48
BAB III MEKANISME PENGALIHAN HAK PENGELOLAAN TANAH KAS DESA DENGAN KEPUTUSAN PERDES DI KEDIRI
A. Pengalihan Hak Tanah Menurut UUPA 1. Pengertian Tanah dan Dasar Hukumnya Tanah atau Agraria berasal dari kata Akker (bahasa Belanda), Agros (bahasa Yunani) berarti tanah pertanian, Agger (bahasa Latin) berarti tanah atau sebidang tanah, Agrarius (bahasa latin) berarti perladangan, persawahan, pertanian, Agrarian (bahasa Inggris) berarti tanah untuk pertanian.1 Dasar hukum yang dijadikan acuan tentang Tanah atau Agraria adalah Undang-Undang Pokok Agraria no. 5 tahun 1960. Dalam undang-undang tersebut tidak disebutkan secara terperinci tentang pengertian Tanah. Namun hanya memberikan ruang lingkup agraria sebagaimana yang tercantum dalam pasal-pasal dan penjelasannya.2 Agraria berarti Urusan Pertanian atau Tanah Pertanian, juga urusan pemilikan tanah. Maka sebutan Agraria atau dalam bahasa Inggris disebut Agrarian selalu dihubungkan dengan usaha pertanian.3
1
Urip Santoso, Hukum Agraria dan Hak-Hak Atas Tanah, h.1 Ramli Zein, Hak Pengelolaan dalan Sistem UUPA, h. 39 3 Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia cet. II, h.5 2
48
49
2. Ruang Lingkup Tanah Menurut ketetapan MPR RI No. IX/MPR/2001 tentang perbaharuan Agraria dan pengelolaan Sumber Daya Alam, adapun ruang lingkup tanah atau agraria sebagai berikut:4 a. Bumi Pengertiam Bumi menurut pasal 1 ayat 4 UUPA adalah “Permukaan bumi, termasuk pula tubuh bumi dibawahnya serta yang dibawah air. Permukaan bumi menurut pasal 4 ayat 1 UUPA adalah tanah.” b. Air Pengertian air menurut pasal 1 ayat 5 UUPA adalah “Air yang berada diperairan pedalaman maupun air ang berada dilaut wilayah Indonesia.” Dalam pasal 1 ayat 3 Undang-Undng no. 11 Tahun 1974 tentang pengairan, disebutkan bahwa : “Pengertian air meliputi air yang berada didalam dan atau berasal dari sumber-sumber air, tetapi tidak meliputi air yang terdapat di laut.” c. Ruang Angkasa Menurut pasal 1 ayat 6 UUPA adalah “Ruang di atas biumi wilayah Indonesia dan ruang diatas air wilayah Indonesia.”
4
Santoso, Hukum Agraria…, h.3
50
d. Kekayaan alam yang terkandung di dalamnya Mengacu pada pengertian dan ruang lingkup tanah tersebut diatas, pengertian Agraria mirip dengan pengertian Ruang dalam UU No. 24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang, LNRI tahun 1992 No. 105-TLNRI No. 3501.5 Menurut pasal 1 angka 1 dinyatakan bahwa Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, lautan, dan udara sebagai satukesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lainnya hidup dam melakukan kegiatan serta memelihara kelangsungan hidupnya. Secara garis besar, hukum Agraria setelah berlaku UUPA dibagi menjadi 2, yaitu: Perdata dan Administratif.6 Perdata adalah keseluruhan dari ketentuan hukum yang bersumber pada hak perseorangan dan badan hukum yang memperbolehkan, mewajibkan, melarang diperlakukan perbuatan yang berhubungan dengan tanah (obyeknya). Contoh: jual beli, waris, dan jaminan hutang. Sedang Administratif adalah keseluruhan dari ketentuan hukum yang memberi wewenang kepada pejabat dalam menjalankan praktek hukum Negara dan mengambil tindakan dari masalah-masalah agrarian. Contoh pendaftaran tanah, pengelolaan, pencabutan, dan lain-lain.
5 6
Ibid, h. 41 Ibid, h. 7
51
3. Hak-Hak Atas Tanah Dalam UUPA pasal 4 juncto pasal 16 ayat 1 disebutkan hak-hak atas tanah adalah sebagai berikut:7 a. Hak Milik. Menurut pasal 20 ayat 1 UUPA, hak milik adalah hak turun temurun, terkuat, dan terpenuh. b. Hak Guna Usaha Menurut pasal 28 ayat 1 UUPA, hak guna usaha adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh Negara dalam jangka sebagaimana pasal 29, guna
perusahaan pertainian, perikanan atau
peternakan. Dan dalam PP No. 40 tahun 1996 menambahkan guna peruasahaan perkebunan. c. Hak Guna Bangunan Dalam pasal 35 UUPA adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri dengan jangka waktu paling lama 30 tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 20 tahun. d. Hak Pakai Dalam pasal 41 UUPA, hak pakai adalah hak untuk menggunakan dan memungut hasil dari tanah yang langsung dikuasai oleh Negara atau 7
Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, h. 559
52
tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian sewa menyewa atau perjanjian pengolahan tanah segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan-ketentuan UUPA. e. Hak Sewa Menurut pasal 44 ayat 1 UUPA, hak sewa adalah seseorang suatu badan hokum mempunyai hak sewa atas tanah, apabila ia berhak mempergunakan tanah milik orang lain untuk suatu keperluan dengan membayar kepada pemiliknya sejumlah uang. f. Hak Membuka Tanah yaitu perorangan atau suatu badan hukum berhak untuk membuka lahan yang belum pernah dikerjakan atau dikuasai oleh perorangan atau badan usaha lain dengan cara-cara yang ditentukan oleh Negara. g. Hak Memungut Hasil Hutan yaitu perorangan atau suatu badan usaha berhak untuk mengambil hasil hutan untuk diolah dengan cara-cara yang telah ditentukan oleh Negara. h. Hak-hak lain yang tidak termasuk hak-hak diatas yang akan ditetapkan dengan
undang-undang
serta
hak-hak
yang
sifatnya
sebagaimana yang disebutkan dalam pasal 53 (1) dan (2) berikut
sementara
53
(1) Hak-hak yang sifatnya sementara sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 16 ayat 1 huruf h,ialah: hak gadai, hak usaha bagi hasil, hak menumpang, hak sewa tanah pertanian diatur untuk membatasi sifatsifatnya yang bertentangan dengan undang-undang ini hak-hak tersebut diusahakan hapusnya dalam waktu yang singkat. (2) Ketentuan dalam pasal ayat 2 dan 3 berlaku terhadap peraturan yang dimaksud dalam ayat 1 pasal ini. Sementara itu macam-macam hak atas tanah dimuat dalam pasal 16 juncto pasal 53 UUPA, dikelompokkan menjadi 3 (tiga) bagian, yaitu:8 a. Hak atas tanah yang bersifat tetap, yaitu: hak atas tanah akan senantiasa berlaku selama UUPA masih berlaku dan belum dicabut dengan undang-undang yang baru.Macam-macam hak ini adalah: Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, Hak Sewa untuk Bangunan, Hak Membuka Tanah, dan Hak memungut Hasil Hutan. b. Hak atas tanah yang akan ditetapkan dengan undang-undang, yaitu: hak atas tanah yang akan lahir kemudian, yang akan ditetapkan dengan undang-undang. c. Hak atas tanah yang bersifat sementara, yaitu: dalam waktu yang singkatakan
dihapuskan
dikarenakan
mengandung
sifat-sifat
pemerasan, feodal, dan bertentangan dengan UUPA. Macammacamnya adalah: Hak Gadai, Hak Usaha Bagi Hasil, Hak Menumpang, Hak Sewa Tanah Pertanian.
8
Santoso, Hukum Agraria…, h. 88
54
Dari segi asal tanah, hak atas tanah dibedakan menjadi2 (dua) kelompok, yaitu:9 a. Hak atas tanah Yang bersifat primer, yaitu: hak atas tanah yang berasal dari tanah negara. Macam-macam hak ini adalah: Hak Milik, Hak Guna bangunan Atas Tanah Negara, dan Hak Guna Usaha. b. Hak atas tanah yang bersifat sekunder, yaitu: hak atas tanah yang berasal dari pihak lain. Macam-macam hak ini adalah Hak Guna Atas Tanah Pengelolaan, Hak Sewa Bangunan, Hak Gadai, dan lain-lain. 4. Hukum Peralihan Hak Atas Tanah Sebagaimana benda lain, hak atas tanah juga dapat dialihkan dari satu pihak ke pihak lain dengan cara-cara yang telah diatur oleh Negara untuk jual beli, tukar menukar, hibah, atau wasiat, dalam hal ini Badan Pertanahan Nasional sebagai badan otoritas pertanahan. Dasar hukum peralihan hak atas tanah terdapat pada UUPA tahun 1960, pada: 1. Pasal 20 ayat 2: Hak milik dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain. 2. Pasal 28 ayat 3: Hak Guna Usaha dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain. 3. Pasal 35 ayat 3: Hak Guna Bangunan dapat beralih dan dialihkan. 9
Ibid, h.89
55
4. Pasal 43 ayat 1: Sepanjang tanah yang dikuasai langsung oleh Negara maka hak pakai hanya dapat dialihkan kepada pihak lain dengan izin pejabat berwenang. Hak Pengelolaan adalah suatu hak atas tanah tanah yang sama sekali tidak di jelaskan dalam UUPA. Secara tidak langsung Pasal 2 Ayat (4) UUPA menyatakan hal itu.10 5. Peralihan Hak a. Hak Milik Peralihan Hak Milik telah diatur dalam pasal 20 ayat 2 UUPA, yaitu: Hak Milik dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain. Dua bentuk peralihan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:11 1. Beralih adalah berpindahnya Hak Milik atas tanah dari pemiliknya kepada pihak lain dikarenakan suatu peristiwa hukum. Beralihnya hak atas tanah yang bersertifikat tersebut harus didaftarkan ke Kantor Pertanahan Kabupaten atau Kota setempat dengan surat keterangan yang diperlukan yang dibuat pejabat berwenang, bukti-bukti, dan sertifikat tanah yang dimaksud untuk dicatat dalam Buku Tanah dan dilakukan perubahan nama pemegang hak dari pemilik asal kepada pemilik yang baru.
10 11
Titik, Hukum Perdata..., h.172 Ibid, h. 91-92
56
2. Dialihkan atau pemindahan hak adalah berpindahnya Hak Milik atas tanah dari pemiliknya kepada pihak lain dikarenakan adanya suatu perbuatan hukum. Berpindahnya hak ini harus dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh dan di hadapan Pejabat pembuat Akta Tanah, kecuali lelang dibuktikan dengan Berita Acara Lelang yang di buat pejabat dari kantor lelang. b. Hak Guna Usaha Hak Guna Usaha Terjadi dengan penetapan pemerintah melalui permohonan kepada Badan Pertanahan Nasional. Bila semua syarat-syarat telah dipenuhi oleh pemohon, maka BPN akan menerbitkan Surat Keputusan Pemberian Hak (SKPH). Surat ini wajib didaftarkan ke kantor Pertanahan Kabupaten atau Kota. Jangka waktu HGU ini adalah 35 tahun. Dan biasa diperpanjang pertama paling lama 25 tahun, lalu biasa diperbaharui lagi paling lama 35 tahun. Permohonan perpanjangan harus diajukan paling lambat 2 (dua) tahun sebelum masa berakhirnya HGU habis. Perpanjangan dapat disetujui bila,12 1. Tanahnya masih diusahakan dengan baik sesuai dengan keadaan, sifat, dan tujuan pemberian hak tersebut; 12
Ibid, h. 100-101
57
2. Syarat-syarat pemberian hak tersebut dipenuhi dengan baik oleh pemegang hak; 3. Pemegang hak masih memenuhi syarat sebagai pemegang hak. Hak Guna Usaha tersebut dapat beralih dengan cara pewarisan ataupun dialihkan dengan cara jual beli, tukar menukar, hibah, penyertaan modal yang harus dibuktikan dengan akta PPAT khusus yang ditunjuk oleh Kepala BPN, sedang lelang harus dibuktikan dengan Berita Acara Lelang yang dibuat oleh pejabat Kantor Lelang. PPAT Khusus menurut pasal 1 angka 3 PP No. 370 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah adalah pejabat BPN yang ditunjuk karena jabatannya untuk melaksanakan tugas PPAT dengan menbuat akta PPAT tertentu khusus dalam rangka pelaksanaan program atau tugas pemerintah khusus. Peralihan HGU ini wajib didaftarkan ke Kantor Pertanahan Kabupaten atau Kota setempat untuk dicatat dalam Buku Tanah dan dilakukan perubahan nama dalam sertifikat dari pemegang HGU yang lama kepada pemegang HGU yang baru. c. Hak Guna Bangunan Hak Guna Bangunan (HGB) berdasarkan asal tanahnya dapat dijelaskan sebagai berikut:13
13
Ibid, h. 108-109
58
1. HGB atas tanah Negara, terjadi dengan keputusan pemberian hak yang diterbitkan oleh BPN untuk jangka waktu paling lama 30 tahun dan biasa diperpanjang paling lama 20 tahun, serta diperbaharui untuk waktu paling lama 30 tahun. Syarat yang harus dipenuhi untuk mendapat memperbaharui hak ini adalah: a. Tanah masih dipergunakan sesuai dengan baik sesuai keadaan, sifat, dan tujuan pemberian hak b. Syarat-syarat pemberian hak tersebut dipenuhi dengan baik c. Pemegang hak masih memenuhi syarat. d. Tanah terseebut masih sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RT/RW) Bila syarat-syarat tersebut tidak dapat dipenuhi, maka hak tersebut dapat beralih dan dialihkan kepada pihak-pihak lain dengan cara-cara yang ditentukan, yaitu: waris, jual beli, tukar menukar, hibah dan penyertaan modal. Bila itu terjadi, maka segera setelah peristiwa itu terjadi pihak yang baru mendaftarkan ke Kantor Pertanahan Kabupaten atau Kota untu dengan syarat-syarat terlampir untuk diadakan perubahan dalam Buku Tanah dengan nama pemilik yang baru.
59
2. HGB atas Tanah Hak Pengelolaan untuk pertama jangka waktunya 30 tahun dan dapat diperpanjang paling lama 20 tahun, dan diperbaharui lagi untuk masa paling lama 30 tahun. Perpanjangan ataupun pembaruan
wajib
diajukan
2
(dua)
tahun
sebelum
masa
pengelolaannya habis. Hak ini dapat dialihkan kepada pihak lain yang memenuhi syarat dengan cara: jual beli, tukar menukar, hibah, penyertaan modal perusahaan dengan bukti akta yang dibuat dihadapan PPAT atau Berita Acara lelang dari Kantor Lelang. 3. HGB Atas tanah Hak Milik HGB ini paling lama penggunaannya 30 tahun dan tidak ada perpanjangan waktu. Namun atas kesepakatan kedua pihak biasa diperbarui denganpemberian HGB baru dengan akta yang dibuat dihadapan PPAT dan wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan Kabupaten atau Kota. HGB ini dapat dialihkan kepada pihak lain dengan cara jual beli, tukar menukar, hibah, dan penyertaan modal perusahaan, namun harus ada izin tertulis dari pemilik tanah yang bersangkutan. d. Hak Pakai Terjadinya Hak Pakai berdasarkan asal tanahnya adalah,14 14
Ibid, h. 116-117
60
1. Hak Pakai atas tanah Negara diberikan dengan keputusan BPN untuk jangka waktu 25 tahun dan dapat diperpanjang selama 20 tahun, dan dapat diperbarui selama 25 tahun dengan syarat: tanah masih dipergunakan dengan baik sesuai keadaan, sifat, dan tujuan pemberian hak, syarat-syarat pemberian hak terpenuhi dan pemegang hak masih memenuhi syarat. Khusus Hak Pakai yang dipunyai Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemem, Pemerintah Daerah, Badan Keagamaan dan Sosial, Perwakilan Negara Asing, dan Perwakilan Badan Internasional diberikan jangka waktu yang tidak terbatas selama tanah masih dipergunakan sebagaimana mestinya. Hak Pakai ini dapat beralih dengan cara waris, jual beli, tukar menukar, hibah, dan penyertaan modal dalam perusahaan dengan syarat-syarat yang telah ditentukan dan dengan pembuatan akta dihadapan PPAT atau Berita Acara Lelang dari Kantor Lelang. Peralihan Hak Pakai atas Tanah Negara harus dilakukan dengan izin pejabat berwenang. Khusus Hak Pakai atas Tanah Negara yang tidak terbatas waktunya dan selama untuk keperluan dimaksud tidak dapat dialihkan kepada pihak lain.
61
3. Hak Pakai Atas Tanah Hak Milik Jangka waktu untuk Hak Pakai ini paling lama 25 tahun dan tidak dapat diperpanjang. Namun atas kesepakatan bersama dapat diperbarui dengan perberian hak baru dengan akta yang dibuat oleh PPAT dan wajib didaftarkan ke Kantor Pertanahan kabupaten atau Kota untuk dicatat dalam Buku Tanah. Hak Pakai ini dapat dialihkan melalui waris, jual beli, tukar menukar, hibah, dan penyertaan modal perusahaan dengan syarat harus ada izin tertulis dari pemilik tanah yang bersangkutan. Tentang hak sewa untuk bangunan dan hak-hak lain yang tidak terdapat dalam UUPA, maka menurut pasal 50 ayat 2 diterangkan bahwa ketentuan-ketentuan lebih lanjut mengenai hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, dan hak sewa untuk bangunan diatur dengan perundang-undangan Namun sampai saat ini peraturan perundang-undangan yang dimaksud pasal 50 diatas belum pernah dibuat. Untuk pemindahan hak atas tanah, dalam PP No.10/1961 pasal 19 disebutkan bahwa setiap perjanjian yang bermaksud memindahkan hak atas tanah, harus dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh dan dihadapan pejabat yang ditunjuk oleh Negara. Akta tersebut bentuknya
62
ditetapkan oleh menteri agraria (sekarang Badan Pertanahan Nasional). Pejabat yang dimaksud untuk pembuatan akta adalah Pejabat Pembuat Akta Tanah. Namun untuk daerah-daerah yang belum ditunjuk pejabat yang dimaksud, maka sebagai pengganti pejabat tersebut adalah Camat setempat sebagai pembuat akta tanah. e. Hak Sewa Hak Sewa atas tanah, menurut UUPA adalah hak untuk mendirikan bangunan, jadi tidak untuk pertanian, peternakan, perikanan. Untuk maksud yang terakhir ini yang di gunakan adalah perjanjian bagi hasil.15 Yang boleh memberikan hak sewa adalah pemilik hak atas tanah. Pemegang Hak Bangunan atas haka guna usahatidak berwenang menyewakan haknya itu.Negara yang tidak mempunyai hak milik atas tanah juga tidak dapat menyewakan tanah. Karena menurut Effendi Perangin, sebutan hak sewa atas tanah Negara secara yuridis adalah tidak benar.16
15 16
Titik, Hukum Perdata..., h.171 Ibid, h.171
63
Jangka waktu hak sewa tidak ditentukan dalam UUPA, sehingga para pihak (pemilik dan penyewa) bebas untuk menentukan jangka waktu persewaan. 6. Hak Pengelolaan Atas Tanah a. Pengertiannya yaitu: Hak pengelolaan yang bersumber dari Pasal 2 Ayat (4) UUPA yang kewenangannya dipegang oleh Negara, dan sebagian kewenangan itu pelaksanaannya dapat dikuasakan kepada pihak tertentu.17 b. Pengalihan Hak yaitu: Beralihnya hak atas tanah dari pemiliknya kepada pihak lain dikarenakan suatu peristiwa hukum.18Pengalihan hak dapat berupa perbuatan hukum yaitu jual beli, tukar menukar, hibah, dan lelang.
B. Latar Belakang Pengalihan Hak Pengelolaan Kas Desa di Desa Cendono 1. Deskripsi Desa Cendono Desa Cendono secara administratif masuk dalam wilayah Kecamatan Kandat Kabupaten Kediri. Dan secara geografis berada pada bagian selatan Kabupaten Kediri, tepatnya 10 km ke arah selatan dari kota Kediri. Luas wilayah desa Cendono adalah 403.085 ha, terbagi menjadi 5(lima) dusun atau kampung, yaitu: Dungpung, Cendono, Cendono Sari,
17 18
Ibid, h.170 Urip Santoso, Hukum Agraria..., h.91
64
Ringin Rejo, dan Tugu. Dengan Jumlah penduduk +/- 3200 jiwa, desa Cendono terdiri dari 31 Rt dan 10 Rw dengan pembagian sebagai berikut: Tabel 3.1 Nama-Nama Dusun di Desa Cendono No
Nama Dusun/Kampung
RT
RW
1
Dungpung
10
3
2
Cendono
7
2
3
Cendono Sari
5
2
4
Ringin Rejo
4
2
5
Tugu
5
2
Sementara untuk batas-batas desa Cendono dengan desa yang lain adalah sebagai berikut: -
Sebelah utara berbatasan dengan desa
: Dukuh dan Ringin Sari
-
Sebelah timur berbatasan dengan desa
: Kandat
-
Sebelah selatan berbatasan dengan desa : Krandang dan Sumberjo
-
Sebelah barat berbatasan dengan desa
: Slumbung dan Tales
Seperti rata-rata desa di Indonesia, penduduk desa Cendono sebagian besar bermata pencaharian sebagai petani, yaitu: mencapai 70% dengan hasil utamanya tanaman tebu. Sisanya adalah pedagang, PNS, wira usaha, dan karyawan swasta. Kehidupan beragama masyarakat desa Cendono sangat tinggi dan egaliter. Hal ini terbukti dengan adanya 4 buah masjid dan 37 musholla yang
65
mana kesemuanya dipakai untuk sholat berjamaah 5 waktu. Selain itu kepengurusan tingkat ranting beberapa organisasi massa Islam berada disana, seperti NU, Muhammadiyah, dan Persis. Dalam hal kesadaran berpolitik masyarakat desa Cendono pun sangat tinggi. Beberapa kepengurusan tingkat desa partai politik yang besar ada, yang mana hal ini membuat masyarakat desa Cendono sangat kritis dengan kebijakan publik yang menyangkut kehidupan mereka. Diantaranya adalah kepengurusan PDI Perjuangan, Golkar, PPP, PKS, dan PKB. Sejarah berdirinya Desa Cendono secara tertulis sampai saat penulisan skripsi ini dibuat belum diketemukan. Sehingga hanya bisa mengutarakan sejarah berdirinya Desa Cendono dari hasil penggalian informasi dari wawancara dengan sesepuh desa Cendono, diantara nama yang menurut penulis layak untuk dijadikan nara sumber adalah Bapak Sukiman. Beliau adalah Pelaksana Teknis aparatur Desa Cendono. “Menurut beliau sejarah Desa Cendono dimulai dari dibukanya lahan yang sebelumnya hutan belantara oleh beberapa prajurit dalam perang Diponegoro yang melarikan diri usai Pengeran Diponegoro pada tahun 1830 ditangkap oleh pemerintah kolonial Belanda dalam perundingan dirumah Residen Kedu-Magelang yang kemudian diasingkan ke Batavia lalu dipindah ke Manado dan terakhir ke Makassar samapai beliau meninggal disana. Prajurit-prajurit yang membuka lahan tersebut dipimpin oleh seseorang yang
66
bernama Saejoyo. Lahan yang baru dibuka tadi oleh Saejoyo di beri nama Cendono dengan dasar dilahan tersebut ada sebuah pohon Cendono yang sangat besar atau yang kita kenal sekarang sebagai kayu Cendana. Pohon tersebut dibiarkan sampai akhirnya roboh pada sekitar dasa warsa ke dua abad XX”.19 “Pada masa-masa awal desa Cendono berkembang belum ada sistem pemerintahan yang mengatur, karena belum banyak penduduk yang mendiami sehingga belum merasa diperlukan sampai akhirnya pada sekitar tahun 1880an dibentuk sistem pemerintahan dan kemudian ditunjuk seseorang untuk menjadi Lurah atau Kepala desa oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda untuk mempermudah dalam mengkoordinasi dalam pengerahan tenaga kerja dalam program kerja paksa pembangunan jalan poros Anyer-Panarukan. Orang yang pertama kali ditunjuk untuk jadi Lurah atau Kepala Desa adalah Mbah Simo. Kemudian berturut-turut Lurah atau Kepala desa yang memimpin desa Cendono adalah sebagai berikut”:20 1. Lurah Marwah 2. Lurah H.Harun 3. Lurah H. Kasan 4. Lurah Jiyan
19 20
Interview dengan Bapak Sukiman pada hari selasa tanggal 15 Juli 2008 Interview … hari rabu tanggal 16 Juli 2008
67
5. Lurah Purwanto 6. Lurah Widodo Supandi 7. Lurah Ihya’ Ulumuddin 8. Lurah A. Samsuri “Dua periode awal masa kepemimpinan lurah adalah dengan sistem keturunan Lurah sebelumnya, namun periode berikutnya adalah dengan sistem pemilihan dengan masa jabatan 8 tahun. Dan dengan keputusan Menteri Dalam Negeri No. 22 Tahun 1999 pasal 96 sekarang masa jabatan lurah atau kepala desa adalah 6 tahun. Pada masa awal pembentukan struktur pemerintahan desa Cendono juga ditunjuk orang-orang untuk membantu lurah agar sistem pemerintahan yang lengkap agar sistem pemerintahan berjalan lancar dengan komposisi sebagai berikut:”21 -
Carik/ Sekretaris desa
1 orang
-
Jogoboyo
2 orang
-
Jogotirto
1 orang
-
Modin
2 orang
-
Kebayan
4 orang
-
Kamituwo/ Kepala dusun
6 orang
21
Interview… hari kamis tanggal 17 Juli 2008
68
Namun beberapa waktu terakhir ini susunan perangkat desa diatas mengalami perampingan dengan tidak digantikannya beberapa pejabat perangkat yang meninngal untuk efektifitas kerja dan mempermudah koordinasi. Karena pada masa-masa awal ada bebarapa perangkat yang dipegang 2 orang atau lebih menyebabkan pola kerja yang tidak jelas pada masing-masing individu yang memegang jabatan perangkat tersebut. Saat ini susunan pejabat perangkat desa adalah sebagai berikut: -
Carik/ Sekretaris desa
1 orang
-
Kaur. Pemerintahan
1 orang
-
Kaur. Pembangunan
1 orang
-
Kaur. Keuangan dan Umum
1 orang
-
Kaur. Kesra
1 orang
-
Seksi Pengairan
1 orang
-
Kepala Dusun
5 orang
Untuk kesejahteraan para aparat desa, dari awal terbentuknya sistem pe- merintahan sampai sekarang tidak mengalami perubahan, yaitu: mereka tidak mendapat gaji, namun mereka diberi lahan garapan berupa tanah ganjaran yang diambilkan dari tanah kas desa selama mereka menjabat untuk mereka tanami yang hasilnya sepenuhnya untuk mereka. Dengan adanya perampingan struktur perangkat desa seperti pemaparan diatas, maka dengan sendirinya tanah kas desa Cendono yang
69
digunakan sebagai pendapatan asli desa guna pembangunan pemberdayaan masyarakat desa bertambah. 2. Persebaran Tanah Ganjaran Seperti telah dipaparkan diatas, bahwa sebagai upah untuk kesejahteraan para perangkat desa yang mengabdi pada masyarakat desa adalah mereka di beri hak pengelolaan atas tanah kas desa berupa tanah Ganjaran. Luas lahan tanah ganjaran yang diterima para perangkat desa dan Kepala dusun bervariasi tergantung pada posisi secara srtuktural dan fungsional untuk perangkat dan luas wilayah kerja untuk Kepala dusun. Berikut ini adalah daftar luas tanah garapan yang dikerjakan oleh Kepala desa, Perangkat, dan Kepala dusun: Tabel 3.2 Luas Tanah Ganjaran22 No
22
Nama perangkat
Jabatan
Luas Tanah ganjaran 59.719 m²
1
Achmad Samsuri
Kepala Desa
2
Sujono
Sekdes
27148 m²
3
Suprianto
Kaur. Keuangan
15900 m²
4
Turmudi
Kaur Umum
13209 m²
5
Sugeng Santoso
Kaur. Pembangunan
13450 m²
6
Paijan, S.H.
Kaur Kesra
14447 m²
7
Ahmad Mujib
Kasun Dungpung
28671 m²
8
Rohman
Kasun Tugu
22250 m²
Sumber dari papan Desa yang tertera ditembok serta arsip Desa tentang luas tanah ganjaran yang di kerjakan perangkat desa, yakni total dari sawah dan tegal yang didapat
70
9
Sutiman
Kasun Ringin Rejo
12580 m²
10
Sujud
Kasun Cendono
17600 m²
11
Pj. Cendono Sari
Kasun Cendono Sari
16600 m²
12
Sukiman
Pelaksana teknis
14377 m²
Selain yang tersebut diatas, desa masih punya tanah tanah ganjaran yang diperuntukkan guna operasional tenaga pam swakarsa, yaitu: HANSIP (Pertahanan Sipil) atau LINMAS (Perlindungan Masyarakat) seluas 9118 m². Dan tanah-tanah perangkat desa yang sudah meninggal seluas 57.989 m² menjadi tanah kas desa sebagai sumber pendapatan asli desa. Sebagaimana yang dipaparkan oleh Bapak Syamsuri selaku Lurah desa Cendono: ”Seiring dengan perkembangan yang terjadi, dimana populasi masyarakat yang semakin bertambah dengan semakin kompleksnya permasalahan yang dihadapi perangkat desa dalam mengatur tata kehidupan masyarakat, tanggung jawab yang harus diemban perangkat desa pun pada akhirnya menjadi semakin bertambah sebagai konsekuensinya. Hal ni menjadi permasalahan yang cukup serius, karena dengan tanggung jawab yang semakin berat tersebut apresiasi pemerintah dalam kesejahteraan pada perangkat desa dirasa kurang memadai. Terbukti dari waktu ke waktu jumlah apresiasi untuk perangkat dalam hal ini tanah ganjaran tidak pernah berubah. Berbeda dengan aparat pemerintah yang lain yang mendapat apresiasi dari pemerintah berupa gaji, yang selalu naik dari waktu
71
ke waktu, dan dimasa purna bakti mendapat dana pensiun yang mana hal ini tidak dirasakan para perangkat desa. Kondisi ini pada akhirnya menjadi salah satu pemicu untuk perangkat melakukan pendekatan kepada elemen pemerintahan desa yang lain, yaitu: BPD (Badan Perwakilan Desa). Karena dengan persetujuan badan inilah kebijakan-kebijakan dalam hal penambahan atau pengurangan tanah ganjaran dapat terwujud.”23 Sebagaimana yang tertuang dalam Peraturan Daerah Kabupaten Kediri No. 7 Tahun 2000 tentang BPD pasal 1 ayat h, yang berbunyi: “Badan Perwakilan Desa yang selanjutnya disebut BPD, adalah badan perwakilan yang terdiri atas pemuka-pemuka masyarakat yang ada di Desa yang berfungsi mengayomi adat istiadat, membuat Peraturan Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat serta melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan Pemerintah Desa”. Dalam hal keanggotaan, BPD dipilih langsung oleh masyarakat lewat pemungutan suara untuk masa keanggotaan selama 5 (lima) tahun. BPD ini merupakan pengganti dari lembaga dengan fungsi hampir sama dahulu, yaitu: LMD (Lembaga Musyawarah Desa). Namun dengan budaya paternalistic (kekeluargaan) yang masih sangat kental dipedesaan, BPD yang seharusnya sebagai mitra sejajar dalam penyelenggaraan pemerintahan desa dengan perangkat desa, seperti yang
23
Interview dengan Bapak Syamsuri pada hari kamis tanggal 10 Juli 2008
72
tercantum dalam Peraturan Daerah Kabupaten Kediri No.7 Tahun 2000 tentang BPD yang sama pasal 33 yang berbunyi: “Badan Perwakilan Desa berkedudukan sejajar dan menjadi mitra kerja pemerintah desa”. Tapi pada kenyataannya mereka menjadi subordinat dari perangkat. Sehingga dalam hal kebijakan mereka masih sering mengikuti kemauan perangkat desa. Kondisi ini pun terjadi di Desa Cendono sampai pada akhirnya terbit Peraturan Desa No. 01 Tahun 2002 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintahan Desa Cendono, yang mana didalamnya memuat daftar yang mengindikasikan penambahan luas tanah ganjaran beberapa perangkat desa sebagai hasil dari pendekatan beberapa perangkat kepada BPD. 3. Pengalihan Hak Pengelolaan Tanah Kas Desa Sebagaimana telah dipaparkan diatas, bahwa BPD mengeluarkan Peraturan Desa No. 01 Tahun 2002 setelah beberapa perangkat desa melakukan pendekatan kepada perangkat-perangkat yang lain dan anggotaanggota BPD. Dimana dalam lembaran lampiran tentang tanah ganjaran dan tanah kas desa ada hal yang mengundang kontroversi dengan adanya penambahan luas tanah ganjaran pada 3 (tiga) perangkat desa, yaitu: -
Sekretaris Desa
-
Kaur. Kesejahteraan Rakyat
73
-
Kaur. Umum dan Keuangan Hal ini pada awalnya tidak menjadi permasalahan, karena masyarakat
tidak ada yang tahu dengan adanya perubahan tersebut. Dan kondisi ini didukung dengan ketidak tahuan masyarakat tentang aturan hukum tentang tanah ganjaran dan tanah kas desa yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah Sampai akhirnya pada tahun 2006, ketika masyarakat salah satu dusun yaitu: Dusun Dungpung, mempermasalahkan tentang tanah ganjaran Kepala Dusun yang dikurang seluas 7000 m2. dan yang semula 28000 m2, permasalahan penambahan tanah ganjaran untuk 3 Perangkat diatas mencuat kepermukaan sebagai akibat didapatkannya suatu pengetahuan masyarakat tentang aturan hukum mengenai tata cara perubahan, baik penambahan maupun pengurangan tanah ganjaran yang diperoeh perangkat selama menjabat. Sebagaimana disebutkan dalam pasal 2 ayat 3 Perda No. 11 Tahun 2000 tentang Kedudukan Keuangan Kepala Desa dan Perangkat Desa yang berbunyi: “Besarnya Tanah Kas desa yang digunakan untuk kesejahteraan Kepala Desa dan Perangkat Desa sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dalam Peraturan Desa dengan luas masing-masing berdasarkan asal usul dan adat istiadat”. Dan dijelaskan dalam keputusan Bupati Kediri No. 1218 tahun 2000 pasal 2 ayat 1 yang berbunyi:
74
“Perubahan atas besarnya ganjaran tanah kas desa yang diperuntukkan bagi kesejahteraan Kepala Desa dan Perangkat Desa ditetapkan pada waktu proses pengisian jabatan tersebut dalam Peraturan Desa”. Dengan berdasarkan aturan hukum datas, akhirnya beberapa tokoh masyarakat Desa Cendono dengan dimotori oleh tokoh masyarakat dari Dusun Dungpung menanyakan tentang penambahan luas tanah ganjaran tiga perangkat Desa tersebut kepada pemerintah Desa dan BPD guna mendapat penjelasan duduk permasalahan yang sebenarnya. Bergulirnya pertanyaan tersebut membuat sedikit terganggu jalannya roda pemerintahan Desa Cendono, apalagi pada saat itu desa sedang kosong untuk kursi Kepala Desa dan sedang dijabat oleh Pejabat Sementara, yang tidak diperbolehkan untuk membuat keputusan yang membuat berubahnya status hukum satu hal. “Kondisi ini sebenarnya tidak perlu terjadi seandainya saja Pemerintahan Desa yang terdiri dari Pemerintah Desa dan BPD tidak melakukan pengubahan status tanah kas desa yang adadengan cara yang tidak prosedural. Kalaupun harus melakukan dengan alasan perimbangan tanah ganjaran untuk perangkat Desa, maka akan menjadi hal yang tidak dipersoalkan apabila dilakukan sesuai aturan hukum yang berlaku.”24 24
Interview… hari sabtu tanggal 12 Juli 2008
75
Proses perubahan komposisi tanah ganjaran seperti yang tertuang dalam Perdes No. 1 Tahun 2002 dengan penyajian data luas tanah ganjaran seperti dalam lampiran Perdes tersebut dalam prosesnya hanya melibatkan secara aktif beberapa personal Perangkat dan Pengurus harian dari BPD dan anggota-anggota BPD yang lain baru diundang tatkala rancangan keputusan sudah dibuat dan siap untuk ditanda tangani. Rancangan Perdes yang sudah siap ditanda tangani tatkala sidang forum BPD
tersebut dengan sendirinya bertentangan dengan keputusan
Bupati No. 1189 Tahun 2000 pasal 3 ayat b, yang berbunyi: “Rancangan Peraturan Desa sebagaimana dimaksud huruf a disampaikan kepada BPD dan Kepala Desa selambat-lambatnya 3x24 jam atau 3 (tiga) hari sebelum pembahasan dalam forum rapat BPD” Dan mengacu pasal sebelumnya pada ayat 2 yang berbunyi: “Dalam penyusunan pakonsep rancangan Peraturan Desa baik dari Kepala desa maupun dari BPD harus menjaring aspirasi dari masyarakat atau lembaga yang terkait di desa melalui rapat desa”. Dimana dalam menjaring aspirasi dari masyarakatpun tidak dilakukan oleh BPD. Hal ini sama sekali tidak diketahui anggota BPD yang lain. Mereka baru mengetahui materi rapat tatkala rapat forum BPD sudah berjalan untuk proses penetapan Perdes, sehingga untuk pengertian menjaring aspirasi masyarakat sama sekali tidak bisa dipertanggung jawabkan.
76
Masalah ini semakin pelik lagi ketika dari pihak Kecamatan dan Pemerintah Daerah selaku instansi yang bertindak sebagai pihak yang melakukan arahan dan supervise seperti yang tertuang dalam Perda No. 8 Tahun 2000 tentang Peraturan Desa pada pasal 10 ayat 1 dan 2 yang berbunyi: 1. Pemerintah Kabupaten dalam rangka pembinaan memfasilitasi kegiatan Pemerintah desa 2. Memfasilitasi sebagaimana yang dimaksud pada ayat 1 (satu), sebagai upaya Pemerintah Desa melalui pemberian pedoman, bimbingan pelatihan, arahan, dan supervise”. Dengan ketidaktahuan pihak kecamatan dan Pemerintah Daerah dalam pemberlakuan tentang Perdes Cendono tentang perubahan komposisi tanah ganjaran dan tanah kas desa. Dengan sendirinya hal tersebut telah bertentangan dengan pasal 11 pada Perda yang sama, yang berbunyi: “Dalam rangka pengawasan, Peraturan Desa dan kepusan Kepala desa disampaikan kepada Kepala Daerah selambat-lambatnya 2 (dua) minggu setelah ditetapkan dengan tembusan camat”. “Sehingga, dengan sendirinya Perdes tersebut batal demi hukum dan dapat dilihat cacat hukum dari produk Pemerintahan.”25 Dikatakan batal demi hukum karena telah bertentangan dengan aturan hukum yang lebih tinggi tingkatannya, seperti yang tertuang dalam Perda yang kolom dalam pasal 8 ayat 2 yang berbunyi: “Peraturan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat 1 (satu) tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum dan Peraturan perundangundangan yang lebih tinggi tingkatannya”. 25
Pendapat Kepala Desa Cendono hari senin tanggal 14 Juli 2008
77
Dengan melihat fakta-fakta yang ada tersebut, seharusnya Perdes tersebut tidak berlaku karena cacat hukum. Namun entah kenapa sampai saat ini Perdes tersebut masih berlaku tanpa ada koreksi sama sekali dari instansi terkait dengan alasan pihak Kecamatan dan Pemerintah Daerah belum menerima tembusan Perdes tersebut. Sehingga mereka tidak bisa melakukan supervisi terhadap produk hukum dari Desa Cendono dan membatalkannya sebagaimana yang tertuang dalam Perda yang sama pada ayat 12 ayat 1 yang berbunyi: “Apabila setelah Peraturan Desa dilaksanakan ternyata bertentangan dengan peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatannya dan bertentangan dengan kepentingan umum, dibatalkan oleh Kepala Daerah”. Berdasarkan uraian diatas dapat dilihat cacat hukum dari produk pemerintahan Desa Cendono yang berupa Perdes adalah sebagai berikut: 1. Proses tidak sesuai aturan yaitu: tidak melibatkan 2/3 anggota BPD. 2. Aspirasi masyarakat tidak terjaring, karena hanya melibatkan beberapa personal dalam membuat rancangannya. 3. Materi Perdes bertentangan dengan Perda, yaitu: perubahan tanah ganjaran hanya bisa dilakukan ketika dalam proses pengisian, tidak dalam masa jabatan. 4. Pemerintah Desa tidak melakukan tembusan Perdes pada Kecamatan dan Pemerintah Daerah selaku pihak yang memberi arahan dan supervisi
78
Maka, dengan melihat cacat hukum yang terkandung dalam produk Perdes diatas, maka sudah seharusnya pihak-pihak terkait dalam hal ini Pemerintah Daerah selaku pihak yang berwenang untuk memberi arahan dan supervisi melakukan tindakan-tindakan yang diperlukan agar supaya supremasi hukum tata pemerintahan dapat berjalan dengan benar. Dan BPD bersama Pemerintah Desa selaku pihak yang memproduksi Perdes tersebut segera membatalkan keputusannya tatkala diketahui produknya bermasalah agar Pemerintahan Desa dan sistem anggarannya bisa berjalan dengan normal.
C. Mekanisme Pengalihan Hak Pengelolaan Tanah Kas Desa di Desa Cendono Sebagaimana yang disebutkan dalam Peraturan Daerah No. 11 Tahun 2000 pasal 2 ayat 1, yang berbunyi: “Kesejahteraan Kepala Desa dan Perangkat Desa sebagaimana maksud pada ayat 1 (satu) diwujudkan dalam bentuk ganjaran tanah kas desa”. Maka, Tanah Ganjaran adalah tanah kas desa yang diberikan
hak
pengelolaan sewaktu kepada Kepala Desa, Perangkat Desa, dan Kepala Dusun sebagai sarana untuk kesejahteraan. Dan Tanah Kas Desa adalah tanah yang dikelola desa berdasar adat istiadat sebagai salah satu sumber pendapatan asli desa untuk digunakan sebesarbesarnya untuk kesejahteraan masyarakat.
79
Pemerintahan desa merupakan subsistem dari sistem penyelengaraan pemerintahan, sehingga desa memiliki kewenangan untuk untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya. Kepala Desa bertanggung jawab pada Badan Perwakilan Desa dan menyampaikan laporan pelaksanaan tugas tersebut kepada Bupati.26 Desa sebagai basis kehidupan masyarakat akar rumput (grass root) mempunyai dua wilayah berbeda tapi sangat berkait erat. Pertama, wilayah internal dengan menunjuk pada relasi antara pemerintah desa, BPD, institusi lokal, dan masyarakat. Kedua, wilayah eksternal dengan relasi antara desa dan pemerintah diatasnya dalam konteks formasi Negara.27 Sebagai miniatur Negara, Pemerintah Desa punya hubungan yang sangat erat dengan masyarakat. Di satu sisi, perangkat desa menjadi ujung tombak dalam pelayanan publik denga segudang tugas ketata negaraan, dan disisi yang lain, secara normatif masyarakat bisa menyentuh langsung serta berpartisipasi dalam proses pemerintahan dan pembangunan di tingkat desa. Sehingga Kepala desa dan Perangkat desa selalu di jadikan pamong desa yang diharapkan menjadi pelindung dan pengayom masyarakat.28 Dalam hal penyelenggaraan kepemerintahan di desa, Pemerintah desa mendapat mitra sejajar dengan fungsi sebagai pengawas, legislasi, pengayom 26
Deddy Supriadi Bratakusumah dan Dadang Solihin, Otonomi Penelenggaraan Pemerintahan Daerah, h. 8 27 Abdul Gaffar Karim, Kompleksitas Persoalan Ototnomi Daerah di Indonesia, h.257 28 Ibid, h. 261
80
adapt istiadat, dan penampung serta penyalur aspirasi masyarakat, yaitu: BPD. Sebagaimana yang di sebutkan dalam UU No.22 Tahun 1999 pasal 104 tentang Otonomi Daerah dan Perda No. 7 Tahun 2000 tentang Badan Perwakilan Desa. Salah satu tugas dari fungsi BPD yang tersebut di atas adalah bersamasama dengan Kepala Desa menetapkan Peraturan Desa (Perdes) yang digunakan sebagai ketetapan hukum ditingkat desa guna kesejahteraan masyarakat yang menjadi tujuannya. Karena tanpa persetujuan dari BPD sebuah Perdes tidak akan bisa direalisasikan pembuatannya. Selain berguna untuk kesejahteraan masyarakat seperti yang tersebut diatas, Perdes juga harus ditetapkan berdasarkan kebutuhan mendasar sesuai aspirasi masyarakat Desa yang bersangkutan , yang memuat materi meliputi: a. Pertimbangan dasar dibuat Peraturan Desa b. Dasar hukum yang melandasi Peraturan Desa c. Penetapan pokok materi Peraturan Desa d. Bab dan pasal-pasal sebagai penjabaran Peraturan Desa yang diperlukan e. Penjelasan-penjelasan dari Peraturan Desa Yang dimaksud Materi Peraturan Desa diatas adalah a. Ketentuan yang bersifat mengatur b. Segala sesuatu yang menyangkut kepentingan masyarakat desa c. Segala sesuatu yang menimbulkan beban bagi keuangan desa
81
Hal-hal yang tersebut diatas adalah materi yang terkandung dalam Perda No. 8 Tahun 2000 tentang Peraturan Desa pada pasal 5 ayat 1 dan 2. Berikut paparan tentang mekanisme pembuatan atau penetapan Perdes sebagai ketentuan yang mengikat untuk dilaksanakan oleh Pemerintah dan Masyarakat Desa. Pertama, prakonsep rancangan Perdes disusun oleh Kepala Desa atau BPD, melalui rapat BPD dalam pembahasan Peraturan desa dituangkan dalam berita acara rapat dengan disertakan daftar hadir rapat dan notulen sebagai lampiran. Dalam tahap ini kedua pihak, Kepala Desa dan BPD, menyusun prakonsep rancangan secara bersama-sama dan disampaikan selambat-lambatnya 3 hari sebelum pembahasannya dalam rapat forum rapat BPD. Selain itu, aspirasi masyarakat dalam kaitannya isi materi rancangan Perdes harus di jaring, juga lembaga terkait di desa melalui rapat desa. Apabila dalam tahap ini rancangan ditolak BPD, maka harus disertai saran petunjuk untuk perbaikan kembali oleh pemerintah desa dan apabila diperlukan, khususnya untuk program pembangunan Desa, dapat dibantu oleh lembaga kemasyarakatan yang terkait. Setelah itu selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari setelah tanggal selesainya perubahan, Rancangan Peraturan Desa harus dapat dibahas kembali oleh Kepala Desa dan BPD dalam rangka proses penetapannya. Proses ini dalam pembuatan Perdes No. 1 Tahun 2002 tidak dilakukan oleh Pemerintahan Desa Cendono, sehingga dengan sendirinya aspirasi
82
masyarakat tidak terjaring dan BPD selaku pengayom adat istiadat tidak dilakukan dalam mengayomi adat istiadat tanah ganjaran. Kedua, pada proses penetepannya setelah melewati tahap prakonsep rancangan dan tahap rancangan, maka dalam hal penetapannya Kepala Desa dan BPD, dan kalau diperlukan bisa diundang unsur-unsur pimpinan masyarakat desa yang lain yang berkaitan dengan materi yang hendak disahkan, mengadakan rapat penetapan. Rapat penetapann ini harus dihadiri minimal 2/3 anggota BPD dan Kepala Desa dengan dipimpim Ketua BPD untuk rapat tersebut. Bilamana dalam rapat tersebut anggota yang hadir kurang dari 2/3, maka harus ditunda untuk diadakan rapat ulang dalam waktu 7 (tujuh) hari sejak tanggal tersebut. Penundaan tersebut bisa dilakukan 3 (tiga) kali bilamana kehadiran anggota kurang dari quorum rapat. Jika hal ini terjadi, maka Kepala Desa dan BPD menyerahkan permasalahan ini diserahkan kepada Camat dengan tembusan Kepala Daerah untuk dicarikan solusinya. Namun bila belum juga mendapat solusi terbaik, maka permasalahan diteruskan kepada Pemerintah Daerah untuk penyelesaiannya dengan pertimbangan DPRD Ketiga, bilamana Perdes berhasil ditetapkan oleh Pemerintah dan BPD Desa Cendono, maka Kepala Desa bisa menetapkan Keputusan Kepala Desa bila diperlukan untuk petunjuk pelaksanaan Perdes. Dan penetapan Perdes ini tidak memerlukan pengesahan Kepala Daerah, tapi cukup diberitahukan dengan tembusan Camat.
83
Namun bila dalam perjalanan setelah Perdes tersebut disahkan ditemukan hal-hal yang bertentangan dengan kepentingan kepentingan umum dan atau kontra produktif dengan perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatannya, maka Kepala Daerah bisa membatalkan Perdes tersebut. Bila kondisi ini terjadi, Kepala Daerah harus memberitahukan kepada Pemerintah Desa dengan menyertakan alasan-alasan pembatalan Perdes tersebut. Dan apabila pihak Pemerintah Desa tidak menerima alasan yang disampaikan Kepala Daerah, maka pihak Pemerintah Desa dapat mengajukan keberatan kepada Kepala Daerah selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari sejak diterimanya Keputusan Pembatalan dengan tembusan DPRD. Setelah proses diatas dan ternyata Pemerintah Daerah tetap pada keputusan membatalkan Perdes yang dimaksud, maka dengan sendirinya Perdes tersebut tidak dapat dilaksanakan atau diterapkan untuk mangatur tata hidup masyarakat desa yang bersangkutan. Pada tahap ini pun Pemerintah Desa Cendono tidak melaksanakan apa yang telah diinstruksikan agar menyampaikan Perdes yang telah disahkan kepada Pemerintah Daerah dengan tembusan Camat untuk diperiksa. Sehingga dalam perjalanannya ketika Perdes tersebut bertentangan dengan kepentingan umum dan perundang-undangan yang lebih tinggi, yaitu: Perda, maka Pemerintah Daerah berlepas tangan dengan alasan pihak Pemerintah Daerah tidak pernah diberitahu.
84
Demikian mekanisme penerbitan Peraturan Desa di Kediri. Seperti diktum yang kita kenal selama ini, bahwa peraturan di buat untuk kepentingan dan kebaikan bersama, bukan hanya untuk kepentingan dan kebaikan beberapa orang yang secara struktural memegang jabatan pembuat kebijakan tentang satu hal.