir pemahaman sendiri mengenai penelitian yang dilakukannya52
3.3. Metode Penelitian Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif karena ingin melihat konteks permasalahan secara utuh, dengan fokus penelitian pada proses dan pada hasil. Menurut Denzin dan Lincoln, yakni "penelitian kualitatif adalah penelitan yang menggunakan latar alamiah dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai metode yang ada. Metode yang biasa dimanfaatkan adalah wawancara pengamatan dan 52
Pengantar Teori Komunikasi Analisia dan Aplikasi Richard West dan Lynn H. Turner, Salemba Humanika, 2008, hal 54
76
pemanfaatan dokumen.53 metode yang digunakan adalah studi kasus, yaitu suatu penelitian tentang kasus. Subjek penelitian yang berkenaan dengan satu fase spesifik dari keseluruhan personalitas. Subjek penelitian dapat saja individu, kelompok, lembaga, maupun masyarakat. Peneliti ingin mempelajari secara intensif latar belakang serta interaksi lingkungan dari unit-unit sosial yang menjadi subjek. Tujuan studi kasus adalah untuk memberikan gambaran secara mendetail tentang latar belakang, sifat-sifat serta karakter-karakter yang khas dari kasus, ataupun status dari individu, yang kemudian dari sifat-sifat khas di atas akan jadikan suatu hal yang bersifat umum.54
3.4. Key Informan Seorang peneliti kualitatif-naturalistik yang terjun di lapangan, dapat ditamsilkan sebagai orang yang masuk dalam pasar malam, yang di dalamnya banyak sekali dijumpai aneka macam kegiatan, kesibukan dan banyak manusia berinteraksi dan berkomunikasi dengan sesamanya. Untuk memperoleh informasi primer
yang
tepat
dan
relevan
dengan
keperluan
penelit ian,
keberhasilannya sangat dipengaruhi oleh ketajaman dan kejelian peneliti dalam memilih orang-orang yang benar-benar memiliki informasi, kemudian memelihara hubungan dengan responden tersebut, agar tetap dapat berhubungan dengan mereka. Orang yang memiliki informasi disebut sebagai narasumber. Dalam 53
3
Lexy Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, edisi revisi, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005, ha15 54 Nasir, Moh, Metode Penelitian, Jakarta, 1998, hal 66
77
Penelitian kualitatif naturalistik, narasumber dibedakan menjadi dua, macam yaitu, 1) key Informan dan 2) Informan. 1. Key Informan, identik dengan gate keepers atau juga sering pula disebut orang kunci adalah para pimpinan baik pimpinan formal maupun pimpinan nonformal. Tujuan pemilihan orang kunci adalah agar peneliti dapat memperoleh kemudahan dalam mencari data, mengakses objek-objek tertentu, dan juga berhubungan dengan responden. 2. Informan, yaitu orang-orang yang memiliki informasi tentang masyarakat yang diteliti. dalam masyarakat, mereka adalah di antara seseorang atau sekelompok tokoh masyarakat, tokoh agama dan atau tokoh pemuda yang mendapat kepercayaan di masyarakatnya. Key Informan dalam penelitian ini adalah: Narasumber utama / primer yang menjadi sumber informasi bagi penelitian ini adalah 1. Buchori Samsi, Ketua DPD II Partai GOLKAR Jakarta Selatan, Buchori Samsi, dipilih menjadi key Informan dalam penelitian ini karena beliau adalah orang nomor satu di Partai GOLKAR Jakarta Selatan. 2. Ahmad Ridwan, Sekretaris DPD II Partai Golkar Jakarta Selatan, Ahmad Ridwan, dipilih sebagai key Informan
karena beliau, Banyak
mengetahui Seluk-beluk untuk Partai GOLKAR Jakarta Selatan. Narasumber pendamping / sekunder diantaranya :
1. Muntasir Hamid, Ketua Forum DPD II Golkar se-Indonesia bertugas sebagai Ketua Silaturahmi Forum DPD II Golkar se-Indonesia.
78
2. Perwakilan masyarakat Jakarta Selatan Pemilihan salah satu warga adalah sebagai penyeimbang data dan sebagai salah satu bentuk bukti, apakah citra positif itu terbentuk di Jakarta Selatan. 3.5. Pengumpulan Data Tehnik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data yang memenuhi standar data yang ditetapkan. Bila, dilihat dari datanya maka pengumpulan data dapat menggunakan sumber primer dan sumber sekunder.
3.5.1. Data Primer Data primer adalah data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data, diperoleh melalui wawancara yang merupakan tanya jawab lisan antara dua orang atau lebih secara, langsung.55 3.5.2. Data Sekunder Data sekunder merupakan sumber yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data. Diperoleh melalui pengamatan (observasi) terhadap kehidupan, sehari-hari juga dari riset kepustakaan dilakukan untuk memperoleh data sekunder. Pengumpulan data yang diperoleh dari kajian dan sumber bawaan melalui buku-buku literatur, referensi bacaan dan data-data yang berhubungan dengan penelitian ini.
1.
55
Usman Husnaini, dan Akbar Purnomo Setiady, Metodologi Sosial, Jakarta: Bumi aksara, 2005.
79
3.6. Teknik Analisis Data Proses analisis berupa pengumpulan data-data serta penafsiran data-data sesuai dengan permasalahan yang diteliti. Analisis kulaitatif digunakan untuk menjelaskan kasus atau fenomena dengan aturan berfikir ilmiah yang dijelaskan secara Sistematis. Data dalam penelitian terus dianalisa sejak proses pengumpulan data. Analisis data penelitian kualitatis biasanya bersifat induktif, mulai dari satu unit data (makna kata ,phase, narasi) dibandingkan dengan unit data yang lain, begitu seterusnya, secara keseluruhan mencari pola yang terjadi antara data tersebut. kategorisasi data dan mereduksi data disusun dalam bentuk narasi , di i nt erpr et as i kan p e ngam bi l an keput usa n veri fi kasi hasi l analisis komparatif konstan dijabarkan sebagai berikut:
(a)
Kategorisasi dan mereduksi data yaitu melakukan pengumpulan terhadap informasi penting yang terkait dengan masalah penelitian.
(b)
Data yang dikelompokan selanjutnya disusun dalam bentuk narasi-narasi, sehingga berbentuk rangkaian informasi yang bermakna sesuai dengan masalah penelitian.
(c)
Melakukan interpretasi data, yaitu menginterpretasikan apa yang diinterpretasikan Informan terhadap masalah yang diteliti.
(d)
Pengambilan kesimpulan berdasarkan susunan narasi yang telah disusun pada tahap ketiga, sehingga dapat memberi jawab atas masalah penelitian.
(e)
Melakukan verifikasi hasil analisis data, yang didasrkan pada kesimpulan tahap ke empat. Tahap ini dimaksudkan untuk menghindari
80
kesalahan interperatasi dari hasil wawancara dengan sejumlah Informan yang dapat mengaburkan makna persoalan sebenarnya dari fokus penelitian.
3.7. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data Untuk
memeriksa
keabsahan
data,
peneliti
melakukan
triangulasi data, yaitu dengan melakukan pemeriksaan melalui sumber dan memadukan dengan beberapa teori. Hal ini sejalan dengan Patton, bahwa triangulasi dengan sumber berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode kualitatif
Triangulasi data yang dilakukan peneliti meliputi: (a) Triangulasi sumber, dengan membandingkan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan. Sumber untuk triangulasi adalah key Informan. (b) Triangulasi dokumen, dengan membandingkan hasil wawancara dengan isi dokumen yang berkaitan dengan penelitian. (c) Triangulasi teori, memanfaatkan atau memadukan dua teori atau lebih. Dengan mencari data yang menunjang penjelasan, berkaitan dengan teori-teori komunikasi politik dalam membentuk citra positif partai GOLKAR.
81
3.8. Studi Kasus Studi kasus adalah salah satu metode penelitian ilmu-ilmu social. Selain studi kasus masih ada beberapa metode yang lain seperti eksperimen, survey, historis, dan analisis informasi documenter (seperti dalam studi-studi ekonomi). Penggunaan setiap metode memiliki keuntungan dan kerugian tersendiri, tergantung kepada tiga hal yaitu : 1. Tipe pertanyaan penelitiannya, 2. Kontrol yang dimiliki peneliti terhadap peristiwa perilaku yang akan ditelitinya, dan 3. Fokus terhadap fenomena penelitiannya (fenomena kontemporer ataukah fenomena historis). Secara umum, studi kasus merupakan strategi yang lebih cocok bila pokok pertanyaan suatu penelitian berkenaan dengan how atau why, bila peneliti hanya memiliki sedikit peluang untuk mengontrol peristiwa-peristiwa yang akan diselidiki, dan bilamana focus penelitiannya terletak pada fenomena kontemporer (masa kini) di dalam konteks kehidupan nyata. Selain itu, penelitian studi kasus dapat dibedakan menjadi tiga tipe, yaitu studi-studi kasus eksplanatoris, eksploratoris dan deskriptif. Dalam penggunaannya, peneliti studi kasus perlu memusatkan perhatian pada aspek pendesainan dan penyelenggaraannya agar lebih mampu menghadapi kritik-kritik tradisional tertentu terhadap metode/tipe pilihannya. A. Studi kasus sebagai strategi penelitian Buku ini akan membicarakan tentang desain dan penyelenggaraan studistudi kasus (tunggal dan multi) untuk tujuan penelitian. Sebagai suatu
82
strategi penelitian, studi kasus telah digunakan di berbagai lapangan, seperti : 1. penelitian kebijakan, ilmu politik, dan administrasi umum. 2. psikologi masyarakat dan sosiologi. 3. studi-studi organisasi dan manajemen. 4. penelitian perencanaan tata kota dan regional, seperti studi-studi program, lingkungan, atau agen-agen umum serta : 5. pengerjaan berbagai disertasi atau thesis dalam ilmu-ilmu sosial. Sehubungan dengan luasnya bidang aplikasi studi kasus, dalam buku ini akan ditunjukkan beberapa karakteristik yang membedakan strategi studi kasus dari strategi penelitian yang lain. Selain hal tersebut, buku ini juga akan membahas isu-isu desain, analisis dan pelaporan, jadi bukan sekedar diarahkan ke hal-hal yang sudah sangat umum seperti pengumpulan data atau kerja lapangan, yang sudah biasa dibahas di buku-buku teks yang lain.