BAB III ANALISIS III.1. Analisis Fungsional
III.1.1. Kebutuhan Ruang Ruang-ruang yang dibutuhkan ditentukan dari jenis kegiatan yang akan ditampung. Kegiatan yang akan difasilitasi dalam Pusat Seni Pertunjukan : 1. pertunjukan seni (teater, tari dan musik), di dalam dan di luar ruangan. Kegiatan pertunjukan di dalam ruangan dilaksanakan di dalam teater tertutup, sedangkan kegiatan pertunjukan di luar ruangan dilakukan di teater terbuka (amphiteater), dengan memperhatikan akustik, pencahayaan dan penataan ruang yang baik. 2. pelatihan Terdapat ruangan tempat latihan sebelum diadakannya pertunjukan 3. komersial 4. sharing : ditempatkan di sebuah galeri seni
(yang mengakomodasi pula
kegiatan pameran seni) 5. penunjang
Kegiatan pertunjukan seni (teater tertutup)
Pelaku penonton
artis,
pekerja panggung
Kebutuhan ruang foyer lobby Loket tiket toilet pengunjung auditorium stage (panggung) orchestra pit r.gamelan r.tunggu pemain (green room) r.ganti pemain r.rias pemain toilet pemain r.persiapan panggung r.reparasi kostum gudang kostum gudang properti studio rekaman r.operator r.administrasi (pegawai)
Waktu Kegiatan sebelum dan sesudah pertunjukan waktu pertunjukan waktu pertunjukan
sebelum pertunjukan
sebelum pertunjukan
waktu pertunjukan
pertunjukan seni (teater terbuka)
penonton artis
pelatihan
pekerja artis pekerja
area penonton panggung r.ganti pemain gudang r.latihan toilet gudang
waktu pertunjukan waktu pertunjukan sebelum pertunjukan sebelum pertunjukan waktu pelatihan
r makan
sebelum, sesudah atau jeda pertunjukan hari kerja
komersial penonton, umum artis pekerja
makan&minum
diskusi,berkumpul pameran seni diskusi artis pameran seni umum pekerja penunjang mengelola tempat
pengelola
perbaikan alat
pekerja
dapur gudang
galeri galeri toilet r.admin gudang r.admin toilet admin r.AHU r.genset
waktu pameran hari kerja
hari kerja sewaktu-waktu
Tabel 3.1. Kebutuhan Ruang
III.1.2. Persyaratan Ruang Dari kebutuhan ruang yang sudah diuraikan di atas, berikut merupakan rincian syarat teknis untuk ruang pertunjukan (teater tertutup) dan nonteknis yang perlu diperhatikan : • Teknis No. Ruang 1 foyer
2 lobby
3 wc
Keterangan Ruang dan Persyaratannya Sumber sebagai tempat mengantri tiket 1 disediakan tempat menunggu untuk teater komersial, luas foyer = 1 sq ft (0.093 m2) tiap penonton lounge dicapai dari lobby 1 untuk teater komersial, luas lobby = 1.8 sq ft (0.16 m2) tiap penonton kebutuhan wc untuk penonton pria : 1 bh wc tiap 100-400 org 3 (>400, ditambah 1 bh untuk tiap 250 org) kebutuhan wc untuk penonton wanita : 2 bh wc tiap 100200 org (>200, ditambah 1 bh untuk tiap 100 org) kebutuhan wc untuk pegawai pria : 1 bh tiap 1-15 org, 2 bh tiap 16-35 org kebutuhan wc untuk pegawai wanita : 1 bh tiap 1-12 org, 2
4 auditorium panggung
perlindungan terhadap bising: material :
ME :
bh tiap 13-25 org persyaratan untuk kenyamanan pandangan penonton: derajat bukaan panggung secara vertikal = 30 derajat pandangan penonton tidak lebih dari 100 derajat dari garis tengah ruang ketinggian tangga tempat duduk penonton 5'' (15 cm) jarak pandang terjauh 75 ft (22.5m) dari panggung (agar masih dapat melihat ekspresi aktor) lebar auditorium tergantung pada bukaan panggung. Untuk pertunjukan revue (tontonan tari-tarian,musik), min.bukaan 30 ft(9,162 m), luas panggung maksimal yang dapat diterima 700 sq ft. untuk pengamanan terhadap kebakaran, jumlah tempat duduk di bagian tengah maksimal 14 kursi/baris, di bagian samping 7 kursi/baris. ruang antarkursi depan-belakang : 36 - 45 inch. (91.44114.3 cm) akustik : harus dapat menampung pertunjukan musik klasik sampai tradisional tingkat pendengaran optimum ruang konser musik klasik 78-80 dBA bentuk auditorium yang cocok untuk orkestra adalah kotak dengan penyempitan di bagian panggung dinding belakang : menghindari bentuk lengkung sbg pemusatan bunyi, (penyelesaian dinding penyerap bunyi, bergerigi untuk difusi, dan menciptakan bidang pantul di bagian atas yang memantulkan bunyi sampai ke penonton paling belakang) dinding samping : tidak sejajar. Ketidakteraturan permukaan (bergerigi) untuk difusi bunyi bgn orkestra : dinding depan pemantul bunyi langit-langit di bagian auditorium dan panggung : suspended acoustic panel, yang dapat digerakkan untuk mengakomodasi beragam pertunjukan balkon : jarak kantilever balkon tidak boleh lebih besar daripada tinggi balkon (D
2
6 6 7
7 6
6 4 2 2
7 7
1
1
table elevator:menaik-turunkan lantai secara mekanis. Memerlukan ruang di bawah panggung untuk ruang mesin panggung teknologi panggung: di atas panggung gridion:ruang di bawah atap, terdapat tali-tali untuk menggantung latar panggung, perlengkapan lighting, atau apapun yang diperlukan tergantung saat pertunjukan. Ketinggian gridion > 7' = 2.1 m memakai double purchase counterweight system,menambah lebar panggung 10-20%. motor mesin terletak di bawah atau di atas panggung. pencahayaan : penempatan lampu di atas panggung dapat di mana saja seperlunya. Rangka penempatan lampu terletak di langitlangit, pada flying bridge. Digunakan catwalk untuk akses. memerlukan ruang untuk pergerakan instrumen pencahayaan akses ke semua posisi lampu tanpa mengganggu penonton luas: orchestra pit : untuk pertunjukan revue, ruang yang disediakan untuk 15-30 org. ruang untuk 1 pemusik 10 sq ft (0.9 m2) ditambah 100 sq ft(9.3 m2) untuk grand piano dan 50 sq ft (4.6 m2) untuk timpani. panggung : untuk menampung beragam pertunjukan, diambil bukaan panggung 40 ft(12m). Luas panggung 1000 sq ft, maka ukuran panggung 25 x 40 ft (7.5 x 12m). auditorium : volume tiap orang 0.65 m2/org-7.8 m2/org asumsi h=12 m 5 parkir
1 tempat parkir untuk tiap 3 kursi penonton Tabel 3.2. Persyaratan ruang teater tertutup secara teknis
Keterangan Sumber : 1. Burris-Meyer, Harold, Edward C.Cole. 1949. Theaters & Auditoriums. The Van Rees Press: USA 2. Chihara, J.D., J. H. Callender. 1973. Time-Saver Standards for Building Types. McGraw-Hill Company: USA. p 284-302 3. Ham, Roderick. 1974. Theatre Planning. The Architectural Press: London 4. Beranek, Leo, L. 1962. Music, Acoustic & Architecture. John Wiley & Sons, Inc.: USA 5. Rudolf Herz, Friba. 1977. Architect’s Data. Crosby Lockwood Staples: London 6. Parkin, P.H., H.R. Humpeys & J.R. Cowell. 1979. Acoustics, Noise and Buildings. Faber&Faber: London 7. Doelle, Leslie L. 1986. Akustik Lingkungan. Penerbit Erlangga: Jakarta
1
1
4
2 7
5
• Non-teknis Fungsi-fungsi seperti teater tertutup dan terbuka merupakan fungsi pertunjukan, sehingga suasana yang diharapkan terbentuk pada fungsi tersebut adalah suasana yang mendukung kegiatan pertunjukan yang dilaksanakan, yaitu tenang, nyaman dan suasana yang menghibur (entertaint).
III.1.3. Program Ruang Fasilitas 1. Fasilitas Pertunjukan Teater tertutup Foyer ticket office Teater besar : lobby toilet pengunjung (i). Auditorium dan panggung auditorium stage (panggung) orchestra pit r.gamelan r.tunggu pemain (green room) r.ganti pemain r.rias pemain toilet pemain
kap/ruang
standar
jumlah ruang
luas
567 org 2 org
0,093 m2/org 2,5 m2/org
1 bh 2 bh
52.73 m2 10 m2
567 org 6 pria 9 wanita
0,16 m2/org 2 m2/org 2 m2/org
1 bh 6 bh 9 bh
90.72 m2 12 m2 18 m2
567 org
V=10.8m3/org
1 bh 1 bh 1 bh 2 bh
510 m2 90 m2 27,4 m2 40 m2
6 wanita 6 pria 4 org 4 org 2 wanita 2 pria
20 m2 2 m2/org 2 m2/org 8,3 m2/4org 8,3 m2/4org 2 m2/org 2 m2/org
1 bh 6 bh 6 bh 1 bh 1 bh 2 bh 2 bh
20 m2 12 m2 12 m2 8,3 m2 8,3 m3 4 m2 4 m2
90 m2 min. 11,16 m2
min. 18,65 m2
2 bh 1 bh 1 bh 1 bh 1 bh 1 bh
180 m2 20 m2 20 m2 20 m2 9 m2 20 m2
(ii). Persiapan dan produksi r.persiapan panggung r.reparasi kostum gudang kostum gudang properti studio rekaman loading area r.operator r.administrasi (pegawai)
5 org 5 org
6 m2/org 6 m2/org
1 bh 1 bh
30 m2 30 m2
Amphiteater area penonton
200 org
0,5 m2/org
1 bh
100 m2
1 bh 1 bh
20 m2 9 m2
2. Fasilitas Komersial cafetaria r. makan dapur
gudang 3. Fasilitas berkumpul dan pameran galeri seni gudang toilet r. pengelola 4. Fasilitas Penunjang mushalla r. pengelola r admin toilet
parkir
9 m2
64 m2 40 m2 4 m2 4 m2 30 m2
2 wanita 2 pria 5 org
6 m2/org
1 bh 1 bh 2 bh 2 bh 1 bh
40 org
0,96 m2
1 bh
38,4 m2
5 org 2 wanita 2 pria
6 m2/org 2 m2/org
1 bh 2 bh 2 bh 1 bh
30 m2 4 m2 4 m2 60 m2
2 wanita 2 pria 114 mbl 82 mtr
2 m2/org
3 bh 3 bh 1 bh 1 bh
4 m2 4 m2 1425m2 164 m2 117.4 m2
2 m2/org
r. AHU, genset, panel toilet pengunjung
1 bh
12,5 m2/mbl 2 m2/mtr
understage area
3379.25 m2 sirkulasi 20 % kecuali stage Total luas kecuali stage luas stage
657.85 m2 4037.1 m2 90 m2
Total luas ditambah stage
4127.1 m2
III.1.4. Hubungan Ruang Hubungan antarfasilitas yang direncanakan :
latihan
Teater terbuka
Teater tertutup
komersil
penunjang
galeri
parkir
Diagram 3.1. Rencana hubungan antarfungsi
Hubungan ruang pada fasilitas teater tertutup : barang&perlengkapan produksi
Persiapan panggung
admin
Persiapan artis
panggung Orch.pit auditorium r.publik penonton
(produksi) r.reparasi kostum Gdg.kostum Gdg.properti Studio rekaman
Green room Persiapan panggung admin
(persiapan)
panggung auditorium lobby
r.ganti
toilet
toilet
foyer
(r.publik) Diagram 3.2.&3.3. Hubungan antarruang teater tertutup
r.rias
Hubungan ruang pada fasilitas pelatihan : barang gudang r.latihan
toilet
seniman, artis Diagram 3.4. Hubungan antarruang fasilitas pelatihan
Hubungan ruang pada fasilitas komersial : bahan makanan dapur gudang r.makan
pengunjung Diagram 3.5. Hubungan antarruang fasilitas komersial
Hubungan ruang pada fasilitas ruangan berkumpul :
admin
pengelola
barang gudang
galeri
toilet
pengunjung, artis Diagram 3.6. Hubungan antarruang fasilitas berkumpul
Hubungan ruang pada fasilitas penunjang : r.admin
pengelola
Toilet admin
Diagram 3.7. Hubungan antarruang fasilitas penunjang
III.2. Persyaratan Akustik pada Auditorium
Akustik dalam ilmu arsitektur menurut William J. McGuiness (1971) dapat didefinisikan sebagai teknologi mendesain ruang, struktur dan sistem mekanikal yang dihadapkan pada kebutuhan manusia untuk mendengar dalam sebuah ruangan. Akustik dapat dijelaskan dengan adanya elemen-elemen akustik berupa sumber suara, jalur untuk menghantarkan suara dan penerima suara. Auditorium merupakan sebuah tempat orang melihat dan mendengarkan orang berbicara atau musik. Perancangan sistem akustik pada auditorium diawali dengan merencanakan jenis kegiatan yang akan ditampung di dalamnya. Kemudian dilakukan penentuan pemakaian sistem akustik pada tiap kegiatan tersebut. Desain akustik pada auditorium meliputi akustik ruangan, pengendalian bising dan desain sistem penguat suara (sound system).
III.2.1. Akustik Ruangan Kualitas suara yang didengar penonton pada suatu auditorium sangat bergantung pada bentuk ruang, dimensi dan volume ruang. Selain itu, pengaturan tempat duduk, kapasitas penonton dan bahan lapisan permukaan juga ikut menentukan kualitas akustik. Seperti yang sudah dijelaskan pada bab II.3.2., terdapat beberapa macam bentuk auditorium. Menurut P.H. Parkin (1979), jenis auditorium yang dapat menunjang kebutuhan akustik pada pertunjukan musik secara optimal adalah bentuk kotak dengan penyempitan pada bagian panggung.
A. Waktu Dengung Untuk mengetahui sebuah auditorium dapat bekerja dengan akustik yang baik, jenis kegiatan atau pertunjukan yang akan diselenggarakan pada tempat tersebut harus ditentukan terlebih dahulu. Jenis kegiatan tertentu mempengaruhi tingkat reverberasi (waktu dengung) yang dihasilkan. Reverberation time adalah waktu keterlambatan bunyi yang dipantulkan dari permukaan-permukaan dalam ruangan. Secara perlahan energi bunyi hilang ketika terjadi kontak dengan elemen penyerap bunyi di dalam ruangan. Faktor yang mempengaruhi waktu dengung (T) adalah volume ruangan (V) dan total penyerapan bunyi pada ruangan (A) : T=0.05V/A (detik).
Tabel 3.3. Reverberation yang terjadi pada tiap jenis kegiatan
B. Distribusi Bunyi Pada sebuah auditorium musik (concert hall), bunyi harus memenuhi syarat fullness (terdengar utuh). Untuk mendapat kekerasan (loudness) yang cukup, dapat dilakukan dengan mendekatkan penonton dengan sumber bunyi, menaikkan sumber bunyi untuk menjamin bunyi merambat tanpa hambatan, melandaikan atau memiringkan lantai penonton dan mencegah dinding samping yang sejajar pada area penonton. Distribusi bunyi (difusi) dapat dicapai dengan pemakaian permukaan yang tidak teratur serta penggunaan lapisan pemantul dan penyerap secara bergantian. Untuk hasil yang baik, pantulan bunyi harus sampai pada pendengar tidak lebih dari 30 milidetik. Penggunaan langit-langit pada auditorium dapat membantu pemantulan bunyi. Langit-langit harus keras dan tidak menggunakan bahan penyerap bunyi kecuali pada kasus tertentu (mis. arena olahraga). Pemantulan bunyi yang baik oleh langit-langit bergantung pada bentuknya (datar atau melengkung).
Gambar 3.1. Perbandingan hasil pantulan bunyi yang diterima pendengar; auditorium dengan kursi pendengar yang berundak, dengan langit-langit datar dan dengan langitlangit yang diatur.
Gambar 3.2. Distribusi bunyi sampai pada area di bawah balkon, bentuk langit-langit (convex, concaf atau datar)
Selain itu, harus dilakukan usaha untuk mereduksi cacat akustik pada auditorium. Cacat akustik biasanya berupa terjadinya gema, gaung, pemantulan bunyi dengan waktu yang lama, bayang-bayang bunyi dan pemusatan bunyi. Gaung terjadi di dalam auditorium yang memiliki dinding samping yang sejajar, dan terjadi saat sumber bunyi terdapat di tengah ruang, misalnya pada saat penonton bertepuk tangan. Bayang bunyi terjadi pada auditorium yang memiliki balkon yang panjang. Pemusatan bunyi disebabkan adanya pantulan bunyi pada permukaan yang terlalu cekung. Untuk mengatasi masalah ini, dapat dilakukan beberapa penyelesaian permukaan.
Gambar 3.3. Cacat akustik pada aoditorium: (1)gema; (2)pemantulan bunyi yang terlalu lama; (3)bayang-bayang bunyi; (4)pemusatan bunyi.
Gambar 3.4. gaung yang terjadi bila sumber bunyi (s) berada di antara dua bidang yang sejajar
C. Material Penyerap Bunyi Penyerapan bunyi dilakukan dengan tujuan mereduksi level kebisingan (mengontrol kebisingan), mengontrol pembalikan suara, dan mengeliminasi echo (repetisi yang nyata dari bunyi yang dipantulkan dari permukaan yang jauh, dan selalu tidak diharapkan) atau refleksi bunyi lain yang tidak diinginkan. Perlu diperhatikan bahwa penonton juga merupakan elemen penyerap bunyi. Waktu dengung yang dihasikan pada ruangan dengan kursi penonton yang penuh akan berbeda dengan waktu yang dihasilkan pada ruangan kosong. Bahan-bahan dan konstruksi penyerap bunyi dapat diklasifikasikan menjadi : 1. Bahan berpori : terdiri dari unit siap pakai, plesteran/bahan yang disemprotkan (digunakan pada permukaan yang melengkung dan tidak teratur), selimut akustik (rock wool, glass wool, dll.), dan karpet/kain. 2. Penyerap panel, contohnya panel kayu, gypsum board dan langit-langit plesteran gantung. 3. Resonator rongga.
III.2.3. Pengendalian Bising Bising (noise) terbagi menjadi structure borne (bunyi yang merambat melalui struktur bangunan) dan air-borne (bunyi yang merambat melalui udara). Sumber bising yang merambat melalui struktur berasal dari getaran pompa, blower, dan lainlain, dapat diatasi dengan menggunakan lapisan lantai tertentu (karpet, gabus, karet dan lain-lain), lantai mengambang (memisahkan lantai dengan struktur bangunan), elemen pencegah getaran (pegas) dan langit-langit gantung berpegas. Pengendalian bising dari udara dapat diatasi lewat perencanaan lingkungan sekitar bangunan berupa penghalang (pagar) yang tidak terputus, padat dan tidak berlubang antara sumber kebisingan dengan penerima. Deteran pohon dan semak hanya membantu mengurangi kebisingan pada frekuensi tinggi sekitar 1-2dB. Selain dari perencanaan lingkungan, pengendalian kebisingan dapat dilakukan dengan mengatur peletakan fungsi bangunan berdasarkan tingkat kebisingan yang dapat diterima pada masing-masing fungsi.
III.3. Kriteria Elemen-elemen pada Teater
Berikut ini adalah beberapa kriteria yang perlu dipertimbangkan dalam perancangan elemen-elemen sebuah auditorium.
A. Langit-langit Langit-langit dirancang memantulkan suara dari panggung ke penonton, baik langsung maupun suara yang sudah dipantulkan dari dinding. Ketinggian langitlangit harus dipengaruhi dari pertimbangan terhadap kecepatan suara. Panjang gelombang pertama yang langsung memantul ke langit-langit tidak lebih dari 50 ft (15,27 m).
B. Dinding Samping dan Belakang Posisi kedua dinding samping tidak boleh sejajar dan ditentukan oleh pandangan penonton ke arah panggung. Penyelesaian pada dinding belakang teater untuk mencegah terjadinya gema dilakukan dengan dilapisi bahan penyerap bunyi, dibuat bersifar difusi atau dinding dimiringkan.
Gambar 3.5. Teknik penyelesaian dinding belakang teater
C. Balkon Bentuk, peletakan, ukuran dan kantilever
balkon mempengaruhi kualitas
akustik. Kriteria desain balkon tergantung dari jenis auditorium :
(a). Pada gedung konser, D tidak boleh melebihi H (b). Pada gedung Opera, D tidak boleh melebihi 2H. (a)
(b) Gambar 3.6. Bentuk balkon yang baik
Beberapa bentuk balkon yang disarankan : (a). Tidak terdapat kantilever yang panjang (b). Kantilever yang pendek dan bukaan yang (a)
lebar (c). Balkon tengah baik, kecuali untuk tiga baris kursi dari belakang
(b)
(c) Gambar 3.7. Bentuk balkon yang disarankan
Bentuk balkon yang salah : (a). Balkon bawah, menerima sedikit suara dan bukaan yang kecil (a)
(b). Bukaan yang sangat sedikit dan area berkarpet yang sangat luas di belakang penonton
(b) Gambar 3.8. Bentuk balkon yang salah
III.4. Analisis Kondisi Lingkungan
III.2.1. Analisis Peruntukan Lahan Lahan perencanaan terletak di Jl. Japati, Bandung. Lokasi ini termasuk dalam kecamatan Bandung wetan, kawasan Cibeunying. Menurut peraturan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Bandung tahun 2013, lokasi tersebut diperuntukkan sebagai kawasan jasa. Peraturan-peraturan yang berlaku dalam pengarahan pembangunan pada kawasan ini : Garis Sempadan Jalan (GSB)
:
Jalan Japati : 10 meter Jalan H.Hasan : 6 meter
Koefisien Dasar Bangunan (KDB)
:
50 %
Koefisien Lantai Bangunan (KLB)
:
1.5
U
Gambar 3.9. Lokasi site
III.2.1. Konteks Lingkungan Lokasi perancangan terikat pada suatu konteks lingkungan tertentu. Hal ini dikarenakan lokasi lahan terletak pada sumbu ‘imaginer’ yang terbentuk karena beberapa node penting kota Bandung terdapat pada kawasan ini. Node-node tersebut adalah Monumen Perjuangan dan Gedung Sate. Lokasi kedua node yang membentuk garis lurus ke arah utara-selatan, menciptakan suatu konteks lingkungan yang sangat kuat. Konteks ini berpengaruh terhadap pembangunan pada kawasan ini, sehingga nantinya akan dipakai sebagai salah satu panduan dalam perancangan. Selain itu, site berbatasan langsung dengan tapak rancangan Museum Sejarah Bandung. Pada kasus ini, diharapkan kedua bangunan dapat saling berinteraksi dan memiliki hubungan. III.2.2. Kondisi Sekitar Tapak Di sekitar tapak terdapat beberapa fungsi bangunan, yaitu perumahan, sekolah dan kantor. Pada kawasan ini, juga terdapat ruang-ruang hijau yang sangat signifikan, yaitu taman kota yang juga difungsikan sebagai median jalan dan lapangan Gasibu. Taman ini memiliki lebar sekitar 40 m, cukup lebar sehingga dapat dimanfaatkan sebagai area untuk bersantai dan duduk-duduk. Namun,
sayangnya taman ini diberi pagar pembatas yang sangat rapat sehingga sedikit warga sekitar yang mendatangi taman ini. Sedangkan lapangan Gasibu sering dimanfaatkan warga sebagai tempat berkumpul dan berolahraga. Tidak jarang tempat ini dimanfaatkan untuk menyelenggarakan kegiatan-kegiatan dengan jumlah pengunjung yang besar, seperti pertunjukan musik dan bazaar. Batas-batas lahan antara lain : • Utara
: Rancangan Museum Sejarah Bandung
• Timur
: Gg. Bagus Rangin III dan Jl. Japati
• Selatan
: Jl. Haji Hasan dan gedung Pertamina
• Barat
: Perumahan
Gambar 3.10. Batas-batas lahan
III.2.3. Kondisi Eksisting Sebagian besar eksisting bangunan yang sudah ada merupakan rumahrumah yang diakses melalui gang Bagus Rangin II. Eksisting bangunan yang berada di jl. Haji Hasan berupa tempat jasa pencucian mobil, apotek, tempat makan, dan beberapa rumah.
Gambar 3.11. Kondisi eksisting pada lahan
III.2.4. Analisis Sirkulasi dan Pencapaian Site Di sebelah timur, lahan berbatasan dengan Jl. Japati dan Gg. Bagus Rangin III. Jl. Japati dan Gg. Bagus Rangin III hanya dibatasi oleh sebuah jalur hijau yang memanjang di sepanjang jalan selebar kira-kira 2 meter dan ditanami oleh pohon palem. Jl. Japati merupakan jalan satu arah, jalan ini tidak memiliki jalur pedestrian yang spesifik. Pedestrian biasanya berjalan pada gang Bagus Rangin III. Untuk pencapaian ke lokasi site, dapat melalui dua jalan, yaitu melalui Jl. Japati (satu arah menuju ke arah selatan) dan Jl. Haji Hasan (dua arah). Site memiliki aksesibilitas yang tinggi, karena Jl. Japati dilalui oleh angkutan umum, seperti angkot jurusan cicaheum-ciroyom.
III.2.5. Analisis Kebisingan Terdapat dua buah jalan raya yang berbatasan langsung dengan lahan dan memiliki potensi untuk menimbulkan kebisingan. Jl. Haji Hasan merupakan jalan kecil dan tidak ramai dilalui oleh kendaraan, sehingga tingkat kebisingan yang ditimbulkan dari kendaraan yang melintasi jalan ini memiliki kemungkinan yang kecil. Sedangkan Jl. Japati merupakan jalan yang lebih lebar dan lebih banyak dilalui oleh kedaraan terutama pada hari libur, sehingga tingkat kebisingan yang dihasilkan dari jalan ini sangat besar.
Gambar 3.12. Analisis kebisingan di sekitar lahan
III.2.5. Analisis Vegetasi dan drainase Di sepanjang Jl. Japati terdapat jajaran pohon palem yang ditanam pada suatu ruang hijau kecil memanjang, terletak di antara Jl. Japati dengan gang Bagus Rangin II. Pada lokasi tapak, sudah terdapat vegetasi peneduh yang sudah cukup tinggi. Di sepanjang Jl. H. Hasan juga terdapat vegetasi peneduh dengan ketinggian kira-kira 15 meter.
(a)
(b)
(c)
Gambar 3.13. Jenis vegetasi: (a)Vegetasi di selatan site, (b)&(c) Vegetasi di timur site
Sistem drainase terdapat selatan tapak, yaitu di sepanjang sisi Jl. Haji Hasan dan di timur site, yaitu di antara Gg. Bagus Rangin III dan area penghijauan di dekat Jl. Japati dengan lebar sekitar 40 cm dan kedalaman sekitar 70 cm. Gambar 3.14. Saluran air yang berada di timur site