BAB III DASAR-DASAR PERENCANAAN
3.1 Perencanaan Bejana dan Pengaduk. Dasar-dasar perencanaan dari bejana dan pengaduk merupakan suatu dasar perencanaan yang didasarkan pada suatu teori-teori yang ada dan didasarkan pada kenyataan yang ada di lapangan mengenai suatu proses pengadukan beberapa macam material baik berupa fluida atau cairan maupun berupa serbuk dan berupa padatan, tetapi sering kali berupa campuran dari berbagai jenis bentuk material tersebut.
Dan di dalam proses analisa ini penulis lebih menitik beratkan pada suatu proses pengadukan dalam suatu proses produksi cat. 3.1.1. Spesifikasi Bejana dan Pengaduk. Perencanaan suatu bejana dan pengaduk dari mixer tank bertujuan untuk menentukan ukuran dari bejana dan ukuran dari pengaduk itu dan juga untuk menentukan jenis pengaduk yang akan dipakai serta menentukan kapasitas dari volume mixer tank, hal ini dikarenakan adanya suatu hubungan antara ukuran suatu bejana dengan ukuran pengaduk yang seharusnya dipakai, yaitu bahwa ukuran pengaduk jika dibandingkan dengan ukuran bejananya sesuai dengan ketentuan yang ada yaitu antara :
(0,3
d/Dt
0,6) .........................(3.1.1.1 Chemical Process Equipment, Walas, 1988)
Oleh karena itu, ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi kapasitas dari pengadukan di dalam mixer tank diantaranya adalah : -
Diameter bejana.
-
Diameter pengaduk.
-
Jenis pengaduk.
-
Sudut kemiringan dari pengaduk.
-
Kecepatan putaran motor.
-
Viskositas dari fluida atau material yang diproses.
-
Berat jenis dari fluida.
Sehingga ukuran seberapa banyaknya suatu fluida atau material yang mengisi suatu bejana, besarnya suatu bejana serta diameter dari suatu pengaduk memiliki suatu hubungan terhadap besarnya daya yang dibutuhkan untuk suatu proses pegadukan
serta menentukan kualitas dan kecepatan dari suatu proses pengadukan pengadukan. Dari berbagai macam tipe pengaduk dan beberapa kondisi yang ada di dalam proses pengadukan maka ada beberapa hubungan atau perbandingan antara ukuran dari bejana yang digunakan dengan ukuran dari pengaduk yang digunakan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dari gambar dasar perencanaan suatu bejana di bawah ini :
Gambar 3.1(1) Gambar Dasar Bejana dan Pengaduk.
Dimana :
h
= Tinggi fluida/cairan.
Dt = Diameter bejana. d
= Diameter pengaduk.
d/6 = W = Lebar pengaduk. Untuk selanjutnya kriteria yang dikembangkan oleh Dickey (1984) dimana berdasarkan viscositas dari cairan yang ada serta perbandingan antara tinggi bejana 1
Chemical Process Equipment, Walas, 1988
cairan dan diameter bejana maka lokasi impeller di dalam sebuah bejana berpengaduk dengan menggunakan satu atau dua buah pengaduk dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 3.1 Letak pengaduk ……….……..(Chemical Process Equipment, Walas, 1988) Letak Impeller
Viskositas
Tinggi Isi Bejana
Banyaknya
[Ns/m²]
Maksimum[H/Dt]
Impeller
Bawah
Atas
<25
1,4
1
H/3
-
<25
2,1
2
Dt/3
(2/3) H
>25
0,8
1
H/3
-
>25
1,6
2
Dt/3
(2/3) H
3.1.2 Menentukan Jenis Pengaduk dan Banyaknya Bilah Pengaduk. Di dalam suatu proses pengadukan suatu material haruslah dipilih suatu jenis pengaduk (mixer) yang sesuai dengan material yang akan dilayaninya. Jenis pengaduk yang dipilih mengacu dengan beberapa pertimbangan yang ada, seperti jenis material yang diaduk, viskositas material yang diaduk, besar kapasitas pengadukan yang diinginkan serta efesiensi di dalam harga maupun perbaikan, selain menentukan jenis pengaduk yang tepat dalam analisa ini juga haruslah ditentukan berapa banyak jumlah bilah yang dipakai sebagai perbandingan didalam perhitungan
Tabel 3.2 Jenis Pengaduk ..........( The Techniques Of Process Design, Ernest E, 1977)
Jenis pengaduk
Viskositas (Ns/m²) 0
(Mixing Device) 1
Air agitation
2
Liquid Jets
3
Paddles
4
Propellers
5
Turbines
6
Cones
7
Disks
8
Screws
9
Barrels
10
1
10
2
10
10 Ball Mills 11 Ribbons 12 Kneaders 13 Colloid Mills 14 Special Mills 15 Mullers 16 Pug Mills 17 Internal Mixers 18 Roll Mills 19 Conical Mills 20 Pan Mills 21 Impact Wheels Untuk proses per batch (normal). Untuk proses yang terus menerus.
a. Pemilihan jenis pengaduk.
Plastis
Padatan
(Plastic State)
(Solid State)
3
10
Pada analisa perhitungan ini kami menentukan analisa pada pengaduk jenis paddle (flat blade pitch paddle) dengan sudut kemiringan sebesar 45 , karena jenis ini banyak digunakan dalam proses pencampuran atau pengadukan resin di dalam proses pembuatan cat, selain penggunaannya yang banyak hal lain yang menyebabkan dipilihnya jenis ini adalah karena jenis ini memiliki beberapa keuntungan diantaranya adalah : -
Dapat digunakan dalam beberapa tingkatan kekentalan (viskositas) material yang berbeda, yaitu antara (1-100 Ns/m2).
-
Tidak mudah mengalami kerusak dan tidak membutuhkan perawatan khusus di dalam pengoperasianya, hal ini dikarenakan karena bentuknya yang sangat sederhana.
-
Biaya perancangan dan pembuatan yang relatif murah, hal ini dikarenakan bentuknya yang sederhana.
-
Arah pengadukannya radial (sesuai dengan bentuk bejana).
b. Menentukan banyaknya bilah pengaduk (n) Banyaknya bilah pengaduk dipilih sebagai perbandingan, yaitu sebanyak 2 bilah, 4 bilah dan 6 bilah, karena perbandingan kapasitas pengadukan antara dua bilah empat bilah dan enam bilah diperkirakan masih sesuai dengan perbandingan daya motor penggerak, sehingga jika lebih dari enam bilah kapasitas pengadukannya sudah tidak efisien lagi.
3.1.3 Spesifikasi Bejana dan Letak Pengaduk.
Untuk mendapatkan suatu hasil dari proses pencampuran dan pengadukan yang
sesuai dengan kualitas yang telah ditentukan, maka selain menentukan
spesifikasi dari pengaduk yang akan digunakan dalam proses pengadukan di dalam bejana maka sangat penting juga untuk memperhatikan tentang spesifikasi dari bejana yang digunakan serta letak dari pengaduk, yaitu seberapa besar ukuran bejana yang akan digunakan, oleh karena itu seperti telah ditetapkan seperti pada bab sebelumnya bahwa ukuran bejana sesuai dengan ketentuan yang ada yaitu bahwa perbandingan pengaduk dan bejana adalah antara 0,3-0,6 (0,3 = d/Dt
0,6).
Sehingga dari data diatas di ketahui dari gambar berikut:
Gambar 3.2(2) Letak dan Perbandingan Ukuran Antara Bejana dan Pengaduk Sehingga jika akan dipakai suatu bejana dengan ukuran tinggi dan diameter bejana sebagai berikut, yaitu : 2
Chemical Process Equipment, Walas, 1988
H
= 1,6 m.
Dt
= 1,52 m.
Maka dapat dicari ukuran tentang diameter pengaduk yang akan digunakan, yaitu jika kita mengacu pada ketentuan yang ada bahwa perbandingan antara d dan Dt yaitu antara 0,3-0,6 maka jika kita tentukan bahwa d/Dt adalah 0,3 maka diameter pengaduk adalah :
a) Menentukan diameter pengaduk (d). Jika d/Dt sesuai dengan ketentuan adalah 0,3 = d/Dt
0,6dan jika kita d/Dt dipilih
0,3 maka : d = 0,3 x Dt. ...........................(3.1.3.1 Chemical Process Equipment, Walas, 1988)
b) Menentukan lebar pengaduk (W). Lebar pengaduk sesuai dengan Gambar 3.1 adalah: W = d/6…...............................(3.1.3.2 Chemical Process Equipment, Walas, 1988)
c). Letak atau ketinggian dari pengaduk (h). Letak atau ketinggian dari pengaduk yang dianjurkan seperti pada Tabel 3.1 jika dipakai satu buah pengaduk dan H/Dt diambil 0,8 adalah : h = H / 3..................................(3.1.3.3 Chemical Process Equipment, Walas, 1988) .
d). Volume bejana. Sehingga jika diketahui : H = 1,6 m
Dt = 1,52 m Maka volume bejana (mixer tank) adalah : V= p.r2. H. .............................(3.1.3.4 Chemical Process Equipment, Walas, 1988)
3.3 Formulasi Hubungan Antara Jumlah Bilah Dengan Waktu Pengadukan. Untuk menentukan formulasi hubungan yang terjadi antara banyaknya jumlah bilah dengan waktu pengadukan yang diperlukan untuk mendapatkan suatu hasil pengadukan yang homogen, dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut : 1). Mencari waktu pengadukan :
d N W
Dimana :
2, 3
t.N Re ......................(3.2.1 Chemical Process Equipment, Walas, 1988)
N = putaran poros pengaduk [rpm] d = diameter pengaduk.[m] W = lebar pengaduk [m] t
= waktu proses pengadukan [menit]
NRe = Reynolds number.
2). Mencari perbandingan antara kapasitas pengadukan dengan waktu pengadukan dengan rumus kesebangunan. Q1 x t1 = Q2 x t2 = Q3 x t3..........(3.2.2 Chemical Process Equipment, Walas, 1988)
Dimana :
Q1 = kapasitas pengadukan dengan 2 buah bilah [m3/s] t1 = waktu proses pengadukan dengan 2 buah bilah Q2 = kapasitas pengadukan dengan 4 buah bilah [m3/s]
t2 = waktu proses pengadukan dengan 4 buah bilah Q3 = kapasitas pengadukan dengan 6 buah bilah [m3/s] t3 = waktu proses pengadukan dengan 6 buah bilah
3.3. Spesifikasi Fluida. Spesifikasi fluida yang akan diproses di dalam bejana merupakan faktor yang penting di dalam menentukan kualitas dan kapsitas pengadukan dan di dalam mencari daya motor yang digunakan serta menentukan perencanaan dari diameter poros yang harus digunakan, hal ini dikarenakan suatu fluida atau material yang akan diproses di dalam bejana harus memiliki kekentalan dan berat jenis yang sesuai dengan jenis pengaduk yang digunakan.
3.3.1 Beberapa Tipe Aliran Fluida di dalam Bejana. Aliran fluida di dalam bejana dapat bermacam-macam bentuknya ada yang rata maupun yang menghasilkan suatu pusaran, tergantung dari cara meletakkan suatu pengaduk di dalam bejana serta ada atau tidaknya penahan aliran (baffles), selain berfungsi menahan aliran sehingga aliran menjadi rata baffles juga berfungsi mempercepa proses pencampuran beberapa fluida yang dicampur di dalam tangki pengaduk. Beberapa tipe dari bentuk aliran yang dihasilkan oleh putaran pengaduk di dalam bejana dapat dilihat dari gambar di bawah :
a
b
c d Gambar 3.3 (3) Bentuk aliran di dalam bejana Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa : (a) Aksial atau radial impeller tanpa adanya baffles di dalam bejana akan menghasilkan pusaran atau gelombang. (b) Aksial atau radial impeller tanpa baffles di dalam bejana dengan meletakkan pengaduk pada bagian pinggir bejana akan menghasilkan sedikit pusaran atau gelombang. (c) Aksial impeller dengan baffles di dalam bejana maka tidak akan terjadi pusaran atau gelombang.
3
Chemical Process Equipment, Walas, 1988
(d) Radial impeller dengan menggunakan baffles di dalam bejana maka tidak akan terjadi pusaran atau gelombang.
3.3.2 Spesifikasi Fluida. Spesifikasi atau jenis material yang akan diproses didalam bejana (mixer tank) harus diketahui spesifikasi atau jenisnya, hal ini penting sekali karena menyangkut berapa besar viskositas (µ) dari material tersebut maupun massa jenis ( ) dari material tersebut, dimana hal tersebut digunakan sebagai acuan di dalam perhitungan untuk mencari besarnya daya motor serta kapasitas dari pengadukan yang terjadi. Selain dari spesifikasi material yang akan diproses sangat penting juga untuk menentukan terlebih dahulu seberapa besar ukuran maupun kapasitas isi dari bejana yang digunakan sebagai tempat pengadukan, yaitu menyangkut berapa tinggi fluida atau material (H) di dalam bejana maupun diameter bejana yang digunakan (Dt). Untuk melakukan suatu analisa mengenai seberapa besar kapasitas pengadukan yang terjadi maka perlu diketahui tentang data mengenai material yang diproses secara lengkap sehingga dapat dilakukan suatu proses analisa perhitungan secara tepat, adapun spesifikasi material yang diproses adalah : Data Material/Cairan : (4) Nama material
: Resin Amino 3924-50 HV : (salah satu jenis bahan dasar cat dengan viskositas : tertinggi)
Viskositas (µ)
: 59 Ns/m2
Density ( )
: 1.675 kg/m3.
4
PT. Alkindo Mitra Raya, Tangerang
( Data viskositas dan density diambil dari PT. Alkindo Mitra Raya, Jl. Gatot Subroto km 8, Tangerang, pada November 2007 dengan nilai viskositas dan density yang terbesar yang dipakai dalam suatu proses produksi cat).
3.4. Kapasitas Pengadukan. Kapasitas pengadukan dapat didefinisikan sebagai banyaknya aliran fluida yang dipindahkan (dengan cara diputar) baik secara aksial maupun radial menggunakan satu atau beberapa buah pengaduk sesuai dengan keperluan yang ada sehingga diharapkan dapat menghasilkan suatu hasil pengadukan yang sempurna dan sesuai dengan kapasitas dari pengadukan yang dibutuhkan. Sehingga kapasitas dari aliran dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
Q
KNd
3
.......................(3.4.1 The Techniques Of Process Design, Ernest E, 1977)
Dimana : Q = kapasitas aliran rata-rata dari impeller [m3/s] N = putaran pengaduk [rps] d = diameter pengaduk [m] K = konstanta pengaduk Tabel 3.4 Selain menggunakan rumus di atas kapasitas pengadukan juga dapat dihitung dengan persamaan untuk menghitung daya motor yang digunakan, yaitu :
P
Q H
.........................(3.4.2 The Techniques Of Process Design, Ernest E, 1977)
Dimana : P = power (daya motor penggerak [Watt] Q = kapasitas aliran rata-rata dari impeller [m3/s]
= kerapatan massa [kg/m3] H = head total fluida [m]
Sehingga jika dicari kapasitas pengadukan maka : Q
P ..............................(3.4.3 The Techniques Of Process Design, Ernest E, 1977) H
3.5. Perencanaan Motor Penggerak. 3.5.1 Daya motor penggerak. Besarnya tenaga atau daya dari motor penggerak merupakan salah satu yang menentukan performa dari sebuah pengaduk. Daya penggerak dibutuhkan untuk melawan gesekan atau tegangan geser dari permukaan pengaduk dan fluida. Besarnya daya penggerak yang digunakan haruslah dihitung dengan seksama, dimana besarnya daya motor penggerak tergantung pada ukuran pengaduk, putaran motor, berat jenis, kekentalan dari fluida yang diaduk, diameter bejana, serta posisi pengaduk. Sehingga besarnya motor penggerak dapat dihitung dengan menggunakan rumus : 1) P
Dimana
Q H ................(3.5.1.1 The Techniques Of Process Design, Ernest E, 1977)
: P = power (tenaga motor penggerak [kW] Q = kapasitas aliran rata-rata dari impeller [m3/s] = kerapatan massa [kg/m3] H = tinggi total fluida [m]
2) P
K2 2 3 N d .............(3.5.1.2 The Techniques Of Process Design, Ernest E, 1977) g
Dimana
: K2 = Tabel 3.4 N = putaran motor [rps] µ
= viskositas [Ns/m2]
g
= gravitasi [m/s2]
2
3
3) P K2 N d .............(3.5.1.3 The Techniques Of Process Design, Ernest E, 1977) Dimana
: K2 = Tabel 3.4 N = putaran motor [rps] µ = viskositas [Ns/m2]
4) P
K3 g
Dimana
3
5
N d ...........(3.5.1.4 The Techniques Of Process Design, Ernest E, 1977)
: K3 = Tabel 3.4 N = putaran motor [rps] = kerapatan massa [kg/m3] g
= gravitasi [m/s2]
Tabel 3.3 Faktor konstanta pengaduk ………………………………………………… .....................................................(The Techniques Of Process Design, Ernest E, 1977)
K2
K3
Viscous
Turbulent
Propeller, 3 blades, pitch = diameter
41,0
0.32
Propeller, 3 blades, pitch = 2 diameter
43,5
1,00
Turbin, flat blade, 4 blade
70,0
4,50
Turbin, flat blade, 6 blade
71,0
6,30
Turbin, flat blade, 8 blade
72,0
7,80
Fan turbin, blade 45º, 6 blade
70,0
1,65
Shourded turbin, stator ring
172,5
1,12
Flat paddles, 2 blade, single paddle, d/W = 4
43,0
2,25
Flat paddles, 2 blade, single paddle d/W = 6
36,5
1,60
Flat paddles, 2 blade, single paddle d/W = 8
33,0
1,15
Flat paddles, 4 blade, single paddle d/W = 6
49,0
2,75
Flat paddles, 6 blade, single paddle d/W = 6
71,0
3,82
Jenis Impeller
3.5.2 Putaran Motor Penggerak. Putaran motor merupakan salah satu faktor yang menentukan seberapa besar kapasitas pengadukan yang dapat dilakukan oleh sebuah pengaduk di dalam suatu bejana. Di dalam suatu proses pengadukan di dalam suatu bejana ada beberapa tingkat putaran motor yang dapat digunakan, yaitu : - Putaran tinggi (1750 rpm / 29 rps) = digunakan untuk cairan dengan viskositas rendah seperti air. - Putaran sedang (1150 rpm / 19 rps) = digunakan untuk cairan dengan viskositas sedang seperti sirup dan varnish. - Putaran rendah (420 rpm / 7 rps) = digunakan untuk cairan dengan viskositas rendah seperti minyak, cat, fiber. Dari beberapa macam tingkatan kecepatan putaran motor diatas terdapat perbedaan efisiensi yang terjadi, yaitu untuk proses pengadukan dengan putaran rendah yaitu 420 rpm akan memiliki effisiensi yang lebih besar yaitu mencapai 40-60
%, sedangkan untuk putaran motor sedang dan tinggi yaitu 1150 rpm dan 1750 rpm akan memiliki effisiensi lebih rendah yaitu 25-45 %.
3.6. Perencanaan Diameter Poros Pengaduk. Jika diketahui suatu poros akan bekerja untuk menggerakkan suatu impeller yang berfungsi mengaduk suatu fluida di dalam tangki pengaduk (mixer tank) yang dipasang secara vertikal pada bagian tengah bejana, sehingga poros hanya akan mengalami beban puntir saja, selain daripada itu beban puntir akan menjadi besar pada saat start awal suatu poros yang akan berputar dengan demikian diperlukan adanya suatu koreksi pada daya rata-rata yang diperlukan dengan menggunakan faktor koreksi pada saat perencanaan suatu poros.
3.6.1 Perencanaan besarnya diameter poros pengaduk. Jika P adalah daya nominal output dari suatu motor penggerak maka berbagai macam faktor keamanan biasanya dapat diambil dalam perencanaan, dan jika faktor koreksi adalah fc maka daya rencana adalah :
a) Daya rencana ( Pd ). 1.
Pd = fc. P ..............................................(3.6.1.1 Elemen Mesin, Sularso, 1997)
dan faktor koreksi dapat diberikan dengan menggunaka tabel berikut :
Tabel 3.4 Faktor koreksi poros terhadap daya ...............(Elemen Mesin, Sularso, 1997)
Daya yang akan ditransmisikan
fc
Daya rata-rata yang diperlukan
1,2-2,0
Daya maksimum yang diperlukan
0,8-1,2
Daya normal
1,0-1,5
b). Momen puntir ( T ). Jika momen puntir disebut momen rencana (T), maka daya rencananya:
Pd =
T / 1000 2 N / 60 102
...................................(3.6.1.2 Elemen Mesin, Sularso, 1997)
jika diketahui n dalam rpm, T dalam kg mm, dan P dalam kW.
Pd
= ( T/1000).(2 N/ 60 )...............................(3.6.1.3 Elemen Mesin, Sularso, 1997) jika diketahui n dalam rpm, T dalam Nm, dan P dalam kW.
Pd
= T . 2 . . N .............................................(3.6.1.4 Elemen Mesin, Sularso, 1997)
jika diketahui n dalam rps, T dalam Nm, dan P dalam Watt. sehingga dari rumus di atas jika yang dicari N (putaran) dalam rps, T (torsi) dalam Nm, dan P (daya motor) dalam Watt. maka : T=
Pd .........................................................(3.6.1.5 Elemen Mesin, Sularso, 1997) 2 N
dimana :
Pd
= daya rencana (Watt).
T
= momen puntir (Nm).
N
= putaran motor (rps).
c). Tegangan geser izin yang terjadi ( t a ).
Bila momen rencana T (Nm) dibebankan pada suatu diameter poros ds (mm) maka tegangan geser t a (N/m2)yang terjadi adalah :
ta =
T
5,1T
3
ds
d s / 16
3
..........................................(3.6.1.6 Elemen Mesin, Sularso, 1997)
Tegangan geser yang diijinkan t a (N/m2) untuk pemakaian umum pada poros dapat diperoleh dengan berbagai cara, dan dalam t a hal ini dihitung atas dasar batas kelelahan puntir yang besarnya diambil 40 % dari batas kelelahan tarik yang besarnya kira-kira 45 % dari kekuatan tarik t B. Jadi batas kelelahan puntir adalah 18 % dari kekuatan tarik sesuai dengan satandar ASME. Untuk harga 18 % ini faktor keamanan diambil sebesar 1/0,18 = 5,6. Harga 5,6 ini diambil untuk bahan SF dengan kekuatan yang dijamin, dan 6,0 untuk bahan S-C dengan pengaruh masa, dan baja paduan. Faktor ini dinyatakan dalam Sf1. Selanjutnya perlu ditinjau apakah apakah poros tersebut akan diberi alur pasak atau dibuat bertangga , karena pengaruh konsentrasi tegangan cukup besar. Pengaruh kekasaran permukaan juga harus diperhatikan. Untuk memasukkan pengaruhpengaruh ini dalam perhitungan perlu diambil faktor yang dinyatakan dalam Sf2 dengan harga 1,3 – 3,0. Dalam hal ini maka besarnya t a adalah :
a
b
Sf1xSf2 .................................................(3.6.1.7 Elemen Mesin, Sularso, 1997)
dimana : ta
= tegangan geser ijin
[N/m2]
sB
= kekuatan tarik material
Sf1
= faktor keamanan dari kelelahan punter terhadap kekuatan tarik (5,6-6,0).
Sf2
= faktor keamanan dari alur pasak dan kekasaran permukaan poros (1,3-3,0).
[N/m2]
d).Diameter poros pengaduk.( ds ). Kemudian momen puntir itu sendiri juga harus ditinjau dengan adanya faktor koreksi (Kt) yang dianjurkan oleh ASME, dimana faktor koreksi dipilih sebesar :
Tabel 3.5 Faktor Koreksi Momen Puntir .......................(Elemen Mesin, Sularso, 1997) Faktor Koreksi 1,0
Jenis Beban Yang Dikenakan jika beban dikenakan secara halus
1,0-1,5
jika beban yang dikenakan terjadi sedikit kejutan atau tumbukan
1,5-3,0
jika beban dikenakan dengan kejutan atau tumbukan besar
Meskipun dalam perkiraan sementara ditetapkan bahwa beban hanya terdiri atas momen puntir saja, perlu ditinjau pula apakah ada kemungkinan pemakaian dengan beban lentur dimasa mendatang. Jika memang diperkirakan akan terjadi pemakaian dengan beban lentur maka dapat dipertimbangkan pemakaian faktor
Cb yang
harganya adalah :
Tabel 3.6 Faktor Cb Pemakaian Beban Lentur ..............(Elemen Mesin, Sularso, 1997)
Faktor Cb 1,0 1,2-2,3
Jenis Pemakaian Jika diperkirakan tidak akan dikenakan beban lentur Jika diperkirakan akan dikenakan beban lentur
Oleh karena itu rumus dari diameter poros terhadap faktor koreksi dari momen puntir dan pembebanan lentur adalah :
ds
5 ,1
1/3
K t C bT
..................................(3.6.1.8 Elemen Mesin, Sularso, 1997)
a
Dimana : ds
= diameter poros.
Kt
= faktor koreksi dari momen puntir.
Cb
= faktor keamanan dari terjadinya beban lentur.
3.6.2 Perencanaan diameter poros pengaduk dengan mempertimbangkan pemasangan bantalan gelinding dan pasak. Untuk meneruskan daya dari motor penggerak kepada pengaduk poros pengaduk berfungsi sebagai penerus daya / transmisi, dimana poros pengaduk di dalam meneruskan daya akan dikopel atau dihubungkan oleh suatu penghubung yang biasanya dapat berupa kopling, roda gigi maupun puli dan belt, dimana dalam pembahasan ini kami tidak akan merencanakan tentang alat transmisi penghubung yang digunakan, tetapi akan direncanakan suatu poros pengaduk ditinjau dari penggunaan pasak dan tempat dudukan bantalan. Hal ini dikarenakan setiap poros
yang akan direncanakan pasti akan terdapat suatu dudukan bantalan maupun tempat atau lubang untuk pasak. Diameter poros harus dipilih dari Tabel 3.7. Pada tempat dimana akan dipasang bantalan gelinding, dipilihlah suatu diameter yang lebih besar dari harga yang cocok di dalam tabel untuk menyesuaikan dengan diameter dalam dari bantalan. Dari diameter yang dipilih dapat ditentukan jari-jari fillet yang diperlukan pada tangga poros. Selanjutnya ukuran pasak dan alur pasak dapat ditentukan dari Tabel 3.10, dan harga konsentrasi tegangan untuk alur pasak a dan untuk poros bertangga ß dapat diperoleh dengan diagram R.E Peterson pada Tabel 3.8 dan Tabel 3.9. Bila a dan ß dibandingkan dengan faktor keamanan Sf2 untuk konsentrasi tegangan pada poros bertangga atau alur pasak yang ditaksir terdahulu, maka a dan ß seringkali menghasilkan diameter poros yang lebih besar. Periksalah perhitungan tegangan, mengingat diameter yang dipilih dari Tabel. 3.7 lebih besar dari ds yang diperoleh dari perhitungan, kemudian bandingkan dengan a dan ß dan pilihlah yang lebih besar. Kemudian dilakukan koreksi pada Sf2 yang ditaksir sebelumnya untuk konsentrasi tegangan, dengan mengambil t a . Sf2 / (a dan ß ) sebagai tegangan yang diijinkan yang dikoreksi. Kemudian dibandingkan dengan t . Cb . Kt dari tegangan geser t yang dihitung atas dasar poros tanpa alur pasak, faktor lenturan Cb, dan faktor koreksi tumbukan Kt, dan tentukan masing-masing harganya jika hasil yang terdahulu lebih besar, serta lakukan penyesuaian jika hasil lebih kecil.
Tabel 3.7 Diameter poros pemasangan bantalan........... (Elemen Mesin, Sularso, 1997)
4
10
*22,4
40
24 11 4,5
5
*5,6
25
*11,2
28
12
30
*12,5
14
42 45
*31,5
48
32
50
35
55
*35,5
56
38
60
(15) 6
16 (17)
*6,3
18
*224
400
(105)
240
110
250
420
260
440
*112
280
450
120
300
460
*315
480
125
320
500
130
340
530
140
*355
560
150
360
160
380
600
170 63
19
180
630
190
20 22
100
200 65
7
70
*7,1
71
220
75 8
80 85
9
90 95
Keterangan = 1. Tanda * menyatakan bahwa bilangan yang bersangkutan dipilih dari bilangan standar. 2. Bilangan di dalam kurung hanya dipakai untuk bagian di mana akan dipasang bantalan gelinding.
Tabel 3.8 Faktor konsentrasi tegangan a untuk pembebanan statis dari suatu poros bulat dengan alur pasak persegi yang diberi fillet..........(Elemen Mesin, Sularso, 1997)
Tabel 3.9 Faktor konsentrasi tegangan ß untuk pembebanan puntir statis dengan pengecilan diameter yang diberi filet.............................(Elemen Mesin, Sularso, 1997)
Tabel 3.10 Ukuran pasak dan alur pasak........................(Elemen Mesin, Sularso, 1997)
Ukuran
Ukuran
nominal
standar
pasak
b, b1
Ukuran standar pasak
pasak
Ukuran standar c
l*
Ukuran standar t2 Pasak
Pasak Pasak
r1 dan
Referensi poros yg da-
ta (b x h)
dan b2
prismastis
2x2
2
2
3x3
3
3
4x4
4
4
5x5
5
5
6x6
6
6
(7 x 7)
7
7
8x7
8
10 x 8
tirus
prismatis
luncur
tirus
r2
pat dipakai d**
0-20
1,2
1,0
0,5
0,16 -
6-36
1,8
1,4
0,9
0,08 -
Lebih dari 8 - 10
0,25
8-45
2,5
1,8
1,2
0,16
Lebih dari 10 - 12
10-56
3,0
2,3
1,7
Lebih dari 12 - 17
0,25 -
14-70
3,5
2,8
2,2
Lebih dari 17 - 22
0,40
16-80
4,0
3,0
7
18-90
4,0
10
8
22-110
12 x 8
12
8
14 x 9
14
9
(15 x 10)
15
10
16 x 10
16
18 x 11
7,2
10,2
3,0
0,16 -
Lebih dari 20 - 25
3,3
2,4
1,25
Lebih dari 22 - 30
5,0
3,3
2,4
Lebih dari 30 - 38
28-140
5,0
3,3
2,4
Lebih dari 38 - 44
0,40 - 36-160
5,5
3,8
2,9
0,25-
Lebih dari 44 - 50
5,0
0,40
Lebih dari 50 - 55
40-180
5,0
10
45-180
6,0
4,3
3,4
Lebih dari 58 - 65
18
11
50-200
7,0
4,4
3,4
Lebih dari 65 - 75
20 x 12
20
12
56-220
7,5
4,9
3,9
Lebih dari 75 - 85
22 x 14
22
14
0,60 - 63-250
9,0
5,4
4,4
0,40-
(24 x 16)
24
16
8,0
0,60
25 x 14
25
28 x 16 32 x 18
16,2
0,60
3,5
Lebih dari 6 - 8
0,80
5,0
5,5
8,0
8,5
Lebih dari 80 - 90
70-280
8,0
14
70-280
9,0
5,4
4,4
Lebih dari 85 - 95
28
16
80-320
10,0
6,4
5,4
Lebih dari 95 - 110
32
18
90-360
11,0
7,4
6,4
Lebih dari 110- 130
* l harus dipilih dari angka-angka berikut sesuai dengan daerah yang bersangkutan dalam tabel. 6, 8,10, 12, 14, 16, 18, 20, 22, 25, 28, 32, 36, 40, 45, 50, 56, 63, 70, 80, 90, 100, 110, 125, 140, 160, 180, 200, 220, 250, 280, 320, 360, 400.
Oleh karena itu dengan mempertimbangkan tempat kedudukan bantalan dan pemasangan pasak, maka langkah perencanaan selanjutnya setelah diameter poros awal (ds) diketahui adalah :
a). Menentukan diameter yang menjadi tempat bantalan (D). Yaitu dengan cara memilih ukuran yang setingkat lebih besar dari diameter poros yang didapat dari perhitungan dengan melihat dari Tabel. 3.7 Jari-jari filet (r) = ( D – ds )/2 ....................(3.6.2.1 Elemen Mesin, Sularso, 1997) Alur pasak (b x ta x r1 dan r2) Dimana
: ds
= diameter poros.
D
= diameter tempat bantalan
b
= lebar pasak.
ta
= kedalaman alur pasak pada poros
r1 , r2
= radius alur pasak.
b). Menentukan besarnya konsentrasi tegangan pada poros dengan alur pasak ( a ). Yaitu dengan menarik garis vertikal dari hasil bagi antara r/ds menuju kurva lengkung kemudian dititik pertemuannya ditarik garis horisontal untuk mendapatkan nilai a pada Tabel 3.8.
c).Menentukan besarnya konsentrasi tegangan pada poros bertangga ( ß ). Yaitu dengan menarik garis vertikal dari hasil bagi antara r/ds menuju kurva D/ds kemudian dititik pertemuannya ditarik garis horisontal untuk mendapatkan nilai ß pada Tabel 3.9. d).Mencari besarnya tegangan geser
a dengan menggunakan rumus berikut :
a
5,1T ds
3
..................................................(3.6.2.2 Elemen Mesin, Sularso, 1997)
e). Menguji hasil perhitungan untuk menentukan bahwa hasil perhitungan yang dilakukan adalah perhitungan yang memiliki hasil yang baik, dengan menggunakan ketentuan :
Sf
a.
a.
Sf
Cb.Kt.
Cb.Kt.
Hasil baik. ......................(3.6.2.3 Elemen Mesin, Sularso, 1997)
Kembali kelangkah nomor 8 dari diagram alir dari Gambar 3.4
.....................................................................(3.6.2.4 Elemen Mesin, Sularso, 1997)
f). Hasil perhitungan. Yaitu hasil dari perhitungan yang telah dilakukan seperti material poros yang dipakai , diameter poros, jari-jari filet, ukuran pasak, alur pasak
3.6.3 Diagran alir untuk merencanakan poros dengan beban puntir. Untuk menentukan besarnya diameter poros yang harus digunakan untuk pengaduk agar tetap aman menahan beban kerja yang ada, maka perencanaan porosnya mengikuti diagram alir berikut ini :
a
Gambar 3.4
5
Elemen Mesin, Sularso, 1997
(5)
a Sf 2 atau
: Cb K t
Diagram alir untuk perencanaan poros.