BAB II TRANSFORMATOR
II.1.
Umum Transformator merupakan suatu alat listrik statis yang dapat memindahkan
dan mengubah tegangan dan arus bolak-balik dari satu atau lebih rangkaian listrik ke rangkaian listrik yang lain dengan nilai yang sama maupun berbeda besarnya pada frekuensi yang sama, melalui suatu gandengan magnet dan berdasarkan prinsip induksi elektromagnetik. Pada umumnya transformator terdiri atas sebuah inti yang terbuat dari besi berlapis, dan dua buah kumparan, yaitu kumparan primer dan kumparan sekunder. Rasio perubahan tegangan akan tergantung dari rasio jumlah lilitan pada kedua kumparan itu. Biasanya kumparan terbuat dari kawat tembaga yang dililitkan pada kaki inti transformator. Transformator digunakan secara luas baik dalam bidang tenaga listrik maupun elektronika. Penggunaan transformator dalam sistem tenaga memungkinkan terpilihnya tegangan yang sesuai dan ekonomis untuk tiap-tiap keperluan misalnya, kebutuhan akan tegangan tinggi dalam pengiriman daya jarak jauh. Penggunaan transformator yang sangat sederhana dan andal merupakan salah satu alasan penting dalam pemakaiannya pada penyaluran tenaga listrik arus bolak-balik, karena arus bolak–balik sangat banyak dipergunakan untuk pembangkitan dan penyaluran tenaga listrik. Pada penyaluran tenaga listrik arus bolak-balik terjadi kerugian energi sebesar watt. Kerugian ini akan banyak berkurang apabila tegangan dinaikkan setinggi mungkin. Dengan demikian maka saluran–saluran transmisi tenaga listrik senantiasa
5
mempergunakan tegangan yang tinggi. Hal ini dilakukan terutama untuk mengurangi kerugian energi yang terjadi, dengan cara mempergunakan transformator untuk menaikkan tegangan listrik di pusat listrik dari tegangan generator yang biasanya berkisar antara 6 kV sampai 20 kV pada awal transmisi ke tegangan saluran transmisi antara 100 kV sampai 1000 kV, kemudian menurunkannya lagi pada ujung akhir saluran ke tegangan yang lebih rendah. Transformator yang dipakai pada jaringan tenaga listrik merupakan transformator tenaga. Disamping itu ada jenis–jenis transformator lain yang banyak dipergunakan dan pada umumnya merupakan transformator yang jauh lebih kecil. Misalnya transformator yang dipakai di rumah tangga untuk menyesuaikan tegangan dari lemari es dengan tegangan yang berasal dari jaringan listrik umum, transformator yang dipakai pada lampu TL dan transformator–transformator “mini” yang dipergunakan pada berbagai alat elektronik, seperti pesawat penerima radio, televisi, dan sebagainya.
II.2.
Konstruksi Transformator Pada dasarnya transformator terdiri dari kumparan primer dan sekunder yang
dibelitkan pada inti ferromagnetik. Transformator yang menjadi fokus bahasan disini adalah transformator daya. Konstruksi transformator daya ada dua tipe yaitu tipe inti (core type) dan tipe cangkang (shell type). Kedua tipe ini menggunakan inti berlaminasi yang terisolasi satu sama lainnya, dengan tujuan untuk mengurangi rugi-rugi arus eddy.
6
Tipe inti (Core form) Tipe inti ini dibentuk dari lapisan besi berisolasi berbentuk persegi dan kumparan transformatornya dibelitkan pada dua sisi persegi. Pada konstruksi tipe inti, kumparan mengelilingi inti besi, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.1 Inti Kumparan
Gambar 2.1 Konstruksi transformator tipe inti (core form) Sedangkan konstruksi intinya pada umumnya berbentuk huruf U atau huruf L, dapat kita lihat pada gambar 2.2
Gambar. 2.2 Konstruksi lempengan logam inti transformator bentuk U dan L Tipe cangkang (Shell form) Jenis konstruksi transformator yang kedua yaitu tipe cangkang yang dibentuk dari lapisan inti berisolasi dan kumparan dibelitkan di pusat inti, dapat dilihat pada gambar 2.3.
7
Gambar 2.3 Transformator tipe cangkang (shell form) Pada transformator ini, kumparan atau belitan transformator dikelilingi oleh inti. Sedangkan konstruksi intinya pada umumnya berbentuk huruf E, huruf I atau huruf F seperti terlihat pada gambar 2.4
Gambar 2.4 Konstruksi lempengan logam inti transformator bentuk E, I dan F
II.3.
Prinsip Kerja Transformator Transformator terdiri atas dua buah kumparan (primer dan sekunder) yang
bersifat induktif. Kedua kumparan ini terpisah secara elektris namun berhubungan secara magnetis melalui jalur yang memiliki reluktansi (reluctance) rendah. Apabila kumparan primer dihubungkan dengan sumber tegangan bolak-balik maka fluks bolak-balik akan muncul di dalam inti yang dilaminasi, karena kumparan tersebut
8
membentuk jaringan tertutup maka mengalirlah arus primer. Akibat adanya fluks di kumparan primer maka di kumparan primer terjadi induksi (self induction) dan terjadi pula induksi di kumparan sekunder karena pengaruh induksi dari kumparan primer atau disebut sebagai induksi bersama (mutual induction) yang menyebabkan timbulnya fluks magnet di kumparan sekunder, maka mengalirlah arus sekunder jika rangkaian sekunder di bebani, sehingga energi listrik dapat ditransfer keseluruhan (secara magnetisasi). e=−N
Dimana :
dφ dt
Volt .............................................................. (2.1 )
e
= gaya gerak listrik ( ggl ) [ volt ]
N
= jumlah lilitan
dφ = perubahan fluks magnet dt
Perlu diingat bahwa hanya tegangan listrik arus bolak-balik yang dapat ditransformasikan oleh transformator, sedangkan dalam bidang elektronika, transformator digunakan sebagai gandengan impedansi antara sumber dan beban untuk menghambat arus searah sambil tetap melakukan arus bolak-balik antara rangkaian. Tujuan utama menggunakan inti pada transformator adalah untuk mengurangi reluktansi ( tahanan magnetis ) dari rangkaian magnetis ( common magnetic circuit )
II.3.1. Keadaan transformator tanpa beban Bila kumparan primer suatu transformator dihubungkan dengan sumber tegangan V1 yang sinusoidal, akan mengalir arus primer I0 yang juga sinusoidal,
9
dengan menganggap belitan N1 reaktif murni, I0 akan tertinggal 900 dari V1. Arus primer I0 menimbulkan fluks (Ф) yang sephasa dan juga berbentuk sinusoid. φ I1 N1
V1
E1
E2
N2
V2
Gambar 2.5 Transformator dalam keadaan tanpa beban
Φ = Φ max sin ωt Wb ......................................................... (2.2) Fluks yang sinusoidal ini akan menghasilkan tegangan induksi е1 (Hukum Faraday). e1 = − N 1.
dΦ dt
e1 = − N 1
dΦ max sin ωt dt
e1 = − N1ω Φ max cos ωt (tertinggal 900 dari Ф) ................... (2.3) e1 = N1ω Φ max sin( wt − 90)
Dimana : e1 = Gaya gerak listrik induksi N1 = Jumlah belitan di sisi primer ω = Kecepatan sudut putar Φ = Fluks magnetik
10
Harga efektif:
E1 =
E1 =
E1 =
E1 =
N1ω Φ max 2 N1 2 π f Φ max 2 N1 2 x 3,14 f Φ max 2 N1 6,28 f Φ max 2
E1 = 4,44 N 1 fΦ max (volt)................................................... (2.4) Dimana :
E1 = Gaya geraqk listrik induksi (efektif) f = Frekuensi
Bila rugi tahanan dan adanya fluksi bocor diabaikan akan terdapat hubungan: E1 V1 N = = 1 = a .......................................................... .(2.5) E 2 V2 N 2
Dimana : E1 = GGL induksi di sisi primer (volt) E2 = GGL induksi di sisi sekunder (volt) V1 = Tegangan terminal di sisi primer (volt) V2 = Tegangan terminal di sisi sekunder (volt) N1 = Jumlah belitan di sisi primer N2 = Jumlah belitan di sisi sekun a
= Faktor transformasi
11
II.3.2. Keadaan transformator berbeban Apabila kumparan sekunder dihubungkan dengan beban ZL, akan mengalir arus I2 pada kumparan sekunder, dimana I 2 =
V2 . ZL
φ1
φ2 , φ 2 I2
I1 V1
N1
E1
E2
N2
V2
ZL
Gambar 2.6 Transformator dalam keadaan berbeban Arus beban I2 ini akan menimbulkan gaya gerak magnet (ggm) N2 I2 yang cenderung menentang fluks (Ф) bersama yang telah ada akibat arus pemagnetan. Agar fluks bersama itu tidak berubah nilainya, pada kumparan primer harus mengalir arus I2’, yang menentang fluks yang dibangkitkan oleh arus beban I2, hingga keseluruhan arus yang mengalir pada kumparan primer menjadi:
I 1 = I 0 + I 2 ' (ampere) .................................................. (2.6) Bila komponen arus rugi tembaga (Ic) diabaikan, maka I0 = Im , sehingga:
I 1 = I m + I 2 ' (ampere) .................................................. (2.7) Dimana:
I1 = arus pada sisi primer I0 = arus penguat Im = arus pemagnetan Ic = arus rugi-rugi tembaga
12
II.4.
Rangkaian Ekivalen Transformator Fluks yang dihasilkan oleh arus pemagnetan Im tidak seluruhnya merupakan
Fluks Bersama (ФM), sebagian darinya hanya mencakup kumparan pimer (Ф1) atau mencakup kumparan sekunder (Ф2) saja dalam model rangkaian ekivalen yang dipakai untuk menganalisis kerja suatu transformator, adanya fluks bocor Ф1 dengan mengalami proses transformasi dapat ditunjukan sebagai reaktansi X1 dan fluks bocor Ф2 dengan mengalami proses transformasi dapat ditunjukan sebagai reaktansi X2 sedang rugi tahanan ditunjukan dengan R1 dan R2, dengan demikian model rangkaian dapat dituliskan seperti gambar 2.7
I1
R1
X1
I2 '
I2
R2
X2
I0 Im
AC
ZL
Ic Xm Rc
N1 N2
Gambar 2.7 Rangkaian ekivalen sebuah transformator V1= I1R1+I1X1+E1 E1= aE2 E2= I2R2+I2X2+V2 I2= aI’2 V1= I1R1+I1X1+a(I2R2+I2X2+V2) V1= I1R1+I1X1+aI2R2+aI2X2+aV2 V1= I1R1+I1X1+a(aI’2R2)+a(aI’2X2)+aV2 V1= I1R1+I1X1+a2I’2R2+a2I’2X2+aV2
13
V1= I1R1+I1X1+I’2(a2R2+a2X2)+aV2 ................................ (2.8) Apabila semua parameter sekunder dinyatakan dalam harga rangkaian primer, harganya perlu dikalikan dengan faktor a2, dimana a = E1/E2. Sekarang model rangkaian menjadi sebagai terlihat pada gambar berikut. R1
I1
X1
a2R2
I2'
a2X2
I0 Im
AC
a2Z
Ic
aV2
Xm Rc
Gambar 2.8 Penyederhanaan rangkaian ekivalen transformator Untuk memudahkan perhitungan, model rangkaian tersebut dapat diubah menjadi seperti gambar dibawah ini. I1
AC
R1
I’2
Im
Ic
Xm
Rc
X1
a 2R 2
a2 X2
a2Z2
aV2
Gambar 2.9 Parameter sekunder pada rangkaian primer Maka didapat hasil perhitungan sebagai berikut : Rek = R1 + a2R2 (ohm).....................................................................(2.9) Xek = X1 + a2X2 (ohm)....................................................................(2.10)
14
Sehingga rangkaian di atas dapat diubah seperti gambar di bawah ini : I1
AC
Xek
Rek
I’2
Im
Ic
Xm
Rc
a2Z2
aV2
Gambar 2.10 Hasil akhir penyederhanaan rangkaian ekivalen transformator Parameter transformator yang terdapat pada model rangkaian (rangkaian ekivalen) Rc, Xm, Rek dan Xek dapat ditentukan besarnya dengan dua macam pengukuran yaitu pengukuran beban nol dan pengukuran hubungan singkat.
II.4.1. Pengukuran beban nol Rangkaian pengukuran beban nol atau tanpa beban dari suatu transformator dapat ditunjukkan pada gambar 2.11. Umumnya untuk pengukuran beban nol semua instrumen ukur diletakkan di sisi tegangan rendah (walaupun instrumen ukur terkadang diletakkan di sisi tegangan tinggi), dengan maksud agar besaran yang diukur cukup besar untuk dibaca dengan mudah. A
AC
V
W
N1
N2
Gambar 2.11 Rangkaian pengukuran beban nol 15
Dalam keadaan tanpa beban bila kumparan primer di hubungkan dengan sumber tegangan V1, maka akan mengalir arus penguat I0. Dengan pengukuran daya yang masuk (P0), arus penguat I0 dan tegangan V1 maka akan diperoleh harga: 2
Rc =
V1 P0
Z0 =
jX m Rc V1 = I 0 Rc + jX m
.................................................................. (2.11)
................................................. (2.12)
Dimana : Z0 = impedansi beban nol Rc = tahanan beban nol Xm = reaktansi beban nol Dengan demikian, dari pengukuran beban nol dapat diketahui harga Rc dan Xm. Rangkaian ekivalen dari pengukuran beban nol dapat dilihat pada gambar 2.12. di bawah ini. Dari gambar rangkaian ekivalen tersebut dapat kita lihat bahwa:
R ek
I0
X ek
I ek
V1
Ic
Im
Rc
Xm
Gambar 2.12 Rangkaian ekivalen pengukuran beban nol
16
II.4.2. Pengukuran hubung singkat Hubungan singkat berarti impedansi beban ZL diperkecil menjadi nol, sehingga hanya impedansi Zek = Rek + j Xek yang membatasi arus. Karena harga Rek dan Xek ini relatif kecil maka harus dijaga agar tegangan masuk (Vsc) cukup kecil, sehingga arus yang dihasilkan tidak melebihi arus nominal. Harga Iek akan relatif sangat kecil bila dibandingkan dengan arus nominal, sehingga pada pengukuran ini dapat diabaikan.
A
AC
W
V
N1
N2
A
Gambar 2.13 Pengukuran hubung singkat Dengan mengukur tegangan Vsc, arus Isc dan daya Psc, akan dapat dihitung parameter: I sc
R ek
X ek
V sc
Gambar 2.14 Rangkaian ekivalen pengukuran hubung singkat Rek =
Psc (ohm) ..................................................... (2.13) ( I sc ) 2
Z ek =
Vsc = Rek + jX ek (ohm) ..................................... (2.14) I sc
17
(ohm) .......................................... (2.15)
II.5.
Diagram Vektor Transformator Diagram vektor adalah penggambaran hubungan antara fluks magnet,
tegangan dan arus yang mengalir dalam bentuk vektor. Hubungan yang terdapat di antara harga-harga tersebut akan tergantung pada sifat beban, impedansi lilitan primer dan sekunder serta rugi-rugi transformator.
II.5.1 Hubungan Tanpa Beban Apabila
transformator
tidak
dibebani,
arus
yang
mengalir
dalam
transformator hanyalah arus pemagnetan ( Io ) saja. Dalam hal ini : 1. Fluks magnet ( Φo ) sephasa dengan arus primer tanpa beban ( Io ) dan ketinggalan 90o terhadap tegangan sumber ( V1 ). 2. Gaya gerak listrik induksi pada primer ( E1 ) besarnya sama, tetapi berbeda phasa 180o terhadap tegangan sumber ( V1 ). 3. Gaya gerak listrik induksi pada sekunder ( E2 ) = a E1 , ketinggalan 90o terhadap fluks magnet (Φo ). Dalam penggambaran, V1 = - E1, dengan menganggap : 1. Rugi - rugi karena arus pusar dan rugi – rugi hysterisis di dalam inti besi tidak ada. 2. Rugi – rugi tahanan pada kawat tembaga tidak ada. 3. Fluks bocor pada kumparan primer maupun sekunder tidak ada.
18
Karena transformator tidaklah mungkin ideal, maka rugi – rugi yang ada harus diperhitungkan yaitu : 1. Arus primer tanpa beban ( Io ) sephasa dengan fluks magnet (Φo ), sebenarnya mendahului sebesar φe sehingga arus primer tanpa beban dapat diuraikan atas dua komponen, yaitu : Io = Im + Ih + e …………………………………………( 2.16 ) 0
I0
90
90
V1 = - E 1
0
E2
E1
Gambar 2.15 Diagram vektor transformator ideal tanpa beban 2. Besarnya ggl induksi E1 tidak lagi sama dengan V1, tetapi harus diperhitungkan terhadap penurunan tegangan karena adanya impedansi kumparan primer Z1 , sehingga diperoleh hubungan : V1 = ( -E1 ) + Io ( R1 + jX1 ) ........................................ (2.17 ) Dimana : R1 X1
: tahanan kumparan primer : reaktansi induktif kumparan primer
19
Φ I0
IM
I 0 R1
I 0 X1
- E1
0
E2
E1
I h+e
V1
Gambar 2.16 Diagram vektor transformator tak ideal tanpa beban
II.5.2 Transformator Berbeban II.5.2.1.
Beban Tahanan Murni
Pada kumparan sekunder transformator terdapat R2 dan X2. Bila kumparan sekunder dihubungkan dengan tahanan murni R, maka dalam kumparan sekunder
mengalir arus sebesar I2. Arus ini akan berbeda phasa sebesar φ2 terhadap E2 akibat adanya reaktansi kumparan sekunder ( X2 ).
I1
I2
R2
V1
E1
E2
X2
V2
RL
Gambar 2.17 Transformator berbeban tahanan murni Dari gambar 2.17 diatas didapat:
20
ϕ θ V2 = E 2 − I 2 (R2 + jX 2 + RL )
V2 = E 2 − I 2 [(R2 + RL ) + jX 2 ] tg θ 2 =
..................................... ( 2.18 )
X2 ............................................................ ( 2.19) R2 + R L
Untuk melukiskan diagram vektornya, maka diambil E2 sebagai dasarnya.
2
=0
I1
I0
I 1 R1
IM
- I2
E1
1
- E1
I 1 X1
0
I2
1
V1
I h+e
E2
2
I2 X 2
V2
I2 ( R2 +RL )
Gambar 2.18 Vektor diagram Transformator berbeban tahanan murni II.5.2.2.
Beban Induktif
Apabila transformator berbeban induktif, berarti pada sekunder transformator terdapat R2 + jX2 dan RL + jXL. Dengan adanya harga-harga tersebut akan menyebabkan pergeseran phasa antara I2 dan Es sebesar θ2. Dimana:
tg θ 2 =
X2 + XL ........................................................... ( 2.20) R2 + R L
Dan dengan adanya harga-harga tersebut diatas juga menyebabkan pergeseran phasa antara I2 dan V2 sebesar φ2, dimana:
tg ϕ 2 =
XL .................................................................... (2.21 ) RL
21
Oleh karena beban induktif, maka I2 ketinggalan terhadap E2. Dengan mengambil E2 sebagai dasar melukiskan diagram vektor dan harga E1 = a E2 , maka diagram vektor dapat dilukiskan sebagai berikut : Φo
I1
Io Im
I1R1 -E1
I1X1
φ1
E1
-I2
I2 V1
Ih + e
θ2
φ2
E2 I2X2
V2
I2R2
I2RL I2XL
Gambar 2.19 Vektor diagram Transformator berbeban induktif II.5.2.3.
Beban Kapasitif
Dengan adanya beban kapasitif pada transformator menyebabkan pergeseran phasa antara I2 dan E2 sebesar θ2.
tg θ 2 =
XL − X2 ......................................................... ( 2.22 ) R2 + R L
Dan juga menyebabkan pergeseran phasa antara I2 dan V2 sebesar φ2.
tg ϕ 2 =
− XL ............................................................... ( 2.23 ) RL
22
Φo I2RL I2
Io
I2XL Im φo
-E1
I1R1
φ2
θ2
E1
E2
φ1
I2X2
I1 I1X1 Ih + e
V1
I2R2
-I2
V2
Gambar 2.20 Vektor diagram Transformator berbeban kapasitif
II.6.
Rugi – Rugi dan Efisiensi Rugi tembaga
P in
Kumparan primer
Rugi tembaga
Fluks bersama
Kumparan sekunder
P out
Rugi besi: rugi histeresis dan rugi arus eddy
Gambar 2.21 Blok diagram rugi – rugi pada transformator
23
II.6.1. Rugi Tembaga ( Pcu ) Rugi yang disebabkan arus mengalir pada kawat tembaga dapat ditulis sebagai berikut : Pcu = I2 R (watt)…………………………………………………………..(2.24) Formula ini merupakan perhitungan untuk pendekatan. Karena arus beban berubah– ubah, rugi tembaga juga tidak konstan bergantung pada beban.
II.6.2. Rugi Besi ( Pi ) Rugi besi terdiri atas : • Rugi histerisis, yaitu rugi yang disebabkan fluks bolak – balik pada inti besi yang dinyatakan sebagai : Ph = kh f Bmaks1.6 ( watt ) .................................................(2.25) Kh = konstanta Bmaks = Fluks maksimum ( weber ) • Rugi arus eddy , yaitu rugi yang disebabkan arus pusar pada inti besi. Dirumuskan sebagai : Pe = ke f2 Bmaks2 ................................................................(2.26) Ke = Konstanta Bmaks = Fluks maksimum (weber) Jadi, rugi besi ( rugi inti ) adalah : Pi = Ph + Pe .........................................................................(2.27)
24
II.6.3. Efisiensi Efisiensi dinyatakan sebagai :
.........................................................(2.28) Pin = Daya input transformator Pout = Daya output transformator ∑ rugi-rugi = Pcu + Pi
II.7.
Transformator Tiga Phasa
II.7.1. Umum Pada prinsipnya transformator tiga phasa sama dengan transformator satu phasa, perbedaannya adalah seperti perbedaan sistem listrik satu phasa dengan listrik tiga phasa, yaitu mengenal sistem bintang ( Y ) dan segitiga (
), serta sistem zig-
zag ( Z ), dan juga sistem bilangan jam yang sangat menentukan untuk kerja paralel transformator tiga phasa. Untuk menganalisa transformator daya tiga phasa dilakukan dengan memandang atau menganggap transformator tiga phasa sebagai transformator satu phasa, teknik perhitungannya pun sama, hanya untuk nilai akhir biasanya parameter tertentu ( arus, tegangan dan daya ) transformator tiga phasa dikaitkan dengan nilai
.
Transformator tiga phasa ini dikembangkan dengan alasan ekonomis, biaya lebih murah karena bahan yang digunakan lebih sedikit dibandingkan tiga buah transformator satu phasa dengan jumlah daya yang sama dengan satu buah
25
transformator daya tiga phasa, lebih ringan dan lebih kecil sehingga mempermudah pengangkutan ( menekan biaya pengiriman ), pengerjaannya lebih cepat, serta untuk menangani operasinya hanya satu buah transformator yang perlu mendapat perhatian (meringankan pekerjaan perawatan).
II.7.2. Konstruksi Transformator Tiga Phasa Untuk mengurangi kerugian yang disebabkan oleh arus pusar di dalam inti, rangkaian magnetik itu biasanya terdiri dari setumpuk laminasi tipis. Dua jenis konstruksi yang biasa dipergunakan diperlihatkan pada gambar 2.22 dan 2.23 berikut ini.
Np
1
Np
2
Np
3
Ns
1
Ns
2
Ns
3
Gambar 2.22 Transformator 3 Phasa Tipe Inti
26
Np
Ns
1
Np
2
Np
3
1
Ns
2
Ns
3
Gambar 2.23 Transformator 3 Phasa Tipe Cangkang Dalam jenis inti (core type) kumparan dililitkan pada setiap kaki transformator. Dalam jenis cangkang (shell type) kumparan dililitkan sekitar kaki tengah dari inti. Kebanyakan fluks terkurung dalam inti dan karena itu dirangkum oleh kedua kumparan. Meskipun fluks bocor yang dirangkum salah satu kumparan tanpa dirangkum yang lain merupakan bagian kecil dari fluks total, ia mempunyai pengaruh penting pada perilaku transformator. Kebocoran dapat dikurangi dengan membagi-bagi kumparan dalam bagian-bagian yang diletakkan sedekat mungkin satu sama lainnya.
II.7.3. Hubungan Tiga Phasa Dalam Transformator Secara umum hubungan belitan tiga phasa terbagi atas dua jenis, yaitu hubungan wye (Y) dan hubungan delta (Δ). Masing-masing hubungan belitan ini memiliki karakteristik arus dan tegangan yang berbeda-beda. Baik sisi primer maupun sekunder masing-masing dapat dihubungkan wye ataupun delta. Kedua hubungan ini dapat dijelaskan secara terpisah, yaitu : 1. Hubungan wye (Y)
27
Hubungan ini dapat dilakukan dengan menggabungkan ketiga belitan transformator yang memiliki rating yang sama. Ia
Z
A
In Z
A
Z
C
N
B
Ib
Ic
B
C
Gambar 2.24 Hubungan Wye Dari gambar diatas dapat diketahui sebagai berikut, Ia = Ib = Ic = IL (ampere)…….………………………………( 2.29 ) IL = Iph (ampere)..………………………..……….................( 2.30 ) Dimana :
IL = Arus line Iph = Arus phasa
Dan, VAB = VBC = VCA = VL-L (volt) VL-L = √3 Vph (volt).....………………….……………........(2.31) Dimana :
VL-L = Tegangan line to line Vph = Tegangan line to netral
2. Hubungan delta (Δ) Hubungan delta ini juga mempunyai tiga buah belitan dan masing-masing memiliki rating yang sama.
28
Ia ZA
A
ZB Ib ZC
Ic
B
C
Gambar 2.25 Hubungan Delta Dari gambar diatas dapat kita ketahui sebagai berikut, Ia = Ib = Ic = IL (ampere)…….………………….….…........( 2.32 ) IL = √3 Iph (ampere).........……………………….…............( 2.33 ) Dimana :
IL = Arus line Iph = Arus phasa
Dan, VAB = VBC = VCA = VL-L (volt)………………………...….( 2.34 ) VL-L = Vph (volt)……....……………………………..…….( 2.35 ) Dimana :
VL-L = Tegangan line to line Vph = Tegangan phasa
II.7.4. Jenis-Jenis Hubungan Belitan Transformator Tiga Phasa Pada transformator tiga phasa terdapat dua hubungan belitan utama yaitu hubungan delta dan hubungan bintang dengan kombinasi Y - Y, Y - Δ, Δ - Y, Δ - Δ, bahkan untuk kasus tertentu belitan sekunder dapat dihubungkan secara berliku-liku
29
(zig-zag), sehingga diperoleh kombinasi Δ - Z dan Y – Z. Hubungan zig-zag ( Z ) merupakan
sambungan
bintang
“istimewa”,
hubungan
ini
dibuat
dengan
menambahkan kumparan yang dihubungkan secara segitiga pada kumparan sekunder yang dihubungkan secara bintang. Berikut ini pembahasan hubungan transformator tiga phasa secara umum: 1.
Hubungan Wye-Wye ( Y-Y ) Hubunangan ini ekonomis digunakan untuk melayani beban yang kecil
dengan tengangan transformasi yang tinggi. Hubungan Y-Y pada transformator tiga phasa dapat dilihat pada Gambar 2.26 berikut ini. a
.
Ns1
Np1
b VLP VΦp
.
Ns2
.
Np3
b'
.
Np2
c
a'
.
VΦs VLS c'
.
Ns3
Gambar 2.26 Transformator Hubungan Y-Y Pada hubungan Y-Y , tegangan primer pada masing-masing phasa adalah
Vφ P = VLP / 3 …………………………………………....( 2.36) Tegangan phasa primer sebanding dengan tegangan phasa sekunder dan perbandingan belitan transformator. Maka diperoleh perbandingan tegangan pada transformator adalah:
30
VLP = VLS
2.
3 VφP 3 VφS
= a ………………………………….…......( 2.37 )
Hubungan Wye-Delta ( Y-Δ ) Digunakan
sebagai
penaik tegangan untuk sistem tegangan tinggi.
Hubungan Y-Δ pada transformator tiga phasa dapat dilihat pada Gambar 2.27 berikut ini. a
VLP
VΦp
.
Ns1
Np1
b
.
VLS
Ns2
.
Np3
VΦs
b'
.
Np2
c
a'
.
c'
.
Ns3
Gambar 2.27 Transformator Hubungan Y- Δ
Pada hubungan ini tegangan kawat ke kawat primer sebanding dengan tegangan phasa primer VLP = 3 VφP dan tegangan kawat ke kawat sekunder sama dengan tegangan phasa VLS = VφS . Sehingga diperoleh perbandingan tegangan pada hubungan ini adalah sebagai berikut :
31
3 VφP VLP = = 3 a ……………………………………( 2.38 ) VLS VφS 3.
Hubungan Delta – Wye (Δ – Y ) Umumnya digunakan untuk menurunkan tegangan dari tegangan transmisi ke
tegangan rendah. Hubungan Δ – Y pada transformator tiga phasa ditunjukkan pada Gambar 2.27 dibawah ini. a VLP
VΦp
.
a'
.
Np1
Ns1
VΦs
b .
b'
.
Np2
Ns2
c .
Np3
VLS
c'
.
Ns3
Gambar 2.28 Transformator hubungan Δ – Y Pada hubungan ini tegangan kawat ke kawat primer sama dengan tegangan phasa primer VLP = VΦP dan tegangan sisi sekunder VLS = 3 VφS . Maka perbandingan tegangan pada hubungan ini adalah : VφP V LP a = = V LS 3 VφS 3
4.
……………………………..…......( 2.39 )
Hubungan Delta-Delta (Δ – Δ ).
32
Hubungan Δ–Δ ini pada transformator tiga phasa ditunjukkan pada Gambar 2.28 berikut : a VLP
.
VΦp
a'
.
Np1
Ns1 VΦs
b
VLS b'
.
.
Np2
Ns2
c
c' .
.
Np3
Ns3
Gambar 2.29 Transformator hubungan Δ – Δ Pada hubungan ini, tegangan kawat ke kawat dan tegangan phasa sama untuk primer dan sekunder transformator VAB = VBC = VAC = VLN. Maka hubungan tegangan primer dan sekunder transformator adalah sebagai berikut : VL-L = VL-N (volt) ..............................................................( 2.40 ) VAB = VBC = VAC (volt) ......................................................( 2.41 ) Dimana : VL-L = Tegangan line to line VL-N = Tegangan line to netral Sedangkan arus pada transformator tiga phasa hubungan delta dapat dituliskan sebagai berikut : IL =
3 Ip (ampere)............................................................( 2.42 )
Dimana : IL = Arus line Ip
= Arus phasa
33
II.7.5. Vektor Group Selain dibagi atas berbagai hubungan diatas, hubungan tersebut masih dibagi lagi menjadi beberapa jenis, sesuai dengan besarnya pergeseran phasa, yang dikenal sebagai bilangan jam. Adapun pembagian grup/kelompoknya adalah berdasarkan penunjukan jarum jam dari vektornya, contoh pegelompokannya dapat dilihat pada gambar berikut: Kelompok jam 5 ( 150 ) 11
12
1
10
Dy5
2 150
9
Yd5
3
8
4 7
6
Yz5
5 Beda sudut fasa = 5 x 30 = 150
Gambar 2.30 Bilangan jam Ketentuan-ketentuan dalam penetuan angka jam vektor grup transformator antara lain: 1. ............................................................................................. Ketiga phasa tegangan dianggap berselisih 120 o. 2. ............................................................................................. Setiap belitan pada kaki transformator yang sama dianggap mempunyai arah belitan yang sama.
34
3. ............................................................................................. Tegangan belitan tegangan tinggi vektornya dianggap merupakan jarum panjang dan tegangan rendah merupakan jarum pendek dari sebuah jam. 4. ............................................................................................. Pembacaan angka jam harus dari penamaan serupa. Bilamana kita meninjau hubungan belitan transformator tiga phasa maka akan dapat digambarkan diagram vektornya seperti gambar 2.30 dan gambar 2.31 berikut ini. s
t R r
r
s
t
R
S
T
R
S s
T r S
Gambar 2.31 Vektor group Dyn5
35
t2 r1 s2
t1
s1 r2
r
s
t
R
S
T
R
R
t
s T
S
S
T r
Gambar 2.32 Vektor group Yzn5
36