1
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Israel dan Palestina adalah dua negara yang tidak asing lagi di telinga masyarakat Internasional. Konflik yang berkepanjangan menyebabkan kedua negara tersebut menjadi salah satu obyek yang tidak luput dari perhatian dunia. Israel dan Palestina merupakan salah satu kawasan yang terletak di wilayah Timur-Tengah yang merupakan sebuah kawasan geopolitik yang menjadi wilayah konflik yang berkepanjangan. Wilayahnya yang mengandung sumber daya mineral dalam jumlah yang banyak, telah menjadikan kawasan ini sebagai ajang unjuk kekuatan negara-negara besar yang memiliki kepentingan akan energi.1 Tidak hanya itu, kawasan Timur Tengah merupakan kawasan berasalnya tiga agama Samawi, yaitu Yahudi, Kristen, dan Islam yang sekaligus menjadikan kawasan tersebut sebagai kawasan suci bagi ketiga agama. Fakta ini pula yang melatarbelakangi terjadinya Perang Salib dalam kurun waktu ratusan tahun.2 Konflik Israel-Palestina sudah dimulai sebelum tahun 1920, di mana menceritakan tentang munculnya kaum zionisme, kekalahan Ottoman, serta janjijanji pemenang perang. Kemudian berlanjut sampai terbentuknya Negara Israel pada tahun 1948 dan berlangsung pula hingga saat ini. Israel terus menggempur
Anup Shah, “The Middle East”, diakses pada tanggal 27 Maret 2011, URL: http://www.globalissues.org/Geopolitics/MiddleEast.asp,html. 1
2 Prihot Nababan, “Sejarah Konflik Palestina-Israel”, diakses pada tanggal 27 Maret 2011, URL: http://www.pirhot-nababan.blogspot.com/sejarah-konflik-palestina-israel.html.
2
wilayah Palestina dan dari waktu ke waktu bisa dikatakan makin membabi buta. Palestina pun selama konflik tersebut terus berjuang untuk membela kedaulatannya. Mereka berjuang untuk mendapat pengakuan dari dunia internasional bahwa Palestina adalah sebuah negara yang berdaulat. Selama konflik terjadi, korban jiwa yang berjatuhan sudah tidak terhitung lagi jumlahnya dan hal tersebut merupakan tragedi kemanusiaan, bukan sekedar sebuah konflik antar agama lagi. Terlebih lagi blokade Gaza yang dilakukan Israel yang telah berlangsung sejak 21 tahun yang lalu dan semakin diperkuat sejak tahun 2006 karena kemenangan partai Hamas di Palestina. Hal tersebut pun menarik perhatian seluruh masyarakat dunia begitu juga Perserikatan Bangsa- Bangsa (PBB) yang merupakan organisasi internasional terbesar dunia. Perserikatan Bangsa-Bangsa merupakan suatu Organisasi Internasional yang dibentuk sebagai pengganti dari LBB ( Liga Bangsa-Bangsa) yang dibubarkan karena dianggap telah gagal menciptakan perdamaian dunia dengan pecahnya Perang Dunia II. Asal mula dibentuknya PBB diawali dari Atlantic Charter, dimana muncul pemikiran dari Roosevelt dan Churchill untuk membentuk Organisasi Internasional pengganti LBB. Kemudian dilanjutkan dengan “Declaration by The United Nations” pada tanggal 1 Januari 1942 untuk melengkapi Atlantic Charter , dan pada tanggal 30 Oktober 1943 diadakan “Moscow Declaration” yang ditandatangani oleh Molotov, Anthony Eden (Inggris), Cordell Hull (Amerika Serikat), dan Foo Pingsheung (Duta Besar Cina
3
untuk USSR).3 Tanggal 29 September – 7 Oktober 1944 diadakan pertemuan di Dumbarton Oaks yang menyetujui pokok-pokok dasar dan tujuan, bentuk organisasi,
peraturan
tentang
pemeliharaan
perdamaian
dan
keamanan
internasional dan pentingnya kerjasama di bidang ekonomi dan sosial.4 PBB resmi didirikan pada tanggal 24 Oktober 1945. Dalam PBB terdapat badan utama, salah satunya adalah Dewan Keamanan yang diserahi tugas khusus dalam bidang perdamaian dan keamanan internasional. Terdapat lima negara yang dianggap memegang peranan dalam peperangan melawan fasisme, yaitu Amerika Serikat, Inggris, Prancis, Uni Soviet, dan Cina sebagai anggota tetap dari badan utama tersebut. Kelima negara anggota tetap Dewan Keamanan PBB tersebut dihadiahi suatu hak spesial sebagai balasan dari tanggung jawab mereka terhadap perang dunia II, yaitu hak veto yang melekat pada kelima negara tersebut berdasarkan Pasal 27 Piagam PBB. Dalam Pasal 27 (1) Piagam PBB dikatakan bahwa setiap anggota Dewan Keamanan mempunyai satu suara. Jika ketentuan dalam Pasal 27(1) dihubungkan dengan ketentuan dalam Pasal 27(3) Piagam yang menyatakan:5 Keputusan – keputusan Dewan Keamanan mengenai hal –hal lain ditetapkan dengan suara setuju dari sembilan anggota termasuk suara anggota-anggota tetap; dengan ketentuan bahwa dalam keputusan- keputusan dibawah yang diambil dalam rangka Bab VI, dan ayat 3 Pasal 52, pihak yang berselisih tidak ikut memberikan suara.
3
Sri Setianingsih Suwardi, 2004, Pengantar Hukum Organisasi Internasional,Universitas Indonesia, Jakarta,h.251. 4
Ibid, h.252.
5
Pasal 27 (3) Piagam PBB
4
Akan tampak perbedaan hak suara antara anggota tetap dan anggota tidak tetap. Perbedaan ini terletak bahwa pada masalah nonprocedural akan ditetapkan dengan sembilan suara anggota Dewan Keamanan termasuk suara bulat dari anggota tetap Dewan Keamanan.6 Keputusan Dewan Keamanan dibedakan antara keputusan yang menyangkut masalah procedural dan non procedural. Masalah procedural akan ditetapkan dengan suara sembilan anggota Dewan Keamanan (Pasal 27 (2) Piagam) sedangkan untuk masalah nonprocedural ditetapkan dengan sembilan suara anggota Dewan Kemanan termasuk suara anggota tetap Dewan Keamanan (Pasal 27 (3)).7 Namun, di dalam Piagam PBB sendiri tidak terdapat perumusan yang menjelaskan mana yang merupakan masalah procedural maupun non procedural. Pada pertemuan di San Fransisco, keempat negara ( Amerika Serikat, Uni Soviet, Inggris, dan Cina) telah membuat daftar mana yang termasuk masalah procedural sebagai contoh keputusan yang didasarkan pada persoalan tata tertib (dituangkan dalam Pasal 28 dan 32 Piagam PBB) dan nonprocedural misalnya rekomendasi untuk penyelesaian sengketa dan keputusan untuk tindakan dengan kekerasan.8 Dalam hal ada keragu-raguan apakah suatu kasus termasuk perkara procedural atau nonprocedural, maka masalah tersebut menjadi masalah nonprocedural.9 Adanya hak veto untuk lima negara anggota tetap Dewan Keamanan telah menyebabkan kebijakan Dewan Keamanan sebagai salah satu badan utama PBB, 6
Sri Setianingsih Suwardi, Op.Cit. h.292
7
Ibid, h.293
8
Ibid.
9
Ibid.
5
selalu mengikuti langkah kelima negara tersebut, khususnya Amerika Serikat. Sebaliknya, Majelis Umum yang menjadi forum seluruh anggota PBB justru tidak memiliki
kekuatan
yang berarti
dibanding
dengan
Dewan
Keamanan.
Ketidakadilan inilah yang telah menghambat keberhasilan PBB dalam mengemban misinya, dan bahkan telah melahirkan protes dari banyak negara anggotanya.10 Hak veto seringkali digunakan secara sewenang-wenang dan berlandaskan pada kepentingan masing-masing negara pemilik hak veto. Oleh karena itulah keberadaan hak veto mendapat kritikan dan kecaman dari dunia internasional. Permasalahan Israel-Palestina pun tidak kunjung usai dikarenakan tidak ampuhnya wewenang PBB khususnya Dewan Keamanan dalam menyelesaikan kasus tersebut. Ketidakampuhan itupun disebabkan karena adanya hak veto. Problematika hak veto selalu membayangi legitimasi dari Dewan Kemanan PBB. Dengan “mengantongi” hak veto, maka anggota tetap setiap saat dapat mempengaruhi terjadinya perubahan substansi secara besar-besaran dari suatu resolusi.11 Salah satu anggota tetap yang paling mempengaruhi suatu resolusi Dewan Keamanan PBB adalah Amerika Serikat. Negara ini telah menggunakan hak vetonya lebih banyak dari anggota tetap lainnya sejak tahun 1972, khususnya terhadap resolusi yang ditujukan bagi Israel. Terlebih lagi sejak tanggal 26 Juli 2002, negara adidaya tersebut mengumandangkan doktrin Negroponte, dimana 10
Magazine forum, 2010, Hak Veto PBB, diakses pada 28 Maret 2011, URL: http://magazineforum.blogspot.com/2010/10/hot-pbb-dan-hak-veto-yang-menjadi.html 11 Mahasiswa Pascasarjana, Master of Comparative Law pada Faculty of Law, University of Delhi, New Delhi, Diakses pada 2 April 2011, URL: (http://panmohamadfaiz.com/page/7/?s=perlindungan)
6
menyatakan bahwa Amerika Serikat akan selalu siap menentang setiap resolusi Dewan Kemanan yang berusaha untuk menghukum Israel. Inilah salah satu kesalahan fatal dari penyalahgunaan sistem hak veto. Sebanyak 41 kali dari 82 hak veto Amerika Serikat digunakan untuk membendung tindakan internasional terhadap kebrutalan aksi Israel. Hal tersebut menunjukkan ketidakberdayaan Dewan Keamanan PBB mengatasi konflik yang terjadi pada Israel dan Palestina. Rancangan Resolusi Dewan Keamanan PBB tentang Seruan Bagi Israel Untuk Menghentikan Blokade Gaza yang dikeluarkan tiga kali yakni pada tahun 2004 tertanggal 10 Mei 2004 dan pada tahun 2006 sebanyak dua kali yaitu pada tanggal 13 Juli 2006 dan 11 November 2006 menjadi tidak berarti untuk dilaksanakan kedua belah pihak yang berselisih. Sebelas negara menyetujui Rancangan Resolusi pada tanggal 10 Mei 2004 tersebut dan tiga negara abstain yaitu Inggris, Jerman dan Rumania. Sementara itu sepuluh negara memberikan suara pada Rancangan Resolusi DK PBB 11 November 2006 dan empat negara yaitu Inggris, Peru, Denmark dan Slovakia bersikap abstain. Sedangkan
pada Rancangan
Resolusi DK PBB tanggal 13 Juli 2006, sepuluh negara setuju, empat negara abstain antara lain Inggris, Denmark, Jepang dan Slovakia. Di sisi lain,Amerika Serikat menggunakan hak vetonya pada ketiga rancangan resolusi tersebut yang kemudian membatalkan resolusi.12 Blokade Gaza yang dilakukan militer Israel telah mengakibatkan penderitaan fisik maupun mental terhadap masyarakat Palestina. Perubahan dari segi sosial maupun ekonomi dialami mereka seperti penurunan kesehatan, kemiskinan, putus 12
Jewish Virtual, U.S. Vetoes of UN Resolutions Critical of Israel, diakses pada tanggal 12 Maret 2012, URL:http://www.jewishvirtuallibrary.org/jsource/UN/usvetoes.html
7
sekolah, kelaparan, dan masih banyak lagi dampak negatif lainnya. Tindakan blokade tersebut dilakukan Israel sebagai bentuk perlindungan diri terhadap serangan roket yang dikirim Hamas dan menganggap tindakan Hamas tersebut sebagai tindakan terorisme dan membahayakan keamanan dalam negeri mereka. Namun, Blokade Israel di wilayah Gaza dinilai telah melanggar Hukum Humaniter Internasional (HHI) karena banyak tindakan Israel yang bertentangan dengan prinsip- prinsip dalam HHI. Salah satunya adalah Prinsip Proporsionalitas yaitu kerusakan yang akan diderita oleh penduduk sipil atau objek-objek sipil harus proporsional sifatnya dan tidak berlebihan dalam kaitan dengan diperolehnya keuntungan militer yang nyata dan langsung
yang dapat
diperkirakan akibat dilakukannya serangan terhadap sasaran militer.13 Selain itu, tindakan yang dilakukan Israel dan Palestina juga dinilai melanggar Piagam Perserikatan Bangsa- Bangsa seperti yang tercantum pada Preambule Piagam, yaitu ikut serta menjaga perdamaian dan keamanan internasional dengan selalu mengutamakan jalan damai apabila terjadi perselisihan diantara negara- negara di dunia. Serta melindungi generasi berikutnya dari ancaman bencana perang. Dengan digunakannya hak veto oleh Amerika Serikat terhadap Rancangan Resolusi Dewan Keamanan (DK) PBB tentang Seruan Bagi Israel untuk menghentikan Blokade Gaza justru menunjukkan ketidakefisienan keberadaan hak veto dalam menyelesaikan konflik antar bangsa. Apabila melihat ketentuan dalam Pasal 27 ayat 1, 2, dan 3 tentang hak suara dalam Dewan Keamanan PBB, dan
Piagam PBB tidak terdapat perumusan
13 Arlina, 2008, Asas- asas Hukum Humaniter Internasional, diakses pada 4 Agustus 2011, URL:http://arlina100.wordpress.com/2008/11/15/asas-asas-hukum-humaniter)
8
tentang yang mana merupakan masalah procedural dan nonprocedural, serta melihat juga bahwa apabila terdapat suatu keragu-raguan tentang suatu kasus merupakan perkara procedural atau kah nonprocedural ,maka masalah tersebut akan langsung digolongkan masalah nonprocedural, dan juga dihubungkan dengan penggunaan veto oleh Amerika Serikat terhadap Rancangan Resolusi Dewan Keamanan PBB Tahun 2004 dan 2006 Tentang Seruan Bagi Israel Untuk Menghentikan Blokade Gaza, dan ketidakjelasan mengenai batasan hak veto dalam Piagam PBB, maka penulis melihat adanya norma kabur dalam Pasal 27 Piagam PBB tepatnya dalam menentukan suatu perkara merupakan perkara procedural ataukah perkara nonprocedural. Karena adanya norma kabur inilah, maka terjadi ketidakjelasan dalam hak suara yang berpengaruh pula pada batal tidaknya suatu resolusi atau keputusan Dewan Keamanan PBB. Melihat permasalahan tersebut, penulis beranggapan bahwa perlu dilakukan tinjauan terhadap penggunaan hak veto, khususnya tinjauan Hukum Humaniter Internasional terhadap penggunaan hak veto oleh Amerika Serikat pada Rancangan Resolusi DK PBB tersebut. Hal itu dikarenakan, Rancangan Resolusi DK PBB untuk Israel tersebut sangat erat kaitannya dengan Hukum Humaniter Internasional. Rancangan Resolusi Dewan Keamanan PBB Tahun 2004 dan 2006 tersebut dikeluarkan sebagai bentuk kutukan terhadap aksi keji blokade yang dilakukan Israel di Gaza yang telah menimbulkan banyak penderitaan bagi masyarakat Palestina. Blokade yang dilakukan oleh Israel jelas telah melanggar ketentuan dalam Hukum Humaniter Internasional yaitu Konvensi Jenewa tahun 1949, Customary International Humanitarian Law, serta prinsip-prinsip di
9
dalamnya. Hal tersebut dapat kita lihat dari tindakan Israel yang dengan sengaja menyengsarakan warga sipil yang bukan merupakan combatant. Oleh karena itulah, penulis tertarik untuk mengangkat kasus tersebut dalam bentuk karya tulis, yang menggabungkan antara penggunaan veto, kasus blokade Israel-Palestina, dan juga Hukum Humaniter Internasional dalam judul “TINJAUAN HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL TERHADAP PENGGUNAAN HAK VETO OLEH AMERIKA SERIKAT PADA RANCANGAN- RANCANGAN RESOLUSI DEWAN KEAMANAN PBB TAHUN 2004 DAN 2006 TENTANG
SERUAN
BAGI
ISRAEL
UNTUK
MENGHENTIKAN
BLOKADE GAZA”. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, penulis mengangkat beberapa permasalahan yang penting untuk dibahas secara lebih lanjut. Adapun permasalahan tersebut adalah sebagai berikut : 1. Bagaimanakah dasar hukum hak veto dalam Piagam PBB yang digunakan Amerika Serikat pada Rancangan Resolusi Dewan Keamanan PBB Tahun 2004 dan 2006 tentang Seruan Bagi Israel Untuk Menghentikan Blokade Gaza apabila dikaji dari segi yuridis? 2. Bagaimanakah penggunaan hak veto oleh Amerika
Serikat terhadap
Rancangan Resolusi Dewan Keamanan PBB Tahun 2004 dan 2005 apabila ditinjau dari perspektif Hukum Humaniter Internasional ? 1.3. Ruang Lingkup Masalah Penulisan karya tulis yang bersifat ilmiah perlu ditegaskan mengenai materi yang diatur di dalamnya. Hal ini sangat diperlukan untuk menghindari agar isi
10
atau materi yang terkandung di dalamnya tidak menyimpang dari pokok permasalahan yang telah dirumuskan sehingga dengan demikian dapat diuraikan secara sistematis. Untuk menghindari pembahasan menyimpang dari pokok permasalahan, diberikan batasan-batasan mengenai ruang lingkup permasalahan yang akan dibahas. Adapun ruang lingkup permasalahan yang akan dibahas adalah sebagai berikut : 1. Secara umum akan diuraikan mengenai sejarah Perserikatan Bangsabangsa secara singkat, sejarah Hak Veto Dewan Keamanan PBB, serta definisi Hak Veto. 2. Secara umum akan dibahas mengenai Resolusi Dewan Keamanan PBB yang meliputi definisi Resolusi Perserikatan Bangsa- Bangsa, macammacam resolusi, serta tujuan dan manfaat dari resolusi PBB itu sendiri. 3. Secara umum akan dibahas mengenai Hukum Humaniter Internasional yang meliputi definisi Hukum Humaniter Internasional, pembagian Hukum Humaniter Internasional, prinsip- prinsip Hukum Humaniter Internasional, serta pengaturannya. 4. Akan diuraikan mengenai dasar hukum hak veto dalam Piagam PBB, mekanisme proses penentuan hak suara dalam perkara procedural and non procedural dalam Pasal 27 Piagam PBB, dan pengaturan tentang batasan hak veto dalam Piagam PBB. 5. Akan dipaparkan mengenai penerapan hak veto dalam Rancangan Resolusi Dewan Keamanan PBB Tahun 2004 dan 2006,
rasionalitas
penggunaan hak veto terhadap Rancangan Resolusi Dewan Keamanan
11
PBB Tahun 2004 dan 2006 tersebut, serta sanksi Hukum Humaniter Internasional terhadap Israel perihal serangan militer ke Jalur Gaza. 1.4. Tujuan Penelitian Adapun tujuan- tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan skripsi ini antara lain: a. Tujuan Umum Adapun tujuan umum dari penulisan skripsi ini adalah : 1. Untuk mengetahui sejarah lahirnya sejarah lahirnya PBB , hak veto Dewan Keamanan PBB, dan juga penjelasan mengenai definisi hak veto. 2. Untuk mengetahui apa itu Resolusi Dewan Keamanan PBB yang pembahasannya meliput definisi resolusi, macam- macam resolusi, serta tujuan dan manfaat Resolusi PBB. 3. Untuk mengetahui Hukum Humaniter Internasional yang meliputi definisi Hukum Humaniter, pembagian Hukum Humaniter, prinsip-prinsip Hukum Humaniter Internasional, dan pengaturan Hukum Humaniter Internasional. b. Tujuan Khusus Adapun tujuan khusus yang diharapkan dapat tercapai dari penulisan skripsi ini adalah : 1. Untuk mengetahui secara yuridis normatif, bagaimanakah dasar hukum dari hak veto itu sendiri apabila dikaitkan dengan perumusan tentang perkara procedural dan perkara non procedural yang mana perumusan dua hal tersebut berhubungan dengan pengambilan suara dan penggunaan hak veto dalam tubuh Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa.
12
Kedudukan Amerika Serikat adalah sebagai salah satu Dewan Keamanan tetap PBB yang memiliki tugas khusus untuk menjaga perdamaian dunia. Namun, Amerika Serikat dengan keadaan sadar memveto Rancangan Resolusi Dewan Keamanan PBB Tahun 2004 dan 2006 tentang Seruan Bagi Israel Untuk Menghentikan Blokade Gaza yang mana resolusi tersebut merupakan suatu bentuk kecaman terhadap blockade yang dilakukan Israel ke Palestina. 2. Untuk mengkaji hak veto yang digunakan Amerika Serikat terhadap Rancangan Resolusi Dewan Keamanan PBB Tahun 2004 dan 2006 apabila ditinjau dari Hukum Humaniter Internasional. 3. Untuk mengetahui dampak- dampak adanya hak veto terhadap perdamaian di dunia internasional, serta untuk mengkaji keefektifan hak veto dalam menjaga perdamaian dunia. Serta apakah hak veto tersebut telah sesuai dengan asas keadilan, kepastian hukum, dan kemanfaatan yang merupakan nilai- nilai dasar hukum. 1.5. Manfaat Penelitian a. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman mengenai hak veto yang ada dalam Dewan Keamanan PBB. Khususnya memberikan pengetahuan tentang tujuan adanya hak veto, pengaturan dan pembatasan kewenangan hak veto, keefektifannya, serta pengaruhnya terhadap dunia internasional. Selain itu diharapkan dapat dijadikan referensi tambahan untuk pengembangan Ilmu Hukum secara umum, khususnya di bidang hukum
13
internasional mengenai hak veto Amerika Serikat terhadap Rancangan Resolusi Dewan Keamanan PBB Tahun 2004 dan 2006 tentang Seruan Bagi Israel Untuk Menghentikan Blokade Gaza yang ditinjau dari Hukum Humaniter Internasional. b. Manfaat Praktis Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi masyarakat internasional sebagai sarana pengembangan pemikiran tentang hak veto Dewan Keamanan PBB. Selain itu juga diharapkan masyarakat internasional dapat mengetahui mengenai keefektivan dari keberadaan Hak Veto dan kejelasan mengenai hak veto itu sendiri. Sehingga diharapkan lebih kritis, berani dan lebih aktif ikut serta dalam menjaga perdamaian dunia, serta kaitan antara implikasi hak veto dengan Hukum Humaniter Internasional. 1.6 Landasan Teoritis a. Teori Kepastian Hukum Teori Kepastian hukum secara normatif adalah ketika suatu peraturan dibuat dan diundangkan secara pasti karena mengatur secara jelas dan logis. Jelas dalam artian tidak menimbulkan keragu-raguan (multi-tafsir) dan logis dalam artian ia menjadi suatu sistem norma dengan norma lain sehingga tidak berbenturan atau menimbulkan konflik norma.14 Dalam penulisan skripsi ini, berkaitan dengan pembagian mengenai masalah procedural dan non procedural yang tidak dijelaskan dalam Piagam PBB dan juga batasan mengenai hak veto dalam Piagam
14
Yance, Apa Itu Kepastian Hukum?, Diakses pada 20 (http://yancearizona.wordpress.com/2008/04/13/apa-itu-kepastian-hukum/)
Mei
2011,
URL:
14
PBB yang tidak jelas sehingga sering disalahgunakan untuk kepentingankepentingan tertentu. b. Common Consent Teory Common Consent Teory adalah salah satu dasar mengikat Hukum Internasional yang merupakan persetujuan bersama dari negara-negara yang berdaulat untuk mengikatkan diri pada kaidah-kaidah Hukum Internasional15. Kaitannya dengan penulisan skripsi ini adalah pada Piagam PBB dan kekuatan hak veto. Hak veto diatur dalam Pasal 27 Piagam PBB. Seluruh negara anggota PBB harus mematuhi apa yang diatur dalam Piagam PBB. Dan apabila salah satu negara Dewan Keamanan Tetap PBB menggunakan hak veto nya, maka hal tersebut pun mempengaruhi seluruh negara anggota lainnya. Piagam PBB termasuk salah satu sumber Hukum Internasional yaitu Perjanjian Internasional. Dan negara- negara berdaulat yang telah bergabung menjadi anggota PBB maupun tidak telah terikat pada Piagam PBB tersebut. c. Teori Perlindungan Terhadap Masyarakat Sipil Dalam penulisan skripsi ini, penulis juga menggunakan teori perlindungan terhadap masyarakat sipil sebagaimana yang tercantum dalam Konvensi Jenewa 1949. Dalam konflik- konflik yang terjadi, penduduk sipil sering kali mengungsi secara besar-besaran, kadang-kadang sebagai sasaran langsung sehingga mengalami pembantaian massal, penyanderaan, kekerasan seksual, pelecehan seksual, pengusiran, pemindahan secara paksa, penjarahan, dan penutupan akses
15 Trisna Widyana, Sistem Hukum dan Peradilan Internasional. Diakses pada 18 Mei 2011. URL : pkntrisna.files.wordpress.com/.../sistem-hukum-dan-peradilan-interna..)
15
ke air, makanan, dan perawatan kesehatan.16 Pada situasi semacam ini, ICRC senantiasa hadir di wilayah-wilayah yang penduduk sipilnya berada dalam keadaan bahaya dan mengadakan dialog dengan semua pihak yang terlibat dalam permusuhan. Teori ini digunakan, berhubungan dengan kasus Israel yang melakukan blockade di Gaza dan menimbulkan banyak penderitaan bagi masyarakat Gaza yang mana secara otomatis berarti pelanggaran terhadap Konvensi Jenewa 1949 serta prinsip- prinsip dalam Hukum Humaniter Internasional. 1.7 Metode Penelitian Skripsi sebagai salah satu bentuk dari penulisan karya tulis, tentunya harus dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Untuk itu mutlak diperlukan suatu penelitian dan dalam mencari kebenaran dalam ilmu hukum, diperlukan suatu metodologi yang tentunya bertujuan untuk mengadakan pendekatan atau penyelidikan ilmiah yang bersahaja. Adapun metodologi penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut : a.
Jenis Penelitian Jenis Penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini termasuk ke
dalam penelitian hukum normative. Penelitian hukum normative berarti penelitian hukum yang meletakkan hukum sebagai sebuah bangunan sistem norma. Soerjono Soekanto mengidentikkan penelitian hukum normative tersebut sebagai penelitian hukum kepustakaan17, yang mencakup penelitian terhadap asas- asas hukum,
16
17
Ambarwati, et.all, 2009, Hukum Humaniter Internasional. Rajawali Pers. Jakarta. h. 152.
Penelitian hukum normative disebut juga sebagai penelitian hukum kepustakaan, dimana datanya diperoleh dari mengkaji bahan- bahan pustaka, yang lazimnya disebut sebagai data
16
sistematik hukum, penelitian terhadap taraf sinkronisasi vertikal dan horizontal, perbandingan hukum, serta sejarah hukum. Peter Mahmud Marzuki menyatakan pendapatnya mengenai penelitian hukum normative, adalah: … suatu proses untuk menemukan suatu aturan hukum, prinsip- prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum untuk menjawab permasalahan hukum yang dihadapi. … Penelitian hukum normatif dilakukan untuk menghasilkan argumentasi, teori atau konsep baru sebagai preskripsi dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi….18 Maka dari itu, penulis menggunakan pendekatan- pendekatan tertentu, dari sejumlah pendekatan yang dikenal dalam penelitian hukum normatif. b. Jenis Pendekatan Sebuah karya tulis ilmiah agar dapat mengungkapkan kebenaran jawaban atas permasalahan
secara
sistematis,
metodologis,
dan
konsisten
serta
dipertanggungjawabkan keilmiahannya, hendaknya disusun dengan menggunakan pendekatan- pendekatan yang tepat. Dalam penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan, antara lain pendekatan undang- undang (statue approach), pendekatan kasus (case approach), pendekatan historis, pendekatan komparatif, dan pendekatan konseptual19 dalam buku pedoman fakultas hukum universitas udayana, penelitian normative umumnya megenal 7 jenis pendekatan yaitu:
sekunder. Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2007, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, h.12. 18 Peter Mahmud Marzuki dalam Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, 2010, Dualisme Penelitian Hukum Normative & Empiris, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, h.34. 19
Peter Mahmud Marzuki, 2008, Penelitian Hukum, Prenada Media Group, Jakarta, h. 93.
17
1. 2. 3. 4.
Pendekatan kasus (the Case Approach) Pendekatan peraturan (the statue Approach) Pendekatan Fakta (the fact Approach) Pendekatan Analisis Konsep Hukum (analytical and conceptual approach), 5. Pendekatan Frasa (word and phrase approach) 6. Pendekatan Sejarah (historical approach) 7. Pendekatan Perbandingan (comparative approach) Adapun pendekatan yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah pendekatan peraturan (statue approach) dan pendekatan sejarah (Historical Approach). Pendekatan peraturan (statue approach) dilakukan dengan menelaah semua undang- undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani. Hasil dari telaah tersebut merupakan suatu argumen untuk memecahkan isu yang dihadapi. Dalam skripsi ini, peraturan yang dimaksud yaitu Piagam PBB, Konvensi Jenewa 1949, dan Customary International Humanitarian Law. Melalui pendekatan peraturan ini akan dilihat fakta- fakta yang ada dilapangan berdasarkan atas permasalahan yang akan dikaji dan selanjutnya dikaitkan dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku. Dari pengkajian tersebut akan dinilai apakah ada benturan norma (norma pertentangan), norma kabur, atau norma kosong. Pendekatan berikutnya yang akan digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah pendekatan sejarah (Historical Approach). Penelitian normative yang menggunakan pendekatan sejarah memungkinkan seorang peneliti untuk memahami hukum secara lebih mendalam tentang suatu lembaga, atau suatu pengaturan hukum tertentu sehingga dapat memperkecil kekeliruan, baik dalam
18
pemahaman maupun penerapan suatu lembaga atau ketentuan hukum tertentu.20 Hukum masa kini dan hukum pada masa lampau merupakan suatu kesatuan yang berhubungan erat, sambung- menyambung dan tidak putus sehingga dikatakan bahwa kita dapat memahami hukum pada masa kini dengan mempelajari sejarah. Mengingat, tata hukum yang berlaku sekarang mengandung anasir- anasir dari tata hukum yang silam dan membentuk tunas-tunas tentang tata hukum pada masa yang akan dating.21 Berkaitan dengan itu, pendekatan sejarah ini digunakan berhubungan dengan akan diuraikannya tentang sejarah PBB dan juga sejarah lahirnya Hak Veto, khususnya dasar hukumnya yang tercantum pada Pasal 27 Piagam PBB. Sumber Bahan Hukum Didalam penelitian, lazimnya jenis data dibedakan antara : 1. Data primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari sumber pertama. 2. Data sekunder, antara lain mencakup dokumen- dokumen resmi, buku- buku, hasil- hasil penelitian yang berwujud laporan, dan sebagainya.22 Sebagai penyempurnaan pembahasan ini, digunakan sumber- sumber penelitian yang meliputi berbagai bahan hukum antara lain: 1. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat umum, terdiri asas peraturan perundang- undangan, yurisprudensi atau
20
Satjipto Raharjo dalam Johnny Ibrahim., 2005, Teori & Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Bayumedia Publishing, Malang. h. 318. 21
Ibid. h. 319.
22 Amirudin dan Zainal Asikin, 2004, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, h.30.
19
putusan pengadilan, peraturan dasar, konvensi ketatanegaraan dan perjanjian internasional (traktat). Menurut Peter Mahmud Marzuki23 bahan hukum primer ini bersifat otoritatif, artinya mempunyai otoritas, yaitu merupakan hasil tindakan atau kegiatan yang dilakukan oleh lembaga yang berwenang untuk itu. Adapun sejumlah bahan hukum primer, yang berasal dari peraturan perundang- undangan serta ketentuan- ketentuan yang lebih khusus yang berkaitan dan digunakan dalam penulisan skripsi ini antara lain : -
Rancangan Resolusi Dewan Keamanan PBB Tahun 2004 dan 2006 Tentang Seruan Bagi Israel Untuk Menghentikan Blokade Gaza
-
Piagam Perserikatan Bangsa- Bangsa
-
Konvensi Jenewa Tahun 1949
-
Customary International Humanitarian Law
-
Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang dapat memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer, yang dapat berupa rancangan peraturan perundang-undangan, hasil penelitian, buku-buku teks, jurnal ilmiah, surat kabar koran), pamflet, brosur, karya tulis hukum atau pandangan ahli hukum yang termuat media massa dan berita di internet. Terkait skripsi ini maka digunakan sumber dari kepustakaan seperti buku- buku, karya tulis hukum atau pandangan ahli hukum yang termuat dalam media massa maupun berita di internet yang berkaitan dengan masalah yang dibahas, yaitu mengenai Penggunaan hak veto oleh Amerika Serikat terhadap Rancangan Resolusi Dewan Keamanan PBB Tahun 2004 dan 2005 Tentang Seruan Bagi Israel
23
Peter Mahmud Marzuki, op.cit. h 144-154.
20
Untuk Menghentikan Blokade Gaza ditinjau dari Hukum Humaniter Internasional. 2. Bahan hukum tersier, atau menurut Peter Mahmud Marzuki merupakan bahan non hukum yang digunakan untuk menjelaskan, baik bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder, seperti kamus, ensiklopedi, dan lain- lain. c. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum Teknik pengumpulan bahan-bahan hukum yang dipergunakan adalah teknik studi dokumen, yaitu dalam pengumpulan bahan hukum terhadap sumber kepustakaan yang relevan dengan permasalahan yang dibahas dengan cara membaca dan mencatat kembali bahan hukum tersebut yang kemudian dikelompokkan secara sistematis yang berhubungan dengan masalah dalam penulisan skripsi ini. Untuk menunjang penulisan skripsi ini pengumpulan bahan- bahan hukum diperoleh melalui : 1. Pengumpulan bahan hukum primer dilakukan dengan cara mengumpulan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan masalah yang dibahas. 2. Pengumpulan bahan hukum sekunder dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan yang bertujuan untuk mendapatkan bahan hukum yang bersumber dari buku-buku, karya tulis hukum atau pandangan ahli hukum yang termuat dalam media massa maupun berita di internet yang terkait dengan permasalahan yang hendak dibahas dalam skripsi ini.
21
d. Teknik Analisa Bahan Hukum Adapun teknik pengolahan bahan hukum yaitu setelah bahan hukum terkumpul kemudian dianalisis menggunakan teknik deskripsi yaitu dengan memaparkan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder apa adanya.24 Bahan hukum primer dan sekunder yang terkumpul selanjutnya diberikan penilaian (evaluasi), kemudian dilakukan interpretasi dan selanjutnya diajukan argumentasi. Argumentasi disini dilakukan oleh peneliti untuk memberikan preskripsi atau penilaian mengenai benar atau salah atau apa yang seyogyanya menurut hukum terhadap fakta atau peristiwa hukum dari hasil penelitian. Dari hal tersebut nantinya akan ditarik kesimpulan secara sistematis agar tidak menimbulkan kontradiksi antara bahan hukum yang satu dengan bahan hukum yang lain. Teknik lainnya yang penulis gunakan adalah teknik Analisis, yaitu pemaparan secara mendetail dari keterangan- keterangan yang didapat pada tahap sebelumnya yang berkaitan dengan permasalahan dalam penelitian ini sehingga keseluruhannya membentuk satu kesatuan yang saling berhubungan secara logis.25
24
Ronny Hanitijo, 1991, Metode Penelitian Hukum, Cet.II, Ghalia Indo, Jakarta,h.93.
25
Ibid.