BAB II TINJUAN PUSTAKA A. Kajian Teoritis 1. Perputaran persediaan Waters
(2003)
mendefinisikan persediaan (Inventory)
sebagai daftar dari item yang dimiliki dalam stok, dimana stok terdiri dari semua barang dan bahan baku yang disimpan oleh perusahaan. Sedangkan menurut Syamsuddin (2000), Inventory merupakan investasi
yang
paling
besar
dalam
aktiva lancar
sebagian besar perusahaan industri. Inventory Turnover (Perputaran Persediaan) dengan
adalah
membagi
Houston, 2006).
rasio
manajemen
aktiva yang
penjualan dengan persediaan Menurut
Jumingan
dihitung
(Brigham
(2006),
dan
Perputaran
persediaan menunjukkan berapa kali barang dijual dan diadakan kembali selama satu periode akuntansi. Menurut Ang (1997), Rasio perputaran persediaan ini digunakan untuk menunjukkan seberapa efisien
perusahaan mengatur
menunjukkan
berapa
kali
persediaannya,
yaitu
dengan
perputaran persediaan selama satu
tahun. Pengendalian pengadaan persediaan perlu diperhatikan karena berkaitan langsung dengan biaya yang harus ditanggung perusahaan sebagai akibat adanya persediaan. Oleh sebab itu, persediaan yang ada harus seimbang dengan kebutuhan, karena persediaan yang terlalu banyak akan mengakibatkan perusahaan menanggung risiko kerusakan dan biaya penyimpanan yang tinggi
8
disamping biaya investasi yang besar. Tetapi jika terjadi kekurangan persediaan akan berakibat terganggunya kelancaran dalam proses produksinya. Oleh karenanya diharapkan terjadi keseimbangan dalam
pengadaan persediaan
sehingga biaya dapat
ditekan
seminimal mungkin dan dapat memperlancar jalannya proses poduksi. Menurut Ristono (2009) beberapa pengertian persediaan menurut para ahli adalah sebagai berikut :
a. Suatu kegiatan untuk menentukan tingkat dan komposisi dari part atau bagian, bahan baku dan barang hasil produksi, sehingga perusahaan dapat melindungi kelancaran produksi dan penjualan serta kebutuhan pembelanjaan perusahaan dengan efektif dan efisien.
b. Serangkaian kebijakan dengan sistem pengedalian yang memonitor
tingkat
persediaan
yang
harus
dijaga
kapan
persediaan harus diisi dan berapa pesanan yang harus dilakukan.
2. Laba kotor Menurut Munawir (2000:89) Laba kotor atau gross margin digunakan untuk mengetahui keuntungan kotor perusahaan yang berasal dari penjualan setiap produknya. Rasio ini sangat dipengaruhi oleh harga pokok penjualan. Apabila harga pokok penjualan meningkat maka gross profit margin akan menurun begitu pula sebaliknya.
Dengan
kata
lain,
9
rasio
ini
mengukur
efisiensi
pengendalian harga pokok atau biaya produksi, mengindikasi kemampuan perusahaan untuk berproduksi secara efisien.
3. Intensitas modal Intensitas modal adalah jumlah modal perusahaan yang diinvestasikan pada aktiva tetap perusahaan yang biasanya diukur dengan menggunakan rasio aktiva tetap dibagi dengan penjualan (Zmijewski et al, 2001). Semakin tinggi rasio intensitas modal maka arus kas masa depan perusahaan akan lebih baik karena tingginya rasio intensitas modal menunjukkan bahwa perusahaan mempunyai ketersediaan yang cukup dari hasil penjualan yang dapat digunakan sebagai pendanaan operasional dan penempatan dana pada aktiva tetap. Dalam penelitian Defond dan Hung (2001) ditemukan ramalan yang dilakukan perusahaan skala besar mempunyai kecenderungan menggunakan
metode
akuntansi
yang
lebih
beragam
bila
dibandingkan dengan perusahaan skala kecil, selain itu penelitiaan Defond dan Hung (2011) membuktikan bahwa perusahaan besar mempunyai intensitas modal yang lebih besar, untuk melakukan peramalan arus kas lebih baik. 4. Peramalan penjualan Peramalan penjualan adalah ratio antara penjualan aktual dengan penjualan yang diharapkan pada tahun tersebut. Analisis ekonometrik
menunjukkan bahwa persediaan sebagian
besar
didorong oleh peramalan, terutama yang menyangkut permintaan. Ketepatan yang dicapai dari peramalan ini digunakan untuk
10
konsistensi pada bagian rantai pasokan dari pemasok ke suplier bahan baku (Yelland, 2006). Masalah peramalan begitu rumit karena sifat yang saling terkait dari segi data sengan outlier, tingkat dan pergeseran tren (Fildes el al, 1992). Gaur et al (2005) menggunakan rasio peramalan penjualan sebagai ukuran akurasi peramalan dan menegaskan dampak positif dari perputaran persediaan. B. Kerangka Pemikiran Sesuai dengan permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini, selanjutnya
model
kerangka
pemikiran
pengaruh
Perputaran
persediaan terhadap ketiga variable yang lainnya yaitu laba kotor, intensitas modal, dan peramalan penjualan ke dalam diagram berikut :
Variable Independen
Variable dependen
H1
Laba kotor
H2
Intensitas modal
Peramalan penjualan
Perputaran persediaan
H3
Gambar.1 Kerangka Pemikiran Pengaruh antara Laba kotor, Intensitas modal, dan Peramalan penjualan terhadap Perputaran persediaan Sumber: Kolias et al (2010)
11
Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian terdahulu oleh Kolias et al (2010) yang menguji pengaruh variabel Laba kotor, Intensitas modal, dan Peramalan penjualan terhadap Perputaran persediaan. 1. Laba kotor Konsep Laba kotor mengambil dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Fitzsimons (2000) dan Anderson et al., (1993). Penelitian tersebut menyimpulkan adanya pengaruh yang negatif antara Laba kotor dengan Perputaran persediaan. 2. Intensitas modal Konsep Intensitas modal mengambil dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Cachon and Fisher (2000), Frohlich and Westbrook, 2002, Vickery et al., (2003), dan Barua et al., (1995). Penelitian terdahulu menyimpulkan bahwa setiap kenaikan Intensitas modal akan menaikkan pula Perputaran persediaan, sehingga dapat ditarik kesimpulan Intensitas modal berpengaruh positif terhadap Perputaran persediaan. 3. Peramalan penjualan Konsep Peramalan penjualan mengambil dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Hogarth and Makridakis, (1981) dan Gaur et al., (2005). Penelitian terdahulu menyimpulkan bahwa adanya pengaruh yang positif antara Peramalan penjualan dengan Perputaran persediaan.
12
C. Pengembangan Hipotesis 1. Pengaruh Laba kotor dan Perputaran persediaan. Menurut
Ang
(1997),
ratio Perputaran persediaan
menunjukkan seberapa efisien perusahaan mengatur persediaan. Perputaran persediaan yang rendah menunjukkan bahwa perusahaan terlalu
banyak
menyimpan persediaan
bahwa perusahaan kerugian
bagi
tidak
produktif
perusahaan (Brigham
Sedangkan apabila
perputaran
bahwa
telah mampu
perusahaan
sehingga
dan
menunjukkan
dapat menyebabkan
dan
persediaan
Houston,
2006).
tinggi menunjukkan
mengelola
persediaan
yang
dimiliki dengan baik dan menunjukkan bahwa perusahaan dapat bekerja
secara
produktif. Dengan
semakin
produktifnya
perusahaan, maka profit yang didapatkan perusahaan juga akan semakin meningkat. Dalam pengembangan hipotesis ini penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Gaur et al (2005) mereka melakukan pengamatan pada praktek manajerial dan berdasarkan pada literatur akademik. Dalam survei perusahaan yang dilakukan oleh pebeliti, mereka menemukan bahwa para manajer melakukan trade off pada perputaran persediaan dan laba kotor mereka. Para manajer tersebut menetapkan target perusahaan mereka pada bagian produk dari laba kotor dan perputaran persediaan. Produk dengan margin yang lebih tinggi diberikan taget perputaran yang lebih rendah dibandingkan dengan produk yang memiliki margin lebih rendah.
13
Secara khusus laba kotor dapat berpengaruh langsung dengan perputaran persediaan karena dapat menentukan tingkat pelayanan yang optimal. Laba kotor dapat berpengaruh secara tidak langsung dengan perputaran persediaan pada harga, keragaman produk, dan siklus hidup produk karena faktor tersebut mempengaruhi kedua variabel tersebut. Laba kotor dikaitkan dengan biaya stockout. Dalam prakteknya, pelanggan tidak bereaksi substansial terhadap layanan yang buruk, yang dapat menyebabkan mereka untuk beralih ke retailers yang lain (Fitzsimons, 2000). Di sisi lain, pelanggan yang puas cenderung terus untuk membeli dari perusahaan yang sama (Anderson et al., 2003). Oleh karena itu, semakin tinggi laba kotor semakin tinggi hilangnya keuntungan karena masalah stockout. Akibatnya, laba kotor yang tinggi dapat membuat perusahaan untuk meningkatkan tingkat persediaannya untuk menghindari kehilangan laba perusahaan. Dari penjelasan tersebut dapat ditarik kesimpulan : H1: Laba kotor memiliki pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap Perputaran persediaan.
2. Pengaruh Perputaran persediaan dengan Intensitas modal Intensitas modal (termasuk investasi di gudang, peralatan, teknologi informasi dan sistem logistik manajemen) menyebabkan alokasi persediaan yang lebih baik serta lebih efisien dalam pelaksanaan pemenuhan pesanan pelanggan dan dapat pula meningkatkan
perputaran persediaan (Cachon dan Fisher, 2000).
Sebuah pengaruh positif dari informasi teknologi pada kinerja
14
persediaan
didukung
di
tingkat
perusahaan.
Misalnya,
studi
sebelumnya (Frohlich dan Westbrook, 2002; Vickery dkk., 2003; Barua dkk., 1995; Mukhopadhyay et al., 1995) menemukan bahwa peningkatan hasil investasi TI yang lebih tinggi perputaran persediaan dan
biaya
penyimpanan
persediaan
yang
lebih
rendah.
Investasi di bidang teknologi telah mendorong perusahaan dalam pemotongan volume persediaan sebagai pencegahan terhadap kenaikan
harga
pada
permintaan
agregat
sehingga
dapat
mengganggu rantai pasokan (Ferguson, 2001). Selain itu, investasi pada informasi teknologi dapan meningkatkan perputaran persediaan yang berfungsi pada proses pengisian ulang persediaan (Garry, 1994). Clark dan Hammond (1997) menunjukan bahwa dengan pengadopsian pengisian ualng persediaan ini dapat meningkatkan perputaran persediaan hingga 100%. Dengan ulasan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa : H2: Intensitas modal memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap Perputaran persediaan.
3. Pengaruh Perputaran persediaan dengan Peramalan penjualan Persediaan sebagian besar didorong oleh peramalan, terutama yang menyangkut permintaan. Ketepatan dicapai untuk peramalan ini memiliki konsekuensi untuk semua anggota rantai pasokan dari pengecer ke bahan baku pemasok, dan bahkan untuk perusahaan yang menghasilkan produk jadi (Yelland, 2006). Masalah peramalan sulit karena sifat saling terkait dari seri data dengan outlier, tingkat
15
dan pergeseran trend (Fildes dan Beard, 1992). Gaur et al. (2005) menggunakan rasio peramalan penjualan (rasio aktual untuk penjualan
antisipasi)
sebagai
ukuran
akurasi
perkiraan
dan
menegaskan dampak positif pada rasio perputaran persediaan. Terdapat keadaan dimana tingkat aktual penjualan yang tak terduga, hal tersebut diartikan sebagai peramalan penjualan dengan rasio rendah, yang diakibatkan dari akumulasi persediaan yang tidak terjual,
dan
persediaan.
dengan Ada
demikian
perusahaan
dapat yang
mengurangi
menghadapi
perputaran pertumbuhan
penjualan negatif dalam hal sensitivitas perputaran persediaan terhadap perubahan dari tingkat pertumbuhan penjualan. Masalah ini telah ditujukan oleh Gaur dan Kesavan (2005) yang memperkirakan bahwa perputaran persediaan dari suatu perusahaan lebih sensitif terhadap rasio penjualan di wilayah penjualan daripada di wilayah ekspansi penjualan. Asumsi ini dapat lebih didukung oleh berbagai ritel dan tingkat persediaan. Baumol dan Ide (1956) berpendapat bahwa semakin besar jumlah item yang dibawa oleh toko, semakin besar kemungkinan bahwa konsumen akan membeli sesuatu dari bermacam-macam pilihan tersebut. Sebaliknya,
perusahaan
yang
didapati terus
mengalami
penurunan tingkat penjualannya dari waktu ke waktu adalah yang paling mungkin untuk menghadapi pembiayaan kendala. Perusahaanperusahaan ini tidak dapat mendukung pertumbuhan volume penjualan karena ketidakmampuan mereka untuk berinvestasi di aset
16
tetap serta di modal kerja. Dapat menyimpulkan bahwa dalam kasus ini : H3: Peramalan penjualan memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap Perputaran persediaan.
17