BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.
Definisi Pendidikan Istilah pendidikan mungkin sudah tidak asing lagi dalam kehidupan
keseharian kita, Namun ketika diperhadapkan dengan makna kata tersebut secara metodologis kita pasti akan mengalami kesulitan. Sehingga perlu adanya kajian secara mendalam mengenai makna tentang kata pendidikan itu. Karena dalam makna kata pendidikan tersebut terkandung suatu kondisi harapan dan cita-cita dari sebuah proses pendidikan yang mampu mengubah seluruh pola pikir manusia. Pendidikan dipahami secara universal merupakan usaha sadar maupun proses pengubahan sikap dan tingkah laku melalui bimbingan, pengajaran dan latihan untuk membantu peserta didik mengalami proses pemanusiaan diri. Hakekat pendidikan sebagai usaha orang tua bagi anak-anak dengan maksud untuk menyokong kemajuan hidupnya, dalam arti memperbaiki tumbuhnya kekuatan rohani dan jasmani yang ada pada anak-anaknya1. Dalam hemat penulis, dalam proses tersebut penting adanya dorongan orang tua dan lingkungan sekitar untuk memberikan motivasi, sehingga keinginan yang besar akan timbul dari dalam diri peserta didik tanpa ada keraguan. Pendidikan juga merupakan suatu ruh dalam suatu pembangunan, baik dalam hal
1
Lihat Ki Hajar Dewantara (Dalam Darmaningtyas,) 1999 , Pendidikan, pada dan setelah Krisis (Evaluasi Pendidikan di Masa Krisis), Yogyakarta: LPIST dan Pustaka Pelajar.hal.3-4.
kemajuan suatu bangsa maupun dalam proses perbaikan sumber daya manusia dalam suatu negeri. Pendidikan juga baik untuk pengembangan diri dalam perubahan pola pikir manusia, untuk menjadi manusia yang demokratis, religious, memiliki kemampuan untuk memahami antar sesama, dan sering mengamalkan seluruh nilai budaya maupun sebuah nilai dari identitas bangsa sendiri. Visi
pendidikan
nasional
itu
sendiri
adalah
pendidikan
yang
mengutamakan kemandirian menuju keunggulan untuk meraih kemajuan dan kemakmuran berdasarkan nilai-nilai Pancasila. Pendidikan nasional diharapkan mampu menghasilkan manusia dan masyarakat Indonesia yang demokratisreligius
yang
berjiwa
mandiri,
bermartabat,
menjunjung
tinggi
harkat
kemanusiaan, dan menekankan keunggulan sehingga tercapai kemajuan dan kemakmuran. Tujuan yang demikian mulia ini mempersyaratkan kepedulian keluarga, masyarakat, bersama-sama dengan organisasi dan institusi pendidikan nasional yang mandiri, mampu untuk selalu melakukan inovasi menuju ke suatu sistem pendidikan nasional yang unggul2. Kata pedagogos yang mulanya berarti pelayanan kemudian berubah menjadi pekerjaaan mulia. Karena itu pengertian pedagogi (dari pedagogos) berarti seorang yang tugasnya, membimbing anak di dalam pertumbuhannya ke daerah berdiri sendiri dan bertanggung jawab3. Dalam arti sederhana pendidikan sering di artikan sebagai usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan 2
3
Lihat Fasli Jalal dan Dedi Supriadi 2001, Reformasi Pendidikan Dalam Konteks Otonomi Daerah, Yogyakarta: Bappenas-Depdiknas-Adicita Karya Nusa.hal 63. Lihat Fuad Ihsan, 2005 ,Dasar-dasar Kependidikan, Jakarta: Rineka Cipta, hal 2.
kebudayaan. Dalam perkembangannya, istilah pendidikan atau paedagogie berarti bimbingan atau pertolongan yang di berikan dengan sengaja oleh orang dewasa agar ia menjadi dewasa. Selanjutnya pendidikan di artikan sebagai usaha yang di jalankan oleh seseorang atau kelompok orang lainagar menjadi dewasa atau mencapai tingkat hidup atau penghidupan yang lebih tingi dalam arti mental. Pendidikan ini bermaksud untuk membantu peserta didik dalam menumbuh kembangkan potensi-potensi yang ada dalam diri manusia. Potensi kemanusiaan ini merupakan benih kemungkinan untuk menjadi manusia. Dimana manusia memiliki sejumlah kemampuan yang dapat dikembangkan melalui suatu pengalaman. Pendidikan dapat dipahami sebagai sebuah upaya “konservatif” dan “progresif” dalam bentuk pendidikan sebagai pendidikan formasi, sebagai rekapitulasi dan retrospeksi, dan sebagai rekonstruksi. Jadi pendidikan ini bertujuan untuk membangun manusia dengan pengetahuan dan keterampilan agar manusia bisa mengetahui apa makna dari pedidikan itu4. Bahwa pendidikan merupakan pengaruh ligkungan atas individu untuk menghasilkan perubahan yang tetap (permanen) di dalam kebiasaan-kebiasaan tingkah lakunya, pikirannya dan sikapnya5.
4
5
Lihat John Dewey Dalam Nugroho, 2008. Kebijakan Pendidikan Yang Unggul. Yokyakarta : Pustaka Pelajar.hal.19-20. Lihat Sir Godfrey Thomson dalam Fattah, 2012. Ananlisis kebijakan pendidikan.Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.hal 39.
2.2
Pendidikan Gratis Pendidikan gratis terus berkembang dalam kehidupan masyarakat dan
timbul dalam benak masyarakat bahwa pendidikan gratis merupakan pendidikan tanpa dipungut biaya. Pendidikan gratis bagi rakyat miskin khususnya masyarakat Gorontalo bermakna bahwa dalam penyelenggaran pendidikan tidak ada pungutan biaya apapun, sehingga orang tua tak susah-susah lagi dalam memikirkan biaya dalam menyekolahkan anaknya. Dalam konteks kehidupan sehari-hari penggunaan istilah gratis sering diperdebatkan di kalangan masyarakat. Karena dalam penggunaan istilah gratis tersebut, maka tersirat sebuah arti bahwa keseluruhan biaya pendidikan akan menjadi tanggungan dari pemerintah seperti yang dijelaskan dalam UU diatas. Dan seluruh komponen masyarakat yang menikmati pendidikan tersebut dibebaskan dari seluruh beban biaya pendidikan tersebut. Menelaah lebih lanjut tentang pendidikan gratis, dalam hemat penulis pendidikan pada hakekatnya adalah hak publik atau masyarakat, sebagaimana yang dituangkan dalam UU yang menjadi pedoman kita dalam kehidupan. Pengertian pendidikan gratis sebenarnya secara implisit telah tertuang dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Di mana UU ini telah mengamanatkan masyarakat yang tidak mampu digratiskan atau dikenakan pungutan biaya sampai mencapai usia wajib belajar 9 tahun. Masih menurut UU tersebut pada pasal 10 disebutkan bahwa pemerintahan pusat maupun pemerintah daerah berhak mengarahkan, membimbing, membantu dan
mengawasi penyelenggaraan pendidikan sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. Dari pengertian pendidikan yang menurut UU Sisdiknas tersebut tersirat sebuah makna tanggung jawab pemerintah terhadap jalannya proses pendidikan baik dalam pembiayaan maupun pembimbingan terhadap masyarakat yang kurang mampu. Sebagai tujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa maka pendidikan adalah salah satu instrument utama dalam penciptaan sumber daya manusia yang produktif. Sekarang ini sudah banyak inovasi yang dilakukan oleh pemerintah daerah dalam melaksanakan pendidikan gratis baik tingkat Provinsi maupun tingkat Kabupaten/Kota di Indonesia. 2.3 Peran Pemerintah Daerah dalam Penyelenggaraan Pendidikan Melalui
pengelolaan
desentralistik,
diharapkan
pemerintah
dapat
melaksanakan program pendidikan dengan secara bijaksana dan baik, agar dapatbermanfaat bagi masyarakat ataupun daerah dan juga bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Tujuan utama reformasi pendidikan adalah membangun sebuah sistem pendidikan nasional yang lebih baik sesuai dengan yang diamanahkan oleh UUD 1945, tentang mencerdaskan kehidupan bangsa, agar pembangunan dalam sector infrastruktur terlaksana dengan baik melalui sumber daya manusia yang berpendidikan. Namun semuanya harus tetap berada dalam bingkai satu sistem pendidikan nasional dibawah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Peran pemerintah daerah dalam penyelenggaraan pendidikan tertuang dengan jelas dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten Kota. Di mana dalam peraturan ini ditegaskan bahwa masalah Pendidikan adalah urusan wajib Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten / Kota. Hal ini sebagaimana tertuang pada pasal 7 ayat (1) dan ayat (2).
Kemudian jika pemerintah daerah lalai dalam
menyelenggarakan urusan wajib tersebut, maka penyelenggaraan urusan wajib bagi pemerintah daerah tersebut diambil alih pelaksanaannya oleh pemerintah dengan pembiayaan bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja daerah yang bersangkutan, hal ini sebagaimana tertera Pasal 8 ayat (2). Pada penjelasan selanjutnya, ditegaskan bahwa disamping mengambil alih urusan wajib pemerintah daerah, pemerintah juga dapat memberikan sanksi lain berupa teguran, instruksi, pemeriksaan, sampai dengan penugasan pejabat pemerintah ke daerah yang bersangkutan untuk memimpin penyelenggaraan urusan pemerintahan yang bersifat wajib tersebut (lihat pasal 8 ayat 3). Jadi dalam hemat penulis, peran pemerintah sangatlah dibutuhkan dalam proses pelaksanaan pendidikan nasional demi terwujudnya kecerdasan bangsa, olehnya itu penting dalam menseriusi pelaksanaan pendidikan nasional tersebut. 2.4 Persepsi Masyarakat Tentang kebijakan Pendidikan Gratis Persepsi ialah penghayatan langsung oleh seorang pribadi atau prosesproses yang menghasilkan penghayatan langsung tersebut. Bertolak dari kemampuan manusia yang disebut persepsi itu, akan tercakup proses-proses “Attention, constancy, depth-movement perception, plasticity,motives, Emotions, and Expectations” dan bahwa proses-proses serta segi-segi ini menjadi semakin
penting, semakin erat hubungannya dengan sifat langsung penghayatan tadi. Tidak salah lagi bahwa motivasi, emosi, dan ekspektasi yang kebetulan disebut new look dalam persepsi inilah yang karena sifatnya sangat langsung, pula menjadi penting dan setidak-tidaknya dalam hubungan persepsi utopia dan persepsi realita.6 Pesepsi adalah proses dengan mana seseorang atau sekelompok orang memberikan muatan makna tertentu atas pentingnya sesuatu peristiwa stimulus tertentu yang berasal dari luar dirinya. Yang berfungsi sebagai kerangka analisis untuk memahami suatu masalah. Karena dipengaruhi oleh daya persepsi inilah, maka pemahaman dan tentu saja perumusan atas suatu isu, sesungguhnya amat bersifat subjektif7. Dilihat dari sudut pandang inilah maka besar kemungkinan masing-masing orang, kelompok atau pihak-pihak tentu dalam sistem politik yang berkepentigan atas sesuatu isu akan berbeda-beda dalam cara memahami dan bagaimana merumuskannya. Dan persepsi ini juga pada gilirannya akan mempengaruhi terhadap penilaian mengenai status peringkat yang terkait pada suatu isu.
6
7
Lihat dalam Alfian (1985). Persepsi Masyarakat Tentang Kebudayaan. PT. Gramedia: Jakarta. Hlm, 206 Dr. Abdul Wahab, Solichin. 2008. Analisis Kebijaksanaan. Bumi Aksara : Jakarta. Hlm 37