BAB II TUJUAN PUSTAKA
2.1.
Pariwisata Pariwisata saat ini telah menjadi kebutuhan pokok sebagian besar manusia.
Istilah tersebut sudah tidak asing lagi di telinga kita. Pada hakikatnya berpariwisata adalah suatu proses bepergian sementara dari seseorang atau lebih menuju tempat lain di luar tempat tinggalnya. Dorongan kepergiannya adalah karena berbagai kepentingan, baik karena kepentingan ekonomi, sosial, kebudayaan, politik, agama, kesehatan, maupun kepentingan lain seperti sekedar ingin tahu, menambah pengalaman, atau pun untuk belajar (Suwantoro, 1997 : 3). Istilah pariwisata berhubungan erat dengan pengertian perjalanan wisata, yaitu sebagai suatu perubahan tempat tinggal sementara seseorang di luar tempat tinggalnya karena suatu alasan dan bukan untuk melakukan kegiatan yang menghasilkan upah. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau lebih dengan tujuan antara lain untuk mendapatkan kenikmatan dan memenuhi hasrat ingin mengetahui sesuatu. Dapat juga karena kepentingan yang berhubungan dengan kegiatan olah raga untuk kesehatan. Definisi-definisi pariwisata telah dibakukan ke dalam suatu perundangundangan, yaitu UU No. 10 tahun 2009 tentang kepariwisataan, yang dimaksud dengan pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata yang didukung oleh berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan masyarakat, pengusaha, Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
Universitas Sumatera Utara
Pariwisata merupakan suatu kegiatan yang dilakukan berbeda dengan kegiatan sehari-harinya. Orang yang melakukan kegiatan perjalanan wisata biasanya disebut sebagai wisatawan (tourist). Wisatawan merupakan unsur yang penting dalam pariwisata karena tanpa wisatawan obyek wisata menjadi tidak berfungsi. Sedangkan menurut Suwantoro (1997 ; 17), wisatawan yang mengadakan perjalanan wisata didorong oleh beberapa motivasi sebagai berikut : 1.
Dorongan kebutuhan untuk berlibur dan berekreasi.
2.
Dorongan kebutuhan pendidikan dan penelitian.
3.
Dorongan kebutuhan keagamaan.
4.
Dorongan kebutuhan kesehatan.
5.
Dorongan atas minat terhadap kebudayaan dan kesenian.
6.
Dorongan kepentingan keamanan.
7.
Dorongan kepentingan hubungan keluarga.
8.
Dorongan kepentingan politik. Semakin banyak wisatawan yang berkunjung ke daerah tujuan wisata,
maka daerah tersebut akan semakin mensejahterakan masyarakat sekitarnya. Menurut Yoeti (1988) Pariwisata adalah suatu perjalanan yang dilakukan untuk sementara waktu, yang diselenggarakan dari suatu tempat ke tempat lain, dengan maksud bukan untuk berusaha mencari nafkah di tempat yang dikunjungi tetapi semata-mata menikmati perjalanan tersebut guna bertamasya/rekreasi memenuhi keinginan yang beraneka ragam.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Happy (2002), Pariwisata adalah perpindahan sementara yang dilakukan manusia dengan tujuan keluar dari pekerjaan-pekerjaan rutin, keluar dari tempat kediamannya. Kegiatan Pariwisata adalah merupakan kegiatan multidimensional, tidak hanya berkaitan dengan teknologi, tetapi juga sangat erat kaitannya dengan sosial, agama, kultur, seni, keindahan, budaya dan lingkungan hidup, sehingga dalam kegiatan pariwisata tidak hanya dibutuhkan sumber daya manusia yang tinggi ilmu pengetahuannya dan selalu mengikuti perkembangan teknologi dengan cepat, namun sentuhan kebutuhan dan pelestariannya perlu diperhatikan (Andika, 2003). Menurut Soekadijo (2000) Pariwisata itu adalah segala kegiatan dalam masyarakat yang berhubungan dengan wisatawan, sedangkan wisatawan itu ialah orang yang mengadakan perjalanan dari tempat kediamannya tanpa menetap di tempat yang didatanginya. Penggunaan istilah pariwisata dan wisatawan dimulai dari Perancis oleh seorang bangsawan de St Maurice dalam bukunya “The true for foreigners traveling in France, to appreciale its beauties, learn the langue and take exercise” yang berisikan petunjuk perjalanan untuk orang asing untuk menikmati keindahan, dan mempelajari serta mempraktekkan bahasa Perancis (Soekadijo, 1996). Bangsa pertama yang dianggap sebagai orang yang melakukan perjalanan untuk tujuan bersenang-senang adalah bangsa Romawi. Pada waktu itu mereka telah melakukan perjalanan beratus-ratus mil dengan menunggang kuda guna melihat candi-candi dan piramid peninggalan bangsa mesir kuno. Di zaman pertengahan, semasa kerajaan Romawi sedang jaya-jayanya, dibangunlah jalan
Universitas Sumatera Utara
raya sepanjang 350 mil dari Roma ke kota Brundisium, dengan demikian rakyat dengan mudah melakukan perjalanan dari suatu kota ke kota lainnya (Samsuridjal, 1997). Keberhasilan pariwisata sangat ditentukan dengan daya dukung kegiatan pariwisata tersebut, karena kegiatan pariwisata terkait langsung dengan obyekobyek yang akan dinikmati oleh para wisatawan. Besarnya daya dukung lingkungan secara umum dapat diartikan sebagai jumlah unit penggunaan dalam suatu tempat tersebut dalam menyokong rekreasi, dan tanpa merusak pengalaman rekreasi dari pengunjung (Lawson dan Bovy, 1997). Tinjauan ekologis terhadap prinsip daya dukung diutarakan oleh Fisher dan Krutilla (1972) yang menyebutkan daya dukung sebagai jumlah maksimum pengunjung yang dapat diakomodasikan oleh suatu obyek tertentu dalam kondisi tekanan maksimum. Dalam pembangunan pariwisata hendaknya diperhatikan seluruh aspek yang berkaitan dengan kegiatan pariwisata di lokasi pariwisata tersebut, adapun beberapa daya dukung yang umum untuk mendukung pariwisata di suatu daerah adalah : 1) daya dukung fisik, yang berkaitan langsung dengan kemampuan fisik lahan atau perairan yang ada untuk menampung kegiatan, 2) daya dukung biologis, yang berkaitan dengan adanya relasi antara sumber daya dan kegiatan wisata, yang dapat dideteksi dari ada tidaknya kerusakan atau gangguan pada komponen biologi yang ada dan, 3) daya dukung psikologis, merupakan aspek yang sangat individual dan sulit ditangani, menyangkut kemampuan obyek untuk mempertahankan kesan yang ada padanya.
Universitas Sumatera Utara
Dengan memperhatikan daya dukung tersebut serta mengembangkannya menjadi bahagian dari pariwisata tersebut, diharapkan kegiatan pariwisata tersebut akan berhasil.
2.2.
Bentuk dan Jenis-Jenis Pariwisata Kegiatan pariwisata yang dilakukan masyarakat di berbagai tempat mulai
dari dasar lautan, pantai, pedesaan, kota, bukit-bukit, pegunungan, puncak gunung, terowongan, gua bawah tanah maupun wisata antariksa secara umum dapat dibagi dalam dua bentuk yaitu : 1.
Pariwisata Perorangan (Individual tourism) Kegiatan pariwisata ini dilakukan oleh perorangan atau kelompok orang
yang melaksanakan perjalanan dengan daerah tujuan wisata sesuai dengan pilihannya, keadaan ini memungkinkan dilakukan perubahan tujuan, waktu dan biaya perjalanan, seluruh persiapan dan perlengkapan pariwisata disediakan oleh yang bersangkutan atau kelompok tersebut. 2.
Pariwisata Kolektif (Collective tourism) Kegiatan pariwisata ini dilakukan dan diselenggarakan oleh suatu badan
usaha (biro perjalanan) yang menjadi leader dari pariwisata tersebut. Kegiatan pariwisata ini sangat bergantung pada biro perjalanan yang menjual suatu perjalanan menurut program dan jadwal waktu yang ditentukan terlebih dahulu. Biro perjalanan ini menawarkan program wisata ini kepada setiap orang yang berminat dengan keharusan membayar sejumlah uang yang telah ditentukan untuk keperluan tersebut. Perjalanan wisata adalah suatu perjalanan dengan ciri-ciri tertentu, yaitu : 1. Berupa perjalanan keliling yang kembali ke tempat asal;
Universitas Sumatera Utara
2. Pelaku perjalanan hanya tinggal untuk sementara waktu; 3. Perjalanan tersebut direncanakan terlebih dahulu; 4. Ada organisasi/orang yang mengatur perjalan tersebut; 5. Terdapat unsur-unsur produk wisata; 6. Ada tujuan yang ingin dicapai dari perjalanan wisata tersebut; 7. Biaya perjalanan diperoleh dari negara asal dan; 8. Dilakukan dengan santai (Desky, 2001) Banyak variasi dapat disaksikan mengenai cara orang mengadakan perjalanan wisata. Dari lamanya orang mengadakan perjalanan, jaraknya yang ditempuh, kendaraan yang digunakan, organisasi perjalanannya, dampaknya di bidang ekonomi dan sebagainya, perjalanan wisata itu dapat diklasifikasikan menjadi bentu-bentuk wisata. Bentuk-bentuk wisata yang terpenting adalah : a.
Wisata mancanegara (asing, internasional) dan wisata domestik (dalam negeri) di Indonesia disebut wisata nusantara. Wisatawan mancanegara adalah wisatawan yang dalam perjalannya memasuki daerah negara yang bukan negaranya sendiri, jika perjalanan wisata tidak keluar dari batas-batas negara sendiri, wisatawan ialah wisatawan nusantara (domestik). Wisatawan nusantara sering dibedakan menjadi wisata regional dan wisata lokal.
b.
Wisata reseptif (pasif) dan wisata aktif. Dilihat dari dampaknya secara ekonomis, wisata mancanegara atau kedatangan wisatawan dari luar negeri itu akan menghasilkan pemasukan devisa untuk negara yang bersangkutan.
c.
Wisata kecil dan wisata besar, yang dimaksud dengan wisata kecil dan wisata besar disini ialah wisata menurut lamanya waktu perjalanan. Wisata kecil ialah wisata jangka pendek (short term tourism), yang memakan waktu satu
Universitas Sumatera Utara
sampai beberapa hari. Kalau hanya memakan waktu satu hari disebut ekskursi. Dalam wisata kecil ini antara lain termasuk wisata akhir pekan (weekend tourism). Wisata besar memakan waktu beberapa minggu sampai beberapa bulan. d.
Wisata individual dan wisata terorganisasi, seseorang atau sekelompok orang, seperti murid-murid sekolah, penduduk sekampung atau pegawai sekantor dan sebagainya dapat mengadakan perjalanan wisata dengan mengatur waktu perjalanan, tempat-tempat yang dikunjungi, kendaraan yang digunakan, makan dan minumnya, penginapannya dan sebagainya. Pariwisata rombongan yang individual itu disebut dengan wisata sosial, yaitu wisata yang tidak ditangani perusahaan perjalanan, dan menggunakan akomodasi khusus yang disediakan untuk itu, seperti pesanggarahan, dusun wisata, perkemahan, dan sebagainya, segala sesuatunya sudah diatur sebelumnya, diantaranya termasuk liburan keluarga, perjalanan remaja (youth travel), kunjungan keluarga, termasuk perjalanan Incentive travel yaitu perjalanan rombongan pegawai (satu kantor). Dalam melaksanakan kegiatan pariwisata, secara umum wisatawan
memiliki maksud dan tujuan dilakukannya kegiatan wisata tersebut, jenis-jenis tujuan dari pariwisata dapat dibagi yaitu : a) Pariwisata untuk menikmati perjalanan b) Pariwisata untuk rekreasi c) Pariwisata untuk kebudayaan d) Pariwisata untuk olah raga e) Pariwisata untuk urusan usaha dagang
Universitas Sumatera Utara
f) Pariwisata untuk berkonvensi Demikian halnya masyarakat yang melaksanakan perjalanan pariwisata dapat dikategorikan berdasarkan motif dan tujuannya melaksanakan kegiatan pariwisata tersebut, mereka akan mengeluarkan pembiayaan yang tidak sedikit, waktu serta beberapa pengorbanan lainnya untuk memperoleh manfaat dari kegiatan pariwisata tersebut. Terdapat beberapa macam motif orang untuk melakukan kegiatan wisata yaitu sebagai berikut: 1. Motif bersenang-senang atau tamasya; 2. Motif rekreasi; 3. Motif kebudayaan; 4. Motif olah raga; 5. Motif bisnis; 6. Motif konvensi 7. Motif spiritual; 8. Motif interpersonal; 9. Motif kesehatan; 10. Motif sosial (Soekadijo, 1996). Menurut Happy (2002) beberapa prinsip-prinsip pariwisata yang layak, dan dapat meningkatkan manfaat dari kegiatan pariwisata tersebut : 1. Secara aktif mendorong kelangsungan peninggalan di suatu daerah kebudayaan, sejarah dan alam. 2. Menekankan dan menampilkan identitas daerah sebagai sesuatu yang unik.
Universitas Sumatera Utara
3. Dilakukan berdasar pada keterampilan interpretasi peninggalan yang ada. 4. Merberdayakan masyarakat lokal untuk menginterpretasikan warisan mereka sendiri kepada para tamu. 5. Membangun rasa bangga masyarakat lokal akan warisan mereka dan meningkatkan hubungan dengan tamu serta keterampilan pelayanan. 6. Membantu memelihara gaya hidup dan nilai-nilai setempat. 7. Memberdayakan
masyarakat
lokal
untuk
merencanakan
dan
memfasilitasi pengalaman berdimensi ganda yang otentik dan bermakna kepada pengunjung. 8. Bersifat “antar budaya” yang berarti tamu dan tuan rumah sama-sama menerima pengalaman yang saling memperkaya. 9. Mewakili
program
yang
dapat
diterapkan
disetiap
tingkat
pengembangan pariwisata dan semua kondisi pariwisata. 10. Menampilkan pendekatan “bernilai tambah” terhadap pariwisata, yang berarti meningkatkan kedalaman dan level pelayanan yang diberi kepada wisatawan. 11. Menampilkan suatu pendekatan kearah pengembangan pariwisata berkelanjutan. Karena menekankan dan menghormati peninggalan suatu daerah serta memberdayakan penduduknya sebagai basis pembangunan pariwisata yang sejati.
Universitas Sumatera Utara
2.3.
Industri Pariwisata di Indonesia Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, dengan ± 17.508
pulau yang dimilikinya dengan garis pantai sepanjang ± 95.181 km. Negara Indonesia memiliki potensi alam, keanekaragaman flora dan fauna, peninggalan purbakala, peninggalan sejarah, serta seni dan budaya yang semuanya itu merupakan sumber daya dan modal yang besar artinya bagi usaha pengembangan dan peningkatan kepariwisataan. Modal tersebut harus dimanfaatkan secara optimal melalui penyelenggaraan kepariwisataan yang secara umum bertujuan untuk
meningkatkan
pendapatan
nasional
dalam
rangka
meningkatkan
kesejahteraan rakyat. Sesuai dengan Undang-undang Republik Indonesia No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan, mengamanatkan bahwa daya tarik wisata terdiri atas obyek dan daya tarik wisata ciptaan Tuhan Yang Maha Esa dan hasil kaya manusia. Obyek dan daya tarik wisata ciptaan Tuhan Yang Maha Esa berwujud keadaan alam, keanekaragaman hayati, flora dan fauna, pemandangan yang nyaman adalah merupakan suatu modal utama untuk dijadikan kawasan yang dikelola menjadi suatu kegiatan wisata. Sesuai dengan konteks dasar bahwa pariwisata adalah suatu gejala sosial yang sangat kompleks, yang menyangkut manusia seutuhnya dan memiliki berbagai aspek : sosiologis, psikologis, ekonomis, ekologis, dan sebagainya. Aspek yang mendapat perhatian paling besar dan hampir-hampir merupakan satusatunya aspek yang dianggap penting ialah aspek ekonomisnya (Soekadijo, 2000). Dalam melakukan perjalanan orang harus mengeluarkan biaya, yang diterima oleh orang-orang yang menyelenggarakan bermacam-macam jasa,
Universitas Sumatera Utara
atraksi, dan lain-lainnya. Keuntungan ekonomis untuk daerah yang dikunjungi wisatawan itulah yang pertama-tama merupakan tujuan pembangunan pariwisata. Kegiatan
pariwisata
secara
horizontal
akan
meningkatkan
pergerakan/mobilitas spasial dari masyarakat, jasa dan angkutan baru berupa transportasi, merupakan potensi wisata untuk suatu daerah. Agar pariwisata menjadi kenyataan perlu ada kegiatan yang mengaktualisasikan perjalanan wisata, yang bertugas untuk mempertemukan antara produk wisata dengan calon wisatawan. Calon wisatawan harus digarap sedemikian rupa sehingga mengambil keputusan untuk membeli. Kegiatan tersebut dituliskan Soekadijo (2000) dalam suatu bagan seperti berikut :
Konsumen
Pemasaran
Demand
Motif Perjalanan
Kebutuhan dlm Perjalanan
Angkutan
Atraksi Wisata
Jaya Wisata
Angkutan Wisata
Supply
Produsen Gambar 2.1. Model Pariwisata Sebagai Industri, Soekadijo, 2000
Universitas Sumatera Utara
Melalui diagram tersebut dapat dijelaskan bahwa konsumen adalah wisatawan, produsen adalah para pelaku pariwisata yang menghasilkan produk dan jasa wisata, demand adalah kebutuhan wisatawan yang harus dipenuhi, sedangkan supply adalah kemampuan memenuhi permintaan konsumen. Permintaan konsumen dapat diidentifikasikan berdasarkan motivasi wisata. Secara garis besar wisatawan dapat dibedakan menjadi dua kategori, yaitu wisatawan yang orientasinya pada destinasi dan wisatawan yang orientasinya pada program. Pembangunan program pariwisata di Indonesia menurut Prajogo (1979) dimulai tahun 1947 dengan terbentuknya bagian Hotel Negara dan Tourisme yang berada di lingkungan Kementerian Perhubungan. Selanjutnya tahun 1957 berbentuk menjadi Dewan Tourisme Indonesia. Tahun 1960 Dewan Tourisme Indonesia berubah menjadi Dewan Pariwisata Indonesia yang disingkat dengan DEPARI, dan pada tahun 1966 Pemerintah Republik Indonesia membentuk Departemen Pariwisata, selanjutnya berganti lagi menjadi Lembaga Kepariwisataan Republik Indonesia (GATARI) dan akhirnya berganti menjadi Lembaga Pariwisata Nasional. Selaras dengan hal tersebut Nyoman (2003) mengatakan bahwa : Pariwisata di Indonesia mulai tampil ke depan sejak dibangunnya hotel-hotel besar di Jakarta, Bali, Yogjakarta, Pelabuhan Ratu pada awal tahun 1960-an. Kemudian disusul dengan hotel-hotel lain diberbagai kota besar di tanah air. Mulai terasa kebutuhan tenaga terampil dalam jumlah besar. Guna mengatasinya, perlu tenaga-tenaga terlatih dan terdidik (formal dan non formal). Muncullah lembaga sekolah yang bergerak dalam bidang ini untuk mengisi kebutuhan akan tenaga-tenaga dimaksud.
Universitas Sumatera Utara
Pembangunan pariwisata di Indonesia secara umum dipicu dari berbagai keadaan di dalam negeri (berkurangnya sumber daya alam dan rendahnya sumber daya manusia) yang sudah tidak mampu lagi untuk mendukung seluruh pembiayaan program pembangunan bangsa yang telah direncanakan, sehingga harus dicari alternatif lain sebagai sumber pemasukan devisa bagi negara serta sumber pendapatan asli bagi daerah dan peningkatan pendapatan bagi masyarakat. Pengembangan pariwisata di Indonesia umumnya dipengaruhi beberapa faktor antara lain : 1. Makin berkurangnya peranan minyak sebagai devisa jika dibandingkan dengan waktu yang lalu. 2. Merosotnya nilai ekspor di sektor-sektor non minyak. 3. Prospek
pariwisata
yang
tetap
memperhatikan
kecenderungan
meningkat secara konsisten. 4. Besarnya potensi pariwisata yang kita miliki untuk pengembangan pariwisata di Indonesia (Kodhyat, 1982). Mengelola kepariwisataan menjadi suatu industri bagi negara Indonesia dapat dikatakan merupakan sesuatu yang relatif baru. Apabila negara-negara tetangganya
sudah
sejak
tahun
1960-an
mengembangkan
industri
kepariwisataanya, maka Indonesia memulainya menjelang tahun 1970-an. Bagaimanapun rintisan pengembangan Indonesia secara industrial ini telah mampu membuahkan hasil yang cukup menggembirakan (James, 1993).
Universitas Sumatera Utara
2.4.
Rancangan Pemerintah dalam Sektor Pariwisata Kepariwisataan Indonesia telah diupayakan sedemikian rupa sehingga
perencanaan terpadu terhadap seluruh daerah yang berpotensi untuk menjadi daerah wisata telah dipersiapkan sehingga pemerintah banyak mengharapkan bahwa wisata di Indonesia akan menjadi sumber devisa yang dapat diandalkan. Dalam rancangan pemerintah dan pembangunan Provinsi Sumatera Utara 2001-2005 adalah untuk mewujudkan masyarakat Sumatera Utara yang mandiri, dan pemerataan kemajuan di segala aspek. Masyarakat yang mandiri adalah suatu masyarakat yang memiliki integritas serta kemampuan dalam menyaring kebijakan pemerintah dan ikut berpartisipasi dengan memberikan kritikan atau saran yang membangun pada pemerintah (Anwar, 2003). Provinsi Sumatera Utara mempunyai potensi wisata yang berada di daerah sekitar Danau Toba, Pulau Samosir, Kabupaten Tapanuli Tengah, Karo, Nias dan Langkat, dimana obyek wisata tersebut terdiri dari keindahan alam dan iklim, kebudayaan dan kesenian rakyat. Sumatera Utara merupakan salah satu daerah tujuan wisatawan mancanegara terpenting di Indonesia setelah Provinsi Bali, Provinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogjakarta (BPS, 2002).
2.5.
Konsumsi James Duesenberry dalam bukunya Income, Saving and The Theory of
Consumer Behavior mengemukakan bahwa pengeluaran konsumsi suatu masyarakat ditentukan oleh tingginya pendapatan tertinggi yang pernah dicapainya. Pendapatan berkurang, konsumen tidak akan banyak mengurangi pengeluaran untuk konsumsi. Untuk mempertahankan tingkat konsumsi yang tinggi, terpaksa mengurangi besarnya saving. Apabila pendapatan bertambah
Universitas Sumatera Utara
maka konsumsi mereka juga akan bertambah, tetapi bertambahnya tidak terlalu besar. Kenyataan ini terus kita jumpai sampai tingkat pendapatan tertinggi yang pernah dicapai, tercapai kembali. Sesudah puncak dari pendapatan sebelumnya telah
dilalui,
maka
tambahan
pendapatan
akan
banyak
menyebabkan
bertambahnya pengeluaran untuk konsumsi, sedangkan dilain pihak bertambahnya saving tidak begitu cepat (Reksoprayitno, 2000). Pengertian konsumsi secara umum diartikan sebagai pengeluaranpengeluaran konsumsi rumah tangga-rumah tangga keluarga. Dalam keadaan normal, sebagai salah satu komponen dari pendapatan nasional, pengeluaran konsumsi agregatif pada umumnya tidak pernah mempunyai angka di bawah lima puluh persen. Di lain pihak, model-model analisis ekonomi makro, boleh dikatakan bahwa entah secara ekplisit ataupun secara implisit, variabel pengeluaran konsumsi agregatif tidak pernah dilupakan. (Reksoprayitno, 2000). Konsumsi adalah pembelanjaan atas barang-barang dan jasa-jasa yang dilakukan oleh rumah tangga dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan dari orang yang melakukan pembelanjaan tersebut. Pembelanjaan masyarakat atas makanan, pakaian, dan barang-barang kebutuhan mereka yang lain digolongkan pembelanjaan atau konsumsi. Barang-barang yang diproduksi untuk digunakan oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya dinamakan barang konsumsi (Dumairy, 2004). Beberapa fungsi konsumsi menurut Keynes dalam Reksoprayitno (2000) antara lain : 1. Variabel nyata, yang dimaksud ialah bahwa fungsi konsumsi Keynes menunjukkan
hubungan
antara
pendapatan
nasional
dengan
Universitas Sumatera Utara
pengeluaran
konsumsi
yang
dua-duanya
dinyatakan
dengan
menggunakan tingkat harga konstan. 2. Pendapatan yang terjadi, dalam literatur banyak disebutkan bahwa pendapatan nasional yang menentukan besar kecilnya pengeluaran konsumsi adalah pendapatan nasional yang terjadi atau current national income. Penekanan ini sekedar untuk menunjukkan bahwa yang dimaksud Keynes bukannya pendapatan yang terjadi sebelumnya, bukan pula pendapatan yang diramalkan akan terjadi di masa datang atau konsepsi-konsepsi pendapatan nasional lain-lainnya. 3. Pendapatan absolut, dalam literatur banyak pula disebut-sebut bahwa fungsi konsumsi Keynes variabel pendapatan nasionalnya perlu diinterpretasikan sebagai pendapatan nasional absolut, yang dapat dilawankan pula misalnya dengan pendapatan relatif, pendapatan permanen yang sebagainya lagi. 4. Bentuk fungsi konsumsi, dalam semua model analisis yang disajikan selalu menggunakan fungsi konsumsi dengan bentuk garis lurus, sedangkan Keynes berpendapat bahwa fungsi konsumsi berbentuk lenggang (Reksoprayitno, 2000). Beberapa faktor yang cukup besar peranannya dalam menentukan besar kecilnya pengeluaran konsumsi suatu masyarakat antara lain : a. Distribusi pendapatan nasional; b. Banyaknya kekayaan masyarakat dalam bentuk alat-alat likuid; c. Banyaknya barang-barang konsumsi tahan lama dalam masyarakat; d. Kebijaksanaan financial perusahaan-perusahaan;
Universitas Sumatera Utara
e. Kebijaksanaan perusahaan-perusahaan dalam pemasaran; f. Ramalan daripada masyarakat akan adanya perubahan tingkat harga. Proses konsumsi adalah kegiatan tukar menukar barang/jasa antara pembeli dan penjual, dalam suatu transaksi akan sangat tergantung dari nilai barang/jasa yang dijual; jumlah pembayaran oleh pembeli; jumlah penerimaan pihak penjual, dengan kata lain bahwa arus barang (nilai barang, yaitu jumlah barang dikalikan harganya) tepat sama besarnya dengan arus uang (jumlah uang/kredit) untuk pembayaran barang tersebut, tepat sama pula dengan jumlah penerimaan penjual/produsen (Gilarso, 1992). Menurut Gilarso (1992) yang penting dalam hal konsumsi ini adalah adanya kesamaan antara pengeluaran pembeli, penerimaan penjual dan nilai barang yang dipertukarkan. Sebab kenyataan itulah yang memungkinkan kita untuk mengukur transaksi-transaksi yang terjadi dalam masyarakat, antara lain : 1. Dengan memperhatikan nilai barang (jumlah barang/jasa atau volume produksi dikalikan harganya) 2. Dengan memperhatikan jumlah pengeluaran dari pihak pembeli, 3. Dengan menghitung banyaknya penerimaan di pihak penjual / produsen.
2.6.
Pendapatan Menurut Gilarso (1992), pendapatan atau sering disebut dengan
penghasilan didefinisikan sebagai bentuk balas-karya yang diperoleh sebagai imbalan atau balas jasa atas sumbangan seseorang terhadap proses produksi. Jenis-jenis sumber pendapatan dapat berasal dari : (a) usaha sendiri (wiraswasta, misalnya berdagang, mengerjakan sawah); (b) bekerja pada orang lain, misalnya
Universitas Sumatera Utara
bekerja di kantor atau perusahaan sebagai pegawai atau karyawan (baik swasta ataupun pemerintah); (c) hasil dari milik, misalnya mempunyai sawah yang disewakan, punya rumah disewakan, punya uang dipinjamkan dengan bunga tertentu. Pendapatan dapat diterima berupa uang, dapat juga dalam bentuk barang (misalnya tunjangan beras, hasil dari sawah atau pekarangan sendiri), atau fasilitas-fasilitas (misalnya rumah dinas, pengobatan/ kesehatan gratis), selain hal tersebut di atas masih dijumpai pendapatan yang berasal dari : uang pensiun bagi mereka yang sudah lanjut usia dan dulu bekerja pada pemerintah atau instansi lainnya; sumbangan atau hadiah, misalnya sokongan dari saudara/famili, warisan, hadiah tabungan. Pinjaman atau hutang, ini memang merupakan uang masuk, tetapi pada suatu saat akan harus dilunasi/dikembalikan. Model pendapatan interregional merupakan perubahan pendapatan regional dapat berasal dari beberapa sumber yang mungkin, tidak lagi sematamata berasal dari perubahan ekspor yang ditentukan secara eksogen. Sumbersumber ini meliputi (a) perubahan pengeluaran-pengeluaran otonom regional (misalnya investasi, pengeluaran pemerintah); (b) perubahan tingkat pendapatan suatu daerah (atau daerah-daerah) lain di dalam sistem yang bersangkutan yang akan terlihat dalam perubahan ekspor daerah; (c) berubahnya salah satu di antara parameter-parameter model (hasrat konsumsi marginal, koefisien perdagangan irregional atau tingkat pajak marginal) (Richardson, 2001). Penting untuk dicatat bahwa apabila yang menjadi tujuan adalah memaksimumkan pendapatan nasional, maka distribusi optimal dari pengeluaran tidaklah tergantung pada nilai-nilai koefisien perdagangan interregional. Apabila
Universitas Sumatera Utara
tujuan-tujuan yang hendak dicapai adalah lebih kompleks, misanya perubahanperubahan distribusi pendapatan yang dikehendaki bagi beberapa (atau semua), maka nilai hasrat impor marginal pun menjadi relevan (Engerman, 1965 dalam Richardson, 2001). Pendapatan masyarakat yang merata, sebagai suatu sasaran merupakan masalah yang sulit dicapai, namun berkurangnya kesenjangan adalah salah satu tolok ukur keberhasilan pembangunan. Indikator yang cukup baik untuk mengukur
tingkat
pemerataan
pendapatan
masyarakat
adalah
distribusi
pendapatan masyarakat diantara golongan penduduk (golongan pendapatan). Pendapatan masyarakat sangat tergantung dari lapangan usaha, pangkat dan jabatan pekerjaan, tingkat pendidikan umum, produktivitas, prospek usaha, permodalan dan lain-lain. Faktor-faktor tersebut menjadi penyebab perbedaan tingkat pendapatan penduduk.
2.7.
Pengembangan Wilayah Menurut Sirojuzilam (2011) pengembangan wilayah adalah terjadinya
peningkatan nilai manfaat bagi masyarakat suatu wilayah tertentu, mampu menampung lebih banyak penghuni, dengan tingkat kesejahteraan masyarakat yang rata-rata membaik, disamping menunjukkan lebih banyak sarana-prasarana, barang dan jasa yang tersedia dan kegiatan usaha-usaha masyarakat yang meningkat, baik dalam arti jenis, intensitas, pelayanan maupun kualitasnya. Pengertian wilayah (region) adalah merupakan suatu unit geografi yang membentuk suatu kesatuan. Yang dimaksud dengan unit geografi adalah ruang sehingga bukan merupakan aspek fisik tanah saja, tetapi lebih dari itu meliputi aspek-aspek lain, seperti biologi, ekonomi, sosial, dan budaya (Wibowo, 2004).
Universitas Sumatera Utara
Menurut Fadillah (2001) wilayah adalah suatu daerah dengan lokasi spesifik dan dalam beberapa aspek tertentu berbeda dengan area lain. Unit area ini adalah merupakan obyek yang konkrit dengan karakteristik yang unik. Struktur wilayah akan mempunyai watak dari pada “mosaik”. Maka untuk membicarakan wilayah hal-hal yang terkait di dalamnya berupa ruang dan karakteristiknya mutlak menjadi pembahasan, sehingga diperoleh bagaimana hubungan antara satu area dengan area lainnya, dengan kata lain pembahasan wilayah harus secara terpadu. Pengembangan wilayah adalah kegiatan pemanfaatan wilayah mencakup aspek lokasi dan dimensi wilayah. Aspek lokasi dan wilayah adalah saling berkaitan, di satu pihak dengan fungsi lindung dan di lain pihak dengan masalah pilihan atas lokasi bagi: (a) tempat permukiman atau kegiatan usaha, yakni dalam rangka memperoleh tingkat kemudahan yang diinginkan, atau sebaliknya; (b) kegiatan usaha dalam rangka mempertinggi tingkat kemudahan bagi masyarakat di wilayah tertentu, baik dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari maupun untuk mengembangkan kegiatan usahanya (Adisasmita, 2005). Menurut Riyadi (2002) pengembangan wilayah (regional development) merupakan upaya untuk memacu perkembangan sosial ekonomi, mengurangi kesenjangan antar wilayah, dan menjaga kelestarian lingkungan hidup pada suatu wilayah. Pengembangan wilayah sangat diperlukan karena kondisi sosial ekonomi, budaya dan geografis yang sangat berbeda antara suatu wilayah dengan wilayah lainnya. Pada dasarnya pengembangan wilayah harus disesuaikan dengan kondisi, potensi dan permasalahan wilayah bersangkutan.
Universitas Sumatera Utara
Pengembangan wilayah yang berhasil memberdayakan seluruh potensi yang ada, serta sesuai dengan keadaan masyarakatnya dan dapat menyelesaikan permasalahan yang berkembang, sehingga pemberdayaan potensi tersebut akan menghasilkan output yang diharapkan dengan penggunaan potensi yang seefektif mungkin Hal ini selaras dengan pendapat Miraza (2005) yang menyebutkan pengembangan wilayah adalah pemanfaatan potensi wilayah baik potensi alam maupun potensi buatan, harus dilaksanakan secara fully dan efficientcy agar pemanfaatan potensi dimaksud benar-benar berdampak pada kesejahteraan masyarakat secara maksimal. Pengertian yang melibatkan aspek ruang dan pemanfaatan wilayah jelas menampilkan sumber dorongan bagi pengembangan kegiatan usaha masyarakat. Sumber dorongan itu berada pada lokasi yang pasti dan memberikan pengaruh sentral, yakni yang dapat dirasakan sebagai kemudahan, kemudian dalam memenuhi berbagai kebutuhan hidup meliputi ke tempat kerja, perbelanjaan, pendidikan, kesehatan, rekreasi, peribadatan dan lainnya. Upaya pemerintah dan masyarakat dalam mewujudkan pengembangan wilayah, memerlukan suatu keteraturan dan rambu-rambu yang dalam melanggar koridor yang telah ditentukan, pembangunan wilayah dapat dilihat dari pembangunan masyarakat yang berdiam pada wilayah tersebut. Pembangunan masyarakat sangat terkait langsung dengan besarnya pendapatan masyarakat yang ditinjau, di mana tingkat pendapatan masyarakat tersebut dapat diuukur dengan total pendapatan wilayah maupun pendapatan ratarata masyarakat pada daerah tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Adisasmita (2005) pengembangan wilayah dilancarkan melalui pusat-pusat pertumbuhan masing-masing. Pusat-pusat pertumbuhan umumnya merupakan kota-kota besar. Para investor tertarik untuk menanamkan investasinya di sektor industri, perbankan dan keuangan, properti dan lainnya, karena daerah perkotaan besar tersebut telah memiliki infrastruktur dan utilitas perkotaan yang telah tersedia secara cukup, seperti jalan, listrik, air, telekomunikasi, pelabuhan dan daya lainnya. Menurut Tarigan (2004) bahwa pembangunan wilayah dapat diukur dari beberapa
parameter
antara
lain,
meningkatnya
pendapatan
masyarakat,
peningkatan lapangan kerja, pemerataan pendapatan. Pembangunan dimaksud harus sesuai dengan perencanaan ruang wilayah yang telah ditetapkan, sehingga tidak akan ditemui lagi tumpang tindih program pengembangan wilayah. Menurut Tarigan (2004) Perencanaan Ruang Wilayah dalam hal ini adalah perencanaan penggunaan/pemanfaatan ruang wilayah, yang intinya adalah perencanaan penggunaan lahan (land use planning) dan perencanaan pergerakan pada ruang tersebut. Selanjutnya Tarigan (2004) menyebutkan perencanaan ruang wilayah pada dasarnya adalah menetapkan ada bagian-bagian wilayah (zone) yang dengan tegas diatur penggunaannya (jelas peruntukannya) dan ada bagian-bagian wilayah yang kurang/tidak diatur penggunaannya. Selanjutnya Glasson dalam Sirojuzilam (2005) mengatakan bahwa perkembangan (pertumbuhan) wilayah dapat terjadi sebagai akibat dari penentu endogen atau eksogen yaitu faktor-faktor yang terdapat di dalam wilayah yang bersangkutan ataupun faktor-faktor di luar wilayah, atau kombinasi dari keduanya.
Universitas Sumatera Utara
Pendapatan dan pertumbuhan regional sangat dipengaruhi oleh konsep/arti nilai tambah. Dalam menghitung nilai tambah suatu sektor, biaya antara harus dikeluarkan atau dikurangkan dari nilai jual produksi pada lokasi tempat produksi (at the farm gate). Nilai tambah inilah yang menggambarkan tingkat kemampuan menghasilkan pendapatan di wilayah (Tarigan, 2004). Keberadaan pembangunan sering sekali dipandang menjadi suatu proses multi dimensional yang meliputi aspek kehidupan masyarakat, seperti aspek ekonomi dan aspek non ekonomi.
2.8.
Penelitian Terdahulu Berikut disajikan beberapa penelitian yang juga mengangkat tentang
permasalahan pariwisata yaitu: 1. Syahrir Hakim Nasution (2009) melakukan penelitian dengan judul Peranan
Wisata
Pemancingan
dalam
Pengembangan
wilayah
Kabupaten Deli Serdang Propinsi Sumatera Utara dengan kesimpulan penelitian yaitu keberadaan usaha wisata secara nyata dapat memberikan manfaat kepada masyarakat terutama masyarakat lokal yang ada di sekitar lokasi wisata. 2. Aripin (2005) melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Kegiatan Pariwisata Terhadap Sosial Ekonomi Masyarakat Di Kawasan Bukit Cinta Rawa Pening Kabupaten Semarang dengan kesimpulan adanya aktivitas pariwisata berpengaruh positif terhadap kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat setempat dan dapat menangkap peluang – peluang di bidang pariwisata.
Universitas Sumatera Utara
2.9.
Kerangka Konseptual Penelitian Kabupaten Tapanuli Tengah terletak di pesisir Pantai Barat Pulau
Sumatera dengan panjang garis pantai ±200 km dan wilayahnya sebagian besar berada di daratan Pulau Sumatera dan sebagian lainnya di pulau-pulau kecil dengan
luas
wilayah
6.194,98
km².
Letak
wilayah
yang
strategis,
keanekaragaman obyek pariwisata dan budaya, potensi sumber daya alam yang besar dan harmonisnya multietnik masyarakat menyebabkan Tapanuli Tengah sebagai Negeri Wisata Sejuta Pesona. Kegiatan pariwisata di Kabupaten Tapanuli Tengah dibedakan menjadi wisata sejarah/cagar budaya, wisata bahari-pantai, wisata alam pegunungan serta wisata kuliner dan hotel. Penelitian ini akan membahas tentang wisata bahari-pantai di Kecamatan Pandan. Keadaan alam yang indah khususnya alam pantai menjadi daya tarik tersendiri yang dimiliki oleh kecamatan ini, sehingga jumlah wisatawan baik lokal maupun internasional banyak yang berkunjung ke daerah tersebut, sehingga tidak sedikit masyarakat yang berusaha dalam industri kepariwisataan, yang mengandalkan usaha perhotelan (penginapan), usaha non formal, cendera mata daerah, transportasi yang memberikan pendapatan bagi masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
KABUPATEN TAPANULI TENGAH
KEGIATAN PARIWISATA Wisata Sejarah/ Cagar Budaya
Wisata BahariPantai
Wisata Alam Pegunungan
Wisata Kuliner Dan Hotel
Kunjungan Wisatawan
Jumlah Pengunjung Fasilitas Wisata
PAD
Pendapatan Masyarakat
Pengembangan Wilayah
Gambar 2.2. Bagan Kerangka Konseptual Penelitian
2.10. Hipotesis Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah, dapat dirumuskan hipotesis penelitian :
Universitas Sumatera Utara
1. Kunjungan wisatawan di Pandan berpengaruh terhadap peningkatan jumlah pengunjung fasilitas wisata di Kecamatan Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah. 2. Kunjungan Wisatawan berpengaruh terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Tapanuli Tengah. 3. Kunjungan wisatawan di Pandan berpengaruh terhadap peningkatan jumlah pendapatan masayarakat pemilik fasilitas wisata (hotel, restoran, boat).
Universitas Sumatera Utara