BAB II URAIAN TEORETIS
2.1 Pengertian Migrasi Fenomena migrasi merupakan salah satu dari mobilitas penduduk yang tidak dapat dilepaskan dari proses perubahan menyeluruh dari kehidupan ekonomi global. Migrasi adalah perpindahan penduduk dengan tujuan untuk menetap dari satu tempat ketempat lain melampaui batas politik atau batas negara lain. Pada tataran yang lebih makro aktivitas ini sesungguhnya berada dalam satu frame dengan peta perubahan hubungan global, baik dalam bidang ekonomi, sosial, budaya maupun politik. Oleh karena itu, paling kurang terjadi dua hal yang penting untuk menjelaskan mengapa aktivitas ini makin berkembang dalam skala yang sulit untuk diprediksi. Pertama, secara teoritis aktivitas ini sering kali dikaitkan dengan suatu bentuk perubahan dalam struktur sosial, yaitu suatu aktivitas yang mencoba menghubungkan antara aktivitas migrasi atau distribusi sumber daya sosial (social resources). Kedua, bahwa aktivitas ini juga sering dikaitkan dengan suatu proses relasional dalam suatu proses pembangunan dengan elemen-elemen sosial dan kelompok-kelompok sosial yang ada dalam suatu komunitas. Lebih spesifik lagi, pada mulanya aktivitas ini dianggap sebagai suatu proses kolonialisasi, baik yang dilakukan untuk kepentingan ekonomi maupun politik. Selain itu ada dua dimensi penting dalam penelahan migrasi ini yaitu dimensi waktu dan dimensi daerah. Untuk dimensi waktu menurut BPS batasannya adalah menetap selama 6 bulan didaerah migran tersebut. Sedangkan untuk dimensi daerah batasannya unit wilayah dibagi dalam beberapa provinsi menurut BPS. Migrasi ini juga dijadikan salah
satu alternatif pemerintah dalam pemerataan jumlah penduduk dan mengurangi angka pengangguran. Terbukti dengan peningkatan jumlah migran dari tahun ketahun yang sangat spektakuler. Dalam konteks yang lebih luas, meningkatnya arus migrasi dapat mempengaruhi terjadinya perubahan komposisi penduduk di daerah yang terkait dan juga mempengaruhi pola komunikasi baik individu maupun kolektif dalam komunitas yang berbeda. Ini berarti dalam intensitas yang tinggi migarsi dapat memberikan pengaruh modernisasi pada daerah tujuan migrasi. Sehingga mendorong percepatan modernisasi dan pengalihan teknologi di daerah tersebut. Dengan begitu dapat terjadi peningkatan kesejahteraan.
Berikut
beberapa faktor-faktor pendorong terjadinya migrasi di daerah asal : 1. Makin berkurangnya sumber-sumber alam, menurunnya permintaan atas barangbarang tertentu yang bahan bakunya makin sulit diperoleh seperti hasil tambang, kayu atau bahan dari pertanian. 2. Menyempitnya lapangan pekerjaan di tempat asal akibat masuknya teknologi yang menggunakan mesin-mesin. 3. Adanya tekanan-tekanan atau diskriminasi politik, agama, suku di daerah asal. 4. Tidak cocok lagi dengan adat, budaya dan kepercayaan di tempat asal. 5. Alasan pekerjaan atau perkawinan yang menyebabkan tidak bisa mengembangkan karir pribadi. 6. Bencana alam, baik banjir, kebakaran, gempa bumi, musim kemarau panjang atau adanya wabah penyakit. Kebanyakan migrasi dilakukan guna mendapatkan kesejahteraan yang lebih baik lagi dibanding daerah asal. Selain faktor pendorong yang menyebabkan maraknya
migrasi daerah tujuan juga mengambil bagian yang penting sebagai salah satu faktor terjadinya migrasi. Berikut beberapa faktor-faktor penarik yang mendorong terjadinya migrasi : 1. Adanya rasa superior di tempat yang baru atau kesempatan untuk memasuki lapangan pekerjaan yang cocok. 2. Kesempatan mendapatkan pendapatan yang lebih baik 3. Kesempatan mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi 4. Keadaan lingkungan dan keadaan hidup yang menyenangkan, misalnya : iklim, perumahan, sekolah, dan fasilitas-fasilitas kemasyarakatan lainnya. 5. Tarikan dari orang yang diharapkan sebagai tempat berlindung 6. Adanya aktivitas-aktivitas di kota besar, tempat-tempat hiburan, pusat kebudayaan sebagai daya tarik bagi orang-orang dari desa atau kota kecil. Berdasarkan penjelasan di atas diketahui bahwa faktor pendorong dan penarik merupakan faktor utama yang menyebabkan migrasi. Rata-rata migrasi disebabkan oleh keadaan ekonomi di daerah asal yang sangat tidak mendukung. Oleh sebab itu, migrasi dijadikan harapan baru dalam meningkatkan kesejahteraan mereka. Secara umum migrasi dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu : 1. Migrasi internasional adalah perpindahan penduduk dari suatu negara ke negara lain. 2. Migrasi internal adalah perpindahan yang terjadi dalam satu negara misalnya perpindahan antar provinsi, antar daerah, migrasi pedesaan ke perkotaan, dan seterusnya. Kedua jenis migrasi di atas dilihat dari tempatnya dan juga jaraknya dari asal migran. Selain itu ada juga jenis migrasi yang didasarkan pada sifatnya yaitu :
1. Migrasi sirkuler atau migrasi musiman adalah migrasi yang terjadi jika seseorang berpindah tempat tetapi tidak bermaksud untuk menetap di tempat tujuan migrasi. 2. Migrasi ulang-alik adalah orang berpindah setiap hari meninggalkan tempat tinggalnya pergi ke tempat lain untuk bekerja atau berdagang. Seharusnya kegiatan ini dijadikan suatu hal yang dapat mengurangi jumlah pengangguran yang ada, tetapi banyak juga kegiatan migrasi di sertai juga dengan migran budaya. Sehingga kebudayaan di daerah migran menjadi tergangu dengan adanya kebudayaan yang di bawa para imigran tersebut. Kebudayaan yang positif dapat membawa daerah tersebut menjadi lebih modern dan high technology, tetapi jika budaya itu mengarah pada hal-hal yang negatif maka akan merusak daerah itu seperti penggunaan narkoba. Dalam konteks yang lebih kontemporer, aktivitas migrasi ini berkaitan langsung dengan kegiatan ekonomi dalam konteks pembangunan ekonomi. Proses perubahan ini paling kurang meliputi lima aspek yang secara langsung memiliki implikasi penting dalam proses pembangunan ekonomi : 1. Tumbuhnya kesadaran akan pentingnya kesempatan kerja antar negara 2. Meningkatnya apresiasi masyarakat antar negara dalam hubungan-hubungan sosial, budaya, dan ekonomi 3. Berkembangnya suatu hubungan yang baru 4. Munculnya kesepakatan-kesepakatan migran antar negara 5. Terjadinya peningkatan pendapatan sebagai implikasi langsung dari remiten dan besarnya volume migrasi kembali Kelima aspek ini dalam proses pembangunan, baik nasional maupun internasional menjadi dasar alternatif dalam perumusan arah kebijakan pembangunan
yang mempertimbangkan posisi migran. Hal ini mengingat bahwa suatu proses pembangunan merupakan suatu proses improvisasi kualitas seluruh sumber daya yang ada yang ditujukan untuk peningkatan standar hidup manusia. Migrasi antar negara ini merupakan suatu bentuk manifestasi dari kebebasan melakukan pilihan ekonomi sebagai konsekuensi leburnya sistem ekonomi lokal ke dalam sistem yang lebih global. Dengan leburnya sistem ekonomi telah menciptakan bentuk-bentuk hubungan yang baru yang lebih moderat dan terbuka. Tetapi tidak selamanya setiap orang senang dengan istilah migrasi, ada sebagian orang yang tetap bertahan di daerah asal. Mereka beranggapan bahwa migrasi dapat menghilangkan kebudayaan dan adat istiadat di daerah mereka. Biasanya masyarakat yang masih memandang seperti ini adalah mereka yang memiliki pola piker yang tradisional yang menekankan pada unsur budaya. Selain ada faktor pendorong dan penarik, ada juga faktor penghambat yang menjadi kendala dalam kegiatan ini. Seperti tergambar di bawah ini dimana selalu saja ada faktor penghambat dalam kegiatan migrasi.
0‐‐‐+‐‐‐+‐‐‐
0‐‐‐+‐‐‐+
0‐‐‐+‐‐‐+‐‐‐0
0‐‐‐+‐‐‐.+‐‐‐0
Penghalang Antara
Daerah asal
Daerah tujuan Gambar 2.1
Keterangan : + = faktor penarik, --- = faktor pendorong, 0 = faktor netral Faktor-faktor penghambat ini bisa berupa penolakan atas kedatangan orang lain di daerah mereka sampai pada tahap melakukan isolasi terhadap daerahnya. Serta pikiran yang takut akan pengambil alihan hasil sumber daya yang ada kepihak lain. Di masyarakat yang tradisional sumber daya merupakan warisan dari nenek moyang mereka yang harus di jaga dan di rawat dengan baik. Karena masih percaya akan kutukan dari nenek moyang. Di tandai dengan masih adanya istilah tanah adat dalam suatu daerah yang mesti dijaga. Bagi daerah yang seperti ini sangat sulit sekali adanya orang asing masuk kedaerah tersebut. Tetapi untuk saat ini, semua daerah bebas di masuki oleh orang lain asalkan mereka tetap mengikuti tata aturan yang berlaku dikalangan masyarakat. Keterbukaan ini telah membuat terjaadinya alih teknologi yang dibawa pendatang kedaerah tersebut.
2.2 Tenaga Kerja Tenaga kerja didefenisikan sebagai penduduk usia kerja baik yang sudah bekerja, sedang mencari pekerjaan, dan yang melakukan kegiatan lain seperti bersekolah dan mengurus rumah tangga. Yang dimaksud dengan tenaga kerja (man power) adalah besarnya bagian dari penduduk yang dapat dapat diikut sertakan dalam kegiatan ekonomi. Dibeberapa negara seperti Amerika Serikat, Jerman, dan negaranegara Eropa yang lain, bagian penduduk yang termasuk usia kerja adalah kelompok umur 15-64 tahun.
Pembagian golongan sebagai tenaga kerja atau bukan tenaga kerja didasarkan pada usia atau umur penduduk. Di Indonesia, dalam hal ini penduduk yang dikategorikan sebagai tenaga kerja adalah mereka yang telah berusia 14 tahun atau lebih sedangkan yang tidak sesuai dengan usia diatas digolongkan sebagai bukan tenaga kerja. Tetapi
undang-undang No.25 Tahun 1997 tentang ketenagakerjaan telah
menetapkan batas usia kerja menjadi 15 tahun berlaku mulai tanggal 1 oktober 1998. Biasanya batas usia kerja yang digunakan berbeda-beda untuk tiap negara, tetapi sering yang dijadikan pertimbangan adalah tingkat perekonomian dan situasi tenaga kerja. Semakin maju perekonomian di suatu daerah atau negara maka batas umur yang ditentukan untuk usia kerja minimum akan semakin tinggi. Bekerja diartikan sebagai melakukan suatu kegiatan untuk menghasilkan barang dan jasa dengan maksud untuk memperoleh penghasilan berupa uang atau barang, dalam kurun waktu ( time reference) tertentu. Secara umum pengukuran ketenagakerjaan dapat didekati dengan dua cara, yakni gainful worker approuch dan labour force approuch. Dalam gainful worker approuch seseorang dalam batas umur tertentu akan ditanyai:”Kegiatan apa yang biasa ia lakukan dalam kurun waktu tertentu. Kata biasa yang dimaksud tersimpul didalamnya usaha tidak menganggap penting kegiatan-kegiatan lain yang tidak termasuk kategori yang biasa ia lakukan. Oleh karena itu, dapat saja terjadi bahwa seseorang yang dalam kurun waktu tertentu “biasanya bersekolah” tetapi dalam suatu pencacahan sedang mencari pekerjaan, maka dalam gainful worker approuch ini akan dimasukkan dalam kategori sekolah. Tetapi konsep ini memiliki kekurangan karena kurang jelas dalam memberikan gambaran statistik yang tepat antara mereka yang bekerja dan yang sedang mencari
pekerjaan. Kelemahan ini amatlah dirasakan bila ingin mengetahui jumlah angkatan kerja yang sedang mencari pekerjaan (pengangguran terbuka). Konsep ini cenderung menghasilkan angka pengangguran terbuka relatif kecil. Pendekatan lain dan paling banyak digunakan adalah labour force approuch. Dalam pendekatan ini seluruh penduduk dalam kelompok umur tertentu dan kurun waktu tertentu pula dikelompokkan menjadi dua kelompok, yakni mereka yang termasuk dalam kategori Angkatan kerja (labour force) dan bukan Angkatan kerja. Mereka – mereka yang tergolong dalam angkatan kerja adalah mereka yang telah bekerja dan yang sedang mencari pekerjaan (pengangguran). Sedangkan yang dimaksud bukan angkatan kerja adalah mereka-mereka yang memiliki kriteria sebagi berikut: a. Golongan yang masih bersekolah, yaitu mereka yang kegiatannya hanya dan terutama sekolah b. Golongan yang mengurus rumah tangga, yaitu mereka yang mengurusi rumah tangga tanpa menerima upah c. Golongan lain-lainnya, yang tergolong dalam golongan ini ada dua macam yakni: 1. Penerima pendapatan, yaitu mereka yang tidak melakukan suatu kegiatan ekonomi tetapi memperoleh pendapatan seperti tunjangan pensiun, bunga atau simpanan atau sewa atas milik 2. Mereka yang hidupnya tergantung dari orang lain, misalnya karena lanjut usia, cacat, dalam penjara atau sakit kronis.
2.2.1 Pengangguran Yang dikatakan sebagai pengangguran adalah mereka yang tidak bekerja sama sekali selama satu minggu sebelum pencacahan dan berusaha mencari kerja. Dalam
terminologi teknisnya kata pengangguran diberi batasan tertentu sebagai berikut :mereka yang dalam kelompok umur tertentu dan dalam kurun waktu tertentu yang telah disepakati, tidak bekerja, dan tidak mempunyai pekerjaan, serta sedang mencari pekerjaan. Dari batasan tersebut tersimpul didalamnya bahwa titik dasar untuk mengukur besarnya pengangguran adalah batasan kata “ bekerja” itu sendiri. Oleh karena itu bilamana batasan bekerja dibuat terlalu bebas dan dapat mengakomodasikan kemungkinan yang sebesar-besarnya, dengan sendirinya akan menghasilkan angka pengangguran yang terlalu kecil. Angka pengangguran ini dapat dihitung dengan membagi antara jumlah penganggur dengan jumlah angkatan kerja dikali 100%. Seperti yang telah dijelaskan diatas yang dinamakan pengangguran adalah mereka-mereka yang sedang mencari pekerjaan. Berdasarkan sensus 2000 yang dikatakan sebagai pencari kerja adalah : 1. Mereka yang pernah bekerja dan sedang berusaha mendapatkan pekerjaan atau pencari kerja baru. 2. Mereka yang pernah bekerja, pada saat pencacahan sedang menganggur dan berusaha mendapatkan pekerjaan atau pencari kerja lama. 3. Mereka yang dibebastugaskan dan sedang berusaha mendapatkan pekerjaan. Ada pula yang dikatakan sebagai setengah menganggur dalam ketenagakerjaan. Perhitungan ini menggunakan jam kerja normal yakni 38 jam seminggu yang diberlakukan sejak tahun 1990. bagi mereka yang tidak dapat memenuhi syarat tersebut dapat digolongkan sebagai setengah menganggur. Maka yang dikatakan setengah menganggur adalah tenaga kerja yang bekerja kurang dari jam kerja normal yang telah ditetapkan. Jadi banyak penduduk yang merasa telah bekerja tetapi menurut pemerintah
masih di golongkan sebagai pengangguran. Menurut sebab terjadinya, pengangguran dapat digolongkan kepada tiga jenis yaitu : a. Pengangguran friksional pengangguran friksional adalah pengangguran yang terjadi karena kesulitan temporer dalam mempertemukan pencari kerja dan lowongan kerja yang ada. Kesulitan ini dapat terbentuk dari waktu yang diperlukan selama prosedur pelamaran dan seleksi, atau terjadi karena faktor jarak atau kurangnya informasi. Pengangguran ini merupakan sesuatu yang tidak dapat dielakkan walaupun secara teoritis jangka waktu pengangguran tersebut dapat disingkat melalui penyediaan informasi pasar kerja yang lengkap. b. Pengangguran Struktural Pengangguran struktural terjadi karena perubahan dalam struktur atau komposisi perekonomian. Perubahan struktural yang demikian memerlukan perubahan dalam ketrampilan tenaga kerja yang dibutuhkan sedangkan pihak pencari kerja tidak mampu menyesuaikan diri dengan ketrampilan baru tersebut. Misalnya suatu pergeseran dari ekonomi yang berat keagraris menjadi ekonomi yang berat keindustri. Sangat sulit menyesuaikan ketrampilan yang kebiasaan bertani dengan kebiasaan berindustri. c. Pengangguran Musiman Pengangguran musiman terjadi karena pergantian musim. Biasanya yang tergolong dalam jenis pengangguran ini adalah seorang petani, dimana pada saat diluar musim panen dan turun kesawah maka para petani tersebut tidak melakukan kegiatan yang ekonomis. Mereka hanya sekedar menunggu sampai datangnya musim yang baru. Selama menunggu tersebut yang dikatakan pengangguran musiman.
2.2.2 Tenaga Kerja Indonesia Tenaga Kerja Indonesia disingkat TKI adalah sebutan bagi warga negara Indonesia yang bekerja di luar negeri (seperti Malaysia, Timor-Leste dan Papua Nugini) dalam hubungan kerja untuk jangka waktu tertentu biasanya dalam kurun waktu 2 tahun dengan menerima upah. Upah yang mereka terima dalam bentuk mata uang dimana mereka bekerja yang kemudian di transferkan dalam bentuk rupiah pada saat masuk kedalam negeri. Namun demikian, istilah TKI seringkali dikonotasikan dengan pekerja kasar atau buruh padahal yang mereka kerjakan adalah hal yang halal daripada mereka yang menjadi perampok. Sedangkan untuk TKI perempuan seringkali disebut Tenaga Kerja Wanita (TKW). Kebanyakan para TKW dipekerjakan di sektor informal sebagai pembantu rumah tangga. Banyaknya TKW menjadi pembantu rumah tangga dikarenakan hal tersebut merupakan keahlian bagi kaum wanita. TKW ini yang sering kali mendapat perlakuan yang tidak wajar dan tidak manusiawi oleh majikan mereka dinegara tempat mereka bekerja. Padahal TKI merupakan salah satu jalan yang diambil pemerintah untuk mengatasi masalah pengangguran yang ada, tetapi malah menimbulkan masalah baru bagi pemerintah itu sendiri. Sampai saat ini belum ada jawaban yang tepat untuk mengatasi kekerasan yang di alami TKW yang sering kali sampai mengakibatkan kematian. Seharusnya pemerintah telah membuat suatu solusi dari permasalahan ini. Mengapa selalu tenaga kerja dari Indonesia yang sering mendapat perlakuan tidak menyenangkan. Padahal bukan hanya dari Indonesia tenaga kerja tersebut ada dari beberapa negara-negara
tetangga juga. Tetapi hal seperti itu tidak pernah terdengar sampai menimpah mereka. Adakah yang salah dari hal perekrutan mereka sehingga menjadi masalah yang baru. Ada dua faktor yang menyebabkan pemerintah mengambil kebijakan dengan melakukan pengiriman TKI keluar negeri: 1. Semakin kompleksnya masalah kependudukan yang terjadi di dalam negeri dengan berbagai implikasi sosial-ekonominya yang terjadi, seperti masalah pengangguran, menyebabkan harus ditempuh langkah-langkah yang inovatif untuk berusaha mengurangi tekanan tersebut sehingga kemiskinan tidak semakin berkembang. 2. Terbukanya kesempatan kerja yang lebih luas di negara-negara yang relative kaya dan baru berkembang yang dapat menyerap tenaga kerja Indonesia dalam jumlah yang cukup besar. Oleh sebab itu, pemerintah sangat mendukung kegiatan ini karena dapat mengurangi masalah-masalah yang telah disebutkan di atas dalam hal pengangguran dan pengurangan jumlah penduduk miskin. TKI sering disebut-sebut sebagai pahlawan devisa karena dalam setahun bisa menghasilkan devisa 60 trilyun rupiah (2006), tetapi dalam kenyataannya malah banyak masalah yang dihadapi TKI ini. Dimana balas jasa pemerintah kepada TKI karena merupakan penyumbang terbesar devisa. Pada 9 Maret 2007 kegiatan operasional di bidang Penempatan dan Perlindungan TKI di luar negeri dialihkan menjadi tanggung jawab Badan Nasional Penempatan dan perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) untuk nasional sedangkan untuk daerah dinamakan Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BP3TKI). Sebelumnya seluruh kegiatan operasional di bidang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di luar negeri dilaksanakan oleh
Ditjen Pembinaan dan Penempatan
Tenaga Kerja Luar Negeri (PPTKLN)
Depnakertrans. Sejak 2007, BNP2TKI telah melakukan pelayanan penempatan TKI yang dilaksanakan pemerintah, Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS), TKI mandiri dan penempatan perusahaan sendiri. Perjalanan sejarah penempatan TKI menjadi alasan pembenaran bahkan apa yang biasanya dilakukan di masa lalu, itulah yang paling benar. Diera global ini, penempatan dan perlindungan TKI paling tidak harus berpedoman kepada 2 (dua) undang-undang yaitu Undang Undang Nomor: 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang Undang Nomor: 39 Tahun 2004 beserta peraturan pelaksanaannya. Apabila kedua undang-undang dan peraturan pelaksanaannya dipahami dengan benar, niscaya, siapapun atau lembaga manapun tidak akan terjebak ke masalah kewenangan. Karena, siapapun sebagai pemangku kewenangan, bukanlah menjadi ukuran utama, namun siapa yang mengambil peran yang paling besar dalam menjamin hak-hak TKI. Atas dasar itulah Pemerintah Republik Indonesia merasa perlu membentuk BNP2TKI yang khusus menangani pasar kerja luar negeri. Dengan demikian Undang Undang Nomor: 39 Tahun 2004, Pasal 95 ayat (1), secara tegas menyebutkan bahwa BNP2TKI mempunyai fungsi pelaksanaan kebijakan di bidang penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri secara terkoordinasi dan terintegrasi, lebih lanjut ayat (2) BNP2TKI bertugas: a. Melakukan penempatan atas dasar perjanjian secara tertulis antara pemerintah dengan pemerintah negara pengguna TKI atau pengguna berbadan hukum di negara tujuan penempatan sebagaimana Pasal 11 ayat (1),
b. Memberikan pelayanan, mengkoordinasikan, dan melakukan pengawasan mengenai: 1) Dokumen; 2) Pembekalan Akhir Pemberangkatan (PAP); 3) Penyelesaian masalah; 4) Sumber sumber pembiayaan; 5) Pemberangkatan sampai pemulangan; 6) Peningkatan kualitas calon TKI; 7) Informasi; 8) Kualitas pelaksanaan penempatan TKI; dan 9) Peningkatan kesejahteraan TKI dan keluarganya. Berdasarkan penjelasan undang-undang yang telah disebutkan di atas maka sebenarnya TKI tersebut telah mendapat berbagai pelayanan dan juga perlindungan dari pemerintah. Jika dilihat dari izin keberangkatannya TKI dapat dibagi menjadi 2 jenis yaitu TKI yang legal dan TKI yang illegal. Perbedaaan dari kedua jenis TKI ini adalah hanya pada perizinannya, dimana TKI illegal tidak mendapatkan izin secara resmi dari pemerintah. TKI yang seperi ini yang sering mendapat perlakuan yang tidak menyenangkan di tempat mereka bekerja. Mereka yang menjadi TKI secara illegal sebenarnya tidak mengetahui bahwa mereka adalah TKI yang tidak resmi dikarenakan semua yang berkaitan dengan perekrutan sebagai TKI di pegang oleh Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI) dahulu sekarang telah berganti nama menjadi Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS). Karena peran pemerintah hanya sebagai pemberi izin saja tidak mengurusi dalam hal perekrutan TKI. Jadi segala jenis yang dibutuhkan
sebagai TKI seperti ketrampilan dan juga kursus bahasa merupakan tanggung jawab PPTKIS. Setelah PPTKIS melakukan perekrutan sampai pembuatan kursus yang di perlukan maka PPTKIS baru memberikan nama-nama yang menjadi TKI beserta dokumen yang diperlukan dalam hal pembuatan izin dan juga surat resmi pernyataan dari negara yang menjadi tujuan bekerja bahwa mereka membutuhkan tenaga kerja kepada BP3TKI. Barulah BP3TKI membuat izin sehingga calon TKI menjadi legal dimata hukum. Oleh karenanya, jika PJTKIS tersebut tidak benar maka para TKI yang akan menjadi korban dari hal tersebut. Bisa saja TKI menjadi TKI illegal karenanya dan mendapatkan perlakuan yang tidak wajar di tempat kerja mereka. Sehingga perlu peranan pemerintah dalam hal penertiban PJTKIS yang benar-benar legal dan berbadan hukum.
2.3 Pengertian Remiten Remitan awalnya adalah segala jenis pengiriman uang, dimana sipengirim tidak berada lagi ditempat tersebut. Dengan kata lain pengiriman uang dikatakan remiten jika migran tidak didaerah itu. Kemudian, definisi remiten semakin diperluas yaitu segala jenis pengiriman bukan hanya berbentuk uang saja tetapi barang, hadiah, sumbangan, pelayanan, serta distribusi keuntungan dan pembayaran komersial dari sesorang kepada orang lain melalui suatu perantara. Sebenarnya secara sederhana remiten dapat diartikan sebagai pengiriman uang.
Maka remiten adalah pengiriman uang dan barang dari
migran atau mover kepada anggota rumah tangga, saudara ataupun masyarakat di daerah asal melalui jasa pengiriman baik menggunakan jasa perbankan atau jasa pos.
Untuk wilayah Sumatera Utara remiten biasanya dikirim melalui bank BNI 46. IMF mendefinisikan remiten ke dalam 3 kategori, yaitu : (1) Remiten pekerja atau transfer dalam bentuk cash dan sejenisnya dari pekerja asing kepada keluarganya di kampung halaman, (2) Kompensasi terhadap pekerjaan atau pendapatan, gaji atau remunerasi dalam bentuk cash atau sejenisnya yang dibayarkan kepada individu yang bekerja di satu negara lain dimana keberadaan mereka adalah resmi, dan (3) Transfer uang seorang asing yang merujuk kepada transfer kapital dari aset keuangan yang dibuat orang asing tersebut sebagai perpindahan dia dari satu negara ke negara lainnya dan tinggal lebih dari satu tahun. Menurut World Bank, remiten dikatakan sebagai transfer remittance dan boleh saja berlaku secara domestik maupun internasional. Contoh domestik remiten adalah uang yang dikirim dari seseorang yang telah bermigrasi dari desa ke kota dalam suatu negara. Untuk wilayah Indonesia yang dinamakan remiten adalah pengiriman uang yang dilakukan para TKI kepada keluarganya di tanah air dengan bantuan suatu lembaga keuangan yakni BNI 46. Remiten ini dapat dibagi menjadi 2 berdasarkan pola pengirimannya antara lain: a. Remiten rutin Yang dikatakan sebagai remiten rutin adalah yang terjadi secara terus-menerus berdasarkan waktu yang telah tertentu. b. Remiten khusus Yang dikatakan sebagai remiten khusus adalah remiten yang di kirim tidak berdasarkan waktu yang rutin, tetapi terjadi pada saat-saat tertentu saja seperti pada saat hari besar tertentu.
2.3.1 Peranan Remiten Remiten bisa saja dijadikan suatu surplus bila terakumulasi dengan baik dan dimanfaatkan oleh keluarga pekerja migran sebagai modal yang akan mengubah perekonomian di daerah asal migran. Dalam hal ini respon terhadap remiten ini berbeda-beda. Para migran dari Sumatera Utara tidak hanya mengirimkan remiten kepada keluarga mereka tetapi juga membuat asosiasi (paguyuban) di daerah-daerah tujuan untuk kemudian mengirimkan dana kepada desa-desa mereka untuk pembangunan desa setempat. Tidak hanya desa mereka tetapi yang terpenting meningkatkan kesejahteraan keluarga mereka. Hal itu merupakan tujuan utama mereka untuk menjadi TKI. Selain itu, pemerintah juga mendapat manfaat dari remiten yang di kirimkan TKI melalui nilai tukarnya serta adanya tambahan pendapatan saat mereka melakukan pengurusan ijin pergi menjadi TKI. Selisih nilai tukar ini yang di manfaatkan pemerintah untuk menambah devisa negara. Dengan peningkatan devisa ini, berarti dapat memperbaiki neraca perdagangan internasional Indonesia. Sehingga TKI merupakan asset negara yang sangat penting. Oleh karenanya TKI disebut sebagai pahlawan devisa karena remiten yang dikirimkan.
2.4 Teori – Teori Ketenegakerjaan 2.4.1 Teori Hierarkhi Moslow Pada umumnya para ahli teori perilaku beropini bahwa dalam setiap perilakunya manusia mempunyai tujuan yang hendak dicapai. Keberadaan tujuan tersebut, menjadi tumpuan sinergi dengan para ahli teori motivasi yang berusaha berfikir dan mencari cara agar manusia dapat didorong berkontribusi memenuhi kebutuhan dan keinginan
organisasi. Tenaga kerja penting dimotivasi untuk mencapai tujuan organisasi. Tanpa motivasi mereka bekerja dalam keadaan sakit hati yang menjurus pada ketiadaan kontribusi bahkan terbuka peluang kontribusi yang merugikan. Teori hierarkhi kebutuhan Maslow menyiratkan manusia bekerja dimotivasi oleh kebutuhan yang sesuai dengan waktu, keadaan serta pengalamannya. Tenaga kerja termotivasi oleh kebutuhan yang belum terpenuhi dimana tingkat kebutuhan yang lebih tinggi muncul setelah tingkatan sebelumnya. Masing-masing tingkatan kebutuhan tersebut, tidak lain : kebutuhan fisiologis, rasa aman, sosial, penghargaan, perwujudan diri. Dari fisiologis bergerak ke tingkat kebutuhan tertinggi, yaitu, perwujudan diri secara bertahap. Terlepas menerima atau tidak kebutuhan berhierarkhi, mengetahui jenis-jenisnya adalah memberikan kontribusi silang saling memenuhi. Secara umum diketahui Frederick Herbertg berteori dua situasi yang mempengaruhi tenaga kerja saat bekerja. Situasi pertama,yaitu, pemuasan yang berarti sumber kepuasan kerja seperti:prestasi, pengukuhan hasil kerja, daya tarik pekerjaan, dan tanggung jawab serta kemajuan. Situasi kedua tidak lain ketidak puasan yang bersumber dari: kebijakan, supervisi, uang, status, rasa aman, hubungan antar manusia, dan kondisi kerja.
2.4.2
Teori X dan Y Mc Gregor Mc Gregor terkenal dengan teori X dan teori Y. Teori X memberikan petuah
manajer harus memberikan pengawasan yang ketat, tugas-tugas yang jelas, dan menetapkan imbalan atau hukuman. Hal tersebut, karena manusia lebih suka diawasi daripada bebas, segan bertanggung jawab, malas dan ingin aman saja, motivasi
utamanya memperoleh uang dan takut sanksi. Sebaliknya teori Y mengarahkan manajer mesti terbuka dan mendorong inisiatif kompetensi tenaga kerja. Teori Y berasumsi manusia suka kerja, sebab bekerja tidak lain aktifitas alami. Pengawasan sendiri bersifat esensial. Dengan demikian, teori X kurang baik dan teori Y adalah baik. Tidak ..tidak demikian melainkan secara bijak teori X dan Y digunakan sesuai keadaan. Terkadang mesti egois, dan terkadang juga demokratis. Intensitas motif seseorang melakukan sesuatu adalah fungsi nilai setiap hasil yang mungkin dicapai dengan persepsi kegunaannya. Motivasi sama dengan hasil dikali nilai terus hasil perhitungannya dikalikan kembali dengan ekspektasi. Akan tetapi hal tersebut, bersyarat manusia meletakkan nilai kepada sesuatu yang diharapkannya dan mempertimbangkan keyakinan memberi sumbangan terhadap tujuan.
2.4.3 Teori Konvergensi Dalam ilmu ekonomi, teori konvergensi menyatakan bahwa tingkat kemakmuran yang dialami oleh negara-negara maju dan negara-negara berkembang pada suatu saat akan konvergen (bertemu di satu titik). Ilmu ekonomi juga menyebutkan bahwa akan terjadi catching up effect, yaitu ketika negara-negara berkembang berhasil mengejar negara-negara maju. Ini didasarkan asumsi bahwa negara-negara maju akan mengalami kondisi steady state, yaitu negara yang tingkat pendapatannya tidak dapat meningkat lagi. Kejadiannya karena seluruh biaya produksi di negara tersebut sudah tertutupi oleh investasi yang ada, sehingga tambahan modal di negara tersebut tidak dapat dijadikan tambahan investasi. Tidak ada tambahan investasi berarti tidak ada tambahan pendapatan. Sementara itu, negara-negara berkembang memiliki tingkat investasi di
bawah biaya produksi, sehingga tambahan modal di negara tersebut akan dijadikan tambahan investasi dan akhirnya menambah pendapatan negara tersebut. Jadi, sementara negara-negara maju diam, negara-negara berkembang terus mengejar, sehingga pada suatu saat negara-negara maju pasti akan tertangkap oleh negara-negara berkembang. Begitulah kira-kira konsep teori konvergensi. Namun seperti yang kita ketahui, bahwa teori konvergensi tidak terjadi di dunia nyata. Negara-negara berkembang, kecuali Jepang dan beberapa negara yang termasuk asian miracle, tidak pernah mampu menangkap negara-negara maju. Bahkan kalau boleh dibilang, disparitas pendapatan antara negara-negara maju dengan negara-negara berkembang malah semakin melebar. Dengan simplifikasi bahwa hanya ada dua faktor produksi dalam perekonomian, yaitu modal (capital) dan tenaga kerja (labor), bisa dikatakan negara-negara maju yang memiliki modal melimpah bersifat capital abundant, sedangkan negara-negara berkembang yang memiliki tenaga kerja melimpah bersifat labor abundant. Negara maju yang memiliki modal berlimpah dibanding tenaga kerja akan mendistribusikan pendapatan lebih besar kepada tenaga kerja dibanding kepada modal. Sebaliknya, negara berkembang yang memiliki tenaga kerja lebih banyak daripada modal akan menghargai modal lebih tinggi daripada tenaga kerja. 2.5 Kesejahteraan Keluarga Keluarga merupakan unit terkecil dari suatu negara. Kumpulan dari keluarga akan membentuk suatu lapisan masyarakat dan selanjutnya lapisan-lapisan masyarakat tersebut bergabung dalam suatu kelompok besar yang di sebut bangsa atau negara. Berarti negara terbentuk dari kumpulan beberapa keluarga dalam suatu wilayah tertentu.
Jika ditarik kesimpulan maka keluarga memiliki peran yang penting dalam suatu bangsa. Untuk menilai apakah suatu negara itu telah menjadi negara maju, dapat dilakukan dengan melihat tingkat kesejahteraan penduduknya dalam hal ini kita mengambil porsi keluarga. Menurut Wikipedia (2010), sejahtera dapat menunjuk ke keadaan yang lebih baik, kondisi manusia dimana orang-orangnya dalam keadaan makmur, dalam keadaan sehat atau damai. Kesejahteraan disini meliputi seluruh bidang kehidupan manusia, mulai dari ekonomi, sosial, budaya, iptek, hankamnas, dan lain sebagainya. Bidang-bidang kehidupan tersebut meliputi jumlah dan jangkauan pelayanannya. Oleh karena itu, kesejahteraan suatu bangsa/negara sangat tergantung pada kesejahteraan keluarga. Pengukuran kesejahteraan sangat sulit dan relatif sifatnya, tergantung pada individu, selain itu dipengaruhi pula oleh banyak faktor, antara lain keadaan sosial, ekonomi, dan budaya masing-masing daerah di mana mereka bertempat tinggal. Untuk mendapatkan kesejahteraan itu memang tidak gampang. Tetapi bukan berarti mustahil didapatkan. Tak perlu juga melakukan yang haram, sebab yang halal masih banyak yang bisa dikerjakan untuk mencapai kesejahteraan. Kita hanya perlu memperhatikan indikator kesejahteraan itu. Adapun indikator tersebut diantaranya adalah.
1. Jumlah dan pemerataan pendapatan. Hal ini berhubungan dengan masalah ekonomi. Pendapatan berhubungan dengan lapangan kerja, kondisi usaha, dan faktor ekonomi lainnya. Penyediaan lapangan kerja mutlak dilakukan oleh semua pihak agar masyarakat memiliki pendapatan tetap untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Tanpa itu semua, mustahil manusia dapat mencapai
kesejahteraan. Tanda-tanda masih belum sejahteranya suatu kehidupan masyarakat adalah jumlah dan sebaran pendapatan yang mereka terima yang tidak merata. Kesempatan kerja dan kesempatan berusaha diperlukan agar masyarakat mampu memutar roda perekonomian yang pada akhirnya mampu meningkatkan jumlah pendapatan yang mereka terima. 2. Pendidikan yang semakin mudah untuk dijangkau. Pengertian mudah disini dalam arti jarak dan nilai yang harus dibayarkan oleh masyarakat. Pendidikan yang mudah dan murah merupakan impian semua orang. Dengan pendidikan yang murah dan mudah itu, semua orang dapat dengan mudah mengakses pendidikan setinggi-tingginya. Dengan pendidikan yang tinggi itu, kualitas sumberdaya manusianya semakin meningkat. Dengan demikian kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan yang layak semakin terbuka. Berkat kualitas sumberdaya manusia yang tinggi ini, lapangan kerja yang dibuka tidak lagi berbasis kekuatan otot, tetapi lebih banyak menggunakan kekuatan otak. Sekolah dibangun dengan jumlah yang banyak dan merata, disertai dengan peningkatan kualitas, serta biaya yang murah. Kesempatan untuk memperoleh pendidikan tidak hanya terbuka bagi mereka yang memiliki kekuatan ekonomi, atau mereka yang tergolong cerdas saja. Tapi, semua orang diharuskan untuk memperoleh pendidikan setinggi-tingginya. Sementara itu, sekolah juga mampu memberikan layanan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan peserta didiknya. Pendidikan disini, baik yang bersifat formal maupun non formal. Kedua jalur pendidikan ini memiliki kesempatan dan perlakuan yang sama dari pemerintah dalam memberikan layanan pendidikan kepada masyarakat. Angka
melek huruf menjadi semakin tinggi, karena masyarakatnya mampu menjangkau pendidikan dengan biaya murah. 3. Kualitas kesehatan yang semakin meningkat dan merata. Kesehatan merupakan faktor untuk mendapatkan pendapatan dan pendidikan. Karena itu, faktor kesehatan ini harus ditempatkan sebagai hal yang utama dilakukan oleh pemerintah. Masyarakat yang sakit akan sulit memperjuangkan kesejahteraan dirinya. Jumlah dan jenis pelayanan kesehatan harus sangat banyak. Masyarakat yang membutuhkan layanan kesehatan tidak dibatasi oleh jarak dan waktu. Setiap saat mereka dapat mengakses layanan kesehatan yang murah dan berkualitas. Apabila masih banyak keluhan masyarakat tentang layanan kesehatan, maka itu pertanda bahwa suatu negara masih belum mampu mencapai taraf kesejahteraan yang diinginkan oleh rakyatnya.
Secara ringkas inilah tiga indikator tentang kesejahteraan rakyat yang biasanya digunakan. Ketiga indikator ini disebut dengan Indek Pembangunan Manusia (IPM). Indikator ini akan menjadi faktor penentu dalam usaha-usaha yang dilakukan oleh semua pihak untuk mencapai kesejahteraan. Ketiga hal ini diyakini merupakan puncak dari gunung es kesejahteraan yang didambakan oleh semua orang.
Disini peran pemerintah sangat perlu dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyatnya. Banyak hal yang mesti dilakukan antara lain meningkatkan kualitas infrastruktur penunjang kesejahteraan seperti rumah sakit, sekolah dan sebagainya. Jika semua infrastruktur dapat di penuhi pemerintah maka tidak mungkin masyarakat Indonesia akan menjadi sejahtera seperti negara dunia pertama. Kehidupan sejahtera yang seperti dijelaskan merupakan dambaan oleh semua manusia di dunia ini. Baik
tinggal di kota maupun yang di desa, semua mendambakan kehidupan yang sejahtera. Sejahtera lahir dan bathin.
Namun, dalam perjalanannya, kehidupan yang dijalani oleh manusia tak selamanya dalam kondisi sejahtera. Pasang surut kehidupan ini membuat manusia selalu berusaha untuk mencari cara agar tetap sejahtera. Mulai dari pekerjaan kasar seperti buruh atau sejenisnya, sampai pekerjaan kantoran yang bisa sampai ratusan juta gajinya dilakoni oleh manusia. Jangankan yang halal, yang harampun rela dilakukan demi kesejahteraan hidup.