BAB III
METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian 1. Waktu Penelitan : Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan November 2009 sampai dengan Desember 2010. 2. Tempat Penelitian : Penelitian ini akan dilaksanaan pada Kantor Komisi Pemberantasan Korupsi dengan pertimbangan bahwa peneliti saat ini bekerja pada Kantor Komisi Pemberantasan Korupsi sehingga memudahkan bagi peneliti untuk melakukan pengumpulan data. 3. Gambaran Umum Lembaga : Tindak
pidana
Korupsi
di
Indonesia
sudah
meluas
di
masyarakat.
Perkembangannya pun terus meningkat dari tahun ke tahun, baik dari jumlah kasus yang terjadi maupun jumlah kerugian keuangan negara. Kualitas tindak pidana korupsi yang dilakukan juga semakin sistematis dengan lingkup yang memasuki seluruh aspek kehidupan masyarakat. Kondisi tersebut menjadi salah satu faktor utama penghambat keberhasilan untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Ketidakberhasilan Pemerintah dalam memberantas korupsi juga semakin memperburuk citra Pemerintah di mata masyarakat yang tercermin dalam bentuk ketidakpercayaan dan ketidakpatuhan masyarakat terhadap hukum. 33
34
Apabila tidak ada perbaikan yang berarti, maka kondisi tersebut akan sangat membahayakan kelangsungan hidup bangsa. Menyadari hal tersebut, maka Ketetapan MPR RI No. XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme mengamanatkan
pentingnya
memfungsikan
lembaga-lembaga
negara
secara
proporsional dan tepat, sehingga penyelenggaraan negara dapat berlangsung sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Ketetapan MPR tersebut juga mengamanatkan bahwa untuk menghindarkan praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme, setiap Penyelenggara Negara harus bersedia mengumumkan dan diperiksa kekayaannya sebelum dan setelah menjabat. Selanjutnya diamanatkan pula bahwa penindakan terhadap pelaku korupsi, kolusi dan nepotisme harus dilakukan secara tegas terhadap siapapun juga. Sebagai tindak lanjut dari TAP MPR RI No. XI/MPR/1998, maka telah disahkan dan diundangkan beberapa peraturan perundang-undangan sebagai landasan hukum untuk melakukan pencegahan dan penindakan tindak pidana korupsi. Upaya tersebut diawali dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme. Konsideran undang-undang tersebut menjelaskan bahwa praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme tidak hanya dilakukan antar-Penyelenggara Negara melainkan juga antara Penyelenggara Negara dan pihak lain. Hal tersebut dapat merusak sendisendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara serta membahayakan eksistensi negara, sehingga diperlukan landasan hukum untuk pencegahannya.
35
Perbaikan di bidang legislasi juga diikuti dengan diberlakukannya UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 sebagai penyempurnaan atas Undang-undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (TPK). Konsideran undang-undang tersebut secara tegas menyebutkan bahwa tindak pidana korupsi sangat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dan menghambat pembangunan nasional, sehingga harus diberantas dalam rangka mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Pada tahun 2001, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 disempurnakan kembali
dan
diubah
dengan
Undang-Undang
Nomor
20
Tahun
2001.
Penyempurnaan ini dimaksudkan untuk lebih menjamin kepastian hukum, menghindari keragaman penafsiran hukum dan memberikan perlindungan terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat, serta perlakuan secara adil dalam memberantas tindak pidana korupsi. Dengan pertimbangan bahwa sampai akhir tahun 2002 pemberantasan tindak pidana korupsi belum dapat dilaksanakan secara optimal dan lembaga pemerintah yang menangani perkara tindak pidana korupsi belum berfungsi secara efektif dan efisien, maka ditetapkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 yang menjadi dasar pembentukan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang disingkat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). KPK merupakan lembaga negara yang bersifat independen yang dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya bebas dari pengaruh kekuasaan manapun. Berdasarkan Pasal 6 Undang Undang Nomor 30 Tahun 2002, maka tugas dari KPK
36
ini meliputi: melakukan koordinasi dan supervisi terhadap upaya pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh lembaga-lembaga yang berwenang, melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi, melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi, dan melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara. Sesuai dengan Bab IV Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002, KPK mempunyai susunan organisasi yang terdiri dari: 1. Pimpinan yang terdiri dari seorang Ketua merangkap Anggota; dan 4 (empat) orang Wakil Ketua merangkap Anggota; 2. Tim Penasehat yang terdiri dari 4 (empat) orang; 3. Bidang Pencegahan; 4. Deputi Bidang Penindakan; 5. Deputi Bidang Informasi dan Data; 6. Deputi Bidang Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat; 7. Sekretariat Jenderal. 1. Visi, Misi dan Tujuan Organisasi Visi merupakan gambaran masa depan yang hendak diwujudkan. Visi harus bersifat praktis, realistis untuk dicapai, dan memberikan tantangan serta menumbuhkan motivasi yang kuat bagi pegawai Komisi untuk mewujudkannya. Visi KPK adalah: “ Pemimpin dan penggerak perubahan untuk mewujudkan Bangsa yang Anti Korupsi”
37
Visi tersebut mengandung pengertian yang mendalam dan menunjukkan tekad kuat dari KPK untuk segera dapat menuntaskan segala permasalahan yang menyangkut Tindak Pidana Korupsi. Misi merupakan jalan pilihan untuk menuju masa depan. Sesuai dengan bidang tugas dan kewenangan KPK, misi KPK adalah: 1. Pendobrak dan pendorong Inodnesia yang bebas dari korupsi. 2. Menjadi pemimpin dan penggerak perubahan untuk mewujudkan Indonesia yang bebas dari korupsi Dengan misi ini diharapkan KPK menjadi pemimpin sekaligus pemicu dalam gerakan pemberantasan korupsi di Indonesia. Hal tersebut mempunyai makna bahwa KPK adalah lembaga yang terdepan dalam pemberantasan korupsi di Indonesia serta menjalankan tugas koordinasi dan supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pencegahan dan penindakan TPK. Tujuan merupakan penjabaran dari visi dan misi yang telah ditentukan dan menggambarkan kondisi yang diinginkan . Tujuan yang ingin dicapai oleh KPK adalah: ”Berkurangnya Korupsi di Indonesia” Penetapan tujuan ini dilandasi oleh fakta bahwa tindak pidana korupsi di Indonesia sudah sangat meluas dan dilakukan secara sistematis dengan cakupan yang telah memasuki berbagai aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Perkembangannya juga terus meningkat dari tahun ke tahun, baik dari jumlah kasus yang terjadi maupun dari jumlah kerugian negara. Berbagai survey internasional,
38
antara lain yang dilakukan oleh Transparency International (TI) menunjukkan bahwa tingkat persepsi korupsi di Indonesia sangat tinggi yang dicerminkan dengan angka indeks 2,4 pada tahun 2006. Berdasarkan kondisi tersebut, pemberantasan TPK harus dilakukan secara optimal, intensif, efektif, profesional, dan berkesinambungan. Oleh karena itu diperlukan kerjasama antara KPK dengan instansi penegak hukum dan instansi lain serta seluruh komponen bangsa dan negara. Peran KPK sebagai pemimpin dan pemicu memungkinkan terciptanya kerjasama tersebut, sehingga timbul suatu gerakan pemberantasan korupsi yang masif, dinamis, dan harmonis. 2. Tugas dan Wewenang KPK merupakan lembaga Negara yang bersifat independent yang dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya bebas dari kekuasaan manapun. Dalam pasal 6 sampai 15 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002. diatur tugas, wewenang, dan kewajiban KPK. KPK mempunyai tugas sebagai berikut: 1. Koordinasi dengan instansi yang terkait dalam Tindak Pidana Korupsi 2. Supervisi terhadap instansi yang berwenang dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi 3. Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap Tindak Pidana Korupsi 4. Melakukan tindakan-tindakan pencegahan terhadap Tindak Pidana Korupsi 5. Melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintah negara. a. Dalam melaksanakan tugas koordinasi, KPK berwenang:
39
1) Mengkoordinasikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan TPK; 2) Menetapkan sistem pelaporan dalam kegiatan pemberantasan TPK; 3) Meminta informasi tentang kegiatan pemberantasan TPK kepada instansi terkait; 4) melaksanakan dengar pendapat atau pertemuan dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan TPK; 5) Meminta laporan instansi terkait mengenai pencegahan TPK; b. Dalam
melaksanakan
tugas
supervisi,
KPK
berwenang
melakukan
pengawasan, penelitian, atau penelahaan terhadap instansi yang menjalankan tugas dan wewenangnya yang berkaitan dengan pemberantasan TPK, dan instansi yang dalam melaksanakan pelayanan publik. Dalam melaksanakan wewenang supervisi, KPK berwenang juga mengambil alih penyelidikan atau penuntutan terhadap pelaku TPK yang sedang dilakukan oleh Kepolisian atau kejaksaan. c. Dalam melaksanakan tugas pencegahan, KPK berwenang melaksanakan langkah atau upaya pencegahan sebagai berikut : 1) Melakukan pendaftaran dan pemeriksaan terhadap laporan harta kekayaan penyelenggara negara; 2) Menerima laporan dan menetapkan status gratifikasi; 3) Menyelenggarakan program pendidikan anti korupsi pada setiap jenjang pendidikan; 4) Merancang
dan
mendorong
terlaksananya
program
sosialisasi
40
pemberantasan TPK; 5) Melakukan kampanye anti korupsi kepada masyarakat umum; 6) Melakukan kerja sama bilateral atau multilateral dalam pemberatasan TPK. 3. Strategi KPK Menurut jangka waktunya, strategi KPK dikelompokkan menjadi tiga yaitu : 1. Strategi Jangka Pendek, yaitu strategi yang diharapkan mampu segera memberikan manfaat/pengaruh dalam pemberantasan korupsi, terdiri atas: a) Kegiatan Penindakan b) Membangun Nilai Etika c) Membangun sistem pengendalian (control mechanism) terhadap lembaga
pemerintahan
agar
terwujud
suatu
perubahan
yang
berlandaskan efisiensi dan profesionalisme. 2. Strategi Jangka Menengah, yaitu Strategi yang secara sistematis mampu mencegah terjadinya korupsi terdiri atas: a) Membangun beberapa proses kunci (seperti perbankan, pengangaran, procurement, dan sebagainya) dan infrastruktur informasi terkait lainnya di instansi pemerintah yang mendorong efisiensi dan efektivitas; b) Memberikan motivasi untuk terbangunnya suatu kepemimpinan yang mengarah pada efisiensi dan efektivitas; c) Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam proses-proses pengambilan keputusan pemerintah serta meningkatkan akses publik terhadap
41
pemerintahan. 3. Strategi Jangka Panjang, yaitu Strategi yang diharapkan mampu merubah budaya/pola pandang dan persepsi masyarakat terhadap korupsi, terdiri atas: a) Membangun dan mendidik masyarakat pada berbagai tingkat dan jenjang kehidupan untuk mampu menangkal korupsi yang terjadi di lingkungannya; b) Membangun suatu tata kepemerintahan yang baik sebagai bagian penting sistem pendidikan nasional; c) Membangun sistem
kepegawaian
yang berkualitas,
mulai
dari
perekrutan, sistem penggajian, sistem penilaian kinerja, dan sistem pengembangannya. 4. Struktur Organisasi KPK Sesuai dengan Bab IV Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002, KPK mempunyai susunan organisasi yang terdiri dari: 1. Pimpinan yang terdiri dari seorang Ketua merangkap Anggota; dan 4 (empat) orang Wakil Ketua merangkap Anggota; 2. Tim Penasehat yang terdiri dari 4 (empat) orang; 3. Deputi Bidang Pencegahan; 4. Deputi Bidang Penindakan 5. Deputi Bidang Informasi dan Data 6. Deputi Bidang Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat 7. Sekretariat Jenderal
42
(Berdasar Lampiran Keputusan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi No. PER-08/01/XII/2008 Tanggal 30 Desember 2008)
B. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yakni bertujuan untuk mendeskripsikan atau menjelaskan secara deskriptif kualitatif tentang Struktur Harta Kekayaan Penyelenggara Negara Indonesia Studi Empiris Laopran Komisi Pemberantasan Korupsi terhadap Eksekutif, Legislatif, Yudikatif dan BUMN/BUMD.
43
C. Variabel dan Skala Pengukuran 1. Struktur Harta Kekayaan Penyelenggara Negara dalam penelitian ini adalah perbedaan proporsional nilai harta kekayaan Penyelenggara Negara diukur dalam satuan persentase (%). 2. Harta kekayaan dalam penelitian ini adalah seluruh harta kekayaan yang dimililiki oleh Penyelenggara Negara yang tertuang dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara diukur dalam satuan rupiah (Rp.) 3. Penyelenggara Negara dalam penelitian ini adalah seluruh Pejabat Negara baik yang berkedudukan pada Lembaga Eksekutif, Legislatif, Yudikatif dan BUMN/BUMD yang karena jabatan dan kedudukannya secara hukum diwajibkan untuk melaporkan Harta Kekayaannya. Misalnya: Pimpinan Proyek, Kepala Dinas/Badan, Pejabat BUMN/BUMD yang setara dengan eselon II dan I, Bupati/Walikota, Gubernur, Menteri, Presiden dan Wakil Presiden, Anggota DPR baik ditingkat Pusat maupun ditingkat Daerah, Anggota
MPR,
Anggota
DPD,
Jaksa,
Pejabat
Kepolisian
dan
Pejabat/Fungsional pada Lembaga Negara yang menerima Gaji/Tunjangan dan fasilitas atas jabatannya bersumber dari APBN/APBD. a.
Penyelenggara Negara pada bidang Legislatif dalam penelitian ini adalah Penyelenggara Negara yang berkedudukan sebagai anggota Legislatif baik ditingkat Pusat, Provinsi maupun Kabupaten/Kota diukur dalam satuan orang (Orang)
44
b.
Penyelenggara Negara pada bidang Eksekutif dalam penelitian ini adalah Penyelenggara yang berkedudukan sebagai Pejabat Negara mulai dari Eselon II, Eselon I maupun Pejabat Fungsional yang karena kedudukan dan jabatannya setara dengan Penyelenggara Negara baik yang berada di Tingkat Pusat, Provinsi maupun Kabupaten/Kota diukur dalam satuan orang (Orang).
c.
Penyelenggara Negara pada bidang Yudikatif adalah Penyelenggara Negara yang jabatan dan kedudukannya sebagai Penegak Hukum atau sejenisnya yang karena jabatan dan kedudukannya sebagai Pejabat pada Lembaga Negara dan setara dengan Anggota Yudikatif diukur dalam satuan orang (Orang).
4. Harta yang dimaksud dalam penelitain ini dibagi menjadi : a. Harta tidak bergerak adalah seluruh harta kekayaan yang dimiliki oleh Penyelenggara Negara yang karena sifat dan bentukanya tidak dapat dipindahkan atau merupakan asset tetap seperti tanah, bangunan dan rumah diukur dalam satuan (Hektare dan unit). b. Harta bergerak adalah seluruh harta kekayaan yang dimiliki oleh Penyelenggara Negara yang sifat dan bentuknya dapat dipindahkan seperti: sarana transportasi diukur dalam satuan (unit atau buah) 5. Surat Berharga dalam penelitian ini adalah seluruh asset atau kekayaan Penyelenggara Negara yang bernilai atau dapat disetarakan nilainya dengan mata uang diukur dalam satuan (lembar)
45
6.
Uang Tunai dalam penelitian ini adalah nilai mata uang yang dimiliki oleh Penyelenggara Negara baik yang disimpan dalam bentuk tabungan, deposito maupun dalam bentuk tunai (cash) diukur dalam satuan rupiah (Rp.)
7.
Hutang dalam penelitian ini adalah nilai kewabijan yang harus dibayarkan oleh Penyelenggara Negara kepada pihak kedua baik perseorangan maupun korporasi, diukur dalam satuan rupiah (Rp)..
8.
Piutang dalam penelitian ini adalah sejumlah harta kekayaan yang dimiliki oleh Penyelenggara Negara yang masih berada atau dipinjamkan kepada perorangan atau korporasi, diukur dalam satuan rupiah (Rp.)
D. Metode Pengumpulan Data 1. Penelitian Lapangan (Field Research) : Dalam penelitian ini peneliti melakukan wawancara terstruktur dengan Pejabat pengelola LHKPN yang ada di Direktorat PP LHKPN. 2. Penelitian Kepustakaan (Library Research): Dalam penelitian ini peneliti melakukan pengumpulan data dengan mencari literature-literatur yang berhubungan dengan penelitian ini dengan cara membaca buku-buku di perpustakaan atau melalui internet. E. Jenis Data 1. Data Primer: Pengumpulan data primer dilakukan dengan cara melakukan wawancara terstruktur dengan Pejabat pengelola LHKPN yang ada di Direktorat PP LHKPN.
46
2. Data Sekunder: Pengumpulan data sekunder dilakukan cara mengumpulkan data-data yang telah dipublikasi oleh Direktorat PP LHKPN pada Lembaran Negara dan literatur lainnya. F. Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Penyelenggara Negara yang telah melaporkan Harta Kekayaannya dan telah diumumkan pada Lembaran Berita Negara yang jumlahnya mencapai 86.375 orang. Sampel dalam penelitian ini ditentukan secara stratified sampling yang akan ditentukan secara random sebanyak 250 orang dengan kriteria sebagai berikut : 1. Total Penghasilan PN s.d Rp. 500.000.000,2. Total Penghasilan PN diatas Rp. 500.000.000 – Rp. 1 Milyar 3. Total Penghasilan PN diatas Rp. 1 Milyar. dan dengan pertimbangan sampel tersebut dapat mewakili seluruh populasi yang ada. G. Metode Analisis Data Data yang diperoleh melalui pengumpulan data dan telah diolah melalui proses coding dan editing selanjutnya akan diolah dengan menggunakan peralatan analisis kualitatif dan Persentase, untuk menjelaskan keterkaitan masing-masing variabel yang diteliti dengan struktur Harta Kekayaan Penyelenggara Negara.