BAB III BIOGRAFI SOREN AABYE KIERKEGAARD
A. Latar belakang sejarah soren aabye kierkegaard Soren A. Kierkegaard adalah bapak eksistensialisme. penobatan ini dilakukan oleh muridnya, Jean Paul-Sartre. Karya Kierkegaard yang ditulis Kierkegaard sesungguhnya bukan hasil olah pikir ataupun konstruksi teoritis belaka, melainkan pengalaman hidupnya sendiri. benar-benar mengenai perjalanan hidupnya, kegelisahan pribadinya, refleksi pribadi serta pergolakan bathinnya. corak tulisannya amat berbeda dengan para filsuf di masa itu maupun sebelumnya, tak dapat dikelompokkan ke dalam aliran apapun juga. Sartre-lah
yang
kemudian
menciptakan
istilah
eksistensialisme
dan
Kierkegaard -lah sang bapaknya. Soren Kierkegaard lahir di Copenhagen pada tanggal 5 Mei 1813, ia yang terakhir lahir dari tujuh bersaudara. Ibunya, Anne Lund kierkegaard, adalah istri kedua ayahnya, Machel Padersen Kierkegaard yang sudah tua dan sebelumnya adalah pembantu Ny. Kierkegaard yang pertama selama masa sakitnya terakhir1. Ayahnya mengetahui kelebihan dari anaknya tersebut maka dari itu ia berusaha memupuk kejeniusannya dan berusaha memupuknya. Meskipun ayahnya adalah seorang yang otodidak, tetapi pengetahuannya banyak sekali. Ia berniat akan menangani sendiri sebagian besar pendidikan
1
.Ada kesan bahwa antara Michel dan pembantu itu ada hubungan seksual yang
kurang senonoh selam bulan-bulan terakhir hidup Ny. Kierkegaard yang sakitnya tak tersembuhkan lagi. Dosa ini atau sesuatu yang lain telah membuat ayahnya menjadi seoarang peniten (penyesal) yang merasa keagamaannya terlalu berkuasa: ia mempunyai sikap fanatik yang tak sehat dalam kepercayaannya bahwa ia telah menyakiti Tuhan. (Hasan Hanafi, Berkenalan dengan Eksistensialisme : Pustaka Jaya, Jakarta 1976).
31
32
Soren muda. Ia akan menyuruh Soren muda menguping selama jamuan makan bersama dengan para elit Copenhagen. Sesudahnya, ia akan menyuruh Søren duduk di kursi kosong di antara para tamunya dan mengatakan argumen yang telah dikemukakan tamunya itu selama makan. Machel akan mengajar Soren ilmu bumi dengan memegang tanganya dan berjalan-jalan di kamar, duduk dengannya sambil membayangkan kamar tamu itu sebagai sebuah negeri asing dan meyuruh dia menyebutkan nama pemandangan-pemandangan termasyhur yang akan mereka “lihat” di negeri asing itu. Soren di sekolahkan di sekolah latin dengan intruksi dari ayahnya supanya mendapatkan nilai terbaik tiga.2 Ayahnya akan menunjukan kepada Soren kecil ilustrasi-ilustrasi berwarna dari setumpuk kartu yang menggambarkan orang-orang dan peristiwaperistiwa termasyhur, seperti napolen sedang mengendari kuda, atau william tell menembak sebuah apel yang ada di atas kepala anak laki-lakinya. Soren akan bertanya : siapa itu? Apa yang dilakukannya? Kemudian, dari tengah tumpukan kartu itu ayah Soren mengambil sebuah gambar Yesus di salib. Soren bertanya, “Siapa itu? Apa yang dilakukannya? Setelah merasa dirinya bebas, meskipun tidak seutuhnya, dari masa lalunya yang tidak sehat3,berkaitan dengan ini ia berkata:
2
.Mudahlah bagi seoran jenius untuk mendapatkan nilai terbaik, tetapi untuk memperoleh
nilai terbaik ketiga, ia harus belajar psikologi. Ia harus membanyangkan siapakah anak-anak terbaik kedua dan keempat dan menempatkan pekerjaannya sendiri diantara pekerjaanpekerjaan mereka. (Ibid) 3
.Ketika S.K. mencapai usia dewasa menurut undang-undang negaranya, ayahnya
akhirnya menceritakan segala rahasia hidupnya yang selama ini disimpanya sendiri. Di lain pihak, pemamaparanrahasia ayahnya itu bagi
Soren Kierkegaard membuka kunci pula
baginya memahami berbagai peristiwa kemurungan yang menimpa keluarganya selama ini. Bagi dirinya sendiri , ungkapan rahasia ayahnya itu sangat menggoncangkan sekali.(Ibid)
33
“Then it was that the great earthquake occurred, the frightful upheaval which suddenly forced upon me a new and infallible law for interpreting the facts.”4 “Ketika
itu
terjadilah
gempa
yang
dahsyat,
pergolakan
yang
memaksakan kepadaku untuk menerima berlakunya hukum yang baru dan kukuh untuk menafsirkan segala fakta.” Salah satu hal pertama yang dilakukan oleh Kierkegaard setelah mengetahui bahwa dirinya adalah bukan seorang budak adalah jatuh cinta dan bertunangan. Ia berjumpa dengan regina olsen ketika ia berumur dua puluh empat tahun dan regina berumur empat belas tahun. Tetapi dibalik itu ia mengalami suatu depresi berat tentang pernikahan tersebut, ia mulai berpikir bahwa ia melakukan kesalahan besar dengan membuat usul perkawinan tersebut. Ia teringat betapa mendalam melakoninya dan betapa hal ini berbeda dengan sifat-sifat periang dan riang hati yang menjadi watak Regina. Ia menjadi khawatir bahwa perkawinannya dengan Regina akan berakibat kemurungan meliputi Regina sehingga ia akan menjadi gadis yang menderita5. Akhirnya dia pun membatalkan perenungannya dan pergi menghilang dari Denmark dan diam-diam pergi ke Berlin. Di Berlin ia mendaftarkan diri di Universitas dalam mata pelajaran filsafat Hegel di bawah asuhan Profesor. Schelling yang terkemuka. Disini kawan-kawan sekelasnya antara lain : Freidrich Engels, Ludwig Feurbach, dan Machel Bukunin - mereka masingmasing akan berpengaruh kuat pada pemikiran Eropa.
4
. Hasan Hanafi, Berkenalan dengan Ekasistensialisme: (Pustaka Jaya, Jakarta
1976 ) hlm. 45 . 5
. Ibid, Hasan Hanafi, Berkenalan dengan Ekasistensialisme , hlm. 46
34
Setelah selesai belajar di Berlin, Soren kembali ke Copenhagen, tetapi ketika ia mengira melihat Regina menrima lamarannya di gereja, ia lari lagi ke Berlin. Selama di Berlin kedua kalinya ini, ia menulis salah satu bukunya yang terbesar, Fear and Trembling, bukunya tentang Abraham dan Ishak, dan buku itu mengandung pesan rahasia untuk regina. Buku ini memuat banyak tafsiran mengenai kisah Abraham. Dalam salah satu tafsiran, Kierkegaard membayangkan Abraham pura-pura di hadapan Iskhak bahwa bukannya Tuhan yang telah meminta kematian Iskhak, melainkan Abraham sendirilah yang menginginkannya sebab ia seorang penyembah berhala dan pembunuh. Abraham berpura-pura menjadi penjahat supaya Ishak, dengan nafas sekaratnya, akan mengutuk Abraham dan bukan Tuhan. Dengan demikian, Kierkegaard telah bertindak sebagai orang kurang ajar dengan tujuan agar Regina tidak menyalahkan Tuhan atas pengorbanan cinta antara dia dan Soren Selama itu Kierkegaard hanya mempunyai tiga hubungan manusiawi yang penting dan berpengaruh besar pada hidupnya: yaitu hubungan dengan ayahnya, hubungan dengan regina Olsen, dan hubungan dengan editor surat kabar komik populer, The Corsair6 ketika salah satu buku Kierkegaard diresensi secara positif dalam the Corsair, Kierkegaard menulis sepucuk surat yang sarkatis kepada editornya, dengan mengatakan bahwa dipuji dalam The Corsair merupakan hinaan besar, dan ia akan sangat senang kalu bukunya diserang; artinya, serangan sama dengan pujian. Goldscmitd yang terhina mulai setiap hari menyerang Kierkegaard. 6
. The corsair adalah jurnal yang melayani kepentingan-kepentingan politik liberal
dengan mencemoohkan kaum borjuis tiggi di copenhagen. Jurnal ini sesungguhnya tidak sama dengan peep show (tontonan intip) yang merangsang bagi tukang intip yang suka jual gosip dan plagiator-plagiator kelas atas yang diejek oleh surat kabar ini, editornya Meir Goldschmidt, tidak mengecuali siapapun untuk kritikannya, kecuali Soren Kierkegaard, yang sangat dikaguminya
35
Dalam tahun-tahun terakhirnya, Kierkegaard meninggalkan “komunikasi tak langsung”-nya dan meneyrang GerejaLutheran di Denmark dengan cara yang sangat langsung, dan dengan demikian membuat beberapa kawan dan pendukung yang dipunyainya menjauh. Menurut Kierkegaard, agama Kristen purba merupakan revolusi rohani yneg menantang status quo dan oleh karenanya merupakan seranga terhadap segala kemapanan dan keenakan. Akan tetapi, Gereja sekarang ini justru merupakan lambang kemampuan borjuis yang puas diri, maka ia mengkritiknya dengan gencar pada setiap kesempatan. Ia menyebut apa yang dikhotbahkan Gereja sebagai “ocehan ilmu’. Kierkegaard terlibat dengan berapi-api dalam polemic ini ketika, pada tanggal 2 Oktober 1855, ia jatuh di jalan dan menjadi lumpuh. Satu setengah bulan kemudian ia meninggal, tanggal 11 November 1855, hampir terjadi keributan pada waktu pemakamannya, ketika sejumlah mahasiswa teologi marah di universitas, menjadi penasaran karena cara Gereja mencoba mengambil alih dalam kematian orang yang telah menentangnya dengan demikian getirnya sampai hembusan nafas yang penghabisan. B. Karya-karya Soren Aabye Kierkegaard Awan kegelisahan meliputi karya-karya Soren Aabye Kierkegaard (18131855), salah satu pelopor eksistensialisme, yang tidak lama hidup di Denmark pada pertengahan abad XIX: Aku menempelkan jariku pada eksistensiku-tidak ada baunya. Di manakah aku? Benda apa yang dinamakan dunia ini? Siapa yang memancingku padabenda
ini,
dan
kini
meninggalkanku
disini?
Siapakah
aku?
Bagaimanakah aku bisa berada di dunia? Mengapa tidak dibicarakan dengan dulu?7
7
. Ibid (T.Z. Lavine, hlm 03)
36
Bagi Kierkegaard, ketidakbermaknaan eksistensiku menjadikanku gelisah dan putus asa, hampa dan depresi. Kehidupan manuysia modern terletak pada kegelisahan dan tak seorang pun yang tidak gelisah terhadap eksistensinya. Kehidupan tidak dirancang utnuk kesenangan, kata Kierkegaard. Waktu yang diberikan
kepada kita untuk eksistensi, digunakan untuk mengejar
kesenangan dan menghindari kegelisahan dari tekanan yang mendalam yakni keputusasaan. Namun diri seorang individu tidak bisa melarikan diri-seberapa pun menyenangkan dan nyaman hidup ini kita buat dan bersembunyi dari kenyataan. Pada kenyataannya, Kierkegaard bersikeras bahwa kehidupan tetap berada dalam kegelisahan dan keputusasaan. Ini merupakan kondisi manusia yang universal. Manusia menderita meskipun tahu akan hal itu, dan bhkan ketika tidak ketika tidak ada yang perlu ditakutkan, tidak ada yang menjadi objek kegelisahan. Kierkegaard menulis tentang suatu jenis KEBENARAN yang olehnya disebut “kebenaran subjektif” atau “kebenaran eksistensial”. Menurut Kierkegaard, kebenaran ini adalah jenis kebenaran yang terpenting, tetapi sayang tidak dapat dikomunikasikan secara langsung. Kebenaran subjektif atau eksistensial terdiri dari wawasan-wawasan yang dalam atau pewahyuan atau pilihan-pilihan tentang hidup seseorang individu, dan semuanya itu berbeda untuk tiap-tiap individu. Kierkegaard menemukan dirinya dalam posisi yang bersifat paradoks, yaitu mau menulis buku tentang kebenarankebenaran itu artinya, mau mengkomunikasikan apa yang tidak dapat dikomunikasikan. Maka dari itu, ia mengembangkan dan menggunakan suatu teori komunikasi tak langsung.8 Kierkegaard mendapat banyak ilham untuk teorinya itu dari filsuf kesukaanya, yaitu Sokrates (469-399 sesudah masehi). Dalam pembicaraan-
8
. Soren Aabye Kierkegaard, Concluding Unsientific postscript, Terj.David F. Swenson,
Cetakan kedua, (Princeton, Princenton University Press, tt), hlm 16
37
pembicarannya, yang tampak dicatat oleh muridnya, Plato, bentuk komunikasi Sokrates tampaknya suatu IRONI. Ia mengatakan lebih dari yang sebenarnya, mengatakan kurang dari yang sebenarnya, mengatakan tidak sebagaiamana adanya, mengatakan secara puitis, dan mengatakan secara mitologis. Contoh klasik ironi Sokrates adalah pernyataan tentang ketidak- tahuannya sendiri. Orang-orang lain juga tidak mengetahui apa-apa, tetapi mengira sesuatu. Pengakuan ironis Sokrates bahwa ia tidak tahu apa-apa memang digunakan untuk merongrong kesombongan para lawannya yang pura-pura tahu. Dapat diketahui betapa dahsyatnya ironinya itu. Di tengah-tengah salah satu dialog Plato, Alcibiades, Sokrates membuat salah satu lawannya bercuran air mata. Menurut Kierkegaard, Sokrates “mendekati setiap orang secara perorangan, melucuti segala sesuatu daripadanya, da menyuruhnya pergi dengan tangan kosong.” Apa yang diajarkan Sokrates tidak mempunyai isi objektif. Kierkegaard
menulis
tesisnya
masternya
tentang
Sokrates,
dan
ia
menyebutnya konsep Ironi”, Kierkegaard dan Sokrates bukanlah satu-satunya yang menjadi master ironi. Kierkegaard meniru metode Sokrates dan Yesus9 dalam memilih berkomunikasi dengan cara tak langsung dan ironis. Ia berbuat seperti itu dengan menulis semua karya filosofinya secara rahasia, menerbitkan karyakarya itu dengan pseudonym (nama samaran), dan kemudian mengatakan tak bertanggung jawab atas isinya, Kierkegaard menggunakan empat belas nama samaran yang berbeda-beda dalam karyanya. Setiap namanya mempunyai karakter, kepribadian, gaya, dan pandangan sendiri tentang hidup. Ketika 9
. Menurut Kierkegaard, metode Yesus berkomunikasi adalah mengguncangkan
keseimbangan. Metodenya menggoyahkan keadaan enak dan puas diri yang ada di antara individu dan kebenaran. Metode ini bersifat hakiki untuk tujuan-Nya. Apa yang “diajarkan” Yesus tidak diajarkan dengan cara lain yang lebih objektif. Pendengar dipaksa untuk berhadapan dengan kekuatan sepenuhnya pelajaran yang bersifat paradoks dan, dengan berbuat seperti itu, dipaksa untuk berhadapan dengan dirinya sendiri. Demikian juga halnya dengan Sokrates.
38
akhirnya Kierkegaard mengakui (apa yang sudah diketahui setiap orang pada waktu itu) bahwa ia adalah pengarang karya-karya bernama samaran itu. Meskipun demikian. Kebanyakan cendekiawan mengabaikan pernyataan Kierkegaard itu demi segala macam kepentingan. Itu karena bayangannya yang sedikit bengkok membayangi setiap halaman karya-karyanya. Karena semuanya itu merupakan bagian dari rencana besarnya untuk membawa para pembacanya ke dalam kebenaran dan tipu daya, yaitu mengkomunikasikan suatu kebenaran subjektif secara tak langsung. Sesungguhnya, karya-karya Kierkegaard yang menggunakan nama samaran sama sekali tidak menyampaikan kebenaran objektif, bahkan tidak menyampaikan konsep apa pun. Karya-karya itu bukan pengetahuan, melainkan anti pengetahuan, menurut pemikiran Kierkegaard, selalu bersifat abstrak, dan eksistensi selalu konkret. Seperti dikatakan oleh murid Kierkegaard yang suka melawan, Jean Paul Sartre,”Kierkegaard mencuri bahasa dari pengetahuan untuk menggunakannya melawan pengetahuan”. Karya-karya Kierkegaard adalah bentuk-bentuk tanpa pengetahuan yang menyamar sebagai pengetahuan pada waktu yang sama ketika karya-karya itu menuduh melawan pengetahuan. Kata-kata Kierkegaard bersifat swadestruktif di depan mata. Karya-karya itu bersifat bak-Escher. Kita tidak dibawa kemana-mana, tetapi kembali ke dalam diri kita sendiri. Sartre mengatakan bahwa konsepkonsep objektif “ secara regresif, sehingga sifat swadestruktif bahasa mau tidak mau menyibak orang yang menggunakan. Kierkegaard dengan jelas membuat semua tulisannya memperhatikan satu persoalan saja yaitu, bagaimana menjadi orang beriman dalam agamannya. Umat kristiani yang ia ketahui adalah pernyataan Luthernime Denmark pada abad ke 19, yaitu bahwa Lutherianisme adalah agama resmi Negara tersebut. Pendeta adalah pejabat Negara. Menjadi seorang Kristiani adalah suatu yang
39
diharapkan dan agama Kristen adalah sikap yang diterima secara umum. Setiap orang, selain Yahudi tentunya, adalah orang Kristen atau setidaknya mengklaim
dirinya
sebagai
orang
Kristen.
Seperti
yang
dikatakan
Kierkegaard, “begitulah, semua adalah orang Kristen”. Dengan ironi yang sangat bagus ia menunjukan betapa mengerikannya keadaan tersebut. Agama Kristen menjadi suatu yang khusus, sesuatu yang sulit dan sesuatu yang benar-benar radikal. Dulu orang harus meninggalkan ayah, ibu, serta saudara-saudaranya, untuk menjadi Kristen. Ia seringkali disiksa karena keimannya, ia dipandang rendah karena kepercayaannya. Tetapi sekarang, kata Kierkegaard, bila seseorang menyatakan bahwa ia tidak yakin apa benar ia seorang Kristen, semua tetangganya akan terkejut dengan pernyataannya itu. Di mata Kierkegaard, Kristen sudah menjadi arah dunia yang baru: ia menjadi cair karena semua kepedihan, semua kekerasan telah dibuang. Kristen telah disekulerkan. Ia menjadi sekedar hal yang rutin.10 Dalam pandangan Kierkegaard, menjadi orang Kristen sangatlah mudah sehingga hampir tidak mungkin untuk hidup sebagai Kristen sejati. Konsepkonsep Kristen menjadi sangat sekuler sehingga hidup sebagai orang Kristen seperti yang dilukiskan dalam kitab suci hanya akan membuat orang menjadi bahan ejekan dan cemoohan. Seperti yang disaksiakan sendiri oleh Kiekrkegaard, orang Kristen modern tidak memandang rendah dunia tapi malah menyukainya: ia tidak lagi menghindar dari ukuran-ukuran materialistik, kehilangan perasaan untuk berkorban seperti yang telah diminta oleh Kristus dan sekarang bahkan memandang kekecewaan dan penderitaan sebagai kejahatan tersebar. Setiap orang adalah Kristen namun tidak berpikir tentang Tuhan. Setiap orang adalah Kristen namun hidup dalam kategori-kategori non-Kristen.
10
.Soren Aabye Kierkegaard, Concluding Unsientific postscript, Terj.David F.
Swenson,tt, (Cetakan kedua, Princeton, Princenton University Press, 1944). hal. 49.
40
Setiap orang berkata bahwa ia adalah pengikut Kristen, akan tetapi mereka malah lari dari Salib. Agama Kristen sudah menjadi hal yang biasa, membosankan dan sedang-sedang saja.11 Orang menjadi sangat mudah membicarakan ajaran Kristen, namun sedikit yang hidup dengan ajaran tersebut. Agama Kristen menjadi begitu sekulernya sehingga ia bukan lagi Kristen. Oleh karena itu munculah persoalan: bagaimna menjadi orang Kristen yang baik dalam umat Kristen. Alasan kedua yang memunculkan masalah menjadi orang Kristen dalam umat Kristen adalah filsafat Hegel. Hegelianisme telah menjadi filsafat yang diterima di Jerman dan Negara-negara Skandinavia. Karena banyak materi yang telah dilatih mengenai hal itu selama mereka belajar di perguruan tinggi, mereka mulai menafsirkan Kristen dalam term-term pemikiran Hegel. Hegel melakukan suatu kesalahan mendasar mengenai iman karena ia menganggap iman Kristen sebagai suatu yang rendah disbanding filsafat, ia hanya merupakan sebuah momen perpindahan untuk kemudian suatu saat sampai kepada filsafat. Menurut Hegel ada suatu dorongan dalam kehidupan mental manusia yang mengantarkannya dari seni menuju agama dan selanjutnya kepada filsafat. Seni mencoba membuat Tuhan muncul dan hadir dalam imajinasi. Agama lebih tinggi dari seni dan lebih sempurna dalam lukisannya tentang kebenaran, karena agama kekurangan materi dan lebih ideal ketimbang seni. Tetapi muatan intelektualnya adalah ‘model cerita”, mitos, kisah dan hikayat. Hanya filsafat yang mengenggam realitas dengan konsep, dengan ide-ide intelektual. Filsafat mengetahui alasan segala sesuatu, mendapatkan penjelasan-penjelasan bagi realitas dan oleh karena itu bisa menggantikan agama, baik itu agama pagan, yahudi maupun Kristen. Dalam tata jenjang pemikiran, keimanan menjadi sesuatu yang nomor dua. Keimanan mungkin memuaskan bagi manusia dengan kecerdasaan sedang, tetapi bagi 11
. Ini merupakan tema dari Attack upon Christedom,
41
kecerdasan tinggi, bagi filosof, bagi orang yang sudah mengerti, iman harus memberi jalan yang lebih baik.12 a. The Concept of Irony
(1841)13
b. Either/or
(1843)14
c. Fear and Trembling (with Repetition)
(1843)15
d. Repetition (With fear and Trembling)
(1843)16
e. Philosophical Fragments
(1844)17
f. The Concept of Dread
(1844)18
g. Concluding Unsientific Postscript
(1846)19
D. Subjektivitas Nilai Keagamaan Soren Aabye Kierkegaard dan tiga macam eksistensi Kierkegaard telah melihat dengan jelas bahwa ajaran Hegel merusak pemikiran yang benar tentang iman Kristen karena telah membuat keimanan lebih rendah di banding akal manusia sementara agama Kristen mengajarkan bahwa iman diatas dan diluar akal manusia. Kierkegaard percaya bahwa menteri-menteri Denmark yang Lutherian telah terjebak dalam kebingungan Hegel ini. Mereka tampaknya agak malu dengan iman mereka. Kierkegaard berpikir mereka menerima dictum bahwa iman adalah untuk orang biasa sedangkan akal dan filsafat adalah jalan untuk
12 13 14
. Lihat Hegel, The History of Filosophy, . Naskah ini menggunakan nama samaran, Johanes de Silentio Johanes de Silintio
15
. Costantin Costantius.
16
. Costantin Costantius
17
. Johanes Climacus
18
. Vigillius haufniensis
19
.Johannes Climacus.
42
orang yang luar biasa, dan karena kebanyakan orang tidaklah luar biasa, maka mereka harus diisi dengan iman.20 Terhadap dua musush agama Kristen ini—Sekularisme dalam kehidupan Kristen dan filsafat sebagai titik puncak—Kierkegaard mengemukakan sebuah polemic yang menggerakan semua pemikiran dan tindakannya. Apakah alasan Kierkegaard terhadap pemikiran yang salah tentang agama Kristen? Kierkegaard merangkumnya dalam satu kata: Subjektivitas. Subjektivitas merupakan inti dari pemikirannya, menjadi poros dalam argumennya. Subjektivitas adalah tangisan perangnya melawan para menteri; merupakan pembelaannya terhadap orang awam bahwa Kristen harus menjadi pemikir yang subjektif. Subjektivitas berarti pemberian dan penerimaan agama Kristen.21 Dalam filsafat spekulatif, Kierkegaard menyatakan bahwa tujuannya adalah menjadi seobjektif mungkin, yaitu melihat objek tanpa hasrat dan kepentingan pribadi. Semakin banyak pemikir bisa mengabstrasikan dari dirinya sendiri dan setelah itu ia mengenyampingkan semua kepentingan pribadi, maka semakin filosofis pula pandangannya dan semakin benar pula pendekatannya terhadap suatu permasalahan. Dengan defiisi awal, spekulasi berarti memperhatikan, memandang, melihat. Kierkegaard menekankan bahwa orang tidak harus melihat agama Kristen saja; orang harus menyerapnya, karena agama Kristen bukanlah suatu ajaran untuk dipelajari, tetapi lebih merupakan kehidupan untuk diikuti. Orang Kristen harus terlibat secara mendalan dan pribadi dengan agamannya; ia harus benar-benar peduli terhadap agama Kristen, karena sikapnya terhadap agama itu akan menentukan keabadiannya.22
20
. Concluding Usientific postscript, hal. 31. untuk selanjutnya disebut Postscript
21 22
. Postscript, hal. 155 Postscript.
43
Menurut Kierkegaard, bila cerita tentang agama Kristen harus dibaca dalam cara yang sama seperti halnya seseorang yang membaca kisah-kisah lain untuk kemudian dilupakan, maka dalam membaca Injil, orang Kristen harus terlibat secara personal, karena ia harus tetap berkata, “Adalah untuk saya hal ini ditujukan, ia berkata tentang saya.” Selanjutnya bila spekulasi objektif berarti memandang, maka agama Kristen berarti melakukan sesuatu; spekulasi menuntut pengesampingan semua perhatian pribadi sementara agama Kristen menegaskan ketrlibatan pribadi sepenuhnya; filsafat berarti mempelajari doktrin sedang agama Kristen berarti menerima, memberi dan menerapkan ajaran itu pada diri sendiri. Tetapi mengapa agama sangat memperhatikan diri? Hal ini mengantarkan pada pengertian kedua tantang subjektivitas, yaitu kesadaran pemikir yang tetap bahwa ia adalah seseorang yang eksis.23 Dalam pemikiran abstrak, seseorang mengabaikan yang konkrit dalam usaha untuk sampai kepada yang abstrak; yang tunggal telah ditinggalkan, sehingga seseorang bisa menguasai alam. Dalam pemikiran abstrak, kata Kierkegaard, pemikir mengabaikan eksistensi individu, person yang tunggal dan konkrit. Tetapi, tegas Kierkegaard, ini mungkin suatu hal yang tidak pernah dilakukan seorang Kristen. Ia tidak boleh lupa, meskipun sesaat, bahwa ia adalah seorang individu yang eksis karena tugasnya bukanlah lari dari yang individu menuju yang umum; melainkan tugasnya adalah untuk masuk ke dalam eksistensinya dengan berpikir. Ia harus selalu ingat bahwa persoalannya adalah
memasukan
kehidupannya.
agama
Kewajibannya
Kristen
sebanyak-banyaknya
adalah
menembus
kesadaran. Seperti yang dikatakan Kierkegaard:
23
. Postscript.
ke
eksitensinya
dalam dengan
44
Bila pemikiran abstrak berusaha memahami yang konkrit secara abstrak, pemikir subjektif sebaliknya memahami yang abstrak secara konkrit. Pemikiran yang abstrak berpaling dari manusia komkrit untuk memehami manusia secara umum; pemikir subjektif berusaha memahami batas-batas abstrak manusia dalam bahasa kehidupan manusia yang particular. Memahami diri sendiri dalam eksistensinya adalah ajaran Yunani….saya benar-benar sada bahwa bila seseorang pada saat ini hidup seperti seorang filosof Yunani yang secara eksistensial pula memeriksa kedalaman dari apa yang ia sebut sebagai kedalaman dari apa yang ia sebut sebagai pandangan hidupnya, maka ia akan dianggap orang gila…Akan tetapi bagi seorang filosof yang terhormat, ia harus bersungguh-sungguh untuk sesuatu yang tidak pernah ia ingat. Meskipun ia berspekulasi atas masalah-masalah eksistensial seperti agama Kristen. Ia harus bertanya kepada dirinya sendiri yang menjadi perhatian spekulasinya di seluruh dunia, sekurangkurangnya berpikir bahwa spekulasi itu mengenai dirinya: bahwa saya menjadi bahan tertawaan…24
Begitulah, sesorang harus memasukan ke dalam hidupnya, kedalam eksistensinya, apa yang ia pahami tentang dirinya sendiri. Kierkegaard mengatakan bahwa filosof spekulatif melihat segala sesuatu seolah-olah semua sudah lengkap, sudah dilakukan, selesai pada tingkat kesempurnaan yang tertinggi. Tetapi karena ia hidup dan berada di bumi, kehidupan manusia belumlah selesai atau lengkap, ia masih dalam perjalanan, sedang bergerak dan menjadi. Ia harus berkembang, dan oleh karena itu ia tidak boleh hanya sekedar melihat ajaran agama Kristen, melainkan ia juga harus menyerap ajaran itu ke dalam eksistensinya, memasukannya ke dalam kehidupannya. Kehidupan harus menjadi perjuangan yang terus menerus. Kehidupan harus menjadi terus menerus seperti dijelaskan diatas, membawa pada pemikiran ketiga mengenai subjektivitas: subjektivitas berarti etika25 dan etika keagamaan. Bila tugas seseorang adalah perjuangan terus24 25
. Postscript. . Menyangkut tatanan atau perangkat perilaku etis menyangkut perbuatan dalam
kerangka baik dan benar.
45
menerus untuk memasuki kehidupannya dengan berpikir; bila ia harus selalu ingat bahwa kehidupannya terdiri dari memberi dan menerima ajaran Kristen, hal ini karena ajaran agama itu adalah etika atau moral. Inti dari etika adalah bahwa ia harus diamalkan, tujuan utama mengetahui ajaran moral adalah melakukan sesuatu. Orang sering mendapatkan kepuasan dan kesenangan bila ia misalnya melihat matahari saeolah ia tidak butuh melakukan sesuatu lebih dari itu. Akan tetapi pemikiran awal mengenai ajaran etika mengandung perintah bahwa hal itu harus dikerjakan atau seharusnya ditinggalkan. Agama Kristen mempunyai pemikiran tentang eksistensi kehidupan dimana persepsipersepsi moral sudah dihayati dan tidak hanya diketahui; ajaran moral mempunyai aspek usaha yang terus menerus untuk mengamalkan ajaran moral sebanyak-banyaknya, karena ia harus menjadi semakin baik, atau, bila ia mau, semakin relegius. Kata Kierkegaard, “Semakin banyak filsafat yang dikemukakan oleh seorang individu untuk banyak orang, akan semakin banyak pula penekannya terutama pada etika”26, karma etika mementingkan individu, dan secara etis itu adalah tugas setiap orang untuk menjadi manusia yang utuh,”27 karena “etika bukanlah sekedar pengetahuan melainkan juga perbuatan…”28 Tetapi bagaimanakah seseorang masuk kedalam etika? Jawaban atas pertanyaan ini membawa pada pemikiran keempat mengenai subjektivitas: subjektivitas berarti keputusasaan, pilihan atau hasrat.29 Dalam berspekulasi, pemikir mempunyai satu tujuan, memahami objek yang ia pelajari. Ketika ahli geometri mengetahui dalil-dalil dan bukti tentang geometri, berarti ia telah menyelesaikan tugasnya. Tetapi bila subjektivitas berarti etika dan pemikir subjektif seharusnya tidak hanya mengetahui etika, maka ia juga harus melakukan sesuatu mengenai hak itu, ia harus menghidupkannya. 26
.Postscript Postscript 28 Postscript 29 .Postscript 27
46
Menghidupkan etika berarti membentuk sebuah keputusan, membuat pilihan, menggunakan kemauan. Bila pemikir subjektif tidak tertarik, lanjut Kierkegaard, maka pemikir subjektif tertarik pada pemenuhan kekuasaanya, karena ia mempunyai maksud, tujuan, dan membuat pilihan. Maka keputusan, kepentingan, dan hasrat adalah bagian dan bidang pemikiran subjektif. Menurut Kierkegaard dalam analisis terakhirnya, yang ada hanyalah pilihan etis, pilihan antara Tuhan dan manusia. Seperti yang dikatakan Kierkegaard: Sebenarnya hanya ada dua amalan: memilih antara keduanya adalah suatu keharusan. Pemilihan ini tanpa harus mengatakan bahwa dalam aktivitas dunia ada banyak bagian-bagian yang lain-tetapi sebenarnya ini tidak demikian…dalam pengertian yang sangat dalam sebenarnya hanya ada dua bagian untuk dipilih…apakah ahrus tunduk kepada Tuhan, takut dan cinta kepada-Nya, lebih memilih Tuhan ketimbang manusia sehingga seseorang mencintai manusia dalam Tuhan; atau lebih memilih manusia daripada Tuhan, sehingga seseorang mengubah dan memanusiakan Tuhan dan “tidak menikmati apapun dari Tuhan selain yang menjadi manusia.”30 Secara singkat, pada dasarnya pemikiran Kierkegaard lebih memfokus dan lebih mendalam pada segi keimanan seseorang dalam meyakini agamanya. Berangkat dari tulisan diatas maka dapat diambil beberapa gambaran karakter dasar pemikiran Soren Aabye Kierkegaard, yaitu: Pertama, kesungguhannya bahwa etika dan agama bukanlah ajaran untuk diketahui tetapi lebih merupakan hidup untuk diikuti. Kedua, penerimaan agama dalam kehidupan sehari-hari memerlukan subjektivitas seperti minat seseorang, perhatian, pilihan dan keputusan. Tuhan dan Tuhan sendiri harus menjadi pilihan mutlak, karena semua keputusan lain hanyalah sekunder dan relative dibanding keputusan yang utama dan mutlak ini hidup dihadapan Tuhan.
30
. Postsript
47
Ketiga, Hidup dihadapan Tuhan ini mengingatkan seseorang bahwa ia telah jauh dalam dosa di masa lalu dan membuatnya takut bahwa ia akan berdosa di masa depan. Oleh karenanya ada suatu kecemasan dan kesulitan dalam eksistensi manusia. Kierkegaard menyebutnya dengan istilah ketakutan. Keempat, ada pemikiran tentang absurditas. Untuk membebaskan manusia dari dosa, memberikan suatu pola yang merupakan model eksistensinya, maka Tuhan menjadi manusia, hidup dan mati untuk manusia. Semua ini benarbenar tidak bisa dipahami manusia dan oleh karena itu tidak dapat diketahui dengan pikiran tetapi harus dipercayai dengan keimanan. E. Subjektivitas nilai keagamaan dalam Islam Secara umum, orang beriman bisa ditafsirkan dalam dua kategori. Pertama, mereka yang kemampuannya meyakini Allah, malaikat, kitab, utusan-Nya, hari akhir dan hari pembalasan, serta keyakinannya terhadap takdir atau kada dan kadar. Kedua, mereka yang secara khusus memahami dan memantapkan keimanan untuk kemudian menyatakan, menyatukan, dan memosisikan keimanannya kepada terhadap enam hal tadi dengan eksistensi, keberadaan dirinya.Karena itu, jika diambil pemahaman yang paling sederhana, orang yang sempurna imannya kepada Allah adalah mereka yang tidak saja memahami keimanannya tadi secara subjektif, menurut tafsir akal pikiran saja, tapi juga menyerap nilai iman seutuhnya, kaffah, sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah.Jika disimplifikasikan, dapat disimpulkan bahwa keimanan yang masuk dalam kategori pertama tadi adalah keimanan yang masih bernuansa "identifikatif''. Artinya, sekadar secara subjektif menyerap dan memancarkan keyakinan terhadap enam hal tadi dalam rangka mengidentifikasi keimanan tersebut menjadi sebuah pengakuan. Dalam hal ini, keimanan akan lebih dipahami dalam bentuk ritual yang simbolis.Adapun mereka yang beriman dalam kategori yang kedua adalah mereka yang betul-betul menyertakan dan menyerahkan keyakinannya kepada
48
yang enam tadi. Hal itu dilakukan dengan wawasan dan pengetahuan yang luas dan mendalam, baik lewat pemahaman dari firman Allah, hadis Rasulullah maupun yang dikaji lewat pemahaman terhadap sunatullah.Dari dua kategori orang beriman tadi, secara awam pun dapat disimpulkan bahwa kategori kedua adalah mereka yang keimanannya sempurna. Sebagaimana firman Allah dalam Surat Al-Fathir ayat 28, sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hambanya hanyalah mereka yang berilmu, yang mengetahui kebesaran dan kekuasaan Allah. Pengetahuan mereka terhadap kebesaran dan kekuasaan Allah inilah yang menjadikan keimanannya tidak sekadar simbolis. Namun, memancar secara kaffah, menyeluruh, baik dalam rangka hablum minallah (berhubungan dengan Allah) maupun dalam konteks hablum minannas (aktivitas sosial). Semua bentuk ibadah tersebut dijalankannya melalui sebuah bentuk penyerahan diri yang menempatkan dasar keimanan sebagai landasan utama.Memahami adanya dua kategori umum tersebut sesungguhnya cukup penting, khususnya sebagai bekal diri untuk berintrospeksi pada bulan Ramadan yang kaya dengan rahmat dan pengampunan Allah ini. Kesadaran melakukan introspeksi atas kualitas keimanan penting karena iman sesungguhnya merupakan modal yang paling azali bagi setiap ibadah. Iman adalah energi yang menentukan ibadah. Seperti halnya dalam penjelasan-penjelasan haji yang di pinjam dari Ali syariati, Alhasil, haji ternyata bukan hanya undangan dari Ibrahim untuk mengunjungi Baitullah (Q.S. 22: 27), undangan untuk menyelami dan menangkap situs-situs bersejarah, 'ibrah (pesan moral), namun juga sekaligus pada saat yang bersamaan undangan dari malaikat Izrail untuk melakukan "lompatan iman" (istilah Soren Kierkegaard untuk mengingat kematiaan seperti diilustrasikan dengan sangat bagus oleh Syariati, "Dia (jemaah haji) menyaksikan jasad matinya sendiri dan mengunjungi makamnya sendiri!